tp pemeriksaan neurologi

27
TINJAUAN PUSTAKA PEMERIKSAAN NEUROLOGI PENDAHULUAN Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak, sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur). Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan. Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih yang kita miliki.

Upload: verdiana-wilistyanita

Post on 24-Jul-2015

190 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pemeriksaan neurologi

TRANSCRIPT

Page 1: Tp Pemeriksaan Neurologi

TINJAUAN PUSTAKA

PEMERIKSAAN NEUROLOGI

PENDAHULUAN

          Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium (penunjang).

Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak,

sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur).

Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang

dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat

penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit.

Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak

melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati

dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.

Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang

(bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan

kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita

dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat

canggih yang kita miliki.

          Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat,

mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan

anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan

penunjang yang dibutuhkan.

Page 2: Tp Pemeriksaan Neurologi

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN……………………………………………………………………………..2

ISI

Definisi…………………..…………………………………………………………….4

Anamnesis……………..………………………………………………………………4

Status Mental…………………..………………………………………………………6

Tingkat kesadaran………………………..…………………………………………….7

Pemeriksaan nervus kranialis………………………………………………………….8

Sistem motorik……………………………………………………………………….13

Sistem sensorik……………………………………………………………………….16

Tanda rangsang meningeal………………………………………..………………….17

Reflex patologis………………………………………………………….…………..18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….…….19

2

Page 3: Tp Pemeriksaan Neurologi

ISI

Definisi

Pemeriksaan neurologik adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan

pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik.

Pemeriksaan neurologik dibagi dalam lima komponen yaitu status mental, tingkat

kesadaran,syaraf-syaraf kranial, sistem motorik,refleks, dan sistem sensorik.

Anamnesis

          Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.

Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya.

Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-

kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa.

Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam

bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita

datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya,

kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang

yang menyaksikannya (allo-anamnesis).

          Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena

perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita

perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh

bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati

diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah

berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah

jalan ke ara diagnosa yang tepat”.

          Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan

penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di

3

Page 4: Tp Pemeriksaan Neurologi

tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis

mengikuti 2 pola umum, yaitu:

1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang

dideritanya.

2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya

dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.

Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas.

          Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur,

pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong

pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:

1. Sejak kapan mulai

2. Sifat serta beratnya

3. Lokasi serta penjalarannya

4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis

makan dan lain sebagainya)

5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut

6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya

7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan

8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang

dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya

Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau

kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam

bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin

lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-

hari?

2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba,

mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?

3. Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau

anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada

hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah?

Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?

4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada

satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?

4

Page 5: Tp Pemeriksaan Neurologi

5. Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi

berdenging/berdesis pada telinga)?

6. Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi

(pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah?

Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah

suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang

(afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan

(disfagia)?

7. Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda

menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau

memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan

kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa

yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan

menulis berubah, bentuk tulisan berubah?

8. Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa

yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau

pingsan (sinkop)?

9. Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan,

lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang?

Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau

ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor,

tik)?

10. Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau

ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana

tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?

11. Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan

nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?

Status mental

Mengevaluasi kemampuan penderita untuk memberi alasan, membuat abstrak,

rencana dan penilaian. Sosial ekonomi,etnis dan status pendidikan penderita perlu diketahui

oleh pemeriksa untuk mengetahui status mental penderita, status mental berhub. Dengan

mood & jalan pikiran pasien.

-Apakah ada tanda-tanda tidak merawat diri?

5

Page 6: Tp Pemeriksaan Neurologi

-Apakah pasien berprilaku wajar?

-Bagaimana suasana hati pasien?

-Apakah suasana hati pasien berubah dengan cepat?

Tingkat kesadaran

Ada beberapa metode untuk menggolongkan tingkat kesadaran masing-masing

menggunakan istilah yang sama tapi caranya berbeda (Glasgow Coma Skala), apapun metode

yang digunakan yang terpenting adanya konsistensi serta pemahaman penuh terhadap semua

terminologi yang digunakan.

a. secara kualitatif

1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat

menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,

berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang

lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah

dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga

tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )

1. Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2): dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan

kuku jari)

(1) : tidak ada respon

6

Page 7: Tp Pemeriksaan Neurologi

2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)

disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun

tidak dalam satu kalimat.)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

3. Menilai respon motorik (M)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi

stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada &

kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,

dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :

(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) /

Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan Nervus Kranialis

a. N.I : Olfaktorius (daya penciuman) :

Pasien memejamkan mata, disuruh membedakaan bau yang dirasakaan (kopi,

tembakau, parfum atau rempah-rempah)

b.N.II : Optikus (Tajam penglihatan):

Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan

pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di

buku atau koran.

7

Page 8: Tp Pemeriksaan Neurologi

Lapangan pandang   : Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode

Konfrontasi dari Donder. Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1

meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien

harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya.

Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus

selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya

dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar

ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus memberitahu,

dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila

sekiranya ada gangguan kampus penglihatan (visual field) maka pemeriksa akan lebih

dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan

dan masing masing mata harus diperiksa.

Refleks Pupil

i. Respon cahaya langsung

Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus

pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya

terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada

keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.

ii. Respon cahaya konsensual

Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil

dengan ukuran yang sama.

Pemeriksaan fundus occuli

Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan

kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina

sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti

perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus

optikus.

e. Tes warna

Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

c. N.III : Okulomorius (gerakam kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan otot mata):

Ptosis

Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas

akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah

8

Page 9: Tp Pemeriksaan Neurologi

satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila

pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik

atau mengangkat alis mata secara kronik pula.

Gerakan bola mata

Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah

medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia)

dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada

keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu

sisi. Nervus okulomotorius berperan dalam gerakan mata ke atas, atas dalam, atas

luar, medial, bawah, bawah luar

Pemeriksaan pupil meliputi :

i. Bentuk dan ukuran pupil

ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri

iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:

1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)

2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)

3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

d. N.IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam):

Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah, strabismus

konvergen, diplopia

e. N.V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks kornea dan

refleks kedip):

Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip

Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi

Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

o Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan

temporalis; kekuatan gigitan.

o pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba M. masseter

dan M. temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus

nya sama.

9

Page 10: Tp Pemeriksaan Neurologi

o Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi

rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi.

Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus

simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat

digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan

rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan

rahang bawah keposisi tengah.

o Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan

suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.

o Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup

matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.

o Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada

bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul

dengan ”hammer reflex” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah

kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan hebat yaitu kontraksi M. masseter, M.

temporalis, M. pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini

disebut refleks meninggi.

f. N.VI : Abducen (deviasi mata ke lateral) :

Pergerakan bola mata ke lateral

g. N.VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):

Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya

tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat

dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir,

memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung

tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar

kebagian sisi yang lumpuh).

Pemeriksaan fungsi sensorik :

o   2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian

pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit.

Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas. Bahannya

adalah: glukosa 5 %, NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine 0,075 %.

10

Page 11: Tp Pemeriksaan Neurologi

o Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah).

Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm. Warna berubah jadi biru; normal: 10–15 mm (lama

5 menit).

 

h. N.VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) :

Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi

vestibuler

1) Pemeriksaan pendengaran

Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau

obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau

perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik

arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan

tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.

i. Tes Rinne

Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus

mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan

garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan

norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf

anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut

Rinne negatif.

ii. Tes Weber

Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal

bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi

dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih

keras pada telinga yang abnormal.

2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler

Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus

dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon – Hallpike) yaitu tes

untuk postural nistagmus.

i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)

11

Page 12: Tp Pemeriksaan Neurologi

Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya

dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom),

kesulitan menelan dan disartria (khas bernoda hidung / bindeng).

Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan

apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak

ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa

uvula tertarik kearah sisi yang sehat.

Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen

sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap

sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan

spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.

Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika

konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X,

kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus

laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada

sepertinya posterior lidah (N. IX).

j. N.XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus)

Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan pasien

diminta untuk mengangkat pundaknya.

Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan

ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. sternocleidomastoideus.

k. N.XII : Hipoglosus (gerakan lidah):

Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam

didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan

tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.Pasien diminta menjulurkan lidahnya

yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower

motorneuron unilateral.Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah

imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan

pseudobulbar.

Sistem motorik

12

Page 13: Tp Pemeriksaan Neurologi

Kinerja motorik tergantung pada otot yang utuh, hubungan neuromuskular yg

fungsional dan traktus saraf kranial & spinal yang utuh.Neuron dibagi atas Upper motorik

neuron (UMN) dan Lower motorik neuron (LMN).

- UMN berasal dari korteks serebri & menjulur kebawah, satu bagian (traktus

kortikobulbaris) berakhir pada batang otak dan bagian yg lainnya (traktus kortikospinalis)

menyilang bagian bawah MO & terus turun ke Medula Spinalis.

-LMN mencakup sel-sel motorik nuklei saraf kranial dan aksonnya serta sel-sel kornu

anteriormedula spinalis dan aksonnya.serabut-serabutnya keluar melalui kurnuanterior

medula spinalis atau motorik medula spinalis.

Lesi neuron

Lesi UMN

-kehilangan kontrol volunter

-Peningkatan tonus otot

-Tidak ada atropi otot

-Rerfleks hiperaktif dan abnormal

Lesi LMN

-Kehilangan kontrol volunter

-Penurunan tonus otot

-Paralisis flaksid otot

-Atropi otot

-Tidak ada atau penurunan refleks

Tonus dan kekuatan otot

Tonus otot adalah resistensi dengan menggerakkan sendi secara pasif dan sering

terganggu bila ada gangguan. Sistem saraf. Gangguan. UMN meningkatkan tonus otot

dan sebaliknya.kekuatan otot diperiksa dgn membandingkan otot yang satu dgn yang

lainmis; melakukan fleksi & ekstensi ekstremitas kemudian dilakukan penahanan.

Koordinasi dan gaya berjalan

Pengaruh serebelum terlihat pada kontrol keseimbangan dan koordinasi.koordinasi

tangan & ekstremitas atas di kaji dgn cara melakukan gerakan cepat, selang seling,

dan uji menunjuk satu titik ke titik yang lainnya.untuk ekstremitas bawah pasien

diminta meletakkan tumit pada kaki yg satu & turun perlahan kebawah daerah tibia

13

Page 14: Tp Pemeriksaan Neurologi

anterior. Gaya berjalan (gait) jg dapat dinilai dengan meminta penderita berjalan dgn

ayunan lengan.

Keseimbangan

Dapat diketahui dengan melakukan tes Romberg; Pasien berdiri dengan menggunakan

satu kaki dgn tangan diturunkan pada sisi yang sama, sementara kaki yang satu

diangkat dan tangan yang satunya dinaikan keatas, mula-mula mata terbuka kemudian

tertutup 20-30 detik.

Refleks

Refleks tendon dalam dapat ditimbulkan dengan mengetukkan palu refleks

secara cepat & kuat pada tendon yg teregang sebagian kemudian berjalan disepanjang

serabut aferen menuju medula spinalis kemudian bersinaps dengan neuron motorik

atau neuron kornu anterior kemudian sinaps dihantarkan kebawah melalui neuron

motorik radiks anterior kemudian diteruskan melalui saraf spinal & saraf perifer,

setelah melampaui batas neuromuskular, otot dirangsang untuk berkontraksi.

-Refleks tendon dalam/ refleks regang otot yang sering diperiksa adalah refleks

biseps, refleks triseps, refleks brahioradialis, refleks patella, dan refleks archilles.

-Refleks superfisial diperiksa dengan menggoreskan kulit dengan benda keras spt

ujung sebuah palu refleks yang menyebabkan otot berkontraksi, refleks tersebut

antara lain refleks abdominal, refleks kremaster, refleks gluteal, & refleks plantar.

Refleks tendon dalam

Refleks biseps

Peregangan tendon biseps pada saat siku dalam keadaan fleksi. Orang yang

menguji menyokong lengan bawah dengan satu tangan sambil menempatkan jari

telunjuk dengan menggunakan palu refleks. Respon normal; fleksi pada siku &

kontraksi biseps.

Refleks triseps

Lengan pasien difleksikan pada siku & diposisikan di depan dada, pemeriksa

menyokong lengan pasien & mengidentifikasi tendon triseps dengan mempalpasi 2,5-

5 cm diatas siku.pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi

otot triseps & ekstensi siku.

14

Page 15: Tp Pemeriksaan Neurologi

Refleks brahioradialis

Penguji meletakkan lengan pasien diatas meja atau disilangkan diatas perut,

ketukan palu dengan lembut 2,5-5 cm diatas siku, pengkajian ini dilakukan dengan

lengan dalam keadaan fleksi dan supinasi.

Refleks patella

Mengetok tendon patella tepat dibawah patella dimana pasien dalam keadaan

duduk atau tidur terlentang. Jika pasien terlentang pengkaji menyokong kaki untuk

memudahkan relaksasi otot. Kontraksi quadriseps dan ekstensi lutut adalah respon

normal.

Refleks Achilles

Buat pergelangan kaki dalam keadaan rileks, kaki dalam keadaan dorsal fleksi

pada pergelangan kaki dan palu diketokkan pada tendon Achilles.

Refleks superfusial

Refleks abdominalis

Refleks supersuperfisial yang ada ditimbulkan oleh goresan pada kulit dinding

abdomen

Refleks plantar

Ditimbulkan dengan menggores permukaan lateral telapak kaki dari tumit

sampai kebantalan kaki dan melengkung kearah medial melintasi bantalan kaki,

normalnya terjadi fleksi jari-jari kaki.

Refleks cremaster

Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah

Respon : elevasi testes ipsilateral

Refleks gluteal

Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal

Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral

Sistem sensorik

Sistem sensorik memegang peranan penting dalam penghantaran informasi kepada

sistem saraf sentral mengenai lingkungan sekitarnya. Pada waktu memeriksa sistem sensorik,

ada empat daerah yang diperiksa yaitu :Sensasi taktil, Sensasi nyeri dan suhu, Vibrasi dan

propriosepsi, Merasakan posisi, Integrasi sensasi, persepsi nyeri & suhu dihantarkan oleh

15

Page 16: Tp Pemeriksaan Neurologi

serabut saraf menuju ganglia radiks dorsal setelah bersinaps dalam kornu dorsalis serabut

menyilang garis tengah & masuk ketraktus spinotalamikus lateralis kemudian berjalan keatas

medula spinalis dan batang otak dan berakhir di talamus.

-Sensasi taktil

Dikaji dengan menyentuh lembut gumpalan kapas pada masing-masing sisi tubuh,

sensivitas daerah ekstremitas bagian proksimal dibandingkan dengan bagian distal.

-Sensasi nyeri dan suhu

-Nyeri superfisial dapat dikaji dengan menentukan sensivitas pasienterhadap obyek yang

tajam, pasien diinstruksikan membedakan antara ujung yang tajam dgn yang tumpul. untuk

suhu dengan tabung yang berisi air panas dan air dingin.

-Vibrasi dan propriosepsi

Getaran & propriosepsi ditransmisi bersama-sama pada bagian posterior medula. Getaran

dapat dievaluasi melalui garpu tala frekuensi rendah(128-256 Hz)

-Merasakan posisi

dapat ditentukan pada saat klien menutup mata klien harus mampu berdiri dengan kedua kaki

rapat tanpa bergoyang-goyang atau kehilangan keseimbangan.

-Integrasi sensasi

Hal ini dapat dilakukan dengan membedakan dua titik, jika klien disentuh oleh dua obyek

tajam bersamaan apakah klien mampu merasakan dua sentuhan tadi.

Tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk    : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan

pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian

kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama

penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan

tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau

berat

Kernig sign     : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan

pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai

bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135°

terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut

135°, maka dikatakan Kernig sign positif.

Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

16

Page 17: Tp Pemeriksaan Neurologi

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah

kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya

ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala

pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila gerakan

fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai

secara reflektorik.

Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi

lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan

secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini

menandakan test ini postif.

Lasegue sign  : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu

kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus,

dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu

berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70°

sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan

sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang

sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.

Refleks Patologis

Babinski

Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.

Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.

Chaddock

Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari

posterior ke anterior.

Respons : seperti babinski

Oppenheim

Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal

Respons : seperti babinski

Gordon

Stimulus : penekanan betis secara keras

Respons : seperti babinski

Schaeffer

17

Page 18: Tp Pemeriksaan Neurologi

Stimulus : memencet tendon achilles secara keras

Respons : seperti babinski

Gonda

Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat

Respons : seperti babinski

Hoffman

Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien

Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya berefleksi

Tromner

Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien

Respons : seperti Hoffman

DAFTAR PUSTAKA

1. Duus, Peter, Diagnosis topik neurologi : anatomi, fisiologi, tanda, gejala,Ed. 2. EGC,

Jakarta,1996.

2. Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.

3. Talley, Nicholas J, O’Connor Simon, Pemeriksaan Klinis. Pedoman Diagnosis Fisik,

Binarupa Aksara, Jakarta, 1994.

4. Mardjono, Mahar Prof. Dr, Sidharta Prigura Prof. Dr, Neurologi Klinis Dasar, Dian

Rakyat, Jakarta, 2000.

5. Delf H. Mohlan, Manning T. Robert, Major Diagnosis Fisik. Ed. 9, EGC, Jakarta, 1996.

18