tipus endo2
Post on 28-Dec-2015
22 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PEMBAHASAN
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi Parsial Bacillus sp.
Bacillus merupakan kelompok bakteri yang banyak ditemukan pada habitat
tanah. Kelompok bakteri ini diperkirakan terdapat sangat melimpah di tanah
sehingga isolasi dilakukan dengan metode pengenceran secara berseri hingga 10-6.
Isolasi Bacillus sp. sedikit berbeda dengan isolasi bakteri tanah lainnya di mana
suspensi tanah dalam larutan garam 0.85% dipanaskan terlebih dahulu pada suhu
800C selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk menapis Bacillus sp. dari bakteri
lain yang tidak membentuk endospora. Bakteri yang tidak membentuk endospora
umumnya tidak mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi tersebut.
Karakterisasi fisiologi parsial meliputi pewarnaan gram, pewarnaan endospora,
dan uji katalase menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh merupakan bakteri
gram positif yang berbentuk batang, mampu membentuk endospora dan bersifat
katalase positif.
Bacillus merupakan bakteri yang termasuk kelompok gram positif, memiliki
dinding sel yang mengandung 90% lapisan peptidoglikan dengan polisakarida
berupa asam tekoat yang tertanam di dalam dinding sel. Bacillus dapat
membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang kritis termasuk keterbatasan
nutrisi misalnya kekurangan karbon dan nitrogen tetapi tidak akan membentuk
endospora saat sel sedang membelah secara eksponensial. Untuk itu pewarnaan
endospora hanya dapat dilakukan paling tidak setelah isolat berumur lebih dari 48
jam. Struktur endospora dapat tetap bertahan terhadap radiasi, suhu, kekeringan,
asam, desinfektan serta dapat dorman dalam waktu yang lama.
Kemampuan Bacillus membentuk endospora sangat menguntungkan bagi
bakteri tanah terkait dengan habitatnya atau kondisi lingkungan yang selalu
berubah dan tidak menguntungkan. Hal ini merupakan nilai tambah sehingga
bakteri ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati ataupun sebagai agens
pengendali hayati yang stabil. Struktur spora dapat bertahan dan tetap dapat
melepaskan metabolit aktifnya pada kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan sehingga memungkinkan untuk membuat formulasi produk yang
stabil (Kloepper et al. 1999). Bacillus termasuk bakteri aerob atau fakultatif aerob
yang menggunakan oksigen sebagai penerima elektron terakhir pada respirasi
30
selnya. Produk akhir sampingan dari metabolisme tersebut berupa hidrogen
peroksida yang bersifat toksik. Bacillus memiliki enzim katalase yang mampu
mengubah peroksida menjadi air dan oksigen sehingga tidak bersifat toksik.
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp mempunyai banyak
potensi yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, mensekresi siderofor
dan berperan sebagai agen biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan
tanaman serta menghasilkan antibiotik. Salah satu hormon yang sangat penting
bagi pertumbuhan tanaman adalah auksin atau indole acetic acid (IAA). Hormon
ini memainkan peran penting pada mekanisme ekspansi sel yaitu pada saat inisiasi
akar, pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel serta sebagai agen atau
pembawa sinyal dalam respons tumbuhan. Leveau dan Lindow (2005)
menyatakan bahwa IAA merupakan hormon auksin pertama yang mengontrol
berbagai proses fisiologis penting meliputi pertumbuhan, pembelahan sel,
diferensiasi jaringan dan respons terhadap cahaya dan gravitasi. Namun demikian
mungkin tumbuhan tidak dapat mensintesis IAA dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhannya yang optimal, sehingga adanya pemberian
auksin dapat memacu pemanjangan akar, meski hanya pada konsentrasi yang
sangat rendah (10-13 M hingga 10-7 M bergantung pada spesies dan umur tanaman)
(Salisbury & Ross 1992).
Secara umum ada tiga jalur pembentukan IAA yaitu jalur IPyA (Indole-3-
Pyruvic Acid), jalur TAM (Tryptamine) dan jalur IAN (Indole-3-Acetonitril).
Namun hanya dua jalur saja yang terdapat pada bakteri yaitu jalur TAM dan
IPyA. Jalur IPyA diketahui bersifat inducible oleh senyawa triptofan. Triptofan
merupakan prekursor utama dalam biosintesis IAA. Adanya penambahan triptofan
diketahui dapat meningkatkan biosintesis IAA melalui jalur IPyA pada
Enterobacter, Rhizobium phaseoli, Bradyrhizobium japonicum, dan Azospirillum
brasilense (Patten & Glick 2000). Produksi IAA akan meningkat sesuai dengan
peningkatan konsentrasi triptofan dari 1 – 100 μg / ml (Ahmad et al 2004). Pada
penelitian ini uji kemampuan bakteri dalam memproduksi IAA ditambahkan
prekursor L-tripfofan (L-trp) pada media kultur yang digunakan untuk
31
pertumbuhannya. Selanjutnya pada filtrat hasil sentrifugasi ditambahkan reagen
Salkowski dengan perbandingan filtrat dengan reagen adalah 1:1 dan
diinkubasikan pada ruang gelap. Inkubasi dilakukan di ruang gelap karena pada
produksi IAA saat pembentukan asam indol piruvat oleh bakteri peka terhadap
cahaya.
Sebanyak 45 isolat diketahui dapat memproduksi IAA dengan konsentrasi
yang berbeda-beda (Tabel 1). Isolat Cr 55 diketahui memproduksi IAA paling
tinggi yaitu 44.66 ppm sedangkan isolat Cr 72 memproduksi IAA pada
konsentrasi yang paling rendah yaitu 0.06 ppm. Adanya perbedaan konsentrasi
IAA yang diproduksi oleh isolat dimungkinkan karena perbedaan kemampuan
bakteri dalam memanfaatkan triptofan yang ada atau karena perbedaan jalur atau
mekanisme dalam memproduksi IAA. Adanya perbedaan dalam memproduksi
IAA oleh bakteri dimungkinkan karena pengaruh perbedaan aktifitas enzim
indolpiruvat dekarboksilase yang terkait dengan tingkat ekspresi gen ipcd yang
menyandikan struktur protein tersebut. Konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh
bakteri juga bergantung kepada aktifitas dan jumlah sel, ketersediaan nutrisi dan
substrat L-trp dalam media.
Fosfat di dalam tanah sebagian besar terdapat dalam bentuk terikat dengan
kation logam sehingga tidak dapat diambil oleh tanaman. Fosfat merupakan
nutrisi penting bagi tanaman di mana sejumlah besar fosfat yang diabsorbsi dari
tanah digunakan untuk menghasilkan ATP yang dibutuhkan untuk fiksasi nitrogen
(Dey et al. 2004). Kemampuan suatu isolat bakteri sebagai pemacu pertumbuhan
tanaman juga dapat ditinjau dari kemampuannya melarutkan fosfat. Beberapa
cendawan dan bakteri termasuk Bacillus diketahui dapat melarutkan fosfat.
Pelarutan fosfat oleh bakteri misalnya B. subtilis dan B. amyloliquifaciens terjadi
karena aktifitas fosfatase dan fitase (enzim yang melarutkan fosfat organik yang
sukar larut/fitat). Menurut Premono (1998) peranan mikrob dalam melarutkan
fosfat terkait dengan produksi asam organik oleh aktifitas mikrob. Premono juga
menambahkan adanya beberapa teori yang terkait dengan pelarutan fosfat oleh
aktifitas antimikrob antara lain (i) pelepasan ortofosfat dari kompleks logam – P
melalui pembentukan kompleks logam organik, (ii) persaingan anion organik dan
ortofosfat pada tapak jerapan koloid tanah yang bermuatan positif dan (iii)
32
perubahan muatan tapak jerapan oleh ligan organik. Selanjutnya fosfat yang telah
terlepas dari kationnya berupa ion ortofosfat HPO4- atau PO4
2- dapat diambil oleh
tanaman. Sebanyak 36 isolat mampu melarutkan fosfat dengan kemampuan yang
berbeda-beda terlihat dari luas zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni
bakteri (Gambar 3). Isolat Cr 80 dan Cr 91 diketahui memiliki kemampuan
melarutkan fosfat yang paling tinggi. Adanya kemampuan melarutkan fosfat yang
berbeda ini mungkin terkait dengan jenis asam organik yang disintesis oleh
bakteri yang mungkin memiliki kecocokan ataupun efektifitas dalam memutuskan
ikatan pada kompleks kation logam dengan anion fosfat.
Karakter PGPR yang juga dimiliki oleh Bacillus adalah mampu
memproduksi siderofor. Menurut Nawangsih (2006) hasil deteksi pada beberapa
galur Pseudomonas fluorescens, B. subtilis, dan B. cereus positif menghasilkan
siderofor. Siderofor merupakan molekul atau ligan pengkelat besi ferric (Fe3+)
yang diproduksi oleh bakteri saat kondisi konsentrasi besi di alam rendah pada
kondisi tanah netral dan alkalin. Sebanyak 43 isolat bakteri yang berhasil diisolasi
dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam memproduksi
siderofor. Adanya produksi siderofor diketahui dari terbentuknya zona berwarna
kuning oranye jernih di sekeliling koloni bakteri. Perubahan warna media agar-
agar CAS yang mengandung pewarna CAS, Fe3+ dan HDTMA menandakan
terbentuknya kompleks siderofor - Fe3+ dalam larutan CAS kemudian CAS bebas
dilepaskan ke media yang diperlihatkan dengan terjadinya perubahan warna hijau
kebiruan menjadi kuning oranye jernih.
Menurut Miethke et al. (2006) pada B. subtilis terdapat siderofor berupa
chatecholate trilactone yang disekresi pada saat kondisi besi terbatas dan
bacilibactin (BB) untuk pengambilan sisa besi ferric di alam. Mekanisme
pengambilan kompleks ferri-BB dimediatori oleh FeuABC transporter dan oleh
trilactone hidrolase. Kompleks tersebut akan dihidrolisis dan akan dilepaskan besi
ke dalam sitoplasma. Menurut Compant et al. (2005) siderofor pada berbagai
bakteri memiliki kemampuan berbeda dalam mengkelat besi, namun pada
umumnya digunakan untuk menekan cendawan patogenik yang mempunyai
afinitas siderofor rendah. Adanya pengambilan besi oleh bakteri PGPR ini dapat
bertindak sebagai pesaing (competitor) bagi mikrob fitopatogen. Adanya
33
competitor fitopatogen ini tentunya menguntungkan bagi kesehatan tanaman.
Tanaman sendiri hanya memerlukan unsur besi dalam jumlah yang lebih rendah
daripada mikroorganisme sehingga tidak terpengaruh terhadap pengambilan besi
oleh mikroorganisme. Beberapa tanaman dapat mengikat bakteri kompleks besi –
siderofor, mengangkutnya masuk ke tanaman kemudian besi dilepas dari siderofor
dan tersedia bagi tanaman (Gray & Smith 2005).
Selanjutnya ke-45 isolat yang memproduksi IAA diuji kemampuannya
dalam memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet. Namun sebelum
telaah pertumbuhan dilakukan harus diketahui apakah inokulasi isolat tersebut
memicu reaksi hipersensitif bagi tanaman melalui uji hipersensitivitas. Sebagian
besar bakteri patogen dapat menginduksi respons hipersensitif ketika diinjeksikan
ke dalam jaringan tanaman yang bukan inangnya. Beberapa bakteri non patogen
dan patogen mungkin akan membentuk struktur seperti kantong tetapi tidak
merangsang respons hipersensitif pada tanaman (Lelliot & Stead 1987). Apabila
isolat bakteri yang diinjeksikan pada daun tembakau merangsang reaksi
hipersensitif maka isolat tersebut tidak dapat digunakan sebagai inokulan untuk
pemacuan pertumbuhan tanaman.
Pada uji hipersensitif ini digunakan daun tanaman tembakau karena tanaman
ini merupakan tanaman model yang telah diketahui secara lengkap sekuen gennya
termasuk gen yang menyandikan resistensi tanaman juga ruang di antara
pembuluh daunnya lebar sehingga relatif mudah untuk menginfiltrasikan suspensi
isolat. Selain itu tanaman tembakau mudah dibudidayakan dan dipelihara.
Sebanyak 1 ml suspensi bakteri yang dikulturkan selama 24 jam disuntikkan pada
ruang di antara pembuluh daun. Isolat yang dapat memicu reaksi hipersensitif
biasanya akan memperlihatkan gejala layu pada daun dan perubahan pada warna
daun menjadi kecoklatan dan kering. Hasil uji hipersensitivitas menunjukkan
bahwa seluruh isolat yang diuji tidak memicu reaksi hipersensitif pada daun
tembakau setelah 48 jam disuntikkan isolat sehingga tidak bersifat patogen bagi
tanaman. Oleh karena itu seluruh isolat yang memproduksi IAA dapat diuji lanjut
untuk mengetahui kemampuannya dalam pemacuan pertumbuhan tanaman.
Pada telaah pemacuan pertumbuhan menggunakan kecambah kedelai
kultivar Slamet diperoleh sebanyak 6 isolat dari 45 isolat yang memproduksi IAA
34
mampu memacu secara signifikan pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet
meliputi peningkatan panjang akar, batang dan peningkatan jumlah akar (Tabel 2).
Isolat Cr 67, Cr 68, Cr 69, dan Cr 71 berhasil memacu pemanjangan akar primer,
isolat Cr 64, Cr 66, Cr 67, Cr 68, dan Cr 71 berhasil memacu pemanjangan batang
sedangkan isolat Cr 69 dan Cr 71 mampu memacu pembentukan akar lateral dan
sublateral. Isolat-isolat yang mampu memacu pertumbuhan tanaman tersebut
relatif memproduksi IAA justru pada konsentrasi yang rendah yaitu pada kisaran
0.81 ppm hingga 9.63 ppm.
Menurut Salisbury dan Ross (1992) pemberian auksin kepada tanaman dapat
memacu pemanjangan akar, tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah (10-
13M hingga 10-7M, bergantung pada spesies dan umur akar). Sedangkan isolat
yang memproduksi IAA yang tinggi antara lain Cr 55 (44.66 ppm), Cr 78 (32.84
ppm), Cr 84 (30.30), Cr 90 (22.79 ppm), dan Cr 91 (20.32 ppm) tidak mampu
memacu pertumbuhan kecambah kedelai. Pengaruh inokulasi dengan isolat Cr 77,
Cr 82, Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91 menyebabkan pertumbuhan panjang
akar kecambah lebih pendek daripada kontrol. Rerata panjang batang kecambah
juga lebih pendek pada kecambah yang diinokulasikan dengan isolat Cr 77 dan Cr
78 dibandingkan dengan kontrol. Jumlah akar lateral dan sublateral lebih sedikit
daripada kontrol setelah diberi perlakuan dengan isolat Cr 77, Cr 78, Cr 81, Cr 82,
Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91. Hal ini memperkuat pernyataan Husen et
al. (2006) bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman terjadi pada pemberian IAA
dengan konsentrasi sangat rendah (0.01 μg/ml-1) sedangkan pada konsentrasi lebih
tinggi cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman. Selain itu Glick (1995) juga
menambahkan bahwa produksi IAA yang berlebihan akan memacu hormon etilen
yang dalam konsentrasi tinggi justru menghambat perkembangan / pemanjangan
akar. Pemacuan pertumbuhan panjang akar, panjang batang dan jumlah akar
lateral dan sub lateral oleh Cr 69 terlihat pada Gambar 4.
Adanya pengenceran kultur yang diinokulasikan pada kecambah kacang
hijau yang ditumbuhkan secara hidroponik pada produk cair aktinomiset galur LC
(36.4 mg IAA/ml media) dan Bacillus galur D3 (52.5 mg IAA/ml media) mampu
meningkatkan panjang kecambah yang optimum setelah dilakukan pengenceran
sebanyak 20 kali (Aryantha et al. 2004). Leveau dan Lindow (2005)
35
menambahkan bahwa akar merupakan organ tanaman yang paling sensitif
terhadap fluktuasi kadar IAA dan responsnya terhadap peningkatan jumlah IAA
eksogenous meluas dari pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan
akar adventif hingga penghentian pertumbuhan. Hal ini berarti bahwa pada telaah
pemacuan pertumbuhan sebaiknya dilakukan pengenceran untuk kultur yang
memproduksi IAA sangat tinggi. Pada proses pemacuan pertumbuhan, IAA yang
diproduksi oleh bakteri akan dimasukkan ke dalam pool auksin yang terdapat
pada tanaman. Selanjutnya hormon ini bersama hormon IAA yang diproduksi
tanaman akan bekerja memacu pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan respons
pertumbuhan terhadap cahaya dan gravitasi (Leveau & Lindow 2005).
Produk IAA tidak berfungsi nyata bagi bakteri tetapi mungkin berperan
penting dalam interaksinya dengan tanaman inang. Menurut Bar dan Okon (1992)
konversi L-trp menjadi IAA diduga bertujuan sebagai mekanisme untuk
mereduksi toksisitas akumulasi L-trp dalam sel bakteri. Selain itu adanya
kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat juga berperan penting terhadap
pertumbuhan tanaman. Isolat yang secara signifikan memacu pertumbuhan
tanaman ternyata juga mampu melarutkan fosfat kecuali isolat Cr 67 sehingga
isolat itu dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk pemacuan pertumbuhan
tanaman (Tabel 3). Tabel 3 Karakteristik isolat Bacillus sp. yang mampu memacu pertumbuhan
kecambah kedelai kultivar Slamet secara signifikan
Isolat PRODUKSI Uji Uji Uji Antifungi Pemacuan Pertumbuhan IAA(ppm) Pospat Siderofor S. rolfsii R. solani Pjg Akar Pjg Btg Jml akar
Cr 64 7,560 + - - ++ 14.68b 22.49ab*) 73.53b Cr 66 3,022 + - - +++ 13.34ab 10.06a*) 62.43ab Cr 67 0.814 - + - +++ 15.55*) 11.50a*) 65.00ab Cr 68 0.865 + + - +++ 16.22a*) 10.89a*) 68.24ab Cr 69 4,317 + - - - 14.51a*) 9.57ab 78.81a*) Cr 71 9,630 + ++ - + 22.25a* 14.39a* 96.86a*)
*) Hasil pembandingan dengan uji Duncan pada taraf 95%
Kemampuan bakteri sebagai biokontrol fungi patogen akar juga
merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh bakteri PGPR. Beberapa
anggota genus Bacillus memiliki kemampuan untuk mensintesis antibiotik (
Madigan et al. 2000) dan protein antara lain basitrasin, mycobacilin,
36
zwittermicin, subtilisin (pada B. subtilis) dan pumilin (pada B. pumilus). Bacillus
mensintesis 167 komponen biologi berupa molekul dengan berat molekul rendah
yang aktif melawan bakteri, fungi, protozoa dan virus (Cordovila 1993; Bottoni
&Pelluso 2003). Bottoni dan Pelluso (2003) mengemukakan bahwa pada Bacillus
sebagian anti bakteri berupa peptida yang aktif melawan bakteri gram positif
sedangkan komponen berupa polimiksin dan kholistin berfungsi aktif melawan
gram negatif. Mereka juga melaporkan bahwa B. pumilus mensintesis molekul
dengan berat molekul rendah yang dapat menghambat perkecambahan spora dan
elongasi hifa dari fungi patogen angioinvasif.
Sebanyak 28 isolat diketahui mampu menghambat pertumbuhan radial
cendawan Rhizoctonia solani. Pada uji kuantitatif memperlihatkan adanya isolat
bakteri menyebabkan pertumbuhan cendawan terhenti dan menebal saat
mendekati isolat hingga terbentuk zona yang memisahkan antara cendawan
dengan isolat. Penghambatan pertumbuhan cendawan oleh biokontrol dapat
terjadi melalui mikolisis yaitu hilangnya protoplasma pada struktur dinding sel
fungi dan enzim tidak larut pada dinding sel fungi (Lim et al. 1991). Enzim-enzim
tak larut tersebut berperan pada pertumbuhan apikal, melunakkan dinding sel
selama pembentukan hifa, germinasi dan mendegradasi septa untuk mobilisasi
intisel dan fusi hifa. Akibat mikolisis ini pertumbuhan hifa menjadi terhambat.
Adanya sejumlah besar isolat yang mampu menghambat pertumbuhan
cendawan kemungkinan karena genus Bacillus mampu mensintesis berbagai
senyawa yang aktif melawan cendawan dan mampu memproduksi siderofor
sehingga bertindak sebagai competitor bagi fungi patogen akar tersebut. Adanya
yellow green florescent siderophores pada strain Pseudomonas fluorescens B10
mampu menghambat perkembangan cendawan patogen Erwinia carotovora
penyebab busuk pada kentang (Subba-Rao 1999). Selain itu kemampuan
biokontrol Bacillus didukung oleh struktur endospora yang dimilikinya sehingga
dapat bertahan dan tetap aktif melepaskan metabolit sekunder.
Sedangkan pada uji menggunakan S. rolfsii hanya ada 2 isolat diketahui
dapat menghambat pertumbuhan radial S. rolfsii. Hal ini dimungkinkan adanya
kandungan kristal oksalat pada struktur miselia yang sangat liat dan rigid sehingga
sulit didegradasi oleh bakteri biokontrol. Selain itu massa miselium memproduksi
37
sekret berupa asam oksalat, pektinolitik, selulolitik dan enzim-enzim litik (Agrios
2004) sehingga lebih sulit dikendalikan. Kemampuan isolat dalam menghambat
pertumbuhan radial cendawan S. rolfsii dimungkinkan karena isolat mensintesis
enzim kitinase ataupun ß-1,3-glukanase untuk menghancurkan dinding sel.
Menurut Compant et al. (2005) dinding sel cendawan S. rolfsii, R.solani dan
Pythium ultimum dapat dihancurkan oleh enzim ß-1,3-glukanase yang dihasilkan
oleh B. cepacea.
Hasil uji karakterisasi PGPR pada Bacillus sp. menunjukkan bahwa empat
isolat diantara 6 isolat yang memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar
Slamet yaitu isolat Cr 64, Cr 66, Cr 68, dan Cr 71 memiliki karakter yang lengkap
sebagai PGPR yaitu mampu memproduksi hormon IAA, mampu memacu
pertumbuhan tanaman tanpa menyebabkan reaksi hipersensitif, mampu
melarutkan fosfat, mampu mensintesis siderofor serta memiliki kemampuan
sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai R. solani.
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA
Keragaman keenam isolat Bacillus sp. yang telah diisolasi dan diuji
kemampuannya sebagai PGPR yang memacu pertumbuhan tanaman dapat
dianalisis menggunakan pendekatan molekuler berdasarkan sekuen gen 16S
rRNA. Gen 16S rRNA memiliki daerah-daerah berbeda berupa sekuen yang
konservatif dan sekuen lainnya yang sangat variabel (Bottger 1996) dan terdapat
pada semua prokariot. DNA hasil isolasi diamplifikasi menggunakan mesin PCR
dengan primer 63f dan 1387r diperoleh panjang basa nukleotida ± 1300 pb
(Gambar 7). Selanjutnya hasil identifikasi sekuen parsial gen 16S rRNA hasil
amplifikasi menunjukkan bahwa isolat memiliki persentase homologi tertentu
terhadap isolat yang terdapat di GenBank (Tabel 4).
Drancourt et al. (2000) menyatakan bahwa identifikasi pada tingkat spesies
ditetapkan dari similaritas sekuen 16S rRNA ≥ 99% dengan sekuen yang ada pada
GenBank, identifikasi pada tingkat genus dengan similaritas ≥ 97% dan untuk
identifikasi genus baru ditetapkan dengan similaritas yang lebih rendah dari 97%.
Dari hasil analisis sekuen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat Cr 69 dan Cr 71
mempunyai similaritas sekuen 16S rRNA > 97%, sehingga digunakan untuk
38
identifikasi genus Bacillus. Isolat Cr 71 memiliki persentase similaritas 99%
dengan B. shandongensis str SD sehingga dapat dinyatakan bahwa isolat Cr 71
adalah B. shandongensis str SD.
Tabel 4 Karakteristik PGPR isolat Bacillus sp. dan hasil analisis sekuen gen 16S
rRNA
Isolat Karakteristik RPTT Homologi Identitas (%)
Skor (bit)
Cr 64 IAA(7.560 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia sedang, memacu pemanjangan batang,
Bacillus sp NRS-800
92% 887
Cr 66 IAA(3.022 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu pemanjangan batang
B. cereus HNR10
94% 872
Cr 67 IAA(0.814 ppm), tidak melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu pemanjangan akar dan batang
B pumilus str M1-9-1
94% 929
Cr 68 IAA(0.865 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu pemanjangan akar dan batang
B. thuringi –ensis str FWAW
93% 941
Cr 69 IAA(4.317 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, memacu pemanjangan akar dan jumlah akar
B. cereus AD2
98% 1059
Cr 71 IAA(9.630 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia lemah, memacu pemanjangan akar, batang dan jumlah akar
B. shandong ensis str SD
99% 1147
Hasil pengolahan sekuen parsial gen 16S rRNA menggunakan program
NJplot diperoleh dendrogram pohon filogenetik yang memperlihatkan hubungan
kekerabatan antara isolat Bacillus dengan spesies Bacillus spp. (Gambar 8).
Keenam isolat membentuk 3 kelompok yang berbeda. Cr 64 memisah tersendiri,
isolat Cr 66, Cr 68, dan Cr 69 membentuk kelompok sendiri yang terpisah dengan
Cr 67 dan Cr 71. Masing-masing isolat memiliki jarak evolusi yang berbeda-beda
dengan spesies Bacillus spp. yang ada pada GenBank.
Keenam isolat memiliki diversitas cukup tinggi dengan masing - masing
isolat memiliki kedekatan kekerabatan pada spesies yang berbeda-beda. Diversitas
yang cukup tinggi ini dimungkinkan karena masing -masing isolat memiliki
karakter yang berbeda-beda baik dalam hal produksi IAA, sintesis siderofor dan
dalam kemampuannya sebagai biokontrol bagi fungi patogen akar. Adanya
perbedaan ini menjadikan suatu keuntungan tersendiri bila kesemua isolat
dijadikan galur inokulan maka tidak akan terjadi persaingan karena memiliki
karakter yang relatif berbeda satu sama lain.
top related