tgs hkm pajak
Post on 28-Jan-2016
11 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUGAS
PERATURAN LELANG
DISUSUN OLEH :
Petra Aprison 124214532
MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS SURABAYA
2015
Pemeriksaan dan Penyelidikan Pajak
Pemeriksa Pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang dan
tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.
Ada 4 dasar hukum mengenai pemeriksaan pajak, yaitu:
1. PP No. 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang tujuannya adalah
menetapkan jumlah pajak terutang.
2. PP di atas dicabut dengan PP No.43 Tahun 1994 dimana tata cara pemeriksaan cukup
diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan
3. Kepmen No. 625/KMK 04/1994 tertanggal 27 Desember 1994 yang berlaku 1 Januari
1995 bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
4. Selanjutnya kepmen di atas dinyatakan tidak berlaku lagi digantikan dengan Kepmen No.
545/KMK/2000 tanggal 22 Desember 2000 dengan tujuan hampir sama.
Sesuai dengan Kepmen No. 545/KMK.04/2000 tertanggal 22 Desember 2000 disebutkan
bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada WP dan tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dilakukan dalam beberapa hal, yaitu:
1. SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2. SPT Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi fiskal.
3. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
4. SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.
5. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 tidak
dipenuhi.
TEKNIK PEMERIKSAAN PAJAK
Penting bagi si pemeriksa pajak untuk memahami teknik-teknik dalam pemeriksaan. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan dapat terbukti dengan baik dan benar. Ada beberapa teknik dalam melakukan pemeriksaan pajak, yaitu:1. Melakukan Evaluasi khususnya terhadap kebenaran formal SPT mengenai informasi
umum kegiatan usaha, kelengkapan SPT beserta lampiran-lampirannya dan juga Sistem pengendalian intern untuk pemisahan fungsi rangkap (penentuan apakah terdapat duplikasi/multi fungsi pada satu/beberapa orang)
2. Analisis Angka-angka- SPT vs Laporan keuangan
- Perbandingan beberapa tahun terakhir (komparasi antarwaktu)
- Perbandingan dengan standar yang berlaku (komparasi di dalam perusahaan sendiri atau dengan perusahaan lain yang sejenis)
- Rasio (nisbah) biaya terhadap penjualan, produksi, dll3. Melacak dan Memeriksa Dokumen
- Dokumen intern & ekstern (bila pengendalian intern sudah baik, tidak perlu dilakukan pelacakan & pemeriksaan atas dokumen intern)
- Pihak yang menerbitkan dokumen
- Keabsahan dokumen (vouching)
- Proses dokumen4. Pengujian Kaitan (Re-test atas proses dokumen)
- Dokumen dasar. Contoh: faktur penjualan (commercial/pajak) DO (delivery order) yang merupakan bukti pengiriman barang.
- Arus barang. Rumusnya adalah persediaan awal ditambah pembelian dikurangi persediaan akhir lalu dicocokkan dengan buku penjualan.
- Arus uang. Rumusnya adalah saldo awal kas/bank + penerimaan – pengeluaran = saldo akhir atau saldo akhir + pengeluaran – saldo awal = penerimaan. Lalu dicocokkan antara cash opname dengan buku kas.
- Arus utang-piutang. Untuk utang akan diuji kaitannya dengan pembelian kredit. Rumusnya adalah saldo akhir utang + pelunasan utang – saldo awal utang = pembelian kredit. Sedangkan untuk piutang akan diuji kaitannya dengan penjualan kredit. Rumusnya adalah saldo akhir piutang + penerimaan piutang – saldo awal piutang = penjualan kredit
5. Pengujian atas Mutasi Setelah Tanggal Neraca- Penekanan terhadap pos-pos yang sangat relevan dengan kelengkapan penjualan &
pembelian utang-piutang6. Pemanfaatan Informasi dari Pihak Ketiga
- Hasil pemeriksaan pajak WP lain
- Data dari berbagai instansi pemerintah, BUMN/BUMD
- Pihak ketiga lainnya : WP lain dan pengaduan masyarakat7. Pengujian Fisik
- Barang dagang stock opname
- Kas cash opname
- Inventaris/aktiva tetap untuk mendeteksi apakah ada pencatatan fiktif/ganda, terutama untuk perusahaan group
8. Peninjauan ke Tempat-tempat Produksi, Penyimpanan, dan Penjualan- Untuk mengetahui proses produksi, uji atas metode penilaian persediaan barang
dagang, dan mengetahui arus barang9. Rekonsiliasi
- Adalah upaya mencocokkan angka-angka dari 2 (dua) atau lebih sumber yang terpisah mengenai hal yang sama. Contoh :
- Penjualan antara pencatatan pembukuan penjualan dengan SPT Masa PPN
- Biaya karyawan antara pencatatan pembukuan (audit report) dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21
- Rekonsiliasi bank antara saldo rekening koran dengan buku kas/bank perusahaan10. Konfirmasi
- Upaya mendapatkan keterangan dari pihak ketiga untuk meyakinkan kebenaran atau keabsahan data atau informasi dari WP yang diperiksa melalui korespondensi (surat, facsimile atau bukti tertulis lain)
- Melakukan pemeriksaan keterkaitan terhadap pihak ketiga yang berhubungan dengan WP yang sedang diperiksa (dimintakan kepada Instansi pemeriksa pajak)
11. Sampling- Pengujian sebagian bukti-bukti yang dipilih berdasarkan metode tertentu (statistical
& non statitistical sampling) dan representative (mewakili)- Perencanaan. Dalam penentuan sampel harus dilihat hubungan antar sampel yang
akan dipilih dengan tujuan pemeriksaan- Seleksi. Sampel yang dipilih harus dapat mewakili populasi
- Tujuan. Untuk menghemat waktu & tenaga dalam menentukan sampai sejauh mana penyimpangan/deviasi dapat ditolerir
- Pemakaian teknik sampling, dapat ditentukan oleh pemeriksa12. Pemeriksaan WP yang pembukuannya menggunakan sistem komputer
- Tanpa menggunakan computer (audit around the computer)Contoh : pemeriksaan dokumen konvensional untuk faktur pajak dibandingkan dengan output komputer
- Menggunakan computer (audit through the computer)
METODE PEMERIKSAAN PAJAK
Ada 2 metode dalam pemeriksaan pajak yaitu metode langsung dan tidak langsung. 1. Metode langsungPengujian kebenaran/validitas angka-angka SPT secara langsung terhadap :
• Laporan keuangan
• Sistem akuntansi/pembukuan (catatan, jurnal, buku besar/ledger/trial balance, dsb)
• Dokumen-dokumen pendukung pencatatan2. Metode tidak langsungPengujian kebenaran/validitas angka-angka SPT secara tidak langsung melalui perhitungan tertentu, antara lain:
• Digunakan untuk melengkapi metode metode langsung, apabila metode langsung tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Indikatornya antara lain :- Pembukuan/catatan WP tidak lengkap/tidak dipercaya kebenarannya
- Buku/catatan/dokumen pendukung tidak ada/hilang
- Diketemukan ketidakberesan dalam pembukuan/catatan WP (pengendalian intern lemah)
- Antara penghasilan dengan pengeluaran pribadi tidak serasi
- WP memilih untuk menggunakan norma penghitungan
• Hasil perhitungan metode tidak langsung merupakan petunjuk awal (sehingga masih perlu dilakukan pembuktian secukupnya untuk dapat mengambil kesimpulan) ketidakbenaran angka-angka dalam SPT
Ketetapan pajak,
pada umumnya tidak terlepas dari subyek pajak yaitu mereka (orang atau badan) yang
memenuhi syarat subyektif, yaitu syaratyang melekat pada orang atau badan sesuai
dengan apa yang ditentukan oleh undang-undang.Sedangkan obyek pajak artinya mereka
mempunyai potensi untuk dikenai pajak,tetapi belum tentu dikenai pajak. Sementara itu,
wajib pajak adalah mereka (orang atau badan) yang selain memenuhi syarat subyektif,
juga harus memenuhi syarat obyektif.Jadi wajib pajak itu tidak hanya potensial untuk
dikenakan pajak, melainkan lebih dari itu memang sudah dikenakan kewajiban untuk
membayar utang pajak. Di dalam menentukan besarnya pajak yang terutang
seringterjadi perselisihan wajib pajak dan petugas pajak. Perselisihan tersebut terjadi
karena adanya perbedaan pendapat antara wajib pajak dan petugas pajak mengenai suatu
masalah seperti peraturan dan penafsiran fiskus atas suatu fakta, dan kesalahan hitung
atau tulis. Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa
Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri,
dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada WP
sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.
b) Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data ?
skal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Ketetapan pajak
Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a. Sarana untuk melakukan koreksi terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materil
dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jenis-jenis Ketetapan Pajak
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.
Jenis Ketetapan Pajak
Dibawah ini merupakan jenis ketetapan pajak, adalah sebagai berikut.
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
6. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
Pengertian Penagihan Pajak
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan mengatur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melakukan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita.
Penagihan Pajak Pasif, Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan
Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih
besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika
dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka 7 hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan
penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
Penagihan Pajak Aktif, Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari Penagihan Pajak Pasif,
dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat
tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang.
Tahapan penagihan pajak
a. Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi melewati 7 hari dari batas
waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya)
b. Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak melunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran maka akan
diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibebani biaya
penagihan paksa sebesar Rp 50.000,00. Utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.
c. Surat Sita
Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan tindakan
penyitaan atas barang-barang Wajib Pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp
100.000,00.
d. Lelang
Dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum dilunasi maka akan
dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal biaya
penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama
dengan biaya iklan pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Pengertian;
1. Peganggung Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.
2. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Juru Sita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah melakukan
Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit,
Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan, dan Surat lain yang diperlukan untuk
penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau
seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.
3. Juru Sita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika
dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, dan penyanderaan
4. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak
dan Biaya Penagihan Pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang sudah disita
5. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa
bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, atau surat
sejenisnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan
6. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya Penagihan Pajak
7. Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak
8. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita
9. Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang
tersimpan pada Bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan yang dimaksud tidak
terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai
10. Penyitaan adalah tindakan Juru Sita Pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna
dijadikan jaminan melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan
11. Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perusahaan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerahdengan
nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi social politik atau organisasi yang sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya
12. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
tindakan penagihan pajak dilaksanakan
13. Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan
oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang
pajaknya
14. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh
Juru Sita Pajak kepada penaggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran, yang
meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak
15. Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara
lisan dan/ tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau oleh calon pembeli
16. Kantor lelang adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang
17. Risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh pejabat lelang atau
kuasanya dalam bentuk yang ditentukan peraturan perundang-undangan lelang. Pencegahan
adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar
dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alas an tertentu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
18. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan
menempatkannya di tempat tertentu
19. Gugatan atau Sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau
kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ada 2 macam Sanksi Perpajakan
Sanksi Administrasi yang terdiri dari:
a. Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan.
Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah
tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana.
Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau
disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat
menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya
denda.
b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang
pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu
jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima
dibayarkan.Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan
bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk
(bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung
berdasarkan bunga majemuk.Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak
yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau
tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah
diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan
perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan
dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian.
c. Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang
paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak
yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya
dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.Jika
dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak
memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.
2. Sanksi Pidana
istilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi
pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan
upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.Namun, pemerintah masih
memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib
Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi
pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.
Restritusi Pajak
Restitusi Pajak terdapat dalam Pasal 17 ayat (1) yang jatuh temponya bersamaan dengan
daluwarsa penetapan ada dua jenis, pertama berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
nomor 198/PMK.03/2013 yang masuk ke penelitian. Dengan masuknya ke penelitian berarti
semua Kantor Pelayanan Pajak akan memproses restitusi tersebut berdasarkan Pasal 17D
(Wajib Pajak dengan persyaratan tertentu). Tetapi karena sebab-sebab tertentu, kemudian
Kantor Pelayanan Pajak tidak jadi menerbitkan SKPPKP (Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak). Sehingga atas restitusi tersebut kemudian dilakukan
pemeriksaan dan masuk jalur Pasal 17 ayat (1). Terhadap "perubahan arah" ini, maka Kantor
Pelayanan Pajak akan memberikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak. Sebaliknya
jenis yang kedua, bahwa restitusi itu bukan kemauan Wajib Pajak. Ini yang dimaksud Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-28/PJ/2013. Tetapi berdasarkan penelitian
internal DJP ternyata SPT Wajib Pajak seharusnya lebih bayar. Berbeda dengan yang
pertama. Kalau yang pertama sejak awal SPT Wajib Pajak memang menyatakan lebih bayar
dan meminta restitusi berdasarkan Pasal 17B atau Pasal 17D. Pasal 10 Peraturan Menteri
Keuangan nomor 198/PMK.03/2013 mengatur: Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak tidak diterbitkan dalam hal berdasarkan hasil penelitian menunjukkan:
1. tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak;
2. Surat Pemberitahuan beserta lampirannya tidak lengkap;
3. penulisan dan penghitungan pajak tidak benar;
4. kredit pajak atau Pajak Masukan berdasarkan sistem aplikasi Direktorat Jenderal Pajak
tidak benar;
5. pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak tidak benar; atau
6. Wajib Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan.
7. KEBERATAN & BANDING
Tata Cara Pengajuan Keberatana. Yang dimaksud dengan “Keberatan”
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
b. Hal-hal yang Dapat Diajukan KeberatanWajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5) Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga
Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar,
dengan syarat:
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang
jelas.
c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.Jangka Waktu Pengajuan KeberatanKeberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.a. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga)
bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Penyelesaian KeberatanDirektur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
a. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan
tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang
menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
b. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat
keputusan keberatannya diterbitkan.Tata Cara Pengajuan Permohonan BandingApabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:a. Tertulis dalam bahasa Indonesia,b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.c. Alasan yang jelas.d. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.e. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,f. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.Yang dapat Mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya;3. Kuasa Hukum dari butir diatas.Surat Uraian BandingSurat uraian banding adalah adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan bandingyang diajukan oleh pemohon banding. Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara.
Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak. Berdasarkan penelitian DJP sendiri, keputusanbanding yang membatalkan surat ketetapan pajak dikarenakan lemahnya proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksapajak. Artinya, banyak pemeriksaan pajak yang melakukan pemeriksaan tanpa dasar yuridis dan argumentasi yang kuat.Inilah kesempatan Wajib Pajak, walaupun untuk mencapai banding ini harus melalui jalan yang berliku.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayarandikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
PENGADILAN PAJAK (DILJAK)
Dasar Hukum:
1. UU KUP PS 25 – 27A
2. UU No. 14 TAHUN 2002 : PENGADILAN PAJAK
3. KMK No. 485/KMK.03/203, 30 – 10 – 2003
Hukum Acara Pajak : semua peraturan dlm pemeriksaan di bidang perpajakan yg
memutus secaara adil bagi pihak-pihak yg berperkara melalui Pengadilan Pajak (Diljak),
Peradilan Pajak, ada 2 (dua), yaitu :
Peradilan Pajak Semu : peradilan di mana yg berperkara adalah WP dengan Fiskus (yg
menetapkan pajak), dan yg mengadili sbg hakim adalah Fiskus sendiri.
Susunan Diljak :
1) Pimpinan : Ketua dan maks 5 Wk Ketua
2) Hakim anggota;
3) Sekretaris;
4) Panitera.
Unsur-unsur dalam Proses Persidangan :
1) Hakim; majelis hakim atau hakim tunggal;
2) Pemohon Banding/ Penggugat : Wajib Pajak /Gungjak;
3) Terbanding /Tergugat : Dirjen Pajak, Dirjen BC, Gubernur/Bupati/Walikota;
4) Kuasa Hukum atau Kuasa WP;
5) Alat bukti;
6) Panitera
PENINJAUAN KEMBALI
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
Alasan-alasan Peninjauan Kembali: 1.Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut;4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal Peninjauan Kembali terdapat beberapa ketentuan :1. Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.2. Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.3. Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.4. Hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-undang Pengadilan Pajak.5. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan:a. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa.b. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil putusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.6. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak.7. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
JANGKA WAKTU DAN ALASAN PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka
1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan beberapa alasan dan dengan jangka waktu sebagai berikut:1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu maka pengajuan permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda maka permohonan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputuskan dengan mengabulkan sebagaian atau seluruhnya dan menambah Pajak yang harus dibayar maka permohonan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya maka permohonan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka permohonan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.Wajib Pajak yang mengajukan permohonan peninjauan kembali paling lama 3 bulan sejak tanggal keputusan kecuali force majeur, harus disertai bukti pendukung adanya keadaan luar biasa tersebut.
top related