filsafat tgs

Upload: novine-maharstuti

Post on 15-Jul-2015

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU DAN ETIKA AKADEMIK

Oleh : M ZULFAN SIDIQ KURNIA WIDYA YANTI M. ZAINUL ARIFIN NOVINE MAHARSTUTI RONI AGUNG (071910301074) (071910301096) (0919103010 (091910301089) (091910301090)

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS JEMBER 2010

2

BAB I PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU DAN ETIKA AKADEMIK

I. Pengertian Filsafat Ilmu Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu

pholosophia. Istilah ini berasal dari dua suku kata yaitu philos dan sophia. Philos berarti suka atau cinta, sophia berarti kebijaksanaan atau pengetahuan. Philosophia berarti mencintai kebijaksanaan atau mencintai pengetahuan (Rapar, 1996:11-13, Berten, 1975:11). Istilah filsafat pertama kali digunakan Pytagoras (640-546 SM). Pada suatu hari ia menjawab bijak bahwa mendapatkan sebuah pertanyaan yang ditujukan kepadanya. dirinya hanyalah seorang yang mencintai karena pengetahuan memiliki Apakah dirinya memiliki kebijaksan-aan/pengetahuan? Ia dengan rendah hati (kebijaksanaan) (philosophos),dan tidak mau dirinya disebut sebagai seorang yang seperti halnya Thales (640-546 SM), yang kebijaksanaan/pengetahuan hanyalah Tuhan. Dalam perkembangannya yaitu pada zaman Socrates (470-399 SM), Plato (428-348 SM) maupun Aristoteles (382-322 SM), istilah filsafat (philosophia) sudah populer (Berten, 1975:11-12). Pengertian filsafat pada masa Pra-Socrates mempertanyakan tentang arche yakni awal/asal-mula alam semesta dan berusaha dijawab menggunakan logos/ratio dan bukan mitos. Oleh karena itu filsafat dapat diartikan sebagai upaya pemahaman hakekat alam dan realitas ada dengan mengandalkan seberapa jauh kemampuan akal budi (logos). Namun Plato beranggapan, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya meraih kebenaran yang asli dan murni. Ia juga mengatakan, filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-musabab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan Aristoteles beranggapan, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebabpenyebab dari realitas ada. Ia juga berpendapat, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari perihal ada selaku perihal ada (being as being) atau perihal ada sebagaimana adanya (being as such). Rene Descartes (1596-1650) dengan semboyan yang terkenal Cogito ergo sum (Aku berpikir, maka aku ada) berpendapat, filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal 3

penyelidikannya mengenai hakekat Tuhan, alam semesta dan manusia dengan mengandalkan seberapa jauh kemampuan akal budi (ratio). Seorang filsuf pragmatik dari Amerika Serikat, William James berpendapat, filsafat adalah upaya luar biasa hebat untuk berpikir jelas dan terang. Namun RF. Berling berpendapat, filsafat adalah upaya mengajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakekat, asas, prinsip dari kenyataan. Ia juga beranggapan, filsafat berupaya mencapai akar (radix) kenyataan dunia wujud maupun akar pengetahuan. Filsafat memiliki obyek material dan formal. Obyek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada yang mencakup ada umum, ada abstrak dan ada mutlak. Ada umum artinya hal-hal yang dapat dikenakan atau berlaku pada hal-hal yang lain. Jadi tidak ada tempat sedikitpun bagi ada khusus. Mi-sal air dipanaskan 100 derajat celcius, maka akan mendidih. Hal ini berlaku untuk semua jenis air tanpa kecuali. Ada abstrak artinya tidak dapat ditangkap panca indra dan hanya dapat ditangkap sejauh kemampuan akal budi. Misal karya lukis abstrak dari Amri Yahya. (3) Mutlak; artinya adanya sesuatu hal ditentukan oleh hakekatnya. (LIHAT REVISI BAPAK/DARI DISKET DI LAPTOP). Pengertian ADA meliputi ADA kongkret, abstrak dan mutlak. Ada kongkret itu terikat oleh ruang dan waktu. Ada jenis ini dapat ditangkap panca indera. ADA abstrak hanya dapat ditangkap oleh seberapa jauh kemampuan akal budi kita. Misal adat-istiadat, norma-norma sosial. ADA mutlak , misal keberadaan Tuhan secara transendental. Tuhan itu ada yang hanya dapat dipahami melalui kepercayaan (wahyu). Obyek formal filsafat adalah cara pandang yang dilakukan terhadap obyek material dan asas-asas yang digunakan dengan tinjauan terarah kepada unsur-unsur umum yang secara pasti terdapat dalam setiap ilmu pengetahuan dan kelanjutannya berusaha mencari hubungan diantara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan. Misal dalam hubnungannya dengan ilmu, maka filsafat mempelajari arti dan menentukan hubungan diantara konsep-konsep dasar yang dipahami setiap ilmu. Misal konsep dasar ilmu kimia adalah substansi (zat), geometri memiliki konsep dasar space (ruang), dan konsep dasar mekanika adalah motion (gerak). Seorang ahli filsafat ilmu di samping menganalisis konsep-konsep dasar/metafisis (merupakan pengetahuan inti). Dengan demikian pengetahuan-pengetahuan lain yang bukan filsafat pada hakekatnya merupakan penjabaran dari pengetahuan inti.

4

Filsafat dapat diartikan sebagai induk ilmu pengetahuan (Mater scientiarum), karena filsafat bercorak metafisis (merupakan pengetahuan inti). Dengan demikian, pengetahuan-pengetahuan lain yang bukan filsafat pada hakekatnya merupakan penjabaran dari pengetahuan inti. Filsafat dapat memecahkan segala persoalan yang tidak dapat terpecahkan oleh setiap ilmu pengetahuan, sehingga muncul filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, dan sebagainya. Yang dimaksud ilmu pengetahuan (Science) menurut Jan Hendrik Rapar adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penggunaan metode ilmiah, sehingga diperoleh pengetahuan kebenaran yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan melalui pengujian maupun pengukuran. 2. Pengertian Etika Akademik Sedangkan istilah etika menurut Jan Hendrik Rapar (1996) dan Hasbullah Bakry (1970) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa. Sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan baik. Etika cabang filsafat membahas baik, buruk, atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta membahas kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Istilah akademik dapat diartikan sebagai sesuatu hal terkait dengan pengamatan, penelitian, penalaran, berpikir rasional dan metodologik atau terkait dengan berbagai kegiatan ilmiah lainnya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Orang yang berkecimpung dengan dunia ilmu pengetahuan tersebut seringkali disebut dengan akademisi, peneliti, intelektual, ilmuwan atau cendekiawan. Siman Widya Hadi Prakosa (1991) beranggapan, seorang akademisi (ilmuwan) dalam berbagai kegiatan ilmiah (pengembangan ilmu pengetahuan), senantiasa berpegang teguh pada kode etik akademik dengan menunjukkan sikap jujur, bersedia menerima ilmu pengetahuan apa adanya, bijaksana, rasional dan metodologis, terbuka dan sanggup menerima kritik, menjadikan ilmu pengetahuan sebagai kepribadian dan kehidupannya. Menurut C.A. Van Peursen, Filsafat Ilmu membahas segala persoalan yang muncul terkait dengan kegiatan ilmiah. Filsafat Ilmu tidak memiliki kewenangan terhadap masing-masing produk ilmu pengetahuan. melainkan memiliki kewenangan melakukan analitis kritis terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah, maksudnya tentang pengertian-pengertian hakiki yang menjadi ukuran untuk melakukan kritik terhadap 5

kegiatan-kegiatan ilmiah. Jadi Filsafat Ilmu berkecimpung pada analisis kritis yang berkisar pada aspek de yure dari ilmu pengetahuan. Dengan demikian hasil dari kritik tersebut menjadi kegiatan ilmiah. Filsafat Ilmu dan Etika Akademik membahas persoalan hakiki untuk melakukan kritik terhadap kegiatan ilmiah dengan berpegang teguh pada kode etik akademik. Ruang lingkup Filsafat Ilmu dan Etika Akademik menyangkut berbagai persoalan hakiki tentang apakah pengetahuan itu? Apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan? Apakah pengetahuan itu memiliki kebenaran yang pasti, atau hanya sekedar dugaan saja? Bagaimanakah sifat pengetahuan yang mendasari suatu ilmu pengetahuan? Bagaimana struktur ilmu pengetahuan? Bagaimanakah proses terjadinya ilmu pengetahuan? Apakah ilmu pengetahuan itu bebas nilai atau bukan? Apa yang dimaksud dengan kode etik akademik?

6

BAB II FILSAFAT PENGETAHUAN Epistemologi filsafat pengetahuan Pembagian Pengetahuan Saat ini pembagian pengetahuan yang dianggap baku boleh dikatakan tidak ada yang memuaskan dan diterima semua pihak. Pembagian yang lazim dipakai dalam dunia keilmuan di Barat terbagi menjadi dua saja, sains (pengetahuan ilmiah) dan humaniora. Termasuk ke dalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan ilmu-ilmu sosial (social sciences), dengan cabang-cabangnya masing-masing. Termasuk ke dalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, misalnya filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah. Penempatan beberapa jenis pengetahuan ke dalam kelompok besar humaniora sebenarnya menyisakan banyak kerancuan karena besarnya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu, baik dari segi ontologi, epistemologi, maupun aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali sekadar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri, pengindonesiaan yang tidak persis dari kata Inggris humanities, berarti (segala pengetahuan yang) berkaitan dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi kalau demikian, maka ilmu-ilmu sosial pun layak dimasukkan ke dalam humaniora karena sama-sama berkaitan dengan kemanusiaan. Perlu diketahui bahwa akhir-akhir ini kajian epistemologi di Barat cenderung menolak kategorisasi pengetahuan (terutama dalam humaniora dan ilmu sosial) yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup mengandalkan analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu muncullah gagasan pendekatan interdisiplin atau multidisplin dalam memahami suatu permasalahan. Bidang-bidang kajian yang ada di perguruan tinggi-perguruan tinggi Barat tidak lagi hanya berdasarkan jenis-jenis keilmuan tradisional, tetapi pada satu tema yang didekati dari gabungan berbagai disiplin. Misalnya program studi Timur Tengah, studi Asia Tenggara, studi-studi keislaman (Islamic studies), studi budaya (cultural studies), dll.

7

Tema-tema yang dahulu menjadi monopoli satu ilmu pun kini harus didekati dari berbagai macam disiplin agar diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif. Wilayah-wilayah geografis tertentu, misalnya Jawa, suku Papua, pedalaman Kalimantan, atau Maroko dan Indian, yang dahulu dimonopoli ilmu antropologi, kini harus dipahami dengan menggunakan berbagai macam disiplin (sosiologi, psikologi, semiotik, bahkan filsafat). Pendekatan interdisiplin ini pun kini menguat dalam kajian-kajian keislaman, termasuk dalam fikih. Untuk menentukan status hukum terutama dalam permasalahan kontemporer, pemakaian ilmu fikih murni tidak lagi memadai. Apalagi jika fikih dimengerti sebagai fikih warisan zaman mazhab-mazhab. Ilmu-ilmu modern saat ini menuntut untuk lebih banyak dilibatkan dalam penentuan hukum suatu masalah. Sekadar contoh, untuk menentukan hukum pembuatan bayi tabung, diperlukan pemahaman akan biologi dan kedokteran. Untuk menghukumi soal berbisnis di bursa saham, ilmu ekonomi harus dipahami. Dll.

TIGA ASPEK PENGETAHUAN Ada tiga aspek yang membedakan satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

OntologiOntologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan. Ontologi membahas pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah pengetahuan? Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek tersebut diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?

EpistemologiEpistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja?

AksiologiAksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Aksiologi menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut dengan 8

kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihanpilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan dengan norma-norma moral/profesional? Perbedaan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lain tidak mesti dicirikan oleh perbedaan dalam ketiga aspek itu sekaligus. Bisa jadi objek dari dua pengetahuan sama, tetapi metode dan penggunaannya berbeda. Filsafat dan agama kerap bersinggungan dalam hal objek (sama-sama membahas hakekat alam, baik-buruk, benar-salah, dsb), tetapi metode keduanya jelas beda. Sementara perbedaan antar sains terutama terletak pada objeknya, sedangkan metodenya sama.

SUMBER PENGETAHUAN Indera Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam baubauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda. Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar. Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita dengar. Belum 9

lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Akal Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan. Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan. Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan menipu. Hati atau Intuisi Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di

10

trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam. Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu. Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek. Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan) dan spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman menyatu dengan alam. Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry Bergson. 11

Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu. Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim ada yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa memerolehnya. Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, irfani), dengan kemenangan pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio. LOGIKA Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar. Aristoteles (384-322 SM) adalah pembangun logika yang pertama. Logika Aristoteles ini, menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan maupun pengurangan. Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas hal yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah: 1. Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor) 2. Isnur manusia (pernyataan antara, premis minor) 3. Isnur akan mati (kesimpulan, konklusi) Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju pernyataan umum. Contoh:

12

1. Isnur adalah manusia, dan ia mati (pernyataan khusus) 2. Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara) 3. Semua manusia akan mati (kesimpulan) TEORI-TEORI KEBENARAN Korespondensi Sebuah pernyataan dikatakan benar bila sesuai dengan fakta atau kenyataan. Contoh pernyataan bentuk air selalu sesuai dengan ruang yang ditempatinya, adalah benar karena kenyataannya demikian. Kota Jakarta ada di pulau Jawa adalah benar karena sesuai dengan fakta (bisa dilihat di peta). Korespondensi memakai logika induksi. Koherensi Sebuah pernyataan dikatakan benar bila konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contoh pernyataan Asep akan mati sesuai (koheren) dengan pernyataan sebelumnya bahwa semua manusia akan mati dan Asep adalah manusia. Terlihat di sini, logika yang dipakai dalam koherensi adalah logika deduksi. Pragmatik Sebuah pernyataan dikatakan benar jika berguna (fungsional) dalam situasi praktis. Kebenaran pragmatik dapat menjadi titik pertemuan antara koherensi dan korespondensi. Jika ada dua teori keilmuan yang sudah memenuhi kriteria dua teori kebenaran di atas, maka yang diambil adalah teori yang lebih mudah dipraktikkan. Agama dan seni bisa cocok jika diukur dengan teori kebenaran ini. Agama, dengan satu pernyataannya misalnya Tuhan ada, adalah benar secara pragmatik (adanya Tuhan berguna untuk menopang nilai-nilai hidup manusia dan menjadikannya teratur), lepas dari apakah Tuhan ada itu sesuai dengan fakta atau tidak, konsisten dengan pernyataan sebelumnya atau tidak.

13

BAB III FILOSOFIS PENDIDIKAN

1. PENGERTIAN FILSAFAT Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan jhgngfngcncn konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Ciri-ciri berfikir filosfi : 1. 2. 3. 4. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi. Berfikir secara sistematis. Menyusun suatu skema konsepsi, dan Menyeluruh.

Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah : 1. 2. 3. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.

Metafisika Epistemologi.

Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah: 1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya

adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.

14

2.

Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide

yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif. 3. 4. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak materi murupakan hakitat yang asli dan abadi. bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia. Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah : 1. 2. 3. 4. Sebagai dasar dalam bertindak. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan. Untuk mengurangi salah paham dan konflik. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.

2. FILSAFAT PENDIDIKAN Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah citacita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Beberapa aliran filsafat pendidikan; 1. 2. 3. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.

pragmatisme. realisme; dan

15

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

3. ESENSIALISME DAN PERENIALISME Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.

16

Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik. Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan: 1. 2. 3. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih

nafsu, kemauan, dan akal (Plato) dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles) tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas) Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.

4. PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya. Pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia. Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan 17

dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

A. Latar Belakang munculnya filsafat Pendidikan : 1. Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dan negara. 2. Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi; 3. Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi ideologi dan filsafat hidupnya, maka demi mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif adalah melalui pendidikan. 4. Tidak berbeda dengan fungsi Filsafat pendidikan adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama; 5. Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu: meningkatkan perkembangan sosial budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan, dan kejayaan negara. B. Ruang Lingkup Pemikiran Filsafat Dalam memahami dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan pendidikan perlu dipahami pola dan system pemikiran kefilsafatan pada umumnya. Pola dan system pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah : 1. Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti dalam berpikirnya logis dan rasional tent ang hakikat masalah yang dihadapi; 2. Tinjauan permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan-persoalan mendasar samapai keakar-akarnya. 3. Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal artinya persoalan-persoalan yang dipikirkannya bersif at menyeluruh;

18

4. Meskipun pemikiran-pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, namun didasari oleh nilai-nilai yang obyektif. Pola dan system berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut : 1. Cosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang, dan waktu. Serta kenyataan manusia sebagai ciptaan manusia; 2. Ontologi: yaitu tentang pemikiran asal usul kej adian alam semesta, dari mana dan ke arah mana proses kejadiannya. 3. Philosophy of main: yaitu pemikiran filosofis tentang jiwa dan bagaimana hubungannya dengan jasmani serta bagaimana dengan kebebasan kehendak dari manusia (free will); 4. Efistimologi : yaitu suatu pemikiran yang menyatakan apa dan bagaimana sumber pengetahuan diperoleh; apakah dari akal pikiran (rationalisme) atau dari pendalaman panca indra (empirisme) atau dari ide-ide (aliran Idealisme) atau aliran dari Tuhan (Theologisme); 5. Axiologi :yait u pemikiran t entang nilai-nilai t inggi dari Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan (estetika). Pengertian Filsafat Pendidikan 1. Philisophizing and education are, then, but t wo st ages of the same endeavo; Philisophizing to think out better values and idealism, education to realize these in life, in human personality. Education acting out of the best direction philosophizing in can give, t ries and beginning primarly wit h the young, t o lead people to build critrised values to their characters, and in this way to get the highest ideals of philosophy progressively embodied in their lives. Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha.Berfilsafat adalah memikirkan dan mempert imbangkan nilainilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai 19

dan cita-cita itu di dalam kehidupan dan dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewuj udkan nilai- nilai yang disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan melembagakannya dalam kehidupan mer eka. (Kilpat rik dalam Buku Philosophy of Educat ion, 10 : 32) 2. John Dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundament al, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan(emot i onal) menuju ke arah tabiat manusia, maka filsafat juga dapat diartikan sebagai teori umum pendidikan (Democracy and Educat ion, p. 383) 3. Van Cleve Morris menyatakan : Secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya, bukan alat social semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, akan t etapi ia j uga menj adi agen (lembaga) yang melayani hat i nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik (Van Cleve Morris, Becaming an Educat ion, p.57 dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Prof HM. Arifin, Med, p. 3) 4. Prof. Brameld berkata tentang filsafat pendidikan : That is, we should bring philosophy to bear upon the problems of education as effientlyKita harus membawa filsafat guna mengatasi persoalan-persoalan pendidikan secara efisien, jelas, dan sistematis sedapat mungkin); Dengan demikian jelaslah bahwa filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena itu ada kaitan dengan pendidikan, maka filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala t ingkat . Dalam pengertian yang singkat Filsafat pendidikan adalah sebagaimana didefinisikan oleh Muhammad Labib al-Naj ihi, yait u : suatu aktivitas yang teratur yang menj adikan filsafat itu sebagai j alan mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan (dalam Azyumardi Azra,Esei-Esei Int elekt ual Muslim, 75) D. Tujuan Filsafat Pendidikan : 1. Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan;

20

2. Membantu mempejelastujuan-tujuan pendidikan; 3. Melaksanakan krit ik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan tersebut ; 4. Melakukan evaluasi t erhadap met ode dari proses pendidikan;

Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan

Tujuan

filsafat

pendidikan

memberikan

inspirasi

bagaimana

mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

Beberapa Aliran Filsafat dalam Pendidikan Beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam pengembangan pendidikan, misalnya, idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme. Idealisme berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan pendidikan aliran ini membentuk karakter manusia. Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Pragmatisme merupakan kreasi filsafat dari Amerika, dipengaruhi oleh empirisme, utilitarianisme, dan positivisme. Esensi ajarannya, hidup bukan untuk mencari kebenaran melainkan untuk menemukan arti atau kegunaan. Tujuan pendidikannya menggunakan 21

pengalaman sebagai alat untuk menyelesaikan hal-hal baru dalam kehidupan priabdi dan masyarakat. Humanisme berpandangan bahwa pendidikan harus ditekankan pada kebutuhan anak (child centered). Tujuannya untuk aktualisasi diri, perkembangan efektif, dan pembentukan moral. Paham behaviorisme memandang perubahan perilaku setelah seseorang memperoleh stimulus dari luar merupakan hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, pendidikan behaviorisme menekankan pada proses mengubah atau memodifikasi perilaku. Tujuannya untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang sesuai dengan kemampuannya, mempunyai rasa tanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks, pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang. Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya.

Metode Filsafat Pendidikan Progresivisme Ada banyak aliran filsafat pendidikan mulai dari empirisme, pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionisme sampai dengan mazhab pendidikan kritis. Kali ini akan dibahas secara singkat tentang aliran filsafat pendidikan progresivisme sekaligus metodenya dalam mengajar. Tokoh progresivisme yang cukup penting untuk diketahui adalah John Dewey dan William O. Stanley yang merupakan seorang profesor dari University of Illinois. Progresivisme dalam ranah filsafat pendidikan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai prinsip yang menganggap bahwa pendidikan itu dimulai dari anak didik itu sendiri yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Jadi seorang anak didik tidak harus disuruh membaca dan mengimani buku secara terus menerus, tetapi juga harus bisa mencari jawaban otentik tentang mengapa begini dan mengapa begitu. Aliran filsafat pendidikan progresivisme secara garis besar dapat diuraikan menjadi beberapa pokok yaitu:

Menolak praktek pendidikan tradisonal yang dianggap terlalu mementingkan disiplin, pasif, dan bertele-tele. Perubahan merupakan inti dari kenyataan. 22

Pendidikan merupakan proses perubahan. Metode atau kebijakan senantiasa berubah sesuai dengan perubahan lingkungan. Mutu terletak pada adanya kemampuan untuk merekonstruksi pengalaman terus menerus, bukan pada standar kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang abadi.

Pendidikan hendaklah merupakan kehidupan itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup. Belajar disangkutpautkan dengan minat subjek didik. Belajar melalui pemecahan masalah lebih utama daripada belajar pasif. Peranan pendidik bukan menuntun namun lebih sebagai pemberi nasihat. Sekolah hendaknya mengembangkan kerjasama bukan persaingan. Adanya demokrasi memungkinkan saling tukar menukar ide secara bebas yang amat berguna bagi perkembangan subjek didik. (Materi kuliah Filsafat Pendidikan)

Pengaplikasian dari filsafat pendidikan progresivisme ini juga dapat dituangkan dalam bentuk metode yang riil. Metode mengajar dengan dasar filsafat pendidikan progresivisme antara lain adalah:

Memberikan soal latihan dalam bentuk teka-teki kepada anak didik. Membuat kelompok atau grup belajar, dengan mengelompokkan minat masing-masing anak pada suatu topik. Membicarakan topik hangat yang sedang beredar di masyarakat secara bersama-sama di dalam ruang kelas.

Masih banyak pengembangan metode filsafat pendidikan lainnya yang dapat diterapkan kepada anak didik. Tentunya berbagai metode yang akan digunakan harus diuji coba terlebih dahulu sehingga dapat diambil kesimpulan apakah sebuah metode mendidikan tepat digunakan atau tidak. -------o0o------Referensi Bertens, K., 1975. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hasbullah Bakry, 1970. Sistematik Filsafat. Jakarta Widjaja. Jan Hendrik Rapar, 1995. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 23

Peursen, van, C.A. Susunan Ilmu Pengetahuan; Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Pranarka, A.M.W., 1987. Epistemologi Dasar; Suatu Pengantar . Jakarta: CSIS. Siman Widya Hadi Prakosa, 1991. Filsafah Ilmu dan Metodologi Penelitian. Jember: Departemen dan Pendidikan RI, Universitas Jember.

24