seramid di sc
Post on 27-Oct-2015
65 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Seramid dan kulit
Pendahuluan
Pencegahan desikasi merupakan fungsi utama dari kulit. Fungsi ini sebagian besar
dilakukan oleh epidermis kulit, terutama oleh lapisan terluarnya, stratum korneum
(SC). Di permukaan kulit terdapat keseimbangan yang delicate antara kandungan
air dari SC dan udara. Meskipun SC hanya mengandung air dalam jumlah relatif
sedikit, tingkat kelembaban yang adekuat nampak berperan penting untuk fungsi
barier normal serta kesehatan kulit. Untuk mempertahankan tingkat kelembaban
yang adekuat, epidermis kulit telah mengembangkan suatu program diferensiasi
yang menghasilkan serta mempertahankan lapisan SC yang tersusun atas
komponen seluler dan makromolekuler yang memenuhi kebutuhan strukturtural,
humectancy, serta perlindungan yang diperlukan untuk mencegah kehilangan air.
SC terdiri atas dua komponen dasar: korneosit (keratinosit pada tingkat
diferensiasi terminal) dan lipid. Secara analogis, susunan struktural SC nampak
menyerupai dinding batu bata. Analogi ini menunjukkan adanya gambaran
struktur heterogen dari dua komponen utama: batu bata dan semen (Gambar 19.1).
Pada model ini, batu bata korneosit mengisi sebagian besar tempat di dinding SC
dan nampak dikelilingi oleh semen lipid.
Matriks lipid merupakan sekitar 20% dari keseluruhan volume SC (sekitar
15% dari berat keringnya) dan merupakan fase kontinyu dari barier kulit. Susunan
lapisan lamelar ganda dari matriks lipid ini dapat dilihat dengan jelas
menggunakan mikroskop elektron pada sampel yang difiksasi menggunakan
ruthenium tetroksida (RuO4) (Gambar 19.2a). Saat ini sudah diketahui dengan
jelas, melalui berbagai percobaan tape-stripping dan ekstraksi lipid, bahwa barier
permeabilitas epidermis terutama berada pada lapisan lipid ganda dari SC. Sesuai
dengan analogi 'semen', ditemukan adanya bukti kuat yang menunjukkan bahwa
lipid juga berperan pada pembentukan semen interseluler, yang membantu
mempertahankan integritas jaringan.
Lapisan lipid ganda pada SC nampak memiliki komposisi, susunan dan
sifat fisik yang khas dibandingkan membran biologis lain. Spesies lipid yang
utama pada SC adalah seramid (sekitar 50% massa SC), asam lemak (10-20%
massa SC) dan kolesterol (25% massa SC). Selain itu, terdapat sejumlah kecil
kolesterol ester dan kolesterol sulfat yang nampak berperan penting pada fungsi
barier normal. Tidak ada fosfolipid pada SC yang sehat. Sebagian besar lipid di
SC berasal dari granula pelapis membran (MCG) (juga disebut sebagia badan
lamelar atau keratinosom) yang terbentuk di keratinosit stratum granulosum,
lapisan paling atas dari epidermis yang viabel. Pada tempat pertemuan antara
stratum granulosum dan SC, fosfolipid yang mengalami ekstrusi (sfingolipid) dan
penyusun membran plasma akan dipecah secara enzimatik saat mereka memasuki
SC untuk menghasilkan asam lemak bebas dan seramid. Sejumlah komponen ini
kemudian akan menyatu untuk membentuk lapisan lamelar ganda
berkesinambungan yang khas pada SC (Gambar 19.2b). Diperkirakan bahwa kulit
harus mensintesis sekitar 100–150 mg lipid per hari untuk menggantikan lipid
yang hilang pada proses deskuamasi normal. Sehingga kulit merupakan salah satu
lokasi sintesis lipid yang paling aktif di tubuh.
Bab ini membahas perkembangan terbaru dalam pemahaman mengenai
fungsi biologis seramid, spesies polar utama yang menyusun lipid ekstraseluler
dari SC.
Struktur seramid di stratum korneum
Selama 5 tahun terakhir, pemahaman kita mengenai heterogenisitas seramid sudah
semakin bertambah sejalan dengan berkembangnya sejumlah metodologi baru
yang sangat sensitif untuk medeteksi dan mengukur seramid, bahkan untuk
melakukan visualisasi menggunakan antibodi anti-lipid spesifik.
Saat artikel ini ditulis, kita sudah mengenal sekurangnya sembilan kelas
utama dari seramid bebas (yang tidak terikat korneosit). Selain itu, telah
diidentifikasi empat kelas spesies seramid dengan ikatan kovalen. Secara
keseluruhan sejumlah seramid ini berasal dari tiga prekursor lipid berbeda yang
disitesis di epidermis: epidermosida, glukosil-seramid, dan sfingomielin.
Epidermosida adalah prekursor glikasi dari seramid yang mengandung -
hidroksil. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa glukosil-seramid (berasal dari
isi MCG) dan sfingomielin (berasal dari membran plasma dan membran MCG)
dapat berperan pada pembentukan seramid SC, walaupun bukti menunjukkan
bahwa glukosilseramid mungkin merupakan sumber utama sintesis seramid.
Epidermosida merupakan prekursor untuk seramid dengan ikatan kovalen
bersama dengan seramid yang mengandung -hidroksil. Jalur umum sintesis
seramid dipaparkan pada Gambar 19.3.
Struktur kimia dari sembilan seramid SC manusia dapat dilihat pada
Gambar 19.4, dimana mereka diklasifikasikan menurut pembahasan dari Robson
dkk.
Literatur penelitian ilmiah dermatologi umumnya menggunakan aturan
nomenklatur numerik standar untuk mengklasifikasikan spesies seramid
berdasarkan nilai Rf relatif setelah dilakukan pemisahan menggunakan high-
performance thin-layer chromatography (HPTLC). Namun, praktek ini nampak
memiliki kekurangan, terutama dengan adanya teknik pemisahan yang lebih baik
dan dapat menunjukkan lebih banyak spesies seramid yang juga mengalami
migrasi pada pemeriksaan HPTLC. Dengan ditemukannya beberapa spesies
seramid baru yang belum dikenal sebelumnya, kita tidak dapat menamai semua
spesies seramid berdasarkan nilai RF relatifnya. Selan ini, nomenklatur lama ini
nampak bermasalah pada kondisi penyakit dimana dapat ditemukan berbagai
spesies kimia yang berbeda, atau saat melakukan perbandingan antar spesies
binatang yang berbeda, karena masing-masing spesies mungkin memiliki jumlah
absolut seramid yang berbeda.
Kebingungan mengenai nomenklatur seramid dapat diatasi dengan
menggunakan nomenklatur yang dibuat berdasarkan struktur kimia yang
sesungguhnya dan bukan berdasarkan Rf pada lempeng kromatografi. Cara ini
pertama kali dipaparkan beberapa tahun lalu dan mulai banyak digunakan pada
literatur mengenai barier kulit. Kami akan menggunakan nomenklatur kimia pada
keseluruhan bab ini. Nomenklatur ini pada dasarnya dibuat menurut tiga struktur
molekuler yang sesuai dengan rantai basa sfingoid: sfingosin (S), 6-hidroksi
sfingosin (H), dan fitosfingosin (P). Ditemukannya sfinganin sebagai basa
sfingoid baru pada seramid menunjukkan perlunya penambahan istilah pada
nomenklatur, dan kami memutuskan untuk menggunakan singkatan "SP" untuk
klasifikasi seramid yang mengandung sfinganin. Adanya kelompok non-hidroksi
pada rantai asam ditunjukkan dengan huruf "N", kelompok -hidroksi dengan
huruf "A", kelompok -hidroksi dengan huruf "O", dan hubungan ester dengan
huruf "E". Molekul lengkap akan disebut sebagai "seramid–asam–basa", dimana
singkatan untuk rantai asam diletakkan sebelum rantai basa (bila terdapat
hubungan ester pada rantai asam, maka keterangan ini akan diletakkan di depan).
Sebagai contoh, sfingosin 6-hidroksi dengan rantai asam lemak -hidroksi akan
disebut sebagai cer[AH]. Nomenklatur struktur kimia untuk sembilan seramid SC
manusia ini dipaparkan pada Tabel 19.1 bersama dengan perkiraan persentase
komposisi dari masing-masing spesies seramid.
Panjang rantai basa seramid SC manusia berkisar antara 18 sampai 22
atom karbon. Untuk seramid asam lemak nonhidroksi, panjang rantai asam lemak
terikat amida berkisar dari 16 sampai 32 atom karbon, dimana spesies rantai
utama umumnya memiliki 24 atau 26 atom karbon. Untuk seramid -hidroksi
(cer[EOS] dan [EOH]), panjang rantai asam lemak berkisar antara 30 sampai 34
atom karbon, dengan asan linoleat (C18:2) mengalami esterifikasi pada kelompok
(-hidroksi (II). Walaupun bukan fokus utama dari bab ini, perlu diperhatikan
bahwa panjang rantai asam lemak bebas di SC adalah C22 (11%), C24 (39%),
C26 (23%), dan C28 (8%). Dibandingkan dengan membran biologis lain, lapisan
lipid ganda pada SC memiliki sifat fisik yang tidak biasa, terutama karena adanya
rantai hidrokarbon panjang primer tak jenuh yang terdapat pada seramid dan asam
lemak. Sifat dari sejumlah lipid ini akan dibahas dengan singkat di bawah ini.
Seramid tertentu mengalami ikatan kovalen dengan bagian luar dari
protein korneosit pembungkus melalui pembentukan ikatan ester antara kelompok
hidroksil pada seramid dan karbonil pada protein lapis dari sel lapisan
pembungkus yang mengalami kornifikasi. Proses ini nampak dikatalisasi oleh
transglutaminase 1, sebuah enzim yang memerlukan kalsium dan sebelumnya
diperkirakan turut terlibat pada ikatan silang protein di dalam lapisan pembungkus
yang mengalami kornifikasi. Lapisan lipid pembungkus terutama tersusun atas
cer[OS] (seramid A) turunan dari cer[EOS], dan cer[OH] (seramid B) turunan dari
cer[EOH]. Baru-baru ini telah ditemukan dua spesies seramid baru dengan ikatan
kovalen, satu tersusun atas basa spinganin (C17-22), dan satu lagi menunjukkan
adanya basa fitosfingosin, dan keduanya berhubungan dengan asam -hidroksi
yang masing-masing disebut sebagai cer[OSP] dan cer[OP]. Data terbaru dari
Stewart dan Downing menunjukkan bahwa semua -hidroksiseramid dari
pembungkus lipid korneosit nampak berikatan dengan protein melalui kelompok
-hidroksil mereka.
Telah diketahui bahwa terdapat cukup banyak lipid yang berikatan kovalen
dengan pembungkus protein korneosit untuk dapat membentuk lapisan lipid
tunggal di atas permukaan masing-masing sel. Akan terbentuk rantai lipid yang
sangat panjang pada pembungkus seramid, sehingga akan membantuk barier air
yang mengelilingi tiap korneosit. Penelitian pada mencit menunjukkan bahwa
jumlah seramid yang berikatan kovalen berhubungan erat dengan fungsi barier
kulit. Fungsi penting dari lapisan ini adalah menutupi korneosit menggunakan
lapisan lipofilik sehingga berfungsi sebagai cetakan atau dasar untuk memasang
lipid badan lamelar yang mengalami ekstrusi di lapisan lamelar ganda. Pemberian
inhibitor spesifik -hidroksilasi topikal dapat menyebabkan gangguan yang
bermakna pada pembentukan MCG, susunan lipid, dan fungsi barier, dan ini
menunjukkan pentingnya peranan kelas seramid ini pada pembentukan dan
integritas barier.
Meskipun mayoritas seramid di dalam SC masih tetap utuh selama proses
maturasi, telah ditemukan adanya enzim hidrolisis seramid pada SC, dan enzim
ini mungkin menyebabkan terbentuknya produk degradasi seramid di jaringan.
Spesies lipid yang disebut sebagai asam asil, yang nampak sebagai bagian asam
lemak N-asil yang mengalami esterifikasi dari cer[EOS], dan basa sfingoid
bebas dapat ditemukan pada epidermis manusia. Kedua spesies lipid ini dapat
berasal dari hidrolisis cer[EOS] atau asilglukosil-seramid. Meskipun peranan dari
sejumlah produk degradasi ini masih belum jelas, sfingosin dan basa sfingosin
lain dapat turut terlibat pada fungsi pengiriman sinyal SC-epidermis, karena
keduanya dilaporkan dapat menginhibisi proliferasi keratinosit. Sejumlah
penelitian terbaru telah melaporkan bahwa sfingosin juga memiliki sifat
antimikroba yang poten, dan keberadaannya di SC mungkin merupakan bagian
dari pertahanan kulit terhadap invasi mikro-organisme.
Susunan lipid di stratum korneum
Lapisan lamelar ganda dari membran yang paling biologis mengandung lipid
dalam kondisi kristalina cair (L). Pada kondisi ini rantai lipid nampak
menunjukkan kelainan konformasional intramolekuler yang cukup besar. Lipid
pembentuk kristal cair alifatik dapat mengalami transisi yang reversibel antara
fase gel lamelar (L) dan fase L lamelar. Pada fase L, rantai hidrokarbon berada
dalam kondisi konformasi all-transs ekstensi penuh dan rantai tersusun dalam
barisan heksagonal. Lipid rantai panjang juga dapat mengisi lapisan lamelar ganda
dimana rantai tersusun dalam barisan ortorombik. Pada fase ini rantai akan
tersusun secara konformasional dalam suatu barisan kristalina yang sangat erat.
Pemahaman kita mengenai susunan lipid pada membran biologis sudah
sangat berkembang selama satu dekade terakhir seiring dengan dikembangkannya
sejumlah teknik biofisik yang dapat menunjukkan detail molekuler dari susunan
dan dinamika membran lipid. Penelitian ini mengakibatkan dilakukannya
modifikasi model susunan membran sel "mosaik cairan" menjadi paradigma
susunan membran lipid. Sehingga, pada berbagai jenis membran biologis dapat
ditemukan adanya domain lipid di membran sel lapis ganda serta di dalam tiap
lapisan membran. Kompleksitas komposisi lipid dari SC, serta sifat fisiknya yang
khas, jelas menunjukkan adanya susunan molekuler yang unik. Rantai karbon
yang sangat panjang dari seramid SC dan asam lemak bebas merupakan penentu
utama dari sifat fisik yang khas (untuk membran biologis) dari lapisan lipid ganda
SC. Selama beberapa tahun terakhir, sejumlah peneltian biofisik yang
menggunakan teknik seperti nuclear magnetic resonance (NMR), sinar X,
differential scanning calorimetry (DSC) dan spektroskopi Fourier transform
infrared (FTIR) telah menemukan gambaran tingkat molekuler yang cukup detail
untuk susunan lipid di SC.
Berbagai artikel yang sudah dipublikasikan telah menunjukkan bahwa
rantai hidrokarbon dari lipid SC nampak sangat teratur. McIntosh dkk., pada
sebuah penelitian menggunakan sinar X pada campuran yang mengandung
seramid, asam lemak dan kolesterol, menemukan lipig fase gel yang bertingkat
pada kolesterol 25 mol% yang tidak bergantung pada jumlah air maupun pada ada
atau tidaknya protein. Unit repetisi dari unit 130 Å pada sejumlah penelitian ini
diperkirakan berasak dari dua lapisan ganda. Pada penelitian menggunakan sinar
X pada SC marmut, White dkk. melaporkan adanya sejumlah lipid subsel
ortorombik kristalina pada suhu fisiologis. Lipid fase ortorombik juga telah
ditemukan oleh Bouwstra dkk. dalam sebuah penelitian menggunakan sinar X
pada isolat SC manusia serta pada penelitian difraksi elektron terbaru pada model
seramid-kolesterol-asam lemak di SC. Selain itu, Bouwstra dkk. telah
menunjukkan pentingnya cer[EOS] dalam menghasilkan susunan molekuler yang
diperlukan untuk fungsi barier kulit yang sehat.
Di laboratorium kami telah digunakan teknik spektroskopi inframerah
eksperimental yang dikembangkan untuk menilai susunan lipid pada lapisan lipid
ganda, membran sel, dan sel hidup guna mengamati perilaku molekuler dari
berbagai spesies seramid, baik secara tersendiri maupun pada model lipid untuk
SC. Penelitian ini menemukan bahwa tiap spesies seramid memiliki susunan yang
berbeda, yang menunjukkan adanya perbedaan interaksi intermolekuler antara
rantai hidrokarbon serta perbedaan yang bermakna pada interaksi pengikatan
hidrogen. Kemungkinan bahwa adanya kohesi yang baik pada SC, yang berarti
juga adanya fungsi barier yang baik, dapat disebabkan oleh adanya berbagai sifat
fisik yang berbeda dari sejumlah spesies heterogen ini.
Cer[EOS] perlu dibahas lebih dalam. Ini merupakan seramid yang
dominan dan mengandung asam lemak tak jenuh di SC, dan nampak sangat kaya
akan asam linoleat, yang mengandung minimal 20-30% asam lemak dengan
esterifikasi . Epidermis memiliki kebutuhan absolut untuk asam linoleat supaya
dapat mempertahankan fungsi bariernya, dan tidak adanya asam linoleat akan
menyebabkan gangguan barier yang bermakna, seperti pada binatang coba dengan
defisiensi asam lemak esensial. Gambaran hiperproliferasi yang khas pada
kelainan ini juga dapat menunjukkan adanya gangguan lebih lanjut pada
metabolisme asam linoleat.
Sebagaimana yang dipaparkan pada artikel dari Bouwstra dkk, dan
sejumlah artikel lain, spesies seramid ini memberikan sifat fisik yang khas pada
SC, yang tidak dapat digantikan oleh esterifikasi asam lemak tak jenuh lain di
dalam fraksi cer[EOS]. Sebagaimana yang akan dibahas pada bagian selanjutnya
dari bab ini, berkurangnya kadar cer[EOS] yang mengandung asam linoleat
merupakan gambaran yang banyak ditemukan pada berbagai kelainan kulit,
termasuk akne, dermatitis atopik dan serosis di musim dingin.
Interpretasi dari sejumlah penelitian in vivo dan in vitro mengenai perilaku
lipid di SC menyebabkan dibuatnya sejumlah model penelitian untuk mengetahui
susunan lipid pada struktur ini. Beberapa model nampak bersifat lebih teoritis/
hipotetis, seperti model "domain mosaik" dari Forslind dan model "fase gel
tunggal" dari Norlen, sementara lainnya nampak dibuat berdasarkan data empiris
tertentu, seperti model sandwich dari Bouwstra yang terutama bergantung pada
data difraksi sinar X. Artikel ini tidak akan memaparkan analisis dan pembahasan
mendalam serta manfaat relatif dari masing-masing model.
Walaupun fungsi utama dari lipid pada SC adalah memberikan barier air,
abnormalitas lipid terkait gangguan kornifikasi pernah dilaporkan pada sejumlah
kelainan dermatologis yang sering ditemui (psoriasis dan dermatitis atopik).
Kelainan struktural pada lamela lipid SC juga terjadi pada lapisan luar dari kulit
yang kering. Namun, saat ini belum ada pemahaman yang jelas mengenai
bagaimana perubahan komposisi lipid, atau secara spesifik komposisi seramid,
dapat mempengaruhi kohesi korneosit dan proses deskuamasi. Terdapat bukti tak
langsung dari penelitian reagregasi korneosit in vitro yang menunjukkan bahwa
lipid SC turut terlibat dalam proses kohesi sel. Sejumlah peneliti telah melakukan
reagregasi pada korneosit yang sebelumnya telah mengalami dispersi dengan
adanya lipid SC dan menemukan bahwa sifat fisik dari lapisan sel lipid SC yang
dususun kembali ini nampak serupa dengan jaringan yang masih utuh. Sebaliknya,
Chapman dkk. menunjukkan bahwa lipid interseluler dapat memiliki peranan anti-
kohesi, dan mencegah terjadinya aposisi dari korneosit yang terletak bersebelahan.
Pada sejumlah penelitian ini, saat lipid SC diekstraksi sepenuhnya, gaya inter-
korneosit nampak meningkat pesat, terutama karena jukstaposisi dari lipid dengan
ikatan kovalen, dan korneosit menjadi saling merekat dengan erat. Secara
keseluruhan, sejumlah pengamatan ini menunjukkan bahwa lipid interseluler
maupun lipid dengan ikatan kovalen dapat berperan pada integritas SC.
Perubahan sifat fisik dari lipid seramid SC juga dapat berperan penting
dalam memicu lepasnya perlekatan sel dari permukaan kulit. Ultrastruktur halus
dari lapisan seramid ganda di permukaan superfisial kulit normal nampak
mengalami gangguan. Hilangnya struktur ini, yang dianggap penting untuk proses
deskuamasi normal, dapat menunjukkan adanya hidrolisis oleh seramidase. Juga
ditemukan bukti bahwa asam lemak sebasea yang menyerupai surfaktan dapat
menyebabkan gangguan pada lapisan ganda.
Pada akhirnya, korneonesmosom (desmosom yang mengalami modifikasi
pada SC) adalah struktur yang paling bertanggung jawab untuk perlekatan antar-
korneosit, dan struktur ini harus dihidrolisis secara efektif untuk dapat
menyebabkan deskuamasi. Seramid, bersama dengan spesies lipid lain, dapat
memainkan peranan penting pada proses ini. Walaupun mekanisme pastinya
masih belum dipahami, bentuk fase dan susunan dari lipid interseluler akan
mengendalikan kandungan air SC, dan dapat mempengaruhi aktivitas enzim
hidrolitik yang ditemukan pada ruang interseluler yang menyebabkan terjadinya
degradasi desmosom.
Variasi kadar seramid di stratum korneum
Jumlah total seramid di SC, serta jumlah tiap spesies seramid secara individual,
nampak dipengaruhi oleh penyakit dan status hormonal, diet, usia, ras, lingkungan
eksternal dan variasi tahunan. Variasi kadar dan jenis lipid yang ditemukan pada
SC ini dapat mempengaruhi fungsi barier, kandungan air dan kondisi kulit. Pada
bagian ini kami akan membahas perubahan komposisi seramid yang khas pada
berbagai jenis kelainan kulit.
Psoriasis dan iktiosis lamelar
Dari sejumlah penyakit genetik yang mempengaruhi kondisi kulit, hanya iktiosis
lamelar dan psoriasis yang sudah diteliti dalam kaitannya dengan kadar seramid
SC. Pada kedua penyakit ini ditemukan adanya perubahan struktur SC yang cukup
dramatis, dan menunjukkan adanya perubahan komposisi lipid. Perubahan ini
meliputi peningkatan cer[NS] dan cer[EOH], serta penurunan cer[AS]. Bersama
dengan perubahan kadar kolesterol dan asam lemak, sejumlah perubahan ini akan
berperan pada terjadinya kelainan fungsi SC yang khas pada sejumlah kelainan
ini, termasuk kohesi korneosit dan gangguan deskuamasi. Individu yang
mengalami iktiosis lamelar menunjukkan kelainan pada gen untuk
transglutaminase 1. Sebagaimana yang kita temui sebelumnya, ketidakmampuan
untuk menghubungkan seramid dengan lapisan pembungkus yang sudah
mengalami kornifikasi dapat memberikan akibat yang dramatis pada kulit, dan
hilangnya fungsi enzimatik ini dapat menyebabkan adanya fenotipe kelainan kulit
yang dramatis pada individu dengan iktiosis. Juga dilaporkan bahwa komposisi
lipid dengan ikatan kovalen nampak berbeda pada SC psoriatik dibandingkan SC
sehat. Pada kulit psoriatik, jumlah cer[OH] mengalami penurunan sementara
komponen lain, seperti asam -hidroksi dan asam lemak, terutama elastase dan
linoleat yang berikatan kovalen, nampak mengalami peningkatan.
Walaupun profil lipid SC pada penyakit iktiosis lain masih belum
diketahui dengan jelas, telah ditemukan adanya penurunan kadar sfingosin pada
beberapa subjek dengan berbagai jenis iktiosis. Penurunan jumlah sfingosin ini
dapat menyebabkan hiperproliferasi sel yang terjadi pada kelainan ini, karena
sfingosin diperkirakan dapat memberikan umpan balik pada epidermis dan
mengurangi pembuangan keratinosit.
Dermatitis atopi
Kesimpulan
Penelitian mengenai struktur dan fungsi seramid kulit telah meningkat dengan
pesat selama 20 tahun terakhir. Sejumlah lipid kompleks ini terbukti dapat
mempengaruhi berbagai aspek biologi kulit, termasuk barier, sifat mekanik dan
sifat deskuamatorik dari SC. Pemahaman kita mengenai hubungan antara lipid SC
dengan berbagai masalah kosmetik maupun patologis kulit terbukti sangat
penting untuk menangani sejumlah kelainan kulit ini, melalui penggunaan spesies
barier lipid yang sudah dikenal atau prekursor biosintetiknya. Namun, dengan
semakin canggihnya teknik penelitian yang kita gunakan, maka nampak semakin
jelas bahwa pemahaman kita mengenai sejumlah molekul ini masih sangat kurang.
Masih ada banyak hal yang perlu dipelajari mengenai peranan penting yang
dimainkan oleh seramid pada proses pengiriman sinyal dan diferensiasi epidermis,
faktor yang mengendalikan proses biosintesisnya, serta susunan dari seramid
dalam mempertahankan fungsi barier yang utama.
top related