seminar hom 2 leukemia
Post on 05-Feb-2016
32 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 3 TAHUN DENGAN DEMAM SEJAK 1 BULAN YANG LALU DISERTAI KELUHAN TIDAK MAU BERJALAN
KELOMPOK 6
DIAJENG PUTRI IRACILY 030.08.079
DINA PUTRI DAMAYANTI 030.08.083
DINI NOVIANI PRATIWI 030.08.084
DITA RAHMITA 030.08.085
EDWARD WIJAYA L.ISMANGOEN 030.08.089
ELFIRA 030.08.091
EVELYN V.P SNAK 030.08.095
FAISHAL LATIFI 030.08.096
FANI SAFITRI 030.08.097
FERDY 030.08.102
FIFI TANDION 030.08.103
GABRIEL KLEMENS WINANDA 030.08.107
PUTRI 030.08.108
GERARD M DA CUNHA 030.08.109
JAKARTA, 19 APRIL 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
JAKARTA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat dewasa
ini. Di Amerika Serikat, diperkirakan leukemia merupakan 2,7 % dari semua penyakit
keganasan yang terdiagnose dan 3,7 % penyebab kematian akibat keganasan. Meskipun telah
dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara
keseluruhan.
Leukemia pertama kali diketahui sebagai suatu penyakit “darah putih” oleh Bannet dan
Virchoe pada tahun 1845. Secara umum, leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang
berbeda dari normal, jumlahnya berlebihan dan oleh karena menginfiltrasi sumsum tulang
dapat menyebabkan anemia, trombositopenia atau granulositopenia, dan diakhiri dengan
kematian. Kematian sering terjadi karena perdarahan akibat trombositopenia, atau infeksi
karena granulositopenia.
Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Dengan kemajuan pengobatan akhir-akhir ini,
penderita LLA dapat hidup lebih lama lagi daripada penderita LMK. Jadi pembagian akut dan
kronik tidak lagi mencerminkan lamanya harapan hidup. Pembagian ini masih
menggambarkan kecepatan timbulnya gejala dan komplikasi.
Leukemia akut dibagi menjadi 2 macam yaitu LMA (Leukemia Mieloblastik Akut) dan LLA
(Leukemia Limfoblastik Akut). Perbedaan antara LMA dan LLA terutama sekali pada usia
penderita dimana pada LLA lebih banyak diderita oleh anak-anak ± 80 %, sedangkan pada
LMA lebih banyak diderita oleh orang dewasa ± 80 %.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berumur 3 tahun dibawa ke poliklinik oleh ibunya dengan
keluhan demam sejak 1 bulan yang lalu dan tidak mau berjalan.
3
BAB III
PEMBAHASAN
ANAMNESIS
1. IDENTITAS
Nama : An. X
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 3 tahun
Alamat : -
Pekerjaan : -
2. KELUHAN UTAMA
Demam sejak 1 bulan yang lalu
3. KELUHAN TAMBAHAN
-Tidak mau berjalan -Nafsu makan menurun
-Batuk dan Pilek -Berat badan menurun
-Bintik-bintik merah (ptechiae) -Mudah lelah
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
-
5. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Demam dan tidak mau berjalan
6. RIWAYAT KELUARGA
Pamannya meninggal 3 tahun yang lalu karena kanker paru
7. RIWAYAT PENGOBATAN
4
-
8. RIWAYAT KEBIASAAN
-
9. RIWAYAT PERSALINAN
Lahir spontan, aterm, dan cukup bulan
ANAMNESIS TAMBAHAN
- Apakah ada tanda perdarahan sepeti lebam?
- Apakah ada keringat malam?
- Apakah ada keluhan sesak nafas?
- Bagaimana warna urinnya?
- Bagaimana sifat demamnya?
- Dimana tempat tinggalnya? apakah dia berpergian?
- Apakah ada kejang?
PEMERIKSAAN FISIK
1) KEADAAN UMUM
Compos mentis
Lemah dan pucat
2) TANDA VITAL
Tekanan darah: 100/60mmHg
Nadi : 104 x/menit, teratur
Suhu : 38,1o C
RR : 32 x/menit
Berat badan : 12 kg
Tinggi badan : 95 cm
3) STATUS GENERALISATA
Kepala : Konjungtiva pucat, Mukosa mulut pucat5
Leher : Kelenjar servikal teraba 1x1,5 cm, multipel, tidak nyeri dan
mudah digerakkan
Thorax : -
Abdomen :
Inspeksi : (-)
Palpasi : Hepar: membesar, teraba 4 cm di bawah arcus costae
membesar, teraba 3 cm di bawah processus xiphoideus
Lien : 1/3 garis schufnerr
Perkusi : (-)
Auskultasi : (-)
Genitalia eksterna : (-)
Ekstremitas : Atas : Ptechiae
Bawah : Ptechiae
Pembesaran kelenjar inguinal 1 x 1,5 cm, multipel, tidak nyerin dan mudah
digerakkan
Interpretasi pada pasien ditemukan:
1. Anemia didasarkan pada keadaan umum lemah, pucat, konjungtiva dan mukosa mulut
juga pucat.
2. Febris didasarkan pada suhu tubuh 38,1o C.
3. Berat badan tidak ideal, pada anak usia 3 tahun idealnya adalah (2x3)+8= 14kg.
4. Hepatosplenomegali didasarkan pada pemeriksaan fisik perabaan hepar dan lien.
5. Limfadenopati didasarkan pada pemeriksaan fisik kelenjar servikal dan inguinal.
6. Ptechiae pada ekstremitas atas dan bawah menandakan perdarahan (trombositopenia).
6
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Nilai Rujukan Menurut American Academy of Pediatrics:
Darah Rutin / Darah Lengkap
Usia Hb (g/dL) Ht (%) Eritrosit (juta/mm3)
RDW MCV (fL)
MCH (pg)
MCHC (%)
Trombosit (x 103/mm3)
0-3 hari 15.0-20.0 45-61 4.0-5.9 <18 95-115 31-37 29-37 250-450
1-2 minggu 12.5-18.5 39-57 3.6-5.5 <17 86-110 28-36 28-38 250-450
1-6 bulan 10.0-13.0 29-42 3.1-4.3 <16.5 74-96 25-35 30-36 300-700
7 bulan – 2 tahun
10.5-13.0 33-38 3.7-4.9 <16 70-84 23-30 31-37 250-600
2-5 tahun 11.5-13.0 34-39 3.9-5.0 <15 75-87 23-30 31-37 250-550
5-8 tahun 11.5-14.5 35-42 4.0-4.9 <15 77-95 25-33 31-37 250-550
13-18 tahun 12.0-15.2 36-47 4.5-5.1 <14.5 78-96 25-35 31-37 150-450
Pria dewasa 13.5-16.5 41-50 4.5-5.5 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450
Wanita dewasa
12.0-15.0 36-44 4.0-4.9 <14.5 80-100 26-34 31-37 150-450
Sel Darah Putih (Leukosit) dan Hitung Jenis
Usia Leukosit
(x 103/mm3)
Seg Bat Limf Mono
Eos Bas
0-3 hari 9.0-35.0 32-62 10-18 19-29 5-7 0-2 0-1
1-2 minggu 5.0-20.0 14-34 6-14 36-45 6-10 0-2 0-1
1-6 bulan 6.0-17.5 13-33 4-12 41-71 4-7 0-3 0-1
7 bulan – 2 tahun 6.0-17.0 15-35 5-11 45-76 3-6 0-3 0-1
2-5 tahun 5.5-15.5 23-45 5-11 35-65 3-6 0-3 0-1
5-8 tahun 5.0-14.5 32-54 5-11 28-48 3-6 0-3 0-1
13-18 tahun 4.5-13.0 34-64 5-11 25-45 3-6 0-3 0-1
Dewasa 4.5-11.0 35-66 5-11 24-44 3-6 0-3 0-1
Hb : 6,5 gr/dl anemia (N: 11,5-13 gr/dl)
Leukosit : 76.000/uL leukositosis (N: 5.500-15.500/uL)
Diff. count : Basofil : 1 normal (N: 0-1)
Eosinofil : 2 normal (N: 0-3)
Netrofil batang : 0 menurun (N: 5-11)
Netrofil segmen : 16 menurun (N: 23-45)
Limfosit : 76 meningkat (N: 35-65)
7
Monosit : 5 normal (N: 3-6)
Trombosit : 15.000/mm3 trombopeni (N250.000-550.000/mm3)
MCV : 70,9 fl menurun (N:75-87 fl)
MCH : 23,2 pg normal (N: 23-30 pg)
MCHC : 32,8 % normal (N: 31-37 %)
RDW : 13,6 normal (N: <15)
Retikulosit : 0,3 % menurun (N: 0,5-1,5 %)
Eritrosit : normositik normokrom
Leukosit : 76% blast, ukuran kecil-kecil, homogeny, kesannya jumlah bertambah
Trombosit : morfologi normal, jumlahnya menurun
Aspirasi sumsum tulang : morfologi hitung jenis selularitas meningkat, granulopoesis
terdesak, eritropoesis dan megakariosit terdesak, limfopoesis
sel ukuran besar dominan, sitoplasma sedikit.
Pewarnaan sitokimia
PAS (+) : biasa digunakan untuk mendiagnosis AML dan ALL
Sudan Black (-) : menentukan adanya ALL
Imunofenotyping = limfosit T, menggambarkan pada penyakit akut limfositik leukemia ini memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan akut limfositik leukemia sel B dan akut myeloblastik leukemia di mana tipe myeloblastik ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa.
8
Interpretasi Sediaan Hapus Darah Tepi
Sediaan Apus Darah Tepi :
- Tidak ada batang Auer’s tidak ada tanda leukemia myeloid akut
DIAGNOSIS KERJA
Leukemia limfositik akut sel T tipe L1, berdasarkan pemeriksaan
1. Gejala Klinisnya berupa demam selama 3 bulan tidak mau berjalan, batuk dan pilek, pteciae, nafsu makan menurun berat badan menurun dan mudah lelah
2. Gambaran SADT menunjukan tidak adanya batang auer’s, hiperseluler, sel limfoblas kecil-kecil (khas pada LLA tipe L1 dengan jumlah kasus mencapai 84% pada LLA)
3. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya :a. Anemiab. Leukositosisc. Trombositopeni
4. Imunofenotyping menunjukan limfosit T
9
5. Epidemiologi menunjukan sebagian besar penderita Leukimia Limfositik Akut adalah anak-anak
PATOFISIOLOGIFaktor Predisposisi
Faktor EtiologiFaktor Pencetus
Mutasi Somatik sel induk
Proliferasi neoplastik dan differentitation arrest
Akumulasi sel muda dalam sum-sum tulang
Infiltrasi sel leukemia Gagal sum-sum tulang
Anemia
Infiltrasi ke organ
Tulang Darah RES
Nyeri Tulang Sindroma Hiperviskositas Limfadenopati
Hepatosplenomegali
Patofisiologi ini sesuai dengan gejala yang ditimbulkan pada pasien ini berupa
1. Anemia sesuai dengan Hb pada pasien 8,6 gr/dL
2. Nyeri saat berjalan akibat infiltrasi sel leukemia ke tulang
10
3. Ptechiae pada pasien sebagai akibat adanya infiltrasi sel leukemia ke mikrovaskuler yang akan mengakibatkan inflamasi dan kebocoran microvaskuler sehingga ditemukan adanya ptechiae di pembuluh darah perifer (1)
Hepatosplenomegali sebagai akibat adanya infiltrasi sel leukosit
PENGOBATAN
1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb < 6 gr/dl. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan bila
terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin
2. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi,
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti Vinkristin
(Oncovin), Rubidomisin (Daunorubisin), Sitosin, Arabinosid, L-asparaginase,
Siklofosfamid atau CPA, Adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan
dalam kombinasi bersam-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leucopenia, infeksi
sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit <
2000/mm3
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama)
5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemik cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan.
Pola Pengobatan
1. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut
di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang
kurang dari 5%. Sistemik:
a. VCR (Vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali.
b. ADR (Adriamisin): 40 mg/m2/2minggu intravena, diberikan 3 kali, dimulai pada
hari ketiga pengobatan.
11
c.Pred (Prednison): 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu, kemudian
tapering off selama 1 minggu.
2. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
a.MTX: 15 mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali, dimulai satu minggu setelah VCR
keenam, kemudian dilanjutkan dengan:
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kali.
c. CPA (siklofosfamid): 800 mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu kedua
dari konsolidasi
3. Rumat (Maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama.
Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
Dimulai satu minggu setelah setelah konsolidasi terkahir (CPA) dengan:
a.6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b.MTX: 20 mg/m2/minggu peroral, dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)
4. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan
dengan pemberian obat-obatan seperti pada induksi selama 10-14 hari. Selama
reinduksi obat-obat rumat dihentikan.
Sistemik:
a.VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali.
b. Pred: dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off.
SSP: MTX intratekal: dosis sama dengan dosis profilaksis, diberikan 2 kali.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat
Untuk hal ini diberikan MTX (metotreksat) 10 mg/m2/intratekal, diberikan 5 kali
dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama untuk mencegah leukemia
meningeal dan radiasi cranial sebanyak 2.400-2.500 rad. untuk mencegah leukemia
meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan
demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
12
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3
kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat diteruskan. (2)
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi sumsum
tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit
ganas dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala
karena: (a) kegagalan sumsum tulang yaitu netropenia, anemia, trombositopenia dan (b)
infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis.
Klasifikasi Leukemia
Penggolongan utama dibagi menjadi 4 tipe : leukemia akut dan kronik, yang lebih
lanjut dibagi menjadi limfoid atau mieloid
Leukemia akut biasanya merupakan penyakit yang bersifat agresif, dengan
transformasi ganas yang menyebabkan terjadinya akumulasi progenitor hemopoietik sumsum
tulang dini, disebut sel blast. Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini biasanya adalah
kegagalan sumsum tulang yang disebabkan akumulasi sel blast walaupun juga terjadi
infiltrasi jaringan. Apabila tidak diobati, penyakit ini biasanya cepat bersifat fatal, tetapi
secara paradoks lebih mudah diobati daripada leukemia kronik.
Klasifikasi Leukemia Akut
Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih dari 30% sel blast dalam sumsum tulang
pada saat manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya dibagi menjadi Leukemia Mieloid
Akut (AML) dan Leukemia Limfoblastik Akut (ALL) berdasarkan apakah sel blast terbukti
sebagai mieloblas atau limfoblas. (3)
13
Leukemia Limfoblastik Akut
Penyakit ini disebabkan oleh akumulasi limfoblas dan merupakan penyakit keganasan masa
anak yang paling banyak ditemukan.
Secara Etiologi/klinis:
ALL adalah bentuk leukemia yang paling lazim di jumpai pada anak, insidensi
tertinggi pada anak usia 3-7 tahun dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe prekursor B yang
lazim dijumpai (CD10+), paling sering ditemuan pada anak dan mempunyai insidensi yang
sama untuk kedua jenis kelamin. Terdapat predominasi pria yang menderita ALL-T.
Frekuensi kejadian ALL lebih rendah setelah usia 10 tahun dengan peningkatan sekunder
setelah usia 40 tahun.
Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus
(virus onkogenik).
Faktor lain yang berperan antara lain:
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang dijumpai
kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).
Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T
cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan
agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom
14
Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke
dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen
manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh
WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan ,jistilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem
HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan
keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan. (4)
Gejala klinis :
1. Anemia
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat akibat dari sel
darah merah dibawah normal menyebabkan oksigen dalam tubuh kurang, akibatnya
penderita bernafas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oksigen dalam
tubuh.
2. Perdarahan
Ketika platelet sel pembeku darah tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi
oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan di jaringan kulit
seperti petechiae
3. Terserang infeksi.
Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan
penyakit infeksi. Pada penderita leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah
tidak normal sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibat tubuh si penderita rentan
terkena infeksi virus dan bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan
keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung dan batuk.
4. Nyeri tulang dan persendian.
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang / bone marrow mendesak padat
oleh sel darah putih.
5. Nyeri Perut
Nyeri perut juga merupakan indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat
terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada
organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya
nafsu makan penderita leukemia.
6. Pembengkakan Kelenjar Limpa
15
Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar limpa, baik itu
yang di bawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring
darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.
7. Kesulitan bernafas (Dyspnea)
Pada kasus lebih lanjut penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas
dan nyeri dada akibat dari kehilangan menurunnya permeabilitas pembuluh darah
dikarenakan karena turunnya produksi trombosit. Apabila terjadi hal ini maka harus
segera mendapatkan pertolongan medis.
Patofisiologi
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan
biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering
disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-
sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak
pertumbuhan sel darah normal. (5)
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan
pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena
produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau
jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai
bagian dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan
metabolik.
Leukemia akut merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-
klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa
berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk
hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk
mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel
induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit.
Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik
yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga
jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum
16
tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian
menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi
organ. Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan
sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel
leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis
yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast
(menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari
sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom
yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).50 – 70% dari pasien Leukemia
Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa: (6)
- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
- Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid
(2n+a)
- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
- Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan
kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk
menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada
leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari
80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan
menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.
Prognosis
17
Sebelum adanya pengobatan untuk leukemia penderita akan meninggal dalam waktu 4
bulan setelah penyakitnya terdiagnosis. Lebih dari 90% penderita penyakitnya bisa
dikendalikan setelah menjalani kemoterapi awal. Banyak penderita yang mengalami
kekambuhan, tetapi 50% pada anak tidak memperlihatkan tanda-tanda leukemia dalam 5
tahun setelah pengobatan. Anak berusia 3-7 tahun memiliki prognosis paling baik.
Anak-anak atau dewasa yang jumlah sel darah putih awalnya kurang dari 25.000
sel/mikroL darah cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita yang
memiliki jumlah sel darah putih lebih banyak.
BAB V
KESIMPULAN
Pada pasien ini dapat ditegakan diagnosis kerja Leukimia Limfositik Akut Limfosit T tipe 1
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan SADT, pemeriksaan laboratorium dan imunotyping
dan kita dapat melakukan penatalaksanaan berupa induksi, konsolidasi, rumat, reinduksi,
pencegahan ke SSP dan pengobatan imunologik
Untuk prognosis pada kasus pasien atas adalah dubia ad bonam untuk ad vitam. Dubia ad
malam untuk ad sanationam dan fungsionamnya dubia ad bonam.
18
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006.
2. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.
3. Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi, Konsep Klinik Proses-proses Penyakit.
Volume 1. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2006.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed
V. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.
5. Isselbacher K. J. Harrison. Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed 17. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2008.
6. Hoffbrand AV, Pettit JE , dkk. Kapita Selekta Hematologi. Ed 4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC : 2005.
19
top related