sejarah bank muamalat dan oprasionalnya
Post on 16-Aug-2015
184 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH
BANK & LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
Sejarah Bank Muamalat
Disusun oleh:
1. Amelia Serliyunita
2. Serli Septriani
3. Tri Agustuti
Dosen Pengampu:
Desi Isnaini, MA
LOKAL: PBS IV C
PRODI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BENGKULU 2015
Pendahuluan
Perbankan syariah muncul di Indonesia tahun 1992 yang merupakan hal
baru dalam kerangka mekanisme sistem perbankan pada umumnya. Krisis
moneter yang mengguncang Indonesia tahun 1997 membuat perbankan
konvensional lumpuh yang disebabkan oleh kredit. Kredit yang semulanya lancar
akhirnya menjadi macet sedangkan perbankan syariah yang tertuang dalam “UU
No 10/98” yang mengakuan adanya dua sistem perbankan yaitu konvensional dan
sisten syariah. Semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia dirasakan
semakin perlunya sosialisasi atas apa dan bagaimana operasional Bank Syariah,
karena operasional perbankan syariah sangat berbeda dengan perbankan
konvensional.
Hal ini sangat mendasar pada Bank Syariah adalah penerapan konsep bagi hasil,
tata cara perhitungan bagi hasil serta pengaruhnya prinsip bagi hasil terhadap
laporan keuangan.
Dari hasil analisa, Bank Syariah yang merupakan prinsip revenue sharing dalam
distribusi pendapatannya, yang dinilai leboh cocok diterapkan pada saat ini
dibandingkan prinsip profit sharing yang dinilai kurang kompetitif. Prinsi revenue
sharing, distribusi pendapatan kepada nasabah jumlahnya lebih besar
dibandingkan prinsip profit sharing. Tetapi dilihat dari kemaslahatannya prinsip
profit sharing merupakan yang paling sesuai dengan prinsip syariah Islam.
Bank Muamalat Indonesia
1. Sejarah Berdiri Bank Muamalat
a. Pengertian Bank Muamalat
Secara teknis Bank Islam dan Bank Syari’ah mempunyai pengertian yang
sama, menurut ensiklopedia Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang yang disesuaikan dengan prinsip syari’ah, lanjutanya Bank
Islam yang tatacara beroprasinya pada tata cara bermuamalat cara islam, yakni
mengacu pada ketentuan al-Qur’an dan al-Hadits. Sedangkan muamalat adalah
ketentuan yang mengatur hubngan manusia dengan manusia baik hubungan
pribadi maupub antar perorangan dengan masyarkat. Muamalat meliputi Jual-
beli, piutang, gadai, meribakab uang, bagi hutang dalam perdagangan, jaminan,
persekutuan persewaan dan perburuan.
Berdasarkan dari pengertian di atas maka Bank Muamalat adalah sebuah
lembaga keuangan yang dalam menjalankan usahanya mengacu pada prinsip-
prinsip syari’ah atau berdasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits.1
Keinginan umat Islam indonesia akan adanya bank yang beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam sudah sejak lama digagas oleh para tokoh
dan cendekiawan muslim indonesia. Gagas mendirikan bank yang sejalan dengan
prinsip-prinsip ekonomi Islam tersebut sudah muncul sejak tahun 1930-an,
berbarengan dengan timbulnya reaksi dan kontroversi di kalangan ulama
indonesia mengenai hukum bunga bank pada perbankan konvensional.
Meskipun pada awalnya gagasan tersebut kurang mendapatkan respon positif
baik dari masyarakat maupun dari kaum penjajah saat itu, namun setelah beberapa
tahun kemudian, seiring tersebut semakin tajamnya kontroversi mengenai hukum
bunga bank di kalangan ulama, gagasan mandirikan bank syaria’ah tersebut
semakin sering disuarakan umat islam di indonesia.
1 Nurul Hak, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 10
Terkait dengan gencarnya upaya umat Islam dalam menyuarakan gagasan
mendirikan bank syariah tersebut, pada tahun 1958 salah seorang ekonomi
terkemuka Indonesia, Muhammad Hatta, justru mengeluarkan komentar
kontradiktif.
Selanjutnya pada tahun 1968, organisasi Islam Muhammadiyah, dalam
muktamarnya di Sidoardjo, selain memutuskan bahwa hukum bank syariah adalah
mutasyabihat (sesuatu yang belum jelas hukum nya.)
b. Perkembangan Berdirinya Bank Muamalat
Setelah sekian lama para ulama dan cendekiawan muslim berusaha
melakukan berbagai pendekatan, pada tanggal 5 Juli 1990 baru keinginan umat
Islam untuk mendirikan bank syariah mendapatkan respons positif dari
pemerintahan.
Berlandasan penegasan pemerintahan tersebut, lalu pada bulan Agustus 1990
para ulama, cendekiawan muslim dan praktisi perbankan menyusun suatu
program untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah
(BPR Syariah).
Selain BPR Islam tersebut, setahun kemudian juga beroperasi Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan bank umum. Ide pendirikan BMI itu
sendiri berasal dari lokakarya ulama tentang “Bunga bank dan Perbankan” pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 di cisarua Bogor. Ide ini lalu dipertegas dalam
MUNAS VI Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta tanggal 22-25 Agustus
1990. Lalu atas dasar amanat MUNAS tersebut dimulailah langkah konkret untuk
mendirikan Bank Islam, yakni antara lain dengan membentuk tim sebagai steering
committe untuk mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pendirian Bank
Islam tersebur.
Berkat kesigapan tim yang diketuai Dr. Ir. Amin Aziz tersebut dalam
mempersiapkan segala sesuatunya, dan besarnya dukungan dari semua pihak
waktu itu, maka hanya dalam waktu satu tahun sejak dibicarakan ide tersebut,
pada tanggal 1 November 1991 sedah dilaksanakan penandatanganan Akta
Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) di Hotel Sahid Jaya Jakarta.
Pada saat penandatanganan akta tersebut sudah terkumpul komitmen
pembelian saham sebanyak Rp 84 miliar. Lalu pada tanggal 3 November 1991,
dalam acara silaturahmi dengan presiden Soeharto di Istana Bogor, dapat dipenuhi
total komitmen modal sebesar Rp 116 miliar. Dana tersebut berasal dari presiden
dan wakil presiden, sepuluh mentri kabinet pembangunan V, yayasan amal Bhakti
Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi,
PT PAL dan PT dindad. Dengan terkumpul dangan terkumpul dana tersebut,
setelah memperoleh izin Usaha Menteri Keuangan RI, lalu pada tanggal 1 Mei
1992 Bank Muamalat Indonesia memulai beroprasi dengan memberikan
pelayanan perbankan secara islami kepda para nasabahnya.2
Dengan demikian, hingga tahun 1992 tersebut, di Indonesia sudah berdiri dua
jenis bank yang sistem oprasionalnya berdasarkan prisip syari’ah. 3
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan.
Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank
Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet
(NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar.
Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal
setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal
yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank
(IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni
1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.
2 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009) Edisi pertama, h. 643 Cik Basir, penyelsaian sengketa perbankan syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 25
Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa
yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun
waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi
laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh
kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan
terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.4
2. Sistem Opreasional Bank Muamalat
Seluruh opralisasi dari Bank Muamalat berasal dari prinsip syari’ah yang
memiliki variasi akad lebih banyak. Dan mengacu pada prinsip bagi hasil Yang
diantaranya adalah:
a. Penghimpun dana
Dalam menghimpun dana BUS dan UUS melakukan mobilisasi dan investasi
tabungan dengan cara adil. Mobilisasi dana sangat penting karena Islam mengutuk
penumpukan dan penimbunan harta dan mendorong penggunaanya secara
produktif dalam rangka mencapai tujuan ekonomi dan sosial (muamalah). Sumber
dana bank syari’ah berasal dari modal disetor dan hasil mobilisasi kegiatan
menghimpun dana melalui rekening goro, rekening tabungan, rekeneing investasi
umum dan rekening investasi khusus. Dan juga dapat menerbitkan obligasi
syari’ah sebagi alternatif pembiayaan jangka panjang.5
Adapun penerapan dalam penghimpun dana diuraikan dengan dua cara yaitu:
a.1 Prinsip Wadi’ah
menghimpun dana masyarakat di bank syari’ah diterapkan baik untuk
simpanan dalam bentuk giro, tabungan berjangka, prinsip wadi’ah yang
diterapkan dalam hal ini adalah wadi’ah al-dhamanah, dimana bank selaku
penerima titipan dana dimungkinkan untuk memanfaatkan atau mengelolah dana
titipan dengan memberikan jaminan keamanan atas dana tersebut serta akan
mengembalikannya kapan saja nasabah menariknya. Dalam bank muamalat dalam
4 http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat tgl/17/04/2015 jm. 10.30
5 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009) Edisi pertama, h.73
pratiknya menerapkan konsep titipan dengan resiko ganti rugi, di mana seizin
nasabah penitip, bank menggunakan dan mengelolah dan titipan dengan
menanggung ganti rugi. Jika untung sepenuhnya akan menjadi milik banak,
dengan sisi lain, atas kebijakan manajemen bank memberikan bonus kepada
nasabah bersangkutan. 6
a.2 Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara piha pertama yang
menyediakan seluruh modal dan piha kedua yang bertindak selaku pengelolah
dana dengan memebagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad.7 Dalam oprasionalnya terdapat penentuan nisbah bagi
hasil antara bank dan nasabah diawal akad. Pada wadi’ah nasabah terhindar dari
resiko kehilangan/berkurangnya dana yang disimpan. Sedangkan pada prinsip
mudharabah nasabah menanggung resiko berkurangnya dana yang disimpan.8
b. Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana kepada masyarakat, secara garis besar
menggunakan empat kelompok prinsip oprasional syari’ah, yaitu:9
b.1 Prinsip Jual Beli (Bai’)
pada jenis pembiayaan ini akajual-beli dibagi tiga macam, pebiayaan
murabahah, pembiayaan salam, dan pembiayaan istisha. Yang intinya bahwa
nasabah yang membutuhkan suatu barang tertentu, maka padanya akan menerima
barang dari piha bank, dengan harga pokok, dan harga keuntungan yang
ditentukan oleh bank. Selanjutnya tergantung kepada kedua belah pihak.10
b.2 Prinsip Sewa Menyewa (Ijarah)
ijarah merupakan suatu akad sewa menyewa barang yang terjadi antara bank
dengan pihak nasabah sebagi penyewa, diman setelah sewa berakhir barang
6 Cik Basir, penyelsaian sengketa perbankan syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), h.72-747 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009) Edisi pertama, h.818 Abdul Ghofur Anshori, pembentukan bank syariah,(Yogyakarta: UII Press, 2010) cetakan pertama, h.569 Ibid6 h.7510 Ibid8 h. 57
sewaan tersebut akan dikembalikan kepada bank. Tapi pada umumnya bank
syari’ah bnayak menggunakan ijarah muntahhiyah bit-tamlik.11
b.3 Prinsip Bagi Hasilsyirka dan Mudharabah
Musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kotribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.12
Mudharabah dalam penyaluran dana yang berkedudukan sebagai shahibu al-
mal adalah bank, dan sedangkan nasabah sebagai mudharib.
b.4 Prinsip Pinjam-Meminjam
di perbankan syari’ah tetap menambah peran soail delam membantu kelopok
masyarakat miskin atau kaum duafah. Adapun fasilitas pembiayaan yang dapat
digunakan dalam hal ini adalah dengan penyaluran dana melalui prinsip al-Qardh,
yakni akad pinjaman kepada anasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya sesuai dengan kesepakatan yang telah
disepakati.
c. Pelayanan Jasa
Bank sayri’ah juga menyelenggarakan pelayanan jasa, dari pelayanan ini
bank syari’ah memperoleh upah atau fee. Adapun jasa ynag ditawarkan adalah:
c.1 kafalah
Tujuan memberikan pelyanan ini tidak lain untuk memberikan kepastian dan
keamaanan kepda pelaksana isi kontrak atau pperjanjian yang telah disepakati,
tanpa khawatir terjadi ingkar janji dari nasabah yang bersangkutan.
c.2 Hawalah
Nasabah memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang kepada
bank, pihak bank lalu membayar piutang tersebut, dan selanjutnya bank akan
menagih kepada pihak ketiga.
11 Ibid6, h. 7812 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah,( Bandung: cv Pustaka Setia, 2004) cetakan ke-II, H.233
c.3 Rahn
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakt bank juga memberikan
fasilitas pelayanan jasa dalam bentuk pinjaman uang dengan mengadaikan barang
sebagai jaminan utang. Pihak bank menyediakan nominal pinjaman kepada
nasabahnya dengan catatan, nasabah tersebut setuju menyerahkan barang yang
bernilai ekonomis sebagi jaminannya.13
Dafta pustaka
13 Cik Basir, penyelsaian sengketa perbankan syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), h.82-84
Soemitra Andri, Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014
Basir Cik, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2012
Hak Nurul, Ekonomi Islam (Hukum Bisnis Syariah). Yogyakarta:
Teras, 2011
Anshori Abdul Ghofur, Pembentukan Bank Syariah (melalui akuisisi
dan konversi). Yongyakarta: UII Press, 2010
Syafe’i Rachmat, Fiqh Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2004
http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat
tgl/17/04/2015 jm. 10.30 (Refrensi Pelengkap)
top related