s2-2014-326247-chapter1
Post on 22-Dec-2015
213 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia 233 juta jiwa (
Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000-2025 BPS, BAPPENAS, UNFPA).
Indonesia menghadapi banyak masalah berkaitan dengan bidang kependudukan
yang dikhawatirkan akan menjadi masalah besar dalam pembangunan apabila
tidak ditangani dengan baik. Permasalah kependudukan pada dasarnya terkait
dengan kuantitatif, kualitatif dan mobilitas penduduk. Berdasarkan UU RI No.10
tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera telah mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, kualitas dan
pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh
bagi pembangunan dan ketahanan nasional (BKKBN, 2010).
Berdasarkan data BKKBN, 2010 salah satu program pembangunan yang
berkaitan dengan kependudukan adalah program Keluarga Berencana (KB) yang
bertujuan mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) yang di dalam pelaksanaannya telah
diintegrasikan dengan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja ( PKBR) dan
merupakan salah satu program pokok pembangunan nasional yang tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2010-2014). Arah
kebijakan program penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja adalah
mewujudkan tegar remaja dalam rangka tegar keluarga untuk mencapai keluarga
kecil bahagia sejahtera. Tegar remaja adalah membangun setiap remaja Indonesia
2
menjadi tegar yaitu remaja yang menunda usia perkawinan, berperilaku sehat,
menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV/AIDS dan Napza),
menginternalisasi norma keluarga kecil bahagia sejahtera dan menjadi contoh,
idola, teladan dan model bagi remaja sebaya. Kerangka tegar remaja merujuk dari
hasil evaluasi program kesehatan reproduksi remaja (KRR) tahun 1990-2000,
yang dilakukan oleh School of Public Health, University of Michigan, USA, 2005
dan evaluasi kesehatan reproduksi remaja Asia, Afrika dan Amerika Latin (World
Bank Report, 2007).
Kenyataan yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa remaja mempunyai
permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami
remaja. Masalah yang menonjol di kalangan remaja yaitu permasalahan seputar
seksualitas, HIV/AIDS dan Napza, rendahnya pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi dan median usia pertama perempuan relatif masih rendah
yaitu 19,8 tahun (SDKI, 2007). Dengan demikian remaja itu membutuhkan
pendampingan, bimbingan dan penanganan serius dalam mengatasi masalah yang
akan dan sudah dihadapinya. Menurut Policy Brief-Pusdu, 2012 bahwa
pengetahuan remaja tentang PUP melalui majalah, surat kabar, radio adalah cukup
tinggi sementara informasi dari Pusat Informasi dan konsultasi remaja dan atau
mahasiswa (PIK R/M) masih rendah.
Seiring kompleknya masalah yang terjadi pada remaja ternyata data tentang
jumlah remaja di dunia menunjukkan peningkatan yaitu 1,3 milyar dari populasi
penduduk dunia (WHO, 2007). Komposisi penduduk Indonesia berusia remaja
mencapai 45 juta jiwa atau sekitar seperlima dari estimasi total jumlah penduduk
Indonesia (SKRRI,2007). Menurut hasil sensus penduduk 2010 jumlah penduduk
3
Jawa Timur khususnya remaja mencapai 15,43% dari total jumlah penduduk Jawa
Timur sebesar 37.476.757 jiwa. Sedangkan di Kota Malang jumlah remaja sebesar
227.187 jiwa dan atau sekitar 27,72% (Data Demografi Kota Malang, 2012).
Merujuk dari program dunia dalam Millenium Development Goals (MDGs)
tentang pentingnya meningkatkan status kesehatan reproduksi remaja yang
merupakan salah satu prioritas penanganan saat ini, maka telah ditindaklanjuti
oleh pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No.62/2009 tentang Badan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Peraturan kepala BKKBN
No.72/PER/B5/2011 tentang organisasi dan tata kerja BKKBN juga yang telah
dilaksanakan oleh Direktorat Bina Ketahanan Remaja (BKR) dengan pemantauan
dan evaluasi serta pemberian bimbingan teknis di bidang ketahanan remaja.
Program Generasi Berencana (GenRe) secara optimal dengan mengembangkan
program Pusat Infomasi dan Konsultasi remaja dan atau mahasiswa (PIK R/M).
(BKKBN, 2012).
Pusat Informasi dan konsultasi (PIK) adalah salah satu wadah yang
dikembangkan dalam program GenRe, yang dikelola dari, oleh dan untuk
remaja/mahasiswa guna memberikan pelayanan informasi dan konsultasi tentang
PUP, delapan fungsi keluarga, TRIAD KRR, ketrampilan hidup (life skills),
gender dan ketrampilan advokasi serta komunikasi, informasi dan edukasi.
Keberadaan dan peranan PIK R/M di lingkungan remaja sangat penting artinya
dalam membantu remaja untuk memperoleh informasi dan pelayanan konsultasi
yang cukup dan benar tentang penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja
(BKKBN, 2012).
4
Pelaksanaan kegiatan dalam PIK R/M antara lain berhubungan dengan
kesehatan reproduksi remaja seperti konsultasi dan sosialisasi tentang kesehatan
reproduksi remaja, rujukan bagi kasus yang memerlukan terapi medis, penyediaan
buku-buku bacaan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja,
roadshow PIK mahasiswa ke sekolah-sekolah serta pembuatan majalah dinding
dan leaflet. Dalam menjalankan kegiatan konsultasi, informasi dan edukasi pada
PIK maka remaja diharapkan dapat menjadikan remaja yang sehat, kreatif,
mandiri dan berakhlaqul karimah dalam rangka terwujudnya keluarga yang
berkualitas juga menyelenggarakan kegiatan penyuluhan, penelitian dan
pelayanan kesehatan reproduksi remaja tentang TRIAD KRR serta mewujudkan
keluarga yang berkualitas dengan PUP serta bercita- cita mewujudkan keluarga
kecil bahagia sejahtera. (Jaringan Epidemiologi Nasional, 2009).
Pemerintah berharap melalui kegiatan PIK Remaja dan atau Mahasiswa
akan membantu mengatasi permasalahan remaja yang sangat kompleks. Berbagai
data menunjukkan bahwa penerapan pemenuhan hak reproduksi bagi remaja
belum sepenuhnya mereka dapatkan, antara lain dalam hal pemberian informasi
tentang kesehatan reproduksi, teknik komunikasi dalam konsultasi dan masih
banyak lainnya, sehingga pengetahuan remaja yang masih rendah tentang
kesehatan reproduksi dapat meningkat. Hal ini bisa terjadi karena adanya tempat
pelayanan konsultasi yang ramah bagi remaja masih sangat sedikit. Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menemukan bahwa remaja
lebih menyukai menceritakan permasalahannya pada teman sebaya sebesar 71%
dan pada orang tua hanya 31%. Meskipun demikian pembinaan dan pengasuhan
orang tua dalam pembentukan karakter harus dimulai dari keluarga. Menurut
5
Wilopo,2010 salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dan
mencegah permasalahan remaja adalah penyediaan tempat pelayanan kesehatan
reproduksi remaja yang mudah diterima dan terjangkau.
Dalam upaya meningkatkan pemahaman remaja tentang kesehatan
reproduksi menjadikan remaja tegar dalam menghadapi masalah dan mampu
mengambil keputusan terbaik bagi dirinya, maka pelayanan konsultasi sangat
diperlukan bagi remaja. Remaja yang bisa melakukan konsultasi pada teman
sebayanya disebut sebagai konselor sebaya (BKKBN,2008). Konselor sebaya
adalah pendidik sebaya yang secara fungsional punya komitmen dan motivasi
yang tinggi untuk memberikan konsultasi bagi kelompok remaja sebayanya yang
sudah mengikuti pelatihan atau orientasi konsultasi atau bisa juga yang belum
dilatih dengan mempergunakan panduan kurikulum model pelatihan yang telah
disusun oleh BKKBN, selain itu koselor sebaya mempunyai tanggung jawab
kepada ketua PIK remaja atau mahasiswa. Fakta menunjukkan bahwa kemampuan
tenaga konselor dalam memberikan konsultasi pada remaja di pusat-pusat
pelayanan dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja masih terbatas. Atas dasar
itulah maka guna mendukung kemampuan SDM dalam melaksanakan konsultasi
kesehatan reproduksi remaja perlu disiapkan tenaga yang terlatih melalui
pelatihan konselor sebaya.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kepala
Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (BKBPM) kota
Malang pada bulan Juli 2013 dikatakan bahwa pelaksanaan pelatihan konselor
sebaya dilaksanakan satu kali dalam setahun oleh BKKBN pusat dengan jumlah
6
peserta terbatas, yaitu hanya 2 perwakilan dari setiap PIK yang terdaftar di kantor
BKKBN propinsi sehingga jumlah konselor sebaya masih sedikit yang sudah
mendapatkan pelatihan. Jumlah PIK di kota Malang saat ini berjumlah 36 dengan
kondisi status yang baru tumbuh ada 22, tahapan tegak 4 dan tahapan tegar ada
10. Masing-masing PIK diharapkan mempunyai inisiatif dan dukungan dari
institusi untuk melaksanakan pelatihan bagi pengurus PIK dalam meningkatkan
SDM para pengurus PIK sehingga bisa menjadi konselor sebaya yang profesional
secara mandiri.
Studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh peneliti pada PIK mahasiswa di
kota Malang dari 10 mahasiswa pengurus PIK yang diberikan kuesioner
mengatakan 5 orang (50%) mengatakan kurang percaya diri dalam memberikan
konsultasi pada temannya, 3 orang (30%) kurang mendapatkan pengetahuan dan
informasi tentang kesehatan reproduksi dan sisanya 2 orang (20%) mengatakan
bahwa media untuk melakukan konsultasi masih sangat terbatas misalnya leaflet,
lembar balik, modul dan masih banyak lagi yang lainnya. Padahal seorang
konselor itu diharapkan dapat memberikan informasi tentang kesehatan
reproduksi dan membantu memberikan alternatif penyelesaian masalah yang
sering dihadapi oleh teman sebayanya.
Kemampuan konselor sebaya dalam memberikan konsultasi bisa dipenuhi
melalui pelatihan konselor sebaya dengan menggunakan berbagai metode
pembelajaran seperti ceramah, diskusi, tanya jawab, simulasi studi kasus, role
play dan masih banyak metode lain yang dapat merangsang peserta pelatihan
dalam peningkatan percaya dirinya. Bekal yang juga perlu dimiliki oleh konselor
7
adalah pemberian buku pedoman pengelolaan PIK, modul pelatihan konselor
sebaya, dan buku bacaan tentang konselor sebaya dengan harapan mereka dapat
belajar mandiri maupun kelompok agar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan dalam memberikan konsultasi pada teman sebaya (Rustiningsih,
2013).
Menurut Aryani (2010) pengetahuan remaja sebelum mengikuti PIK-KRR
sebagian besar rendah (60%) dan setelah mengikuti PIK-KRR baik (96,7%). Hal
ini menunjukkan bahwa dengan masuk dalam PIK dapat mempengaruhi remaja
untuk mencari informasi dengan saling berbagi pengalaman sebagai pengurus PIK
agar terjadi peningkatan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam memberikan
konsultasi pada teman sebaya. Begitu juga dengan jurnal tentang “Peer” educator
initiatives for adolescent reproductive health projects in Indonesia, Widiantoro
(2004) bahwa upaya pendekatan yang berpusat pada keluarga telah dilakukan
pada sebuah proyek percontohan dilaksanakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur
untuk melatih rekan pendidik, dikoordinasikan oleh BKKBN sebanyak 80
pendidik sebaya yang mengikuti kegiatan pelatihan merasakan pentingnya
kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh di berbagai
daerah. Namun pemerintah belum bisa memenuhi dengan alasan terbatasnya
jumlah trainer tingkat nasional, dana, sarana dan prasarana.
Solusi yang bisa dilakukan dalam meningkatkan peran konselor sebaya
adalah peningkatan kapasitas pengetahuan dengan berbagai cara, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, bisa saja dilakukan
melalui berbagai bacaan atau buku yang berhubungan dengan dunia bimbingan
8
dan konsultasi, atau bahkan bila perlu dilakukan dengan cara melalui penjelajahan
situs-situs internet. Secara langsung, bisa dilakukan dengan cara melibatkan diri
dalam berbagai aktivitas forum keilmuan, seperti : seminar, penataran dan
pelatihan(Santrock,2012)
PIK KRM Fikes UMM adalah salah satu Pusat Informasi Konsultasi
Mahasiswa yang berada di Kota Malang dibawah naungan BKBPM (Badan
Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat) Kota Malang, dimana saat
ini masih menjalankan dan mengembangkan program kerja dan pelayanan secara
aktif dengan tujuan agar tetap menjadi PIK mahasiswa pada tahapan tegar. Demi
mencapai tujuan tersebut sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak
seperti remaja/mahasiswa, pengurus PIK, civitas akademik, pemerintah kota yang
dalam hal ini BKBPM kota Malang agar dapat menciptakan suasana pembelajaran
dan pembinaan yang berkualitas khususnya dalam promosi kesehatan pada pusat
informasi dan konsultasi di Fikes UMM khususnya dan Kota Malang secara
umum. Diharapkan para konselor sebaya mampu mempromosikan dengan baik
sehingga dapat mewujudkan cita-cita menjadi tegar remaja.
Dampak jika remaja tidak mengetahui tentang kesehatan reproduksi
berupa praktik kesehatan yang buruk, kejadian kehamilan yang tidak diinginkan,
kejadian HIV/AIDS dan penyakit menular seksual (SDKIR,2007). Pemberian
komunikasi, informasi dan dan edukasi merupakan cara untuk meningkatkan
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sehingga diakhir tahun 2015
minimal 90 persen remaja sudah mendapatkan informasi(ICPD dan MDG’s).
Kegiatan seperti ini sudah dilakukan oleh PIK KRM Fikes UMM, namun ada
beberapa kendala yang dialami seperti kurangnya pembekalan yang diberikan
9
pada para konselor di kampus membuat mereka kurang percaya diri dalam
memberikan koseling pada teman sebaya, kegiatan koordinasi seperti frekuensi
kunjungan belum rutin dilaksanakan, kegiatan promosi kesehatan belum sesuai
program kerja, kesibukan akademik yang tinggi sehingga peran konselor belum
bisa maksimal.
Berdasarkan permasalahan tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan ,
sikap dan keterampilan harus dimiliki oleh remaja yang masuk dalam PIK-KRM,
sedangkan cara peningkatannya melalui berbagai kegiatan positif yang salah
satunya melalui pelatihan konselor sebaya agar dapat diketahui kemampuannya
saat melaksanakan perannya di lingkungan sekolah maupun di masyarakat pada
umumnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian
mengenai “Pengaruh pelatihan konselor sebaya terhadap pengetahuan, sikap dan
keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan
Reproduksi Mahasiswa (PIK-KRM) di Fikes Universitas Muhammadiyah Malang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pelatihan konselor sebaya
terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan mahasiswa pengurus Pusat
Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa (PIK-KRM) di Fikes
Universitas Muhammadiyah Malang.
10
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pelatihan konselor sebaya terhadap pengetahuan,
sikap dan keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi
Kesehatan Reproduksi Mahasiswa (PIK-KRM) di Fikes Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan
Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa ( PIK – KRM ) sebelum
dan sesudah dilakukan pelatihan .
b. Mengetahui sikap mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi
Kesehatan Reproduksi Mahasiswa ( PIK – KRM ) sebelum dan sesudah
dilakukan pelatihan .
c. Mengetahui keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan
Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa ( PIK – KRM ) sebelum
dan sesudah dilakukan pelatihan .
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi remaja
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di
bidang pendidikan konseling tentang kesehatan reproduksi remaja dengan
meningkatkan kemampuan dan pengalaman komunikasi yang saling terbuka
11
dengan konselor agar terjadi perubahan kearah positif dan mampu melakukan
eksplorasi diri sebagai konselor sebaya.
2. Manfaat bagi PIK - KRM
Dapat berkembang lebih baik mulai dari program kegiatan konseling dan
sosialisasi kesehatan reproduksi dan TRIAD KRR (seksualitas, HIV/AIDS dan
Napza) pada mahasiswa sehingga mampu meningkatkan tahapan dari tumbuh,
tegak dan tegar secara mandiri dan profesional.
3. Manfaat lebih luas
Menambah wawasan keilmuan tentang pusat informasi dan konsultasi
dalam perannya di sekolah dan masyarakat secara umum dengan
melakukan peningkatan peran konselor sebaya yang lebih baik sehingga
bisa dikenal masyarakat luas.
12
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Berbagai penelitian yang ditemukan oleh peneliti terkait Pengaruh Pelatihan Konselor Sebaya terhadap Pengetahuan,
Sikap dan Keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa (PIK-
KRM) di Fikes Universitas Muhammadiyah Malang adalah dibawah ini :
No Pengarang Judul Desain Penelitian Hasil Penelitian
1. Hull, T.H., Hasmi, E.,
Widyantoro N
“Peer” educator initiatives
for adolescent reproductive
health projects in Indonesia
(2004)
Deskriptif analitik,teknik
sampling simple random
sampling dengna jumlah
sampel 80orang yang
dibadi dalam 10
kelompok kecil.
42 juta remaja Indonesia dari berbagai daerah di jateng
dan jatim membutuhkan informasi tentang kesehstsn
reproduksi, sementara pemerintah belum dapat
memenuhi kebutuhan tersebut terutama untuk menjadi
pendidik sebaya karena keterbatasan jumlah trainer,
dana, sarana dan prasarana.
2. Mevsim, V., Guldal, D.,
Ozcakar, N., Saygin, O
What was retained? The
assessment of the training
for the peer trainers’
course on short and long
term basis (2008)
Quasi eksperimental
sampel diawal tidak
diacak, tetapi saat post-
test diacak
Menurut hasil post-test sebelum dan sesudah pelatihan
didapatkan peningkatan pengetahuan 21,6%. Padahal,
menurut posting langsung test dan post-test akhir yang
diberikan enam bulan kemudian, terjadi penurunan
1,8% pada pengetahuan dan sikap peserta (p> 0,05).
Pelatih teman sebaya dengan metode pelatihan yang
digunakan mampu merubah pengetahuan selama sesi
13
pelatihan dengan baik pada teman sebaya .
No Pengarang Judul Hasil Penelitian
3. Michielsen, K.,
Beauclair, R., Delva,
W., Roelens, K., Van
Rossem, R.,
Temmerman, M
Effectiveness of a peer-led
HIV prevention
intervention in secondary
schools in Rwanda: results
from a non-randomized
controlled trial (2012)
Quasi eksperimental
(pemilihan sampel tidak
diacak), non-randomized
controlled trial
melainkan seluruh siswa
dari ke 14 sekolah
tersebut; n = 1950)
Pentingnya melibatkan remaja dalam memberikan
intervensi untuk pencegahan HIV/AIDS, dengan
memperhatikan tiga peran pendidik sebaya yaitu
dilibatkakan dalam perencanaan program kegiatan,
sebagai fokal point dalam memberikan KIE dan
melibatkan secara aktif para remaja untuk memberikan
masukan pada pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya.
4. Xiaohui Gao Effectiveness of School –
based Education on
HIV/AIDS Knowledge,
Attitude, and Behavior
among Secondary School
Student in Wuhan China”
(2012)
Chi-square test
digunakan untuk
membandingkan
perbedaan sebelum dan
sesudah intervensi
analisis regresi logistic
non-kondisional untuk
mengidentifikasi faktor
yang mempengaruhi
pengetahuan HIV / AIDS
Hasil penelitian ada kesalah-pahaman tentang
penularan HIV/AIDS pada siswa, yaitu 10% sampai
40% siswa memiliki sikap negatif tentang HIV/AIDS
sebelum intervensi. Sedangkan setelah intervensi,
semua siswa memiliki perbaikan yang signifikan
dalam pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS (P <
0,05). Kesimpulannya intervensi pendidikan
meningkatkan pengetahuan siswa secara signifikan
dan mengubah sikap mereka menjadi positif.
14
No Pengarang Judul Hasil Penelitian
5. E. Maswanya, K.Moji, “Knowledge and Attitudes
Toward AIDS Among
Female College Student in
Nagasaki, Japan“.
(2000)
Deskriptif eksploratif
dengan menggunakan
kuesioner berisi
pengetahuan tentang HIV
/AIDS, sumber informasi,
kepercayaan, dan sikap
terhadap orang dengan
HIV/AIDS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
yang positif berhubungan dengan kemudahan dalam
menerima orang dengan diagnosa AIDS untuk tinggal
bersama. Kesimpulan dalam penelitian ini
menyarankan adanya program pendidikan yang lebih
tepat di perguruan tinggi di Jepang untuk mengurangi
kesenjangan antara pengetahuan umum dan sikap
mengenai HIV / AIDS.
6. Nurapni A ryani Efektifitas PIK-KRR
terhadap peningkatan
pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja di SMU
swasta Al-Wasliyah I
Medan (2010)
Pra eksperimen bersifat
one group pre test – post
test dan pendekatan
kuantitatif
Mengetahui efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan
pengetahuan KRR di SMU dan didapatkan hasil bahwa
pengetahuan remaja sebelum mengikuti PIK-KRR
sebagian besar (60 %) rendah dan setelah mengikuti
PIK-KRR (96.7%) baik. Sedangkan pada uji t
didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan
dari frekwensi pengetahuan remaja sebelum dan
sesudah mengikuti PIK-KRR
15
No Pengarang Judul Hasil Penelitian
7. Tegeg et.al Reproductive health
knowledge and attitude
among adolescents
(2008)
Diskriptif eksploratif
dengan rancangan cross-
sectional survey,
Tujuan penelitian ini untuk menilai pengetahuan dan
sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di kalangan
remaja usia 15-19 tahun. Hasilnya sebagian besar
remaja tahu tentang pelayanan kesehatan utama untuk
kesehatan reproduksi Sumber utama kespro radio
80,4%, TV 73%, Guru 71,8%. Skor indeks
pengetahuan dan sikap cukup. Perbedaan penelitian ini
pada subyek penelitian remaja SMA, lokasi penelitian
PIK di sekolah
8. Agampodi et al Adolescents perception of
reproductive health care
services in Sri Lanka
(2008)
Kuantitat dengan
wawancara mendalam
pada 178 orang, jumlah
sampel 32 remaja berusia
17-19 tahun
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi
pengetahuan masalah kesehatan reproduksi, perilaku
mencari pelayanan, persepsi layanan dan hambatan
untuk mendapatkan pelayanan KRR di Sri Langka.
Hasil penelitian kurangnya pengetahuan, dan
ketersediaan terhadap layanan kesehatan reproduksi
untuk remaja, adanya persepsi remaja yang negatif
terhadap layanan tersebut.. hasil sebagian besar
responden tidak memanfaatkan PIK-KRR.
top related