rm refrat.docx
Post on 22-Dec-2015
285 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
FRAKTUR TIBIA
1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari kekuatan tersebut, keadaan
tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.1
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia
dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus),
diafisis, atau persendian pergelangan kaki.2
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
sebelah kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh
yang bertumpu pada kaki. Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak
dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan tulang lemah
yang tak mampu menahan energi akibat jatuh atau benturan benda
keras. 8
2. Anatomi dan fisiologi tulang
Sistem kerangka manusia terdiri dari susunan berbagai tulang-
tulang yang banyaknya sekitar 206 tulang. Fungsi rangka manusia :
1. Menahan seluruh bagian tubuh supaya tidak roboh.
2. Melindungi organ dalam seperti otak, jantung dan paru-paru.
3. Tempat melekatnya otot – otot sebagai alat penggerak tubuh.
4. Tempat pebuatan sel-sel darah terutama eritrosit.
5. Memberikan bentuk pada tubuh
Anatomi ekstremitas manusia terdiri dari superior dan inferior.
Ekstremitas inferior terdiri dari os coxae, os femur, os patella, os
fibula, os tibia, os tarsalia, os metatarsalia, dan os falang.
Os tibialis dan fibularis merupakan tulang pipa yang terbesar
setelah tulang pahan yang membentuk persendian lutut dengan os
femur. Pada bagian ujungnya terdapat tonjolan ynag disebut os
maleolus lateralis.
Os tibia berbentuk lebih kecil pada bagian pangkal melekat pada
os fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaku dan terdapat laju yang disebut os maleolus medialis. 2
3. Etiologi
Etiologi dari fraktur ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di
terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai
latihan lari.
4. Faktor Risiko
Faktor manusia
Beberapa faktor yang berhubungan dengan fraktur atau patah tulang
antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah raga dan
massa tulang.
a. Usia
Pada kelompok usia munda cenderung lebih berisiko karena
banyaknya aktivitas berat yang dilakukan dari pada kelompok usia
tua.
b. Jenis Kelamin
Umumnya pada laki-laki akan mengalami peningkatan risiko
karena lebih banyak mengalami kecelakan baik kecelakaan kerja
maupun lalu lintas.
c. Aktivitas olahraga
Aktivitas olahraga berat dengan gferakan yang cepat dapat menjadi
salah satu risiko penyebab cidera pada otot dan tulang. Daya tekan
pada saat berolahraga seperti hentakan, loncatan atau benturan
dapat menyebabkan cidera dan jika hentakan atau tekanan itu besar
dapat menyebabkan fraktur.
d. Massa tulang
Massa tulang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada
massa tulang yang padat. Walaupun dengan benturan yang sedikit
dapat langsung menimbulkan patah tulang karena massa tulang
yang rendah dan tidak dapat menahan daya dari benturan itu.5,8
Faktor perantara
Trauma benturan dapat dikatakan sebagai perantara terjadinya fraktur .
benturan yang keras dapat menimbulkan fraktur karena tidak mampu
untuk menahan daya tekan yang ditimbulkan sehingga tulang retak atau
patah.4
Faktor lingkungan
Factor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur adalah kondisi
jalan yang licin, permukaan jalan yang tidak rata atau bergelombang,
lantai yang licin dapat menyebabkan terjadinya fraktur akibat terjatuh.
Aktivitas pengendara yang dilakukan dengan cepat dijalan raya yang padat
dan tidak menaatin rambu lalu lintas dapat menimbulkan kecelakaan.5
5. Klasifikasi Fraktur
Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu:
Derajat I :
I. Luka <1 cm
II. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
III. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
IV. Kontaminasi minimal
Derajat II :
I. Laserasi >1 cm
II. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
III. Fraktur kominutif sedang
IV. Kontaminasi sedang
Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:
I. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur
segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
II. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi masif.
III. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.1,7,8
6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal,
dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui
dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.7,8
7. Stadium penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :
a. Pembentukan hematom
Fraktkur merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks, dan
periosteum sehingga timbul hematom.
b. Organisasi
Dalam 24 jam kapiler dan fibroblast tumbuh kedalam hematom
yang disertai dengan infiltrasi sel-sel peradangan dengan demikian
daerah bekuan darah diubah menjadi jaringan granulasi fibroblastic
vaskuler.
c. Kalus sementara
Sekitar hari ketujuh mulai timbul kartilago dan jaringan osteoid
dalam jaringan granulasi ini. Kalus sementara terbentuk dari
mineralisasi yang terjadi karena jaringan osteoid dalam bentuk
spikular irregular dan trabekular.
d. Kalus definitive
Kalus sementara yang tidak beraturan secara bertahap akan diganti
oleh tulang yang teratur dengan susunan havers-kalus definitive.
e. Remodeling
Kontur normal tulang mulai tersusun kembali melalui proses
remodeling akibat pembentukan tulang mioplastik ataupun resorpsi
osteoklastik.1,8
8. Penatalaksanaan
a. Non operatif
Prinsip penanganan fraktur adalah rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada
tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.
Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti
letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat
dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur
menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode
fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di
gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang
dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat
fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan
digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis. Prinsip dasar
dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan
pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang
berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan
sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau
sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma
yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak.
Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan,
harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
b. Operatif
Penatalaksanaan fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
1) Absolut
a) Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga
memerlukan operasi dalam penyembuhan dan perawatan
lukanya.
b) Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk
memperbaiki jalannya darah di tungkai.
c) Fraktur dengan sindroma kompartemen.
d) Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki
mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri.
2)Relatif, jika adanya:
a) Pemendekan
b) Fraktur tibia dengan fibula intak
c) Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Fiksasi eksternal
a) Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan
cidera multipel yang tidak stabil, dan dapat juga digunakan
pada fraktur terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan
metode ini, luka operasi dapat dibuat bisa lebih kecil dan
meminimalisir trauma tambahan yang dapat memperlamba
penyembuhan.
b) Open reduction with eksternal fixation (OREF)
Cara ini digunakan pada fraktur diafisis tibia yang
mencapai ke metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur
dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi lebih stabil.
Kerugian cara ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada
penyembuhan luka operasi.
c) Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada
fraktur terbuka atau tertutup. Keuntungan cara ini adalah
mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan
menghindarkan trauma pada jaringan lunak.
2) Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia,
putusnya nervus tibia dan pada crush injury dari tibia.5,6,8
9. Komplikasi
Komplikasi fraktur antara lain:
a. Komplikasi awal fraktur antara lain syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler
nekrosis.
Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan
(banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak
kelihatan yang bisa menyebabkan penurunan oksigenasi)
dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak.
Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat
ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema
atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, dan
hematoma yang lebar.
Avaskuler nekrosis (AVN)
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
b. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain
malunion, delayed union, dan non union.
Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah
telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan
bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus
berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan
normal. Delayed union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang.4,8
10. Pencegahan
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya.
Pada umumnya fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau
terjatuh baik ringan maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian
kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan terhadap
peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari
terjadinya trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya.
Dalam melakukan aktifitas yang berat atau mobilisasi yang
cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan
pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat –
akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur dengan
memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada
penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar
tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk
selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis
dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang
patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu
untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak terlihat
dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi,
pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun
eksternal.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk
mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan
memberikan tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari
atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan
operatif dan rehabilitasi. 4,5
11. Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia dan fibula untuk kehidupan adalah
bonam. Pada sisi fungsi dari kaki yang cedera, sebagian besar pasien
akan pulih seperti sediakala, hal ini juga tergantung dari terapi yang
dilakukan dan gambaran fraktur.8
BAB II
REHABILITASI MEDIK
1. Definisi
Rehabilitasi medik merupakan semua usaha yang dilakukan
untuk mengurangi kecacatan yang bertujuan untuk mengembalikan
fungsi tubuh agar dapat kembali melakukan mobilisasi seperti
biasanya.
Menurut WHO rehabilitasi medik adalah semua tindakan yang
ditujukan guna mengurangi dampak kecacatan dan handicap serta
meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integrasi
sosial.
2.Tujuan Terapi
a. Mempertahankan kualitas hidup atau mengupayakan kehidupan
yang berkualitas.
b. Mencegah komplikasi akibat tirah baring.
c. Mencegah terjadinya kaku pada otot atau sendi setelah dilakukan
operasi.
d. Menurunkan rasa nyeri yang dialami penderita setelah operasi.
e. Mempertahankan dan memperbaiki fungsi seperti meminimalkan
bengkak, memantau neurovaskuler, dan dapat melakukan aktivitas
sehari-hari secara bertahap.
3.Terapi Fisik pada Rehabilitasi Medik
a. Weight bearing
Variasi weight bearing atau penumpuan berat badan pada kaki
bergantung pada stabilitas dari reposisi dan metode fiksasi yang
dipakai pada operasinya. Semua pasien seharusnya memulai segera
mobilisasi dari tempat tidur dan ambulasi dengan alat bantu berupa
walker.3
Weight bearing terdiri dari non weight bearing untuk fraktur tidak
stabil setelah operasi, partial weight bearing dapat digunakan pada
fraktur kondisi fraktur yang stabil (nondisplaced or impacted) yaitu
tehnik berjalan dengan tungkai menyangga sebagian dari berat
badan dan full weight bearing mulai dilatih pada saat minggu ke 12
dengan mulai melepas alat bantu seperti walker maupun kruk. Full
weight bearing merupakan tehnik berjalan dengan cara tungkai
menyangga penuh berat badan tanpa alat bantu. 3
b. Range of Motion
Jika nyeri hilang, aktif ROM diberikan pada hip, knee dan ankle.
Awalnya ROM khusus untuk knee, biasanya terbatas karena oedem
dan nyeri. Untuk mengontrol oedem, pasien dapat diperintahkan
untuk mengangkat kakinya.
Lingkup Gerak Sendi Pinggul3
Motion Normal
Flexion 125-128o
Extension 0-20o
Abduction 45-48o
Adduction 40-45o
Internal rotation 40-45o
External rotation 45o
Lingkup Gerak Sendi Lutut3
Motion Normal
Flexion 130-140o
Extension 0oa
Lingkup Gerak Sendi Pergelangan Kaki3
Motion Normal
Dorso Flexion 0-20o
Plantar Flexion 0-50o
Untuk melatih ROM dapat dilakukan sebagai berikut:
- Passive ROM exercise yaitu melatih bagian tubuh dengan bantuan
penuh baik secara manual ataupun mekanik yang dapat melewati
gerak sendi. Sasarannya adalah otot dengan kekuatan 0-1 atau zero
– trace. Tujuannya adalah memelihara mobilisasi sendi.
- Active ROM Exercise adalah latihan gerak aktif tanpa batuan atau
dengan perlawanan. Diindikasikan untuk otot dengan kekuatan 2 - >
4 atau poor - > good. Tujuannya adalah memelihara lingkup gerak
sendi minimal akibat kurang aktivitas dan menstimulasi sistem
cardio pulmoner.3
Assisted active
exc (lat aktif
dgn bantuan)
Free active exc
( Lat aktif
bebas)
Resisted active
exc ( lat aktif
dgn beban)
Indikasi Kelemahan otot
1-2, kesulitan
mengontrol
gerak,
terhambat jarak
pergerakan
sendi
Kelemahan otot
> 3, kesulitan
mengontrol
gerak tubuh,
terhambatnya
gerak sendi,
ketegangan jar.
Lunak
Kelemahan
otot 4, atropi
otot atau otot
menyusut
Kontra
indikasi
Total bed rest,
sendi yang
membutuhkan
mobilisasi.
Total bed rest Nyeri/ edema
setelalh sesi
exc
Dosis Repetisi 10-
30x/macam
W : sesuai
toleransi
F : 1x/hari
S : 1 seri = 6x
Repetisi 10-
30x/macam
W : 2-3
menit/macam
F : 1x/hari
S : 1 seri = 6x
Repetisi 10-
30x/macam
W : sesuai
toleransi
F : 1x/hari
S : 1 seri = 6x
- Stretchinng exercise adalah latihan denga peregangan
c. Kekuatan otot
Latihan kekuatan otot yang dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot didaerah yang terkena fraktur.
a) Gluteus medius: abduksi pinggul
b) Iliopsoas: fleksi pinggul
c) Gluteus maximus: ekstensi pinggul
d) Adductor magnus, longus, and brevis: adduksi pinggul
e) Quadriceps: ekstensi lutut
f) Hamstrings: fleksi lutut
g) Tibialis anteriar : dosofleksi inversi
h) Gastrocnemius, soleus : plantar flexi
i) Tibialis posterior : inversi
j) Peroneus longus, peroneus brefis : eversi
d. Aktifitas fungsional
Pada pasien weight bearing pasien dapat menggunakan anggota
gerak untuk membantu ketika berpindah posisi dari kasur dan kursi
dengan dibantu asisten. Sedangkan pada pasien non weight bearing
pasien disuruh berpindah posisi pada porosnya dengan bantuan
kruk.7
e. Berjalan
Menggunakan alat bantu kruk atau walker untuk berpindah tempat.
Pada non weight bearing pasien menggerakkan kruk dahulu lalu
diikuti ekstremitas yang tidak aktif. Pada pasien weight bearing,
pasien menggerakkan kruk dahulu lalu ekstremitas yang sehat
diikuti oleh ekstremitas yang fraktur.3,7
Rehabilitasi Pasien Fraktur Tibia setelah Open Reduction Internal
Fixation sejak fraktur hingga 16 minggu 3
Sejak fraktur
hingga 1
minggu
-Isometric gluteal, quadriceps exercise
-Isotonic ankle exercise
-General conditioning, strengthening exercise
2 minggu -Active, active assistive range of motion to the hip, knee, ankle.
-Isometric gluteal, quadriceps strengthening exercise
-Latihan transfer dan ambulasi dengan alat bantu
4-6 minggu -Active, active assistive range of motion to the hip, knee, ankle.
-Isometric gluteal, quadriceps strengthening exercise
-Latihan transfer dan ambulasi dengan alat bantu
8-12 minggu Isometrik dan isotonik hip dan knee
12-16 minggu -Isometrik dan isotonik hip dan knee
-Full weight bearing
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley, AGL. Salomon. 1995. Buku ajar Ortopedi Fraktur Sistem
Appley.Edisi 7. Jakarta: Widya Medika
2. Budianto A & Azizi M., 2004. Guidance to Anatomy I. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
3. Hoppenfeld, S., Murthy, V. 1999. Treatment and Rehabilitation of
Fracture.
4. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Prince, A.S, Wilson, M.L. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit . Jakarta : EGC ; 2001.
6. Taylor Kenneth W M. D , Vasantha L. Murthy M. D. 2000. Threatment
and Rehabilitation of Fractures
7. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar:
Bintang Lamumpatue.
8. Sjamsuhidajat, R,de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta : EGC
9. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
EGC pp: 557-91
top related