preskes rm mela
DESCRIPTION
Rehab medikTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS REHABILITASI MEDIS
SEORANG LAKI-LAKI 60 TAHUN DENGAN SPINAL CORD
INJURY INCOMPLETE CENTRAL CORD SYNDROME VC 4
FRANKEL C
Oleh:
Rut Pamela Sudianto
G99142123
Pembimbing
dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR.MOEWARDI
2015
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. P
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Kadirejo RT/RW 02/01 Gandekan, Jebres, Ska
Status : Menikah
Masuk rumah Sakit : 28 Agustus 2015
Tanggal Periksa : 2, 6 September 2015
No CM : 01 31 19 58
B. Keluhan Utama
Keempat anggota gerak tidak dapat digerakan post trauma
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu hari SMRS saat pasien sedang mengerjakn bangunan terjatuh
dari ketinggian 2,7 m. Pasien jatuh dengan posisi kepala dan badan
terlentang di tanah, pingsan (-), muntah (-), kejang (-), setelah kejadian
pasien mengeluh tidak dapat menggerakkan tangan dan kaki. Satu jam
kemudian pasien ditemukan oleh penolong dan dibawa ke RS Kustati,
namun karena keterbatasan biaya, pasien APS dari RS Kustati, kemudian
pasien mengurus BPJS dan dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi dengan
diagnosis trauma tulang belakang.
Tanggal 2 September 2015, pasien mengeluhka tebal di seluruh
tubuh dan merasa lemah di keempat anggota gerak. Pada pemeriksaan
tanggal 6 September 2015, pasien mengeluhkan tebal di bawah leher
sampai ujung kaki dan lemah di keempat anggota gerak.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kelemahan anggota gerak : Disangkal
Riwayat Trauma : 1 hari SMRS dari ketinggian 2,7 m
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat Mondok : Disangkal
Riwayat Bedah sebelumnya : Disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok : (+)
Riwayat minum alkohol : Disangkal
Riwayat Olahraga : Disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh bangunan di Solo. Pasien sudah menikah dan
memiliki seorang istri dan 2 orang anak yang sudah berkeluarga. Saat ini
pasien mondok di RSUD Dr. Moewardi dengan menggunakan biaya BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum lemah, GCS E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/50 mmHg
Nadi : 65x/ menit, isi cukup, irama teratur, simetris
Respirasi : 17x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,50C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Luka di pelipis kanan vulnus ekskoriasi, bentuk mesocephal,
kedudukan kepala simetris, rambut hitam beruban, tidak mudah
rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra
(-/-), sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), stomatitis (-), mukosa basah (+),
I. Leher
Dipasang rigid collar neck
J. Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler )
Suara tambahan Ronki halus +/+
K. Trunk
Inspeksi : Deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-),
lordosis(-)
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : Nyeri ketok kostovertebra (-)
Tanda Patrick/Fabere : (-/-)
Tanda Anti Patrick : (-/-)
Tanda Laseque/SLR : (-/-)
Thomas test : (-)
Ober test : (-)
L. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 1 cm dibawah arcus
costa, tepi tumpul, konsistensi kenyal, bruit (-) dan lien
tidak teraba
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : Laki- laki, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup.
- -
- -
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : hipoaktif
4. Pembicaraan : Pasien menjawab setiap pertanyaan pemeriksa
5. Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata (+)
Afek dan Mood
- Afek : luas
- Mood : eutimik
Gangguan Persepsi
- Halusinasi: -
- Ilusi : -
Proses Pikir
- Bentuk : realistik
- Isi : waham (-)
- Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
- Daya Konsentrasi : baik
- Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
- Daya Ingat : Jangka pendek : baik
Jangka panjang : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : derajat 6
Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya
O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Vegetatif : Terpasang IV line dan DC, BAB normal
Fungsi Sensorik
- Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba menurun
- Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan menurun
- Rasa Kortikal :stereognosis, barognosis menurun
Fungsi Motorik dan Reflek :
Ka/Ki
a. Lengan
- Pertumbuhan (n/n)
- Tonus ↓/↓- Kekuatan
- Reflek Fisiologis
Reflek Biseps
Reflek Triceps
T1 C8 C7 C6 C5 / C5 C6 C7 C8 T1
1 1 2 2 3 / 3 2 2 1 1
(↓/↓)
(↓/↓)
- Reflek Patologis
Reflek Hoffman
Reflek Trommer
(-/-)
(-/-)
b. Tungkai
- Pertumbuhan (n/n)
- Tonus ↓/↓- Kekuatan S1 L5 L4 L3 L2 / L2 L3 L4 L5 S1
2 2 2 3 3 / 3 3 2 2 2
- Reflek Fisiologis
Reflek Patella
Reflek Achilles
- Reflek Patologis
ReflekChaddock
Reflek Babinsky
Reflek Oppenheim
(↓/↓)
(↓/↓)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
Reflek Gordon
Reflek Scaeffer
Reflek Rosolimo
(-/-)
(-/-)
(-/-)
Nervus Cranialis
II, III : Reflek cahaya (+ /+), diameter pupil (3/3)
N. III, IV, VI : dbn
N. V : Reflek kornea (+/+)
N. VII : dbn
N. IX, X : DC
N.XII : dbn
Range of Motion (ROM)
NECKROM Aktif ROM Pasif
Fleksi 0 º Sde
Ekstensi 0 º Sde
Lateral bending kanan 0 º Sde
Lateral bending kiri 0 º Sde
Rotasi kanan 0 º Sde
Rotasi kiri 0 º Sde
Ektremitas SuperiorROM Aktif ROM Pasif
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Shoulder
Fleksi 30 º 0 º 0-90º 0-90º
Ektensi 0 º 0 º 0-30o 0-30o
Abduksi 10 º 0 º 0-90º 0-90º
Adduksi 20 º 0 º 0-75º 0-75º
Eksternal Rotasi 0 º 0 º Sde Sde
Internal Rotasi 0 º 0 º Sde Sde
Elbow Fleksi 100 º 0 º 0-150º 0-150º
Ekstensi 10 º 0 º 0-90º 0-90º
Pronasi 20 º 0 º 0-90º 0-90º
Supinasi 20 º 0 º 0-90º 0-90º
Wrist
Fleksi 0 º 0 º 0-20º 0-20 º
Ekstensi 0 º 0 º 0-10 º 0-10 º
Ulnar Deviasi 0 º 0 º 0-30o 0-30o
Radius deviasi 0 º 0 º 0-30o 0-30o
Finger MCP I Fleksi 0 º 0 º 0-40 º 0-40 º
MCP II-IV
fleksi
0 º 0 º 0-40 º 0-40 º
DIP II-V fleksi 0 º 0 º 0-40 º 0-40 º
PIP II-V fleksi 0 º 0 º 0-40 º 0-40 º
MCP I Ekstensi 0 º 0 º 0-40 º 0-40 º
TRUNK ROM Aktif ROM Pasif
Fleksi 0 º Sde
Ekstensi 0 º Sde
Rotasi 0 º Sde
Ektremitas InferiorROM Aktif ROM Pasif
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Hip
Fleksi 0 º 0 º 0-90º 0-90º
Ektensi 0 º 0 º Sde Sde
Abduksi 30 º 30 º 0-30º 0-30º
Adduksi 30 º 30 º 0-30º 0-30º
Eksorotasi 20 º 20 º 0-30º 0-30º
Endorotasi 20 º 20 º 0-30º 0-30º
KneeFleksi 50 º 50 º 0-50º 0-50º
Ekstensi 20 º 20 º 0-20o 0-20o
Ankle Dorsofleksi 10 º 10 º 0-10º 0-10º
Plantarfleksi 10 º 10 º 0-10º 0-10º
Eversi 20 º 20 º 0-20º 0-20º
Inversi 20 º 20 º 0-20º 0-20º
Manual Muscle Testing (MMT)
NECK
Fleksor M. Strenocleidomastoideus : sde
Ekstensor : sde
Ekstremitas Superior Dextra Sinistra
Shoulder Fleksor M Deltoideus anterior 3 1
M Biseps 3 1
Ekstensor M Deltoideus anterior 3 1
M Teres mayor 3 1
Abduktor M Deltoideus 3 1
M Biceps 3 1
Adduktor M Lattissimus dorsi 3 1
M Pectoralis mayor 3 1
Internal
Rotasi
M Lattissimus dorsi 3 1
M Pectoralis mayor 3 1
Eksternal
Rotasi
M Teres mayor 3 1
M Infra supinatus 3 1
Elbow Fleksor M Biceps 3 1
M Brachialis 3 1
Ekstensor M Triceps 3 1
Supinator M Supinator 3 1
Pronator M Pronator teres 3 1
Wrist Fleksor M Fleksor carpi
radialis
1 1
Ekstensor M Ekstensor
digitorum
1 1
Abduktor M Ekstensor carpi
radialis
1 1
Adduktor M ekstensor carpi
ulnaris
1 1
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 1 1
Ekstensor M Ekstensor
digitorum
1 1
Ekstremitas inferior Dextra Sinistra
Hip Fleksor M Psoas mayor 1 1
Ekstensor M Gluteus maksimus 1 1
Abduktor M Gluteus medius 1 1
Adduktor M Adduktor longus 1 1
Knee Fleksor Harmstring muscle 4 4
Ekstensor Quadriceps femoris 4 4
Ankle Fleksor M Tibialis 4 4
Ekstensor M Soleus 4 4
Status Lokalis
Inspeksi : sde
Palpasi : sde
ROM : sde
Skor Resiko Jatuh dengan Braden Score
10 (Resiko sangat tinggi)
Skor ADL dengan Barthel Index
0 (Ketergantungan total)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil
Hb
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Glukosa darah sewaktu
HbsAg
12,9 g/dl
40 %
9,5 ribu/ul
198 ribu/ul
4,32 juta/ul
117 mg/dl
Non reaktif
Pemeriksaan Foto Cervical AP dan Lat
Hasil foto cervical AP dan Lat:
- Paracervical muscle spasm
- Spondilosis cervicalis
Pemeriksaan MRI Cervical Polos
Hasil pemeriksaan MRI:
- Kompresi Vc4 dengan soft tissue swelling dan hematomparavertebral anterior
setinggi level Vc4. Vth 2 menekan trakea dan esofaguske anterior disertai spinal
cord swelling setinggi level C2-3, 3-4, 4-5, 5-6 menyebabkan stenosis parsial
- Spondylosis cervicalis dengan paracervical muscle spasm
IV. ASSESMENT
Spinal Cord Injury incomplete level Vc IV
Hipersekresi bronkus
Prolong immobilisasi
V. PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa :
1. O2 3 lpm
2. IVFD RL 20 tpm
3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
4. Mecobalamin 50 mg/12 jam
5. Paracetamol 1 gr/8jam
6. Metilprednisolon 20 mg/8 jam
Terapi NonMedikamentosa :
1. Rigid collar brace
2. Pasang bed decubitus
3. Perhatikan higiene urogenital dan anal
4. Konsul bagian rehab medik
VI. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis :
Spinal Cord Injury incomplete cetral cord syndrome level Vc IV
Frankel C
B. Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Terjadi kelumpuhan keempat ekstremitas,
hipersekresi bronkus dan imobilisasi yang lama
2. Terapi wicara : Tidak ada
3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
4. Sosiomedik : Membutuhkan bantuan untuk melakukan
kegiatan sehari-hari
5. Ortesa-protesa : Latihan berjalan saat kondisi pasien sudah
stabil
6. Psikologi : Beban pikiran karena keterbatasan melakukan
aktivitas sehari- hari dan tidak dapat bekerja seperti
biasanya
C. Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi : Proper positioning, alih baring setiap 2 jam, G
PROM exercise keempat ekstremitas, chest
excersise, breath excersise
2. Terapi wicara : Tidak dibutuhkan
3. Okupasi terapi : Latihan dalam meakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : Memberi edukasi kepada penderita dan keluarga
mengenai penyakit penderita, memberikan edukasi
kepada keluarga dalam merawat dan membantu
pasien
5. Ortesa-Protesa : Walker (apabila sudah milai latihan berjalan)
6. Psikologi : Mengurangi kecemasan penderita, meningkatkan
kepercayaan diri penderita, penguatan psikologis
penderita, dan keluarga diharapkan senantiasa
memberikan dukungan dan perhatian.
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
Impairment : Spinal Cord Injury incomplete central cord syndrome level
Vc IV frankel C
Disability : Penurunan fungsi keempat ekstremitas
Handicap : Pasien saat ini mengalami keterbatasan dalam melakukan
kegiatan sehari- hari, pasien juga tidak dapat melakukan
pekerjaannya sebagai buruh bangunan, tidak dapat
menjalankan perannya
VIII.TUJUAN
JANGKA PENDEK
1. Perbaikan keadaan umum
2. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama
JANGKA PANJANG
1. Mengurangi impairment, disabilitas, dan handicap yang dialami
pasien
2. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot
3. Meningkatkan dan memelihara ROM
4. Meningkatkan ADL
5. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang
diderita pasien
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Spinal Cord Injury
A. Definisi
Spinal cord injury atau trauma medula spinalis meliputi kerusakan medula
spinalis karena trauma langsung atau tak langsung yang mengakibatkan
gangguan fungsi utamanya, seperti fungsi motorik, sensorik, otonomik, dan
refleks, baik komplet maupun inkomplet (Gondowardaja dan Purwata, 2014).
Jika fungsi parsial dari saraf sensoris dan motoris masih ditemukan
dibawah level neurologis, maka trauma tersebut tidak komplit, sedangkan
trauma komplit adalah bila tidak didapatkan lagi fungsi motoris atau sensoris
dibawah lesi (Laswati et al, 2015).
Central cord syndrome (CCS) merupakan SCI akut yang ditandai dengan
kerusakan fungsi motorik atas yang lebih parah dibandingkan dengan fungsi
motorik bawah, serta fungsi kemih dan parestesi yang bervariasi (Alpert, 2015).
B. Epidemiologi
Trauma medula spinalis merupakan penyebab kematian dan kecacatan
pada era modern, dengan 8.000-10.000 kasus per tahun pada populasi
penduduk USA dan membawa dampak ekonomi yang tidak sedikit pada
sistem kesehatan dan asuransi di USA (Gondowardaja dan Purwata, 2014).
Kejadian ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75%
dari seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer, 2001). Dalam kasus cedera
medulla spinalis sekitar 70% karena trauma dan kurang lebih setengahnya
masuk cedera pada level cervical, sekitar 50% kasus dikarenakan oleh
kecelakaan lalu lintas, 26% kecelakaan industri, dan 10% kecelakaan di
rumah. Mayoritas dari kasus ditemukan adanya fraktur atau dislokasi,
kurang dari 25% hanya fraktur saja, dan sangat sedikit ditemukan kelainan
pada medula spinalis (Bromley, 1991).
C. Mekanisme
Trauma medula spinalis dapat menyebabkan komosio, kontusio,
laserasi, atau kompresi medula spinalis. Patomekanika lesi spinalis berupa
rusaknya traktus pada medula spinalis baik asenden maupun desenden.
Petekie tersebar paa substansia grisea, membesar, lalu menyatu dalam waktu
satu jam setelah trauma. Selanjutnya terjadi nekrosis hemoragik dalam 24-
36 jam. Pada substansia alba, apat ditemukan petekie dalam waktu 3-4 jam
setelah trauma. Kelainan serabut mielin dan traktus panjang menunjukkan
adanya kerusakan struktural yang luas (Tjokorda dan Maliawan, 2009).
Kerusakan medula spinalis dan radiks disebutkan oleh
Gondowardaja dan Purwata (2014), dapat rusak melalui 4 mekanisme, yaitu:
a. Kompresi oleh tulang, ligamen, herniasi diskus intervertebralis,
dan hematoma. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang
dan kompresi oleh corpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior
dan trauma hiperekstensi.
b. Regangan jaringan berlebihan, biasanya terjadi pada hiperfleksi.
Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan
bertambahnya usia.
c. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma
mengganggu aliran darah kapiler dan vena
d. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis anterior dan
posterior akibat kompresi tulang.
Terminologi lesi motor neuron atas menunjukkan lesi pada susunan
saraf pusat, dalam hal ini sumsum tulang belakang. Lesi tersebut
mengakibatkan gangguan sensorik dan motorik dibawah lesi. Pada
pemeriksaan akan didapatkan reflek fisiologis yang meningkat, spasisitas,
adanya reflek patologik, gangguan BAB dan BAK, dan juga gangguan
seksual (Laswati et al, 2015).
Spinal syok adalah istilah yang digunakan untuk fenomena yang
terjadi pada medulla spinalis yang mengakibatkan hilangnya atau turunnya
reflek spinal secara temporer. Syok spinal berhubungan dengan adanya
trauma medulla spinalis (Atkinson dan Atkinson, 1996).
Central Cord Syndrome (CCS) biasanya terjadi pada trauma
hiperekstensi. Trauma bisa terjadi karena kompresi bagian belakang atau
bagian depan dari medulla spinalis. Kerusakan motorik yang terjadi
disebabkan karena pola laminasi dari traktus kortikospinal dan spinotalamik
pada medulla spinalis (Alpert, 2015)
D. Klasifikasi
Untuk menilai derajat kerusakan neurologis cidera tulang belakang,
umumnya dipakai klasifikasi Frankel, yaitu
Frankel A: Komplit. Tidak ada fungsi motorik maupun sensorik dibawah
level lesi. Terjadi kelumpuhan total
Frankel B: Hanya ada sedikit fungsi sensorik. Fungsi motorik maupun
paralisis total dibawah lesi
Frankel C: Fungsi motorik masih ada dibawah lesi, tetapi tidak berfungsi
(motor useless), fungsi sensorik ada
Frankel D: Fungsi motorik masih ada dibawah lesi, dan berfungsi, tetapi
tidak normal, fungsi sensorik ada
Frankel E: Pulih total. Tidak ada kelemahan otot atau gangguan sensorik.
BAB dan BAK normal. Mungkin masih didapatkan refleks
abnormal.
Klasifikasi dari trauma medula spinalis juga dapat dinilai dengan
metode American Spinal Injury Association (ASIA) untuk menggolongkan
sesuai level neurologisnya. Kriteria ASIA impaiment scale ini merupakan
modifikasi dari klasifikasi Frankel. Kriteria ASIA dapat dilihat pada tabel 1.
A Complete: Tidak ada fungsi sensori dan motor pada segmen S4-5
B Incomplete: Terdapat fungsi sensori, namun tidak motorik dibawah level
neurologi termasuk S4-5
C Incomplete: Ada fungsi motorik dibawah level neurologis, dan memiliki
grade kurang dari 3
D Incomplete: Ada fungsi motorik dibawah level neurologis, dan minimal
memiliki grade3
E Normal: fungsi sensori dan motorik normal
Tabel 1. Kriteria ASIA Impairment Scale
E. Pemeriksaan
Hartanto (2014) menyatakan pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien suspek trauma medula spinalis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fungsi Paru
o Hilangnya fungsi otot ventilasi dari denervasi a/atau trauma
thorax
o Cedera paru-paru, seperti pneumothorax, hemothorax, atau
kontusio paru
o Penurunan ventilasi sentral yang berhbungan dengan cedera
kepala atau efek eksogen alkohol dan obat-obatan
Pemeriksaan hemoragik, hipotensi dan syok hipotensi dan
neurogenik
o Syok neurogenik terjadi hanya di SCI akut atas T6,
hipotensi dan/atau shock dengan SCI akut pada atau
dibawah T6 disebabkan oleh perdarahan
o Hipotensi dengn fraktur vertebra saja, tanpa defisit
neurologis atau SCI yang jlasm adalah selalu disebabkan
oleh perdarahan
o Pasien dengan SCI diatas T6 mungkin tiak memiliki
temuan fisik klasik terkait dengan perdarahan (misalnya
takikardia, vasokonstriksi perifer), kebingungan tanda vital
dikaitkan dengan disfungsi otonom ini sering terjaid pada
SCI
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
o Analisa gas darah: untukmenilai tingkat ventilasi dan
oksigenasi
o Level lakta: evaluasi shock
o Hemoglobin dan/atau hematokrit: menilai perdarahan
o Urinalisis dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma
genitourinari
Radiografi
o Pencitraan diagnostik tradisional dimulai dengan radiografi
terstandar dari daerah yang terkena tulang belakang. Dam
banyak pusat, CT scan telah menggantikan radiografi polos.
o CT scan dicadangkan untuk menggambarkan kelainan
tulang atau fraktur
Magnetic Resonance Imaging
o MRI yang terbaik untuk SCI, cedera ligamen, atau cedera
jaringan lunak lain atau patologi. Modalitas pencitraan ini
harus diuakan untuk mengevaluasi nonosseous.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan trauma medula spinalis dimulai segera setelah
terjadinya trauma. Berbagai studi memperlihatkan pentingnya pelaksanaan
pra-rumah sakit dalam menentukan prognosis pemulihan neurologis pasien
trauma medula spinalis (Wahjoepramono, 2007; Mitchell dan Lee, 2008)
Fase evaluasi meliputi observasi primer dan sekunder. Observasi
primer terdiri atas:
A: Airway maintenance dengan kontrol pada vertebra spinal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdaraha
D: Disability (status neurologis)
E: Exposure
Klasifikasi trauma medula spinalis komplet atau inkomplet serta
level trauma dapat diketahui melalui pemeriksaan motorik dan sensorik.
Pemeriksaan motorik dilakukan secara cepat dengan meminta pasien
menggenggam tangan pemeriksa dan melakukan dorsoflekxi. Fungsi
otonom dinilai dengan melihat ada tidaknya retensi urin, priapismus, atau
hilang tidaknya tonus sfingter ani. Temperatu kulit yang hangat dan adanya
flushing menunjukkan hilangnya tonus vasukler simpatis di bawah level
trauma (Gall dan Stoke, 2008).
Instabilitas vertebra beresiko merusak saraf. Vertebra servikal
dapat diimobilisasi sementara menggunakan hard servikal kolar dan
meletakkan bantal pasien pada kedua sisi kepala. Bila terdapat abnormalitas
struktur vertebra, tujuan penatalaksanaan adalah realignment dan fiksasi
segmen bersangkutan (Wahjoepramono, 2007).
Penanganan komplikasi immobilisasi lama pada cidera tulang
belakang harus dihindari sedini mungkin dan harus ditangani sebaik-
baiknya apabila sudah terjadi karena dapat mengganggu pemulihan
fungsional penderita. Menurut Laswati et al (2015), ada beberapa
komplikasi yang sering terjadi pada pasien cidera medula spinalis, seperti:
1. Atrofi dan Kelemahan otot
Diberikan stimulasi listrik pada otot pada fase spinal shock sampai
muncul spasisitas. Selain itu, diberikan latihan penguatan/stengthening
exercise.
2. Ulkus dekubitus
Kerusakan kulita dapat terjadi dalam waktu yang singkat, terutama dalam
kondisi panas, basah, pakaian, atau penyebab lain. Perlu diperhatikan
untuk memeriksa kulit setiap hari untukdeteksi dini kerusakan kulit,
melakukan perubahan posisi tidur miring ke kanan dan kiri setiap 2-3
jam, mengurangi tekanan pada area luka dengan menggerakkan setiap
15-20 menit, menjaga kulit bersih dan kering, gizi cukup, dan melindungi
kulit dari panas dan dingin
3. Kontraktur sendi
Dicegah dengan meletakkan pasien dengan posisi yag benar dan
diberikan latihan LGS pasif/aktif. Apabila sudah terjadi kontraktur dapat
dikoreksi dengan cara latihan peregangan dan bila kontraktur berat,
dipertimbangkan koreksi bedah
4. Gangguan fungsi pulmonal
Bed rest dapat menimbulkan kongesti pulmonal dan infeksi. Pencegahan
engan merubah posisi setiap 2 jam, mobilisasi, dan latihan pernafasan
G. Prognosis
Pasien dengan SCI komplit memiliki kesempatan kurang dari 5%
dari pemulihan. Jika kelumpuhan lengkap berlangsung pada 72 jam setelah
cedera, pemulihan pada dasarnya adalah nol. Prognosis jauh lebih baik
untuk SCI inkomplit. Jika beberapa fungsi sensorik dipertahankan,
kemungkinan bahwa pasien akhirnya akan dapat berjalan lebih besar dari
50%. Pada akhirnya 90% pasien dengan SCI kembali ke rumah mereka
dan independen (Hartanto, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Alpert MJ. 2015. Central Cord Syndrome. Medscape. emedicine.medscape.com/article/321907-overview#a4
Atkinson PP, Atkinson JL. 1996. Spinal Shock. PubMed. Apr;71(4):384-9
Bromley I. 1991. Tetraplegi dan Paraplegi “A Guide for Physiotherapist”; fourth edition. Edinburg London Mebourne New York and Tokyo: Churchill Livingstone
Gall A, Stokes LT. 2008. Chronic Spinal cord injury: management of patients in acute hospital settings. ClinMed 8:70-4
Gondowardaja Y, Purwata TE. 2014. Trauma Medula Spinalis: Patobiologi dan Tatalaksana Medikamentosa. KalbeMed.
Hartanto, OS. 2014. Neurologi untuk Dokter Umum Bab Trauma Medula Spinalis. Surakarta: UNS Press
Laswati H, Andriati, Pawana A, Lydia A. 2015. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Edisi ke 3. Jakarta: Sagung Seto
Mitchell CS, Lee R. 2008. Pathology dinamicpredic spinal corinjury therapeutic success. J Neurotrauma 25:1483-97
Suzanne CS. 2001. Keperawatan Medikal Beah edisi 8. Jakarta: ECG
Tjokorda GBM, Maliawan S. 2009. Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto
Wahjoepramono EJ. 2007. Medula Spinalis dan Tulang Belakang. JakartaSuburmitra Grafistama