responsi anemia
Post on 01-Feb-2016
40 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut laporan World Health Organization (WHO) diperkirakan di
seluruh dunia terdapat sekitar 536.000 wanita meninggal dunia akibat masalah
persalinan. Dari jumlah tersebut, 99% di antaranya terjadi di negara-negara
berkembang.(1, 2)
Kesepakatan dunia dalam ketetapan Millenium Development Goals
(MDGs) 2015, target Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup. Di Asia, anemia adalah penyebab kematian maternal tertinggi
kedua, yaitu sebesar 12,8% dari kematian ibu.(3)
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Salah satu faktor penyebab
tidak langsung kematian ibu hamil adalah anemia. Kematian ibu banyak terjadi
pada masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan
yang efektif seperti pemeriksaan kehamilan berkesinambungan, pemberian gizi
yang memadai dan lain-lain.(3, 4)
Negara-negara Asia Tenggara yang mewakili seperempat populasi dunia
menghadapi masalah kesehatan yang besar, yang mana anemia merupakan
masalah yang menetap. Anemia dalam kehamilan adalah salah satu dari penyakit
yang paling banyak yang mempengaruhi 24,8% dari seluruh populasi di dunia saat
ini. Di Asia Tenggara sendiri, WHO memperkirakan bahwa India adalah negara
yang memiliki prevalensi anemia dalam kehamilan yang tertinggi.(2, 5)
Anemia didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terdapat kadar
hemoglobin yang kurang dari normal di dalam tubuh, yang mana menurunkan
kapasitas transpor oksigen dari sel darah merah ke jaringan. WHO mendefinisikan
anemia secara berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin dan status kehamilan.
Berdasarkan WHO, anemia dalam kehamilan terjadi saat kadar Hb < 11gr%,
sedangkan untuk perempuan yang tidak hamil, anemia terjadi saat Hb < 12gr%.
Anemia kemudian terbagi menjadi 3, yaitu ringan, sedang dan berat. Anemia
kehamilan ringan memiliki Hb antara 10,0 - 10,9gr%, sedang 7 - 9,9gr%, dan
berat jika < 7gr%.(5-7)
1
Anemia defisiensi besi adalah anemia nutrisional yang paling umum dan
paling luas penyebarannya di dunia. Studi yang dilakukan di negara Asia
Tenggara menunjukkan bahwa defisiensi besi adalah kausa mayor dari anemia
dalam kehamilan.(1, 2)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Anemia adalah suatu keadaan dimana darah tidak memiliki jumlah sel
darah merah yang cukup, atau ketika sel darah merah tidak membawa hemoglobin
yang cukup untuk mengantar oksigen ke jaringan.(1, 7)
Berdasarkan British Committee for Standards in Haematology (BCSH),
anemia pada ibu hamil didefinisikan sebagai berikut :(1, 7)
1. Di trimester pertama, Hb < 11gr/dL
2. Di trimester kedua dan ketiga, Hb < 10,5gr/dL
3. Periode postpartum, Hb < 10,0gr/dL
II. Epidemiologi
Penyebab utama kematian ibu langsung adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung adalah anemia
(51%). Di seluruh dunia, frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya adalah defisiensi
zat besi. Angka anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu
63,5%.(3)
Anemia yang sering ditemukan pada ibu hamil adalah anemia defisiensi
besi yang disebut dengan “potential danger to mother and child” (bahaya
potensial bagi ibu dan anak) dan pengaruhnya sangat besar terhadap sumber daya
manusia. Oleh karena itu, anemia defisiensi besi ini memerlukan perhatian yang
serius oleh semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan kesehatan di Indonesia.(3, 7)
III. Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita
yang tidak hamil. Selama kehamilan, terdapat peningkatan dari sel darah merah
dan volume plasma darah untuk mengakomodasi kebutuhan pertumbuhan uterus
3
dan fetus. Namun, volume plasma lebih meningkat dibandingkan sel darah merah
sehingga mengakibatkan konsentrasi hemoglobin menjadi menurun di darah,
walaupun ada peningkatan jumlah sel darah merah (hemodilusi). penurunan
konsentrasi hemoglobin kemudian mengurangi viskositas darah dan diperkirakan
hal ini meningkatkan perfusi plasenta yang menyebabkan pertukaran gas dan
nutrisi maternal-fetal yang lebih baik.(6)
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam
kehamilan dan bermanfaat bagi wanita untuk meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia
cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah
rendah. Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak meningkat.
Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu maternal mempertahankan sirkulasi
normal dengan mengurangi beban jantung.(6)
Perubahan keadaan fisiologis di tubuh ibu untuk menyiapkan ibu dalam
proses kehamilan, persalinan, masa nifas dan meningkatkan keselamatan bayi
dimulai dari kehamilan umur 4 minggu. Volume total darah meningkat secara
teratur dimulai dari awal kehamilan 4 minggu hingga mencapai puncaknya di
umur kehamilan 28 hingga 32 minggu dengan volume sebesar 35-45% di atas
volume darah orang yang tidak hamil. Volume plasma meningkat sebanyak 40-
45% (1000mL). Massa sel darah merah meningkat sebanyak 30-35% (kira-kira
300mg) sebagai hasil dari peningkatan produksi eritropoietin. Level eritropoietin
meningkat selama kehamilan, mencapai kira-kira 150% dari level pra-kehamilan.
Peningkatan ini bersifat stabil. Peningkatan volume plasma yang lebih besar
daripada peningkatan massa sel darah merah mengakibatkan penurunan yang kecil
dari hematokrit, dengan hemodilusi puncak terjadi di umur kehamilan 24-26
minggu. Hal ini disebut sebagai anemia dalam kehamilan yang fisiologik.(5, 6)
Dalam kehamilan, terdapat peningkatan kebutuhan dari 1000 mg zat besi
yang ekuivalen dengan 60 mg besi elemental atau 300 mg ferrous sulphate per
hari. Saat kapasitas pengikatan transferrin dan zat besi meningkat, kadar serum zat
besi menurun. Sehingga perempuan yang hamil dengan keadaan defisit zat besi
tidak akan dapat memenuhi kebutuhan kehamilan dengan makanan biasa saja, dan
4
memerlukan suplementasi. Dibutuhkan waktu kira-kira 2-3 minggu setelah
persalinan supaya perubahan hematologik ini kembali ke status pra-kehamilan.(5)
IV. Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
Anemia defisiensi besi
Anemia karena kehilangan darah secara akut
Anemia karena inflamasi atau keganasan
Anemia megaloblastik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik (9)
2) Herediter
Thalasemia
Hemoglobinopati lain
Hemoglobinopati sickle cell
Anemia hemolitik herediter (9)
Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik,
peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), dan kehilangan darah yaitu
hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia
hemopoetik karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat
(anemia megaloblastik), dan protein.
Beberapa faktor yang dibutuhkan untuk eritropoesis adalah protein
(eritropoetin), mineral (zat besi), unsur-unsur (zink, kobalt, dan tembaga), vitamin
(khususnya asam folat, vitamin B12 [cyanocobalamin], vitamin C, pyridoxine, dan
riboflavin) dan hormon (androgen dan throxine).(2, 5)
Sebagai tambahan, selain defisiensi zat-zat yang sering terjadi seperti zat
besi dan asam folat, terdapat hasil yang menyatakan bahwa vitamin A (penting
dalam pertumbuhan sel) dan Zink (penting dalam sintesa protein dan metabolisme
asam nukleat) terlibat dalam terjadinya anemia nutrisional.(5)
5
Kehamilan memerlukan asupan zat besi sebesar 2,5 mg/hari, dengan
kemungkinan mencapai 3,0-7,5 mg/hari di trimester ketiga. Maka dari itu,
defisiensi zat besi sangat sering menjadi penyebab dari anemia dalam kehamilan
di seluruh dunia. Kebutuhan asam folat selama kehamilan adalah sekitar 400
µg/hari, defisiensi asam folat biasa terjadi jika ibu jarang mengonsumsi makanan
yang kaya dengan asam folat seperti brokoli dan kacang hijau. Defisiensi asam
folat lebih sering terjadi pada kehamilan multipel dan ibu-ibu muda. Tubuh
menyimpan sekitar 3 mg vitamin B12, dengan kebutuhan asupan B12 sehari-hari
adalah sebesar 3µg. satu-satunya sumber vitamin B12 adalah dari daging hewan,
sehingga vegetarian dan vegan memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami
anemia akibat defisiensi B12.(7, 8)
V. Gejala Klinis
Tanda dan gejala dari anemia pada awalnya tidak spesifik, dan ibu yang
menderita anemia rentan terkena penyakit infeksi, pertumbuhan janin terhambat,
prematuritas dan berat badan bayi lahir rendah. Tanda dan gejala anemia pada ibu
hamil dibagi atas tiga sesuai dengan derajat beratnya, yaitu :(4, 7)
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu dan sesak.
6
Gambar 1. Etiologi Anemia(5)
b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis,
emesis atau diare.
c) Anemia berat: adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika,
gastritis, thermogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali
dan splenomegali bisa membawa seorang dokter untuk
mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.
Gambar 2. Kekurangan asam folat, protein dan zat besi dapat menyebabkan
kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya anemia. (5)
VI. Diagnosis Anemia dalam Kehamilan
Untuk diagnosis anemia dalam kehamilan, dapat diperoleh melalui
anamnesis, dimana akan diperoleh keluhan berupa rasa lelah, letih, lesu,
kehilangan nafsu makan. Untuk anemia yang lebih berat, diperoleh keluhan
berupa jantung berdebar, sesak napas, dan rasa pening. Pada pemeriksaan fisik,
dapat ditemukan ekstremitas yang pucat, glossitis, stomatitis, edema, koilonikia,
jaundice pada anemia hemolitik dan anemia megaloblastik, pigmentasi melanin di
anemia defisiensi B12, hepatosplenomegali yang mungkin muncul di gangguan
hemolitik kronik. Anemia yang muncul dengan adanya demam dan memar yang
tiba-tiba mungkin disebabkan oleh kegagalan fungsi sumsum tulang. Murmur
7
sistolik halus juga dapat ditemukan di area mitral yang disebabkan oleh sirkulasi
yang hiperdinamik (kompensata).(1, 4, 7, 9)
Estimasi hemoglobin melalui pemeriksaan laboratorium merupakan
metode yang paling praktis dan akurat untuk mendiagnosis anemia pada ibu
hamil. Metode estimasi Hb Taliquist merupakan metode yang sederhana dan
mudah dilakukan, namun tidak terlalu akurat. Metode Sahli adalah metode yang
cukup akurat jika dikerjakan oleh tenaga yang ahli, dan sering digunakan, namun
metode yang paling akurat adalah metode cyanomethemoglobin. Hitung darah
lengkap dibutuhkan untuk pemeriksaan dan memasukkan kadar hemoglobin,
hematokrit/packed cell volume (PCV), mean corpuscular haemoglobin (MCH)
dan mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC). Indikator-indikator
ini dapat mengklasifikasikan anemia ke anemia mikrositik (MCV < 80 fl),
makrositik (MCV > 100 fl) dan normositik (MCV 80-100 fl) atau hipokromik dan
normokromik (MCH dan MCHC). Apusan sel darah tepi dan hitung retikulosit
juga diharuskan. Apusan sel darah tepi memberikan informasi mengenai
morfologi sel darah merah, variasi ukuran dan bentuknya. Hitung retikulosit
memberi informasi mengenai respon sumsum tulang. Saat angka hitung retikulosit
kurang dari 2-3 kali nilai normal mengindikasikan respon sumsum tulang yang
tidak adekuat. Pemeriksaan tinja juga dapat dilakukan jika dicurigai adanya
infeksi parasit pada pasien. Di daerah endemis malaria, dapat juga dilakukan
skrining untuk menyingkirkan penyebab dari malaria.(5, 7, 10)
Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 – 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 – 10 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr%
Untuk membedakan anemia akibat defisiensi besi dan thalasemia, maka
dapat dinilai dari pemeriksaan darah seperti berikut :
Tabel 1. Hasil laboratorium anemia defisiensi besi dan thalassemia. (5)
8
Karakteristik Perhitungan Nilai normal Defisiensi Besi Thalassemia
MCV (fl) PCV/RBC 75-96 Menurun sangat
menurun
MCH (pg) Hb/RBC 27-33 Menurun sangat
menurun
MCHC (g/dL) Hb/PCV 32-35 Menurun Normal atau
menurun
Hb(%) HbF/HbA x
100
<2% Normal Meningkat
HbA2(%) HbA2 x 100 2-3% Normal atau
menurun
Meningkat
FEB
(microgram/dL
)
<35 >50 Normal
*MCV adalah yang paling pertama menurun dan merupakan indikator paling
sensitif untuk defisiensi besi
*MCHC menurun di tingkatan yang lebih berat pada defisiensi besi
Kadar serum feritin di bawah 12 µg/L dianggap sebagai indikasi terjadinya
defisiensi besi. Indikator ini stabil, tidak dipengaruhi oleh adanya asupan zat besi
sebelumnya, mencerminkan simpanan zat besi secara akurat, dan merupakan tes
laboratorium yang pertama kali berubah di defisiensi zat besi. Kadar serum zat
besi berkisar antara 60-120 mg/dL sedangkan TIBC sekitar 300-350 mg/dL,
(meningkat hingga 300-400 mg/dL saat hamil). Kadar serum zat besi kurang dari
60 mg/dL, TIBC lebih dari 350 mg/dL dan saturasi transfer yang kurang dari 15%
mengindikasikan defisiensi besi selama kehamilan.(5)
9
Tabel 2. Kategori anemia menggunakan estimasi hemoglobin dan feritin. (5)
Kategori Serum feritin
(µg/L)
Haemoglobin
(g/dL)
Diagnosis
Kategori I >12 >11 Normal
Kategori II <12 >11 Deplesi
penyimpanan zat
besi
Kategori III <12 <11 Anemia defisiensi
besi
Kategori IV >12 <11 Anemia kausa lain
Gambar 3. Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium. (8)
10
VII. Pembagian Anemia dalam Kehamilan
Berbagai macam anemia dalam kehamilan telah dikemukakan oleh
berbagai penulis. Penyebab anemia tersering adalah anemia akibat defisiensi
nutrisi. Defisiensi nutrisinya bisa bersifat tunggal atau multipel dengan
manifestasi klinik berupa infeksi, dan gizi buruk. Penyebab anemia akibat
defisiensi nutrisi ini meliputi asupan nutrisi yang tidak cukup, absorpsi yang tidak
adekuat, kebutuhan pasien yang berlebihan, bertambahnya zat gizi yang hilang
dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoetik. Sebagian besar penyebab anemia
defisiensi nutrisi di Indonesia adalah akibat defisiensi zat besi dan defisiensi
vitamin B12.
A. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah masalah kesehatan global dengan prevalensi
yang sangat tinggi pada wanita di negara-negara berkembang. Sekitar 1000
mg zat besi dibutuhkan selama kehamilan. 500-600 mg untuk pembentukan
sel darah merah, 300 mg untuk fetus dan plasenta dan sisanya untuk
pertumbuhan uterus. Sebagai akibat dari amenorrhea, terdapat simpanan zat
besi sebesar 150 mg hingga kemudian, sekitar 850 mg zat besi tambahan
dibutuhkan selama kehamilan.(5, 11)
Saluran pencernaan meningkatkan absorpsi zat besi jika simpanan zat besi
tubuh sedikit, dan kemudian menurunkan absorpsinya ketika simapanan zat
besi cukup. Kebutuhan untuk penyerapan zat besi berkisar dari 0,8 mg/hari di
trimester pertama hingga 7,5 mg/hari di trimester kedua, sehingga rata-ratanya
sekitar 4,4 mg/hari selama kehamilan. Kebutuhan zat besi meningkat dengan
pesat di trimester kedua dan ketiga karena pertumbuhan janin.(7, 9)
Makanan saja tidak dapat memberikan zat besi ekstra yang dibutuhkan
selama kehamilan. Namun jika simpanan zat besi mengalami defisiensi dan,
maka terjadi anemia defisiensi besi. Resiko ini akan semakin besar di
kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu
yang singkat dan vegetarian.(1, 2, 4)
Berbagai faktor yang dibutuhkan dalam eritropoesis adalah protein
(eritropoetin), mineral (zat besi), zink, kobalt, dan tembaga, vitamin
11
(khususnya asam folat, vitamin B12, vitamin C, pyridoxine, dan riboflavin) dan
hormon (androgen dan tiroksin). Anemia defisiensi besi adalah anemia yang
paling sering terjadi dalam kehamilan. Keadaan nutrisi zat besi tergantung
pada keseimbangan zat besi yang lama dan didukung oleh penyerapan jumlah
zat besi yang adekuat di makanan atau melalui suplementasi zat besi.
Keseimbangan ini dipengaruhi oleh hilangnya zat besi melalui eksresi usus,
deskuamasi epitel kulit, menstruasi dan laktasi. Absorpsi zat besi biasanya
tidak dipengaruhi oleh inhibitor.(5)
Pencegahan anemia defisiensi besi dalam kehamilan harus dimulai bahkan
sebelum hamil, karena kebanyakan wanita memulai kehamilan dengan adanya
anemia atau karena simpanan zat besi yang kurang. Pemberian suplementasi
zat besi dalam 30 dosis yang diberikan setiap minggu selama 7 bulan sama
efektifnya dengan pemberian 90 dosis yang dikonsumsi per hari dalam waktu
3 bulan. Karena itu, wanita dalam usia yang produktif seharusnya
mendapatkan 60 mg zat besi per hari dalam jangka waktu 2-4 bulan. Sebagai
tambahan, pemberian folat secara bersamaan akan mencegah defek dari neural
tube di neonatus.(4, 5)
Di negara berkembang, pasien dengan anemia derajat sedang dan berat
pada kehamilan tua sering didapatkan. Pasien ini kurang atau tidak
mendapatkan asuhan antenatal dan tidak mendapatkan suplementasi zat besi
dalam kehamilan. Jika seorang ibu datang di awal trimester tiga, pemberian
zat besi oral dimulai.(5)
Penanganan dan pencegahan untuk anemia defisiensi besi dapat dimulai
dari suplemen gizi ibu hamil. Jumlah absorpsi zat besi ibu hamil tergantung
dari jumlah zat besi yang terdapat dalam makanan, bioavailabilitasnya dan
kebutuhan fisiologis ibu. Sumber utama untuk zat besi hem adalah
hemoglobin dan myoglobin dari daging merah, ikan dan unggas. Besi hem
diabsorpsi 2-3 kali lebih cepat daripada besi non-hem. Daging juga
mengandung komponen organik yang membantu absorpsi besi dari sumber
besi non-hem lainnya. Namun sekitar 95% dari sumber zat besi merupakan
sumber besi non-hem. Vitamin C secara signifikan meningkatkan absorpsi zat
besi dari sumber non-hem. Efek ini meningkat sesuai dengan kuantitas
12
vitamin C di dalam makanan. Tanin di teh dan kopi menghambat absorpsi zat
besi ketika dikonsumsi bersama dengan makanan atau tidak lama sesudahnya.(5, 10)
Anemia ringan dan sedang pada kehamilan yang disebabkan oleh
defisiensi zat besi harus dinilai secara hati-hati untuk mencari penyebabnya
dan diberikan terapi zat besi disamping pemberian terapi terhadap etiologinya.
Pemberian zat besi oral lebih dipilih dibanding parenteral. Pemberian Ferrous
Sulfat (200 mg per tablet mengandung 67 mg besi elemental) adalah obat
paling murah dan paling mudah diserap. Ferrous glutamat (300 mg per tablet
mengandung 37 mg besi elemental) dan fumarat juga dapat digunakan ketika
besi sulfat tidak dapat ditoleransi. Dosis optimal adalah sebesar 120-200 mg
besi elemental per hari dalam dosis terbagi. Pemberian zat besi oral sekurang-
kurangnya selama 6 bulan. Efek sampingnya adalah berupa gejala
gastrointestinal seperti diare, mual, konstipasi dan nyeri perut.(4, 6, 7)
Disesuaikan dengan panduan NICE untuk asuhan rutin antenatal, semua
wanita harus diperiksa darah lengkap saat pemeriksaan dan saat umur
kehamilan 28 minggu (NICE, 2008). Wanita dengan Hb < 11 g/dL hingga
umur kehamilan 12 minggu atau < 10,5 g/dL di atas 12 minggu harus
diberikan terapi pengganti zat besi. Dengan kemungkinan adanya penyakit
hemoglobinopati, serum feritin juga harus diperiksa dan pasien disarankan
untuk diberikan terapi pengganti zat besi jika feritin < 30 µg/L.(10)
Jika kadar feritin < 30 µg/L, 65 mg besi elemental harus diberikan 1 kali
sehari. Feritin kemudian harus diperiksa 8 minggu setelah pemberian terapi.
Pemeriksaan Hb ulang harus dilakukan dua minggu setelah pemberian terapi
untuk menilai respon terhadap terapi. Pemeriksaan ulang setelahnya
tergantung dari derajat anemia dan periode gestasi pasien. Ketika Hb sudah
berada dalam batas normal, terapi harus dilanjutkan hingga 3 bulan berikutnya
dan minimal hingga 6 bulan post partum untuk mengisi kembali simpanan zat
besi tubuh.(10)
Intoleransi terhadap sediaan zat besi oral dapat membatasi efektivitas
terapi. Sediaan oral dapat menyebabkan iritasi gaster dan hingga 1/3 dari
seluruh pasien dapat mengalami efek samping, termasuk mual dan rasa tidak
13
nyaman di epigastrium. Titrasi dosis hingga efek samping tidak terasa dapat
dilakukan atau preparat alternatif yang lain juga dapat diberikan.(7)
Zat besi parenteral diindikasikan jika ada efek samping yang tidak bisa
ditoleransi atau malabsorpsi dari zat besi oral. Dalam keadaan tersebut, zat
besi parenteral seperti zat besi dextran atau sorbitol dapat diberikan melalui
jalur intravena atau intramuskular. Respon hematologik dari pemberian
parenteral tidak secepat dosis yang adekuat dari pemberian oral, namun
penyimpanan besi di tubuh kembali dengan lebih cepat.(5, 7, 12)
Dosis total infus intravena besi dari besi dextran (50 mg zat besi per mL)
dalam kehamilan adalah sebagai berikut :(7)
Dosis (mL) = 0,0442 (Hb yang diinginkan – Hb observasi) x Lean body
weight (45,5 kg + 2,3 kg untuk tiap inci tinggi pasien di atas 5 kaki) + (0,26 x
LBW) + 1 gr
Dosis dari besi dextran ditambahkan ke 500 mL cairan infus dan
dihabiskan dalam waktu 4 jam. Harus berhati-hati dalam memberikan zat besi
parenteral karena dapat menyebabkan reaksi anafilaktik yang mana dapat
terjadi dalam 30 menit setelah pemberian infus.(5)
Pemberian zat besi intramuskular bisa diberikan dengan sorbitol besi
(Jectofer)(50 mg/mL). injeksi diberikan secara intramuskular di otot gluteus.
Efek sampingnya berupa rasa nyeri dan tertusuk di lokasi injeksi, myalgia,
athralgia dan abses di lokasi injeksi.(5, 7)
Untuk anemia yang berat dan sangat berat, pasien harus segera dirawat dan
diberi manajemen terapi gagal jantung dan transfusi sel darah merah. Saat
keadaan gawat sudah berlalu, maka pemberian zat besi sesuai dengan
pemberian di anemia ringan dan sedang.(7)
B. Anemia Megaloblastik
Kejadian yang rendah dari anemia megaloblastik selama kehamilan
dikarenakan banyaknya kadar asam folat dan vitamin B12 di makanan
14
vegetarian maupun non vegetarian. Di negara-negara berkembang, anemia ini
terjadi di sekitar 25% wanita hamil.(5)
Di anemia megaloblastik, replikasi DNA terganggu. Terdapat gangguan
pada maturasi sel darah merah dengan produksi prekursor abnormal yang
diketahui sebagai megaloblast yang mana disebabkan defisiensi folat atau
vitamin B12.(5)
Biasanya memiliki onset yang tersembunyi dengan tanda dan gejala yang
seiring meningkat sesuai dengan gejala anemia pada umumnya seperti rasa
lemah, mudah lelah, letih, dan lain-lain. Gejala saluran cerna seperti anoreksia,
mual, muntah, diare, dan glossitis lebih sering terjadi. Hiperpigmentasi kulit
dan mukosa mulut, pembesaran hepar dan lien, petechie karena
trombositopeni mungkin terjadi dan dalam kasus ini, leukemia dan anemia
aplastik harus disingkirkan terlebih dahulu. Perubahan pada kuku (koilonikia)
tidak terjadi pada anemia megaloblastik.(5, 7)
Penyebab anemia megaloblastik paling sering karena defisiensi folat.
Gejala hematologik lebih ditandai pada anemia ini. Jika kadar hemoglobin
post partum menurun dengan cepat dan tidak ada riwayat perdarahan, maka
pertama kali dicurigai defisiensi asam folat. Untuk menentukan diagnosis
dengan pasti, dilakukan pemeriksaan sumsum tulang dan penemuan eritroblast
berukuran besar dan metamyelosit raksasa dengan bentuk abnormal.(7, 11)
Defisiensi vitamin B12 memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menjadi
anemia dan defisiensinya dapat menyebabkan kemandulan, sehingga anemia
megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 sangat jarang dalam kehamilan.
Gejala neurologik lebih sering terlihat dan jika ada penyakit autoimun
bersamaan dengan anemia, maka kecurigaan terhadap anemia megaloblastik
akibat defisiensi B12 semakin besar.(5)
Kriteria untuk anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :(5)
Sedikitnya dua dari kriteria tersebut harus ada
a. Lebih dari 4% neutrofil polimorfik memiliki 5 lobus atau lebih
b. Makrosit orthokromatik harus ada dengan diameter > 12 mm
c. Terdapat badan Howell Jolly
d. Sel darah merah berinti
15
e. Makro polisit mungkin ada
C. Anemia defisiensi Asam Folat
Folat dibutuhkan dalam sintesis DNA sehingga kebutuhannya meningkat
hingga 10 kali lipat dalam kehamilan. Defisiensi folat dapat terjadi dengan
cepat karena cadangan simpanan dalam tubuh yang sedikit. Anemia karena
defisiensi folat lebih sering terjadi di kehamilan yang lebih tua karena
pertumbuhan janin yang cepat, dan terjadi utamanya karena penurunan asupan
folat atau absorpsi yang jelek. Jumlah asupan yang dianjurkan selama
kehamilan adalah 600 µg/hari. Daging hewan bukan merupakan sumber yang
baik untuk folat, namun folat dapat ditemukan di sayur-sayuran hijau, jus
jeruk dan kacang-kacangan. Wanita yang memiliki resiko defisiensi folat
(kehamilan multipel, anemia hemolitik) harus diberikan asam folat 5 mg
selama kehamilan hingga 4 minggu masa nifas.(5, 8)
D. Anemia Defisiensi vitamin B12
Defisiensi vitamin B12 jarang ditemukan selama kehamilan karena
seringkali dikaitkan dengan kemandulan. Karena vitamin ini dibutuhkan
dalam sintesis DNA baru sehingga dibutuhkan jumlahnya hingga 10 kali lipat
dalam kehamilan. Pada umumnya, vitamin ini hanya ditemukan di makanan
dari sumber hewani, sehingga defisiensi cenderung terjadi pada wanita
vegetarian. Wanita tersebut disarankan untuk mengonsumsi suplemen vitamin
selama kehamilan. Jika defisiensi ini tidak diatasi, maka dapat terjadi kelainan
neurologik pada bayi yang menyusui.(5, 7)
Pada pemeriksaan laboratorium di defisiensi B12, kadar vitamin B12 < 90
µg/L. Serum asam methyl malonic meningkat, dan serum homosistein juga
meningkat. Tes supresi deoxyuridine dapat dilakukan untuk membedakan
defisiensi folat dan defisiensi vitamin B12.(8)
Penanganan :
1. Wanita vegetarian harus memeriksakan kadar vitamin B12 di awal-awal
kehamilan
16
2. Wanita vegetarian disarankan untuk mengonsumsi suplemen vitamin
B12 selama kehamilan dan laktasi. Masalah malabsorpsi juga dapat
mengakibatkan defisiensi vitamin B12.
3. Terapi untuk defisiensi vitamin B12 adalah melalui injeksi Cobalamin
intramuskular 1000 µg tiap hari selama 1 minggu dan dilanjutkan
dengan injeksi Cobalamin 1000 µg setiap bulan. Di pasien vegan ketat,
disarankan untuk diberikan injeksi Cobalamin 1000 µg setiap 3 bulan.
4. Pemeriksaan neonatus harus dilakukan sebelum pemulangan pasien
yang terdiagnosa dengan defisiensi vitamin B12 dalam kehamilan.
5.
VIII. Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh yang kurang baik bagi ibu,
baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya.
Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti :(1, 4, 5, 7, 8)
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematurus
c) Gangguan pertumbuhan janin dalam rahim
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mola hidatidosa
f) Mudah terjadi infeksi
g) Hiperemesis gravidarum
h) Perdarahan sebelum persalinan
i) Ketuban pecah dini
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta.
3) Pengaruh Anemia pada Saat Nifas
a) Terjadi sub involusi uteri menimbulkan pendarahan post partum
17
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi sampai kematian perinatal
f) Inteligensi rendah
IX. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu
dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak
atau komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia
defisiensi besi tidak menunjukkan hemoglobin (Hb) yang rendah, namun
cadangan zat besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak
sebagai anemia infantum
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsia atau eklampsia. Pengobatan
dengan asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa
nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan, maka anemianya akan
sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya
anak kebutuhan asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam
kehamilan yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk. Angka kematian
bagi ibu mendekati 50% dan bagi janin 90%.
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. ANAMNESIS
Tanggal 29 September 2015 jam 18.45 WIB
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. R
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan Pabrik Kertas
Agama : Islam
Alamat : ?
Status Perkawinan : Kawin 1 kali dengan suami sekarang 18 tahun
HPHT : 1 Februari 2015
Taksiran Partus : 8 November 2015
UK : 33-34 minggu
No.CM : ?
Berat badan : 59 Kg
Tinggi Badan : 156 cm
2. Keluhan Utama
Keluar cairan dari vagina.
19
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa hamil 8 bulan dan datang dengan keluhan keluar
cairan dari vagina sejak 4 jam SMRS. Awalnya cairan berwarna putih
kental lalu berwarna bening dan cairan merembes terus menerus. Cairan
tidak disertai darah (-), bau (-). Pasien juga mengeluh perutnya terasa
kenceng-kenceng sebelum datang kerumah sakit. Kenceng-kenceng
dirasakan tidak terlalu kuat dan hilang timbul. Pasien belum merasa ingin
mengejan dan masih merasakan bayi sering bergerak. Pasien tidak
mengeluh demam (-). Pasien sering mengeluh badannya lemas dan
terkadang sering pingsan. Pingsan sekitar 3x selama hamil. Pasien
mengkonsumsi tablet besi dari puskesmas selama kehamilan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : +
Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan : Disangkal
6. Riwayat Sosial
Pasien ibu dengan 5 orang anak dan bekerja sebagai karyawan pabrik.
Pasien bekerja selama 10 jam sehari dan terkadang lembur di masa hamil.
Pasien mengaku bila makan hanya sedikit sekitar 5 sendok setiap kali
makan.
7. Riwayat Obstetri
1. Laki-laki/3000 gr/dokter/aterm/pervaginam dengan vakum/17 tahun
2. Perempuan/2500 gr/dukun/aterm/pervaginam/13 tahun
3. Laki-laki/3000 gr/bidan/aterm/pervaginam/10 tahun
20
4. Laki-laki/3000 gr/bidan/aterm/pervaginam/8 tahun
5. Laki-laki/3150 gr/dokter/aterm/pervaginam dengan vakum/2 tahun
6. Hamil ini
8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
2x ke puskesmas
9. Riwayat Haid
- Menarche : 12 tahun
- Lama menstruasi : 2 bulan
- Siklus menstruasi : tidak teratur
10. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali dengan suami sekarang 18 tahun
11. Riwayat Keluarga Berencana
Pernah menggunakan KB suntik dan pil
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
Keadaan Umum : lemah, compos mentis
Tanda Vital :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x / menit
Respiratory Rate : 18 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Mata : Conjuctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, pharynx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax : Glandula mammae dalam batas normal, areola mammae
hiperpigmentasi (+)
21
Cor :
Inspeksi : IC tidak tampak
Palpasi : IC tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah kasar (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Palpasi : Perut gravid, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien
tidak membesar
Perkusi : Timpani pada bawah processus xyphoideus, redup pada
daerah uterus
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-), pucat (+)
Genital : Lendir darah (-), air ketuban (+) jernih
2. Status Obstetri
Pemeriksaan Leopold
22
I : TFU 26 cm, teraba bagian lunak kesan bokong janin
II : teraba bagian keras, rata, memanjang di sebelah kanan,
kesan punggung, DJJ 140x/menit
III : teraba bagian keras dan bulat, kesan kepala janin
IV : bagian terendah janin belum masuk panggul, 5/5
Genital : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir darah (-), air
ketuban (+)
Ekstremitas : Oedema
- -
- -
Akral dingin
- -
- -
Pemeriksaan Dalam :
VT : vulva / uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
lunak, mendatar, 1 cm, eff 25%, kulit ketuban (-), penunjuk
belum dapat dinilai, presentasi kepala, air ketuban (+)
Lakmus (+)
UPD : promontorium tidak teraba
linea terminalis teraba < 1/3 bagian kesan panggul
23
spina ischiadica tidak menonjol ginekoid
arcus pubis > 90o normal
kelengkungan os sacrum cukup
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Planning diagnosa dengan DL, Pemeriksaan Hapusan Darah Tepi dan USG
1. Laboratorium darah tanggal 29 September 2015 (Pre OP) :
Hemoglobin : 8,9 gr/dl
Hematokrit : 27,8 %
Leukosit : 9590/mm3
HBsAg : negatif (-)
GDS : 84 mg/dL
Ureum : 12 mg/dL
Creatinin : 0,4 mg/dL
Na+ : 138 mmol/L
K+ : 4,0 mmol/L
Ion klorida : 109 mmol/L
PT : 12,8 detik
APTT : 31,4 detik
2. Ultrasonografi (USG) tanggal 19 Juni 2011:
Tampak janin tunggal, intrauterin, memanjang, punggung di kanan,
presentasi kepala, DJJ (+) 132x/menit.
Plasenta insersi di corpus kiri grade II. Air ketuban kesan sangat sedikit.
Tidak tampak jelas kelainan kongenital mayor.
24
Kesan : Oligohidramnion
D. KESIMPULAN
Seorang G1P0A0, 21 tahun, UK 41+1 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat
obstetri belum dapat dinilai, teraba janin tunggal, intrauterin, letak
memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala, kepala masuk panggul <
1/3 bagian. TBJ 2705 gr, DJJ (+) irreguler, his (+) sedang. VT: 2 cm, eff
30%, kulit ketuban (-), penunjuk belum dapat dinilai, presentasi kepala,
kepala turun di Hodge II, air ketuban (+) hijau keruh berbau, sarung tangan
lendir darah (+).
E. DIAGNOSA AWAL
Fetal distress, KPD 1 hari infected pada primigravida hamil postdate dalam
persalinan kala I fase laten persalinan berlangsung 2 jam.
F. PROGNOSA
Jelek
G. TERAPI
- Usul SCTP-em
- Cek laboratorium darah lengkap, urin rutin (cito)
- Inj. ceftriaxon 1 gr/12 jam (skin test)
- KIE
- Resusitasi intrauterin
- IVFD D 5% 30 tpm
- O2 3 lpm
- Posisi ibu miring kiri
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Alem M, Enawgaw B, Gelaw A, Kena T, Seid M, Olkeba Y. Prevalence of anemia and associated risk factors among pregnant women attending antenatal care in Azezo Health Center Gondar town, Northwest Ethiopia. J Interdiscipl Histopathol. 2013;1:137-44.
2. Noronha JA, khasawneh EA, Seshan V, Ramasubramaniam S, Raman S. Anemia in Pregnancy-Consequences and Challenges: A Review of Literature. JAYPEE. 2012;4:64-70.
3. Wuryanti A. Hubungan Anemia Dalam kehamilan Dengan Perdarahan Postpartum Karena Atonia uteri Di RSUD Wonogiri. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010.
4. Kalaivani K. Prevalence & consequences of anaemia in pregnancy. Indian J Med Res. 2009;130:627-33.
5. J.B.Sharma, Shankar M. Anemia in Pregnancy. JIMSA. 2010;23:8.6. L R, GML G, LG C. Treatments for iron-deficiency anaemia in pregnancy.
2007(2):116.7. Oliver E, Olufunto K. Management of Anaemia in Pregnancy. 2012. In:
Anemia [Internet]. InTech; [15]. Available from: http://www.intechopen.com/books/anemia/management-of-anaemia-in-pregnancy.
8. Hospital KEM. Complications In Pregnancy. Obstetric And Midwifery. Perth: King Edward Memorial Hospital; 2013. p. 9.
9. Clark P, Thomson AJ, Greer IA. Haematological Problems in Pregnancy. 2012. In: Dewhurst's Textbook of Obstetrics & Gynaecology [Internet]. Chichester: John Wiley and Sons. 8. [151-72].
10. Pavord S, Myers B, Robinson S, Allard S, Strong J, Oppenheimer C. UK guidelines on the management of iron deficiency in pregnancy. London: BCSH; 2011.
11. Cunningham FG, Leveno KJ, aBloom SL, Spong CY, Dashe HS, Hoffman BL, et al. Prenatal Care. 2014. In: Williams Obstetrics [Internet]. New York: McGraw Hill Education. 24. [167-81].
12. O E, IZ I, A I, FP U. Iron Deficiency Anaemia Among Antenatal Women In Sokoto, Nigeria. bjmhs. 2013;1:47-57.
26
top related