refer atx

Post on 10-Apr-2016

213 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

x

TRANSCRIPT

Referat Demam Tifoid

Demam tifoid pny. Infeksi sistemik yg dsbbkan oleh s. typhi yg berkembang di daerah tropis & subtropis

WHO, jumlah kasus demam tifoid 16-33 jt dgn 500-600 rb kematian setiap tahunnya.

Hampir di semua daerah endemik, insiden demam tifoid banyak tjd pd usia 5-19 th

Peny. Ini dtandai oleh panas

berkepanjangan dtopang dgn bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial / endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit multinuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan payer’s patch

etiologiDemam paratifoid & demam

enteric

epidemiologiDiperkirakan angka kejadian

150/100.000/ tahun di amerika selatan

Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan dari Amerika

Selatan.

900/100.000/ tahun di Asia

Manusia(natural

reservoir)

Saluran nafas, urn, dan tinja

sekresi

Penularannya :- Oro-fekal

- transplasental

etiologiBakteri gram negatif yg

mempunyai flagella, tdk berkapsul, tdk membentuk

spora, fakultatif anaerob.Memp. Antigen somatik (O) yg terdiri dari

oligosakaridaflagellar antigen (H)yg terdiri dari

protein dan envelopeAntigen (K) yg terdiri dari

polisakarida

patogenesisMelibatkan 4 proses kompleks 1) penempelan dan invasi sel-sel M Payer’s patch

2) bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag payer’s patch, nodus limfatikus mesentrikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal

Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh

Peran EndotoksinRespon Imunologik

Peran endotoksinDiduga endotoksin dari

salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesentrika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain.

Respon imunPada demam tifoid terjadi

respons imun humoral maupun selular baik di tingkat lokal (gostrointestinal) maupun sistemik

Manifestasi Klinis

Pada anak periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari.

demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya.

gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apatis sampai koma.

Gejala sistemikNyeri kepala, malaise, anoreksia,

nausea, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan

Gejala GIT : diare, obstipasi, atau obstipasi kemudian disusul episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi an ujungnya kemerahan

Rose spotBradikardi relatif

komplikasiPerforasi peritonitisgangguan kesadaran,

disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan koma

Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan ST-T pada EKG, syok kardiogenik

Kolesistisis akut dan kronikSistitis, pielonefritis

Gambaran darah tepiAnemia normokromi normositik

terjadi sebagai akibat perdarahn usus atau supresi sumsum tulang. Jumlah leukosit rendah, namun jarang dibawah 3000 /ɲl3. Apabila terjadi abses piogenik maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000 – 25.000/ɲl3. Trombositopenia sering dijumpai, kadang-kadang berlangsung beberapa minggu.

diagnosisDiagnosis pasti ditegakkan melalui

isolasi S.typi dari darahBiakan yang dilakukan pada urin dan

feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil

Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus.

biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum

Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O), flagela (H) Di Indonesia angka pengambilan titer O aglutinin ≥1/40 dengan memakai uji Widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%

Diagnosis Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influensza, gastroentritis, bronkitis dan bronkopneumonia

Tata laksanaTirah baringIsolasi yg memadaiPemenuhan kebutuhan cairanNutrisi serta pemberian antibiotikRS- Pemenuhan KC- Antibiotik

1. klomramfenikoldosis diberikan100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun,

2. ampisilindosis : 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral 3. Kombinasi trimethoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ)dosis : 10 mg/kg/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis

Pemberian anlternatifseftriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari selama 10 hari jumlah leukosit <2000/ɲl3 atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi.

prognosisPrognosis pasien demam tifoid

tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan, kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi

Di Negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di Negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan

Di Negara berkembang, angka mortalitasnya >10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan

pencegahanMemperhatikan kualitas makanan

dan minumanImunisasi aktif menekan angka

kejadian Demam tifoid- vaksin demam tifoid

Vaksin yang berisi kuman salmonella typhi, S. paratyphi A. S. paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine)

DAFTAR PUSTAKA

Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III VC. Typhoid fever. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-14 Philadelphia : WB Saunders Co, 1992.h.731-34

Butler T.Typhoid fever. Dalam: Warren KS, Mahmoud AF (penyunting). Tropical and geographical medicine, edisi ke-2. New York: Mc Graw-Hill Information Services Co. 1990. h. 753-7.

Cleary TG, Salmonella species. Dalam: Long (Penyunting). Principles and practice of pediatric infectious disease, edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone, 2003.h.830-5

Hayani CH, Pickering LK. Salmonella infections. Dalam : Feign RD, Chery JD (Penyunting) Textbook od pediatric infectious disease, edisi ke-3, Tokyo: WB Saunders Co, 1992.h.620-33.

Hoffman SL. Typhoid fever. Dalam: Strickland GT Penyunting. Hunter’s tropical medicine, edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991. H.344-58

Terima kasih . . . . . . . . . . . . . !!

top related