pr lisa liem
Post on 22-Dec-2015
215 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Nama : Lisa Liem
NIM : 11-2013-092
1. Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala:
a. Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
b. Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL
c. Edema
d. Dapat disertai hiperkolesterolemia
Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2-4 kasus baru per 100.000 anak per tahun. Di negara berkembang insidensnya
lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.Perbandingan anak laki-
laki dan perempuan 2:1.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),purpura
Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan dibicarakan SN
idiopatik.
Definisi/batasan :
Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah:
1. Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
2. Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
3. Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun
pengamatan
4. Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun
5. Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau
dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2
kali berturut-turut
6. Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Gambaran klinik
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (International study of kidney
diseases in children), pada SNKM ditemukan 22% dengan hematuria
mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.
Pemeriksaan penunjang
pada urinalisi ditemukan proteinuria massif (≥2+), rasio albumin kreatinin urin
> 2 dan dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan
hipoalbuminemia (< 2,5 g/dL), hiperkolesterolemia (> 200 mg/dl) dan laju endap
darah yang meningkat. Kadar ureum dan kreatinin normal kecuali ada penurunan
fungsi ginjal .
Pengobatan :
Pengobatan dengan prednisone diberikan dosis awal 60mg/m2/hari atau 2
mg/kgBB/hari ( maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi 3, selama 4 minggu,
dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal ( 40 mg/m2/ hari, maksimum 60 mg/hari) dosis
tunggal pagi selang sehari ( dosis alternating) selama 4-8 minggu. Bila terjadi relaps,
maka diberikan prednisone 60 mg/m2/hari sampai terjadi remisi ( maksimal 4
minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal ( 40 mg/m2/hari) secara alternating selama 4
minggu. Pada SN resisten steroidatau toksik steroid, diberikan obat imunosupresan
lain seperti siklofosfamid peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal
dibawah pengawasan dokter nefrologi anak.
Suportif :
Bila ada edem anasarka diperlukan tirah baring . selain Pemberian kortikosteroid atau
imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian diet protein
normal ( 1,5-2 g/kgbb/hari), diet rendah garam (1,2 g/hari) dan diuretic. Diuretic furosemide
1-2 mg/kgbb/hari, bila diperlukan kombinasi dengan spironolakton ( antagonis aldesteron,
hemat kalium) 2-3 mg/kgbb/hari bila ada edem anasarka atau edem yang menganggu aktivits.
Jika ada hipertensi ditambahkan obat antihipertensi.Pemberian albumin 20-25% dosis 1
g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstitial dan diakhiri dengan
pemberian furosemide intravena 1-2 mg/kgbb dilakukan atas indikasiseperti edem refrakter,
syok atau kadar albumin ≤ 1 gram/dL. Terapi psikologi dapat diberikan kepada pasien dan
keluarg karena penyakit ini berulang atau merupakan penyakit kronik.
Dosis pemberian albumin :
Kadar albumin serum 1-2 g/dL ; diberikan 0,5 g/kgbb/hari ; kadar albumin< 1g /dL diberikan
1 g/kgbb/hari.
2. Asma bronkial
PENGERTIAN
Asma bronkial merupakan penyakit saluran pernapasan obstruktif yangditandai
inflamasi saluran dan spasme akut otot polos bronkiolus. Kondisi inimenyebabkan produksi
mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus
(Corwin, 2009).
Asma terjadi pada individu tertentu yang berespon secara agresif terhadap berbagai
jenis iritan di jalan napas. Faktor risiko untuk salah satu jenis gangguan hiper responsif ini
adalah riwayat asama atau alergi dalam keluarga, yangmengisyaratkan adanya kecenderungan
genetik. Pajanan yang berulang atau terus-menerus terhadap beberapa rangsangan iritan,
kemugkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat meningkatkan risiko penyakit ini.
Infeksi pernapasan atas berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat
terjadi akibat pajanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja (Corwin, 2009).
ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
Asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1). Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2). Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3). Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-
benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari pada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema/ chronic obbstructive pulmonary disease(COPD),
maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT (serum glutamic oxalacetic
transaminase) dan LDH (L-lactate Dehydrogenase).
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
3. tes fungsi paru yaitu spirometri untuk mengetahui obstruksi pada paru.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
DIAGNOSA ASMA BRONCHIAL
Diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala yang klasik seperti sesak
nafas, batuk dan mengi. Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergik seperti
rinitis alergik, dan keluarga yang menderita penyakit alergik, dapat memperkuat dugaan
penyakit asma. Penemuan pada pemerikasaan fisik penderita asma tergantung dari derajat
obstruksi jalan nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardi, pernapasan
cepat sampai sianosis, dari keluhan diatas dapat dijumpai pada penderita “ASMA
BRONCHIAL”.
TERAPI DAN TINDAKAN
Terapi
a. ASMA AKUT
1) Bila ada sesak berikan :
Aminofilin 200 mg 3 X 3-5 mg/kg BB, selama sesaknya masih ada.
2) Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping
minimal.
Salbutamol : 3 X 0,05-0,1 mg/kg BB
3) Bila ada batuk berikan ekspectoran,
Glicseril guaiakolat (GG) dosis : 3X sehari
4) Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika,
amoxilin 500 mg dengan dosis 3 X sehari
b. ASMA BERAT
Bila ada sesak yang berat
Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau Aminofilin bolus 5-
6 mg/kg BB IV pelan-pelan.
1) untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan. Dexametason 5 mg IV.
2) Bila ada respon berikan Oksigen : 2-4 lt/menit.
2. Status asmatikus
Definisi
Status asmaikus adalah serangan asma akut yang sangat parah, berkepanjangan, dan
tidak merespon terapi biasa secara memadai. Hal ini disebabkan oleh penyempitan
saluran napas akibat bronkospasme yang sedang berlangsung, edema, dan penyumbatan
lendir. Kondisi ini bisa diikuti hipoksia, sianosis, dan sinkop yang bisa berakhir fatal.
Gejala
A. Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa :
1. Bising mengik dan sesak napas
2. Frekuensi napas >2x/menit
3. Denyut nadi >110x/menit
4. Arus puncak ekspirasi (APE) , < 50%nilai prediksi atau nilai eriggi yang pernah
dicapai ≤ 120 liter/menit
5. Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi, pulsus paradoksus, >
10mmHg.
B.Serangan asma berat yang sudah mengancam jiwa :
1. Suara napas lemah (silent cest)
2. Sianosis
3. Bradikardi atau hipotensi
4. Kelelahan, bingung gelisah dan kesadaran menurun
5. APE < 33% dari nilai terbaik.
Penatalaksanaan
1. Oksigen
Selalu diberikan, baik dengan kanula hidung atau sungkup unuk mencegah dan mengatasi
hipoksemia.
2. Bronkodilator:
a. Inhalasi agonis β2 dosis tinggi
Diberikan salbutamol 2,5-5 mg atau terbutalin 2,5-5 mg secara nebulisasi, dapat diulang
setiap 20 menit dalam 1 jam.
b. Injeksi agonis β2 atau simpatomimetik lainnya, salbutamol, terbutalin atau orsiprenalin
dapat diberikan 0,5-1 ml subkutan diulang setelah 30 menit.
c. Aminofilin injeksi
Diberikan dengan dosis 5-6 mg/kg berat badan diencerkan dalam larutan deksrose 5% sama
banyak secara i.v 10-15 menit.
d. Antikolinergik
Ipraropin bromid, atau kombinasi agonis β2 melalui inhalasi dengan nebulasi.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid dosis tinggi. Steroid pilihan adalah yang bekerja cepat, hidrokortison 200mg
intravena atau metilprednison injeksi atau tablet 30-60 mg atau keduanya.
Setelah dilakukan pengobatan awal dengan bronkodilator dan steroid, terhadap
penderita dilakukan pemantauan mengenai klinis dan nilai APE setiap 15 menit, setelah 30
menit dilakukan evaluasi.
3. KID
Koagulasi intravascular difusa disebut juga konsumtif koagulopati fibrin merupakan
kelainan perdarahn, ditandai dengan aktivitas simultan system kougulasi dan
fibrinolysis. Deposit fibrin pada mikrovaskuler serta konsumsi trombosit dan
prokoagulan merupakan ciri khas KID. Manifestasi klinis antara lain adalah oozing
pada bekas tusukan jarum serta perdarahan mukosa, petekie dan ekimosis. Sebagai
penyakit yang mendasari sepsis merupakan penyebab tersering KID selain keganasan,
trauma, dan sindrom malignancy, dan kasabach-merritt. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan waktu waktu pembekuan yang memanjang, pemanjangan PT
dan aPTT, trombositopenia, serta peningkatan produk degradasi fibrin ( FDP) dan D-
dimer.
Prinsip terapi KID adalah mengatasi penyakit yang mendasarinya, koreksi syok,
asidosis dan hipoksia yang biasa menyertai KID untuk mengembalikan hemostatis
normal, mencegah kehilangan trombosit dan faktor pembekuan lebih lanjut, serta
mencegah komplikasi karena perdarahan.
Transfuse trombosit diberikan untuk mempertahankan jumlah trombosit lebih dari
50.000/mm3, bersama-sama dengan tranfusi fresh frozen plasma untuk
mempertahankan PT dan aPTT kurang dari 1,5 kali control normal dan kadar
fibrinogen diatas 1,5 g/liter/ transfuse packed red cel /washed red cel bila Hb < 8 g/dl.
Kriopresipitat ( 50-100 mg/kgbb pada hipofibrinogenemia berat ( fibrinogen <1 g/L)
satu kantong kripresipitat mengandung 200 mg fibrinogen. Pemberian antikougulan
masih menjadi perdebatan. Dosis pada anak belum disepakati, namun secara umum
para peneliti sepakat meberikan dosis rendah 5-10 U/kgbb/jam dan lebih disukai
penggunaan low molecular weight heparin.
top related