plasenta previa widya
Post on 28-Oct-2015
54 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian ibu akibat perdarahan antepartum di Indonesia masih tinggi yaitu
sebesar 430 per 100.000 kelahiran hidup. Rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan
dengan negara – negara ASEAN lainnya. Perdarahan sebelum, sewaktu dan sesudah bersalin
adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. 1
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan lanjut disebut perdarahan antepartum batas teoritis antara kehamilan muda dan
kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang
terjadi setelah kehamilan 28 minggu. 1
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption plasenta), atau perdarahan antepartum yang
belum jelas sumbernya, seperti insersio velamentosa, rupture sinusmarginalis dan plasenta
sirkumvalata. Sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta biasanya tidak
berbahaya mi sa lnya ke l a inan s e rv ik s dan vag ina ( e ro s i porsio uteri, polip
servisis uteri, varices vulva) dan trauma.2 Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan
kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta.Hal ini
disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta dapat mengganggu sirkulasi
O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin sehingga memerlukan penatalaksanaan gawat
darurat segera.3
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi
tidak jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus
telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta
tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks
tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.
Frekuensi perdarahan antepartum kira – kira 3% dari seluruh persalinan. Di RSCM
(1971 – 1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan. Perdarahan antepartum dapat
disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta. Yang paling banyak menurut data RSCM
1
Jakarta tahun 1971 – 1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat
sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan metode
pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakan plasenta previa.
Pada referat ini akan dibahas mengenai perdarahan antepartum yang bersumber pada
kelainan plasenta yaitu plasenta previa dan solusio plasenta.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 PLASENTA PREVIA
II.1.1 PENGERTIAN
Pla sen t a p r ev i a ada l ah p l a sen t a yang l e t aknya abno rma l ya i t u
pada s egmen bawah u t e ru s s eh ingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.3
Plasenta previa adalah plasenta yang ada di depan j a l an l ah i r ( p r ae = d i depan
; v i a s = j a l an ) . ( Menurut Prawiroharjo 1992)
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat
pembentukan segmen bawah rahim. (Menurut Cunningham 2006).4
Plasenta Previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat abnormal
yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan/ostium uteri internal (OUI). Pada plasenta previa, jaringan plasenta
tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari ostium internum servisis, tetapi terletak
sangat dekat atau pada ostium internum tersebut.5
II.1.2 KLASIFIKASI3
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu:
Plasenta previa totalis atau komplit
Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
Plasenta previa parsialis
Plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
Plasenta previa marginalis
Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum
Plasenta letak rendah
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi
bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. 3
3
Gambar 1Kiri: plasenta previa totalis
Tengah : plasenta previa parsialisKanan: plasenta previa marginalis
Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi
serviks saat dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk mencoba
memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium internum ketika
serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat.
Gambar 2. Lokasi plasenta previa
II.1.3 ETIOLOGI
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas
tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,kerokan, miomektomi dan
sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang
semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas
bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok
dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-
oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya
kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis
4
fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.3
II.1.4 TANDA DAN GEJALA
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali
terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada
setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada
plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan; perdarahan bisa
sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen
bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian,
perdarahan bisa berlangsung sampai pasca persalinan. Perdarahan bisa bertambah disebabkan
serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami
robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan
misalnya pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam
letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak
tegang.3
II.1.5 FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PRESIPITASI
Meleba rnya pe r t umbuhan p l a sen t a :
Kehamilan kembar (gemelli).
Tumbuh kembang plasenta tipis.
Kurang subu rnya endome t r i um :
Malnutrisi ibu hamil.
Melebarnya plasenta karena gamelli.
Bekas seksio sesarea.
Sering dijumpai pada grandemultipara.
T e r l a m b a t i m p l a n t a s i :
Endometrium fundus kurang subur
5
Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk
blastula yang siap untuk nidasi.
II.1.6 PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ke tiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena mulai terbetuknya segmen bawah rahim, dasar plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui dasar plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di
situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua dasar plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka, ada bagian dasar plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal
yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu, perdarahan pada plasenta previa bagaimanapun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimiliki sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu
tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu
akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab yang lain
(causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi
pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga – jaga mencegah syok
hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di
bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan
lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang
6
mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasentanya melekat lebih
kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan
plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli – buli dan ke rectum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam
kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna ( retensio placentae) atau setelah
uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.3
II.1.7 DIAGNOSA
a) ANAMNESA
Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III
Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya
SBR,terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal.
Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan
pembuluhdarah dan placenta.
b) I n s p e k s i
Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
c) P a l p a s i a b d o m e n
Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
Sering dijumpai kesalahan letak
Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih
goyang/floating.
Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang.
d) Auskultasi : Denyut jantung janin biasanya normal
e) Pemeriksaan Inspekulo
7
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum,adanya plasenta previa harus dicurigai .
f) Ultrasonografi
merupakan cara yang paling tepat dan akurat untuk menegakan diagnosis definitive,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin.
g) Pemeriksaan letak plasenta secara langsung
Diagnosis plasenta previa jarang ditegakkan melalui pemeriksaan klinis
dimana jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan plasenta
teraba. (Dewasa ini dengan adanyapemer ik saan USG, pemer ik saan
t e r s ebu t t i dak l ag i d i l akukan ) .
Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita
tersebut sudah berada dikamar operasi dengan segala persiapan untuk pembedahan
seksio sesarea segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat
menimbulkan perdarahan hebat.
Pemeriksaan dalam diatas meja operasi (PDMO) dapat dilakukan bila semua syarat terpenuhi, yaitu :
- Infus/ transfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
- Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 g) dan in partu,atau
- Janin telah meninggal atau terdapat anomaly congenital mayor (misal ansefali)
- Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5
pada palpasi luar)
II.1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dariadanya plasenta previa adalah sebagai
berikut :
a. P a d a i b u d a p a t t e r j a d i :
Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
Anemia karena perdarahan
Plasentitis
Endometritis pasca persalinan
b. P a d a j a n i n d a p a t t e r j a d i :
Persalinan premature,
8
rangsangan koagulum darah pada servix, jika banyak plasenta yang terlepas, kadar
progesterone menurun dan dapat terjadi his.
Kesalahan – kesalahan letak janin: letak sungsang, letak lintang, letak kepala mengapung.
Hal ini terjadi akibat janin terhalang oleh plasenta, maka bagian terbawah janin tidak dapat
masuk PAP.
Asfiksia berat
II.1.9 PENATALAKSANAAN
a. Konservatif
Penatalaksanaan kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa
dan janin p r e m a t u r t e t a p i t a n p a p e r d a r a h a n a k t i f , t e r d i r i a t a s
p e n u n d a a n p e r s a l i n a n d e n g a n menciptakan suasana yang
memberikan keamanan sebesar-besarnya bagi ibu maupun janin.
Kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya tidak premature.
Pada penundaan persalinan, salah satu keuntungan yang kadang kala
dapat diperoleh meskipun relatif terjadi kemudian dalam kehamilan adalah migrasi
plasenta yang cukup jauh dari serviks, sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi
permasalahan utama. Penanganan konservatif dilakukan bila:
Usia kehamilan kurang dari 37 minggu/ berat badan janin kurang dari 2500
gram.
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
Keadaan umum ibu baik
Keadaan janin masih baik.
Perawatan konservatif berupa :
Pengurangan aktivitas fisik / istirahat.
Pemberian kortikosteroid selama 2 hari. Dexamethason 5 mg 2 x 1,
Bethamethason 12mg, 1 x 1.
Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.
Memberikan antibiotik bila ada indikasi.
Pemberian obat-obatan seperti spasmolitik, progestin / progesterone
Menghindari setiap manipulasi intravaginal
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan
konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap.
Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan.
9
B i l a t i m b u l p e r d a r a h a n s e g e r a b a w a k e r u m a h s a k i t
P a s i e n t i d a k b o l e h melakukan senggama.
b. P e n a n g a n a n a k t i f , b i l a :
Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi kelangsungan
hidupnya (misalnya anensefali)
Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik, tindakan
segera yang harus dilakukan adalah terminasi kehamilan dan
penggantiancairan tubuh.
Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan:
- Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum besar
(16G, 18G)
- Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien
- Observasi keadaan janin
- Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi (konsumsi O2 pada
kehamilan meningkat hingga20% dan janin sangat rentan terhadap hipoksia)
Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang
akan dipilih adalah :
- Jenis plasenta previa
- Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang
- Keadaan umum ibu hamil
- Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal
- Pembukaan jalan lahir
- Paritas atau jumlah anak hidup
- Fasilitas penolong dan rumah sakit.
Setelah memperhatikan faktor-faktor tersebut, ada 2 pilihan persalinan, yaitu:
Persalinan pervaginam;
10
be r tu juan aga r bag i an t e rbawah j an in m e n e k a n p l a s e n t a
d a n b a g i a n p l a s e n t a y a n g b e r d a r a h s e l a m a persalinan
berlangsung, sehingga perdarahan berhenti.
Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput ketuban (Amniotomi). Indikasi
amniotomi pada plasenta previa:
- P l a sen t a p r ev i a l a t e r a l i s a t au marg ina l i s a t au
l e t ak rendah, bila telah ada pembukaan
- Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan
pembukaan 4 cm atau lebih
- Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yangtelah
meninggal.
Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih keras
menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan persalinan,
yaitu pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks.
Kedua cara tersebut telah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir karena seksio
caesaria jauh lebih aman. Kedua cara t e r s e b u t c e n d e r u n g
d i l a k u k a n p a d a j a n i n y a n g t e l a h meninggal atau yang
prognosis untuk hidup di luar uterus t i dak ba ik . Ca ra i n i , apab i l a
akan d i l akukan , l eb ih t epa t dilakukan pada multipara karena
persalinannya dijamin lebih lancar; dengan demikian tekanan pada plasenta
berlangsung tidak terlampau lama.
Seksio sesaria
be r t u juan un tuk s ecepa tnya mengangka t sumbe r perdarahan,
dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan d a n u n t u k menghindarkan
perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yangrapuh apabila
dilangsungkan persalinan pervaginam.
Indikasi seksio caesaria pada plasenta previa:
- S e m u a p l a s e n t a p r e v i a t o t a l i s , j a n i n h i d u p
a t a u meninggal; semua plasenta previa partialis, plasentaprevia
marginalis posterior, karena perdarahan yangsulit dikontrol dengan
cara-cara yang ada.
- S e m u a p l a s e n t a p r e v i a d e n g a n p e r d a r a h a n
y a n g banyak dan tidak berhenti dengan tindakan-tindakanyang ada
11
- Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang
II.1.10 PROGNOSIS
Karena dahu lu penanganan r e l a t i ve be r s i f a t konse rva t i f , maka
mor t a l i t a s dan morb id i t a s i bu dan bay i t i ngg i , mor t a l i t a s i bu mencapa i
8 -10% dan mor t a l i t a s j an in 50-80%. Seka rang penanganan r e l a t i f be r s i f a t
ope ra t i f d in i , maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.
Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara,
dan t r auma ka rena t i ndakan . Kema t i an pe r i na t a l j uga t u run men j ad i 7 -
25%, t e ru t ama d i s ebabkan o l eh p r ema tu r i t a s , a s f i k s i a , p ro l aps fun iku l i ,
dan pe r sa l i nan bua t an ( t i ndakan )
II.2 SOLUSIO PLASENTA
Terdapat beberapa istilah untuk penyakit ini yaitu solution placentae, abruption
placentae, ablation placentae, dan accidental hemorrhage. Istilah atau nama lain yang lebih
deskriptif adalah premature separation of the normally implanted placenta (pelepasan dini uri
yang implantasinya normal). Bila terjadi pada kehamilan di bawah 20 minggu, gejala klinik
nya serupa dengan abortus iminens. Secara definitive diagnosisnya baru bisa ditegakkan
setelah partus jika terdapat hematoma pada permukaan maternal plasenta.
Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa bagi ibu hamil
dan janinnya. Pada perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage) yang luas dimana
perdarahan retroplasenta yang banyak dapat mengurangi sirkulasi utero – plasenta dan
menyebabkan hipoksia janin. Di samping itu, pembentukan hematoma retroplasenta yang
luas bisa menyebabkan koagulopati konsumsi yang fatal bagi ibu.
II.2.1 PENGERTIAN
12
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan dalam desidua endometrium
sebelum waktunya yakni sebelum persalinan.
II.2.2 KLASIFIKASI
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja ( rupture sinus marginalis), dapat
pula terlepas lebih luas ( solusio plasenta parsialis) atau bisa seluruh permukaan maternal
plasenta terlepas ( solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian
akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap di bawah
selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui
vagina (revealed hemorrhage). Akan tetapi ada kalanya, walaupun jarang, perdarahan
tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed hemorrhage) jika:
Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
Perdarahan masuk ke dalam kantung ketuban setelah selaput ketuban pecah
karenanya.
Bagian terbawah janin, umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim.
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai
dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, solusio
plasenta sedang dan solusio plasenta berat. Pembagian secara klinik ini baru definitive bila
ditinjau retrospektif karena solusio plasenta sifatnya berlangsung progresif yang berarti
solusio plasenta yang ringan bisa berkembang menjadi lebih berat dari waktu ke waktu.
Keadaan penderita bisa menjadi lebih buruk apabila perdarahannya cukup banyak pada
kategori concealed hemorrhage.
SOLUSIO PLASENTA RINGAN
13
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau kurang dari 1/6 bagian. Jumlah
darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti
pada haid yang bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala – gejala
perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman.
Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
SOLUSIO PLASENTA SEDANG
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai 50%. Jumlah
darah yang keluar lebih dari 250 ml tetapi belum mencapai 1000 ml. Umumya pertumpahan
darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama – sama. Gejala – gejala dan tanda – tanda sudah
jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat,
hipotensi dan takikardi. perut ibu mulai tegang dan bagian janin sulit di raba. Janin
sudah mengalami gawat janin berat sampaiIUFD. Pemeriksaan dalam
menunjukkan ketuban tegang. Tanda persalinantelah ada dan dapat berlangsung cepat
sekitar 2 jam.
SOLUSIO PLASENTA BERAT
Luas plasenta yang terlepas sudah melebihi 50% dan jumlah darah yang keluar telah
mencapai 1000 ml atau lebih. Gejala – gejala dan tanda klinik jelas, keadaan umum penderita
disertai syok dan hampir semua janinnya telah meninggal. Pe ru t nye r i dan t egang dan
bag i an j an in su l i t d i r aba , pe ru t s epe r t i papan. Janin sudah mengalami gawat
janin berat sampai IUFD. Pemeriksaan da l am d i t emukan ke tuban t ampak
t egang . Terdapat gangguan pembekuan darah fibrinogen kurang dari100-150 mg
%, pada saat ini gangguan ginjal mulai tampak.
14
II.2.3 ETIOLOGI
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai
penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
2. Faktor trauma
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium.
4. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh
darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti
secara definitif
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya
15
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
II.2.4 PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta diawali perdarahan ke dalam desidua basalis. Desidua kemudian
terpisah, meninggalkan satu lapisan tipis yang melekar ke endometrium. Akibatnya, proses
ini pada tahap yang paling awal memperlihatkan pembentukan hematom desidua yang
menyebabkan pemisahan, penekanan, dan akhirnya destruksi plasenta yang ada di
dekatnya. Pada tahap awal mungkin belum ada gejala klinis. Pada beberapa kasus,
arteri spiralis desidua mengalami rupture sehingga menyebabkan hematom
retroplasenta, yang sewaktu membesar semakin banyak pembu luh da rah dan
p l a sen t a yang t e r l epa s . Bag i an p l a sen t a yang memisah dengan cepat
meluas dan mencapai tepi plasenta. Karena masih teregang oleh hasil konsepsi,
uterus tidak dapat beronntraksi untuk menjepit pembuluh darah yang robek yang
memperdarahi tempat implantasi plasenta. Darah yang keluar dapa t
memisahkan s e l apu t ke tuban da r i d ind ing u t e ru s dan akh i rnya
muncu l sebagai perdarahan eksternal, atau mungkin tetap tertahan dalam uterus.
II.2.5 GAMBARAN KLINIS
a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi
perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut
terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun
demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini
harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan
yang berlangsung.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas
permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta
ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus,
yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun
16
perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah
mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya
yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus
teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut
lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak
sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal
II.2.6 KOMPLIKASI
1) Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III . Pada solusio
plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang
terlihat
2) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik.
3) Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
4) Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
17
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi
biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin: fetal distress, gangguan
pertumbuhan/perkembangan, hipoksia, anemia, kematian.
II.2.7 DIAGNOSIS
Anamnesis
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong(non-
recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna
kehitaman
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
Inspeksi
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
Palpasi
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari 1/3 bagian.
Pemeriksaan dalam
Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta
18
Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi
cepat dan kecil
Pemeriksaan laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-
match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia
Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas
(kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di
belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah
terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta
II.2.8 TERAPI
Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
19
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta
makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah
kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak
berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun
sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria
Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika
perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
histerektomi perlu dilakukan.
II.2.9 PROGNOSIS
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia,tersembunyi
tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya
20
persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat be rk i s a r an t a r a 0 ,5 -5%.
Sebag i an be sa r kema t i an t e r s ebu t d i s ebabkan o l eh perdarahan, gagal jantung dan
gagal ginjal. Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada
literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada
kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta
yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan.
Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus
tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin
BAB III
KESIMPULAN
21
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 430 per 100.000
kelahiran hidup. Rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara – negara
ASEAN lainnya. Frekuensi perdarahan antepartum kira – kira 3% dari seluruh persalinan.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Perdarahan antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta dan bukan da r i ke l a inan p l a sen t a .
Pe rda rahan yang cepa t dan banyak be ra sa l da r i kelainan plasenta.
Frekuensi terbanyak ialah plasenta previa dan solutio plasenta. Walaupun
perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak jarang juga
terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk
dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus
akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti
oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.
Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat
mengurangi angka mortalitas penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat
akurat dan menunjang diagnosa secara cepat. Penatalaksanaan perdarahan antepartum
yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. WHO-Indonesia, 2007. The Millennium Development Goal For Health : A Review of the
Indicators. Jakarta.
2. WHO. 2009. WHO guidelines for the management of antepartum haemorrhage Online:
www.who.int/bod_maternalhaemorrhage
3. Prawirohardjo, S. (2007). Perdarahan Antepartum, Edisi Ketiga, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 362 – 385.
4. Library.usu.ac.id/download/fk/anatomi-djakobus.3.pdf
5. Cunningham. ( 2010 ). Williams Obstetrics. 23th Edition, McGraw Hill. USA. 757-758.
6. Decherny, A. ( 2007 ). Current Diagnosis & Treatmet Obstetric & Gynecologiy. Tenth
Edition, McGraw Hill. USA. 329-333.
7. Norwitz, E.R. ( 2006 ). Obstetric and Gynaecology at a Glance. Second Edition, Penerbit
Erlangga. Jakarta, 112-113.
23
top related