pkn kelompok 4.docx
Post on 02-Jan-2016
69 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pendidikan Kewarganegaraan
SISTEM KONSTITUSI
Disusun Oleh :
Tisar Tumari Effendi
Jumriani Husnani
Nuur Aanisa
Malvin Bahari Prasad
Alvin Valentino Gonzales
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT. Atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan tema “Sistem Konstitusi” dapat
terselesaikan dengan lancar.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita dari jalan
kesesatan menuju jalan yang terang benderang yang berupa syari’at
ajaran agama Islam.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Makassar, September 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Sampul...................................................................................... i
Kata Pengantar......................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1B. Rumusan Masalah.........................................................................1C. Tujuan............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konstitusionalisme dan Konstitusi..................................................3B. Pengertian Hukum Dasar Negara..................................................4C. Pengertian, Kedudukan, Sifat dan Isi UUD’45...............................5D. Amandemen dan Dinamika UUD’45..............................................7E. Sistem Ketatanegaraan Negara Republik Indonesia.....................13F. Sistem Kelembagaan Negara RI....................................................17G. Hubungan Antar Lembaga-Lembaga Negara RI............................19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................23B. Saran.............................................................................................23
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
atau disingkat UUD 1945 atau UUD ’45, adalah konstitusi negara
Republik Indonesia saat ini. UUD1945 disahkan sebagai undang-
undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1950 di
Indonesia berlaku konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di
Indonesia berlaku UUDS 1950. Pada kurun waktu tahun 1999-2002,
UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang merubah
susunan lembaga-lembaga dalam system ketatanegaraan Republik
Indonesia.
Dalam pembahasan, akan dibahas lebih lanjut mengenai
Undang-Undang Dasar 1945, lembaga-lembaga Negara dan
hubungannya. Dengan mempelajari proses di atas maka kita sebagai
mahasiswa akan lebih memahami kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara yang realisasinya sebagai sumber dari segala sumber hukum
negara Indonesia. Mahasiswa juga diharapkan untuk memiliki
kemampuan untuk memahami isi pembukaan UUD 1945, pembukaan
sebagai “staasfundamentalnorm”, memahami hubungan UUD 1945
dengan Pancasila dan pasal-pasal UUD 1945 serta mahasiswa
memiliki pengetahuan tentang reformasi hukum tata negara maka
mahasiswa diharapkan mempelajari latar belakang amandemen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konstitusi ?
2. Bagaimana kedudukan, sifat, dan isi dari Undang-Undang Dasar
1945 ?
3. Bagaimana proses amandemen dan dinamika pelaksanaan
Undang-Undang Dasar 1945 ?
4. Bagaimana sistem kelembagaan Negara RI ?
4
C. Tujuan
1. Memahami pengertian dari konstitusi
2. Mengetahui kedudukan, sifat, dan isi dari Undang-Undang Dasar
1945
3. Mengetahui proses amandemen dan dinamika pelaksanaan
Undang-Undang Dasar 1945
4. Memahami sistem kelembagaan Negara RI
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konstitusionalisme dan Konstitusi
Konstitutionalisme adalah sebuah paham mengenai pembatasan
kekuasaaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Pengertian
yang lebih luasnya lagi, menurut Soetandyo ide konstitusi disebutnya
sebagai konstitusionalisme yaitu membatasi secara tegas dan jelas
mana kekuasaan yang terbilang kewenangan dan mana pula yang
apabila tidak demikian harus dibilang sebagai kesewenang-wenangan.
Inilah yang didalam konsep moral dan metaduyirisme disebut
“Konstitutionalisme”.
Secara garis besar konstitusi merupakan seperangkat aturan
main dalam kehidupan bernegara yang mengatur hak dan kewajiban
warga Negara dan Negara itu sendiri. Konstitusi suatu Negara biasa di
sebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD) . dalam pengembangan
Negara dan warga Negara dan warga Negara yang demokratis,
keberadaan konstitusi demokrasi lahir dan Negara yang
demokrasi.Konstitusi menurut makna katanya berarti 'dasar susunan
badan politik' yang bernama negara. Konstitusi menggambarkan
keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa
kumpulan peraturan yang membentuk , mengatur atau memerintah
negara.
K.C Wheare F.B.F seperti dikutip Juniarto mengatakan:
Istilah constitution pada umumnya dipergunakan untuk menunjuk
kepada seluruh peraturan mengenai ketatanegaraan suatu negara yang
secara keseluruhan akan menggambarkan sistem ketatanegaraannya.
Paham ini menimbulkan perdebatan awal dalam sistem
ketatanegaraan yang diatur dalam teks hukum dasar sebuah negara,
disebut “Konstitusi”.konstitusi memiliki beberapa pengertian yaitu:
- Konstitusi sebagai pengertian Sosial politik:
6
Bangunan-bangunan yang ada dalam masyarakat sebagai hasil
keputusan masyarakat itu sendiri.
- Konstitusi sebagai pengertian hukum :
- Keputusan-keputusan masyarakat dijadikan perumusan yang
normatif, yang kemudian harus berlaku.
B. Pengertian Hukum Dasar Negara
Ada dua macam hukum dasar, Yaitu hukum dasar tetulis (Undang-
Undang Dasar) dan hukum dasar tidak tertulis (Konvensi).
1. Hukum dasar tertulis (Undang-Undang Dasar)
E.C.S Wade dalam bukunya constitutional Law mengataan
bahwa undang-undang dasar adalah suatu naskah yang
memaparkan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan
suatu negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut.
Bagi mereka yang menganggap undang-undang dasar sebagai
sekumpulan asas, membagi menjadi baadan Legistaif, Eksekutif,
Yudikatif (Trias Politika), tetapi Indonesia tidak menganut sistem
tersebut melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan dengan
lima lembaga negara).
2. Hukum dasar tak tertulis (konvensi)
Konvensi adalah hukum yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggara negara secara tidak tertulis. Sifat-sifat
konvensi adalah sebagai berikut :
a. Merupakan kekuasaan yang muncul berulang kali dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
b. Tidak bertentangan dengan undang-undang dasar dan berjalan
sejajar.
c. Dapat diterima oleh seluruh rakyat.
d. Bersifat sebagai pelengkap yang terdapat di dalam undang-
undang dasar.
7
Konvensi misalnya terdapat pada praktek penyelenggara
negara yang sudah menjadi hukum dasar yang tidak tertulis seperti :
a. Pidato kenegaraan Indonesia setiap tanggal 16 Agustus di
dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Pidato presiden yang diucapkan sebagai keterangan
pemerintah tentang RAPBN pada minggu pertama Januari
setiap Tahunnya.
c. Pidato pertanggung jawaban Presiden dan ketua Lembaga
Negara lainnya dalam sidang tahunan MPR.
d. Mekanisme pembuatan GBHN
Keempat hal tersebut secara tidak langsung merupakan realisasi
UUD 1945. Yang berwenang mengubah konvensi menjadi
rumusan bersifat tertulis adalah MPR, dan rumusannya bukan
berupa hukum dasar melainkan tertuang dalam ketetapan MPR.
C. Pengertian, Kedudukan, Sifat dan Isi UUD’45
1. Pengertian Undang Undang Dasar 1945
Sebelum amandemen, yang dimaksud dengan undang-
undang dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari :
(1) Pembukaan, yang terdiri dari 4 alinea
(2) Batang tubuh UUD 1945, yang berisi pasal 1 s/d 37 yang
dikelompokkan dalam 16 bab, 4 pasal aturan peralihan dan 2
ayat aturan tambahan; serta
(3) Penjelasan UUD 1945 yang terbagi atas penjelasan umum dan
penjelasan pasal demi pasal.
Yang dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945
adalah hukum dasar tertulis yang bersifat mengikat bagi pemerintah,
lembaga Negara, lembaga masyarakat, dan warga negara Indonesia
dimana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang berada di
wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi
norma, aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
8
2. Kedudukan Undang Undang Dasar 1945
Undang-undang dasar merupakan hukum dasar yang menjadi
sumber hukum. Setiap produk hukum seperti undang-undang,
peraturan, atau keputusan pemerintah. Bahkan setiap kebijaksanaan
pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang
lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
UUD 1945.
Dalam kerangka tata susunan norma hukum yang berlaku,
UUD 1945 merupakan hukum yang menempati kedudukan tertinggi.
Seperti telah dijelaskan, UUD 1945 ditetapkan dan dijelaskan oleh
PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18
Agustus 1945. Dalam ayat (2) aturan tambahan UUD 1945
disebutkan bahwa dalam 6 bulan sesudah MPR dibentuk, majelis itu
bersidang untuk menetapkan UUD. Aturan tambahan ini
menunjukkan bahwa status UUD 1945 adalah sementara.
Sesungguhnya rencana pembuat UUD 1945 adalah bahwa sebelum
tanggal 17 Agustus 1946 undang-undang dasar tetap diharapkan
dapat disusun oleh badan yang berwenang, yaitu MPR hasil pemilu
sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945 itu sendiri, tetapi suasana
poltik waktu itu tidak memungkinkan realisasi rencana tersebut. Kini
UUD 1945 tidak bersifat sementara lagi, karena telah ditetapkan oleh
MPR menjadi konstitusi tertulis. Namun UUD 1945 tetap bersifat
fleksibel.
3. Sifat Undang Undang Dasar 1945
Dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen
menyatakan bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan supel, yakni
hanya memuat 37 pasal, ditambah 4 pasal aturan peralihan dan 2
ayat tambahan. Setelah amandemen keempat (ST MPR 2002), sifat
singkat dan supel masih mewarnai UUD 1945 karena ia masih berisi
hal-hal pokok dan masih dimungkinkan untuk terus disesuaikan
dengan perkembangan bangsa dan negara Indonesia. UUD 1945
9
hasil amandemen terdiri atas 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal
aturan tambahan.
Dengan aturan-aturan tertulis, yang hanya memuat aturan
pokok, Undang-undang Dasar menjadi aturan yang luwes, supel, dan
tidak ketinggalan zaman. Ini tidak berarti bahwa UUD 1945 tidak
lengkap atau tidak sempurna dan mengabaikan kepastian. Keluasan
atau fleksibilitas ini tetap menjamin kejelasan dan kepastian hukum
apabila aturan-aturan pokok itu menyerahkan pengaturan lebih
lanjutnya kepada aturan hukum dalam tingkat yang lebih rendah,
misalnya ketetapan MPR dan undang-undang, yang pembuatan,
pengubahan, dan pencabutannya lebih mudah daripada UUD 1945.
Selain itu, penjelasan UUD 1945 menekankan bahwa
semangat penyelenggara negara, semangat pemimpin pemerintahan
sangat penting. Karena itu, setiap penyelenggara negara dan
pemimpin pemerintahan selain harus mengetahui teks UUD 1945
juga harus menghayati semangatnya. Dengan semangat
penyelenggara negara dan pemimpin pemerintahan yang baik,
pelaksanaan aturan-aturan pokok yang tertera dalam UUD 1945akan
baik dan sesuai dengan maksud ketentuannya.
4. Isi Undang Undang Dasar 1945
Setelah UUD 1945 diamandemen 2002, maka tetap16 bab
walaupun bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
dihapus, namun jumlah babnya bertambah sebanyak 22 bab.
Demikian pula pasalnya tetap 37 pasal dan 3 pasal aturan peralihan
serta 2 pasal aturan tambahan, namun dari pasal-pasalnya
dikembangkan dan ditambah ayat-ayatnya, sehingga jumlah
pasalnya sebanyak 72 pasal.
D. Amandemen dan Dinamika UUD’45
a. Proses perubahan/amandemen Undang Undang Dasar 1945
Pasal terakhir Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen
juga memuat tentang perubahan undang-undang dasar, terutama
10
mengingat agar undang-undang dasar itu senantiasa sesuai dengan
perkembangan zaman dan aspirasi rakyat. Pasal 37, memuat 5 ayat
berkaitan dengan ketentuan tentang perubahan undang-undang
dasar, sebagai berikut :
1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat
diagendakan dalam siding Mejelis Permusyarawatan Rakyat,
apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar
diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang
diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang
Majelis Permusyarawatan Rakyat dihadiri olehsekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyarawatan
Rakyat.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu dan seluruh Majelis Permusyarawatan
Rakyat.
5. Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak dapat dilakukan perubahan.
Pasal yang mengatur tentang perubahan Undang-Undang Dasar ini
ditentukan berkaitan dengan pasal-pasal Undang-Undang Dasar, jadi
bukan terhadap Pembukaan UUD 1945. Logikanya kalau hak itu
menyangkut perubahan Pembukaan UUD 1945, hak itu sama halnya
mengubah seluruh system negara yang meliputi bentuk negara, sifat
negara, berketuhanan, tujuan negara dan dasar negara Pancasila.
Mengingat pembukaan sebagai deklarasi bangsa Indonesia dan
dalam ilmu hukum disebut sebagai ‘Stoatsfun damentainomy’, yang
merupakan sumber norma hukum positif Indonesia.
11
b. Dinamika pelaksanaan Undang Undang Dasar 1945 sejak awal
kemerdekaan hingga era reformasi
1. Masa kemerdekaan (1945-1949)
Hal-hal yang terjadi pada masa ini :
Mempertahankan negara dari penjajah yang tidak mau
mengakui kemerdekaan Indonesia.
Terjadi penyimpangan sistem pemerintahan, dari sistem
presedensial menjadi parlementer, yang disebabkan karena
NKRI berubah menjadi negara RIS sesuai hasil sidang KMB.
Tgl 17 agustus 1950 negara RIS berubah menjadi NKRI
dengan UUDS 1950.
Pelaksanaan UUDS 1950 tidak memuaskan rakyat sehingga
stabilitas nasional tidak tercapai.
Terjadi 7 kali pergantian kabinet, yaitu :
1) Kabinet Natsir (6 september 1950 - 27 april 1951)
2) Kabinet Sukiman (27 april 1951 - 3 april 1952)
3) Kabinet Wilopo (3 april 1952 - 1 agustus
1953)
4) Kabinet Ali Sastroamijoyo I (1 agustus 1953 – 12
agustus 1955)
5) Kabinet Burhanudin Harahap (12 agustus 1955 – 24
maret 1956)
6) Kabinet Ali Sastroamijoyo II (24 maret 1956 – 9 april
1957)
7) Kabinet Juanda (9 april 1957 – 10 juli 1959)
Karena konstituante gagal dalam melaksanakan tugasnya
dalam mengadakan sidang yang selalu tidak tercapai, maka
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Masa orde lama (1959-1966)
Tanggal 15 Juli 1959 – 11 Maret 1966 adalah masa orde
lama yang ditandai dengan diserahkannya Supersemar oleh
12
Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto. Di masa orde lama
banyak terljadi penyelewengan terhadap Pancasila, seperti
pengangkatan presiden seumur hidup, dan pembubaran DPR
oleh presiden.
UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan
konsekuen. Penyimpangan yang terjadi antara lain :
a. Presiden memegang kekuasaan sepenuhnya dan MPR
mengangkatnya sebagai presuden seumur hidup
b. Presiden membuat UU tanpa persetujuan DPR.
c. Presiden membubarkan DPR yang tidak menyetujui APBN
yang diajukannya.
Sehingga puncak dari segala penyimpangan itu adalah
terjadinya pemberontakan G/30/S/PKI (Gerakan PKI 30
September 1965). Sehingga lewat Supersemar dari Presiden,
Letjen Soeharto diberikan kekuasaan Untuk mengambil
tindakan pemulihan keadaan dan stabilitas negara.
3. Masa orde baru
Sejak diselenggarakannya seminar TNI/AD II di Seskoad
Bandung pada tanggal 25 – 31 Agustus 1966 lahirlah Orde
Baru. Orde Baru mempunyai :
Landasan konstitusi : UUD 1945
Landasan struktural : Kabinet Ampera
Landasan operasional : Tap MPR
Masa orde baru berhasil menyalurkan aspirasi rakyat dan
mengoreksi kesalahan yang dilakukan di masa orde lama, dan
pelaksanaan Pancasila dilakukan secara murni dan konsekuen.
Orde baru menghendaki kepentingan nasional tetapi tidak
meninggalkan komitmen anti-kolonalisme.
Orde Baru menginginkan suatu tatanan hidup
perekonomian dan politik yang stabil serta melaksanakan cita-
cita demokrasi politik.
13
Mekanisme kegiatan ketatanegaraan lima tahunan secara
garis besar sebagai berikut :
1. MPR mengadakan sidang umum, dan pemilu
2. Dalam sidang umum MPR bertugas :
a) Menetapkan GBHN.
b) Memilih presiden dan wakilnya, untuk melaksanakn
GBHN.
3. Presiden, wakilnya, dan para menteri negara menjalankan
tugas berdasarkan UUD 1945.
4. Tugas Presiden :
a) Membentuk lembaga tinggi negara, yaitu DPA dan BPK.
b) Melaksanakan pemilu tepat waktu.
c) Mengajukan APBN setiap tahun tepat waktu dan harus
menyusun Repelita.
d) Membuat UU dengan persutujuan DPR dalam rangka
pelaksanaan UUD 1945 dan GBHN.
5. DPR bertugas mengawasi pelaksanaan tugas presiden.
6. Lembaga negara lainnya melaksanakan tugasnya harus
sesuai dengan UUD 1945 dan UU.
4. Masa reformasi
Pada masa ini, adanya pendapat dan kajian untuk
mengamandemen/perubahan UUD 1945. Hal tersebut bertujuan
agar UUD 1945 dapat menyesuaikan dengan perkembangan
bangsa dan negara Indonesia. Perubahan atau amandemen
UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu :
1. Amandemen Pertama : Sidang Umum MPR (oktober 1999).
Menyangkut 5 persoalan pokok, meliputi :
Perubahan tentang lembaga pemegang kekuasaan
membuat UU
Perubahan tentang masa jabatan presiden.
Perubahan tentang hak progretive presiden.
14
Perubaghan tentang fungsi menteri.
Perubahan redaksional.
2. Amandemen Kedua : Sidang Tahunan MPR (thn 2000).
Mengenai 9 persoalan meliputi, 7 pengaturan mengenai :
Wilayah Negara
Hak Asasi Manusia
DPR
Pemerintah Daerah
Pertahanan dan Keamanan
Lambang Negara
Lagu Kebangsaan
3. Amandemen Ketiga : Sidang Tahunan MPR (oktober
2001).
Meliputi 16 pokok, yaitu:
Kedaulatan rakyat
Tugas MPR
Syarat-syarat presiden dan wakil presiden
Pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung
Pemberhentian presiden
Presiden berhalangan tetap
Kekosongan wakil presiden
Perjanjian Internasional
Kementrian Negara
DPD
Pemilihan Umum
APBN, pajak dan keuangan negara
Badan Pemeriksa Keuangan
Kekuasaan Kehakiman dan Mahkamah Agung
Komisi Yudisial
Mahkamah Konstitusi
15
4. Amandemen Keempat: Sidang Tahunan MPR (agustus
2002).
Berkenaan dengan 9 persoalan, yaitu :
Komposisi keanggotaan MPR
Pemilu presiden dan wakil presiden
Presiden dan wakil presiden tidak dapat menjalankan
kewajiban dalam masa jabatan secara bersamaan
Dewan pertimbangan yang bertugas memberi
nasehat kepada presiden
Mata uang
Bank sentral
Badan-badan lain dalam kekuasaan kehakiman
Pendidikan
Kebudayaan
Perubahan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan Batang
Tubuh UUD 1945 dan tidak mengubah Pembukaan UUD 1945,
karena merupakan Ikrar berdirinya NKRI dan memuat Pancasila
sebagai Dasar Negara.
E. Sistem Ketatanegaraan Negara RI
Sistem pemerintahan Indonesia di jelaskan di dalam penjelasan
UUD 1945 (sebelum amandemen), yang menyebutkan tujuh kunci
pokok sistem pemerintahan Indonesia meskipun UUD 1945 telah di
amandemen, ketujuh kunci pokok tersebut masih relevan dalam sistem
pemerintahan Indonesia dewasa ini. Ketujuh kunci pokok itu adalah:
1. Indonesia adalah Negara yang Berdasarkan Hukum (Rechtsstaat)
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum
(rechtsstaat); tidak berdasar kekuasaan belaka (machts–staat).
Artinya, setiap tidakan harus berdasarkan hukum, sehingga dapat di
pertanggung jawabkan secara hukum dan tekanan yang dilakukan
terhadap hukum juga berarti terhadap kekuasaan. Hal ini terkandung
16
di dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan perwujudan cita
hukum yang menjiwai Batang Tubuh UUD 1945 maupun dasar
hokum yang tidak tertulis.
Yang dimaksud dengan Negara hukum bukan hanya, dalam
arti formal saja, yaitu sebagai penjaga atau alat didalam menindak
segala bentuk kejahatan dan ketidakadilan, tetapi juga dalam arti
materil, yaitu alat dalam menciptakan kesejahteraan sosial seluruh
rakyat Indonesia, yang sesuai dengan alinea dalam pembukaan
UUD 1945. Cirri-ciri Negara berdasarkan hukum dalam arti materil
adalah sebagai berikut:
a. Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara; lihat UUD 1945
pasal 2 ayat (1),4,5,19,20,23E dan 24,24A-C dan pasal-pasal
lain sampai amandemen keempat.
b. Diakuinya hak asasi manusia yang tertuang dalam konstitusi dan
peraturan perundang-undangan; lihat UUD 1945 pasal
27,28,28A-28J,29 ayat (2) dan 31 ayat (1).
c. Adanya dasar hukum bagi kekuasaan pemerintah (asas
legalitas); lihat UUD 1945 pasal 1 ayat (3)
d. Adanya peradilan yang bebas dan merdeka serta tidak memihak;
lihat UUD 1945 pasal 24
e. Semua warga Negara memiliki kedudukan yang sama di mata
hukum dan pemerintahan, wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan tersebut tanpa terkecuali, dan berhak
mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan; lihat UUD 1945 pasal 27 ayat (1) dan (2).
Pemerintah berkewajiban memajukan kesejahteraan umum serta
mencerdaskan rakyat Indonesia; lihat UUD 1945 awal tentang Hak
Asasi Manusia, Pasal 31,33 dan 34.
17
2. Sistem konstitusional
Pemerintahan Indonesia bersifat konstitusional, bukan absolut
(tidak terbatas). Pertanyaan itu menunjukkan bahwa pemerintahan di
jalankan menurut sistem konstitusional. Dalam sistem ini,
penggunaan kekuasaan secara sah oleh aparatur negara dibatasi
secara formal berdasarkan UUD 1945. Hal ini menujukkan bahwa
kekuasaan aparatur negara dan pemerintahan bersumber dari UUD
1945 atau undang-undang yang menyelenggarakan UUD 1945.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan rakyat
Kedaulatan, berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUd 1945 (pasal 1 ayat 2). Badan yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan kedaulatan ini adalah MPR, yang merupakan
penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini bertugas
menetapkan UUD, serta melantik dan memberhentikan presiden dan
wakil presiden. Sedangkan presiden harus menjalankan haluan
Negara berdasarkan haluan-haluan yang telah ditetapkan oleh MPR,
serta bertanggung jawab kepada majelis ini. Karena ia adalah
mandataris MPR, maka dia wajib menjalankan putusan-putusan
majelis. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tugas
MPR sangat luas dan segala keputusannya mencerminkan
keinginan dan aspirasi rakyat. Anggota MPR terdiri dari anggota
DPR dan DPD yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di
bawah Majelis Permusyarawatan Rakyat
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan dan tanggung jawab
dalam menjalankan pemerintahan. Dalam melakukan kewajibannya,
presiden dibantu oleh seorang wakil presiden.
Tugas dan kewajiban Presiden serta Wakil Presiden dapat
dilihat dalam pasal-pasal UUD 1945 hasil amandemen keempat.
18
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
UUD 1945 telah menggariskan kerjasama antara presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat, antara lain dalam membentuk undang-
undang dan menetapkan anggaran serta belanja Negara,
pengangkatan duta dan konsul, penganugerahan gelar dan tanda
jasa, pemberian amnesti dan abolisi dan lain-lain. Dalam perkara-
perkara tersebut presiden harus, mendapatkian persetujuan DPR .
karena itu presiden dan DPR harus bekerjasama, tetapi tidak dalam
arti presiden bertanggung jawab kepada DPR karena kedudukan
presiden tidak tergantung kepada DPR. Presiden tidak dapat
membekukan dan/atau membubarkan DPR (lihat pasal 7C) dan DPR
pun tidak dapat menjatuhkan presiden karena mereka adalah mitra
kerja. DPR hanya mengawasi presiden dalam menjalankan
pemerintahan. Tetapi DPR dapat mengajukan usul pemberhentian
presiden kepada MPR (lihat pasal 7A, 7B).
6. Menteri negara adalah pembantu presiden dan menteri negara tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dibantu oleh Menteri-
menteri Negara dan dapat memberhentikan menteri-menteri Negara
menurut ketentuan UU (lihat pasal 17). Menteri-menteri Negara itu
tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan mereka tidak
tergantung kepada DPR tetapi kepada presiden karena mereka
adalah pembantu presiden. Presiden berhak mengangkat dan
memberhentikan menteri. Pembentukan, pengubahan, dan
pembubaran kementrian diatur oleh undang-undang.
7. Kekuasaan kepala negara tidak terbatas
Penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa “meskipun kepala
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator,
artinya kekuasaanya tidak tak terbatas “. Seperti di jelaskan
sebelumnya. Sistem pemerintahan konstitusional tidak bersifat
absolut . Keberadaan DPR dan menteri Negara dapat mencegah
19
terjadinya pemerintahan yang absolut atau kekuasaan mutlak. Dalam
hal ini kedudukan dan peran DPR sangatlah kuat, karena selain tidak
dapat dibubarkan oleh presiden, dia juga berwenang mengajukan
usul dan persetujuan pembentukan undang-undang maupun
penetapan anggaran dan belanja Negara. Selain itu, karena semua
anggota DPR adalah anggota MPR maka DPR memiliki wewenang
untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban presiden. Jika presiden benar-benar melanggar
haluan yang telah ditetapkan oleh MPR. Jadi jelas bahwa hubungan
antara MPR, DPR, dan Presiden sangat erat.
F. Sistem Kelembagaan Negara RI
Kelembagaan Negara Setelah Perubahan UUD 1945 :
Legislatif Eksekutif Yudikatif
Sebelum perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara
lembaga kepresidenan, MPR, DPR, DPA, BPK, dan kekuasaan
kehakiman. Setelah amandemen keseluruhan terhadap UUD 1945,
kelengkapan atau kelembagaan negara menjadi delapan, yakni MPR,
DPR, DPD, PRESIDEN, MA, MK, KY, dan BPK, posisi masing-masing
lembaga setara, yaitu sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki
korelasi satu sama lain dalam menjalankan fungsicheck and
balances antar lembaga tinggi tersebut.
20
BPK
MK / MA / KY
KEKUASAAN KEHAKIMAN
WAPRESDPD/DPR
MPR PRESIDEN
UUD
Reformasi ketatanegaraan di Indonesia terkait dengan lembaga
kenegaraan sebagai hasil dari proses Amandemen UUD 1945 dapat
dilihat pada tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut yang
dikelompokan dalam kelembagaan Legislatif, Eksekusif, Yudikatif, dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam ketatanegaraan Indonesia,
lembaga legislatif dipresentasikan pada tiga lembaga, yakni MPR, DPR,
dan DPD.
Di negara-negara demokratis, lembaga eksekusif terdiri dari
kepala negara, seperti Raja, Perdana Menteri, atau Presiden beserta
menteri-menterinya. Dalam sistem presidensial seperti di Indonesia,
para menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin
olehnya, sedangkan dalam sistem parlemen para menteri dipimpin oleh
seorang perdana menteri.
Kekuasaan Eksekusif dimaknai sebagai kekuasaan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan kemauan negara dan pelaksanaan
UU. Dalam negara demokrasi kemauan negara dinyatakan melalui
undang-undang. Tugas utama lembaga Eksekusif adalah menjalankan
undang-undang.
Amandemen UUD 1945 telah membawa perubahan kehidupan
ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman.
Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan
kehakiman dilaksanakan pertama oleh mahkamah agung dan badan
peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
agama, militer, dan tata usaha negara. Kedua oleh mahkamah
konstitusi.
Disamping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman, UUD 1945 juga mengintroduksi suatu lembaga baru yang
berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yaitu
Komisi Yudisial (KY), lembaga ini bersifat mandiri, dan mempunyai
wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan juga
21
mempunyai wewenang lain dalam rangka menegakkankehormatan,
keluhuran martabat, serta prilaku hakim.
G.Hubungan Antara Lembaga
1. Hubungan antara MPR dan Presiden
MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mengangkat
presiden. Dalam menjalankan tugas pokok dalam bidang eksekutif
(pasal 4(1)) presiden tidak hanya menyelenggarakan pemerintahan
negara yang garis-garis besarnya telah ditentukan oleh MPR saja,
akan tetapi termasuk juga membuat rencana penyelenggaraan
pemerintahan negara. Demikian juga presiden dalam bidang legislatif
dijalankan bersama-sama dengan DPR (pasal 5)
2. Hubungan antara MPR dan DPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR) adalah
lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum
Reformasi, MPR merupakan lembaga tertinggi negara. MPR
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih
melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan
keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota
DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang
ditetapkan undang-undang.
MPR memiliki kekuasaan untuk mengubah UUD, maka antara
DPR dan MPR harus melakukan kerjasama yang simultan dalam
me;akaukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang
dilakukan oleh Presiden. Dalam hal ini DPR dapat menggunakan
hak-hak tertentu seperti hak angket, hak amandemen, hak
interpelasi, hak budget, hak tanya inisiatif (Pasal 20-A)
3. Hubungan antara DPR dan Presiden
Hubungan antara DPR dam Presiden terletak pada hubungan
kerja. Hubungan kerja tersebut antara lain adalah mengenai proses
22
pembuatan undang-undang antara presiden dan DPR yang diatur
dalam pasal 20 ayat 2, 3, 4, dan 5. Yaitu setiap rancangan undang-
undang harus dibahas oleh presiden dan DPR untuk mendapat
persetujuan bersama (ayat 2). Jika rancangan undang-undang itu
tidak mendapat persetujuan bersama, maka maka rancangan
undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa persidangan
itu (ayat 3). Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang
telah disetujui bersama, (ayat 4) dan apabila presiden dalam waktu
30 hari setelah rancangan undang-undang itu disetujui bersama,
undang-undang itu sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan (ayat 5). Untuk terbentuknya undang-undang, maka
harus disetujui bersama antara presiden dengan DPR. Walaupun
seluruh anggota DPR setuju tapi presiden tidak, atau sebaliknya,
maka rancangan undang-undang itu tidak dapat diundangkan.
Selanjutnya mengenai fungsi pengawasan yang dimiliki oleh
DPR. Yaitu mengawasi presiden dan wakil presiden dalam
pelaksanaan kekuasaan eksekutif. Dan DPR dapat mengusulkan
pemberhentian Presisiden sebagai tindak lanjut pengawasan (pasal
7A). Dalam bidang keuangan, RUU APBN diajukan oleh presiden
untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan
DPD (pasal 23 ayat 2). Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang
diusulkan presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu(pasal
23 ayat 3).
Hubungan kerja lain antara DPR dengan Presiden antara lain:
melantik presiden dan atau wakil presiden dalam hal MPR tidak
dapat melaksanakan sidang itu (pasal 9), memberikan pertimbangan
atas pengangkatan duta dan dalam hal menerima duta negara lain
(pasal 13), memberikan pertimbangan kepada presiden atas
pemberian Amnesti dan Abolisi (pasal 14 ayat 2), memberikan
persetujuan atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain (pasal 11), memberikan persetujuan
23
atas pengangkatan komisi yudisial (pasal 24B ayat 3), memberikan
persetujuan atas pengangkatan hakim agung (pasal 24A ayat 3).
4. Hubungan antara DPR dengan menteri-menteri
Menteri tidak dapat dijatuhkan dan diberhentikan oleh DPR,
tapi konsekuensi dari tugas dan kedudukannya, Presiden harus
memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, para Menteri juga dari
pada keberatan-keberatan DPR yang dapat mengakibatkan
diberhentikannya Menteri.
5. Hubungan antara Presiden dengan menteri-menteri
Presiden mempunyai wewenang untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri. para menteri bertugas untuk membantu
presiden untuk menjalankan program-program pemerintahannya
sesuai dengan bidang masing-masing. para menteri biasanya dipilih
karena koalisi partai dan dari kalangan profesional.
Para menteri adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai
pengaruh yang besar terhadap Presiden dalam menentukan politik
negara yang menyangkut departemennya. Dalam praktek
pemerintahan, Presiden melimpahkan sebagian wewenang kepada
menteri-menteri yang berbentuk presidium.
6. Hubungan antara Mahkamah Agung dengan lembaga negara lainnya
Dalam Penjelasan UUD 45 Kekuasaan Kehakiman adalah
kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah ataupun kekuasaan atau kekuatan lainnya.
7. Hubungan antara BPK dengan DPR
Menurut UU No. 15 Tahun 2004, BPK wajib menyerahkan
laporan pemeriksaan-nya kepada Lembaga Perwakilan Rakyat
(DPR, DPD dan DPRD). Segera setelah diserahkannya kepada
Lembaga-Lembaga Perwakilan Rakyat itu, BPK wajib untuk
memuatnya dalam website-nya agar dapat di akses oleh masyarakat
luas. Hal-hal yang mengandung unsur pidana dilaporkan oleh BPK
kepada penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan KPK-Komisi
24
Pemberantasan Korupsi). Pada gilirannya, Pemerintah, Lembaga-
Lembaga Perwakilan dan para penegak hukum tersebut
menindaklanjuti temuan pemeriksaan serta rekomendasi BPK.
Sebagai lembaga legislatif yang memiliki hak bujet, DPR dan DPRD
dapat menerbitkan Undang-Undang dan mendesak Pemerintah
untuk memperbaiki sistem pengelolaan uang serta asetnya.
Lembaga Perwakilan Rakyat juga dapat meneruskan kasus tindakan
kriminal untuk diusut lebih lanjut oleh penegak hukum.
Dengan menggunakan hak legislasinya, DPR dan DPRD
memiliki hak dan wewenang masing-masing untuk menindak lanjuti
temuan-temuan BPK. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
menyebut bahwa BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut
rekomendasi hasil pemeriksaannya itu. BPK pun dapat memproses
secara pidana auditee yang tidak serius melakukan koreksi terhadap
temuannya. Temuan-temuan yang mengandung unsur pidana
seperti ini wajib diserahkan oleh BPK kepada penegak hukum.
Temuan pemeriksaan BPK tersebut merupakan bukti awal yang
dapat diperdalam dan ditindaklanjuti oleh penegak hukum.
Hubungan kerja BPK dengan DPR, baik yang menyangkut
hasil temuan maupun tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan. Dalam
UUD 45 Pasal 23 E ayat (2) menegaskan bahwa hasil pemeriksaan
BPK disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya. Pasal 23E ayat(3) berbunyi : hasil pemeriksaan
tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
sesuai dengan undang-undang . Jadi UUD45 menegaskan bahwa
yang “utama” menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK itu adalah
“lembaga perwakilan”, baru badan ( lain ) sesuai undang-undang.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam membentuk Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia,
diperlukan adanya pendukung-pendukung. Yaitu, adanya perubahan
dalam UUD 1945 (Amandemen UUD 1945). Karena, menurut pendapat
kami, bila tidak ada perubahan dalam tatanan hukum yang baru kita
sulit untuk menuju tujuan negara Republik Indonesia. Dan dalam
membentuk tatanan negara diperlukan persatuan dalam negara agar
terdapat kedaulatan rakyat yaitu seperti yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai berikut: “
………, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan kepada …..” dan agar tercapai tujuan negara,
sistem ketatanegaraan yang terdiri dari perubahan UUD 1945, negara
kesatuan, bentuk pemerintahan republik, sistem pemerintahan
presidensial, dan sistem politik demokrasi, harus berjalan dengan baik
agar tujuan negara kita bisa tercapai.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar pengetahuan kita
tentang sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dapat bertambah.
Apabila terjadi perubahan pada manajemen reformasi, penegakkan
hukum serta yang menyangkut masyarakat luas sebaiknya dipikirkan
dan dipersiapkan secara matang agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azea, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Prof. Dr. Pendidikan
Kewarganegaraan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
2009.
C.F.Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Kajian Tentang Sejarah
dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, (terj.), Bandung: Penerbit
Nuansa dan Nusamedia, 2004, hal. 330.
Jimly Asshiddiqie, 1994 Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi
dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-van
Hoeve)
27
top related