perbandingan tingkat efisiensi bpr konvensional...
Post on 05-May-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN TINGKAT EFISIENSI BPR KONVENSIONAL DAN BPR
SYARIAH DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
(DEA) DI INDONESIA PERIODE 2012-2017
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
DENNY PRAYITNO 11140850000040
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439H/2018 M
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. INFORMASI PRIBADI
Nama : Denny Prayitno
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Desember 1995
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Jl. Jati Padang Putera, RT 003/09, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan
Telepon : 081298733887
Email : dnnprayitno@gmail.com
B. Pendidikan Formal
SDN 06 Jati Padang : Tahun 2002-2008
SMPN 218 Jakarta : Tahun 2008-20011
SMKN 8 Jakarta : Tahun 20011-2014
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : Tahun 2014-2018
C. Pengalaman Organisasi
1. Anggota JFC 2008-Sekarang
2. Anggota Karang Taruna Kelurahan Jati Padang Unit RW.09 2014-Sekarang
3. Koordinator Divisi Futsal Islamic Banking Days 2016
4. Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah 2017
5. Divisi Hubungan Masyarakat Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) FAHIM
2017 di Desa Parakan Muncang.
D. Keahlian
1. Mampu mengoperasikan Microsoft Office (Word, Excel, dan Powerpoint).
2. Mampu bekerja secara tim maupun individu.
vii
ABSTRACT
This study analyzes the comparison of the Efficiency Level of Conventional
Rural Banks and Sharia Rural Banks in Indonesia with Data Envelopment Analysis
(DEA) Approach 2012-2017 Period. The data used in this study is secondary data
taken on a quarterly basis during the period January 2012- December 2017.
Sampling technique used in this study is purposive sampling. The method of analysis
used in this research is Data Envelopment Analysis (DEA) by using EMS Software
and Microsoft Excel 2013. The result of this research is Conventional BPR is
superior with 81,44% compared to BPR Syariah with 79,66%. Faktors that affect the
state of inefficiency is the input and output variabels in the study.
Keyword: Conventional Rural Banks, Sharia Rural Banks, Data Envelopment
Analysis (DEA).
viii
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis perbandingan Tingkat Efisiensi BPR Konvensional
dan BPR Syariah di Indonesia dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
Periode 2012-2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diambil secara triwulan selama periode Januari 2012- Desember 2017. Teknik
Penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian in adalah purposive sampling.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment
Analysis (DEA) dengan menggunakan EMS Software dan Microsoft Excel 2013.
Hasil dalam penelitian in menujukan BPR Konvensional lebih unggul dengan 81,44%
dibandingkan BPR Syariah dengan 79,66%. Faktor yang mempengaruhi keadaan
inefisiensi adalah variabel input dan output dalam penelitian.
Kata Kunci: BPR Konvensional, BPR Syariah, Data Envelopment Analysis (DEA)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan segala
nikmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Perbandingan Tingkat Efisiensi BPR Konvensional dan
BPR Syariah dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) di Indonesia
Periode 2012-2017” dengan baik. Shalawat serta salah penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad salllallahu alaihi wassalam yang telah membawa dari zaman jahiliyah ke
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selesainya skripsi ini tentu dengan dukungan, bimbinagan dan bantuan serta
semangat dan doa dari semua orang disekeliling penulis selama proses penyelesaian
skripsi ini. Oleh karenanya izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas segala nikmat yang Engkau berikan ya Rabb, karena tanpa
kehendak dan segala pertolongan-Nya tidak mungkin saya dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Kedua Orang tua tercinta, Bapak Yatno dan Almh. Ibu Sukarwati, serta Ibu
Martini, dan Kakak tercinta Ratna Irnawaty, S.Pd, Dymas Prayitno, dan Jevry
Prayitno yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi, nasehat,
semangat, dan menjadi sosok yang kuat dalam hidup.
3. Dr. Arief Mufraini, Lc., Si. Selaku Dekan FEB, Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si.,
CA., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid. Akademik, Dr. Ade Sofyan
Mulazid, S. Ag., M.H selaku Wakil Dekan II. Bid. Administrasi Umum dan Dr.
Desmadi Saharuddin, M.A selaku Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan.
4. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA selaku Ketua Jurusan Perbankan
Syariah dan Ibu Fitri Damayanti, SE., M.Si selaku Sekertaris Jurusan Perbankan
Syariah.
x
5. Ibu Fitri Damayanti, SE., M.Si selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak Dr. Herni Ali HT, SE., MM dan Bapak Drs. Ade Ananto Terminanto,
MM selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah meluangkan waktu atas
ilmu, diskusi, saran, arahan, nasehat yang sangat berharga selama penyusunan
skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga akhir.
7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis
selama menempuh masa studi.
8. Kepada keluarga besar terimakasih atas pengertian, doa, dan semangatnya yang
diberikan kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan Bazher, Hanif, Nasrullah, Agung, Rian, Abdul,
Anwar, Irfan, Rita, Evi, Ayu, Yasmin, dan Ica terimakasih atas kerja sama,
kebersamaan dalam suka dan duka dan dukungannya selama ini. Sukses selalu
dalam mengejar mimpi kita masing-masing.
10. Rehan Nurmillah wanita baik yang selalu membantu.
11. Teman-teman KKN saya Aufa, Chary, Megisty, Najah Kiki, Poppy terimakasih
atas kenangan selama mengabdi di Desa Parakan Muncang, Kabupaten Bogor.
12. Teman-teman Perbankan Syariah angkatan 2014 yang sama-sama berjuang dari
awal hingga akhir. Apa yang terjadi selama kurang lebih 4 tahun perkuliahan
akan selalu menjadi pengalaman yang dikenang.
13. Teman-teman serta pihak-pihak lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu atas semua bantuannya selama proses pengerjaan skripsi ini berjalan
hingga akhirnya dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk
pencapaian yang lebih baik.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................................... iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .......................................................... iv LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi ABSTRACT ............................................................................................................... vii ABSTRAK .............................................................................................................. viii KATA PENGANTAR .............................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. xvi BAB I ......................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 10
C. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 11
D. Rumusan Masalah ......................................................................................... 12
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 12
BAB II ...................................................................................................................... 15 LANDASAN TEORI ............................................................................................... 15
A. Kajian Pustaka ............................................................................................... 15
1. Teori Perbankan ........................................................................................ 15
2. Teori Efisiensi ........................................................................................... 25
3. Data Envelopment Analysis (DEA) ........................................................... 34
4. Keunggulan dan Kelemahan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) 40
B. Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi Bank. ................. 41
C. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 45
xii
D. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................................ 48
BAB III .................................................................................................................... 49 METODE PENELITIAN ......................................................................................... 49
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 49
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................................ 50
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 56
D. Metode Analisis Data .................................................................................... 57
1. Model Data Envelopment Analysis ........................................................... 58
2. Model Pengukuran Efisiensi Teknik Bank ................................................ 59
E. Operasional Variabel Penelitian .................................................................... 62
BAB IV .................................................................................................................... 66 TEMUAN HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 66
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................................. 66
1. Sejarah Singkat Bank Perkreditan Rakyat ................................................. 66
2. Definisi ...................................................................................................... 67
3. Kegiatan Usaha BPR ................................................................................. 68
4. Statistik Perkembangan BPR ..................................................................... 69
B. Temuan Hasil Penelitian ............................................................................... 71
1. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2012 .......................... 71
2. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2013 .......................... 74
3. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2014 .......................... 77
4. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2015 .......................... 80
5. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2016 .......................... 83
6. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2017 .......................... 86
7. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2012-2017 ................. 89
8. Hubungan Variabel Input dan Output dengan Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Konvensional dan Syariah di Indonesia Periode 2012-2017. 93
BAB V ...................................................................................................................... 98
xiii
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 98 A. Kesimpulan ................................................................................................... 98
B. Saran .............................................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 102 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 106
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Unit Usaha dan Pangsa Pasar UMKM Tahun 2012-2013.... 4 Tabel 1.2 Perkembangan Tenaga Kerja UMKM di Indonesia Tahun 2012-20113 ...... 4 Tabel 1.3 Modal Inti BPR Konvensional ...................................................................... 7 Tabel 1.4 Modal Inti BPR Syariah ................................................................................ 8 Tabel 3.1 Proses Pengambilan Sampel …………………...........................................52 Tabel 3.2 BPR Konvensional dengan BOPO Terbaik ................................................ 53 Tabel 3.3 BPR Syariah dengan BOPO Terbaik .......................................................... 54 Tabel 3.4 Sampel Penelitian ........................................................................................ 55 Tabel 3.5 Variabel Penelitian ...................................................................................... 64 Tabel 4.1 Perkembangan BPR di Indonesia…………………………………………66 Tabel 4.2 Modal Inti BPR Konvensional ................................................................... 70 Tabel 4.3 Modal Inti BPR Syariah .............................................................................. 71 Tabel 4.4 Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2012 ........................................ 72 Tabel 4.5 Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2013 ........................................ 75 Tabel 4.6 Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2014 ........................................ 78 Tabel 4.7 Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2015 ........................................ 81 Tabel 4.8 Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2016 ........................................ 84 Tabel 4.9 Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2017 ........................................ 87 Tabel 4.10 Rata-rata Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2012-2017 ............. 89 Tabel 4.11 Tingkat Efisiensi BPR Konvensional dan BPR Syariah di Indonesia Periode 2012-2017 ...................................................................................................... 91
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Operasional Bank Konvensional .......................................................... 17 Gambar 2.2 Operasional Bank Syariah .................................................................... 19 Gambar 2.3 Kerangka emikiran Teoritis .................................................................. 48 Gambar 3.1 Variabel Input Penelitian........................................................................62 Gambar 3.2 Variabel Output Penelitian ................................................................... 63
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Statistik Perkembangan BPR di Indonesia .................................................. 6 Grafik 4.1 Statistik Perkembangan BPR di Indonesia……………………………….69 Grafik 4.2 Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Periode 2012-2017 ........................... 90 Grafik 4.3 Tingkat Efisiensi BPR Konvensional dan BPR Syariah di Indonesia Periode 2012-2017 ...................................................................................................... 93
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membangun perekonomian Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
peranan berbagai pihak antara lain Pemerintah, lembaga-lembaga terkait di
sektor keuangan serta para pelaku-pelaku usaha yang menopang
perkembangan dari perekonomian Indonesia. Salah satu pelaku usaha yang
memiliki peran strategis dalam membangun perekonomian Indonesia adalah
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Hal ini ditinjau dari peran UMKM pada beberapa aspek yakni unit
usaha UMKM merupakan 99,9% dari total usaha di Indonesia serta
menyerap 77,67 juta tenaga kerja atau 96,8% dari tenaga kerja nasional,
dengan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,5%
(Hartono, Djohar, & Daryanto, 2008:52). Dilihat dari daya serap tenaga
kerja serta sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pelaku
usaha yang bergerak dibidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian di Indonesia.
Dalam konteks ini permasalahan klasik yang timbul terhadap pengembangan
UMKM yakni terkendalanya modal, pembinaan yang kurang, serta kurang
inovatif produk yang dipasarkan oleh para pelaku UMKM. Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah cenderung memperlihatkan pergerakan yang monoton,
dimana UMKM di Indonesia masih cenderung kurang berani dalam hal
2
untuk ber-ekspansi dan tidak mudahnya prosedur pengajuan pembiayaan di
lembaga keuangan tertentu untuk penambahan modal UMKM di Indonesia.
Dalam hal kegiatan penyaluran pembiayaan (dalam prinsip syariah) /
kredit (konvensional) cenderung masyarakat umum tertuju pada industri
perbankan, terlebih kegiatan penyaluran dana untuk kegiatan usaha
produktif terjadi pada industri perbankan akan tetapi, tidak dipungkiri
kegiatan penyaluran dana di industri perbankan juga meliputi kosnsumtif
para nasabah-nasabah industri perbankan itu sendiri. Industri perbankan
Indonesia telah mengalami perubahan besar beberapa tahun terakhir.
Industri ini lebih kompetitif karena deregulasi peraturan oleh pemerintah.
Fungsi usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,
menyalurkan dana, dan memberikan jasa lainnya terhadap nasabah setia
mereka, hal tersebut diperjelas Menurut UU No 10 Tahun 1998 tanggal 10
November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha
perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan
dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Laju pertumbuhan ekonomi yang
semakin tinggi, telah mendorong perbankan memiliki fleksisbilitas pada
layanan yang mereka tawarkan, lokasi tempat mereka beroperasi dan produk
yang dapat memberi kepuasan dan kemudahan kepada nasabahnya.
Secara umum bank dibedakan menjadi dua yaitu, bank umum dan
bank perkreditan rakyat (BPR). Bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
3
pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas
pembayaran (Sukmayanti, 2012:2). Sektor keuangan, terutama industri
perbankan, berperan sangat penting bagi aktivitas perekonomian suatu
Negara. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat
mempengaruhi perekonomian suatu bangsa baik secara mikro maupun
makro. Peran strategis bank tersebut sebagai wahana yang mampu
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien
kearah peningkatan taraf hidup rakyat. Di Indonesia, perbankan mempunyai
pangsa pasar sebesar 80 persen dari keseluruhan sistem keuangan yang ada
(Septianto & Widiharih, 2010:41).
Melihat dari permasalahan klasik UMKM dan betapa pentingnya
UMKM untuk perkembangan perekenomian di Indonesia. Diperjelas dari
statistik perkembangan UMKM di Indonesia sebagai berikut:
4
Tabel 1.1
Perkembangan Unit Usaha dan Pangsa Pasar Tahun 2012-2013
Indikator Tahun 2012 Tahun 2013
Perkembangan
Tahun 2012-2013
Jumlah Pangsa (%)
Jumlah
Pangsa
(%) Jumlah (%)
Unit Usaha
UMKM 56.534.
592 99.99 57.899 5.721 99.99 1.361.1
29 2,41
Mikro 55.856.
176 98.79 57.189.
393 98.77 1.333.217 2.39
Kecil 629.41
8 1,11 654.22
2 1,13 24.803 3,94 Menenga
h 48.997 0,09 52.106 0,09 3.110 6,35
Sumber : statistik perkemabangan UMKM DEPKOP (departemen koperasi)
Tabel 1.2
Perkembangan Tenaga Kerja UMKM di Indonesia Tahun 2012-2013
Indikator
Tahun 2012 Tahun 2013 Perkembangan Tahun 2012-2013
Jumlah Pangsa (%) Jumlah Pangs
a (%)
Jumlah (%)
Tenaga Kera
UMKM 107.65 7.509 97,16 114.14
4.082 96,99 6.486.573
6,03
Mikro 99.859. 517 90,12 104.62
4.466 88,90 4.764.949
4,77
Kecil 4.535.9 70 4,09 5.570.2
31 4,73 1.034.262
22,80
Menengah
3.262.0 23 2,94 3.949.3
85 3,36 687.363 21,07
Sumber : statistik perkembangan UMKM DEPKOP (departemen koperasi)
5
Ditinjau dari fakta tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa memang
benar adanya UMKM dapat menunjang perkembangan perekonomian
Indonesia dan dapat menanggulangi permasalahan makro seperti
pengangguran yang ada di Indonesia. Permasalahan klasik seperti
kekurangan modal sering dirasakan oleh para pelaku UMKM di Indonesia,
ini yang menghambat pertumbuhan UMKM di Indonesia serta akan
berdampak pada perkembangan perekonomian Indonesia yang sebagian
besar ditopang oleh UMKM. Disinilah peran lembaga keuangan yang pada
kegiatan menyalurkan dana.
Lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani jasa
perbankan bagi masyarakat adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank
Perkreditan Rakyat dituntut untuk dapat bertahan menghadapi krisis
ekonomi global yang terjadi saat ini karena BPR berperan penting dalam
memberikan pembiayaan pada sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah) di seluruh daerah. BPR memiliki prosedur pelayanan yang
sederhana, proses cepat dan skema kredit yang lebih mudah disesuaikan
serta lokasi tersebar di seluruh daerah baik perkotaan maupun pedesaan
dibandingkan dengan bank umum. Bank umum juga berperan dalam
memberikan pembiayaan tetapi dengan bentuk kredit baku (tidak dapat
disesuaikan ) serta lokasinya yang hanya ada di perkotaan (Septianto &
Widiharih, 2010:41).
Perkembangan BPR di tanah air menunjukan indikasi yang
menggembirakan, ditunjukkan dari perkembangannya yang cenderung
6
meningkat baik dari jumlah kantor, total asset, penghimpunan dana maupun
penyaluran kredit yaitu rata-rata dalam lima tahun terakhir masing-masing
meningkat sebesar 4,8%, 22,0%, 20,8% dan 34,4%. Meskipun skala
ekonomi BPR masih relatif kecil, namun kemampuannya dalam
memberikan akses keuangan yang lebih luas kepada UMK di Indonesia
sangatlah penting Laju pertumbuhan periode 2011-2015 meningkat 16% dan
sampai akhir Juni 2016 mencapai Rp 105 triliun (1,6% dari total asset bank
umum). Dana pihak ketiga meningkat sampai Juni 2016 mencapai Rp 70
triliun (70% dalam bentuk deposito), serta kredit meningkat mencapai Rp 79
triliun pada akhir Juni 2016 (Perbarindo: Perkumpulan Perbankan Indonesia,
2016).
Grafik 1.1
Statistik Perkembangan BPR di Indonesia
Sumber: statistik perkembangan BPR Indonesia Otoritas Jasa Keuangan, dalam
milyaran rupiah
Desember2013
Desember2014
Desember2015 Juni 2016
total Aset 77376 89878 101713 105867Kredit yang Diberikan 59176 68391 74807 79764Dana Pihak Ketiga 50520 58750 67266 70238
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
7
Dari jumlah BPR/S sebanyak 1.797 sebagian besar (1.184 BPR/68%)
memiliki Modal Inti (MI) yang terbatas (di bawah Rp 6 Milyar), BPR/S
dengan MI di bawah Rp 6 Milyar: memiliki: (a). Kinerja cenderung buruk,
tercermin dari: NPL/NPF tinggi, BOPO tinggi, ROA rendah (negative), (b).
TKS/CAMELS yang buruk. Sesuai dengan POJK No. 12/POJK.03/2016
tentang kegiatan usaha dan wilayah jaringan kantor bank perkreditan rakyat
berdasarkan modal inti, BPR yang tidak dapat memenuhi ketentuan
permodalan akan dikenakan sanksi pembatasan operasional (Perbarindo:
Perukumpulan Perbankan Indonesia, 2016)
Tabel 1.3
Modal Inti BPR Konvensional
BPRKU Modal Inti (MI) 𝚺BPR Total
a MI < 1 Milyar 161 b MI 1- 3 Milyar 442 c MI 3 - < 6 Milyar 466 d MI 6 - < 15 Milyar 354
BPRKU 1 MI < 15 Milyar 1.423 BPRKU 2 MI 15 - < 50 Milyar 174 BPRKU 3 MI >= 50 Milyar 37
Jumlah 1.634 Sumber: Perkumpulan Perbankan Indonesia (Materi OJK)
8
Tabel 1.4
Modal Inti BPR Syariah
BPRKU
Modal Inti (MI) 𝚺BPR Total
a MI < 1 Milyar 22 b MI 1- 3 Milyar 52 c MI 3 - < 6 Milyar 41 d MI 6 - < 15 Milyar 34
BPRKU 1 MI < 15 Milyar 149 BPRKU 2 MI 15 - < 50 Milyar 9 BPRKU 3 MI >= 50 Milyar 5
Jumlah 163 Sumber: Perkumpulan Perbankan Indonesia (Materi OJK)
Sementara itu terdapat perkembangan lainnya yang perlu dicermati
terkait dengan efisiensi BPR. Saat ini, indikator yang biasa dipakai untuk
mengukur efisiensi perbankan adalah dengan menggunakan rasio BOPO.
Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan
pendapatan operasional. Perkembangan rasio BOPO industri BPR dalam
lima tahun terakhir masih dibawah angka 94% (batas nilai efisiensi ukuran
BOPO pada BPR), namun nilainya menunjukan kecenderungan yang
meningkat. Rata-rata rasio BOPO industri BPR cenderung meningkat di atas
80 persen, yaitu 81,02 persen pada akhir tahun 2003 dan meningkat menjadi
84,27 persen pada akhir 2007.
Selain itu nilai suku bunga simpanan dan suku bunga kredit BPR saat
ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan bank umum. Pada akhir
tahun 2007 suku bunga tabungan BPR sebesar 7,6 persen dan deposito
sebesar 11,6 persen yang nilainya masih jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan suku bunga simpanan bank umum yaitu 3,5 persen dan 7,5 persen.
9
Relatif tingginya cost of fund BPR berdampak pada tingginya suku bunga
kredit BPR yakni sebesar 22,7 persen per tahun, sedangkan suku bunga
kredit kepada bank umum pada tahun 2007 rata-rata hanya sebesar 13,8
persen.
Uraian tersebut menunjukkan adanya indikasi kinerja industri BPR
yang belum efisien. Sementara itu, industri BPR dengan tingkat efisiensi
yang tinggi sangat diperlukan karena mempunyai dampak positif,
sehubungan dengan perannya yang sangat strategis dan berbeda dengan
perbankan secara umum. Keberadaan BPR yang efisien dalam melakukan
kegiatan operasionalnya sangat diperlukan oleh berbagai pihak, yaitu baik
nasabah deposan maupun nasabah debitur, pemilik dan manajemen bank,
serta Bank Indonesia sebagai regulator dan supervisor BPR (Bank
Indonesia, 2007).
Menurut beberapa pakar Oral dan Yolalan, Berger dan Humphrey,
penilaian efisiensi tidak bisa dilakukan secara parsial seperti misalnya
pengukuran ratio biaya tenaga kerja dengan pendapatan, tetapi harus
memperhitungkan seluruh output dan seluruh input yang ada. Sehingga
pendekatan yang lebih tepat dalam pengukuran kinerja efisiensi adalah
dengan menggunakan pendekatan frontier berupa analisa parametrik dan
non-parametrik. Hasil studi menunjukkan pengukuran efisiensi yang
dilakukan dengan non-parametrik maupun parametrik akan menunjukan
hasil yang tidak terlalu jauh berbeda dan relatif konsisten (Hartono, Djohar,
& Daryanto, 2008:53). Oleh sebab itu peneliti mengambil judul penelitian
10
Perbandingan Tingkat Efisiensi BPR Konvensional dan BPR Syariah di
Indonesia dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
Periode 2012-2017.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah diperlukan untuk menerangkan masalah-masalah
yang mungkin muncul pada objek yang akan diteliti sebelum dibuatkan
pembatasan dan perumusan masalahnya. Identifikasi masalah yang
ditemukan antara lain:
1. Tingginya tingkat suku bunga kredit (dalam konvensional) dan atau
pembiayaan (berdasarkan syariah) menjadikan daya saing antara BPR
dan Bank Umum cukup senjang.
2. Tingkat suku bunga (dalam konvensional) dan atau pengembalian
(berdasarkan syariah) yang tinggi terhadap dana pihak ketiga
menyebabkan suku bunga kredit (dalam konvensional) dan atau
pembiayaan (berdasarkan syariah) cenderung tinggi.
3. Rasio BOPO BPR yang cenderung meningkat setiap tahunnya
mengindikasikan efisiensi yang belum optimal terhadap perkembangan
BPR.
4. Kepemilikan Modal Inti yang sebagian besar BPR masih dibawah Rp
6 milyar, sesuai dengan POJK No. 12/POJK.03/2016 tentang kegiatan
usaha dan wilayah jaringan kantor bank perkreditan rakyat berdasarkan
modal inti, BPR yang tidak dapat memenuhi ketentuan permodalan
11
akan dikenakan sanksi pembatasan operasional, sehingga optimalisasi
kegiatan BPR terbatas.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan judul yang diangkat, penulis membatasi ruang lingkupnya
agar penelitian ini menjadi lebih fokus, dan tidak menyimpang dari sasaran
pokok penelitian, serta mempermudah proses analisa itu sendiri. Maka
penelitian ini membatasi masalah antara lain:
1. Penelitian ini hanya membatasi tentang Perbandingan Tingkat
Efisiensi BPR Konvensional dan BPR Syariah di Indonesia dengan
Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Periode 2012-2017 dan
menggunakan 3 variabel input, serta 2 variabel output. Sampel
penelitian ini sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
a. Objek yang diteliti adalah BPR Konvensional dan BPR Syariah
yang laporan Triwulannya dipublikasikan di website Otoritas
Jasa Keuangan.
b. Periode penelitian yaitu tahun 2012-2017 dengan menggunakan
data laporan triwulan masing-masing BPR Konvensional dan
BPR Syariah.
c. Objek yang diteliti adalah BPR Konvensional dan BPR Syariah
dengan BOPO Terbaik sepanjang 2012-2017 di setiap
provinsinya.
12
d. Tempat objek penelitian ini adalah setiap provinsinya yang
memiliki BPR Konvensional dan BPR Syariah serta telah
diseleksi memiliki nilai BOPO Terbaik sepanjang 2012-2017.
2. Variabel Input yang digunakan adalah Dana Pihak Ketiga, Total Asset,
dan Beban Operasional.
3. Variabel Output yang digunakan adalah Kredit dan atau pembiayaan,
serta Pendapatan Operasional.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka
dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Konvensional dan Syariah di Indonesia dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA) Periode 2012-2017.
2. Faktor apa yang mempengaruhi kondisi Efisiensi Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Konvensional di Indonesia dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA) Periode 2012-2017.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan penelitian ini dilihat dari rumusan masalah yang telah
disampaikan di atas:
a. Untuk menganalisis Tingkat Efisisensi Bank Perkreditan Rakyat
Konvensional dan Syariah di Indonesia dengan Pendekatan Data
Envlopment Analysis (DEA) Periode 2012-2017.
13
b. Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi kondisi Efisiensi
Bank Perkreditan Rkayat (BPR) Konvensional di Indonesia
dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Periode
2012-2017.
2. Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi peneliti maupun tempat atau perusahaan yang menjadi objek
penelitian. Oleh karena itu, terdapat beberapa manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
a. Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
para Akademisi untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan
judul yang berkesinambungan dan dengan harapan penelitian ini
bisa menjadi inspirasi bagi para peneliti selanjutnya dan
menjadikan rujukan yang relevan.
b. Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi para investor untuk dapat mengambil keputusan dalam hal
segi investasi di dunia perbankan, sehingga para investor dapat
lebih berhati-hati dan dapat mengambil langkah pasti dalam
menginvestasikan dananya.
14
c. Perbankan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
bagi para pelaku perabankan untuk memperbaik diri dalam
kualitas usaha dan kinerjanya, sehingga para masyarakat dapat
ditunjang kesjehateraannya yang tertuang dalam fungsi
perbankan tersebut.
d. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber untuk
Pemerintah guna mengembangkan dan memajukan BPR/S di
Indonesia dalam meningkatkan perekonomian Indonesia,
sehingga perekoenmian Indonesia dapat meningkat sebab peran
penting BPR/S di Indonesia dalam menunjang UMKM sangatlah
penting.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Teori Perbankan
a. Pengertian Perbankan
Terdapat berbagai definisi mengenai bank atau perbankan,
namun pada dasarnya masing-masing pendapat memiliki
pengertian yang sama. Salah satu pendapat menyatakan bahwa
bank adalah badan yang mempunyai tugas utama melakukan
penghimpunan dana dari pihak ketiga dan menyalurkannya
kembali ke masyarakat. Ada pendapat lain yang menyatakan
bahwa bank memiliki tugas menyalurkan dana dari pihak yang
kelebihan dana (surplus) ke pihak yang kekurangan dana
(deficit), serta ada beberpa pendapat lain. Kedua tugas tersebut
pada kedua pendapat tersebut dinamakan fungsi intermediasi.
Definisi bank yang dapat diberlakukan di Negara kita adalah
sesuai dengan aturan yang ada yitu terncantum dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan dan merupakan perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992. Menuurut undang-undang tersebut:
(Arthesa & Hendiman, 2006:5-6)
Definisi Perbankan menurut UU No. 10/1998:
16
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
b. Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
Jenis bank berdasarkan kegiatan operasionalnya ada 2 yaitu:
1. Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah
menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan
umum: seperti adat, kebiasaan, kelaziman. Berdasarkan
pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam
operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode
bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan
telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode
bagi hasil bank syariah (Bank Indonesia). Pada umunya
pengertian bank konvensional yakni lembaga keuangan
bank yang menjalankan kegiatan operasionalnya pada
prinsip konvensional yang sudah kita kenali dengan metode
bunga pada produk-produknya.
17
Berikut merupakan operasional perbankan
konvensional:
Sumber: (Santi, 2015:228)
2. Bank Syariah
Bank yang berdasarkan prinsip syariah belum lama
berkembang di Indonesia. Namun di luar negeri terutama di
Negera-negara Timur-Tengah seperti di mesir atau Pakistan
bank yang berdasarkan prinsip syariah sudah
berkembangan pesat sejak lama. Bank berdasarkan prinsip
syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam
antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam
menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang
berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Operasional Bank Konvensional
18
a. Pembiayaan berdasarkan bagi hasil (mudharabah)
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musyarakah)
c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah)
d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni
tanpa pilihan (ijarah)
e. Atau dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina) (Hasan, 2014:21-22)
Syariah identik sekali dengan agama Islam, sebab
syariah di dalam agama islam merupakan aturan-aturan
yang mengatur para umatnya yang mempercayai
keberadaan agama Islam. Oleh sebab itu, Bank Syariah
merupakan lembaga keuangan yang kegiatan
operasionalnya berdasarkan syariah atau bisa disebut sesuai
dengan ajaran Islam. Dalam bank konvensional kita
mengenal sekali konsep bunga, akan tetapi di dalam bank
syariah kita mengenalinya dengan bagi hasil. Perbedaan
mendasar dalam bank konvensional dan bank syariah yakni
konsep bunga dan bagi hasil. Salah satu perbedaan yakni
cara memperlakukannya, apabila bunga hanya mengenal
untung saja berbeda dengan bagi hasil dalam praktiknya
19
bagi hasil mengenal untung dan rugi yang ditanggung
secara bersama-sama.
Berikut merupakan operasional perbankan syariah:
Sumber: dikutip dari (Ascarya dan Yumanita, 2005:39)
c. Aktivitas Perbankan
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum
menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah sebagai
berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
Gambar 2.2
Operasional Bank Syariah
20
tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menerbitkan surat pengakuan utang.
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri
maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
a) Surat–surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi
oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama
daripada kebiasaan dalam perdagangan surat–surat
dimaksud;
b) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya
yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan
dalam perdagangan surat– surat dimaksud;
c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan
pemerintah;
d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
e) Obligasi;
f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu)
tahun;
g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu
sampai dengan 1 (satu) tahun.
h) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan nasabah.
21
i) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau
meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
j) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat
berharga dan melakukan perhitungan dengan atau
antara pihak ketiga.
k) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan
surat berharga.
l) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan
pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
m) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada
nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang
tidak tercatat di bursa efek.
n) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit
dan kegiatan wali amanat.
5. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan
lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
6. Melakukan kegiatan lain, misalnya: kegiatan dalam valuta
asing; melakukan penyertaan modal pada bank atau
perusahaan lain di bidang keuangan seperti: sewa guna
usaha, modal ventura, perusahaan efek, dan asuransi; dan
22
melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi
akibat kegagalan kredit.
7. Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan undang–undang (Maharani,
2012:9-11).
d. Bank Perkreditan Rakyat
1. Definisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sesuai
dengan UU No. 1998 tentang perbankan adalah sebagai
berikut:
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannyatidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bentuk hukum BPR dapat berupa:
a. Perusahaan Daerah
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas
d. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah (Iskandar , 2013:59)
Pada pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwasanya bank perkreditan rakyat secara umum
melakukan kegiatan operasionalnya terbatas, akan tetapi
23
bank perkreditan rakyat merupakan lembaga keuangan yang
dapat menyentuh masyarkat hingga kepelosok sebab
keberadaannya yang terdapat di perdesaan-perdesaan
berbeda dengan bank umum. Bank perkreditan rakyat
memiliki peran yang penting akan keberadaannya dan
kemudahannya dalam pembiayaan/kredit untuk masyarakat
kecil dan menunjang perekonomian daerah sampai skala
nasional.
2. Fungsi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Fungsi BPR secara umum adalah sebagai badan usaha
yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat,
harus mampu menunjang modernisasi pedesaan dan
memberikan layanan jasa perbankan bagi golongan
ekonomi lemah/pengusaha kecil seperti tercantum pada
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan.
Pelayanan BPR sebagian besar diberikan kepada
masyarakat yang bermodal kecil, yang sebagian besar
berada dalam sektor informal. Oleh karena itu perbaikan
kinerja baik manajemen, administrasi harus ditingkatkan
kualitasnya. Disamping menyangkut perkembangan BPR
itu sendiri juga menyangkut perkembangan sektor riil yang
tumbuh dari sektor informal yang merupakan bagian
terbesar dari perekonomian masyarakat (Bank Indonesia).
24
3. Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Kegiatan bank perkreditan rakyat pada dasarnya sama
seperti kegiatan bank umum, hanya yang menjadi
perbedaan adalah jumlah jasa bank yang dilakukan bank
perkreditan rakyat jauh lebih sempit. Bank perkreditan
diatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat
berbuat seleluasa bank umum. Keterbatasan kegiatan bank
perkreditan rakyat juga dikaitkan dengan misi pendirian
bank perkreditan rakyat itu sendiri. Dalam praktiknya
kegiatan bank perkreditan rakyat adalah sebagai berikut:
a. Menghimpun dana hanya dalam bentuk :
1) Simpanan Tabungan
2) Simpanan Deposito
b. Menyalurkan dana dalam bentuk :
1) Kredit Investasi
2) Kredit Modal Kerja
3) Kredit Perdagangan (Hasan, 2014:31-32)
Dalam keterbatasan dan tidak luasnya operasional
bank perkreditan rakyat. Bank perkreditan rakyat tidak
diperkenankan melakukan usahanya sama seperti bank
umum pada dasarnya.
25
Ada beberapa jenis usaha yang dilakukan bank
umumtetapi tidak boleh dilakukan bank perkreditan rakyat.
Usaha yang tidak boleh dilakukan bank perkreditan rakyat
adalah:
a. Menerima simpanan berupa giro.
b. Melakukan kegiatan usaha perbankan dalam
mata uang/valuta asing.
c. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip
prudent banking dan concern terhadap layanan
kebutuhan masyarakat menengah ke bawag
d. Melakukan usaha perasuransian.
e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha
sebagaimana yang dimaksud dalam usaha bank
perkreditan rakyat (Herli, 2013:5)
2. Teori Efisiensi
a. Konsep Efisiensi
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang
secara teoritis merupakan salah satu mendasari seluruh kinerja
sebuah perusahaan. Kemampuan menghasilkan output yang
maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang
diharapkan. Pada saat melakukan pengukuran efisiensi, pihak
bank dihadapkan pada suatu kondisi bagaimana cara
mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input
26
yang ada. Dengan diidentifikasikan alokasi input dan output,
dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat penyebab
ketidakefisienan (Ramadhan, Purnomo, Muhtarom, &
Chuzaimah, 2017:114).
Menurut Hasibuan (1994) dalam (Widiarti, Siregar, &
Andati, 2015:136) Efisiensi yaitu perbandingan terbaik antara
input masukan dan output (hasil), antara keuntungan dengan
biaya, antara hasil pelaksanaan dengan sumber yang digunakan,
seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan
penggunaan sumber yang terbatas.
Efisiensi merupakan hal yang sangat penting bagi entitas
bsinis. Konsep efisiensi seringkali didefinisikan sebagai
melakukan sesuatu secara benar (doing the thing right). Hal ini
biasanya selalu dikaitkan dengan bagaimana cara perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, konsep efisiensi
seringkali dilihat dari sisi biaya,. Perusahaan selalu berusaha agar
tingkat biaya ditekan sampai pada level seminimal mungkin
untuk menghasilkan tingkat output yang diinginkan dalam proses
transformasi dari inout menjadi output, Nurhandini (2006) dalam
(Ali & Ascarya, 2010:113).
Secara keselurhan efisiensi perbankan dapat didekomposisi
ke dalam efisiensi dalam skala (scale efficiency), efisiensi dalam
cakupan (scope efficency), efisensi teknis (technical efficiency),
27
dan efisiensi alokasi (allocative efficiency). Bank dikatakan
mencapai efisiensi dalam skala ketika bank bersangkutan mampu
beroperasi dalam skala hasil yang konstan (constant return to
scale). Sedangkan efisiensi cakupan tercapai ketika bank mampu
beroperasi pada diversifikasi lokasi. Efisiensi alokasi tercapai
ketika bank mampu menentukan berbagai output yang
memaksimalkan keuntungan. Sedangkan efisiensi teknis pada
dasarnya menyatakan hubungan antara input dengan output
dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan
efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat
dihasilkan output yang maksimal, atau untuk menghasilkan
output sejumlah tertentu digunakan input yang paling minimal.
Dalam tulisan ini konsep efisiensi yang digunakan adalah
efisiensi teknis (Kurnia, 2004:131).
b. Konsep Efisiensi Dalam Islam
Menurut Ali & Ascarya (2010:113-114) tujuan efisiensi
adalah untuk mencapai keuntungan optimal. Dalam Islam istilah
efisiensi tidak dikenal. Menekan biaya yang sebesar-besarnya
untuk mendapatkan keuntungan yang paling maksimal dalam
teori produsen akan berakibat pada perbuatan dzalim yang tidak
bersenyawa dengan ruh Islam. Dalam Islam, perwujudan
keuntungan yang optimal dihasilkan melalui usaha yang optimal
(kerja keras) untuk menghasilkan sesuatu secara optimal dengan
28
tetap menjaga keseimbangan (ta’adul) dan etika syariah.
Keuntungan yang dihasilkan harus seimbang dengan kerja keras
dan beban yang dikeluarkan. Rasulullah saw bersabda, Al-Kharaj
bid-Dhaman (setiap keuntungan yang didapatkan harus sesuai
dengan beban yang dikeluarkan). Keseimbangan juga berarti
bahwa dalam mewujudkan value added, produsen mesti
memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Untuk
mewujudkan optimalisasi dan keseimbangan, Islam memberikan
beberapa guidance, di antaranya:
1. Memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam
Islam menghendaki umatnya untuk bekerja
memakmurkan bumi dan memanfaatkan seluruh potensi
sumber daya alam. Allah beriman:
“...Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya..” (Huud : 61)
2. Spesialisasi kerja
Konsep spesialisasi kerja pernah diutarakan oleh Ibnu
Khaldun dalam Muqaddimah- nya. Menurutnya dengan
29
jumlah penduduk yang semakin besar, maka akan terjadi
pembagian dan spesialisasi tenaga kerja sehingga akan
memperbesar surplus dan perdagangan internasional.
Pembagian tenaga kerja internasional akan lebih tergantung
pada perbedaan keahlian dan keterampilan penduduk
dibandingkan dengan ketersediaan sumber daya alam.
Dalam Islam, prinsip dasar tentang spesialisasi dapat
ditelaah dalam hadits Nabi saw yang menjelaskan tentang
konsep itqan dan ihsan. Mengenai itqan, Rasulullah saw
bersabda:
Artinya, “Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang
melakukan pekerjaan (berproduksi) dengan cermat dan
tekun (itqan)” (HR. Thabrani).
3. Larangan terhadap Riba
Salah satu cara Islam mewujudkan efisiensi dengan
cara minimalisasi biaya produksi adalah dengan
pengharaman riba (bunga). Sebagai bagian dari elemen
biaya tetap dalam produksi, penghapusan bunga akan
membuat biaya produksi lebih rendah (efsien). Salah satu
ayat yang mengharamkan riba:
30
Artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam kekafiran dan bergelimang Dosa.”(al-baqarah :276)
4. Larangan israf dan tabdzir dalam produksi
Perbedaan antara israf dan tabdzir disampaikan oleh
Al-Mawardi dalam Kantakji (2003). Al-Mawardi
menjelaskan bahwa israf adalah kesalahan menggunakan
takaran yang tepat, sedangkan tabdzir adalah kebodohan
dalam menggunakan alokasi yang tepat. Allah berfirman:
“Makanlah dari buahnya bila dia berbuah dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan
zakatnya) dan janganlah kamu berlebihlebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan.” (al- An’am :141)
c. Pengukuran Efisiensi
Menurut Silkman (1986) yang dikutip dalam (Muharam &
Pusvitasari, 2007:86-88), ada tiga jenis pendekatan pengukuran
efisiensi khususnya perbankan yaitu:
31
1. Pendekatan rasio, yaitu pendekatan rasio dalam mengukur
efisiensi dilakukan dengan cara menghitung perbandingan
output dengan input yang digunakan. Pendekatan ini akan
dinilai memiliki efisiensi yang tinggi, apabila dapat
memproduksi jumlah output yang maksimum dengan input
tertentu.
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡
Kelemahan dari pendekatan ini adalah apabila
terdapat banyak input dan output yang akan dihitung secara
bersamaan, sehingga banyak perhitungan yang
menimbulkan asumsi yang tidak tegas.
2. Pendekatan regresi, yaitu pendekatan yang menggunakan
sebuah model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi
dari berbagai tingkat input tertentu. Fungsinya dapat dilihat
di bawah ini:
Y = f (X1, X2, X3, X4 ……… Xn)
Di mana Y = output, X = input
Pendekatan regresi akan menghasilkan estimasi
hubungan yang dapat digunakan untuk memproduksi
tingkat output yang dihasilkan sebuah Unit Kegiatan
Ekonomi (UKE) pada tingkat output tertentu. UKE tersebut
akan dinilai efisien, apabila mampu menghasilkan jumlah
32
output lebih banyak dibandingkan jumlah output hasil
estimasi. Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi
banyak output, karena hanya satu indikator output yang
dapat ditampung dalam sebuah persamaan regresi. Apabila
dilakukan penggabungan banyak output dalam satu
indikator, informasi yang dihasilkan menjadi tidak rinci
lagi, Silkman (1986) yang dikutip dalam (Muharam &
Pusvitasari, 2007:87-88).
3. Pendekatan frontier, menurut Silkman (1986) yang
dikutip dalam (Muharam & Pusvitasari, 2007:87-88)
pendekatan ini mempunyai dua jenis yaitu: parametrik dan
non-parametrik. Pendekatan parametrik terdiri dari
Stochastic Frontier Approuch (SFA), Distribution Free
Approach (DFA) dan Thick Frontier Approuch (TFA),
sedangkan non-parametrik meliputi Data Envelopment
Analysis (DEA).
Dalam pengukuran efisiensi perbankan ada dua
pendekatan yang biasa digunakan yaitu pendekatan
produksi dan pendekatan intermediasi. Dalam pendekatan
produksi, bank ditempatkan sebagai unit kegiatan eknomi
yang melakukan usaha menghasilkan output berupa jasa
pinjaman kepada nasabah penyimpan maupun jasa
pinjaman kepada nasabah peminjam dengan menggunakan
33
seluruh input yang dikuasainya. Sedangkan dalam
pendekatan intermediasi, bank ditempatkan sebagai unit
kegiatan ekonomi yang melakukan transformasi berbagai
bentuk dana yang dihimpun ke dalam berbagai bentuk
pinjaman (Kurnia, 2004:131).
Beberapa tahun terakhir ini perhitungan kinerja
lembaga keuangan yang lebih difokuskan pada pendekatan
forntier efficiency atau x-efficiency, mengukur
penyimpangan dari lembaga keuangan berdasarkan ”best
practice” atau berlaku umum pada pendekatan forntier.
Pendekatan forntier dari suatu lembaga keuangan dapat
diukur melalui bagaimana kinerja lembaga keuangan
tersebut bersifat relatif terhadap perkiraan kinerjanya yang
”terbaik” dari industri tersebut. Kondisi ini terjadi, apabila
semua lembaga keuangan tersebut menghadapi kondisi
pasar yang sama, Bauer et al. (1998) yang dikutip dalam
(Falhanawati, 2013:38).
Menurut Ascarya dan Guruh (2008) dalam
(Falhanawati, 2013:38) menjelaskan bahwa pendekatan
frontier lebih superior karena penggunaan teknik program
atau statistik yang menghilangkan pengaruh dari perbedaan
harga input dan faktor eksogen lainnya dalam
mempengaruhi kinerja yang akan diobservasi. Pendekatan
34
ini telah digunakan secara lebih luas dalam analisis
regulasi, yaitu untuk mengukur pengaruh dari merger dan
akuisisi, regulasi modal, deregulasi suku bunga deposito,
pergeseran restriksi geografis pada cabang dan holding dari
perusahaan akuisisi. Keuntungan yang paling utama dari
pendekatan ini adalah dapat mengukur secara objektif
kuantitatif dengan menghilangkan pengaruh dari harga
pasar dan faktor eksogen lainnya yang mempengaruhi
kinerja yang akan diobservasi.
Menurut Hadad, Santoso, Ilyas, & Mardanugraha
(2003:2) menambahkan bahwa pendekatan parametrik dan
non-parametrik pada dasarnya akan menghasilkan hasil
yang mirip atau dapat dikatakan hampir sama, dengan
catatan hal ini akan terjadi apabila sampel yang dianalisis
merupakan unit yang sama dan menggunakan proses
produksi yang sama.
3. Data Envelopment Analysis (DEA)
Menurut Barr, R.S et al. (1999) yang dikutip dalam (Hartono,
Djohar, & Daryanto, 2008:53-54) perusahaan agar efisien dalam
produksinya melakukan salah satu dari dua cara ini yaitu
memaksimumkan output dengan input yang sudah ditetapkan atau
meminimumkan input dengan output yang sudah ditetapkan. Pilihan
35
perusahaan terhadap suatu diantara dua hal tersebut ditentukan oleh
reaksi pasar yang ada.
Beberapa tahun terakhir ini perhitungan kinerja lembaga
keuangan lebih difokuskan kepada frontier efficiency atau x-efficiency,
yang mengukur penyimpangan dari lembaga keuangan berdasarkan
bestpractice-nya atau berlaku umum pada frontier efisiennya, Bauer
et al. (1998) yang dikutip dalam (Hartono, Djohar, & Daryanto,
2008:53-54). Jadi efisiensi frontier dari suatu lembaga keuangan
diukur melalui bagaimana kinerja lembaga keuangan tersebut relative
terhadap perkiraan kinerja lembaga keuangan terbaik dari industri
tersebut.
Pendekatan frontier dapat dibedakan menjadi pendekatan
parametrik dan pendekatan non-parametrik. Pendekatan parametrik
melakukan pengukuran dengan menggunakan ekonometrik yang
stokastik dan berusaha untuk menghilangkan gangguan dari pengaruh
ketidakefisienan. Ada tiga pendekatan parametrik ekonometrik, yaitu:
Stochastic Frontier Approach (SFA), Thick Frontier Approach (TFA)
dan Distribution Free Approach (DFA). Sementara, pendekatan non-
parametrik dengan program linier (Non Parametrik Linear
Programming Approach) melakukan pengukuran non-parametrik
dengan menggunakan pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung
”mengkombinasikan” antara gangguan kedalam ketidakefisienan. Hal
ini dibangun berdasarkan penemuan dan observasi dari populasi dan
36
mengevaluasi efisiensi relatif terhadap unit-unit yang diobservasi.
Pada metode non-parametrik, pendekatan yang dapat dipergunakan
ialah dengan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposal
Hull (FDH).
DEA merupakan sebuah pendekatan yang berorientasi pada data
dalam mengevaluasi kinerja dari masing-masing unit entitas yang
disebut Decision Making Units (DMUs) atau Unit Pembuat Keputusan
(UPK), cara kerjanya ialah dengan merubah multiple inputs menjadi
multiple outputs, Cooper et al., (2002) yang dikutip dalam (Hartono,
Djohar, & Daryanto 2008:53-54). Secara sederhana pengukuran
dinyatakan dengan rasio antara output terhadap input yang
merupakan satuan pengkuran efisiensi atau produktivitas. Skor
efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada tingkat
efisiensi dari unit-unit lainnya dalam sampel. Setiap unit dalam sampel
dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif, dan nilainya
antara 0 dan 1, dimana 1 (satu) menunjukan efisiensi sempurna.
Kemudian unit-unit yang memiliki nilai satu ini digunakan untuk
membuat envelope menunjukan tingkat efisiensi. Karena unit yang
mendapatkan skor efisiensi 1 membentuk suatu bentang matematis
(the efficient frontier) yang menyerupai sebuah bentuk amplop, maka
metode ini disebut dengan Data Envelopment Analysis. DEA
merupakan model pemrograman linier fraksional yang dapat
mencakup banyak output dan input tanpa perlu menentukan bobot
37
untuk setiap variabel sebelumnya, tanpa perlu penjelasan eksplisit
mengenai hubungan fungsional antara input dan output (tidak seperti
regresi). DEA merupakan ukuran efisiensi relatif, yang mengukur
in-efficiency unit-unit yang ada, dibandingkan dengan unit lain yang
dianggap paling efisien dalam set data yang ada. Sehingga dalam
analisis DEA dimungkinkan beberapa unit entitas mempunyai tingkat
efisiensi 100% yang artinya adalah bahwa unit tersebut merupakan
unit yang terefisien dalam set data tertentu dan waktu tertentu
(Hartono, Djohar, & Daryanto, 2008:53-54).
Model DEA digunakan sebagai perangkat untuk mengukur
kinerja efisien setidaknya memiliki 3 keunggulan dibandingkan model
lain misalnya model regresi linear berganda. Keunggulan tersebut
antara lain:
a. Model DEA dapat mengukur beberapa variabel input dan
variabel output.
b. Tidak diperlukan asumsi hubungan fungsional antara variabel-
variabel yang diukur.
c. Variabel input dan output dapat memiliki satuan pengukuran
yang berbeda.
Dalam DEA, efisiensi relatif suatu DMU didefinisikan sebagai
rasio dari total output terbobot dibagi total input terbobot (total
weighted output/total weighted input) yaitu:
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡
=𝑉𝑖𝑟𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑉𝑖𝑟𝑡𝑢𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡
38
Nilai efisiensi relatif berkisar antara 0 sampai dengan 1 atau 0
sampai 100%. Suatu DMU memiliki kemampuan paling baik jika nilai
efisiensi relatif sebesar 1 atau 100% sedangkan DMU lain yang
nilainya dibawah 100% maka kemampuannya masih dibawah DMU
yang telah efisien. DMU dikatakan efisien jika:
1) Dari segi orientasi output
Efisiensi naik jika:
a. Output naik saat input tetap
b. Output tetap saat input turun
2) Dari segi orientasi input
Efisiensi naik jika:
a. Input tetap saat output naik
b. Input turun saat output tetap
Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) untuk
setiap input dan output suatu DMU. Dari rumusan Efisiensi
Relatif tersebut, diperoleh bentuk matematis program nonlinier.
Untuk menyelesaikanya dibawa kebentuk program liniar. DEA
memberi kebebasan pada setiap DMU untuk menentukan
pembobotnya masing- masing. Bobot tersebut memiliki sifat:
a. Bobot tidak boleh bernilai negatif.
b. Bobot harus bersifat universal atau tidak menghasilkan
indikator efisiensi di atas normal atau lebih besar dari nilai
satu.
39
c. Setiap DMU akan memilih bobot yang akan
memaksimalkan rasio efisiensinya (total weighted
output/total weighted input).
DEA juga berfungsi sebagai alat benchmarking.
Pertama,karena DEA menghasilkan efisiensi untuk setiap DMU,
relatif terhadap DMU yang lain didalam sampel. Angka efisiensi
ini memungkinkan seorang analisis untuk mengenali DMU yang
paling membutuhkan perhatian dan merencanakan tindakan
perbaikan bagi DMU yang tidak/kurang efisien. Kedua, jika
suatu DMU kurang efisien (nilai efisiensi < 100%), DEA
menunjukkan sejumlah DMU yang memiliki efisiensi sempurna
(efficient reference set, nilai efisiensi = 100%) dan seperangkat
angka pengganda (multipliers) yang dapat digunakan oleh
manajer untuk menyusun strategi perbaikan. Informasi tersebut
memungkinkan seorang analisis membuat DMU hipotesis yang
menggunakan input yang lebih sedikit dan menghasilkan output
yang paling tidak sama atau lebih banyak dibanding DMU yang
tidak efisien, sehingga DMU hipotesis tersebut akan memiliki
efisiensi yang sempurna jika menggunakan bobot input dan
bobot output dari DMU yang tidak efisien. Ada dua macam
model didalam metode Data Envelopment Analysis (DEA).
a) Model yang pertama kali diperkenalkan adalah model DEA
Constant Return To Scale (CRS) atau dilihat dari nama
40
penemunya disebut juga sebagai model Charnes, Cooper
dan Rhodes (CCR)
b) dan model yang kedua adalah model DEA Variabel
Returns To Scale (VRS) atau yang biasa disebut juga model
Barnes, Charnes dan Cooper (BCC) sesuai dengan nama
penemunya. Pada penelitian ini digunakan metode DEA
Constant ReturnTo Scale (CRS) (Septianto & Widiharih,
2010:42-43).
4. Keunggulan dan Kelemahan Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
Dari uraian mengenai konsep Data Envelopment Analysis di atas,
dan mengutip beberapa catatan dari tulisan Dr. Tim dalam Erwinta dan
Nugroho (2005) yang dikutip dalam (Muharam & Pusvitasari,
2007:93-94) maka terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan
metode ini. Beberapa keunggulannya adalah:
a. DEA dapat menangani pengukuran efisiensi secara relatif
beberapa UKE (Unit Kegiatan Ekonomi) sejenis dengan
menggunakan banyak input dan output.
b. Dengan metode ini, tidak perlu mencari asumsi bentuk fungsi
hubungan antara variabel inputdan outputdari UKE sejenis yang
akan diukur efisiensinya.
c. UKE-UKE dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.
41
d. Faktor input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang
berbeda tanpa perlu melakukan perubahan satuan dari kedua
variabel tersebut.
Sedangkan beberapa kekurangannya adalah:
a. Karena DEA merupakan sebuah extremepoint technique
kesalahan-kesalahan pengukuran dapat mengakibatkan masalah
yang signifikan.
b. DEA hanyalah menunjukan perbandingan baik buruk apa yang
telah dilakukan sebuah UKE dibandingkan dengan sekumpulan
UKE sejenis (relatif).
c. Karena DEA adalah teknik nonparametrik, uji hipotesis secara
statistik sulit dilakukan.
B. Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi Bank.
Menurut Hadad, Santoso, Ilyas, & Mardanugraha (2003:3) Konsep-
konsep yang digunakan dalam mendefinisikan hubungan input output dalam
tingkah laku dari institusi keuangan pada metode parametrik maupun
nonparametrik adalah:
1. Pendekatan produksi (the production ap-proach),
2. Pendekatan intermediasi (the intermedia-tion approach)
3. Pendekatan asset (the asset approach)
Pendekatan produksi melihat bank sebagai produser dari akun deposit
(deposit accounts) dan kredit pinjaman (loans). Pendekatan intermediasi
memandang sebuah bank sebagai intermediator yaitu merubah dan
42
mentransfer asset-aset nansial dari unit-unit surplus menjadi unit-unit
defisit. Pendekatan intermediasi yang lebih umum melihat bank sebagai
financial intermediary, dengan output yang diukur dalam unit Rupiah dan
dalam hal ini input-input bank yang digunakan pada penelitian ini seperti
modal yaitu modal disetor untuk operasional bank, biaya bunga yaitu biaya
yang dikeluarkan pihak bank atas semua jenis simpanan yang ada pada
industri bank serta biaya operasional bank lainnya adalah biaya yang
digunakan pihak bank untuk melakukan kegiatan operasionalnya dalam
jangka waktu satu tahun, dengan output yang diukur dalam bentuk
pendapatan bunga adalah semua pendapatan yang diperoleh bank dari
pemberian kredit dan simpanan di Bank Indonesia, pendapatan operasional
lainnya adalah pendapatan yang diperoleh pihak bank dari operasional
perbankan selain pendapatan bunga , seperti komisi, provisi, fee.
Pendekatan intermediasi pada kenyataannya bersifat komplemen
terhadap pendekatan produksi dan menerangkan aktivitas perbankan sebagai
pentransformasian uang yang dipinjamkan dari depositor menjadi uang yang
dipinjamkan kepada para debitor. Pendekatan intermediasi memandang
sebuah institusi nansial sebagai intermediator : merubah dan mentransfer
aset-aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit-unit defisit. Dalam hal
ini input-input institusional seperti biaya tenaga kerja dan modal dan
pembayaran bunga pada deposit, dengan output yang diukur dalam bentuk
kredit pinjaman (loans) dan investasi finansial (financial investments).
Akhirnya, pendekatan aset ini melihat fungsi primer sebuah institusi
43
financial sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Yang terakhir adalah
pendekatan asset yang memvisualisasikan fungsi primer sebuah institusi
nansial sebagai pencipta kredit pinjaman (loans); dekat sekali dengan
pendekatan intermediasi, dimana output benar-benar didefinisikan dalam
bentuk aset- aset.
Konsekuensi terdapat tiga pendekatan dalam mengukur efisiensi bank
adalah perbedaan untuk menentukan input dan output. Perbedaan penentuan
input dan output antara pendekatan produksi dan intermediasi adalah dalam
memperlakukan simpanan. Simpanan sebagai output pada pendekatan
produksi, dikarenakan simpanan merupakan jasa yang dihasilkan oleh
kegiatan bank. Pendekatan intermediasi menganggap simpanan sebagai
input. Hal ini disebabkan aktivitas perbankan sebagai pertansfromasian uang
yang dipinjamkan dari depostior menjadi uang yang dipinjamkan kepada
debitor (Hadad, Santoso, Ilyas , & Mardanugraha, 2003:5).
Dalam pengukuran efisiensi perbankan ada dua pendekatan yang biasa
digunakan yaitu pendekatan produksi dan pendekatan intermediasi. Dalam
pendekatan produksi, bank ditempatkan sebagai unit kegiatan eknomi yang
melakukan usaha menghasilkan output berupa jasa pinjaman kepada
nasabah penyimpan maupun jasa pinjaman kepada nasabah peminjam
dengan menggunakan seluruh input yang dikuasainya. Sedangkan dalam
pendekatan intermediasi, bank ditempatkan sebagai unit kegiatan ekonomi
yang melakukan transformasi berbagai bentuk dana yang dihimpun ke
dalam berbagai bentuk pinjaman (Kurnia, 2004:131).
44
Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi, sejalan dengan
fungsi bank menurut undang-undang yakni menghimpun, menyalurkan dan
memberikan jasa lainnya terhadap nasabah. Pada praktiknya bank
merupakan lembaga intermediari yang menghimpun dana dari surplus unit
dan menyalurkannya terhadap defisit unit ini sejalan dengan pendekatan
intermediasi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pertimbangan lainnya
adalah terlihat dari karaktersitik dan sifat dasar bank yakni melakukan
transformasi aset yang berkualitas (qualitative asset transformer) dari
simpanan yang dihimpun (surplus unit). Meskipun tidak ada kesepakatan
umum sampai ini dalam menentukan pendekatan yang digunakan serta input
dan output yang digunakan dalam penelitian terdahulu.
45
C. Penelitian Terdahulu
NO. Nama & Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitan Persamaan Perbedaan
1 Usman Ahmed, Shujaat Farooq, Hafiz Hanzla Jalil (2009).
Efficiency Dynamics and Financial Reforms: Case Study Pakistani Banks.
DEA dengan Variabel Input : Dana Pihak Ketiga (Deposits) Variabel Output : Kredit/ Pembiayaan (loan).
Variabel Input : Karyawan/tenaga kerja (Labor) dan Modal (kapital). Variabel Output : Investasi (investment).
Hasilnya menunjukkan pergerakan yang signifikan terhadap frontier atau catch-up yang menunjukkan kecenderungan yang memburuk dalam kasus mengejar ketinggalan dari waktu ke waktu, yang menyiratkan bahwa bank telah gagal untuk mengembangkan dan memperoleh atau menyuntikkan perbaikan dari teknologi baru. Kesimpulan umum untuk TFP pertumbuhan menunjukkan peningkatan pertumbuhan TFP untuk total sampel dan untuk bank publik.
2 Ahmad Rodoni, M. Arskal Salim, Euis Amalia and Rezki Syahri Rakhmadi (2017)
Comparing Efficiency and Productivity in Islamic Banking: Case Study in Indonesia, Malaysia and Pakistan
DEA dengan Variabel Input : Dana Pihak Ketiga (Total Deposit) Variabel Output : Total Kredit/Pembiayaan (Loans), Pendapatan (incomes)
Variabel Input : Biaya Tenaga Kerja (Staff Cost), Biaya Tetap (Fixed Cost) Variabel Output : Asset Lancar (Liquid Asset)
Industri perbankan syariah kurang efisien, hal ini diperlihatkan oleh data rata-rata lima tahun terakhir yang tidak mampu mencapai tingkat efisiensi 100%. Malaysia turut pula menghadapi permasalahan inefisiensi, namun kondisi ini lebih baik dibandingkan di Indonesia. Pakistan merupakan salah satu negara yang hampir mencapai tingkat efisiensi pada industri perbankan syariahnya. Pakistan menfekati tingkat efisiensi rata-rata 100%
46
3 Imam Hartono, Setiadi Djohar, Heny K. Daryanto (2008)
Analsis Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat di Wilayah Jabodetabek dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)
DEA dengan Variabel Input : Dana Pihak Ketiga, Variabel Output : Total Kredit/Pembiayaan
Variabel Input : Beban Tenaga Kerja, Aktiva Tetap, Variabel Output : Pendapatan Lainnya dan Aktiva Lancar
Perhitungan DEA pada BPR di wilayah Jabodetabek periode 2005-2007 menunjukkan tingkat belum efisiensi yakni lebih dari 80% BPR yang diamat. Nilai efisiensi BPR berfluktuatif setiap tahunnya.
4 Afritasari Nurdianita (2015)
Komparasi Efisiensi Bank Pada Pembiayaan UMKM Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012.
DEA dengan Variabel Input : Dana Pihak Ketiga, dan Biaya Operasional
Variabel Output : Pembiayaan
UMKM
Terdapat perbedaan efisiensi seblum dan sesudah adanya Peraturan BI No. 14/22/PBI/2012. Efisiensi bank mengalami peningkatan dari rata- rata angka rasio 0,77 pada sebelum adanya peraturan BI Nomor 14/22/PBI/2012 menjadi 0,82 pada periode sesudah adanya peraturan BI tersebut.
5 Badrotuz Zahroh (2015)
Analisis Komparasi Efisiensi Fungsi Intermediasi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah di
DEA dengan Variabel Input : Dana Pihak Ketiga, Biaya Operasional Variabel Output :
Variabel Input : Modal
Nilai relatif bank umum konvensional berada pada kisaran 50% hingga 100%, dan nilai efisiensinya cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2010-2013 dan menurun pada tahun 2014, secara keseluruhan rata-rata efisiensinya yaitu 86%. Bank umum syariah memiliki nilai efisiensi relatif yang lebih rendah dibandingkan dengan bank umum konvensional yaitu berkisar 30% hingga
47
Indoneisa. Kredit/Pembiayaan dan Pendapatan Operasional
100%. Rata-rata nilai efisiensi bank umum syariah yakni 80%
6 Bhava Wahyu Nugraha (2013)
Analisis Efisiensi Perbankan Menggunakan Metode Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA)
DEA dengan Variabel Input : Dana Pihak Ketiga (simpanan giro, simpanan tabungan, simpanan deposito)
Variabel Input : Jumlah Karyawan Variabel Output : Kredit modal kerja, Kredit investasi, dan Kredit konsumsi
Kelompok bank milik pemerintah, dengan jumlah 3 bank yaitu BRI, BNI dan Bank Mandiri, sebanyak 2 bank tidak mencapai tingkat efisiensi atau hanya sebesa3 33,33% bank yang mencapai tingkat efisiensi. Dibandingkan dengan kelompok bank milik swasta nasional dengan jumlah 10 bank, hanya 4 bank yang tidak mencapai tingkat efisiensi atau 60% bank mencapai tingkat efisiensi. Dengan perbandingan tersebut, maka Bank Pemerintah tidak lebih efisien dengan Bank Swasta Nasional pada periode tahun 2007-2010.
7 Nurlaili Adilho (2014
Analisis Perbandingan antara BPR Konvensionaldan BPR Syariah di Surakarta dengan menggunakan Metode Data Envelopment Analysis.
DEA dengan Variabel input : Total Simpanan (DPK), Variabel Output : Jumlah pendapatan dari penyaluran dana (Pendapatan Operasional)
Variabel Input : Biaya Bunga/ Bagi Hasil dan Biaya Operasional Lainnya. Variabel Output :Pendapatan Operasional lainnya.
Hasil analisis dengan Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa hanya ada 1 Bank Perkreditan Rakyat yang kinerjanya sudah efisien, dimana Bank Perkreditan Rakyat tersebut dalam kategori Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sedangkan Bank Perkreditan yang mengalami inefisiensi paling tinggi masuk dalam kategori Bank Perkreditan Rakyat Konvensional.
48
D. Kerangka Pemikiran Teoritis
BPR/S Indonesia 2012-2017
Variabel Input 1. DPK (Laporan Laba Rugi:
Total Simpanan Tabungan dan Deposito)
2. Total Aset (Neraca) 3. Beban Operasional Laporan
Laba Rugi
Variabel Output 1. Kredit/Pembiayaan
(Neraca: Total Kredit/Pembiayaan)
2. Pendapatan Operasional (Laporan Laba Rugi)
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran Teoritis
Mengolah Data dengan Data Envelopment Analysis
CRS
Nilai Efisiensi 100% dikatakan efisien apabila hasil perhitungan DEA mencapai nilai 100%(1), dan efisiensi dibawah 100%
Target Perbaikan Variabel Input dan Output yang menjadi objek penelitian
Analisis Hasil dan Intepretasi Hasil
Kesimpulan Hasil dan Saran
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini berdasarkan tingkat eksplanasinya yaitu penelitian
deskritif. Penelitian deskriptif (descriptive research) ditujukan untuk
mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya.
Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-
fakta saat ini dari suatu populasi yang meliputi kegiatan penilaian sikap atau
pendapat terhadap individu, dari suatu populasi yang meliputi kegiatan
penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan, ataupun prosedur.
Dalam studi ini para peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan
perlakuan-perlakuan tertentu terhadap objek penelitian, semua kegiatan atau
peristiwa berjalan seperti apa adanya. Penelitian deskriptif dapat berkenaan
dengan kasus-kasus tertentu atau sesuatu populasi yang cukup luas (Sudaryono,
2017: 82). Berdasarkan penjelasan tersebut penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif yakni menjelaskan secara apa adanya tentang perbandingan antara
BPR Konvensional dan BPR Syariah di Indonesia periode 2012-2017.
Penelitian ini memfokuskan pada perbandingan tingkat efisiensi Bank
Perkreditan Rakyat di Indonesia yang dilihat dari laporan keuangan yang diteliti
dengan menentukan input dan output yang digunakan. Input dan output yang
digunakan mengacu pada model penelitian rujukan sebelumnya dan
50
mengembangkan variabel input dan output sebelumnya. Setelah menentukan
input dan output, langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai efisiensi dengan
metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan periode penelitian dari tahun
2012 sampai dengan 2017.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa
orang, objek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk
mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Suatu populasi, sebagai contoh,
meliputi:
1. Semua angkatan kerja yang bekerja di Inonesia.
2. Semua pemiliih yang tercatat di Provinsi Jawa Tengah.
3. Semua mobiul yang diproduksi tahun lalu di Indonesia.
4. Semua stok suku cadang yang dimiliki oleh Astra Group.
5. Semua jaringan outlet penjualan yang dimiliki oleh Es Teller 77.
6. Semua Kecelakaan yang terjadi di jalan tol (Kuncoro, 2009:120).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Konvensional dan Syariah yang ada di Indonesia Periode 2012-
2017. Metode Pengambilan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel yang membatasi
jumlah sampel sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh
peneliti. Kriteria pemelihan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
51
1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional dan Syariah yang berada di
Indoensia.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional dan Syariah yang
menerbitkan laporan keuangan triwulan yang dipublikasikan di website
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional dan Syariah yang memiliki BOPO
Terbaik setiap provinsinya.
4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional (1) dan Syariah (1) yang
memiliki Rasio BOPO terbaik di setiap Provinsinya dan dapat mewakili
BPR Konvensional maupun Syariah di setiap Provinsinya, sehingga dapat
melakukan perbandingan secara proposional terhadap BPR Konvensional
dan Syariah di setiap provinsinya.
Berdasarkan kriteria di atas, maka untuk gambaran lebih detailnya dapat
dilihat pada tabel seleksi kriteria penetuan sampel dibawah:
52
Tabel 3.1
Proses Pengambilan Sampel
No Keterangan Jumlah
BPR Konven
BPR Syariah Total
1
Bank Perkreditan Rakyat Konvensional dan Syariah yang berada di Indonesia.
1.634 163 1.797
2
Bank Perkreditan Rakyat dan Syariah yang memiliki nilai BOPO terbaik setiap provinsinya.
33
17
50
3
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional (1) dan Syariah (1) yang memiliki Rasio BOPO terbaik di setiap Provinsinya dan dapat mewakili BPR Konvensional maupun Syariah di setiap Provinsinya, sehingga dapat melakukan perbandingan secara proposional terhadap BPR Konvensional dan Syariah di setiap provinsinya.
17
17
34
Jumlah BPR/S sebagai sampel 34 Jumlah Data Penelitian (34 x 4 x 6 tahun) 816
Sumber: Telaah Penelitian
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka diambil 34 sampel
penelitian yang dapat mewakili BPR Konvensional dan Syariah dengan BOPO
Terbaik disetiap provinsinya yaitu 17 BPR Konvensional dan 17 BPR Syariah
yang telah dihitung BOPO-nya menggunakan bantuan Microsoft excel 2013
didaapat hasil sebaga berikut:
53
Tabel 3.2
BPR Konvensional dengan BOPO Terbaik
No. Provinsi Kabupaten/Kota Nama BPR Rata-Rata BPR 2012-2017
1 Jawa Barat Kota Bandung PT. BPR Daya Lumbung Asia 42.685
2 Banten Kota Tangerang PT. BPR Hariarta Sedana 61.66
3 DKI Jakarta Kota Jakarta Pusat
PT. BPR Anugerah
Artasentosa Prima 33.48
4 D.I Yogyakarta
Kabupaten Sleman
PT. BPR Arta Mlatiindah 52.98
5 Jawa Tengah Kabupaten Semarang
PT. BPR Ambarawa
Persada 43.56
6 Jawa Timur Kabupaten Pacitan
PT. BPR Puri Artha Pacitan 43.275
7 Bengkulu Kabupaten Bengkulu Utara
PT. BPR Dian Binarta 83.65
8 NAD Kabupaten Aceh Besar Kop. Ingin Jaya 71.02
9 Sumatera Utara Kabupaten Karo PT. BPR Logo
Karo Asri 57.495
10 Sumatera Barat
Kabupaten Sawahlunto/Sijun
jung
PT. BPR LPN Batang Palangki 74.185
11 Riau Kabupaten Bangkalis
PT. BPR Mitra Arta Mulia 67.06
12 Kepulauan Riau Kota Batam PT. BPR Indobaru
Finansia 48.97
13 Lampung Kota Bandar Lampung
PT. BPR Arta Kedaton Makmur 31.63
14 Kalimantan Timur Kota Bontang PT. BPR Paro Tua 64.22
15 Sulawesi Selatan Kota Makassar PT. BPR Hasa
Mitra 45.98
16 Nusa
Tenggara Barat
Kota Mataram PD. BPR NTB Mataram 54.425
54
17 Bali Kota Denpasar PT. BPR Picu
Manunggal Sejahtera
25.76
Sumber: Diolah Peneliti (dalam %)
Tabel 3.3
BPR Syariah dengan BOPO Terbaik
No Provinsi Kabupaten/Kota Nama BPR Rata-Rata BPR 2012-2017
1 Jawa Barat Kabupaten Sumedang
PT. BPRS Al Wadi'ah 60.035
2 Banten Kota Cilegon PT. BPRS Cilegon Mandiri 78.445
3 DKI Jakarta Kota Jakarta Selatan
PT. BPRS Cempaka Al Amin 80.23
4 D.I Yogyakarta Kabupaten Bantul
PT. BPRS Margirizki Bahagia
73.985
5 Jawa Tengah Kabupaten Semarang
PT. BPRS Artha Amanah Ummat 72.285
6 Jawa Timur Kabupaten Lamongan
PT. BPRS Madinah 75.84
7 Bengkulu Kabupaten Seluma
PT. BPRS Muamalat Harkat 92.965
8 NAD Kota Langsa PT. BPRS Adeco 70.025
9 Sumatera Utara
Kabupaten Mandailing Natal
PT. BPRS Sindanglaya Katonapan
66.05
10 Sumatera Barat
Kabupaten Tanah Datar
PT. BPRS Haji Miskin 78.17
11 Riau Kabupaten Kampar
PT. BPRS Berkah Dana Fadhilah 104.155
12 Kepulauan Riau Kota Batam PT. BPRS Syarikat
Mandiri 83.64
13 Lampung Kabupaten Way Kanan
PT. BPRS Way Kanan 51.8
14 Kalimantan Timur
Kabupaten Penajam Paser
Utara
PT. BPRS Ibadurrahman 184.665
15 Sulawesi Kota Makassar PT. BPRS Indo 81.445
55
Selatan Timur
16 Nusa
Tenggara Barat
Kabupaten Lombok Timur
PT. BPRS Tulen Amanah 58.38
17 Bali Kabupaten Badung
PT. BPRS Syariat Fajar Sejahtera
Bali 110.845
Sumber: Diolah Peneliti (dalam %)
Berdasarkan data BOPO diatas dapat disimpulkan sampel penelitian yang
akan diuji pada penelitian ini. Sampel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 3.4
Sampel Penelitian
No Provinsi BPR Konvensional BPR Syariah
1 Jawa Barat PT. BPR Daya Lumbung Asia PT. BPRS Al Wadi'ah
2 Banten PT. BPR Hariarta Sedana PT. BPRS Cilegon Mandiri
3 DKI Jakarta PT. BPR Anugerah Artasentosa Prima
PT. BPRS Cempaka Al Amin
4 D.I Yogya PT. BPR Arta Mlatiindah PT. BPRS Margirizki Bahagia
5 Jawa Tengah PT. BPR Ambarawa Persada
PT. BPRS Artha Amanah Ummat
6 Jawa Timur PT. BPR Puri Artha Pacitan PT. BPRS Madinah
7 Bengkulu PT. BPR Dian Binarta PT. BPRS Muamalat Harkat 8 NAD Kop. Ingin Jaya PT. BPRS Adeco
9 Sum-Ut PT. BPR Logo Karo Asri PT. BPRS Sindanglaya Katonapan
10 Sum-Bar PT. BPR LPN Batang Palangki PT. BPRS Haji Miskin
11 Riau PT. BPR Mitra Arta Mulia PT. BPRS Berkah Dana Fadhilah
12 Kep. Riau PT. BPR Indobaru Finansia PT. BPRS Syarikat Mandiri
56
13 Lampung PT. BPR Arta Kedaton Makmur PT. BPRS Way Kanan
14 Kal-Tim PT. BPR Paro Tua PT. BPRS Ibadurrahman
15 Sul-Sel PT. BPR Hasa Mitra PT. BPRS Indo Timur
16 NTB PD. BPR NTB Mataram PT. BPRS Tulen Amanah
17 Bali PT. BPR Picu Manunggal Sejahtera PT. BPRS Syariat Fajar
Sejahtera Bali Sumber: Telaah Peneliti, lebih detail nilai BOPO setiap provinsinya di lampiran.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yakni data
yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh
dan dicatat oleh pihak lain. Data sekunder yang diambil umumnya berupa bukti,
catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip data dokumentasi
yang dipublikasikan. Serangkaian kegiatan untuk memperoleh data sekunder
untuk kelengkapan penelitian ini antara lain:
1. Pengumpulan Data Secara Kepustakaan (Library Research)
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis
dan dapat menunjang materi pembahasan penelitian melalui beberapa
sumber rujukan, seperti buku, jurnal, artikel, dan sumber informasi lain
yang relevan dengan penelitian ini.
57
2. Penelitian Internet (Internet Research)
Mencari data bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah yang
secara konsisten terdaftar dan menerbitkan laporan keuangan di website
Bank Indonesia dan website Otoritas Jasa Keuangan.
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode non-
parametrik, dengan metode yang dikenal dengan istilah Data Envelopment
Analisys (DEA). DEA menghitung efisiensi teknis (Technical Efficiency) untuk
seluruh unit. Skor efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada
tingkat efisiensi dari unit–unit lainnya di dalam sampel. Setiap unit dalam
sampel dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif, dan nilainya
antara 0 hingga 1, dimana satu menunjukkan efisiensi yang sempurna.
Kemudian unit-unit yang memiliki nilai satu ini digunakan dalam membuat
envelope untuk frontier efisiensi. Unit-unit lainnya yang ada di dalam envelope
menunjukkan tingkat inefisiensi (Hadad, Santoso, Ilyas , & Mardanugraha,
2003:11)
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah pengembangan programasi
linier didasarkan pada teknik pengukuran kinerja relatif dari sekelompok unit
input dan output. DEA merupakan prosedur yang dirancang secara khusus
untuk mengukur efisiensi relatif suatu perusahaan yang menggunakan banyak
input dan banyak output, dimana penggabungan input dan output tersebut tidak
58
mungkin dilakukan. Efisiensi relatif suatu perusahaan adalah efisiensi suatu
perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain dalam sampel (sekelompok
perusahaan yang saling diperbandingkan) yang menggunakan jenis input dan
output yang sama.
1. Model Data Envelopment Analysis
Menurut Komaryatin (2006) dalam (Novandra, 2014:188-189), DEA
dapat dipergunakan untuk mengukur skala efisiensi. Total efisiensi teknis
didefinisikan dalam bentuk peningkatan proporsi yang sama dalam output
bahwa perusahaan dapat pencapaiannya dengan mengkonsumsi kuantitas
yang sama dari input-input-nya jika dioperasikan dengan asumsi bentuk
batasan produksi yang constant returns to scale (CRS). Pengukuran
efisiensi teknis murni terjadi pada peningkatan output yang dapat dicapai
perusahaaan jika ia menggunakan teknologi yang bersifat variabel returns
to scale (VRS). Akhirnya, skala efisiensi dapat dihitung sebagai rasio dari
total efisiensi teknis terhadap efisiensi teknis murni. Jika skala
efisiensinya sama dengan satu, maka perusahaan beroperasi dengan
asumsi CRS, sedangkan jika sebaliknya perusahaan tersebut
terkarakterisasi dengan asumsi VRS.
Charnes, Cooper dan Rhodes dalam Komaryatin (2006) dalam
(Novandra, 2014:188-189) mengemukakan sebuah model DEA yang
memiliki orientasi input dan mengasumsikan terjadinya Constant Return
59
to Scale (CRS). Efisiensi pada masing-masing bank dihitung
menggunakan programasi linier dengan memaksimumkan jumlah output
yang dibobot dari bank s. Kendala jumlah input yang dibobot harus sama
dengan satu untuk semua bank, yaitu jumlah output yang dikurangi jumlah
input yang dibobot harus kurang atau sama dengan 0. Hal ini berarti
semua bank akan berada atau dibawah referensi kinerja frontier yang
merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin.
2. Model Pengukuran Efisiensi Teknik Bank
Efisiensi teknik perbankan diukur dengan menghitung rasio antara
output dan inputnya. DEA akan menghitung bank yang menggunakan
input n untuk menghasilkan output m yang berbeda (Hadad, et al, 2003)
dalam (Novandra, 2014:188-189).
ℎ𝑠 = � 𝑢𝑖𝑠𝑚
𝑡=1𝑦𝑖𝑠 /�𝑣𝑗𝑠𝑥𝑗𝑠
𝑛
𝑖=1
Keterangan :
Hs = efisiensi bank s Uis = bobot output yang dihasilkan oleh bank s Yis = jumlah output i yang diproduksi oleh bank s Vjs = bobot input j yang digunakan oleh bank s Xjs = jumlah input yang diberikan oleh bank s
Dalam persamaan terlihat adanya penggunaan satu variabel input
dan satu output. Rasio efisiensi hs , kemudian dimaksimumkan dengan
kendala sebagai berikut:
60
�𝑢𝑖𝑠
𝑚
𝑖=1
𝑦𝑖𝑠�𝑣𝑖𝑠𝑥𝑖𝑠
𝑛
𝑗=1
𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑟 = 1,2, .𝑁
𝑢𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑣𝑗 ≥ 0
Dalam persamaan dimana N mewakili jumlah periode hitung dalam
sampel dan r merupakan jenis bank yang dijadikan sampel dalam
penelitian. Pertidaksamaan pertama menjelaskan bahwa adanya rasio
untuk UKE lain tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua
berbobot non-negatif (positif). Angka rasio akan bervariasi antara 0
sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien, apabila memiliki angka rasio
mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya apabila mendekati 0
menunjukkan efisiensi bank yang semakin rendah. Pada DEA, setiap bank
dapat menentukan bobotnya masing-masing dan menjamin bahwa
pembobotnya yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang
terbaik.
Metode analisis pada persamaan juga dapat dijelaskan bahwa
efisiensi h bank sebagai UKE (n). Setiap bank menggunakan input
sebanyak n untuk menghasilkan output selama m, apabila xis digunakan
oleh bank sedangkan yis merupakan jumlah input j yang > 0 merupakan
jumlah output i yang dihasilkan oleh bank.
Model DEA CCR Charnes-Cooper-Rhodes (1978) Asumsi yang
digunakan dalam model ini adalah Constan Return to Scale (CRS).
61
Beberapa program linier ditransformasikan ke dalam program ordinary
liniear secara primal atau dual, sebagai berikut:
ℎ𝑠 = �𝑢𝑖𝑠
𝑚
𝑡=1
𝑦𝑖𝑠
Fungsi batasan atau kendala:
∑ 𝑢𝑟𝑚𝑖=1 𝑦𝑖𝑟 − ∑ 𝑣𝑖𝑚
𝑡=1 𝑥𝑗𝑠 ≤ 0 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑟 = 1, ,.
�𝑣𝑖
𝑚
𝑡=1
𝑥𝑗𝑟 = 1 𝑑𝑎𝑛 𝑢𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑣𝑖 ≥ 0
Efisiensi pada masing-masing bank dihitung menggunakan
programasi linier dengan memaksimumkan jumlah output yang dibobot
dari bank s. Kendala jumlah input yang dibobot harus sama dengan satu
untuk bank s, sedangkan kendala untuk semua bank yaitu output yang
dibobot dikurangi jumlah input yang dibobot harus kurang atau sama
dengan 0. Hal ini berarti bahwa semua bank akan berada atau di bawah
referensi kinerja frontier yang merupakan garis lurus yang memotong
sumbu origin, Insukirdo dalam Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari
(2009) dalam (Novandra, 2014:190)
62
E. Operasional Variabel Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitan ini yaitu untuk mengukur efisiensi BPR/S
dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA), maka penelitian ini
menggunakan variabel input dan output untuk melakukan perhitungan DEA dan
untuk mengetahui tingkat efisiensi BPR/S. Perhitungan variabel input dan
output dengan pendekatan DEA yang berorientasi input dilakukan untuk
mendapatkan score efisisensi BPR/S.
Penentuan variabel input adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), Total Aset,
dan Beban Operasional. Variabel output penelitian ini adalah Total
Kredit/Pembiayaan dan Pendapatan Operasional. Penentuan variabel input dan
output ini dipengaruhi serta menggunakan penelitian rujukan, yakni:
Variabel Input
Total Aset (Falhanawati, 2013) (Miranta & Sari,
2016) DPK (Lestari, 2017), (Mirata &Sari, 2016), (Qurniawati, 2013), (Hartono, Djohar &
Bahan Operasional (Nurdianita, 2015),
(zahroh, 2015), (Gunawan & Utiyati,
2013)
Gambar 3.1
Variabel Input Penelitian
63
1. Variabel Input
a. Varibel Input DPK : (Lestari, 2017) (Miranta & Sari , 2016),
(Qurniawati, 2013), (Hartono, Djohar, & Daryanto, 2008), (Zahroh,
2015), (Nurdianita, 2015), (Maulidiyah & Laila, 2016).
b. Variabel Input Total Aset : (Falhanawati, 2013), (Miranta & Sari,
2016).
c. Variabel Input Beban Operasional : (Nurdianita, 2015), (Zahroh,
2015), (Gunawan & Utiyati, 2013).
2. Variabel Output
a. Variabel Output Kredit/Pembiayaan : (Falhanawati, 2013), (Miranta
& Sari , 2016), (Qurniawati, 2013), (Hartono, Djohar, & Daryanto,
2008), (Nugraha, 2013), (Zahroh, 2015),
b. Variabel Outuput Pendapatan Operasional : (Falhanawati, 2013),
(Miranta & Sari , 2016), (Zahroh, 2015).
Variabel Output
Daryanto, 2008), DLL
(Falhanawati, 2013), (Miranta & Sari, 2016), (Zahroh,
2015)
Gambar 3.2 Variabel Output Penelitian
64
Tabel 3.5
Variabel Input dan Output
PENDEKATAN VARIABEL INPUT VARIABEL OUTPUT Intermediasi Dana Pihak Ketiga Total Kredit/Pembiayaan
Total Asset Pendapatan Operasional Beban Operasional
Sumber: Hasil olah data variabel input-output oleh peneliti
Untuk lebih memperjelas hasil dan pembahasan pada penelitian ini akan
diperlukan suatu definisi operasional untuk menyamakan persepsi khususnya
mengenasi hasil perhitungan DEA yang dilakukan dalam penelitian ini. Definisi
operasional dari penelitian ini adalah sbeagai berikut:
1) Penelitian ini menggunakan pengolahan data software EMS yang berbasis
formula Data Envelopment Analysis. Penelitian ini menggunakan pilihan
improvement dengan model Constant Return to Scale (CRS). Dari hasil
perhitungan dan analisis DEA kemudian ditentukan kriteria penilaian
dimana hasil perhitungan dikatakan efisien jika menunjukkan nilai 1 atau
100% dan jika menujukkan nilai <1 atau <100% dikatan tidak efisisen.
2) Jenis efisiensi yang dilakuakan dalam penelitian ini adalah bersifat teknis,
yakni hanya memperhitungkan nilai absolut dari variabel yang diamati.
3) Nilai efisien yang dihasilkan adalah bersifat relatif dimana nilai
efisisensinya berlaku dalam lingkup sekumpulan unit kegiatan ekonomi
yang diperbandingkan dengan penggunaan input dan output yang sejenis
atau sama diantaranya.
65
4) Variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni 3 variabel input
dan 2 variabel output. Variabel input dantaranya Dana Pihak Ketiga
(DPK), Total Asset, dan Beban Operasional. Variabel output diantaranya
Total Kredit/Total Pembiayaan dan Pendapatan Operasional.
66
BAB IV
TEMUAN HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Bank Perkreditan Rakyat
Berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan
buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang
memberikan kredit dengan bunga tinggi, lembaga perkreditan rakyat mulai
didirikan. Sekilas dapat dipaparkan runtutan sejarah BPR:
Tabel 4.1
Perkembangan BPR Indonesia
Abad Ke-19 Dibentuk Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa.
Pasca Kemerdekaan Indonesia
Didirikan Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
Awal 1970-an Didirikan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.
1985
Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No. 38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebiakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR
1992
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, BPR diberikan landasan hukum jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum
67
PP No. 71/1992 Lemaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnyayang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan untuk menjadi BPR dalam jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997.
2. Definisi
Landasan Hukum BPR adalah UU No.7/1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998. Dalam UU tersebut
secara tegas disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil
dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa
Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi. Pengertian lain
tentang bank perkreditan rakyat adalah salah satu jenis bank yang dikenal
melayani golongan pengusaha mikro, kecil, dan menengah dengan lokasi
yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat (Latumerisa,
2011:300)
68
3. Kegiatan Usaha BPR
Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sesuai dengan UU No.
1998 tentang perbankan adalah sebagai berikut:
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannyatidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bentuk hukum BPR dapat berupa:
e. Perusahaan Daerah
f. Koperasi
g. Perseroan Terbatas
h. Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Iskandar
, 2013:59)
Pada pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasanya bank
perkreditan rakyat secara umum melakukan kegiatan operasionalnya
terbatas, akan tetapi bank perkreditan rakyat merupakan lembaga
keuangan yang dapat menyentuh masyarakat hingga kepelosok sebab
keberadaannya yang terdapat di perdesaan-perdesaan berbeda dengan
bank umum. Bank perkreditan rakyat memiliki peran yang penting akan
keberadaannya dan kemudahannya dalam pembiayaan/kredit untuk
masyarakat kecil dan menunjang perekonomian daerah sampai skala
nasional.
69
Desember2013
Desember2014
Desember2015 Juni 2016
total Aset 77376 89878 101713 105867Kredit yang Diberikan 59176 68391 74807 79764Dana Pihak Ketiga 50520 58750 67266 70238
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
4. Statistik Perkembangan BPR
Perkembangan BPR di tanah air menunjukan indikasi yang
menggembirakan, ditunjukkan dari perkembangannya yang cenderung
meningkat baik dari jumlah kantor, total asset, penghimpunan dana
maupun penyaluran kredit yaitu rata-rata dalam lima tahun terakhir
masing-masing meningkat sebesar 4,8%, 22,0%, 20,8% dan 34,4%.
Meskipun skala ekonomi BPR masih relatif kecil, namun kemampuannya
dalam memberikan akses keuangan yang lebih luas kepada UMK di
Indonesia sangatlah penting Laju pertumbuhan periode 2011-2015
meningkat 16%.
Sumber : Perkumpulan Perbankan Indonesia, Materi OJK
Grafik 4.1
Statistik Perkembangan BPR di Indonesia
70
Dari jumlah BPR/S sebanyak 1.797 sebagian besar (1.184
BPR/68%) memiliki Modal Inti (MI) yang terbatas (di bawah Rp 6
Milyar), BPR/S dengan MI di bawah Rp 6 Milyar: memiliki: (a). Kinerja
cenderung buruk, tercermin dari : NPL/NPF tinggi, BOPO tinggi, ROA
rendah (negative), (b). TKS/CAMELS yang buruk. Sesuai dengan POJK
No. 12/POJK.03/2016 tentang kegiatan usaha dan wilayah jaringan kantor
bank perkreditan rakyat berdasarkan modal inti, BPR yang tidak dapat
memenuhi ketentuan permodalan akan dikenakan sanksi pembatasan
operasional (Perukumpulan Perbankan Indonesia, 2016).
Tabel 4.2
Modal Inti BPR Konvensional
BPRKU Modal Inti (MI) 𝚺BPR Total
a MI < 1 Milyar 161 b MI 1- 3 Milyar 442 c MI 3 - < 6 Milyar 466 d MI 6 - < 15 Milyar 354
BPRKU 1 MI < 15 Milyar 1.423 BPRKU 2 MI 15 - < 50 Milyar 174 BPRKU 3 MI >= 50 Milyar 37
Jumlah 1.634 Sumber: Perkumpulan Perbankan Indonesia, Materi OJK
71
Tabel 4.3
Modal Inti BPR Syariah
BPRKU Modal Inti (MI) 𝚺BPR Total
a MI < 1 Milyar 22 b MI 1- 3 Milyar 52 c MI 3 - < 6 Milyar 41 d MI 6 - < 15 Milyar 34
BPRKU 1 MI < 15 Milyar 149 BPRKU 2 MI 15 - < 50 Milyar 9 BPRKU 3 MI >= 50 Milyar 5
Jumlah 163 Sumber: Perkumpulan Perbankan Indonesia, Materi OJK
B. Temuan Hasil Penelitian
Setelah dilakukan perhitungan dengan Software EMS Data Envelopment
Analysis didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2012
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis di tahun 2012,
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah memiliki rata-rata
efisiensi 87,36% ini menunjukan efisiensi bank perkreditan rakyat di
Indonesia pada tahun 2012 belum menunjukkan tingkat efisiensi secara
maksimal yakni di angka 100%. Ada beberapa bank perkreditan rakyat
pada tahun 2012 mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100%
yakni bank perkreditan rakyat konvensional berada di provinsi DKI
Jakarta, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, dan Bali.
72
Sedangkan bank perkreditan rakyat syariah mencapai tingkat efisiensi
maksimal di angka 100% pada tahun 2012 berada di provinsi Banten dan
D.I Yogyakarta. Selebihnya dari sampel yang telah diuji dan
dibandingkan secara langsung masih dibawah efisiensi maksimal, dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.4
Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2012
NO. Provinisi BPR Konvensional
BPR Syariah
1 JAWA BARAT 45.41% 90.52% 2 BANTEN 97.83% 100.00% 3 DKI JAKARTA 100.00% 80.66% 4 D.I YOGYAKARTA 92.37% 100.00% 5 JAWA TENGAH 100.00% 91.17% 6 JAWA TIMUR 91.86% 84.50% 7 BENGKULU 99.05% 82.24% 8 NAD 94.34% 55.76% 9 SUMATERA UTARA 85.91% 81.97% 10 SUMATERA BARAT 98.21% 84.13% 11 RIAU 99.44% 64.21% 12 KEPULAUAN RIAU 100.00% 88.64% 13 LAMPUNG 60.24% 97.20% 14 KALIMANTAN TIMUR 100.00% 71.17% 15 SULAWESI SELATAN 65.01% 75.07%
16 NUSA TENGGARA
BARAT 98.27% 98.41% 17 BALI 100.00% 96.80%
Sumber: Diolah Peneliti
Berdasarkan hasil diatas dapat dipaparkan bahwa kondisi efisiensi
bank perkreditan rakyat belum pada titik maksimal yakni di angka 100%.
Provinsi Jawa Barat bank perkreditan konvensional dan syariah masing-
73
masing 45,41% dan 90.52%, Provinsi Banten bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 97,83% dan 100%, Provinsi
DKI Jakarta bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-
masing 100% dan 80,66%, Provinsi D.I Yogyakarta bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 92,37% dan 100%,
Provinsi Jawa Tengah bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 100% dan 91,17%, Provinsi Jawa Timur bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 91,86% dan 84,50%,
Provinsi Bengkulu bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 99,05% dan 82,24%, Provinsi NAD bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 94.34% dan 55.76%,
Provinsi Sumatera Utara bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 85,91% dan 81,97%, Provinsi Sumatera Barat
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 98,21%
dan 84,13%, Provinsi Riau bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 99,44% dan 64,21%, Provinsi Kep. Riau bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100% dan
88,64%, Provinsi Lampung bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing- masing 60.24% dan 97.20%, Provinsi Kalimantan Timur
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100%
dan 88,64%, Provinsi Sulawesi Selatan bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 65,01% dan 75,07%, Provinsi
74
NTB bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
98,27% dan 98,41%, dan yang terakhir Provinsi Bali bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 96,80%.
2. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2013
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Data Envelopment Analysis di tahun 2013, bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah memiliki rata-rata efisiensi 82,82% ini
menunjukan efisiensi bank perkreditan rakyat di Indonesia pada tahun
2013 belum menunjukkan tingkat efisiensi secara maksimal yakni di
angka 100%. Ada beberapa bank perkreditan rakyat pada tahun 2013
mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100% yakni bank
perkreditan rakyat konvensional berada di provinsi Banten, DKI Jakarta,
Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali. Sedangkan bank
perkreditan rakyat syariah mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka
100% pada tahun 2013 berada di provinsi Banten, Lampung, dan Bali.
Selebihnya dari sampel yang telah diuji dan dibandingkan secara
langsung masih dibawah efisiensi maksimal, dapat dilihat sebagai berikut:
75
Tabel 4.5
Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2013
NO. Provinisi BPR Konvensional
BPR Syariah
1 JAWA BARAT 44.19% 86.57% 2 BANTEN 100.00% 100.00% 3 DKI JAKARTA 100.00% 74.05% 4 D.I YOGYAKARTA 69.28% 67.59% 5 JAWA TENGAH 95.58% 75.96% 6 JAWA TIMUR 98.63% 81.10% 7 BENGKULU 94.58% 89.71% 8 NAD 73.88% 75.36% 9 SUMATERA UTARA 79.84% 96.03% 10 SUMATERA BARAT 79.61% 84.69% 11 RIAU 74.65% 60.59% 12 KEPULAUAN RIAU 88.85% 95.04% 13 LAMPUNG 56.44% 100.00% 14 KALIMANTAN TIMUR 100.00% 65.69% 15 SULAWESI SELATAN 89.73% 26.49%
16 NUSA TENGGARA
BARAT 100.00% 91.61% 17 BALI 100.00% 100.00%
Sumber: Diolah Peneliti
Berdasarkan hasil diatas dapat dipaparkan bahwa kondisi efisiensi
bank perkreditan rakyat belum pada titik maksimal yakni di angka 100%.
Provinsi Jawa Barat bank perkreditan konvensional dan syariah masing-
masing 44,19% dan 86,57%, Provinsi Banten bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 100%, Provinsi DKI
Jakarta bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
100% dan 74,05%, Provinsi D.I Yogyakarta bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 69,28% dan 67,59%, Provinsi
76
Jawa Tengah bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-
masing 95,58% dan 75,96%, Provinsi Jawa Timur bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 98,63% dan 81,10%,
Provinsi Bengkulu bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 94,58% dan 89,71%, Provinsi NAD bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 73,88% dan 75,36%,
Provinsi Sumatera Utara bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 79,84% dan 96,03%, Provinsi Sumatera Barat
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 79,61%
dan 84,69%, Provinsi Riau bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 74,65% dan 60,59%, Provinsi Kep. Riau bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 88,85% dan
95,04%, Provinsi Lampung bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing- masing 56,44% dan 100%, Provinsi Kalimantan Timur
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100%
dan 65,69%, Provinsi Sulawesi Selatan bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 89,73% dan 26,49%, Provinsi
NTB bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
100% dan 91,61% dan yang terakhir Provinsi Bali bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 100%.
77
3. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2014
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis di tahun 2014,
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah memiliki rata-rata
efisiensi 85,10% ini menunjukan efisiensi bank perkreditan rakyat di
Indonesia pada tahun 2014 belum menunjukkan tingkat efisiensi secara
maksimal yakni di angka 100%. Ada beberapa bank perkreditan rakyat
pada tahun 2014 mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100%
yakni bank perkreditan rakyat konvensional berada di provinsi Banten,
Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, dan Bali. Sedangkan bank
perkreditan rakyat syariah mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka
100% pada tahun 2014 berada di provinsi Banten, Kepulauan Riau,
Lampung dan Bali. Selebihnya dari sampel yang telah diuji dan
dibandingkan secara langsung masih dibawah efisiensi maksimal, dapat
dilihat sebagai berikut:
78
Tabel 4.6
Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2014
NO. Provinisi BPR Konvensional
BPR Syariah
1 JAWA BARAT 59.76% 97.49% 2 BANTEN 100.00% 100.00% 3 DKI JAKARTA 100.00% 83.66% 4 D.I YOGYAKARTA 62.96% 82.29% 5 JAWA TENGAH 95.58% 90.71% 6 JAWA TIMUR 93.64% 85.28% 7 BENGKULU 94.36% 84.62% 8 NAD 81.41% 76.16% 9 SUMATERA UTARA 61.81% 92.13% 10 SUMATERA BARAT 76.07% 95.78% 11 RIAU 89.23% 80.09% 12 KEPULAUAN RIAU 96.70% 100.00% 13 LAMPUNG 72.67% 100.00% 14 KALIMANTAN TIMUR 100.00% 48.22% 15 SULAWESI SELATAN 78.56% 33.14%
16 NUSA TENGGARA
BARAT 94.95% 86.14% 17 BALI 100.00% 100.00%
Sumber: Diolah Peneliti
Berdasarkan hasil diatas dapat dipaparkan bahwa kondisi efisiensi
bank perkreditan rakyat belum pada titik maksimal yakni di angka 100%.
Provinsi Jawa Barat bank perkreditan konvensional dan syariah masing-
masing 59,76% dan 97,49% Provinsi Banten bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 100%, Provinsi DKI
Jakarta bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
100% dan 83,66%, Provinsi D.I Yogyakarta bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 62,96% dan 82,29% Provinsi
79
Jawa Tengah bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-
masing 95,58% dan 90,71%, Provinsi Jawa Timur bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 93,64% dan 85,28%,
Provinsi Bengkulu bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 94,36 dan 84,62%, Provinsi NAD bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 81,41% dan 76,16%, Provinsi
Sumatera Utara bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 61,81% dan 92,13%, Provinsi Sumatera Barat bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 76,07% dan
95,78%, Provinsi Riau bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 89,23% dan 80,09%, Provinsi Kep. Riau bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 96,70 dan 100%,
Provinsi Lampung bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing- masing 72,67% dan 100%, Provinsi Kalimantan Timur bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100% dan
48,22%, Provinsi Sulawesi Selatan bank perkreditan rakyat konvensional
dan syariah masing-masing 78,56% dan 33,14%, Provinsi NTB bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 94,95% dan
86,14% dan yang terakhir Provinsi Bali bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 100%.
80
4. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2015
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis di tahun 2015,
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah memiliki rata-rata
efisiensi 76,36% ini menunjukan efisiensi bank perkreditan rakyat di
Indonesia pada tahun 2015 belum menunjukkan tingkat efisiensi secara
maksimal yakni di angka 100%. Ada beberapa bank perkreditan rakyat
pada tahun 2015 mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100%
yakni bank perkreditan rakyat konvensional berada di provinsi Banten,
DKI Jakarta dan Bali. Sedangkan bank perkreditan rakyat syariah
mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100% pada tahun 2015
berada di provinsiBanten dan Bali. Selebihnya dari sampel yang telah
diuji dan dibandingkan secara langsung masih dibawah efisiensi
maksimal, dapat dilihat sebagai berikut:
81
Tabel 4.7
Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2015
NO. Provinisi BPR Konvensional
BPR Syariah
1 JAWA BARAT 54.97% 75.48% 2 BANTEN 100.00% 100.00% 3 DKI JAKARTA 100.00% 80.53% 4 D.I YOGYAKARTA 40.56% 80.38% 5 JAWA TENGAH 95.86% 81.09% 6 JAWA TIMUR 79.89% 85.72% 7 BENGKULU 87.55% 66.50% 8 NAD 70.91% 87.51% 9 SUMATERA UTARA 47.86% 66.40% 10 SUMATERA BARAT 59.48% 83.36% 11 RIAU 54.64% 72.45% 12 KEPULAUAN RIAU 85.67% 96.28% 13 LAMPUNG 72.31% 96.78% 14 KALIMANTAN TIMUR 99.59% 44.77% 15 SULAWESI SELATAN 70.82% 20.68%
16 NUSA TENGGARA
BARAT 67.37% 70.98% 17 BALI 100.00% 100.00%
Sumber: Diolah Peneliti
Berdasarkan hasil diatas dapat dipaparkan bahwa kondisi efisiensi
bank perkreditan rakyat belum pada titik maksimal yakni di angka 100%.
Provinsi Jawa Barat bank perkreditan konvensional dan syariah masing-
masing 54,97% dan 75,48% Provinsi Banten bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 100%, Provinsi DKI
Jakarta bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
100% dan 80,53%, Provinsi D.I Yogyakarta bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 40,56% dan 80,38% Provinsi
82
Jawa Tengah bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-
masing 95,86% dan 81,09%, Provinsi Jawa Timur bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 79,89% dan 85,72%,
Provinsi Bengkulu bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 87,55% dan 66,50%, Provinsi NAD bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 70,91% dan 87,51%,
Provinsi Sumatera Utara bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 47,86% dan 66,40%, Provinsi Sumatera Barat
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 59,48%
dan 83,36%, Provinsi Riau bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 54,64% dan 72,45%, Provinsi Kep. Riau bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 85,67% dan
96,28%, Provinsi Lampung bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing- masing 72,31 dan 96,28%, Provinsi Kalimantan Timur
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 99,59%
dan 44,77%, Provinsi Sulawesi Selatan bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 70,82% dan 20,68%, Provinsi
NTB bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
67,37% dan 70,98% dan yang terakhir Provinsi Bali bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 100%.
83
5. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2016
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis di tahun 2016,
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah memiliki rata-rata
efisiensi 76,18% ini menunjukan efisiensi bank perkreditan rakyat di
Indonesia pada tahun 2016 belum menunjukkan tingkat efisiensi secara
maksimal yakni di angka 100%. Ada beberapa bank perkreditan rakyat
pada tahun 2016 mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100%
yakni bank perkreditan rakyat konvensional berada di provinsi DKI
Jakarta, Kalimantan Timur, dan Bali. Sedangkan bank perkreditan rakyat
syariah mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100% pada tahun
2016 berada di provinsi Jawa Barat, NAD, dan Kepulauan Riau.
Selebihnya dari sampel yang telah diuji dan dibandingkan secara
langsung masih dibawah efisiensi maksimal, dapat dilihat sebagai berikut:
84
Tabel 4.8
Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2016
NO. Provinisi BPR Konvensional
BPR Syariah
1 JAWA BARAT 38.82% 100.00% 2 BANTEN 93.26% 96.46% 3 DKI JAKARTA 100.00% 87.11% 4 D.I YOGYAKARTA 51.05% 72.29% 5 JAWA TENGAH 90.54% 79.77% 6 JAWA TIMUR 86.05% 56.28% 7 BENGKULU 87.11% 77.07% 8 NAD 74.87% 100.00% 9 SUMATERA UTARA 42.04% 77.04% 10 SUMATERA BARAT 54.71% 88.02% 11 RIAU 46.62% 61.98% 12 KEPULAUAN RIAU 66.15% 100.00% 13 LAMPUNG 70.33% 99.10% 14 KALIMANTAN TIMUR 100.00% 32.40% 15 SULAWESI SELATAN 82.68% 30.15%
16 NUSA TENGGARA
BARAT 78.17% 71.04% 17 BALI 100.00% 99.11%
Sumber: Diolah Peneliti
Berdasarkan hasil diatas dapat dipaparkan bahwa kondisi efisiensi
bank perkreditan rakyat belum pada titik maksimal yakni di angka 100%.
Provinsi Jawa Barat bank perkreditan konvensional dan syariah masing-
masing 38,82% dan 100% Provinsi Banten bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 93,26% dan 96,46%, Provinsi
DKI Jakarta bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-
masing 100% dan 87,11%, Provinsi D.I Yogyakarta bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 51,05% dan 72,29%
85
Provinsi Jawa Tengah bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 90,54% dan 79,77%, Provinsi Jawa Timur bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 86,05% dan
56,28%, Provinsi Bengkulu bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 87,11% dan 77,07%, Provinsi NAD bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 74,87% dan
100%, Provinsi Sumatera Utara bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 42,04% dan 77,04%, Provinsi Sumatera Barat
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 54,71%
dan 88,02%, Provinsi Riau bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 46,62% dan 61,98%, Provinsi Kep. Riau bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 66,15% dan
100%, Provinsi Lampung bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing- masing 70,33% dan 99,10%, Provinsi Kalimantan Timur
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100%
dan 32,40%, Provinsi Sulawesi Selatan bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 82,68% dan 30,15%, Provinsi
NTB bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
78,17% dan 71,04% dan yang terakhir Provinsi Bali bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 99,11%.
86
6. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2017
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis di tahun 2017,
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah memiliki rata-rata
efisiensi 75,43% ini menunjukan efisiensi bank perkreditan rakyat di
Indonesia pada tahun 2017 belum menunjukkan tingkat efisiensi secara
maksimal yakni di angka 100%. Ada beberapa bank perkreditan rakyat
pada tahun 2017 mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka 100%
yakni bank perkreditan rakyat konvensional berada di provinsi Banten,
DKI Jakarta, Lampung, Kalimantan Timur, dan Bali. Sedangkan bank
perkreditan rakyat syariah mencapai tingkat efisiensi maksimal di angka
100% pada tahun 2017 berada di provinsi Lampung. Selebihnya dari
sampel yang telah diuji dan dibandingkan secara langsung masih dibawah
efisiensi maksimal, dapat dilihat sebagai berikut:
87
Tabel 4.9
Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Tahun 2017
NO. Provinisi BPR Konvensional
BPR Syariah
1 JAWA BARAT 36.04% 83.43% 2 BANTEN 100.00% 87.98% 3 DKI JAKARTA 100.00% 89.43% 4 D.I YOGYAKARTA 47.68% 59.91% 5 JAWA TENGAH 88.52% 83.20% 6 JAWA TIMUR 83.08% 74.88% 7 BENGKULU 87.86% 74.99% 8 NAD 76.31% 86.45% 9 SUMATERA UTARA 44.89% 69.16% 10 SUMATERA BARAT 59.78% 84.68% 11 RIAU 59.78% 55.80% 12 KEPULAUAN RIAU 75.23% 88.14% 13 LAMPUNG 100.00% 100.00% 14 KALIMANTAN TIMUR 100.00% 33.04% 15 SULAWESI SELATAN 83.64% 31.11%
16 NUSA TENGGARA
BARAT 81.27% 65.25% 17 BALI 100.00% 72.93%
Sumber: Diolah Peneliti
Berdasarkan hasil diatas dapat dipaparkan bahwa kondisi efisiensi
bank perkreditan rakyat belum pada titik maksimal yakni di angka 100%.
Provinsi Jawa Barat bank perkreditan konvensional dan syariah masing-
masing 36,04% dan 83,43% Provinsi Banten bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 87,98%, Provinsi
DKI Jakarta bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-
masing 100% dan 89,43%, Provinsi D.I Yogyakarta bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 47,68% dan 59,91%
88
Provinsi Jawa Tengah bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah
masing-masing 88,52% dan 83,20%, Provinsi Jawa Timur bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 83,08% dan
74,88%, Provinsi Bengkulu bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 87,86% dan 74,99%, Provinsi NAD bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 76,31% dan
86,45%, Provinsi Sumatera Utara bank perkreditan rakyat konvensional
dan syariah masing-masing 44,89% dan 69,16%, Provinsi Sumatera Barat
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 69,16%
dan 59,78%, Provinsi Riau bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing-masing 59,78% dan 55,80%, Provinsi Kep. Riau bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 75,23% dan
88,14%, Provinsi Lampung bank perkreditan rakyat konvensional dan
syariah masing- masing 100% dan 100%, Provinsi Kalimantan Timur
bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100%
dan 33,04%, Provinsi Sulawesi Selatan bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah masing-masing 83,64% dan 31,11%, Provinsi
NTB bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah masing-masing
81,27% dan 65,25% dan yang terakhir Provinsi Bali bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing 100% dan 72,93%.
89
7. Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Tahun 2012-2017
a. Rata-rata Tingkat Efisiensi Bank Perkreditan di Idonesia
secara keseluruhan periode 2012-2017
Berdasarkan perhitungan Data Envelopment Analysis tingkat
efisiensi bank perkreditan rakyat periode 2012-2017 di Indonesia
memperlihatkan hasil yakni kondisi yang belum efisien terjadi pada
bank perkreditan rakyat di Indonesia periode 2012-2017. Rata-rata
tingkat efisiensi hasil perhitungan periode 2012-2017 berada pada
nilai 80,54%. Data tersebut dapat dilihat tabel berikut:
Tabel 4.10
Rata-rata Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Periode 2012-2017
TAHUN SCORE EFICIENCY BPR 2012 87,36% 2013 82,82% 2014 85,10% 2015 76,36% 2016 76,18% 2017 75,43%
RATA-RATA 80,54% Sumber: Data diolah Peneliti
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat, pada tahun 2012
rata-rata tingkat efisiensi bank perkreditan rakyat di Indonesia pada
angka 87,36%, pada tahun 2013 pada angka 82,82%, pada tahun
2014 pada angka 85,10%, pada tahun 2015 pada angka 76,36%,
pada tahun 2016 pada angka 76,18%, dan pada tahun 2017 pada
90
angka 75,43%. Dapat digambarkan bahwa pergerakkan tingkat
efisiesni bpr yang diukur menggunakan Data Envelopment Analysis
berfluktuatif dan cenderung menurn. Hal tersebut dapat dilihat
grafik berikut:
Grafik 4.2
Tingkat Efisiensi BPR di Indonesia Periode 2012-2017
Sumber: Diolah Peneliti
b. Rata-rata Tingkat Efisiensi bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah di Indonesia periode 2012-2017.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan menggunakan
pendekatan Data Envelopment Analysis menunjukkan bahwa rata-
rata tingkat efisiensi bank perkreditan rakyat konvensional berada
0.68
0.7
0.72
0.74
0.76
0.78
0.8
0.82
0.84
0.86
0.88
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Score Eficiency BPR diIndonesia
91
pada angka 81,44% dan bank perkreditan rakyat syariah berada
pada angka 79,66%. Data tersebut menunjukkan bahwa kedua bank
perkreditan rakyat pada periode 2012-2017 belum mencapai tingkat
efisinsi maksimal yakni di angka 100%, namun pada
perbandingannya bank perkreditan rakyat konvensional lebih
mendekati angka 100% dibandingkan bank perkreditan syariah.
Dapat dikatakan bahwa bank perkreditan rakyat konvensional pada
periode 2012-2017 dengan sampel yang telah diambil dan diuji
lebih baik dibandingkan bank perkreditan rakyat syariah. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.11
Tingkat Efisiensi BPR Konvensional dan Syariah di Indonesia Periode 2012-2017
Tahun BPR Konvensional BPR Syariah 2012 89,88% 84,85% 2013 85,15% 80,61% 2014 85,75% 84,45% 2015 75,73% 76,99% 2016 74,26% 78,11% 2017 77,89% 72,96%
Rata-rata 81,44% 79,66% Sumber: Diolah Peneliti
Pada tabel di atas dapat dilihat periode 2012-2017 pada bank
perkreditan rakyat konvensional maupun syariah belum mencapai
tingkat maksimal yakni 100%. Pada tahun 2012 bank perkreditan
92
rakyat konvensional dan syariah masing-masing memiliki nilai
efisiensi 89,88% dan 84,85%. Pada tahun 2013 bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah masing-masing memiliki nilai
efisiensi 85,15% dan 80,61%. Pada tahun 2014 bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah memiliki nilai efisiensi masing-
masing 85,75% dan 84,45%. Pada tahun 2015 bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah memiliki nilai efisiensi masing-
masing 75,73% dan 76,99%. Pada tahun 2016 bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah memiliki nilai efisiesni masing-
masing 74,26% dan 78,11%. Pada tahun 2017 bank perkreditan
rakyat konvensional dan syariah memiliki nilai efisiensi masing-
masing 77,89% dan 72,96%. Pergerakkan tingkat efisiensi bank
perkreditan rakyat konvensional dan syariah di Indonesia periode
2012-2017 dapat dilihat pada grafik berikut:
93
Grafik 4.3
Tingkat Efisiensi BPR Konvensional dan Syariah di Indonesia Periode 2012-2017
Sumber: Diolah Peneliti
8. Hubungan Variabel Input dan Output dengan Tingkat Efisiensi Bank
Perkreditan Rakyat Konvensional dan Syariah di Indonesia Periode
2012-2017.
Penelitian ini menjelaskan jumlah input dan output Bank
Perkreditan Rakyat Konvensional dan Syariah di Indoensia Periode 2012-
2017. Di sisi lain, hasil perhitungan DEA juga memperlihatkan bahwa
rata-rata tingkat efisiensi tekniknya mengalami kenaikan dan penurunan
dari tahun ke tahun. Kenaikan dan penurunan efisien tetap akan
mencerminkan beberapa BPR Konvensional dan Syariah yang mengalami
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
2012 2013 2014 2015 2016 2017
BPR Konvensional BPR Syariah
94
inefesiensi pada periode tertentu. Inefisensi tersebut dapat disebabkan
variabel input maupun output yang belum efisien pada penggunaan
maupun yang dihasilkan, meskipun keduanya bersifat fluktuatif pada
periodenya.
Pengukuran efisiensi ini cenderung terbatas pada hubungan teknik
dan operasional dalam konversi input menjadi output yang telah
ditentukan. Hal ini menyebabkan untuk meningkatkan tingkat efisiensi
hanya memerlukan kebijakan mikro bersifat internal perusahaan, yaitu
pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal sehingga
memaksimalkan output yang ada.
Pertama, penyebab ketidakefisienan input Dana Pihak Ketiga
adalah masih rendahnya tingkat Dana Pihak Ketiga yang ada pada BPR.
Dana Pihak Ketiga BPR meliputi Tabungan dan Deposito. Rendahnya
tingkat Dana Pihak Ketiga BPR harus ditingkatkan, masih rendahnya
kepercayaan untuk dananya dihimpun di BPR menjadi salah satu faktor
utama para nasabah deposan.
Kedua, ketidakefisienan input Total Aset adalah penggunaan total
aset yang lebih besar dibandingkan target yang diharapkan. Total aset
BPR meliputi jumlah kas, penempatan pada bank lain dan bpr, surat
berharga yang dimiliki, pembiayaan/kredit, pendapatan yang akan
diterima, aset tetap, inventaris, dan aktiva lainnya. Kelebihan penggunaan
total aset tidak perlu dialihkan ke penggunaan input lainnya, akan tetapi
95
penggunaan total aset harus dirubah kearah penggunaan aset yang lebih
produktif untuk lebih menghasilkan. Porsi aset produktif seperti
kredit/pembiayaan harus lebih diutamakan sebab akan menyebabkan
tingginya pendapatan operasional, ini akan menjadi baik untuk kesehatan
BPR ke arah yang lebih efisien dalam penggunaan input Total Aset.
Ketiga, ketidakefisienan input Beban Operasional adalah tingginya
pengeluaran beban operasional yang digunakan BPR daripada yang
diharapkan pada targetnya. Upaya untuk menjadikannya efisien, yakni
pengeluaran Beban Operasional pada BPR harus lebih bijak dan pada
porsinya. Penggunaan Beban Operasional yang tinggi akan selalu
menyebabkan rendahnya laba yang akan didapat, inilah mengapa Beban
Operasional harus lebih ditekan pada penggunaannya untuk
memaksimalkan laba yang akan didapat nantinya. Tingginya bunga/bagis
hasil yang dikeluarkan untuk deposan dana pihak ketiga menjadi salah
penyebab tingginya Beban Operasional. Upaya lain yang dapat dilakukan
adalah menakan tingkay suku bunga/bagi hasil terdapat nasabah deposan,
sehingga Beban Operasional dapat ditekan dan laba dapat meningkat
relevan dengan pengurangan Beban Operasional yang ada.
Ketidakefisienan output terjadi pada kredit/pembiayaan dan
pendapatan operasional. Pertama, jumlah kredit/pembiayaan relatif kecil
nilai aktual-nya dibandingkan target yang diharapkan. Hal ini disebabkan
tingginya suku bunga/pengembalian dalam kredit/pembiayan di BPR.
96
Sudah menjadi rahasia umum tingginya suku bunga/pengembalian
menjadikan rendahnya tingkat kredit / pembiayaan, sehingga daya
saing terhadapat bank umum akan sulit. Upaya yang perlu dilakukan
adalah menekan tingkat suku bunga/pengembalian kredit/pembiayaan
yang ada di BPR, sehingga tingkat kredit/pembiayaan akan lebih
meningkat. Nasabah debitur akan lebih meningkat dengan tingkat suku
bunga/pengembalian kredit.pembiayaan di BPR.
Kedua, jumlah pendapatan operasional masih rendah dari apa yang
sudah diharapkan. Upaya yang dapat dilakukan yakni dengan
meningkatkan junmlah pembiayaan/kredit. Selanjutnya, dengan
memperbesar porsi jumlah aset yang produktif pada total aset yang ada
dan perbaikan kualitas SDM yang ada di komponen BPR. Perbaikan
kualitas SDM penting dilakukan untuk menunjang kinerja BPR yang akan
lebih baik.
Setelah memaparkan hasil data penelitian sebagaimana yang telah
diuraikan diatas, maka beberapa poin penting yang dapat dijadikan
sebagai bahan untuk dilakukanembahasan didalamnya. Beberapa hasil
poin-poin penting tersebut yang menjadi pembahasan pada bagian ini
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tingkat Efisiensi Teknis
Dari hasil perhitungan tingkat efisiensi yang dilakukan didapatkan
bahwa secara rata-rata tingkat efisiensi masing- masing BPR
97
memiliki nilai 81,44% untuk Konvensional dan 79,66% untuk
Syariah. Secara rata-rata BPR Konvensional masih mendominasi
dari nilai yang telah dipaparkan diatas dibandingkan BPR Syariah.
Faktor kuantitas dari unit BPR Konvensional dibandingkan BPR
Syariah mempengaruhi hal ini, sebab BPR Konvensional memiliki
lebih banyak unit dibandingkan BPR Syariah dan ini menandakan
persaingan yang ketat di BPR Konvensional lebih ketat, maka dari
itu menjadikan BPR Konvensional lebih baik adanya. Dilihat secara
rata-rata memang kedua BPR ini belum memiliki tingkat efisiensi
yang maksimal, maka dari itu kemampuan untuk pengoptimalan
input dan memaksimalkan output yang dihasilkan sangat diperlukan
untuk menunjang kemampuan efisiensi BPR yang ada di Indonesia,
untuk menunjang harapan-harapan perekonomian Indonesia lewat
kredit/pembiayaan di sektor UMKM yang telah dipaparkan pada
latar belakang tentang pengaruh UMKM terhadap pentingnya
pertumbuhan perekonomian Indonesia.
98
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya dan relevan dengan rumusan masalah yang ada, maka kesimpulan
dari penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan pendekatan Data
Envelopment Analysis dibantu dengan software EMS dan Microsoft
Excel 2013, didapatkan hasil tingkat efisiensi bank perkreditan rakyat
konvensional dan syariah di Indonesia periode 2012-2017 masing-
masing 81,44% dan 79,66%. Hasil ini menjadikan bank perkreditan
rakyat konvensional lebih baik dibandingkan bank perkreditan rakyat
syariah, sebab bank perkreditan rakyat konvensional mendekati titik
maksimal angka 100%. Secara keseluruhan tingkat efisiensi bank
perkreditan rakyat di Indonesia periode 2012-2017 masih dibawah
maksimal yakni memiliki nilai 80,54%.
2. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan pendekatan Data
Envelopment Analysis, dimana pendekatan ini memiliki keterbatasan
hanya mengukur efisiensi teknis dan terfokus pada variabel input dan
output yang diteliti. Maka, dapat disimpulkan kondisi inefisien yang
terjadi pada bank perkreditan rakyat konvensional dan syariah periode
99
2012-2017 disebabkan faktor variabel input dan output yang belum
maksimal, yakni variabel input Dana Pihak Ketiga, Total Asset, dan
Beban Operasional yang belum maksimal, serta variabel output
Kredit/Pembiayaan dan Pendapatan Operasional yang belum maksimal
di setiap bank perkreditan rakyat yang di teliti.
B. Saran
1. Bagi Bank Perkreditan Rakyat
Variabel input Dana Pihak Ketiga, Total Asset, dan Beban
Operasional maupun variabel output Kredit/Pembiayan dan Pendapatan
operasional bagi periode BPR yang masih inefisien agar disesuaikan
dengan target agar kondisi operasionalnya lebih efisien, sehingga dapat
terus bersaing dengan lembaga keuangan lainnya. Salah satu cara
efisiensinya adalah dengan menekan tingkat suku bunga/bagi hasil Dana
Pihak Ketiga sebab pada saat ini tingkat suku bunga/bagi hasil pada BPR
masih tinggi, ini akan menyebabkan biaya operasional akan meningkat,
selanjutnya menekan tingkat suku bunga/bagi hasil kredit/pembiayaan,
sehingga pendapatan operasional dan banyaknya kuantitas
kredit/pembiayaan akan meningkat.
Hal lain yang penting untuk diperhatikan yakni BPR harus dapat
meningkatkan produktivitasnya dalam operasional untuk menunjang laba
pada setiap tahunnya. Menurut Heru Kristiyana (Deputi Komisioner
100
Pengawasan Perbankan OJK IV) OJK telah merumuskan rekomendasi
agar BPR tetap bisa bersaing dan mempertahankan bisnisnya sebagai
berikut:
a. BPR harus bisa menarik dana murah dari masyarakat agar
tidak tertekan biaya dana.
b. Persoalan SDM, OJK berencana bekerjasama dengan
Perhimpunan BPR (Perbarindo) untuk mencari cara agar
pegawai first graduate bisa masuk BPR
c. Teknologi Informasi, direncanakan BPR tidak membangun TI-
nya sendii-sendiri melainkan membangun TI yang besar secara
bersama-sama agar dapat bersaing
d. Governanvce, OJK memberikan arahan untuk BPR yang
berada di satu grup diharapkan melakukan merger. (Issa
Almawadi, 2016).
2. Bagi Peneliti berikutnya
Penelitian berikutnya disarankan untuk memakai periode-periode
yang lebih terbaru, sehingga kondisi yang akan dipaparkan dalam
penelitian berikutnya akan menampilkan keadaan ataupun kondisi BPR
yang pada kondisinya.
101
Penelitian ini hanya menjelaskan tentang efisiensi BPR di Indonesia
periode 2012-2017 dengan menggunakan Data Envelopment Analysis
(DEA), disarankan untuk menggunakan metode pendekatan lainnya.
Penelitian ini terbatas menjelaskan efisiensi dengan menggunakan
Data Envelopment Analysis (DEA), disarankan untuk menggunakan
model perhitungan yang lebih terbaru atau muktahir terkait dengan
efisiensi lembaga keuangan
3. Bagi Investor
Penelitian ini menggambarkan tingkat efisiensi BPR di Indonesia
periode 2012-2017 dengan menggunakan Data Envelopment Analysis,
disarankan para investor untuk lebih bijak dengan melihat tingkat efisiensi
BPR di Indonesia guna menginvestasikan dananya terhadap BPR.
4. Bagi Pemerintah
Penelitian ini menggambarkan tingkat efisiensi BPR di Indonesia
periode 2012-2017 dengan menggunakan Data Envelopment Analysis,
disarankan untuk Pemerintah lebih bijak dalam mengeluarkan regulasi-
regulasi untuk BPR mengingat pentingnya BPR dalam sektor UMKM dan
untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
102
DAFTAR PUSTAKA
Adilho. N. (2014). Analisis Perbandingan Efisiensi antara BPR Konvensional dan BPR Syariah di Surakarta dengan menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) Periode 2011.4-2013.3. Uiversitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Ahmad, U., Farooq, S., & Jalil, H. H. (2009). Eficiency Dynamics and Financial Reforms: Case Study of Pakistani Banks. International Researceh Journal of Finance and Economics (25), 173-182.
Ali, M. M., & Ascarya. (2010). Analisis Efisiensi Baitul Maal Wat Tamwil Dengan Pendekatan Two Stage Data Envelopment Analysis (Studi Kasus Kantor Cabang BMT MMU Dan BMT UGT Sidogiri). Tazkia, Islamic Finance & Business Review , 5 (2), 110-125.
Arthesa, A., & Hendiman, E. (2006). BANK DAN LEMBAGA BUKAN BANK.
(B. Sarwiji, Ed) Jakarta, Indonesia: PT. Indeks Kelompok Gramedia. Ascarya & Yumanita. D. (2005), BANK SYARIAH: GAMBARAN UMUM.
Jakarta, Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Falhanawati, Y. (2013). Analisis Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah Dengan
Menggunakan Metode Data Envelopment Analaysis (DEA). UIN SYARIF HIDYATAULLAH JAKARTA, FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS.Tangerang Selatan: FAKLUTAS EKONOMI DAN BISNIS.
Gunawan, F. A., & Utiyati, S. (2013). Analisis Tingkat Efisiensi Bank BUMN Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Ilmu & Riset Manajemen , 2 (8), 1-17.
Hadad, M. D., Santoso, W., Ilyas , D., & Mardanugraha, E. (2003, Desember).
Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia: Penggunaan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Bank Indonesia .
Hartono, I., Djohar, S., & Daryanto, H. K. (2008). Analisis Efisiensi Bank
Perkreditan Rakyat Di Wilayah Jabodetabek Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis. Jurnal Manajemen dan Agribisnis , V (2), 52-63
103
Hasan, N. I. (2014). PENGANTAR PERBANKAN. Jakarta, Indonneisa:
Referensi (Gaung Persada) Herli, A. S. (2013). PENGELOLAAN BPR dan Lembaga Keuangan
Pembiayaan Mikro. Yogyakarta, Indonesia: ANDI Yogyakarta Iskandar, S. (2013). BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA. (Vol II).
Jakarta , Indonesia: Penerbit IN MEDIA. Kuncoro, M. (2009). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Bagaimana
Meneliti & Menulis Tesis? edisi 3. Jogjakarta, Jogjakarta, Indonesia: Erlangga.
Kurnia, A. S. (2004). Mengukur Efisiensi Intermediasi Sebelas Bank Terbesar Indonesia Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal BIsnis Strategi , 13, 126-140.
Latumerisa, J. R. (2011). BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN. Jakarta,
Indonesia. Salemba Empat. Lestari, E. P. (2017). Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah
(BUS) di Indonesia dan Pakistan dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta.
Maharani, F. (2012). Pengukuran Efisiensi Perbankan Dengan Menggunakan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) Dan Pengaruh Efisiensi Perbankan Terhadap Stock Return Pada Bank Umum Konvensional Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010. Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi. Depok: FEUI.
Maulidiyah, H., & Laila, N. (2016). Membandingkan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia dan Malaysia dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan , 3 (4).
Miranta, D. A., & Sari , K. (2016). Efisiensi Bank Umum Syariah di Indonesia Menggunakan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Ekonomi Bisnis , 21 (3).
104
Muharam, H., & Pusvitasari, R. (2007). Analisis Perbandingan Efisiensi Bank
Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis (Periode Tahun 2005). Jurnal Ekonomi Syariah , II (3), 80-116.
Nazir, M. (2011). Metode Penelitian. Bogor, Jawa Barat, Indonesia: Ghalia
Indonesia.
Novandra, R. (2014). Analisis Perbandingan Efisiensi Perbankan Syariah dan Konvensional di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan , 22 (2), 183- 193.
Nugraha, B. W. (2013). Analisis Efisiensi Perbankan Menggunakan Metode Non Parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Ilmu Manajemen , 1 (1).
Nurdianita, A. (2015). Komparasi Efisiensi Bank Pada Pembiayaan UMKM
Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya .
Qurniawati, R. S. (2013). Efisiensi Perbankan di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Return Saham Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis , 17 (1).
Ramadhan, A., Purnomo, D., Muhtarom, M., & Chuzaimah. (2017). Mengukur Tingkat Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syari'ah dengan Menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). CAKRAWALA, Jurnal Studi Islam , XII (2), 113-120.
Rodoni , A., Salim, M. A., Amalia, E., & Rakhmadi , R. S. (2017). Comparing Efficiency And Production In Islamic Banking: Case Study In Indonesia, Malaysia, And Pakistan. Jurnal Ilmu Eknomi Syariah (Journal of Islamic Economics) , 9 (2), 228-242.
Santi. M. (2015) Bank Konvensional VS Bank Syariiah. Jurnal Eksyar. 2 (1) . 222-243.
Septianto, H., & Widiharih, T. (2010, Juni). Analisis Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat Di Kota Semarang Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis. Media Statistika .
105
Sudaryono. (2017). Metodologi Penelitian. Jakarta, Jakarta, Indonesia: PT. Rajagrafindo Persada.
Sukmayanti, Y. (2012). Ananlisis Perbandingan Kinerja Keuangan Dengan Menggunakan ROA Pada BPR Syariah Dan BPR Konvensional Di Indonesia.
Widiarti, A. W., Siregar, H., & Andati, T. (2015). The Determinants of Bank's Efficiency in Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan , 18 (2), 130-156.
Zahroh, B. (2015). Analisis Komparasi Efisiensi Fungsi Intermediasi Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Brwaijaya .
Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Statistik BPR Indonesia 2013, Otoritas Jasa Keuangan
Statistik BPR Indonesia 2014, Ptoritas Jasa Keuangan
Statistik BPR Indonesia 2015, Otoritas Jasa Keuangan
Statistik BPR Indonesia 2016, Otoritas Jasa Keuangan
Laporan Keuangan BPR Konvensional 2012-2017, Otoritas Jasa Keuangan
Laporan Keuangan BPR Syariah 2012-2017, Otoritas Jasa Keuangan
Statistik UMKM 2012, Departemen Koperasi
Statistik UMKM 2013, Departemen Koperasi
www.bi.go.id / diakses pada tanggal 4 April 2018
www.ojk.go.id / diakses pada tanggal 28 Maret 2018
www.depkop.go.id / diakses pada tanggal 10 Januari 2018
www.perbarindo.or.id / diakses pada tanggal 12 Januari 2018
106
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Lampiran Variabel Input dan Output Tahun 2012 (dalam ribuahn rupiah)
Sampel Dana Pihak Ketiga {I} Asset {I} Beban Operasional {I}Pembiayaan/Kredit {O}Pendapatan Operasional {O}Jabar K 115,881,839 148,427,621 11,678,654 111,306,761 21,976,205 Jabar S 12,210,859 16,882,167 1,480,794 14,372,516 2,739,601 Banten K 22,319,376 80,615,035 10,837,148 77,373,780 15,673,578 Banten S 9,561,683 65,448,597 4,978,895 43,638,841 5,282,368 DKI K 2,212,439 15,435,812 1,937,927 15,086,615 4,780,063 DKI S 6,690,719 10,901,661 1,118,475 8,658,545 1,618,264 Yogya K 81,492,655 114,873,857 11,696,518 109,285,136 19,779,118 Yogya S 30,032,690 34,971,173 1,718,928 21,006,706 2,553,534 Jateng K 19,458,382 26,504,133 3,699,759 26,115,622 5,840,090 Jateng S 8,525,517 10,791,792 708,424 7,406,643 1,054,766 Jatim K 10,667,787 18,988,307 1,912,446 17,068,324 3,637,871 Jatim S 3,698,144 4,848,858 721,657 4,028,204 1,004,738 Bengkulu K 5,484,147 8,942,739 2,196,609 8,197,611 3,021,955 Bengkulu S 14,302,689 26,783,362 3,122,026 21,700,098 4,180,760 NAD K 15,314,219 28,557,401 4,819,845 26,496,640 6,194,369 NAD S 1,973,058 7,529,948 798,572 4,090,052 905,629 Sumut K 26,080,305 34,829,520 2,327,444 22,385,719 3,931,936 Sumut S 4,338,999 8,342,508 880,886 5,841,255 1,771,015 Sumbar K 8,964,138 11,362,376 1,501,239 11,002,608 2,126,939 Sumbar S 10,371,709 26,650,145 2,391,023 21,748,694 3,046,643 Riau K 87,154,677 95,759,374 8,191,263 90,774,447 11,507,803 Riau S 13,037,521 15,992,096 2,936,840 10,121,075 2,130,026 Kepri K 51,990,029 62,664,024 5,519,447 61,636,600 7,201,427 Kepri S 25,291,134 57,322,580 5,657,520 50,079,432 7,790,325 Lampung K 141,977,369 213,156,448 19,747,931 206,550,975 46,311,309 Lampung S 5,661,230 16,405,795 1,253,846 12,302,555 2,599,812 Kaltim K 7,384,921 10,616,203 2,431,634 9,629,032 3,740,508 Kaltim S 7,205,580 9,277,484 1,853,836 6,503,237 1,489,687 Sulsel K 345,347,589 692,192,529 63,344,384 683,343,571 94,646,350 Sulsel S 10,927,220 12,376,795 360,674 607,521 667,877 NTB K 6,591,937 16,184,225 2,230,115 15,608,591 4,106,842 NTB S 4,471,864 8,028,524 593,807 6,202,010 1,304,529 Bali K 19,393,772 53,818,014 4,858,419 52,398,864 8,961,746 Bali S 10,310,055 10,783,278 4,171,409 10,065,494 3,314,795
107
2. Lampiran Variabel Input dan Output Tahun 2013 (dalam ribuan rupiah)
Sampel Dana Pihak Ketiga {I} Asset {I} Beban Operasional {I} Pembiayaan/Kredit {O} Pendapatan Operasional {O}Jabar K 142,197,074 189,283,979 12,454,546 124,373,105 29,375,598 Jabar S 14,468,255 20,117,507 708,489 16,254,386 1,507,182 Banten K 29,715,588 88,534,151 2,645,197 79,262,794 6,061,180 Banten S 13,098,691 72,731,266 5,727,244 52,442,880 9,362,381 DKI K 17,678,992 35,996,520 2,028,859 34,694,762 4,836,495 DKI S 8,731,770 13,477,553 1,305,067 9,260,860 1,852,273 Yogya K 88,537,016 125,257,033 6,609,349 72,503,389 15,364,227 Yogya S 36,801,297 40,684,081 2,426,765 26,568,424 3,411,709 Jateng K 20,271,424 27,829,542 1,511,777 23,369,854 4,083,612 Jateng S 8,561,328 12,428,390 826,251 9,164,875 1,246,595 Jatim K 8,846,091 20,977,616 1,534,298 17,782,156 3,657,442 Jatim S 4,727,744 6,301,881 833,598 4,614,035 1,164,613 Bengkulu K 6,343,262 9,735,406 1,869,625 7,988,327 2,709,737 Bengkulu S 16,689,697 27,886,546 3,845,093 23,708,502 5,360,766 NAD K 16,903,398 31,456,670 3,050,136 20,315,027 4,688,406 NAD S 2,600,270 9,107,565 1,129,073 5,739,849 1,075,111 Sumut K 29,007,903 40,401,006 2,998,601 28,969,632 5,503,280 Sumut S 3,766,023 7,592,241 1,025,619 5,271,573 1,793,996 Sumbar K 6,399,176 8,927,456 1,145,059 6,009,015 1,730,349 Sumbar S 10,131,416 27,474,980 2,740,901 21,433,125 3,444,626 Riau K 86,061,024 95,238,915 4,182,887 67,178,443 7,792,913 Riau S 16,196,775 17,575,651 3,538,809 11,333,254 2,032,656 Kepri K 64,933,081 79,471,780 2,900,909 66,034,285 5,270,816 Kepri S 32,974,235 86,365,018 9,034,242 77,082,675 11,143,791 Lampung K 117,771,823 189,025,633 9,735,604 139,793,942 33,608,097 Lampung S 7,069,784 25,181,696 1,969,571 19,101,947 4,163,515 Kaltim K 8,284,422 11,720,144 2,236,115 9,320,145 3,810,681 Kaltim S 6,931,447 8,171,486 1,808,689 4,897,346 1,631,904 Sulsel K 366,218,287 838,847,300 19,507,417 768,438,917 55,832,816 Sulsel S 16,540,097 18,058,842 432,440 472,952 502,163 NTB K 7,639,173 17,709,214 1,792,899 13,229,516 3,719,756 NTB S 9,502,678 13,749,735 943,644 11,231,779 2,091,118 Bali K 22,943,025 71,376,030 2,160,614 61,086,349 9,471,094 Bali S 4,131,863 2,886,861 5,145,798 6,235,771 3,431,599
108
3. Lampiran Variabel Input dan Output Tahun 2014
Sampel Dana Pihak Ketiga {I} Asset {I} Beban Operasional {I} Pembiayaan/Kredit {O} Pendapatan Operasional {O}Jabar K 201,493,609 254,352,153 11,319,399 185,435,111 28,653,939 Jabar S 18,247,232 25,870,285 1,660,659 21,477,623 3,742,413 Banten K 33,704,656 110,766,801 8,045,466 93,512,716 15,265,981 Banten S 21,717,233 87,121,822 7,623,884 65,604,995 12,156,419 DKI K 19,107,733 45,885,583 2,241,360 38,125,151 8,079,287 DKI S 10,187,143 16,018,888 1,504,908 11,378,414 2,125,592 Yogya K 92,467,474 136,167,317 7,853,650 77,706,083 16,343,328 Yogya S 29,705,498 42,751,494 2,679,703 30,047,263 3,870,913 Jateng K 20,522,211 28,639,924 1,541,705 23,285,202 4,099,405 Jateng S 9,691,239 14,053,877 1,008,215 10,893,777 1,464,748 Jatim K 12,587,339 27,150,124 1,818,871 21,493,960 4,217,035 Jatim S 6,696,248 8,246,319 1,002,037 5,876,869 1,401,260 Bengkulu K 6,901,549 11,240,131 1,875,262 8,607,958 2,884,146 Bengkulu S 20,386,459 28,839,739 4,154,196 20,373,060 4,984,299 NAD K 20,480,875 33,627,737 3,263,623 23,026,121 4,960,554 NAD S 4,145,018 11,825,536 953,814 7,490,729 1,537,127 Sumut K 41,483,546 54,728,945 2,949,222 27,052,306 6,129,968 Sumut S 3,595,157 7,093,820 1,142,022 3,571,637 1,767,942 Sumbar K 8,866,032 11,489,194 1,123,401 7,339,601 1,616,551 Sumbar S 11,886,752 29,179,221 2,500,736 23,902,403 3,287,121 Riau K 89,767,180 98,974,858 3,909,845 75,326,110 7,062,823 Riau S 16,606,277 18,082,110 2,298,557 12,275,428 2,410,414 Kepri K 76,501,484 94,175,510 2,459,394 77,439,214 7,428,651 Kepri S 35,107,023 94,826,882 10,681,318 81,232,376 13,241,924 Lampung K 126,110,319 203,143,559 10,251,654 161,309,224 31,092,330 Lampung S 7,527,655 31,139,604 2,461,456 21,017,606 4,293,891 Kaltim K 8,389,194 11,858,511 2,602,567 9,320,145 4,145,271 Kaltim S 4,948,867 6,639,473 3,157,588 1,131,906 1,123,702 Sulsel K 543,441,784 1,009,846,427 22,346,802 855,691,634 48,556,036 Sulsel S 8,292,718 9,905,585 476,299 686,935 573,744 NTB K 8,140,950 19,482,951 1,847,416 14,035,258 3,845,530 NTB S 13,482,438 19,425,644 1,230,980 14,125,796 2,827,814 Bali K 26,383,666 82,957,543 2,388,666 70,708,889 11,787,203 Bali S 2,593,297 6,477,464 1,997,542 4,004,929 2,273,433
109
4. Lampiran Variabel Input dan Output Tahun 2015 (dalam ribuan rupiah)
Sampel Dana Pihak Ketiga {I} Asset {I} Beban Operasional {I} Pembiayaan/Kredit {O} Pendapatan Operasional {O}Jabar K 247,220,629 329,789,322 14,303,408 212,075,504 33,466,274 Jabar S 23,648,468 37,544,305 2,484,507 25,029,173 4,147,323 Banten K 30,738,925 115,758,557 3,828,288 96,406,543 7,357,312 Banten S 30,178,148 98,177,549 8,528,353 73,079,373 14,750,892 DKI K 16,142,785 30,213,299 1,940,754 26,676,966 10,201,139 DKI S 9,306,843 17,908,318 1,720,959 12,792,918 2,236,660 Yogya K 102,762,137 149,534,896 7,617,274 65,867,540 15,257,485 Yogya S 32,517,630 45,258,459 2,887,408 32,100,371 4,224,266 Jateng K 18,801,984 27,119,759 1,694,869 22,893,296 3,949,179 Jateng S 13,130,007 19,160,453 1,189,995 13,673,146 1,689,007 Jatim K 16,536,961 30,908,155 1,898,879 21,703,623 4,643,485 Jatim S 8,200,604 9,999,783 1,275,340 7,610,077 1,757,151 Bengkulu K 7,149,282 11,218,274 2,314,537 8,683,724 2,987,249 Bengkulu S 21,369,716 28,158,704 3,932,862 16,616,387 4,088,501 NAD K 26,911,734 38,140,664 3,859,931 24,007,838 5,655,684 NAD S 5,090,301 17,775,601 1,373,973 10,923,778 2,119,982 Sumut K 26,540,752 41,663,408 2,940,295 17,623,945 5,417,882 Sumut S 3,921,262 7,314,964 1,016,345 4,294,856 1,465,076 Sumbar K 11,706,846 14,458,035 1,248,245 7,617,821 1,775,842 Sumbar S 16,973,132 35,146,031 2,963,855 25,932,313 3,686,317 Riau K 118,566,803 129,315,369 4,741,964 90,228,832 8,895,570 Riau S 17,065,115 18,672,265 2,180,432 12,025,952 2,343,467 Kepri K 73,860,396 102,279,893 3,601,327 78,995,120 10,986,951 Kepri S 42,982,114 106,333,043 12,622,373 94,635,469 15,382,645 Lampung K 161,797,822 250,202,175 12,311,007 198,584,057 35,973,989 Lampung S 10,335,194 34,958,724 2,798,910 26,275,972 4,166,653 Kaltim K 9,956,434 14,071,773 3,030,284 12,376,748 4,661,518 Kaltim S 4,991,436 7,165,988 2,122,337 1,437,443 1,083,122 Sulsel K 746,242,570 1,170,035,634 31,948,295 974,453,919 74,142,721 Sulsel S 10,965,799 12,570,700 454,835 882,546 494,388 NTB K 10,382,223 21,990,193 1,813,822 13,079,355 3,571,545 NTB S 17,495,510 24,214,619 1,327,069 14,955,823 2,838,400 Bali K 31,478,189 87,216,461 2,698,912 72,051,527 12,946,843 Bali S 3,417,252 7,394,842 2,271,760 6,034,901 2,379,935
110
5. Lampiran Variabel Input dan Output Tahun 2016 (dalam ribuan rupiah)
Sampel Dana Pihak Ketiga {I} Asset {I} Beban Operasional {I} Pembiayaan/Kredit {O} Pendapatan Operasional {O}Jabar K 410,023,869 486,101,428 19,468,110 222,679,227 46,792,667 Jabar S 22,776,008 32,231,027 2,720,232 29,485,605 4,725,425 Banten K 46,692,288 136,856,627 10,221,976 98,611,428 15,530,746 Banten S 33,241,883 102,145,853 9,939,847 75,056,713 15,310,795 DKI K 18,513,304 38,034,226 2,312,794 30,552,100 8,411,731 DKI S 9,204,237 18,830,708 1,896,486 14,727,598 2,544,416 Yogya K 99,803,474 145,186,093 8,399,415 66,631,794 14,604,612 Yogya S 35,624,702 52,349,655 2,905,966 34,043,486 4,018,578 Jateng K 18,857,717 27,471,803 1,577,306 21,389,208 3,803,957 Jateng S 15,984,845 23,277,397 1,507,791 16,817,812 2,142,825 Jatim K 17,974,729 32,519,034 2,036,582 23,668,013 4,897,819 Jatim S 12,572,848 15,647,872 1,720,240 7,288,991 2,139,549 Bengkulu K 4,344,133 11,464,992 2,405,304 8,226,564 2,797,401 Bengkulu S 18,745,518 23,253,519 3,787,493 16,060,702 3,322,492 NAD K 34,050,808 43,845,171 4,230,318 28,593,696 6,381,383 NAD S 6,272,684 23,315,949 1,893,706 16,335,220 3,167,761 Sumut K 33,774,683 50,394,493 2,470,087 16,934,247 3,941,925 Sumut S 4,533,172 8,728,072 874,609 5,789,180 1,336,817 Sumbar K 14,553,872 17,723,352 1,609,215 8,235,939 2,016,018 Sumbar S 19,125,121 35,761,284 3,302,663 28,622,694 4,156,855 Riau K 133,486,662 146,129,107 4,963,284 83,746,902 9,618,166 Riau S 22,165,094 23,772,162 2,450,416 13,402,231 2,329,117 Kepri K 145,325,490 173,668,845 3,833,599 137,027,030 10,220,633 Kepri S 50,660,118 110,934,300 12,734,839 102,264,276 15,375,168 Lampung K 182,350,366 282,320,744 12,472,811 212,851,896 41,123,955 Lampung S 12,367,400 42,147,409 3,051,726 29,818,612 5,560,803 Kaltim K 5,809,813 16,301,357 3,696,613 12,927,101 6,094,250 Kaltim S 5,929,762 8,884,473 1,667,793 1,518,340 972,837 Sulsel K 1,042,802,953 1,642,389,168 39,156,172 1,456,198,222 94,716,536 Sulsel S 11,893,501 14,644,618 549,020 1,217,988 681,671 NTB K 11,467,590 24,167,355 1,998,519 15,819,143 3,836,566 NTB S 25,847,045 33,000,957 1,355,832 20,115,101 2,877,988 Bali K 35,602,619 86,129,457 2,724,174 67,816,227 11,850,521 Bali S 3,475,346 7,356,595 2,412,457 6,014,296 2,301,453
111
6. Lampiran Variabel Input dan Output Tahun 2017 (dalam ribuan rupiah)
Sampel Dana Pihak Ketiga {I} Asset {I} Beban Operasional {I} Pembiayaan/Kredit {O} Pendapatan Operasional {O}Jabar K 484,449,491 567,755,676 17,320,904 228,741,599 45,110,544 Jabar S 27,017,456 46,079,586 3,419,980 34,399,825 5,057,406 Banten K 52,781,751 162,007,812 11,872,901 128,182,913 16,237,391 Banten S 33,269,436 103,090,084 10,989,578 69,767,255 13,117,378 DKI K 22,561,890 36,521,734 3,271,890 31,187,291 9,187,213 DKI S 11,235,645 21,449,063 2,123,043 16,678,025 2,410,064 Yogya K 114,072,347 163,610,381 9,170,605 81,847,432 16,848,863 Yogya S 42,497,890 60,212,939 4,104,213 33,719,049 5,241,344 Jateng K 18,063,053 26,733,655 1,466,403 21,294,133 3,438,240 Jateng S 17,647,958 27,502,803 1,906,811 20,932,041 2,497,316 Jatim K 20,106,914 34,869,786 2,247,597 24,414,815 5,286,339 Jatim S 15,911,235 19,530,911 2,167,632 14,261,952 2,775,529 Bengkulu K 5,601,451 12,527,812 2,768,219 8,657,812 2,967,861 Bengkulu S 28,413,236 32,401,872 3,576,310 24,581,457 3,671,922 NAD K 34,789,122 46,672,561 4,897,832 33,678,126 6,672,819 NAD S 11,678,317 33,405,879 2,184,709 22,374,313 3,409,409 Sumut K 39,644,349 57,704,073 2,346,911 19,048,120 4,113,076 Sumut S 4,300,128 8,841,053 911,838 4,996,326 1,288,744 Sumbar K 11,365,535 15,084,079 1,538,960 8,417,427 1,996,125 Sumbar S 24,095,177 37,246,016 3,505,203 28,938,213 4,513,536 Riau K 11,365,535 15,084,079 1,538,960 8,417,427 1,996,125 Riau S 24,567,829 26,154,263 2,856,737 14,856,287 3,276,452 Kepri K 114,438,100 143,333,160 5,763,942 121,182,365 11,317,880 Kepri S 56,878,533 105,755,596 12,782,683 88,725,979 14,619,385 Lampung K 310,407,466 193,712,316 13,978,165 252,203,920 47,492,145 Lampung S 15,857,987 55,020,614 3,904,929 39,313,383 8,030,131 Kaltim K 6,282,401 18,166,622 4,303,211 12,928,885 6,518,769 Kaltim S 7,231,680 9,390,671 1,635,847 2,876,033 849,343 Sulsel K 1,314,657,746 1,987,079,542 42,654,529 1,762,113,068 93,737,627 Sulsel S 10,562,873 14,672,847 624,538 1,345,263 745,627 NTB K 12,687,263 26,154,233 2,265,378 17,562,739 3,894,526 NTB S 32,469,109 39,882,905 2,600,784 25,523,114 3,655,303 Bali K 40,810,944 91,907,201 2,859,356 70,055,940 12,270,825 Bali S 5,216,978 8,916,116 2,119,251 5,442,832 1,946,127
112
7. Lampiran Perhitungan DEA bank perkreditan rakyat Tahun 2012
No. DMU Score DPK {I}{V} Asset {I}{V} BO {I}{V} P/K {O}{VPO {O}{V} Benchmarks {S} DPK {I} {S} TA {I} {S} BOl {I} {S} P/K{O}{S} PO {O}1 Jabar K 45.41% 0.5 0.5 0 1 0 5 (7.38) 139749854.6 86023379.26 1431405.19 0.3 13290375.82 Jabar S 90.52% 0 0.12 0.88 0.9 0.1 8 (0.04) 23 (0.06) 25 (0.05) 33 (0.00) 96.92 0.08 0 0 0.013 Banten K 97.83% 0.01 0.99 0 1 0 5 (3.19) 29 (0.04) 0.05 0 1708592.22 0 3627459.054 Banten S 100.00% 0.23 0 0.77 1 0 15 DKI K 100.00% 1 0 0 0 1 186 DKI S 80.66% 0 0.99 0.01 0.99 0.01 5 (0.14) 9 (0.02) 29 (0.01) 1663856.89 0 0.04 0 0.017 Yogya K 92.37% 0 0.5 0.5 0.94 0.06 23 (0.49) 25 (0.25) 33 (0.53) 7.14 12151614.41 0 0 0.018 Yogya S 100.00% 0 0 1 0.92 0.08 69 Jateng K 100.00% 0 1 0 0.99 0.01 8
10 Jateng S 91.17% 0 0.15 0.84 0.92 0.08 8 (0.17) 23 (0.03) 25 (0.01) 33 (0.01) 0.61 0.02 0 0 0.0111 Jatim K 91.86% 0 0.91 0.09 0.95 0.05 5 (0.29) 25 (0.03) 29 (0.01) 1727877.29 0 0 0 012 Jatim S 84.50% 0 1 0 0.98 0.02 5 (0.07) 9 (0.11) 790861.42 0.01 53875.09 0.01 0.0213 Bengkulu K 99.05% 0 1 0 0.62 0.38 5 (0.15) 27 (0.62) 552443.6 0 387148.66 0.07 014 Bengkulu S 82.24% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.19) 9 (0.29) 29 (0.02) 75.57 0.04 74996.03 0.04 4.3215 NAD K 94.34% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.47) 9 (0.57) 29 (0.01) 0.06 0 1108320.38 0 0.0816 NAD S 55.76% 0.27 0.04 0.69 1 0 4 (0.00) 5 (0.12) 33 (0.04) 0 1.16 0 0 61991.1317 Sumut K 85.91% 0.06 0 0.94 0.83 0.17 8 (0.47) 25 (0.05) 33 (0.02) 0.57 517621.81 0 0.03 0.0118 Sumut S 81.97% 0 0 1 0.13 0.87 5 (0.33) 25 (0.00) 2234568.33 854227.17 0 0 019 Sumbar K 98.21% 0 1 0 1 0 9 (0.27) 29 (0.01) 1544802.5 0 107486.61 0.01 0.2420 Sumbar S 84.13% 0.03 0.06 0.91 1 0 8 (0.01) 23 (0.02) 33 (0.39) 0.16 0.51 0 0 606177.4521 Riau K 99.44% 0 0.13 0.87 0.93 0.07 8 (0.21) 23 (1.27) 25 (0.04) 8839353.12 0.06 0 0.01 022 Riau S 64.21% 0 1 0 1 0 9 (0.33) 29 (0.00) 1205770.54 0 528611.92 0 0.5923 Kepri K 100.00% 0 0.4 0.6 1 0 524 Kepri S 88.64% 0.01 0.99 0 1 0 5 (0.53) 29 (0.06) 0.14 0 84330.69 0 583281.9825 Lampung K 60.24% 0.5 0.5 0 1 0 9 186078713.9 113512174.1 3563077.07 0.01 19132574.4126 Lampung S 97.20% 0.1 0 0.9 0.61 0.39 5 (0.12) 25 (0.02) 33 (0.12) 0.01 3296398.23 0 0.01 0.0227 Kaltim K 100.00% 0 0.84 0.16 0 1 228 Kaltim S 71.17% 0 1 0 0.98 0.02 5 (0.03) 9 (0.23) 510295.44 0 403158.55 0 0.0129 Sulsel K 65.01% 0.5 0.5 0 1 0 9 548403064 600881521.4 31192491.83 0.44 121865128.530 Sulsel S 75.07% 0 0 1 0 1 5 (0.14) 7894298.44 7134954.15 0 1500402 031 NTB K 98.27% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.53) 9 (0.23) 29 (0.00) 75.76 0.02 160418.25 0.02 0.4532 NTB S 98.41% 0.04 0 0.96 0.81 0.19 8 (0.02) 25 (0.02) 33 (0.01) 0.32 1199667.2 0 0 033 Bali K 100.00% 0.24 0 0.76 0.94 0.06 834 Bali S 96.80% 0 1 0 0.65 0.35 5 (0.55) 27 (0.18) 7415477.48 0 2527131.48 0 0
113
8. Lampiran perhitungan DEA bank perkreditan rakyat Tahun 2013
No. DMU Score DPK {I}{V} Asset {I}{V} BO {I}{V} P/K {O}{V} PO {O}{V} Benchmarks {S} DPK {I} {S} TA {I} {S} BOl {I} {S} P/K{O} {S} PO {O}1 Jabar K 44.19% 0.5 0.5 0 1 0 34 (19.95) 1134404574 1562170339 3943139.56 1.49 39067984.662 Jabar S 86.57% 0 0.95 0.05 1 0 5 (0.17) 29 (0.01) 4578569.83 0.01 0 0 78625.53 Banten K 100.00% 0.22 0.77 0.02 1 0 34 Banten S 100.00% 1 0 0 1 0 35 DKI K 100.00% 0 0.92 0.08 0.87 0.13 186 DKI S 74.05% 0 0.85 0.15 0.67 0.33 5 (0.21) 27 (0.21) 34 (0.02) 997117.23 0.01 0.03 0.06 0.027 Yogya K 69.28% 0 0.5 0.5 0.14 0.86 25 (0.35) 33 (0.40) 6745791.87 13620104.29 0 0.96 0.028 Yogya S 67.59% 0 0.96 0.04 1 0 5 (0.76) 34 (0.02) 11320280.42 0.01 0.02 0.01 338435.199 Jateng K 95.58% 0 0.84 0.16 0.59 0.41 5 (0.20) 27 (0.24) 33 (0.23) 8519602.3 0 0 0 0
10 Jateng S 75.96% 0 0.95 0.05 1 0 5 (0.26) 34 (0.02) 1814484.8 0 0 0 80115.9411 Jatim K 98.63% 0.1 0.78 0.12 0.63 0.37 5 (0.06) 27 (0.36) 33 (0.20) 34 (0.03) 0.55 0.13 0.28 0.13 0.112 Jatim S 81.10% 0 0.8 0.2 0.62 0.38 5 (0.08) 27 (0.19) 34 (0.02) 796701.33 0 0 0 013 Bengkulu K 94.58% 0.12 0.62 0.25 0.51 0.49 5 (0.05) 27 (0.55) 33 (0.01) 34 (0.08) 0 0 0 0 014 Bengkulu S 89.71% 0 0.8 0.2 0.65 0.35 5 (0.48) 27 (0.59) 34 (0.22) 586163.06 0.04 0.03 0.08 0.0215 NAD K 73.88% 0 0.75 0.25 0.52 0.48 5 (0.24) 27 (0.71) 33 (0.09) 379296.43 0.16 0.05 0.16 0.0516 NAD S 75.36% 0.34 0.62 0.04 0.93 0.07 3 (0.02) 4 (0.05) 33 (0.02) 34 (0.09) 0 0 0.01 0 0.0117 Sumut K 79.84% 0 0.79 0.21 0.57 0.43 5 (0.45) 27 (0.53) 33 (0.14) 7664687.42 0.01 0 0 018 Sumut S 96.03% 0.38 0.23 0.39 0 1 26 (0.14) 27 (0.31) 31 (0.00) 0 0 0 393723.33 019 Sumbar K 79.61% 0 0.69 0.31 0.47 0.53 5 (0.04) 27 (0.35) 33 (0.02) 965504.5 0 0 0 020 Sumbar S 84.69% 0.4 0.57 0.03 0.94 0.06 3 (0.11) 4 (0.00) 33 (0.18) 34 (0.32) 0.04 0.51 0.19 0.05 1.5721 Riau K 74.65% 0 0.83 0.17 0.86 0.14 5 (1.23) 29 (0.03) 33 (0.01) 30912594.43 0.07 0.02 0.11 0.122 Riau S 60.59% 0 0.87 0.13 1 0 5 (0.27) 34 (0.31) 3742390.59 0.01 0.01 0.2 341073.1223 Kepri K 88.85% 0 0.94 0.06 1 0 5 (0.78) 29 (0.05) 25325105.75 0.12 0.06 0.37 1344631.7924 Kepri S 95.04% 0.2 0.72 0.07 0.93 0.07 3 (0.60) 5 (0.06) 33 (0.33) 34 (1.20) 0.25 0.35 1 0.09 0.2425 Lampung K 56.44% 0.5 0.5 0 1 0 34 (22.42) 1355330441 2259278894 4336624.95 0.18 43321721.0926 Lampung S 100.00% 0.48 0.18 0.35 0 1 127 Kaltim K 100.00% 0 0.51 0.49 0 1 1228 Kaltim S 65.69% 0 0.71 0.29 0.55 0.45 5 (0.05) 27 (0.29) 34 (0.09) 949944.38 0 0 0 029 Sulsel K 89.73% 0.5 0.5 0 1 0 4 (14.65) 2331283976 4713875078 50484091.18 0.27 81352979.5530 Sulsel S 26.49% 0 0 1 0 1 33 (0.05) 3165159.73 999542.09 0 2765882.02 031 NTB K 100.00% 0.33 0.27 0.4 0 1 132 NTB S 91.61% 0 0.81 0.19 0.57 0.43 5 (0.15) 27 (0.18) 33 (0.07) 2919851.05 0.01 0 0 033 Bali K 100.00% 0.5 0 0.5 0.29 0.71 1334 Bali S 100.00% 0 1 0 0 1 14
114
9. Lampiran perhitungan DEA bank perkreditan rakyat Tahun 2014
No. DMU Score DPK {I}{V} Asset {I}{VBO {I}{V} P/K {O}{V} PO {O}{V} Benchmarks {S} DPK {I} {S} TA {I} {S} BOl {I} {S} P/K{O} {S} PO {O}1 Jabar K 59.76% 0.5 0.5 0 1 0 3 (1.98) 630304130.3 660373708.5 23209463.37 0.16 1618403.032 Jabar S 97.49% 0 1 0 0.94 0.06 24 (0.09) 27 (0.07) 33 (0.19) 8978015.91 0 0.07 0 03 Banten K 100.00% 0.5 0.5 0 1 0 34 Banten S 100.00% 0.97 0.03 0 1 0 05 DKI K 100.00% 0 0.68 0.32 0 1 56 DKI S 83.66% 0 1 0 0.94 0.06 24 (0.08) 27 (0.10) 33 (0.05) 3402909.58 0 0.05 0 07 Yogya K 62.96% 0 0.5 0.5 0.02 0.98 5 (1.97) 33 (0.04) 14385943.98 15421279.57 0 2.78 08 Yogya S 82.29% 0 1 0 1 0 24 (0.15) 33 (0.25) 12514215.45 0 0.05 0 1093064.069 Jateng K 95.58% 0 1 0 0.94 0.06 24 (0.06) 27 (0.09) 33 (0.25) 10190480.61 0.01 5.02 0.01 0.03
10 Jateng S 90.71% 0 1 0 1 0 24 (0.07) 33 (0.07) 4395665.83 0.03 13.74 0.02 330623.8811 Jatim K 93.64% 0 1 0 0.93 0.07 24 (0.05) 27 (0.25) 33 (0.21) 2292618.24 0 0.46 0 0.0212 Jatim S 85.28% 0 0.99 0.01 0.92 0.08 24 (0.03) 27 (0.17) 33 (0.02) 2533012.38 0 0 0 013 Bengkulu K 94.36% 0 0.99 0.01 0.89 0.11 24 (0.02) 27 (0.56) 33 (0.02) 423721.62 0 0 0 014 Bengkulu S 84.62% 0 0.99 0.01 0.92 0.08 24 (0.17) 27 (0.63) 33 (0.01) 5707195.08 0 6.53 0 015 NAD K 81.41% 0 1 0 0.93 0.07 24 (0.11) 27 (0.45) 33 (0.14) 5373125.28 0.01 2.47 0.01 0.0116 NAD S 76.16% 0.18 0.82 0 0.79 0.21 27 (0.05) 33 (0.09) 34 (0.10) 0.01 0.09 176435.52 0.01 0.0217 Sumut K 61.81% 0 0.7 0.3 0 1 5 (0.72) 27 (0.08) 11264041.15 0.01 0 1011082.76 018 Sumut S 92.13% 0.36 0.23 0.41 0 1 5 (0.07) 27 (0.18) 34 (0.22) 0 0 0 1457979.81 019 Sumbar K 76.07% 0 1 0 0.93 0.07 24 (0.03) 27 (0.16) 33 (0.05) 3090733.64 0 0.06 0 020 Sumbar S 95.78% 0 0.99 0.01 1 0 24 (0.20) 33 (0.11) 1506747.49 0 0.05 0 637499.7721 Riau K 89.23% 0 1 0 1 0 24 (0.12) 33 (0.93) 51424465.87 0 0.41 0 5458437.7522 Riau S 80.09% 0 1 0 0.94 0.06 24 (0.13) 27 (0.16) 7315228.29 0 12184.11 0.01 0.0223 Kepri K 96.70% 0 0.98 0.02 1 0 29 (0.04) 33 (0.66) 36957799.32 0 0.04 0 2070156.1524 Kepri S 100.00% 0 1 0 1 0 1525 Lampung K 72.67% 0.5 0.5 0 0.77 0.23 3 (1.60) 34 (2.94) 216976780.7 252445762.5 3904286.22 0 0.0426 Lampung S 100.00% 0.77 0 0.23 0.25 0.75 027 Kaltim K 100.00% 0 0.5 0.5 0 1 1528 Kaltim S 48.22% 0 1 0 0 1 34 (0.49) 1104613.11 0 535299.33 847631.94 029 Sulsel K 78.56% 0.5 0.5 0 1 0 3 (9.15) 4270692391 7495515904 114676595.2 0.01 91135898.8230 Sulsel S 33.14% 0 0.53 0.47 0 1 5 (0.07) 33 (0.00) 1393468.35 0 0 2043201.13 031 NTB K 94.95% 0.39 0.3 0.31 0 1 5 (0.33) 27 (0.02) 34 (0.48) 0 0 0 662672.01 032 NTB S 86.14% 0 1 0 0.93 0.07 24 (0.02) 27 (0.18) 33 (0.15) 5338623.77 0 0.03 0 0.0233 Bali K 100.00% 0.07 0 0.93 0.35 0.65 1834 Bali S 100.00% 0.87 0.13 0 0 1 5
115
10. Lampiran perhitungan DEA bank perkreditan rakyat Tahun 2015
No. DMU Score DPK {I}{V} Asset {I}{V} BO {I}{V} P/K {O}{V} PO {O}{V} Benchmarks {S} DPK {I} {S} TA {I} {S} BOl {I} {S} P/K{O} {S} PO {O}1 Jabar K 54.97% 0.5 0.5 0 0.91 0.09 3 (1.61) 5 (2.12) 11800824733 15603125732 677318917.7 0.82 0.842 Jabar S 75.48% 0 0.99 0.01 1 0 5 (0.90) 24 (0.01) 2840157.28 0.01 0.32 0.01 5226199.683 Banten K 100.00% 0.49 0.5 0.01 1 0 114 Banten S 100.00% 0.96 0 0.04 0.57 0.43 25 DKI K 100.00% 0 0.65 0.35 0 1 266 DKI S 80.53% 0 0.99 0.01 1 0 5 (0.20) 24 (0.08) 886733 0 0.04 0 1004673.247 Yogya K 40.56% 0.5 0.5 0 0.86 0.14 3 (0.34) 5 (1.25) 266454063.8 355406163.2 18297045.57 0 0.038 Yogya S 80.38% 0 0.9 0.1 1 0 5 (1.19) 29 (0.00) 6656419.13 0 0 0 7940959.999 Jateng K 95.86% 0 0.9 0.1 1 0 5 (0.82) 29 (0.00) 4006894.78 0.02 0 0 4492733.47
10 Jateng S 81.09% 0 0.9 0.1 1 0 5 (0.48) 29 (0.00) 2252904.07 0.01 0 0 3311121.2711 Jatim K 79.89% 0.01 0.89 0.1 1 0 3 (0.00) 5 (0.75) 29 (0.00) 1.81 0 0 0 3158957.4212 Jatim S 85.72% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.09) 24 (0.06) 3216142.49 0 221658.64 0 0.1613 Bengkulu K 87.55% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.27) 24 (0.02) 1233152.32 0 1302632.94 0 0.0714 Bengkulu S 66.50% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.24) 24 (0.11) 5712255.52 0.01 781901.14 0.04 0.1915 NAD K 70.91% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.30) 24 (0.17) 6976248.33 0 18578.74 0 0.1716 NAD S 87.51% 0.91 0 0.09 0.58 0.42 3 (0.01) 4 (0.14) 5 (0.00) 0 1031904.6 0 0.01 017 Sumut K 47.86% 0 0.99 0.01 1 0 5 (0.58) 24 (0.02) 2350448.45 0.01 11.16 0.01 867499.5518 Sumut S 66.40% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.13) 24 (0.01) 126414.13 0 313495.58 0 0.0419 Sumbar K 59.48% 0 0.99 0.01 1 0 5 (0.17) 24 (0.03) 2822404.83 0 0.08 0 454459.3620 Sumbar S 83.36% 0.07 0.88 0.04 1 0 3 (0.00) 5 (0.60) 24 (0.10) 0.59 0.01 0.02 0 4009439.8921 Riau K 54.64% 0.5 0.5 0 0.95 0.05 3 (0.87) 5 (0.25) 14971953375 16254756375 596214569.2 0 0.0222 Riau S 72.45% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.07) 24 (0.11) 6634998.2 0 82930.4 0 0.0223 Kepri K 85.67% 0 0.5 0.5 0.91 0.09 29 (0.03) 33 (0.67) 13024822.09 15389895.68 0 0.01 024 Kepri S 96.28% 0.49 0.5 0.01 0.84 0.16 13 0.05 22755131.38 1.75 0.13 0.0225 Lampung K 72.31% 0.5 0.5 0 0.88 0.12 3 (1.35) 5 (2.55) 695226895.9 969305903.7 49065233.36 0.03 0.1226 Lampung S 96.78% 0.92 0.08 0 0.7 0.3 3 (0.10) 4 (0.22) 34 (0.08) 0.03 4.94 267232.09 0.14 0.0427 Kaltim K 99.59% 0 1 0 0.99 0.01 5 (0.45) 24 (0.00) 2475442.06 0 2097885.06 0.07 0.0128 Kaltim S 44.77% 0 1 0 0 1 5 (0.11) 520493.34 0 744028.08 1395025.93 029 Sulsel K 70.82% 0.5 0.5 0 1 0 6 2140911888 2673831680 66263584.94 0.49 223210.9530 Sulsel S 20.68% 0 0 1 0 1 5 (0.05) 1485305.94 1135268.81 0 410332.74 031 NTB K 67.37% 0.07 0.89 0.04 1 0 3 (0.01) 5 (0.28) 24 (0.05) 0.17 0 0.02 0 164381.0832 NTB S 70.98% 0 0.91 0.09 1 0 5 (0.42) 29 (0.00) 2780830.02 0 0 0 1760938.2533 Bali K 100.00% 0.15 0 0.85 0.62 0.38 134 Bali S 100.00% 1 0 0 0 1 2
116
11. Lampiran perhitungan DEA bank perkreditan rakyat Tahun 2016
No. DMU Score DPK {I}{V} Asset {I}{V} BO {I}{V} P/K {O}{V} PO {O}{V} Benchmarks {S} DPK {I} {S} TA {I} {S} BOl {I} {S} P/K{O} {S} PO {O}1 Jabar K 38.82% 0.5 0.5 0 0.95 0.05 24 (1.77) 27 (3.21) 712519840.9 724378495.7 4554463.78 0.02 0.962 Jabar S 100.00% 0 0.91 0.09 0.89 0.11 133 Banten K 93.26% 0.4 0.5 0.1 0.92 0.08 16 (0.36) 24 (0.73) 33 (0.27) 0.13 30488812.41 0.11 0.11 0.374 Banten S 96.46% 0.37 0.5 0.13 0.88 0.12 16 (4.13) 27 (0.24) 33 (0.07) 0 14745353.44 0 0 0.025 DKI K 100.00% 0 0.57 0.43 0 1 156 DKI S 87.11% 0.07 0.8 0.13 0.9 0.1 2 (0.05) 5 (0.08) 24 (0.10) 29 (0.00) 0.27 0.01 0.02 0.01 0.017 Yogya K 51.05% 0 0.5 0.5 0.42 0.58 5 (0.96) 33 (0.55) 6868051.37 19538773.83 0 0.09 0.018 Yogya S 72.29% 0 0.9 0.1 0.9 0.1 2 (0.60) 5 (0.02) 29 (0.01) 438707.08 0 0 0 09 Jateng K 90.54% 0 0.9 0.1 0.86 0.14 2 (0.23) 5 (0.28) 29 (0.00) 2301462.09 0 0 0 0
10 Jateng S 79.77% 0 0.97 0.03 1 0 2 (0.39) 29 (0.00) 61319.07 0 0.17 0 44438.3511 Jatim K 86.05% 0.08 0.83 0.08 0.88 0.12 2 (0.17) 5 (0.43) 24 (0.01) 29 (0.00) 0.05 0 0 0 012 Jatim S 56.28% 0 0.9 0.1 0.74 0.26 2 (0.07) 5 (0.11) 27 (0.14) 2618572.69 0 0 0.01 013 Bengkulu K 87.11% 0.53 0.47 0 0.98 0.02 16 (0.04) 24 (0.03) 27 (0.37) 0 0.01 305835.51 0 3.5614 Bengkulu S 77.07% 0 1 0 0.9 0.1 24 (0.13) 27 (0.22) 6620187.67 0 462449.75 0 015 NAD K 74.87% 0 0.91 0.09 0.79 0.21 2 (0.63) 5 (0.22) 27 (0.26) 5589570.45 0 0 0 016 NAD S 100.00% 1 0 0 0.94 0.06 417 Sumut K 42.04% 0 0.75 0.25 0.71 0.29 5 (0.34) 29 (0.00) 33 (0.09) 4396844.02 0.03 0 0.01 018 Sumut S 77.04% 0.05 0.86 0.08 0.83 0.17 2 (0.05) 5 (0.07) 24 (0.02) 27 (0.05) 0 0 0 0 019 Sumbar K 54.71% 0 0.92 0.08 0.78 0.22 2 (0.13) 5 (0.12) 27 (0.07) 2490132.28 0.01 0.01 0.02 020 Sumbar S 88.02% 0.08 0.8 0.12 0.91 0.09 2 (0.19) 5 (0.04) 24 (0.17) 29 (0.00) 0 0 0 0 0.0121 Riau K 46.62% 0.5 0.5 0 1 0 24 (0.82) 338924618.4 325593063.8 3715518.31 0 2972962.9722 Riau S 61.98% 0 0.99 0.01 0.91 0.09 2 (0.28) 24 (0.04) 27 (0.06) 4841871.04 0 0.05 0.01 0.0523 Kepri K 66.15% 0.5 0.5 0 1 0 24 (1.34) 971590375.4 1093559019 10356830.47 0 10381024.7524 Kepri S 100.00% 0.42 0.5 0.08 1 0 1525 Lampung K 70.33% 0.5 0.5 0 0.97 0.03 24 (1.80) 27 (2.20) 398210439.3 541847189.4 3268254.53 0.01 0.2226 Lampung S 99.10% 0.69 0 0.31 1 0 16 (1.48) 33 (0.08) 0 103187.09 0 0 112155.1927 Kaltim K 100.00% 0.87 0 0.13 0 1 1328 Kaltim S 32.40% 0 0.49 0.51 0 1 5 (0.02) 27 (0.14) 807114.82 0 0 771573.55 029 Sulsel K 82.68% 0.5 0.5 0 1 0 8 7109152979 10753239006 112689831.7 0 12421908230 Sulsel S 30.15% 0 0.3 0.7 0 1 5 (0.02) 33 (0.04) 1695790.87 0 0 2272911.44 031 NTB K 78.17% 0.05 0.88 0.07 0.82 0.18 2 (0.00) 5 (0.33) 24 (0.05) 27 (0.04) 0.07 0 0 0 032 NTB S 71.04% 0 0.92 0.08 0.88 0.12 2 (0.05) 5 (0.22) 29 (0.01) 4636529.34 0.13 0.04 0.11 0.1833 Bali K 100.00% 0.04 0 0.96 0.26 0.74 634 Bali S 99.11% 0 1 0 0.83 0.17 24 (0.02) 27 (0.34) 665002.62 0 939560.93 0 0
117
12. Lampiran perhitungan DEA bank perkreditan rakyat Tahun 2017
No. DMU Score DPK {I}{V} Asset {I}{V}BO {I}{V} P/K {O}{V}PO {O}{V} Benchmarks {S} DPK {I} {S} TA {I} {S} BOl {I} {S} P/K{O} {S} PO {O}1 Jabar K 36.04% 0.5 0.5 0 0.93 0.07 3 (1.45) 27 (3.31) 881438628.6 851972495 3542231.46 0.02 0.612 Jabar S 83.43% 0.27 0.73 0 0.95 0.05 3 (0.19) 25 (0.04) 27 (0.01) 0.02 0.01 1681.6 0.01 0.033 Banten K 100.00% 0.33 0.5 0.17 1 0 264 Banten S 87.98% 0.5 0.5 0 0.93 0.07 3 (0.46) 27 (0.88) 0 1843904.07 581861 0.01 1.645 DKI K 100.00% 0.17 0.35 0.48 0 1 96 DKI S 89.43% 0.25 0.75 0 0.95 0.05 3 (0.10) 25 (0.02) 27 (0.01) 0 0 460378.85 0 0.017 Yogya K 47.68% 0.5 0.5 0 0.93 0.07 3 (0.50) 27 (1.33) 129596694.1 130170297 1525637.8 0 0.268 Yogya S 59.91% 0.32 0.57 0.11 0.93 0.07 3 (0.13) 25 (0.05) 29 (0.00) 33 (0.04) 0 0 0 0 09 Jateng K 88.52% 0.32 0.59 0.09 0.93 0.07 3 (0.05) 25 (0.03) 29 (0.00) 33 (0.10) 0 0.06 0 0.01 0.21
10 Jateng S 83.20% 0.28 0.66 0.06 1 0 3 (0.10) 25 (0.03) 29 (0.00) 0 0 0.03 0 467721.6611 Jatim K 83.08% 0.29 0.61 0.1 0.87 0.13 3 (0.03) 5 (0.31) 25 (0.01) 33 (0.11) 0 0 0 0 012 Jatim S 74.88% 0.34 0.66 0 0.94 0.06 3 (0.04) 25 (0.03) 27 (0.11) 0.11 0 239836.03 0.07 0.0313 Bengkulu K 87.86% 0.22 0.78 0 0.9 0.1 3 (0.02) 25 (0.00) 27 (0.37) 0 0 533243.93 0 014 Bengkulu S 74.99% 0.35 0.65 0 1 0 3 (0.09) 25 (0.05) 0.13 0 912945.24 0.01 283589.3615 NAD K 76.31% 0.32 0.68 0 0.94 0.06 3 (0.11) 25 (0.06) 27 (0.30) 0.15 0.12 242880.41 0.09 2.4416 NAD S 86.45% 0.26 0.62 0.12 0.86 0.14 3 (0.11) 5 (0.02) 26 (0.09) 33 (0.06) 0 0.06 0 0 017 Sumut K 44.89% 0.12 0.38 0.5 0 1 5 (0.01) 25 (0.03) 33 (0.22) 0.01 0 0 3635946.34 018 Sumut S 69.16% 0.24 0.73 0.03 0.89 0.11 3 (0.01) 5 (0.08) 25 (0.00) 27 (0.04) 0 0 0 0 019 Sumbar K 59.78% 0.33 0.65 0.02 0.9 0.1 3 (0.02) 5 (0.07) 25 (0.01) 27 (0.07) 0 0 0.01 0 020 Sumbar S 84.68% 0.29 0.71 0 0.95 0.05 3 (0.14) 25 (0.04) 27 (0.04) 0.01 0.01 536524.87 0.01 0.3521 Riau K 59.78% 0.33 0.65 0.02 0.9 0.1 3 (0.02) 5 (0.07) 25 (0.01) 27 (0.07) 0 0 0.01 0 022 Riau S 55.80% 0.38 0.62 0 0.93 0.07 3 (0.03) 25 (0.04) 27 (0.17) 0 0 23540.83 0 023 Kepri K 75.23% 0.5 0.5 0 1 0 3 (0.95) 301549077.5 287027214.8 6477032.35 0 4032726.3924 Kepri S 88.14% 0.32 0.5 0.18 0.85 0.15 3 (0.40) 5 (0.16) 26 (0.83) 0.07 45801110.72 0.14 0.1 0.0625 Lampung K 100.00% 0.5 0.5 0 0.94 0.06 2126 Lampung S 100.00% 0.68 0 0.32 0.58 0.42 227 Kaltim K 100.00% 1 0 0 0 1 1628 Kaltim S 33.04% 0.33 0.67 0 0.91 0.09 3 (0.00) 25 (0.01) 27 (0.08) 0.02 0 70602.63 0.02 0.0229 Sulsel K 83.64% 0.5 0.5 0 1 0 4 8737142809 12075626978 143806301.1 0.01 12947557930 Sulsel S 31.11% 0.12 0.37 0.5 0 1 5 (0.00) 25 (0.01) 33 (0.04) 0.01 0 0 2722292.72 031 NTB K 81.27% 0.24 0.74 0.02 0.9 0.1 3 (0.06) 5 (0.28) 25 (0.00) 27 (0.04) 0 0 0 0 032 NTB S 65.25% 0.33 0.62 0.05 1 0 3 (0.08) 25 (0.05) 29 (0.00) 0.26 0.05 2.19 0.04 43467.0433 Bali K 100.00% 0.29 0 0.71 0.32 0.68 634 Bali S 72.93% 0.27 0.73 0 0.89 0.11 3 (0.01) 25 (0.01) 27 (0.24) 0.01 0 366545.93 0 0.01
top related