pengaruh insektisida deltametrin terhadap …digilib.unila.ac.id/25115/3/skripsi tanpa bab...
Post on 07-May-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH INSEKTISIDA Deltametrin TERHADAP CENDAWANBeauveria bassiana DAN PATOGENESITASNYA TERHADAP HAMA
KEPIK PENGISAP BUAH KAKAO (Helopeltis spp.) DI LABORATORIUM
(SKRIPSI)
OlehDwi Asih Cahyaningrum
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
ABSTRAK
PENGARUH INSEKTISIDA Deltametrin TERHADAP CENDAWANBeauveria bassiana DAN PATOGENESITASNYA TERHADAP HAMA
KEPIK PENGISAP BUAH KAKAO (Helopeltis spp.) DI LABORATORIUM
Oleh
Dwi Asih Cahyaningrum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa konsentrasi
insektisida deltametrin terhadap pertumbuhan cendawan B. bassiana dan untuk
mengetahui pengaruh penambahan insektisida deltametrin pada media SDA
terhadap patogenesitas B. bassiana pada Helopeltis spp. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung pada bulan Februari sampai Juli 2016. Percobaan ini
menggunakan 2 set percobaan, set percobaan pertama percobaan pertumbuhan
cendawan B. bassiana secara in vitro menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 kali ulangan, dan set percobaan kedua uji patogenisitas B.
bassiana pada Helopeltis spp. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
yang diulang 3 kali. Perlakuan adalah 1) BbDtX0,5 (media SDA+ deltamerin
konsentrasi 5 ppm) 2) BbDtX1 (1 ppm) 3) BbDtX2 (2 ppm) 4) BbDtX3 (3 ppm) 5)
BbDtX4 (4 ppm) 6) BbDtX5 (5 ppm) 7) Bb (tanpa deltametrin). Kombinasi B.
Dwi Asih Cahyaningrum
bassiana dengan deltametrin membuat B. bassiana tertekan, namun dalam kondisi
demikian B. bassiana tetap berusaha mempertahankan hidupnya dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa diameter koloni, kerapatan dan viabilitas spora
cendawan tertinggi diperoleh pada perlakuan BbDtX5. Pada 5 hsa mortalitas
Helopeltis spp. tertinggi diperoleh pada perlakuan BbDtX5 yaitu sebesar 100%.
Kata kunci : Beauveria bassiana, deltametrin, Helopeltis spp.
PENGARUH INSEKTISIDA Deltametrin TERHADAP CENDAWANBeauveria bassiana DAN PATOGENESITASNYA TERHADAP HAMA
KEPIK PENGISAP BUAH KAKAO (Helopeltis spp.) DI LABORATORIUM
Oleh
Dwi Asih Cahyaningrum
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Parak Laweh, Kecamatan Lubuk Begalung, Kodya Padang,
Sumatera Barat pada tanggal 06 Mei 1993. Penulis merupakan anak kedua dari
dua bersaudara, dari pasangan bapak Tukiran Hadi Prayetno dan ibu Suharyati.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Negeri Pembina Kodya Padang
pada tahun 1999, SD Negeri 1 Bandar Sribhawono Lampung Timur pada tahun
2005, SMP Negeri 1 Bandar Sribhawono Lampung Timur pada 2008, dan SMA
Negeri 1 Bandar Sribhawono pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis
diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jurusan
Agroteknologi melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan
(SMPTN Undangan).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata
kuliah Pengendalian Hama Tanaman, Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
dan Fisiologi Tumbuhan. Selain itu, penulis juga menjadi anggota (2013-2014)
dan pengurus (2014-2015) pada UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Koperasi
Mahasiswa Universitas Lampung, serta menjadi anggota dan pengurus (2013-
2014) pada PERMA AGT (Persatuan Mahasiswa Agroteknologi) serta tergabung
menjadi anggota pada Ikatan Mahasiswa Lampung Timur (Ikam Lamtim) dan
Komunitas Mutiara Independent Lampung (Komil).
v
Pada tahun 2015, penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sri
Tunggal, Kecamatan Buay Bahuga, Kabupaten Way Kanan, dan pada tahun yang
sama penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Proteksi Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Pringsewu.
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat (QS. Al-Mujadilah)
“Kebahagian dan keberhasilan itu kita sendiri
menentukannya dan tergantung bagaimana cara kita
memanfaatkan serta percaya pada potensi yang ada
pada diri kita, kerikil adalah hiasan indah
dalam hidup “
(Dwi Asih Cahyaningrum)
“Akal dan belajar itu seperti raga dan jiwa. Tanpa
raga, jiwa hanyalah udara hampa. Tanpa jiwa, raga
adalah kerangka tanpa makna”
(Kahlil Gibran)
vii
Dengan rasa syukur Alhamdulilah dan terimakasihku,
kupersembahkan karyaku ini untuk “mama dan papa” yang
sangat kusayangi serta Almamater tercinta,
Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulilah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat, nikmat, dan karunia yang senantiasa dicurahkan sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Insektisida Deltametrin
terhadap Cendawan Beauveria bassiana dan Patogenesitasnya terhadap
Hama Kepik Pengisap Buah Kakao (Helopeltis spp.) di Laboratorium”.
Selama penelitian, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Yuyun Fitriana, S.P., M.P., Ph.D., selaku pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran dalam membimbing serta mengarahkan
penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
2. Ir. Indriyati, selaku pembimbing kedua yang telah memberikan nasehat, saran,
ide selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan. M. Sc., selaku pembahas yang telah banyak
memberikan masukan, kritik, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
4. Kedua orang tua penulis bapak Tukiran Hadi Prayetno dan ibu Suharyati, serta
kakak penulis Hermawan N.S yang selalu memberikan kasih sayang, cinta,
ix
nasehat, motivasi dan doa kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung.
5. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman atas
saran, nasehat, dan pengarahan yang telah diberikan.
6. Radix Suharjo, S.P., M.Agr., Ph.D. yang telah memberikan kritik, saran dan
motivasi selama penulis melakukan penelitian.
7. Dr. Ir. Paul Benyamin Timotiwu, M.S., selaku pembimbing akademik yang
telah memberi arahan selama penulis menuntut ilmu di Universitas Lampung.
8. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
9. Prof.Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian.
10. Sahabat-sahabatku Isti, Pipit, Murni, Nisa, Ana, Septi, Dessy, Aldi, Rony, dan
Eka terimakasih atas bantuan, semangat, do’a dan kebersamaannya.
11. Teman-teman Kopma, Perma AGT, Ikam Lamtim dan Mutiara Independent
terimakasih atas semangat dan kebersamaannya.
12. Teman-teman seperjuangan di HPT angkatan 2010, 2011, dan 2012 Ika, Icha,
Fransiska, Fransiskus, Eka, Desnida, Rudi, Agung Prastiyo, Agung Susilo,
bang Endi, kak Aldi, kak eko, Aeni, Meri, Nova, Berry, Andrian, dan Aziz,
terimakasih atas semangat dan kebersamaannya
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Desember 2016Penulis
Dwi Asih Cahyaningrum
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.3. Kerangka Pemikiran........................................................................... 4
1.4. Hipotesis............................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1. Kepik Pengisap Buah Kakao (Helopeltis spp.) .................................. 7
2.1.1. Biologis Helopeltis spp. .......................................................... 8
2.1.2. Gejala Serangan Helopeltis spp. ............................................. 9
2.2. Insektisida deltametrin ....................................................................... 10
2.3. Cendawan Beauveria bassiana .......................................................... 11
2.4. Kombinasi Insektisida Kimia dengan Cendawan Entomopatogen .... 13
III. BAHAN DAN METODE........................................................................ 15
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 15
3.2. Bahan dan Alat ................................................................................... 15
3.3. Uji Pendahuluan ................................................................................. 16
3.4. Metode Penelitian............................................................................... 17
3.4.1. Uji Pertumbuhan Cendawan B. bassiana secara In Vitro......... 17
xi
3.4.1.1. Penyediaan Cendawan B. bassiana ............................. 20
3.4.1.2. Pembuatan Larutan Stok Insektisida deltametrin........ 20
3.4.1.3. Pembuatan Media SDA yang MengandungInsektisida deltametrin ................................................ 20
3.4.1.4. Inokulasi Cendawan B. bassiana ke dalam MediaSDA yang Mengandung Insektisida deltametrin ........ 21
3.4.2. Uji Patogenesitas B. bassiana pada Helopeltis spp. ............... 21
3.4.2.1. Penyiapan Serangga Uji Helopeltis spp. .................... 22
3.4.2.2. Pengembangbiakan Serangga Uji Helopeltis spp. ...... 23
3.4.2.3. Pembuatan Suspensi Cendawan B. bassiana............... 23
3.4.2.4. Pengaplikasian Suspensi Cendawan B. bassianapada Helopeltis spp. .................................................... 24
3.5. Analisis Data ....................................................................................... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 25
4.1. Hasil Penelitian ................................................................................. 25
4.2. Pembahasan....................................................................................... 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 37
5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 37
5.2. Saran ................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 38
LAMPIRAN.................................................................................................... 43
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Insektisida kimiawi untuk mengendalikan Helopeltis spp......................... 11
2. Persentase mortalitas Helopeltis spp. pada 7 hsa ...................................... 17
3. Perlakuan cendawan B. bassiana pada media tumbuh yang mengandunginsektisida deltametrin .............................................................................. 18
4. Pengaruh insektisida deltametrin terhadap diameter pertumbuhankoloni B. bassiana...................................................................................... 25
5. Pengaruh media yang mengandung insektisida deltametrin terhadapjumlah konidia B. bassiana ........................................................................ 27
6. Persentase perkecambahan konidia B. bassiana setelah diinkubasiselama 18 jam pada media SDA ................................................................ 29
7. Persentase mortalitas Helopeltis spp. ........................................................ 30
8. Kompatibilitas cendawan entomopatogen B. bassiana dan deltametrin .. 32
9. Hasil pengamatan diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada3 hsi ............................................................................................................ 44
10. Analisis ragam diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada3 hsi .......................................................................................................... 44
11. Hasil pengamatan diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada6 hsi ............................................................................................................ 44
12. Analisis ragam diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada6 hsi ........................................................................................................... 45
13. Hasil pengamatan diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada9 hsi ............................................................................................................ 45
14. Analisis ragam diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada9 hsi .......................................................................................................... 45
15. Hasil pengamatan diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada12 hsi .......................................................................................................... 45
xiii
16. Analisis ragam diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada12 hsi ........................................................................................................ 46
17. Hasil pengamatan diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada15 hsi .......................................................................................................... 46
18. Analisis ragam diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada15 hsi ........................................................................................................ 46
19. Hasil pengamatan diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada18 hsi .......................................................................................................... 46
20. Analisis ragam diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada18 hsi ........................................................................................................ 47
21. Hasil pengamatan diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada21 hsi .......................................................................................................... 47
22. Analisis ragam diameter pertumbuhan koloni B. bassiana pada21 hsi ......................................................................................................... 47
23. Data kerapatan konidia B. bassiana ........................................................... 48
24. Analisis ragam kerapatan konidia B. bassiana .......................................... 49
25. Data konidia cendawan B. bassiana berkecambah .................................... 49
26. Analisis ragam konidia cendawan B. bassiana berkecambah.................... 50
27. Data mortalitas Helopeltis spp. 1 hsa......................................................... 50
28. Analisis ragam mortalitas Helopeltis spp. 1 hsa ........................................ 50
29. Data mortalitas Helopeltis spp. 2 hsa......................................................... 51
30. Analisis ragam mortalitas Helopeltis spp. 2 hsa ........................................ 51
31. Data mortalitas Helopeltis spp. 3 hsa......................................................... 51
32. Analisis ragam mortalitas Helopeltis spp. 3 hsa ........................................ 52
33. Data mortalitas Helopeltis spp. 4 hsa......................................................... 52
34. Analisis ragam mortalitas Helopeltis spp. 4 hsa ........................................ 52
35. Data mortalitas Helopeltis spp. 5 hsa......................................................... 53
36. Analisis ragam mortalitas Helopeltis spp. 5 hsa ........................................ 53
37. Data mortalitas Helopeltis spp. 6 hsa......................................................... 53
38. Analisis ragam mortalitas Helopeltis spp. 6 hsa ........................................ 54
39. Data mortalitas Helopeltis spp. 7 hsa......................................................... 54
40. Analisis ragam mortalitas Helopeltis spp. 1 hsa ........................................ 54
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Imago Helopeltis sp.................................................................................... 9
2. Gejala Serangan Helopeltis spp. pada tanaman kakao............................... 10
3. Cendawan B. bassiana ............................................................................... 12
4. Pertumbuhan koloni B. bassiana pada 21 hsi ............................................ 26
5. Konidia B. bassiana dari media SDA yang mengandung deltametrin5 ppm (Perbesaran 1000X) ........................................................................ 28
6. Konidia B. bassiana berkecambah setelah diinkubasi 18 jam.................. 29
7. Helopeltis spp. mati terinfeksi B. bassiana dan Helopeltis spp. matitidak terinfeksi B. bassiana pada perlakuan SDA mengandungdeltametrin 5 ppm ...................................................................................... 31
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cukup penting bagi
perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan masyarakat dan devisa negara (Marliyah & Wahjuningsih, 2013).
Data International Cacao Organization (ICCO) tahun 2010 menyebutkan bahwa
sampai dengan tahun 2014, permintaan kakao meningkat rata-rata 5% pertahun.
Pada tahun 2014, permintaan kakao dunia sekitar 4.000.000 ton pertahun.
Diperkirakan konsumsi kakao di Indonesia, India, dan China akan ada permintaan
tambahan sekitar 2,2 ton biji kakao pertahun (Indrayanti et al., 2014).
Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2015a, 2015b) luas lahan perkebunan
kakao serta produksi kakao di Indonesia menunjukkan penurunan setiap tahunnya.
Luas lahan perkebunan kakao pada tahun 2012 seluas 1.774.460 hektar dengan
hasil produksi 740.510 ton pertahun, pada tahun 2013 luas lahan menurun
menjadi 1.740.610 hektar dengan hasil produksi 720.860 ton pertahun, sedangkan
pada tahun 2014 luas lahan perkebunan kakao Indonesia kembali mengalami
penurunan yaitu seluas 1.730.600 hektar dengan hasil produksi 710.330 ton
pertahun.
2
Selain luas lahan yang semakin menurun, penurunan produksi kakao juga
disebabkan oleh adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Kepik
penghisap buah kakao (Helopeltis spp.) merupakan salah satu hama penting pada
kakao. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah hingga
mencapai 50-60% (Wahyudi et al., 2008).
Hingga saat ini, insektisida sintetik masih menjadi pilihan utama petani dalam
pengendalian hama tanaman kakao. Penggunaan insektisida sintetik secara
intensif dan tidak tepat akan membawa dampak negatif antara lain timbulnya
resistensi hama, munculnya hama sekunder, pencemaran lingkungan, dan
ditolaknya produk (ekspor) karena masalah residu yang melebihi ambang batas
toleransi. Selain itu juga dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem lahan
pertanian, terganggunya eksistensi flora dan fauna di sekitar lahan pertanian dan
kesehatan petani pekerja (Regnault, 2015 dalam Siswanto & Karmawati, 2012).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa di seluruh dunia, tingkat
keracunan pestisida mencapai 44.000-2.000.000 orang pertahunnya, dan tingkat
keracunan tertinggi terjadi di negara berkembang (Sintia, 2006).
Untuk mengurangi dampak negatif penggunaan insektisida sintetik, penerapan
teknik pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan langkah yang penting tepat
untuk dilakukan. PHT merupakan teknik pengendalian dengan memadukan
beberapa teknik pengendalian hama dan meminimalkan penggunaan insektisida
sintetik, seperti pengendalian secara kultur teknis, biologi, fisik dan kimia
(Untung, 2013).
3
Pengendalian secara biologi merupakan teknik pengendalian menggunakan
bahan-bahan alami seperti pestisida nabati dan pemanfaatan agensia hayati. Salah
satu agensia hayati yang banyak digunakan dan dilaporkan efektif untuk
pengendalian berbagai jenis hama tanaman, seperti Helopeltis spp dan
Hypothenemus hampei (Prayogo, 2006) Sitophilus oryzae (Sheeba et al., 2001),
Crocidolomia binotalis (Sucipto & Adawiyah, 2011), adalah dengan
menggunakan cendawan Beauveria bassiana.
Saat ini, penelitian tentang usaha untuk menggabungkan beberapa teknik
pengendalian telah sedang dilakukan dan terus dikembangkan. Tujuan dari
penggabungan teknik pengendalian ini adalah untuk meningkatkan keberhasilan
pengendalian yang dilakukan (Purwar & Sachan, 2006). Saat ini, Laboratorium
Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung memiliki isolat
cendawan B. bassiana yang terbukti memiliki kemampuan untuk mengendalikan
Helopeltis spp. (Rani, 2015). Berdasarkan pustaka yang ada (Sheeba et al., 2001;
Sucipto & Adawiyah, 2011; dan Prayogo, 2006), kemampuan cendawan B.
bassiana ini sebagai patogen serangga kemungkinan masih dapat ditingkatkan
dengan mengaplikasikannya bersama-sama dengan insektisida sintetik. Namun
begitu, sebelum diaplikasikan perlu diketahui kompatibilitas cendawan B.
bassiana isolat Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dengan insektisida yang akan diaplikasikan.
4
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi insektisida deltametrin terhadap
pertumbuhan cendawan B. bassiana.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan insektisida deltametrin pada media
SDA terhadap patogenesitas B. bassiana pada Helopeltis spp.
1.3 Kerangka Pemikiran
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) merupakan suatu teknik memadukan
pengendalian secara biologi, fisik, maupun kimia sedemikian rupa untuk bisa
mengurangi bahaya pestisida. Hal ini karena dalam setiap aplikasi insektisida
hanya 1-5% saja yang mengenai sasaran, sehingga sisanya (95-99%) akan
menjadi polutan yang akan mencemari tanah dan udara maupun produk pertanian.
Salah satu cara pengendalian hama yang banyak dikembangkan saat ini adalah
penggabungan insektisida sintetik dengan agensia pengendali hayati salah satunya
cendawan entomopatogen. Penggunaan insektisida sintetik yang dikombinasi
dengan cendawan entomopatogen dapat meningkatkan efisiensi kontrol dan
memungkinkan pengurangan jumlah insektisida yang dipakai, meminimalkan
bahaya pencemaran lingkungan dan resistensi hama (Nollet & Rathore, 2010).
B. bassiana merupakan salah satu cendawan entomopatogen yang dilaporkan
efektif mengendalikan beberapa hama tanaman antara lain Sitophilus oryzae
(Sheeba et al., 2001), Crocidolomia binotalis (Sucipto & Adawiyah, 2011),
Hypothenemus hampeii dan Helopeltis spp. (Prayogo, 2006; Wahyono et al.,
5
2004). Menurut Untung (2001), insektisida sintetik dapat dikombinasikan
bersama-sama dengan cendawan entomopatogen B. bassiana.
Deltametrin merupakan insektisida yang banyak digunakan untuk mengendalikan
hama Helopeltis sp. Yuni et al. (2011) menyatakan bahwa residu yang terdapat
pada tanaman yang diaplikasi deltametrin mencapai dua kali lebih tinggi
dibandingkan insektisida lainnya. Tingginya residu deltametrin tersebut dapat
dikurangi dengan cara mengkombinasikannya dengan cendawan entomopatogen.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa insektisida sintetik dapat diaplikasikan
bersama-sama dengan cendawan B. bassiana. Odindo (1992) melaporkan bahwa
insektisida sintetik deltametrin tidak menyebabkan antagonis terhadap
pertumbuhan B. bassiana walaupun dikombinasikan secara bersamaan. Irigaray
et al. (2003) menyatakan bahwa pengendalian tungau Tetranychus urticae dengan
campuran cendawan B. bassiana dan insektisida kimia triflumuron (benzoylpheny
urea) menyebabkan sebagian besar telur T. urticae tidak menetas. Cendawan B.
bassiana yang ditumbuhkan pada media Sabouraud Dextrose Agar with yeast
extract (SDAY) yang mengandung imidaklorid konsentrasi 0,1X dan 0,5 X dari
rekomendasi lapang memiliki perkecambahan B. bassiana sebesar 100% (Usha et
al., 2014).
6
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, hipotesis yang dapat diajukan adalah:
1. Insektisida deltametrin berpengaruh terhadap pertumbuhan cendawan B.
bassiana.
2. B. bassiana yang ditumbuhkan pada media mengandung deltametrin
berpengaruh terhadap tingkat mortalitas Helopeltis spp.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepik Penghisap Buah Kakao (Helopeltis spp.)
Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi Helopetis spp. adalah :
Kingdom : Animalia
Phillum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Miridae
Genus : Helopeltis
Spesies : Helopeltis spp.
Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu hama utama tanaman
kakao, jambu mete dan teh. Pengaruh toksik dari bekas isapan hama tersebut pada
daun muda dapat menyebabkan kematian apabila terjadi pada titik tumbuh
(Kalshoven, 1981). Baik pada stadium nimfa maupun serangga dewasa (imago)
memiliki potensi dalam menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan
tanaman yang diserangnya (Wiratno et al., 1996).
8
2.1.1 Biologi Helopeltis spp.
Siklus hidup Helopeltis spp. dari telur menetas hingga menjadi dewasa adalah 11-
15 hari. Selama itu, nimfa mengalami 5 kali ganti kulit (Kilin & Atmadja, 2000).
Telur diletakkan secara berkelompok 2-3 butir dalam jaringan tanaman yang
lunak seperti bakal buah, ranting muda, bagian sisi bawah tulang daun, tangkai
buah, dan buah yang masih muda. Setiap ekor serangga betina meletakkan telur
rata-rata 18 butir, dengan panjang telur 0,45-0,50 mm. Keberadaan telur pada
jaringan bagian tanaman ditandai dengan munculnya benang seperti lilin agak
bengkok dan tidak sama panjangnya dipermukaan jaringan tanaman. Dalam
waktu 6-8 hari telur-telur tersebut mulai menetas menjadi nimfa (Syahnen &
Muklasin, 2013).
Helopeltis spp. instar-1 berwarna coklat bening, yang kemudian berubah menjadi
coklat. Untuk nimfa instar-2, tubuh berwarna coklat muda, antena coklat tua,
tonjolan toraks mulai terlihat. Nimfa instar-3 tubuhnya berwarna coklat muda,
antena coklat tua, tonjolan pada toraks terlihat jelas dan bakal sayap mulai terlihat.
Nimfa instar-4 dan instar-5 tubuhnya berwarna coklat muda, antena coklat tua,
tonjolan pada toraks terlihat jelas dan sayap terlihat. Pada buah kakao, dari setiap
30 ekor nimfa yang menetas dapat diperoleh 24-29 ekor serangga dewasa, dengan
perbandingan 28 betina dan 1 jantan. Lama hidup serangga betina berkisar antara
10-42 hari, sedangkan jantan 8-52 hari (Wiratno et al., 1996). Imago Helopeltis
spp. dapat dilihat pada Gambar 1.
9
Gambar 1. Imago Helopeltis spp. Jantan (A), Betina (B)
2.1.2 Gejala Serangan Helopeltis spp.
Hama Helopeltis spp. mengisap cairan pada daun muda, tunas, tangkai muda,
bunga, buah, serta biji muda. Pada waktu menusuk, serangga Helopeltis spp.
mengeluarkan ludah yang beracun dan pada bekas tusukan akan keluar getah
dari tanaman yang berwarna bening atau agak keruh (Syahnen & Muklasin, 2013).
Buah yang terserang menunjukkan bekas tusukan berupa bercak-bercak hitam
pada permukaan buah (Gambar 2). Pada serangan berat, seluruh permukaan buah
dipenuhi oleh bekas tusukan berwarna hitam dan kering, kulitnya mengeras serta
retak-retak (Djamin, 1980). Serangan berat pada buah muda yang berukuran
kurang dari 5 cm menyebabkan buah kering dan rontok (Soenaryo & Situmorang,
1978) serta menyebabkan kesehatan tanaman terganggu dan menurunkan produksi
hingga 60 % (Nanopriatno, 1978) atau rata-rata 42 % selama 3 tahun berturut-
turut (Wardoyo, 1988).
Bekas serangan sering kali diikuti oleh serangan patogen sekunder (cendawan dan
bakteri), yang dapat mengakibatkan pucuk menjadi mati. Apabila serangan terjadi
pada pucuk yang sedang berbunga atau berbuah maka produksi buah akan gagal.
A B
10
Pada batas kematian, pada tangkai muncul pucuk baru dengan tangkai pendek.
Apabila diikuti dengan serangan cendawan, kematian akan berlanjut sampai
cabang sehingga tanaman tampak merana karena banyaknya daun yang gugur
(Wiratno et al., 1996).
Gambar 2. Gejala Serangan Helopeltis spp. pada tanaman kakao
2.2 Insektisida deltametrin
Insektisida sintetik yang dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis spp.
adalah yang mengandung bahan aktif deltametrin, siflutrin, tiodikarb, asefat,
sipermetrin, dan metomil (Departemen Pertanian, 2014). Insektisida kimiawi
yang dapat digunakan dalam mengendalikan Helopeltis spp. dapat dilihat pada
Tabel 1.
Pestisida piretroid dan turunannya (termasuk deltametrin), merupakan jenis
pestisida yang saat ini paling banyak digunakan secara luas (Jayasree et al., 2003).
Piretroid bersifat lebih toksik untuk insekta maupun mamalia dan mampu
bertahan lebih lama dilingkungan. Deltametrin merupakan pestisida piretroid
sintetis yang bersifat racun kontak terhadap serangga. Hasan (2006) menyatakan
11
bahwa cara kerja piretroid adalah mempengaruhi sistem saraf serangga atau
mamalia dengan merusak sel-sel saraf yang berakhir dengan kelumpuhan dan
kematian pada serangga atau mamalia target.
Tabel 1. Insektisida kimia untuk mengendalikan Helopeltis spp.
Bahan Aktif Nama Dagang Cara Kerja
Deltametrin 25 g/l Decis 2,5 EC Racun kontak dan lambung
Tiametoksam 25% Actara 25 WG Racun sistemik dan kontak
BPMC 480 g/l Bassa 500 EC Racun kontak dan lambung
MIPC 50% Mipcin 50 WP Racun kontak dan lambung
Sipermetrin 50 g/l Sidametrin 50 EC Racun kontak dan lambung
Alfametrin 15 g/l Fastac 15 EC Racun kontak dan lambung
BPMC 460 g/l Hopcin 460 EC Racun kontak dan lambung
Tiodikarb Larvin 75 WP Racun kontak dan lambung
Metidation 25% Supracide 25 WP Racun kontak dan lambung
Diazinon 600 g/l Diazinon 600 EC Racun kontak dan lambung
Sumber: Departemen Pertanian (2008 dalam Syahnen & Muklasin, 2013)
Pengendalian secara kimia harus dilakukan secara hati-hati, karena pengendalian
yang tidak tepat justru akan meningkatkan populasi Helopeltis spp. dan akan
membunuh predator dan parasitoid hama tersebut. Oleh karena itu, sedapat
mungkin pengendalian secara kimia dihindarkan. Penyemprotan insektisida
sintetik hanya apabila populasi Helopeltis spp. benar-benar eksplosif (Syahnen &
Muklasin, 2013).
2.3 Cendawan Beauveria bassiana
Miselia cendawan B. bassiana bersekat dan berwarna putih (Utomo & Pardede,
1990 dalam Prasasya, 2008. Konidia cendawan bersel satu, berbentuk oval agak
12
bulat (globose) sampai dengan bulat telur (obovate), dengan diameter 2-3 µm.
Konidiofor berbentuk zigzag merupakan ciri khas dari genus B.bassiana (Barnett,
1960 dalam Prasasya 2008). Inokulum B. bassiana serta konidia B. bassiana
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Cendawan B. bassiana. Pertumbuhan koloni (A), konidia B. bassianadengan perbesaran 1000x (B)
Cendawan B. bassiana menginfeksi serangga dengan melakukan penetrasi melalui
kutikula dan ruas-ruas anggota tubuh serangga. Mekanisme penetrasinya dimulai
dengan pertumbuhan konidia pada kutikula serangga yang terinfeksi, kemudian
diikuti dengan pembentukan apresoria (Ferron, 1981). Cendawan B. bassiana
menghasilkan toksin seperti beauvericin, beauverolit, bassianalit, dan isorolit
yang dapat merusak sistem pencernaan, otot, sistem saraf dan pernapasan yang
akhirnya menyebabkan kematian pada serangga target (Mahr, 2003).
Serangga yang terinfeksi oleh B. bassiana akan mengeluarkan miselia berwarna
putih dari tubuhnya. Mula-mula dari bagian alat tambahan seperti antara segmen-
segmen antena, antara segmen kepala dengan toraks, dan antara segmen toraks
A B
13
dengan abdomen. Setelah beberapa hari, seluruh permukaan tubuh serangga yang
terinfeksi akan ditutupi oleh massa cendawan yang berwarna putih (Prasasya,
2008).
Serangga yang terinfeksi B.bassiana disebabkan adanya toksin yang merusak
jaringan atau organ secara mekanis. Jaringan atau organ yang dirusak cendawan
ini antara lain saluran pencernaan, otot, urat saraf, lemak, dan sistem pernafasan
(Cheung & Grula, 1982 dalam Suntoro, 1991).
2.4 Kombinasi Insektisida Kimia dengan Cendawan Entomopatogen
Pemanfaatan penggabungan insektisida dengan cendawan entomopatogen dapat
meningkatkan efisiensi pengendalian serta pengurangan jumlah dosis aplikasi
insektisida, meminimalkan lingkungan dari bahaya pencemaran dan resistensi
hama serta memungkinkan penggunaan dosis insektisida dibawah dosis
rekomendasi dan menjaga kelestarian musuh alami. Salah satu cara aplikasinya
adalah dengan metode pengendalian yang mengkombinasikan cendawan B.
bassiana dengan insektisida kimia (Syahnen & Muklasin, 2013). Hasil penelitian
Usha et al. (2014) menyatakan bahwa cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan
pada media Sabouraud Dextrose Agar with yeast extract (SDAY) yang
mengandung imidaklorid konsentrasi 0,1X dan 0,5 X dari rekomendasi lapang
memiliki perkecambahan B. bassiana sebesar 100% (Usha et al., 2014).
Menurut Neves et al. (2001), B. bassiana dapat tumbuh pada media yang
mengandung insektisida berbahan aktif deltametrin, thiamethoxam, siflutrin,
alphacypermethrin, triazofos, klorpirifos, fenpropathrin dan endosulfan.
14
Insektisida dengan bahan aktif tersebut tidak menyebabkan pertumbuhan koloni B.
bassiana terganggu. Sedangkan cendawan Aspergillus dan Penicillium mampu
tumbuh pada media SDA yang mengandung insektisida deltametrin pada
konsentrasi 500 ppm (Subowo, 2013).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Laboratorium
Penyakit Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2016.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat cendawan Beauveria
bassiana koleksi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor,
nimfa Helopeltis spp. instar-3, buah mentimun, agar, air, alkohol, akuades,
protease pepton, chasein, dextrose, dan Decis 2,5 EC.
Alat yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah mikroskop, autoklaf,
petridish, LAF (laminar air flow), bor gabus, spatula, drigalsky, mikropipet,
haemocytometer, jarum ose, tabung reaksi, erlenmeyer, shaker, timbangan,
stoples, ember, panci, sprayer (alat semprot), kompor, sendok, kertas label,
penggaris, alumunium foil, plastik warp, kain kasa, karet, pisau, tisu, nampan,
kuas dan gelas ukur.
16
3.3 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan beberapa level konsentrasi
insektisida berbahan aktif deltametrin yang akan dikombinasikan pada media
tumbuh B. bassiana. Konsentrasi insektisida yang diujikan pada media tumbuh B.
bassiana adalah 6 ppm, 5 ppm, 4 ppm, 3 ppm, 2 ppm, 1 ppm, dan 0,5 ppm dan
kontrol tanpa penambahan insektisida deltametrin. Langkah pertama yang
dilakukan pada pengujian adalah membagi media Sabouraud Dextrose Agar
(SDA) menjadi 8 botol yang masing-masing botol berisikan 100 ml media SDA,
kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Larutan stok deltametrin
disiapkan dengan membuat larutan menggunakan air steril.
Setelah media steril dan bersuhu ± 400C, media dicampur dengan insektisida
berbahan aktif deltametrin sesuai dengan perlakuan di dalam LAF. Media yang
telah tercampur dengan insektisida berbahan deltametrin diratakan dengan
menggunakan shaker agar campuran tersebut homogen, kemudian dituang pada
petridish steril di dalam LAF. Koloni B. bassiana yang berumur 4 hari dilubangi
dengan menggunakan bor gabus berukuran 0,5 cm dan diinokulasikan pada media
yang sudah memadat pada masing-masing perlakuan.
Cendawan B. bassiana yang telah berumur 7 hari tersebut kemudian dibuat
suspensi dan diaplikasikan terhadap 10 ekor Helopeltis spp. dengan menggunakan
sprayer yang berasal dari botol parfum berukuran 10 ml. Sebanyak 5 ml suspensi
diaplikasikan pada serangga dan sebanyak 5 ml diaplikasikan pada mentimun
yang digunakan sebagai pakan alternatifnya. Pengamatan terhadap mortalitas
17
dilakukan hingga hari ke 7. Hasil pengamatan terhadap mortalitas Helopeltis spp.
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase mortalitas Helopeltis spp. pada 7 hsa
PerlakuanMortalitas (%)
Ulangan 1 Ulangan 2Bb Dt X6 85 90Bb Dt X5 100 100Bb Dt X4 80 84Bb Dt X3 80 79Bb Dt X2 78 78Bb Dt X1 75 75Bb Dt X0,5 75 73Bb 80 90Keterangan :Bb Dt X6 : media SDA + deltametrin konsentrasi 6 ppmBb Dt X5 : media SDA + deltametrin konsentrasi 5 ppmBb Dt X4 : media SDA + deltametrin konsentrasi 4 ppmBb Dt X3 : media SDA + deltametrin konsentrasi 3 ppmBb Dt X2 : media SDA + deltametrin konsentrasi 2 ppmBb Dt X1 : media SDA + deltametrin konsentrasi 1 ppmBb Dt X0,5 : media SDA + deltametrin konsentrasi 0,5 ppmBb : media SDA tanpa insektisida deltametrin
Berdasarkan pada Tabel 2, mortalitas Helopeltis spp. tertinggi didapatkan pada
perlakuan media tumbuh B. bassiana yang mengandung deltametrin dengan
konsentrasi 5 ppm. Hasil pengujian ini digunakan untuk percobaan lebih lanjut di
laboratorium.
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Uji Pertumbuhan Cendawan B. bassiana secara In Vitro
Uji pertumbuhan B. bassiana secara in vitro menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 3.
18
Tabel 3. Perlakuan cendawan B. bassiana pada media tumbuh yang mengandunginsektisida deltametrin
Perlakuan KeteranganBb Dt X5 cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media SDA
mengandung 5 ppm insektisida deltametrinBb Dt X4 cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media SDA
mengandung 4 ppm insektisida deltametrinBb Dt X3 cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media SDA
mengandung 3 ppm insektisida deltametrinBb Dt X2 cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media SDA
mengandung 2 ppm insektisida deltametrinBb Dt X1 cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media SDA
mengandung 1 ppm insektisida deltametrinBb Dt X0,5 cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media SDA
mengandung 0,5 ppm insektisida deltametrinBb cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media SDA
tanpa deltametrin
Variabel pengamatan yaitu pertumbuhan koloni B. bassiana pada media SDA
yang mengandung insektisida deltametrin, jumlah atau kerapatan konidia B.
bassiana, dan viabilitas atau persentase daya kecambah konidia B. bassiana.
Pengamatan pertumbuhan cendawan dilakukan dengan cara mengukur diameter
cendawan secara vertikal dan horizontal dengan menggunakan penggaris lalu
dijumlahkan dan dibagi dengan 2. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah inokulasi
sampai hari ke 21.
Pengamatan jumlah konidia B. bassiana dilakukan dengan mengambil 1 ml
suspensi dari masing-masing perlakuan kemudian diteteskan pada
haemocytometer. Penghitungan jumlah konidia dilakukan dengan cara memilih
kotak sedang yang terdapat pada haemocytometer sebanyak 5 kotak, tiap kotak
tersebut dihitung dan dirata-rata nilainya. Jumlah konidia dihitung dengan
19
menggunakan rumus Gabriel & Riyanto (1989 dalam Ratna, 2004) yaitu sebagai
berikut:
t x dS = --------------- x 108
N x 0,25
dengan catatan S = kerapatan spora, t = jumlah spora yang dihitung, d = tingkatpengenceran, N = jumlah kotak yang dihitung, 0,25 = faktor koreksi.
Pengamatan daya kecambah konidia B. bassiana dilakukan dengan cara sebagai
berikut. Suspensi konidia diinkubasi selama 18 jam kemudian diamati di bawah
mikroskop. Konidia dinyatakan berkecambah apabila kecambah berukuran 2 kali
diameter konidia (Espingel-Ingroff, 2001). Persentase viabilitas dapat dihitung
menggunakan rumus Gabriel & Riyanto (1989 dalam Ratna, 2004) yaitu sebagai
berikut:
V = x 100dengan catatan V = perkecambahan konidia (viabilitas), g = jumlah konidia yang
berkecambah, u = jumlah konidia yang tidak berkecambah.
Uji pertumbuhan B. bassiana secara in vitro dilakukan dalam empat tahap.
Pertama, penyediaan cendawan B. bassiana. Kedua, pembuatan larutan stok
insektisida deltametrin. Ketiga, pembuatan media SDA (Sabouraud Dextrose
Agar) yang mengandung insektisida deltametrin. Keempat, inokulasi cendawan
B. bassiana ke dalam media SDA yang mengandung insektisida deltametrin.
20
3.4.1.1 Penyediaan Cendawan B. bassiana
Cendawan B. bassiana yang digunakan merupakan koleksi Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor, Jawa Barat. Cendawan B. bassiana
tersebut diremajakan pada media SDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5-6
hari untuk pengujian lebih lanjut.
3.4.1.2 Pembuatan Larutan Stok Insektisida deltametrin
Pembuatan larutan stok sebanyak 1000 ml dilakukan dengan cara mencampurkan
10 ppm deltametrin ke dalam 1000 ml akuades steril (sudah diautoklaf), kemudian
diratakan dengan menggunakan shaker agar campuran tersebut menjadi homogen.
Pembuatan larutan stok dilakukan di dalam LAF.
3.4.1.3 Pembuatan Media SDA yang Mengandung Insektisida deltametrin
Pembuatan media SDA dilakukan dengan cara sebagai berikut. Bahan-bahan
yang terdiri dari 40 g dextrose, 20 g agar, 5 g kasein, 10 g protease pepton dan
1000 ml akuades dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. Lalu media dalam
tabung erlenmeyer direbus hingga homogen. Media kemudian dibagi menjadi 8
botol dengan volume masing-masing 100 ml dan ditutup dengan alumunium foil,
dan dikencangkan dengan karet gelang. Media selanjutnya diautoklaf selama 15
menit pada suhu 1210C dan tekanan 1 atm. Kemudian, media diangkat dan
didinginkan sampai sekitar 500C, lalu dicampur dengan insektisida stok sesuai
dengan perlakuan. Lalu diratakan dengan menggunakan shaker agar homogen.
Media SDA yang telah siap pakai dituang ke petridish di dalam LAF.
21
3.4.1.4 Inokulasi Cendawan B. bassiana ke dalam Media SDA yangMengandung Insektisida deltametrin
Inokulasi cendawan B. bassiana dilakukan dalam beberapa tahap. Inokulum B.
bassiana berumur 6 hari dilubangi dengan bor gabus ukuran 0,5 cm. Inokulum
diinokulasikan ke tengah petridish dengan menggunakan jarum ose yang
sebelumnya telah dibakar. Petridish yang telah diinokulasi ditutup rapat dengan
plastic wrap, lalu diberi label sesuai dengan perlakuan dan diinkubasi pada suhu
27oC selama 21 hari.
3.4.2 Uji Patogenesitas B. bassiana pada Helopeltis spp.
Pengujian patogenesitas ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK),
dengan perlakuan yang digunakan seperti pada Tabel 3. Percobaan diulang
sebanyak 3 kali dan dikelompokkan berdasarkan waktu aplikasi. Pengujian
pengaruh aplikasi kombinasi B. bassiana dengan deltametrin terhadap Helopeltis
spp. dilakukan untuk mengetahui mortalitas serangga uji akibat perlakuan.
Variabel pengamatan yang diamati yaitu persentase kematian hama Helopeltis
spp. Pengamatan dilakukan 1 hari setelah aplikasi (hsa) sampai 7 hsa. Nimfa
Helopeltis spp. yang diduga terinfeksi cendawan B. bassiana dipisahkan dalam
tempat yang baru untuk dilembabkan dengan cara dimasukkan ke dalam petridish
yang sudah dilapisi tisu basah dan diinkubasi pada suhu ruang. Pengamatan
munculnya cendawan pada tubuh serangga dilakukan 1 hari setelah mortalitas.
Serangga yang ditumbuhi cendawan kemudian diamati di bawah mikroskop untuk
memastikan apakah kematian nimfa Helopeltis spp. disebabkan oleh
22
pengamplikasian B. bassiana atau karena faktor lain. Untuk menghitung
mortalitas Helopeltis spp. dapat dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai
berikut:
Mortalitas (%) = Jumlah nimfa yang matiJumlah nimfa uji x 100%Uji patogenesitas B. bassiana pada hama Helopeltis spp. dilakukan dalam empat
tahap. Pertama, penyiapan serangga uji Helopeltis spp. Kedua,
pengembangbiakan serangga Helopeltis spp. Ketiga, pembuatan suspensi B.
bassiana. Keempat, pengaplikasian suspensi cendawan B. bassiana yang
mengandung deltametrin pada Helopeltis spp.
Untuk mengetahui pengaruh insektisida deltametrin terhadap B. bassiana (nilai
kompatibilitas), maka data hasil pengamatan kompatibilitas dimasukkan ke dalam
rumus T dari (Moino & Alves, 1998) sebagai berikut :
= {20( ) + 80 ( )}100Dengan:
T = nilai kompatibilitasPK = nilai relatif pertumbuhan koloni perlakuan dibandingkan dengan
kontrol (%)SP = nilai relatif jumlah konidia perlakuan dibandingkan dengan
kontrol (%)Nilai T dibagi kedalam kategori sebagai berikut:0-30 sangat toksik; 31-45toksik; 46-60 kurang toksik; dan > 60 tidak toksik atau kompatibel.
3.4.2.1 Penyiapan Serangga Uji Helopeltis spp.
Serangga Helopeltis spp. diperoleh dari Balittro, Bogor dalam bentuk telur
sedangkan serangga imago didapatkan dari hasil penangkapan di kebun kakao
23
Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur. Serangga hasil tangkapan
dimasukkan ke dalam stoples dan ditutup dengan kain kasa yang diikat dengan
karet gelang agar serangga hama tidak keluar dari dalam stoples. Serangga yang
terkumpul dibawa ke Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung untuk dikembangbiakkan.
3.4.2.2 Pengembangbiakan Serangga Uji Helopeltis spp.
Telur Helopeltis spp. yang didapatkan dari Balittro dan imago Helopeltis spp. dari
lapang dimasukkan ke dalam stoples, dimana setiap stoples diisi ± 20 ekor
serangga dan 2 buah mentimun. Stoples kemudian ditutup dengan menggunakan
kain kasa dan diikat dengan karet gelang. Serangga Helopeltis spp. dipisahkan
sesuai dengan instarnya pada stoples yang berbeda. Pergantian pakan mentimun
dilakukan setiap 2 hari sekali. Setelah imago bertelur, mentimun dipindahkan ke
stoples yang baru dan diberi dengan 1 buah mentimun yang masih segar. Stoples
lalu ditutup kembali dan diberi label tanggal peneluran. Setelah telur menetas,
nimfa dipindahkan ke dalam stoples yang baru yang sudah diberi mentimun segar
kemudian diberi label tanggal penetasan.
3.4.2.3 Pembuatan Suspensi Cendawan B. bassiana
Pembuatan suspensi B. bassiana dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama,
koloni cendawan B. bassiana yang ditumbuhkan pada media mengandung
deltametrin berumur 21 hari ditambahkan 10 ml 0,1% Tween 80. Kedua, konidia
24
B. bassiana dipanen menggunakan drigalsky. Ketiga, suspensi dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan di shaker agar suspensi tersebut homogen.
3.4.2.4 Pengaplikasian Suspensi Cendawan B. bassiana pada Helopeltis spp.
Suspensi cendawan B. bassiana yang telah diperoleh, diaplikasi pada Helopeltis
spp. dengan cara berikut. Suspensi cendawan sebanyak 10 ml dimasukkan ke
dalam sprayer atau alat semprot yang berasal dari botol parfum berukuran 15 ml,
sedangkan untuk perlakuan kontrol digunakan 10 ml 0,1% Tween 80. Sebanyak 5
ml disemprotkan ke nimfa Helopeltis spp. yang ada di dalam stoples, sedangkan 5
ml disemprotkan pada buah mentimun yang digunakan sebagai pakan alternatif
Helopeltis spp. Setiap stoples berisikan 15 ekor nimfa Helopeltis spp.,
penggantian pakan dilakukan setiap 2 hari sekali tanpa diaplikasi kembali.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diuji dengan analisis ragam dan pengujian
perbedaan nilai tengah perlakuan untuk diameter koloni, kerapatan konidia dan
perkecambahan B. bassiana diuji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%
dengan menggunakan software Statistix8.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kombinasi cendawan B. bassiana pada media mengandung insektisida
deltametrin dengan konsentrasi 5 ppm koloni B. bassiana masih dapat
tumbuh.
2. Kombinasi cendawan B. bassiana dengan deltametrin meningkatkan
mortalitas terhadap Helopeltis spp. dibandingkan dengan pengaplikasian B.
bassiana secara tunggal yang hanya mencapai 84,47% pada 7 hsa sedangkan
pengamplikasian B. bassiana yang ditumbuhkan pada media yang
mengandung deltametrin konsentrasi 5 ppm mencapai 100% pada 7 hsa.
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penggunaan jamur B. bassiana dan
insektisida kimia berbahan aktif lain yang diaplikasikan secara bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, T.K. & D. W. Roberts. 1983. Compatibiliby of Beauveria bassianaisolates with insecticide formulations used in colorado potato beetle(Coleoptera: Chrysomelidae) control. Journal Economy Entomology 76(6):1437-1441.
Badan Pusat Statistik. 2015a. Tanaman Perkebunan: Tabel Luas LahanPerkebunan Kakao Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_prkebunan.php.Diakses pada 04 Agustus 2015.
Badan Pusat Statistik. 2015b. Tanaman Perkebunan: Tabel Hasil ProduksiTanaman kakao Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_prkebunan.php.Diakses pada 04 Agustus 2015.
Budi, A. S., A. Afandhi, & R. D. Puspitarini. 2013. Patogenisitas jamurentomopatogen Beauveria bassiana Balsamo (Deuteromycetes:Moniliales) pada larva Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera:Noctuidae). Jurnal HPT 1(1): 57-65.
Departemen Pertanian. 2014. Pestisida Pertanian dan Kehutanan Terdaftar 2014.http://pertanian.go.id. Diakses pada 7 Oktober 2016.
Djamin. 1980. Strategi Pengendalian Hama Coklat. Kumpulan MakalahKonferensi Coklat Nasional, Medan, 16-18 September 1980. 4-44 hlm.
Espingel-Ingroff, A. 2001. Germinated and Nongerminated Conidial Suspensionsfor Testing of susceptibilities of Aspergillus spp. to Amphotericin B,Intraconazole, Pasaconazole, Ravuconazole, and Voriconazole.Antimicrobial Agens and Chemotherapy. 45(2): 605-607.
Ferron, P. 1981. Pest Control by the Fungi Beauveria bassiana and Metarhizium.In H.D.Burges (Ed). Microbial Control of Pest and Plant Diseases 1970-1980. First ed. London: Academic Press.
Hasan, M. 2006. Efek Paparan Insektisida Deltametrin pada Kerbau terhadapAngka Gigitan Nyamuk Anopheles vagus pada Manusia. Tesis. ProgramPasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
39
Indrayanti, R., I. Rangga, & F. Imelda. 2014. Bangkitnya Para Penghasil KakaoIndonesia : Sebuah Laporan Lengkap. Cocoa Sustainability Patnership.Makasar.
Irigaray, F.J.S.C, V.M. Mancebon, & I. P. Moreno. 2003. The entomopathogenicfungus Beauveria bassiana and its compatibility with triflumuron: effectson the two spotted spider mite Tetranychus urticae. Biological Control26(2): 168-173.
James, R.R. & G.W. Elzen. 2001. Antagonism between Beauveria bassiana andimidacloprid when combined for Bemisia argentifolii (Homoptera:Aleyrodidae) control. Journal of Economic Entomology 94(2): 357-361.
Jayasree, U., A. G. Reddy, K.S. Reddy, Y. Anjaneyulu, & B. Kalakumar. 2003.Evaluation of vitamin E againts deltametrin toxicity inbroilerchicks.Indian J. Physiol. Pharmacol. 47(4): 447-452.
Junianto, D, E.S. Rahayu & H. Semangun. 2000. Viabilitas dan virulensi blastospora B. bassiana (Bals,) Vuil, kering beku pada beberapa suhu simpan.Pelita Perkebunan 16(1): 30-41.
Junianto, D. & E. Sulistyowati. 2000. Produksi dan Aplikasi Beauveria bassianauntuk Pengendalian Penghisap Buah Kakao (Helopeltis spp.) danPenggerek Buah Kakao (Conomorpha cramerella). Simposium Kakao2000. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember: 17 hlm.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia; revised and translatedby P.A. Van der Laan. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta. 701 pp.
Kilin, D. & W.R. Atmadja. 2000. Perbanyakan serangga Helopeltis antoniiSignoret pada buah ketimun dan pucuk jambu mete. Jurnal PenelitianTanaman Industri 5(4): 122-199.
Lecuona, R.E., J. D. Edelstein, M. F. Barretta, F. R. L. R. Rossa, & J. A. Arcas.2001. Evaluation of Beauveria bassiana (Hyphomycetes) strain as potetialagens for control of Triatoma infestans (Hemiptera: Reduviidae). Journalof Medical Entomology 38(2): 172-179.
Mahr, S. 2003. Know your friends. The Entomopathogen Beauveria bassianahtpp://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf410html. Diakses pada 16April 2015.
Marliyah & I. Wahjuningsih. 2013. Pengendalian hama penyakit sebagai upayapeningkatan produksi dan pendapatan petani kakao di Desa GimpuKecamatan Kalawi Selatan Kabupaten Sigi. Jurnal Sains dan Teknologi15(1): 179-186.
40
Moino, A. & S.B. Alves. 1998. Effect of imidacloprid and fipronil on Beauveriabassiana (Bals.) Vuill. and Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorok andbehavior of cleaning of Heterotermes tenuis (Hagen). Entomology Brazil27(4): 611-619.
Nanopriatno. 1978. Ilmu-llmu Penting Tanaman Coklat. Balai PenelitianPerkebunan Besar Bogor. Sub Balai Penelitian Budi Daya Jember. Hlm32.
Neves, P.M.O.J., E. Hirose, P.T Tchujo, & J.R. Moino. 2001. A compatibility ofentomopathogenic fungi with neonicotinoid insecticides. NeotropicalEntomology 15(2): 263-268.
Neves, P.M.O.J., C.N. Oliviera, & L.S. Kawazoe. 2003. Compatibility betweenthe entomopathogenic fungus Beauveria bassiana and insecticides used incoffee plantations. Scientia Agricola 60(4): 663-667.
Nollet, L. M. & H. Rathore. 2010. Handbook of Pesticides: Methods of PesticideResidues Analysis. Boca Raton: CRC Press, Pp. 9-31.
Odindo, M.O. 1992. Future prospects for the application of insect pathogens as acomponent of integrated pest management in tropical root crops.Biocontrol Science and Technology 2: 179-191.
Prasasya, A. 2008. Uji Efikasi Jamur Entomopatogen Beauveria bassianaBalsamo dan Metarizium anisopliae (Metch.) Sorokin terhadap MortalitasLarva Phragmatobia castanae Hubner di Laboratorium. Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan.
Prayogo, Y. 2006. Upaya mempertahankan keefektifan cendawan entomopatogenuntuk mengendalikan hama tanaman perkebunan. Jurnal LitbangPertanian 25 (2): 47-54.
Purwar, J.P, & G. C. Sachan. 2006. Synergistic effect of entomogenous fungi onsome insecticides against Bihar hairy caterpillar Spilarctia obliqua(Lepidoptera: Arctiidae). Microbiological Research 161(1): 38-42.
Rani, I. D. 2015. Kombinasi Jamur Beauveria bassiana dan Beberapa InsektisidaNabati untuk Meningkatkan Mortalitas Helopeltis spp. di Laboratorium.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 hlm.
Ratna, Y. 2004. Kajian kualitas spora Beauveria bassiana pada berbagai jenismedia dan lama penyimpanan. Jurnal Agronomi 8(1): 59-62.
Sheeba, G., S. Seshadri, N. Raja, S. Janarthanan, & S. Ignacimutu. 2001. Efficacyof Beauveria bassiana for control of the rice weevil Sitophilus oryzae (L.)(Coleoptera: Curculionidae). Entomologi Zoology 36(1): 117-120.
41
Sintia, M. 2006. Mengenal pestisida nabati skala rumah tangga untukmengendalikan hama-tanaman.http://www.kebonkembang.com/serbaserbi-rubrik-44/161-mengenal-pestisidanabati-skala-rumah-tangga-untukmengendalikan-hama-tanaman.html. Diakses pada 15 April 2015.
Siswanto & E. Karmawati. 2012. Pengendalian hama utama kakao(Conopomorpha cramerella dan Helopeltis spp.) dengan pengendaliannabati dan agen hayati. Perspektif 11(2): 103-112.
Soenaryo & Situmorang. 1978. Budidaya Coklat dan Pengelolaannya. BalaiPenelitian Perkebunan Bogor. 32 hlm.
Subowo, Y.B. 2013. Kemampuan beberapa jamur tanah dalam menguraikanpestisida deltametrin dan senyawa ligno selulosa. Jurnal Berita Biologi12(2): 1-8.
Sucipto & L. F. Adawiyah. 2011. Efektifitas jamur entomopatogen Beauveriabassiana sebagai pengendali hama utama ulat krop (Crocidolomiabinotalis) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassicajuncea). Embryo 8 (2): 1-8.
Suntoro. 1991. Uji Efikasi Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. terhadapHypothenemus hampei (Ferr.). Tesis. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Syahnen & Muklasin. 2013. Rekomendasi Umum Pengendalian Helopeltis spp.pada Tanaman Kakao. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi TanamanPerkebunan. Medan.
Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta. 273 hlm.
Untung, K. 2013. Strategi Implementasi PHT dalam Pengembangan PerkebunanRakyat Berbasis Agribisnis. Risalah Simposium Nasional Peneltian PHTPerkebunan Rakyat. Bogor, 17-18 September 2002. 1-18 hlm.
Usha, J., M.N. Babu, & V. Padmaja. 2014. Detection of compatibilty ofentomopthogenic fungus Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. with pesticides,fungicides, and botanicals. International Journal of Plant, Animal, andEnvironmental Sciences 4(2): 613-624.
Wahyono, T.E., W.R. Atmadja, B. Baringbing, & A.W. Ellyda. 2004. Efektifitasdua strain Cendawan Beauveria bassiana Vuill dan dua jenis perekatterhadap Helopeltis antonii Sign. pada bibit jambu mete (Anacadiumoccidentale L). Prosiding Seminar Nasional Entomologi dalam PerubahanLingkungan dan Sosial. Bogor, 5 Oktober 2004. 651-656 hlm.
42
Wahyudi, T., T. R. Panggabean, & Pujianto. 2008. Kakao. ManagemenAgribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Bogor.
Wardoyo, S. 1988. Strategi Penanggulangan hama kakao. Prosiding KomunikasiTeknis Kakao. 1988. 176-187 hlm.
Winarsih, S. & J.B. Baon. 1999. Pengaruh masa inkubasi dan jumlah sporaterhadap infeksi mikoriza dan pertumbuhan kopi. Jurnal Penelitian Kopidan Kakao 15(1): 30-35.
Wiratno, E.A., I.M. Wikardi, Trisawa, & Siswanto. 1996. Biologi Helopeltisantonii (Hemiptera: Miridae) pada tanaman jambu mete. Jurnal Littri II(1): 36-42.
Wulandari, S. 2015. Pengaruh Fraksi Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper crocatum),Babadotan (Ageratum conyzoides), dan Gulma Siam (Chromolaenaodorata) terhadap Pertumbuhan & Sporulasi Colletotrichum capsiciSecara In Vitro. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 73 hlm.
Yuni, R., Y.A. Trisyono, Witjaksono, & D. Indradewa. 2011. Pengaruhkonsentrasi subletal deltametrin terhadap nutrisi dan pertumbuhantanaman padi. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 17(2): 47-53.
top related