modul 3 blok 6 lagi
Post on 05-Dec-2014
101 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Resin yang sering digunakan di kedokteran gigi1)1. Resin akrilik : Turunan etilen yang mengandun
g gugus vinyl.�2) Metil metakrilat : cairan yang bening dan transparan padasuhu ruangan3) Poli (metil metakrilat) : resin transparan dengan kejernihanluar biasa4) Metakri lat & Resin akri l ik mult ifungsi: yang pertma al idigunakan di kedokteran gigi adalah Resi Bowen (Bis-GMA)2.5.1 Kebaikan
Resin komposit cukup kuat untuk digunakan pada tambalan gigi posterior dan
resin komposit juga tidak berbahaya seperti amalgam yang dapat menyebabkan
toksisitas merkuri kepada pasien. Selain itu, warnanya yang sewarna gigi
menyebabkan resin komposit digunakan untuk tujuan estetik.
2.5.2 Kerugian
Walaupun warna resin komposit sewarna gigi, tapi bahan ini dapat berubah warna
selama pemakaian. Selain itu dapat juga terjadi pengerutan. Pengerutan biasanya akan
terjadi dan menyebabkan perubahan warna pada marginal tambalan. Komposit
dengan filler berukuran kecil dapat dipergunakan sehingga 9 tahun, lebih lekas rusak
dibandingkan dengan tambalan amalgam.
2.5.3 Kegunaan resin komposit
a. Bahan tambalan pada gigi anterior dan posterior ( direct atau inlay)
b. Sebagai veneer mahkota logam dan jembatan (prosthodontic resin)
c. Sebagai pasak.
d. Sebagai semen pada orthodontic brackets, Maryland bridges, ceramic
crown, inlay, onlay.
e. Pit dan fisur sealant.
f. Memperbaiki restorasi porselen yang rusa
2 Struktur Resin Komposit
a) Bahan utama/Matriks resin
Kebanyakan resin komposit menggunakan campur an monomer aromatic dan atau
aliphatic dimetacrylate seperti bisphenol A glycidyl methacrylate (BIS-GMA), selain
itu juga banyak dipakai adalah tryethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA), dan
urethane dimethacrylate (UDMA) adalah dimethacrylate yang umum digunakan
dalam ko mposit gigi. Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi (komposit)
dimulai dari akhir tahun 1950-an dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan
untuk memperkuat resin epoksi dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem
epoksi, seperti lamanya pengerasan dan kecenderungan perubahan warna, mendorong
Bowen mengkombinasikan keunggulan epoksi (CH-O-CH2) dan akrilat
(CH2=CHCOO). Percobaan-percobaan ini menghasilkan pengembangan molekul
BIS-GMA. Molekul tersebut memenuhi persyaratan matrik resin suatu komposit gigi. BIS-GMA memiliki viskositas yang tinggi sehingga membutuhkan tambahan
cairan dari dimethacrylate lain yang memiliki viskositas rendah yaitu TEGDMA
untuk menghasilkan cairan resin yang dapat diisi secara maksimal dengan partikel
glass. Sifatnya yang lain yaitu sulit melakukan sintesa antara struktur molekul yang
alami dan kurang melekat dengan baik terhadap struktur gigi.
b) Filler
Dikenali sebagai filler inorganik. Filler inorganik mengisi 70 persen dari berat
material. Beberapa jenis filler yang sering dijumpai adalah berbentuk manik-manik
kaca dan batang, partikel seramik seperti quartz (SiO2), litium-aluminium silikat
(Li2O.Al2O3.4SiO2) dan kaca barium (BaO) yang ditambahkan untuk membuat
komposit menjadi radiopak.
Ukuran partikel yang sering dipakai berkisar antara 4 hingga 15 m. Partikel yang
dikategorikan berukuran besar sehingga mencapai 60 m pernah digunakan tetapi
permukaan tumpatan akan menjadi kasar sehingga mengganggu kenyamanan pasien
Bentuk dari partikel juga terbukti penting karena manik-manik bulat sering terlepas
dari material mengakibatkan permukaan menjadi aus. Bentuk filler yang tidak
beraturan mempunyai permukaan yang lebih baik dan tersedia untuk bonding dan
dapat dipertahankan di dalam resin.
Penambahan partikel filler dapat memperbaiki sifat resin komposit:
i. Lebih sedikit jumlah resin, pengerutan sewaktu curing dapat dikurangi
ii. Mengurangkan penyerapan cairan dan koefisien ekspansi termal
iii. Memperbaiki sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan dan
resisten terhadap abrasi
c) Coupling agent
Komponen penting yang terdapat pada komposit resin yang banyak dipergunakan
pada saat ini adalah coupling agent. Resin akrilik yang awal digunakan tidak
berfungsi dengan baik karena ikatan antara matriks dan filler adalah tidak kuat.
Melapiskan partikel filler dengan coupling agent contohnya vinyl silane memperkuat
ikatan antara filler dan matriks. Coupling agent memperkuat ikatan antara filler dan
matriks resin dengan cara bereaksi secara khemis dengan keduanya. Ini
membolehkan lebih banyak matriks resin memindahkan tekanan kepada partikel filler
yang lebih kaku. Kegunaan coupling agent tidak hanya untuk memperbaiki sifat
khemis dari komposit tetapi juga meminimalisasi kehilangan awal dari partikel filler
diakibatkan dari penetrasi oleh cairan diantara resin dan filler.
Fungsi bagi coupling agent adalah:
i. Memperbaiki sifat fisik dan mekanis dari resin
ii. Mencegah cairan dari penetrasi kedalam filler-resin
d) Bahan penghambat polimerisasi
Merupakan penghambat bagi terjadinya polimerisasi dini. Monomer
dimethacrylate dapat berpolimerisasi selama penyimpanan maka dibutuhkan bahan
penghambat (inhibitor). Sebagai inhibitor, sering digunakan hydroquinone, tetapi
bahan yang sering digunakan pada saat ini adalah monometyhl ether hydroquinone.
e) Penyerap ultraviolet (UV)
Ini bertujuan meminimalkan perobahan warna karena proses oksidasi.
Camphorquinone dan 9-fluorenone sering dipergunakan sebagai penyerap UV
f) Opacifiers
Tujuan bagi penambahan opacifiers adalah untuk memastikan resin komposit
terlihat di dalam sinar-X. Bahan yang sering dipergunakan adalah titanium dioksida
dan aluminium dioksida.
g) Pigmen warna
Bertujuan agar warna resin komposit menyamai warna gigi geligi asli. Zat warna
yang biasa dipergunakan adalah ferric oxide, cadmium black, mercuric sulfide, dan
lain-lain. Ferric oxide akan memberikan warna coklat-kemerahan. Cadmium black
memberikan warna kehitaman dan mercuric sulfide memberikan warna merah.
2.3 Klasifikasi
Resin komposit dapat diklasifikasikan atas dua bagian yaitu menurut ukuran filler
dan menurut cara aktivasi.
2.3.1 Ukuran filler
Berdasarkan besar filler yang digunakan, resin komposit dapat diklasifikasikan
atas resin komposit tradisional, resin komposit mikrofiler, resin komposit hibrid dan
resin komposit partikel hibrid ukuran kecil.
a) Resin Komposit Tradisional
Resin komposit tradisional juga dikenal sebagai resin konvensional. Komposit ini
terdiri dari partikel filler kaca dengan ukuran rata-rata 10-20µm dan ukuran partikel
terbesar adalah 40µm. Terdapat kekurangan pada komposit ini yaitu permukaan
tambalan tidak bagus, dengan warna yang pudar disebabkan partikel filler menonjol
keluar dari permukaan seperti terlihat pada gambar 2.
b) Resin Komposit Mikrofiler
Resin mikrofiler pertama diperkenalkan pada akhir tahun 1970, yang
mengandung colloidal silica dengan rata-rata ukuran partikel 0.02µm dan antara
ukuran 0.01-0.05µm. Ukuran partikel yang kecil dimaksudkan agar komposit dapat
dipolish hingga menjadi permukaan yang sangat licin. Ukuran partikel filler yang
kecil bermaksud bahan ini dapat menyediakan luas permukaan filler yang besar
dalam kontak dengan resin.
c) Resin Komposit Hibrid
Komposit hibrid mengandung partikel filler berukuran besar dengan rata-rata
berukuran 15-20µm dan juga terdapat sedikit jumlah colloidal silica, dengan ukuran
partikel 0.01-0.05µm seperti terlihat pada gambar 3. Perlu diketahui bahawa semua
komposit pada masa sekarang mengandung sedikit jumlah colloidal silica, tetapi
tidak mempengaruhi sifat-sifat dari komposit itu.
Gambar 3: Struktur komposit hibrid
d) Resin Komposit Partikel Hibrid Ukuran Kecil
Untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil daripada sebelumnya telah
dilakukan perbaikan metode dengan cara grinding kaca. Ini menyebabkan kepada
pengenalan komposit yang mempunyai partikel filler dengan ukuran partikel kurang
dari 1µm, dan biasanya berukuran 0.1-1.0µm seperti terlihat pada gambar 4, yang
biasanya dikombinasi dengan colloidal silica. Partikel filler berukuran kecil
memungkinkan komposit dipolish permukaannya sehingga menjadi lebih rata
dibanding partikel filler berukuran besar. Komposit ini dapat mencapai permukaan
yang lebih rata karena setiap permukaan kasar yang dihasilkan dari partikel filler
adalah lebih kecil dari partikel filler
Cara Aktivasi
Cara aktivasi dari resin komposit dapat dibagi dua yaitu dengan cara aktivasi
secara khemis dan aktivasi mempergunakan cahaya.
Aktivasi secara khemis
Produk yang diaktivasi secara khemis terdiri dari dua pasta, satu yang
mengandung benzoyl peroxide (BP) initiator dan yang satu lagi mengandung
aktivator aromatic amine tertier. Sewaktu aktivasi, rantai --O--O-- putus dan elektron
terbelah diantara kedua molekul oksigen (O) seperti terlihat pada gambar 6. Pasta katalis dan base diletakkan di atas mixing pad dan diaduk dengan menggunakan instrument plastis selama 30 detik. Dengan pengadukan tersebut, amine akan bereaksi dengan BP untuk membentuk radikal bebas dan polimerisasi dimulai. Adonan yang telah siap diaduk kemudian dimasukkan ke dalam kavitas dengan menggunakan instrument plastis atau syringe
Aktivasi mempergunakan cahaya
1, 2Sistem aktivasi menggunakan cahaya pertama kali diformulasikan untuk sinar
ultraviolet (UV) membentuk radikal bebas. Pada masa kini, ko mposit yang
menggunakan curing sinar UV telah digantikan dengan sistem aktivasi sinar tampak biru yang telah diperbaiki kedalaman curing, masa kerja terkontrol, dan berbagai kebaikan lainnya. Disebabkan kebaikan ini, komposit yang menggunakan aktivasi
sinar tampak biru lebih banyak digunakan dibanding material yang diaktivasi secara khemis.
Komposit yang menggunakan aktivasi dari sinar ini terdiri dari pasta tunggal yang
diletakkan dalam syringe tahan cahaya. Pasta ini mengandung photosensitizer,
Camphorquinone (CQ) dengan panjang gelombang diantara 400-500 nm dan amine
yang menginisiasi pembentukan radikal bebas. Bila bahan ini, terkontaminasi sinar
tampak biru (visible blue light, panjang gelombang ~468nm) memproduksi fase eksitasi dari photosensitizer, dimana akan bereaksi dengan amine untuk membentuk radikal bebas sehingga terjadi polimerisasi lanjutan.
Working time bagi komposit tipe ini juga tergantung pada operator. Pasta hanya dikeluarkan dari tube pada saat ingin digunakan karena terkena sinar pada pasta dapat menginisiasi polimerisasi. Pasta diisi kedalam kavitas, disinar dengan sinar biru dan terjadi polimerisasi sehingga bahan resin mengeras.
Camphorquinone (CQ) menyerap sinar tampak biru dan membentuk fase eksitasi dengan melepaskan elektron seperti amine (dimetyhlaminoethyl methacrylate [DMAEMA]).
menerangkan elektron tunggal yang diberikan oleh amine kepada grup >C=O
(ketone) didalam CQ, seperti terlihat pada gambar 7. Setelah diaktivasi, CQ
memisahkan atom hidrogen daripada karbon-α yang bertentangan dengan grup amine
dan hasilnya adalah amine dan radikal bebas CQ. Radikal bebas CQ ini sudah
bersedia untuk diaktivasi.
Finishing dan polishing
Finishing dapat dilakukan 5 menit setelah dicuring. Finishing dilakukan dengan
menggunakan pisau atau diamond stone. Finishing yang terakhir dapat dilakukan
dengan mengunakan karet abrasif atau rubber cup dan disertai pasta pemolis atau disk aluminium oksida.
Lutz dan Philips (1983) mangklasifikasikan resin komposit berdasarkan
ukuran partikel filler dan distribusinya, yaitu :
a. Resin komposit makrofil
Resin komposit makrofil mempunyai ukuran filler 1-5 µm. Resin komposit
tipe ini mempunyai daya tahan yang baik terhadap fraktur, dapat dipolish tetapi
hasilnya tidak begitu baik (semipolishable) dan warnanya lebih stabil. Bahan ini
diindikasikan untuk restorasi kavitas klas IV, untuk gigi posterior dan pembuatan
core.
b. Resin komposit mikrofil
Resin komposit mikrofil mempunyai ukuran filler 0,04 µm. Resin komposit
tipe ini mempunyai daya tahan yang rendah terhadap fraktur, dapat dipolish dengan
sangat baik serta mengkilat dan warnanya stabil. Bahan ini diindikasikan untuk
restorasi kavitas klas III, kavitas klas V, kavitas klas IV yang kecil dan untuk labial
veneers.
c. Resin komposit hybrid
Resin komposit hybrid mempunyai ukuran filler 0,04-5 µm. Resin komposit
tipe ini mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap fraktur, dapat dipolish
dengan baik dan warnanya stabil. Resin komposit hybrid mengandung dua macam
filler yaitu partikel makrofil dengan penambahan partikel mikrofil. Resin komposit
hybrid kurang baik pada pemolesan dibanding dengan resin komposit mikrofil, tetapi
tipe ini lebih tahan terhadap abrasi sehingga dapat digunakan sebagai bahan restorasi
klas IV
Selain itu, dengan berkembangnya nanotekhnologi telah diperkenalkan tipe
resin komposit terbaru yaitu resin komposit nanofiller. Ukuran partikel filler resin ini
yaitu sebesar 20-75 nm. Resin komposit ini mengandung dua jenis partikel filler yaitu
nanomer dan nanocluster. Partikel nanomer mengandung silika dengan ukuran yang
sangat kecil yaitu 25-70 nm dengan penambahan silane dan secara sempurna dapat
berikatan dengan matriks resin, dan partikel nanocluster mengandung SiO2
nanocluster dengan ukuran 0,4-1 µm. Kombinasi partikel filler nanomer dan
nanocluster dapat mengurangi celah interstitial dari partikel filler sehingga dapat
meningkatkan muatan filler, sifat fisik yang lebih baik dan juga dapat dipolish lebih
baik.
Resin komposit juga diklasifikasikan berdasarkan persentase muatan filler
nya, yaitu :
a. Resin komposit flowable
Pada pertengahan tahun 1990, diperkenalkan resin komposit flowable sebagai
bahan tambalan alternatif untuk restorasi kavitas klas V.
Resin komposit ini
memiliki ukuran partikel filler yang berkisar antara 0,04-1 µm dan persentase
komposisi atau muatan filler nya berkurang hingga 44-54 %.
Komposisi filler
inorganik yang rendah dan komposisi resin yang lebih banyak menyebabkan resin
komposit tipe ini memiliki daya alir yang sangat tinggi dan viskositas atau
kekentalannya cukup rendah, sehingga dapat dengan mudah untuk mengisi atau
menutupi celah kavitas yang kecil
Resin komposit flowable memiliki modulus
elastisitas yang rendah menyebabkan bahan ini lebih fleksible, penumpatan bahan
yang lebih mudah, cepat, teliti, mudah beradaptasi, sangat mudah dipolish, radiopak,
dan mengandung fluoride serta pengurangan sensitifitas setelah penumpatan.
Selain
itu, resin komposit flowable dapat membentuk sebuah lapisan elastis yang dapat
mengimbangi tekanan pengerutan polimerisasi.
Indikasi bahan restorasi ini
ditujukan untuk kavitas dengan invasif minimal seperti restorasi klas I dan klas II
dengan tekanan oklusal yang ringan, restorasi kavitas klas V, juga dapat digunakan
sebagai liner
b. Resin komposit packable
Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable atau resin komposit condensable.
Resin komposit packable memiliki ukuran partikel filler
yang berkisar antara 0,7-2 µm dan persentase komposisi atau muatan filler nya
berkisar antara 48-65 % volume.
Komposisi filler yang tinggi dapat menyebabkan
kekentalan atau viskositas bahan menjadi meningkat sehingga sulit untuk mengisi
celah kavitas yang kecil. Tetapi dengan semakin besarnya komposisi filler juga
menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi, memiliki
koefisien ekspansi termal yang hampir sama dengan struktur gigi, dan adanya
perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal. Resin komposit ini juga diharapkan
dapat menunjukkan sifat-sifat fisik dan mekanis yang baik karena memiliki
kandungan filler yang tinggi.
Resin komposit packable diindikasikan untuk
gigi posterior karena daya tahannya terhadap tekanan sehingga dapat mengurangi
masalah kehilangan kontak.
Resin komposit ini diindikasikan untuk restorasi klas I,
klas II dengan luas kavitas yang kecil, dan klas V
Polimerisasi Resin Komposit
Salah satu kelemahan resin komposit yaitu terjadinya pengkerutan selama
polimerisasi, sehingga menimbulkan stress yang terkonsentrasi pada daerah
interfasial.
Stress yang terjadi pada daerah interfasial diakibatkan oleh kompetisi
gaya yang dihasilkan antara stress pengkerutan polimerisasi resin komposit dan gaya
adhesi terhadap substrat gigi.
Pengkerutan polimerisasi merupakan masalah terbesar
pada semua bahan restorasi berbahan dasar resin. Penyusutan yang terjadi bervariasi
antara 1-5 % volume. Pengkerutan polimerisasi berkaitan dengan c-factor yang
merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang
bebas. Semakin tinggi c-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya pengkerutan
polimerisasi. Pada resin komposit aktivasi sinar, pengkerutan terjadi kearah sumber
sinar, sedangkan pada resin komposit aktivasi kimiawi, pengkerutan terjadi ke arah
tengah dari massa resin. Adanya kontraksi polimerisasi menyebabkan terjadinya
kehilangan kontak antara resin komposit dan dinding kavitas sehingga
mengakibatkan terbentuknya celah (gap) pada tepi restorasi.
Selain itu, resin
komposit memiliki koefisien ekspansi termal tiga atau empat kali lebih besar daripada
koefisien ekspansi termal struktur gigi.
Perbedaan koefisien ekspansi termal antara
struktur gigi dan resin komposit ini dapat menyebabkan terjadinya perbedaan
perubahan volume yang mengakibatkan timbulnya kebocoran mikro.
Sistem Adhesif
Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu substansi ke
substansi lainnya. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut adherend.
Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang
menggabungkan dua substansi hingga mengeras, dan mampu memindahkan suatu
kekuatan dari satu permukaan ke permukaan lainnya. Bahan perekat atau bonding
agent adhesive system adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu
benda dapat melekat, dapat bertahan dari pemisahan, dan dapat menyebarluaskan
beban melalui perlekatannya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin komposit pada jaringan
gigi adalah penggunaan teknik etsa asam dan bahan bonding adhesive
Buonocore (1955), memperkenalkan konsep bonding dengan etsa asam yaitu memodifikasi
pembukaan email dengan menggunakan bahan yang bersifat asam.
Proses etsa asam pada permukaan email akan menghasilkan kekasaran
mikroskopik pada permukaan email yang disebut enamel tags atau micropore
sehingga diperoleh ikatan fisik antara resin komposit dan email yang membentuk
retensi mikromekanis.
Keberhasilan usaha tersebut telah mendorong para peneliti
untuk melakukan etsa pada dentin, namun walaupun dentin telah dietsa perlekatan
resin komposit terhadap permukaan dentin lebih sulit dibandingkan dengan
perlekatan terhadap permukaan email. Kesulitan ini disebabkan karena dentin
merupakan jaringan yang lebih kompleks dibandingkan dengan email.
merupakan jaringan yang hampir termineralisasi secara sempurna, sedangkan dentin
merupakan jaringan hidup yang terdiri dari komponen inorganik (45%), komponen
organik (33%), dan air.
Komposisi organik substrat dentin memiliki struktur ultra
tubulus yang lembab dan heterogen. Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kesulitan perlekatan resin komposit pada dentin yaitu variasi tingkat
mineralisasi dan adanya cairan pada tubulus dentin yang menghalangi perlekatan.
Perlekatan pada dentin juga menjadi lebih sulit dengan keberadaan smear layer.
Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat preparasi dentin.
Smear layer menghalangi tubulus dentin dan berperan sebagai barier difusi, sehingga menurunkan permeabilitas dentin
Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengetsaan dentin untuk menyingkirkan smear layer.
Fusayama (1980) mempelopori etsa dentin untuk mendapatkan ikatan secara adhesif antara dentin dan resin komposit dan untuk melarutkan smear layer.
Smear
layer dipindahkan melalui pengetsaan dengan asam phosphor 37 % selama 15 detik
yang menyebabkan terbukanya tubulus dentin. Pengetsaan terhadap intertubular dan
peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding
sehingga terbentuk hybrid layer.
Perkembangan sistem adhesif sampai saat ini sudah mencapai generasi ke-8,
tetapi sistem adhesif yang sering digunakan adalah generasi ke-4, generasi ke-5,
generasi ke-6 dan generasi ke-7.
Sistem adhesif generasi ke-4 menggunakan sistem adhesif total-etch sebagai
karakter utamanya, yaitu sistem adhesif total-etch three-step. Sistem adhesif totaletch menggunakan asam phosphor selama 15-20 detik, asam ini secara bersamaan
menghasilkan efek pada email (pola pengetsaan) dan dentin (menyingkirkan seluruh
smear layer, membuka semua tubulus dentin dan kolagen terekspos), kemudian
diikuti oleh aplikasi primer dan bahan adhesif
Sistem adhesif generasi ke-5 dikembangkan untuk menyederhanakan langkah
prosedur klinis sistem adhesif.
Generasi ke-5 juga menggunakan sistem adhesive
total-etch sebagai karakter utamanya, yaitu sistem adhesif total-etch two-step. Sistem
adhesif ini disebut juga dengan one-bottle adhesive system karena merupakan
kombinasi dari primer dan resin adhesif dalam satu botol yang diaplikasikan setelah
pengetsaan email dan dentin secara simultan dengan asam phosphor 35-37 % selama 15-20 detik.
Sistem adhesif generasi ke-6 menggunakan sistem adhesif self-etch sebagai karakter utamanya, yaitu sistem adhesif self-etch two-step. Sistem adhesif ini merupakan kombinasi antara etsa dan primer dalam satu botol diikuti dengan resin adhesif. Kombinasi ini dapat mengurangi waktu kerja, mengurangi sensitivitas dan untuk mencegah kolapsnya kolagen.
Sistem adhesif generasi ke-7 juga menggunakan sistem adhesif self-etch
sebagai karakter utamanya, yaitu sistem adhesif self-etch one-step. Sistem adhesif ini
disebut juga dengan all-in-one adhesive system. Pada sistem adhesif ini bahan etsa,
primer, dan adhesif terdapat dalam satu kemasan sehingga hanya terdiri dari satu
tahap aplikasi.
Generasi tersebut masing-masing mengandung 3 unsur utama yaitu
1. Bahan etsa
Bahan etsa asam menyebabkan permukaan gigi yang dietsa dengan bahan
yang bersifat asam menjadi kasar atau tidak rata. Bahan etsa dapat meningkatkan
kekasaran mikroskopik melalui dekalsifikasi permukaan enamel dengan pembuangan
kristal mineral prismatik dan interprismatik. Selain itu, bahan etsa juga dapat
meningkatkan energi bebas permukaan enamel untuk menghasilkan infiltrasi
monomer resin yang cukup sebagai retensi restorasi resin komposit, dekalsifikasi
permukaan dentin dengan melarutkan kristal hidroksiapatit pada peritubular dan
intertubular dentin sehingga serabut tubulus dentin terbuka dan kolagen pada
intertubular dentin terekspose untuk inflitrasi monomer (pada sistem adehsif totaletch) atau memodifikasi smear layer (pada sistem adhesif self-etch). Bahan etsa juga
disebut sebagai bahan kondisioner karena fungsinya untuk mengkondisikan atau
memodifikasi struktur permukaan gigi agar dapat menerima bahan adhesif sehingga
dapat membentuk ikatan yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam
phosphor adalah bahan yang paling baik sebagai bahan etsa.
2. Bahan Primer
Primer merupakan suatu monomer dengan viskositas rendah yang bersifat
hidrophilik, sehingga menyebabkan bahan ini mudah beradaptasi dengan permukaan
dentin yang juga bersifat hidrofilik. Proses priming menghasilkan suatu ikatan
kimiawi, yaitu interaksi intermolekuler antara gugus karboksil atau gugus fosfat dari
monomer bahan primer dengan kolagen (pada total-etch adhesive system) atau
dengan kristal hidroksiapatit yang melapisi kolagen (pada self-etch adhesive system).
Bahan adhesif biasanya tersedia dalam bentuk larutan dengan 60-80 % pelarut.
Contoh : BPDM / HEMA, HPDM / NTG-GMA, 4 META / MMA, glutaraldehyde.
3. Bahan Bonding (resin adhesif)
Bahan resin adhesif umumnya bersifat hidrophobik dan kompatibel dengan primer dan resin komposit.
Perlekatan resin adhesif yang terpolimerisasi dengan
fibril kolagen (pada sistem total-etch) dan sisa kristal hidroksiapatit (pada sistem selfetch) menghasilkan struktur interfasial, yang dinamakan ”hybrid layer”.
Bahan ini dapat berupa resin konvensional, contohnya Bis-GMA/TEGMA, yang kompatibel
dengan primer dan resin komposit.
Sedangkan berdasarkan jumlah tahap-tahap dalam aplikasinya sistem adhesif dapat dibagi atas empat kategori yaitu :
1. Total-etch adhesive system
Memerlukan pencucian pada permukaan yang dietsa,antara lain :
a. Three-step total-etch adhesive
Terdiri dari tiga tahap aplikasi yaitu tahap etching/conditioning, dilanjutkan
dengan tahap priming, dan terakhir tahap bonding yaitu aplikasi dengan resin adhesif.
Bahan primer dan adhesif berada dalam keadaan terpisah (two-bottle component).
Bahan ini merupakan sistem adhesif generasi ke-4. Pengetsaan enamel dan dentin
secara bersamaan menggunakan asam phosphor 40 % selama 15 sampai 20 detik.
Untuk mencegah kolaps, permukaan harus dibuat lembab. Namun, pelembaban
dentin sulit dilakukan dengan benar karena menyebabkan perlekatan yang terbentuk
lebih rendah dari perlekatan ideal jika dentin terlalu basah atau terlalu kering.
b. Two-step total-etch adhesive
Bahan primer dan adhesif digabung dalam satu kemasan (single-bottle
component atau one-bottle system), sehingga terdiri dari dua tahap aplikasi yaitu
tahap etching dan rinsing yang menggunakan bahan gabungan primer dan resin adhesif.
Bahan ini merupakan sistem adhesif generasi ke-5. Pengetsaan enamel dan
dentin secara bersamaan dengan asam phosphor 35 % sampai 37 % selama 15 sampai
20 detik
2. Self-etch adhesive system
Tidak memerlukan tahap pencucian pada permukaan yang dietsa.
Bahan etsa
dan primer digabung menjadi satu (konsep self-etch primer), antara lain :
a. Two-step self-etch adhesive
Terdiri dari dua tahap aplikasi yaitu tahap aplikasi self-etch primer, kemudian
dilanjutkan dengan tahap aplikasi resin adhesif.
Bahan ini merupakan sistem adhesif
generasi ke-6. Pengetsaan enamel dan dentin secara bersamaan menggunakan
larutan aqueous berisi phenyl-P 20% di dalam HEMA 30%. Keuntungannya adalah
resiko kolapsnya kolagen dapat dieliminasi. Kerugiannya adalah larutan harus
diperbaharui secara terus menerus karena formulasi liquidnya tidak dapat
dikendalikan di tempatnya. Keefektifan pengetsaan enamel dengan tepat, kurang
dapat diramalkan dibandingkan dengan larutan asam phosphor, karena asam yang
digunakan lebih lemah.
b. One-step self-etch adhesive (all in one)
Semua unsur bahan bonding dikombinasikan dalam satu kemasan, sehingga
hanya terdiri dari satu tahap aplikasi.
Bahan ini merupakan sistem adhesif generasi
ke-7.
One-step self-etch adhesive adalah alternatif sistem adhesif yang
menguntungkan untuk restorasi karena dapat digunakan dengan mudah. Tujuan
aplikasi one-step self-etch adhesive adalah untuk memudahkan prosedur restorasi
dengan mengurangi langkah-langkah yang dibutuhkan dalam prosedur bonding.
Smear layer tidak disingkirkan, sehingga potensi sensitivitas post-operative (pada sistem total-etch) akibat infiltrasi resin yang tidak sempurna ke dalam tubulus dentin
dapat dikurangi. Selain itu, air adalah komponen yang esensial dalam sistem ini
dalam mengadakan ionisasi monomer asam untuk demineralisasi jaringan keras gigi,
jadi sensitivitas teknik dalam tahap hidrasi matriks kolagen yang terdemineralisasi
(pada sistem adhesif total-etch) dapat dieliminasi. Pemisahan tahap etching dan
rinsing juga dieliminasi. Maka dari itu, all-in-one adhesive tidak hanya
mempermudah proses perlekatan dengan mengeliminasi langkah, tetapi juga
mengeliminasi beberapa sensitivitas teknik pada sistem total-etch.
top related