meningitis bakterial.docx
Post on 22-Oct-2015
72 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi-infeksi system saraf pusat dapat dibagi kedalam dua kategori yang
luas, yaitu primer dan sekunder. Primer yang meliputi meningen (meningitis) dan
yang menyerang parenkim (encephalitis). Meningen adalah membran yang menutupi
otak dan medula spinalis. Membran terdiri dari tiga lapisan: dura (lapisan luar yang
kuat), arachnoid (lapisan tengah yang menyerupai jaring) dan ruang subarachnoid
(lapisan lembut, lapisan dalam fibrous yang mengandung pembuluh darah yang
memberi makan otak dan medula spinalis).1,4
Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan agent etiologi spesifik. Meningitis
bakterial masih merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas diseluruh
duinia. Angka serangan di Amerika Serikat pertahun dilaporkan 0.6-4 kasus per
100,000 populasi. Sebelumnya, 3 kasus yang paling pathogen dengan kasus mencapai
80 %, yaitu H influenzae type B (HIB), N meningitidis, dan S pneumoniae. Lebih
dari dua decade lalu, epidemologi telah mengalami perubahan secara substansial oleh
karena berbagai perkembangan. Menurut data dari berbagai sumber, angka penderita
meningoenscephalitis di Indonesia mencapai 18-40 % dengan angka kecacatan 40-50
%. Meningitis bacterial masih merupakan penyebab signifikan morbiditas dan
mortalitas di seluruh dunia.1,4,6
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Meningitis bakterial adalah suatu peradangan selaput otak yang disebabkan
oleh bakteri pathogen. Secara klinik, kondisi medis ini memunculkan manifestasi
gejala-gejala meningeal seperti, sakit kepala, nuchal rigidity, photophobia dan
peningkatan leukosit dalam cairan serebrospinal (pleositosis). Tergantung pada durasi
gejala-gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Meningitis
akut menunjukkan evolusi dari gejala-gejala antara beberapa jam sampai hari,
sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi dalam minggu sampai bulan.
Durasi gejala-gejala dari meningitis kronik dikarakteristik sekurangnya 4 minggu.
Terdapat sejumlah penyebab infeksi dan non infeksi dari meningitis. Contoh yang
paling sering adalah penggunaan obat-obatan, misalnya obat antiinflamasi non
streroid, antibiotik; dan carsinomatosis.1,2,4
Meningitis dapat juga diklasifikasikan sesuai dengan etiologinya. Meningitis
bakterial akut menunjukkan penyebab bakteri syndrome ini. Meningitis bakterial
dikarakteristik oleh onset akut gejala-gejala meningeal dan neutrophilic pleocytosis.
Syndroma dinamai tergantung pada penyebab bakterial spesifik, misalnya,
Streptococcus pneumoniae meningitis, meningococcal meningitis, atau Haemophilus
influenzae meningitis. Penyebab fungi dan parasit dari meningitis juga diberi nama
2
sesuai dengan agent penyebabnya, seperti cryptococcal meningitis, Histoplasma
meningitis, dan amebic meningoencephalitis.1,4
Meningitis bacterial pada anak-anak masih sering dijumpai, meskipun sudah
ada kemoterapopeutik, secara in vitro mampu membunuh mikroorganisme-
mikroorganisme penyebab infeksi tersebut. WHO (2003) membagi anak-anak antara
usia 0-14 tahun karena di usia inilah risiko cenderung menjadi besar. Ini akibat
infeksi dengan Haemophilus influenza maupun pneumococcus, karena anak-anak
biasanya tidak kebal terhadap bakteri.1,4
2.2 Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak5
Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum
tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan
cairan sekresi (cairan serebrospinal), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri
dari tiga lapisan :
1. Duramater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal
dari jaringan ikat tebal dan kuat. Duramater pada tempat tertentu memiliki
rongga yang mengalirkan dara vena dari otak.
2. Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan
duramater dengan piamater membentuk sebuah kantong atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.
3. Piamater (lapisan dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat pada
permukaan jaringan otak. Ruang diantara arakhnoid dan piamater disebut
3
subarachnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini
mengalir cairan serebrospinal dari otak ke sumsum tulang belakang.
2.3 Etiologi
2.3.1 Meningitis bakterial akut
Penggunaan vaksin HIB yang luas secara dramatikal merubah epidemiology
bakterial meningitis dalam dekade terakhir (tabel 1). Meningitis yang paling sering
kena pada seluruh kelompok umur, H influenzae meningitis secara dramatikal
mengalami penurunan dari 48% sampai 7% dari seluruh kasus. Angka N meningitidis
masih konstan pada 14-25%, dan organisme pada beberapa kasus terjadi antara umur
2-18 tahun. S pneumoniae menjadi penyebab paling sering pada seluruh kelompok
umur (tabel 1).1,2,6
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis akut
Resiko dan/atau faktor predisposisi Bateri pathogen
Umur 0-4 minggu S agalactiae (group B streptococci)E coli K1L monocytogenes
Umur 4-12 minggu S agalactiae E coli H influenzae S pneumoniae N meningitidis
Umur 3 bulan sampai 18 tahun N meningitidis S pneumoniae H influenzae
Umur 18-50 tahun S pneumoniae
4
N meningitidis H influenzae
Umur > 50 tahun S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli
Immunocompromised state S pneumoniae N meningitidis L monocytogenes Aerobic gram-negative bacilli
Intrakranial manipulation, including neurosurgery
Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococciAerobic gram-negative bacilli, includingPseudomonas aeruginosa
Basilar skull fracture S pneumoniae H influenzae Group A streptococci
CSF shunts Coagulase-negative staphylococciS aureus Aerobic gram-negative bacilliPropionibacterium acnes
2.3.2 meningitis kronik
Meningitis kronis adalah kumpulan gejala dan tanda iritasi meningeal yang
menetap untuk lebih dari 4 minggu. Agent-agent yang bertanggung jawab terhadap
meningitis kronis pada tabel 2.1,4
Tabel 2. Bakteri Penyebab meningitis kronis.
Category Agent
Bakteri M tuberculosis B burgdorferi T pallidum Brucella species
5
Francisella tularensis Nocardia speciesActinomyces species
2.4 Patofiologi
Ada jalur utama dimana agent infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat
mencapai system saraf pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya,
agent infeksi berkolonisasi atau membentuk suatu fokal infeksi pada tuan rumah.
Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi pada kulit, infeksi telinga, gigi, nasopharynx,
traktus respiratorius, traktus gastrointestinal atau traktus urinarius. Kebanyakan
pathogen meningeal ditransmisikan melewati rute respiratorik.1,6
Dari area kolonisasi ini, organisme menembus submucosa melawan
pertahanan tuan rumah (misalnya, barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan
mencapai akses ke system saraf pusat melalui (1) invasi kedalam sirkulasi darah
(bakteremia, viremia, fungemia, dan parasitemia) dan selanjutnya secara
hematogenous dilepaskan ke system saraf pusat, dimana ini merupakan mode yang
penyebaran yang paling sering untuk kebanyakan agent (misalnya, meningokokkus,
cryptococcal, syphilitic, dan pneumococcal meningitis); (2) kerusakan neuronal
(misalnya, nervus olfactory dan peripheral) dengan agent penyebab misalnya,
Naegleria fowleri, Gnathostoma spinigerum; atau (3) kontak langsung (misalnya,
sinusitis, otitis media, congenital malformations, trauma, inokulasi langsung selama
manipulasi intrakranial).1 Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent
6
infeksi ini akan dapat bertahan hidup oleh karena pertahanan tuan rumah (misalnya,
immunoglobulin, neutrophil, komponen komplement) terbatas dalam kompartemen
tubuh ini. Adanya agent dan replikasi yang dilakukan tidak terkontrol dan mendorong
terjadinya suatu cascade inflamasi meningeal.1,4,6
Kunci patofisiologi dari meningitis termasuk peran penting dari sitokin
(misalnya, tumor necrosis factor-alpha [TNF-alpha], interleukin [IL]–1), chemokines
(IL-8), dan molekul proinflamasi lain dalam pathogenesis pleocytosis dan kerus akan
neuronal selama bakterial meningitis. Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1, IL-6,
dan IL-8 dalam cairan serebrospinal adalah temuan khas pasien meningitis
bacterial.1,4
Port de entry: kebanyakan masuk melewati rute respiratorik sehingga
menyebabkan infeksi pada traktus respiratorik. Rute gastrointestinal atau traktus
urinarius juga menjadi rute infeksi. Selanjutnya terjadi fokal infeksi. Dari fokal
infeksi akan menembus submukosa dan mencapai susunan saraf pusat melalui: invasi
kedalam sirkulasi darah, dari saraf yang rusak misalnya nervus olfactorius dan
perifer. Port de entry yang lain adalah kontak langsung dari fokal infeksi sinusitis,
otitis media, atau dari malformasi congenital, trauma, inokulasi langsung saat operasi
kepala.1,4
2.5 Diagnosis Meningitis
2.5.1 Gejala dan tanda1,2,6
7
1. Gejala
Presentasi klasik dari meningitis termasuk demam, sakit
kepala, kekakuan pada leher, photophobia, nausea, vomiting,
dan tanda-tanda disfungsi serebral (mis, lethargy, confusion,
coma).
Terdapat triad: demam, kekakuan pada leher, dan perubahan
status mental ditemukan pada 2/3 pasien. Akan tetapi nilai
prediktif negatif gejala-gejala ini tinggi (misalnya, jika demam,
kekakuan leher, atau perubahan status mental tidak ada, akan
mengeliminasi diagnosis meningitis pada 99-100% kasus).
Presentasi klasik dari meningitis akut adalah onset gejala yang
terjadi antara jam sampai beberapa hari, dibandingkan dengan
meningitis kronis sampai minggu.
Presentasi yang tidak khas dapat diobservasi pada kelompok
tertentu :
o Orang tua, khususnya bagi mereka dengan adanya
komorbiditas (mis, diabetes, renal dan liver disease),
bisa muncul lethargi tanpa gejala meningeal.
o Pasien-pasien dengan neutropenia dapat muncul dengan
gejala iritasi meningeal tersembunyi.
8
o Host dengan immunocompromised, termasuk resipien
transplant organ dan jaringan serta pasien dengan HIV
dan AIDS, dapat menunjukkan presentasi yang tidak
khas.
2. Tanda
Tanda-tanda disfungsi serebral sering terjadi misalnya,
confusion, irritability, delirium, dan koma. Ini biasanya
bersamaan dengan demam dan photophobia.
Tanda-tanda iritasi meningeal ditemukan hanya pada kira-kira
50% pasien meningitis bakterial, dan bila hal ini tidak ada
tidak menyingkirkan meningitis.
Palsy saraf cranial dapat ditemukan, terjadi akibat peningkatan
tekanan intrakranial atau adanya eksudat yang membungkus
nerve roots.
Tanda neurologik fokal dapat terbentuk akibat iskemia yang
berasal dari inflamasi vascular dan thrombosis.
Kejang dapat terjadi pada kira-kira 30% pasien.
Papilledema dan tanda-tanda peningkatan intrakranial lain
dapat muncul.
2.5.2 Pemeriksaan Rangsangan Meningeal3
1. Pemeriksaan kaku kuduk
9
Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala
pasien yang sedang baring. Kepala ditekuk (fleksi), usahakan
agar dagu menyentuh dada.
Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu
tidak dapat mencapai dada.
Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot
kuduk, abses retrofaringeal, arthritis di servikal.
2. Tes Lasegue
Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi)
kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus.
Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus (tidak bergerak).
Tes Lasegue
Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada
sudut < 70° (dewasa) dan < 60° (lansia).
Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi
pleksus lumbosakral (ex.HNP lumbosakralis).
3. Tanda Kernig/Kernig Sign
10
Caranya: Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan
sampai membuat sudut 90°. Lalu tungkai bawah diekstensikan
pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai
membentuk sudut 135°.
tes kernig
Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan
dan rasa nyeri sebelum mencaai sudut 135°.
Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti
yang terdapat pada tanda lasegue (+).
4. Brudzinski (I, II, III, IV)
Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)
Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang
baring. Kita tekuk kepala (fleksi) sampai dagu mencapai dada.
Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan.
11
Tes Brudzinski I
Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada
kedua tungkai.
Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)
Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di
fleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai yang
satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
Tes Brudzinski II
Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+) bila tungkai yang satunya
ikut pula terfleksi.
Brudzinski III
Caranya: Tekan os zigomaticum.
Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi
involunter ekstremitas superior (lengan tangan fleksi).
Brudzinski IV
12
Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP).
Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi
involunter ekstremitas inferior (kaki).
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang2
Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah, biakan
darah.
Lumbal pungsi (LP) : jumlah sel 100-10.000/mm3, dengan
hitungan jenis predominan sel polimorfonuklear, protein 200-
500 mg/dl, glukosa < 40 mg/dl, pewarnaan gram, biakan dan
uji resistensi, identifikasi antigen (aglutinasi lateks).
Pada kasus berat, LP harus ditunda (penundaan 2-3 hari tidak
mengubah nilai diagnostik kecuali untuk identifikasi kuman,
itupun jika antibiotiknya sensitif).
Pemeriksaan CT atau MRI kepala (pada kasus berat).
Pemeriksaan elektroensefalografi bila ada indikasi.
2.6 Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi
meningitis antara lain :
Thrombosis vena serebral yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
Efusi dan abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan
subdural karena adanya infeksi oleh kuman.
13
Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan
abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
Ensefalitis, yaitu radang otak.
Abses otak.
Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan
kematian pada jaringan otak.
Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya
retardasi mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan
kecerdasan anak terganggu.
2.7 Penanganan
a. Penanganan prehospital1,4
Evaluasi dan penanganan pasien shock atau hipotensi dengan infuse
kristaloid sampai terjadi euvolemik.
Penanganan kejang sesuai protocol.
Proteksi jalan nafas pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
Untuk pasien sadar dengan kondisi stabil dengan tanda vital normal,
berikan oksigen, akses intravena dan kirim cepat ke bagian emergensi.
14
b. Penanganan gawat darurat1,4
Meningitis akut: sesuai keadaan pasien, pemeriksaan cairan
serebrospinal dalam mengindentifikasi meningitis akut untuk
identifikasi organisme spesifik dan kerentanan.
Meningitis sub akut: pada pasien ini, pemeriksaan cairan cerebrospinal
merupakan langkah penting untuk mendokumentasikan ada atau
tidaknya infeksi saraf pusat dan tipe organisme penyebab infeksi.
Pemberian antibiotika untuk memperlambat replikasi infeksi.
Kondisi pasien dan perawatan bagian darurat selanjutnya dengan
observasi 8-12 jam, kemudian periksa ulang cairan cerebrospinal
(segera dilakukan bila kondisi pasien memburuk). Jika terjadi
perubahan granulositosis awal terhadap mononuclear predominance,
glukosa cairan cerebrospinal, dan pasien terlihat baik, infeksi pasien
mungkin nonbakterial.
Pada pasien akut, lakukan lumbal punksi dan berikan dosis pertama
antibiotik dengan atau tanpa steroid antara 30 menit.
Lakukan CT scan bila terjadi defisit neurologis.
Penanganan komplikasi sistemik meningitis bacterial akut: hipotensi
dan/atau shock, hipoksemia, hiponatremia, aritmia jantung dan iskemia,
cardiovaskuler disease (CVD), dan eksaserbasi penyakit kronik.
c. Terapi empirik antibiotik2
15
1-3 bulan : ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV dan
sefotaksim 200mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV atau seftriakson
100mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV.
> 3 bulan : sefotaksim 200 mg/kgBB/hari setiap 6-8 jam IV atau
seftriakson 100 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau ampisilin
200mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV plus kloramfenikol 100
mg/kgBB/hari setiap 6 jam.
d. Deksametason2
Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis untuk 2 hari pertama
(rekomendasi American Academy of Pediatrics). Dosis awal diberikan
sebelum atau pada saat pemberian antibiotik.
e. Bedah2
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali bila ada
komplikasi seperti empiema subdural, abses otak, atau hidrosefalus.
2.8 Prognosis
Prognosis buruk pada pasien dengan umur ekstrim (yaitu <2 tahun atau >60
tahun) dan mereka dengan komorbiditas signifikan dan imunodefisiensi.1,4
2.9 Edukasi
16
Pola hidup sehat
Pemberian vaksinasi pada bayi.
Hindari kontak langsung dengan pasien meningitis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Medical Journal. Meningitis Bacterial. Updated : 30 juni 2011. Avaible at
http//newsmedicalupdate.blogspot.com/2011/06/meningitis-bakterial.
2. Meningis Bakterial pada Anak. Dalam : Standar Pelayanan Medik. Makassar.
2013. P. 113-5.
17
3. Public Health. Pemeriksaan Klinis Neurologi 1. Updated : 23 April 2012. Avable
at http// Public Health Pemeriksaan Klinis Neurologi 1.htm.
4. Razonable RR. Meningitis. Mayo Clinic College of Medicine. Updated: Aug 26,
2009. Available at http://emedicine.medscape.com/article/232915.
5. Tahirkz Ahmad. Anatomi Selaput Otak. Updated : 21 November 2013. Avable at
http://katumbu.blogspot.com/2012/09/lapisan-otak-meningen.html.
6. Tolan RW. Amebic meningoencephalitis. Saint Peter’s University hospital.update
Jan 21, 2009. Available at. http://emedicine.medscape.com/article/996227.
18
top related