materi peb dll
Post on 21-Jan-2016
96 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Preeklampsia
Preeklamsia adalah suatu sindroma klinum dalam kehamilan viable
(usia kehamilan >20 minggu dan atau berat janin 500gr) . (Achadiat chrisdiono,2004)
Preeklampsia merupakan sindrom spesifikkehamilan berupa berkurang
nya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al , 2003,).
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling
banyak terlihat pada
umur kehamilan37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada perten
gahan kehamilan.
Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampa
i preeklampsia yang berat (George, 2007)
Faktor risiko tersebut meliputi; (sarwono, 2010)
Primigravida, primipaternitas
Hiperplasentosis, misalnya : molahidatidosa, kehamilan multiple,
diabetes militus, hidrops fetalis, bayi besar
Umur yang ekstrim
Riwayat keluarga yang pernah preeklamsia / eklamsia
Penyakit - penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada
sebelum hamil
Obesitas
Patofisiologi Preeklampsia
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Teori – teori yang sekarang banyak dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dank eras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relative
mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan
terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta. Dampak iskemia plasenta
akan menimbulkan perubahan – perubahann yang dapat
menjelaskan patogenitas hipertensi dalam kehamilan.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan difungsi endotel.
Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas. Plasenta
yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan/radikal bebas ( radikal hidroksil ). Oksidan ini sangat toksis,
khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Sel
endotel pembuluh darah mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh. Oksidan ini akan mengubah asam lemak tak jenuh yang ada
di sel endotel menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak ini
nantinya akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus
dan protein sel endotel.
3. Teori intoleransi imunologi antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya
“hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting
dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi trofoblas
kedalam desiua ibu. Jadi HLA-G merupakan prekondisi untuk
terjadinya invasi trovoblas kedalam jaringan desidua ibu, disamping
untuk menghadapi sel natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. berkurangnya HLA-G
di desidua plasenta, menghambat invasi trofoblas kedalam desidua.
HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan
terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi immune-
maladaptation pada preeklamsia.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang
sehingga pembuluhdarah menjdi sangat peka terhadap bahan
vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan – bahan vasopresor pada hipertensi
dalam kehamilan yang sudah terjadi pada trismester I.
5. Teori genetic
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin.
6. Teori defisiensi zat gizi
Beberapa hasil penelitian menujukan bahwa kekurangan defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
7. Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi.
Perubahan anatomi patologik
Perubahan pada organ-organ :
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preekl
ampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung
yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh
larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai
ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).
2) Metabolisme air dan elektrolit.
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak di
ketahui penyebabnya . Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklampsia dan eklamsia dari pada pada wanita hamil
biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak
dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan.
Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penye
rapankembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak
menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,
natrium, dan klorida dalamserum biasanya dalam batas normal
3) Mata.
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-
okuler dan merupakan salah satu indikasiuntuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang
mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia.
Hal inidisebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat
penglihatan dikorteks serebriatau didalam retina .
4) Otak .
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteksserebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan
perdarahan
5) Uterus.
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehinggaterjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadaprangsangan,
sehingga terjadi partus prematur.
6) Paru-paru.
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan
oleh edema paru yangmenimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atauabses paru
7) Placenta.
Pada preeklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan
akibat menurunnya aliran darah ke placenta. Perubahan placenta normal
sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipis nya sinsitium, menebalnya
dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis, dan konversi mesoderm
menjadi jaringan fibrotik, dipercepat prosesnya pada preeklampsia dan
hipertensi. Pada preeklamsia yang jelas adalah atrofi sinsitium, sedangkan
pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pebuluh darah
dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan. Akibat
atreosis akut disertai necrotizing arteriopathy.
Gambaran Klinis Preeklampsia berat
Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau
muntah-muntah. Gejala-gejala
lainsering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan pe
tunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat
lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan
tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada preklamsia berat
meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa
organ. Selain itu juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru,
perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan
otak
Criteria preekalamsia berat : (Cunningham, ed 23).
Tekanan darah sistol ≥ 160mmHg dan diastole ≥ 110mmHg
Proteinuria 2,0g/24 jam atau ≥2+ dipstick
Serum kreatinin ≥1,2mg/dl
Trombosit <100.000 /ml
Hemolisis mikroangiopati – peningkatan LDH
Peningkatan serum transaminase
Pusing, gangguan visus dan cerebral
Nyeri epigastrium
Diagnosis Preeklampsia berat
Preeklamsia digolongkan preeklamsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut : (sarwono, 2010)
Tekanan darah sistol ≥ 160mmHg dan diastole ≥ 110mmHg
Proteinuria ≥ 5g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
Oliguria, yaitu produksi urin < 500cc/24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan cerebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur
Nyeri epigastrium
Edema paru dan sianosis
Hemolisis dan mikroangiopatik
Trombositopenia berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat
Gangguan fungsi hepar : peningkatan kadar alanin dan aspartat aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
Sindrom HELLP
Pemeriksaan penunjang (achadiat chrisdiono, 2004)
Preeklamsia ringan dan sedang : CBC, golongan darah, urin rutin.
Preeklamsia berat :
- CBC, CT, BT, Gol.darah, Urin rutin
- Fungsi hati: protein total, albumin, globulin, bilirubin, SGOT SGPT
- Fungsi Ginjal : Kreatinin, ureum, as.urat
Penanganan umum
a) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai
tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg
b) Pasang infus RL
c) Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
d) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e) Jika jumlah urin < 30 ml perjam:
•Infus cairan dipertahankan
•Pantau kemungkinan edema paru
f) jangan tinggalkan pasien sendirian.
Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
g) Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
h) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru.Krepitasi merupakan
tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairandan
berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena
i) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulapati
Manajemen perawatan preeklamsia berat adalah : (sarwono, 2010)
- Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat – obat atau terapi medisinalis
- Sikap terhadap kehamilannya
Sikap terhadap penyakit
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring miring kesatu sisi ( kiri)
Pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Monitoring input cairan (melalui oral maupun
infuse) dan output cairan (melalui urin ) menjadi sangat penting.
Cairan yang dapat diberikan adalah:
o 5% ringer- dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : <125cc/jam
o Infuse dekstrose 5% yang tiap 1000ml diselingi dengan infuse ringer laktat (60-
125cc/jam ) 500cc
o Pasang foley catheter untuk mengukur urin. Oliguria terjadi bila produksi urin <
30cc/jam dalam 2 – 3 jam atau <500cc/ 24 jam.
o Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pemberian Antikonvulsan(Cunningham, ed 23).
Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang
diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa
menimbulkan depresi
susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberika
n secara intravena melalui infus kontinyu atau intramuskular dengan injeksi
intermiten.
Infus intravena kontinu;
a. Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml
cairan dan diberikan dalam 15-20 menit
b) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan
intravena. Beberapa merekomendasi 1 g/jam.
c) Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan
kecepatan infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7
mEg/l (4,8-8,4 mg/l)d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
Injeksi intamuskular intermiten:
a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intavena dengan
kecepatan tidak melebihi 1 g/manit
b) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebagian (5%)
disuntikan
dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % d
apat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit,
berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara
intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit. Apabila wanita
tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4gram
perlahan.
c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang
disuntikan dalam-dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian
kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:
• Reflek patela (+)
• Tidak terdapat depresi pernapasan
• Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
e) Siapkan antidotum jika terjadi henti napas
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah jantung
kongestif atau anasarka. Deuretikum yang dipakai adalah furosemid.
Pemberian antihipertensi(sarwono, 2010)
Jenis obat antihipertensi yang dipakai di Indonesia adalah :
Nefedipin
Dosis awal : 10 – 20 mg, diulang 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg/ 24jam.
Nefedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat,
sehingga hanya boleh diberikan peroral.
Obat pilihan lain adalah : hidralazin yang diberiakan 5mg IV pelan – pelan selama 5menit
sampai tekanan darah turun.
Sikap terhadap kehamilan
Berdasarkan wiliams obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala – gejala
preeklamsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi :
1. Aktif ( aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
- Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini :
Ibu
Umur kehamilan >37 minggu untuk preeklamsia ringan, ≥37minggu untuk
preklamsia berat.
Adanya tanda – tanda impending eclamsia
Kegagalan terapi pada perawatan konserfatif, yaitu keadaan klinik dan laboratorik
memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
Adanya tanda – tanda fetal distress
Adanya tanda – tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadi oligohidramnion
Laboratorik
Adanya tanda – tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan keadaan
obstetric pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
2. Perawatam konservatif
Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan preterm ≤37 minggu tanpa disertai
tanda – tanda impending eclamsia dengan keadaan janin baik.
MgSO4 tidak diberikan i.v., cukup i.m. saja. Selama perawatan konservatif, sikap
terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda –
tanda preeklamsia ringan
3. Penyulit bu
- System saraf pusat : perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral,
hipertensi ensefalopati, edema cerebri, edema retina, makulat atau retina
detachment dan kebutaan
- Gastrointestinal-hepatik : subkapsular hematoma hepar, rupture kapsul hepar
- Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
- Hematologi:DIC,trompositopenia dan hematoma luka operasi
- Cardiopulmonal:edema paru cardiogenik atau non cardiogenik, depresi
pernapasan, cardiac arrest, ischemic miokardium
- Lain-lain:asites, edema laring, hipertensi yg tidak terkendalikan.
4. Penyulit janin
Intra uterine fetal growth restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress
napas, kematian janin intrauterine, kematian neonatal perdarahan intraventrikular,
nevrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.
Pemeriksaan pelvic
Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk meentukan apakah bayi
dapat dilahirkan pervaginam.Prognosis untuk suksesnya persalinan pervaginam tentu tidak dapat
dipastikan berdasarkan pelvimetri roentgenologis saja, karena kapasitas panggul merupakan
salah satu factor yang menentukan hasil akhir. Terdapat sekurangnya lima factor yang dihadapi :
(1) ukuran dan bentuk panggul tulang,
(2) Ukuran kepala janin,
(3) Kekuatan kontraksi uterus,
(4) kekuatan moulage kepala janin,
(5) presentasi dan posisi janin
Hanya factor yang pertama yang dapat dipertanggung jawabkan dengan pengukuran
radiografik yang agak teliti. Dikenal dua macam pelvimetri yaitu pelvimetri klinis dan radiologis.
Pelvimetri klinis mempunyai arti penting untuk menilai secara kasar pintu atas panggul,panggul
tengah dan memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri
roentgenologis akan diberikan gambaran yang jelas tentang bentuk panggul, ketepatan tambahan
dalam pengukuran pelvis , serta dapat dilakukan pengukuran diameter penting yang sulit
diperoleh secara tepat dengan cara pengukuran manual yaitu diameter tranversa pintu atas dan
tengah panggul.
Pelvimetri Roentgenologis mempunyai keuntungan keuntungan dibandingkan pengukuran secara
manual:
1. Pemeriksaan ini memberikan ketelitian sampai ke tingkat pengukuran yang tidak dapat
dilakukan secara klinis. Arti klinis ketelitian ini menjadi jelas kalau hasil pengukuran
konjugata diagonalis dianggap pendek. Kalau conjugate diagonalis lebih dari 11,5 cm,
dimensi anteroposterior PAP sangat jarang sempit. Tetapi bila conjugate diagonalis kurang
dari 11,5 ukuran ini tidak selalu merupakan indek yang dapat diandalkan sebagai konjugata
obstetrk, karena perbedaan antara kedua diameter ini, biasanya sekitar 1,5 cmdapat berkisar
dari kurang dari 1 atau lebih dari 2 cm.
2. pemeriksaan ini dapat memberikan ukuran yang tepat. Dua diameter penting yang tidak
mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter tranversal PAP dan diameter
interspinarum (diameter tranversa panggul tengah)
Ukuran ukuran pintu atas panggul:
1. Diameter anteroposterior yang diukur dari promontorium sampai ke tengah permukaan
posterior simpisis. Disebut juga conjugate obstetrika.
2. Konjugata diagonalis yaitu jarak tepi bawah simfisis sampai ke promontorium, yang dapat
diukur dengan memasukan jari tengah dan telunjuk ke dalam vagina dan mencoba
meraba promontorium. Pada panggul normal tidak teraba dengan jari yang panjangnya 12
cm.
3. Konjugata vera yaitu jarak tepi atas simfisis dengan promontorium didapat dengan
mengurangi konjugata diagonalis dengan 1,5 cm
4. Diameter tranversa adalah jarak terjauh garis lintang PAP, biasanya 12,5-13 cm
5. Diameter oblique adalah garis persilangan konjugata vera dengan diameter tranversa ke
artikulasio sakroiliaka.
Menurut Caldwell-Moloy panggul terdiri dari :
1. Jenis ginekoid: ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hamper
sama dengan transversa
2. Jenis android: Bentuk PAP hamper segitiga. Pada umumnya pada pria. Diameter
anteroposterior hamper sama panjangnya dengan diameter tranversa, tetapi diameter
tranversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal PAP gepeng, bagian ventral menyempit ke
muka. Ditemukan pada 15% wanita
3. Jenis anthropoid: bentuk PAP agak lonjong seperti telur, ditemukan pada 35 % wanita.
Jenis panggul ini diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter tranversa
4. Jenis platipelloid: ditemukan pada 5 % wanita . diameter transversa lebih besar dapirada
diameter anteroposterior.
Disinilah letak kegunaan pelvimetri radiologis untuk mengetahui jenis, bentuk dan ukuran –
ukuran pelvic secara tepat. Pemeriksaan pelvimetri radiologi dilakukan apabila ada indikasi
tertentu, seperti adanya dugaan ketidak seimbangan antara janin dan panggul ( feto-pelvic
disproportion), adanya riwayat trauma atau penyakit tuberculosis pada tulang panggul, bekas
seksio sesaria dan akan direncanakan partus pervaginam pada letak sungsang, presentasi muka,
atau kelainan letak janin. Dewasa ini dapat dilakukan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Indikasi pemeriksaan pelvimetri
I. pada anamnese terdapat riwayat
a. kesulitan persalinan
b. persalinan midforceps
c. kematian janin yang tidak dapat diterangkan
II. palpasi
A. Pintu atas panggul
1. terabanya promontorium pada toucher vagina
2. kepala janin diluar simpisis
3. kegagalan dalam usaha penekanan kepala janin kedalam PAP
C. Pintu bawah panggul
1. kepalan tangan yang tidak masuk antara tuberositas ischiadika
III. tidak masuknya kepala dalam PAP pada primigravida pada akhir bulan persalinan
Keterbatasan Pelvimetri
Pelvimetri hanya dapat mengukur bagian keras panggul (tulang) dan tidak dapat
mengevaluasi dari bagian jaringan lunak, perubahan pengecilan kepala, kekuatan uterus dalam
persalinan dan derajat relaksasi ligamentum pelvis.
Kardiotokografi janin
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh
penyulit – penyulit hipoksia janin dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan
kesejahteraan janin melalui penilaian pola denyut jantung janin dalam hubungannya dengan
adanya kontraksi ataupun aktifitas janin.
Cara pemantauan ini dapat dilakukan secara langsung ( invasive) yakni dengan alat yang
dimasukan dalam rongga rahim atau secara tidak langsung (non invasive) yakni dengan alat yang
dipasang pada dinding perut ibu.
Mekanisme pengaturan denyut jantung janin
Frekuensi denyut jantung janin rata – rata sekitar 140 denyut permenit (dpm) dengan
variasi normal 20dpm diatas atau dibawah nilai rata – rata. Nilai normal denyut jantung janin
antara 120 – 160 dpm.
Mekanisme pengaturan denyut jantung janin dipengaruhi oleh beberapa factor :
System saraf simpatis
System saraf parasimpatis
Baroreseptor
Kemoreseptor
Susunan saraf pusat
System hormonal juga berperan dalam pengaturan denyut jantung janin.
Denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada dua macam:
Denyut jantung janin basal, yakni frekuensi dasar dan variabilitas denyut jantung janin
saat uterus dalam keadaan istirahat
Perubahan periodic, merupakan perubahan denyut jantung janin yang terjadi saat ada
gerakan janin atau kontraksi uterus.
Frekuensi dasar denyut jantung( base line rate)
Dalam keadaan normal frekuensi dasar denyut jantung janin berkisar antara 120-160dpm.
Disebut takikardi apabila frekuensi dasar >160dpm. Bila terjadi peningkatan frekuensi yang
berlangsung cepat (<1-2menit) disebut suatu akselerasi. Peningkatan denyut jantung janin pada
keadaan akselerasi ini paling sedikit 15dpm diatas frekuensi dasar dalam waktu 15detik.
Bradikardi bila frekuensi dasar <120dpm. Bila terjadi penurunan frekuensi yang berlangsung
cepat (<1-2 menit) disebut deselerasi.
Takikardi
o Hipoksia janin
o Kehamilan preterm (<30 minggu)
o Infeksi ibu atau janin
o Ibu febris atau gelisah
o Ibu hipertiroid
o Takiaritmia janin
o Obat-obatan
Bradikardi
o Hipoksia janin
o Hipotermi janin
o Bradiaritmia janin
o Obat – obatan
o Janin dengan kelainan jantung
Variabilitas denyut jantung janin (variability)
Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tidak teratur, yang tampak
pada rekaman denyut jantung janin. Variabilitas denyut jantung janin diduga terjadi akibat
keseimbangan interaksi dari system simpatis (kardioakselerator) dan parasimpatis
(kardiodeselerator).
Variabilitas denyut jantung janin yang normal menunjukan system persarafan janin mulai dari
korteks serebri – batang otak – n.vagus dan system konduksi jantung semua dalam keadaan baik.
Variabilitas denyut jantung janin dapat dibedakan atas 2 bagian :
o Variabilitas jangka pendek, merupakan perbedaan interval antardenyut jantung yang
terlihat pada gambaran kardiotokografi yang juga menunjukan variasi dan frekuensi
antardenyut jantung janin.
o Variabilitas jangka panjang, merupakan gambaran osilasi lebih kasar dan lebih jelas
tampak pada rekaman kardiotokografi disbanding dengan variabilitas jangka pendek
diatas.
Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan dalam penilaian
kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, akan terjadi perubahan variabilitas jangka
panjang ini, tergantung derajat hioksianya, variabilitas ini akan berkurang atau
menghilang samaskali.
Berkurangnya variuabilitas denyut jantung janin dapat juga disebabkan oleh beberapa
keadaan yang bukan karena hipoksia, misalnya:
Janin tidur (keadaan fisiologi dimana aktivitas otak berkurang)
Kehamilan preterm (SSP belum sempurna)
Janin anensefalus (korteks serebri tidak sempurna)
Blockade n.vagus
Kelainan jantung bawaan
Pengaruh obat – obat narkotik,diazepam, MgSO4 dan sebagainya.
Suatu keadaan dimana variabilitas jangka pendek menghilang, sedangkan variabilitas jangka
panjang tampak dominan sehingga tampak gambaran sinusoidal, hal ini sering ditemukan
pada :
Hiposia janin yang berat
Anemia kronik
Fetal eritroblastosis
Rh- sensitizer
Pengaruh obat – obatan nisentil, alfa prodin
Perubahan periodic denyut jantung janin
Merupakan perubahan frekuensi dasar yang biasanya terjadi oleh pengaru rangsangan
gerakan janin atau kontraksi uterus. Ada dua perubahan frekuensi dasar :
Akselerasi. Merupakan respon simpatetik, dimana terjadi peningkatan frekuensi denyut
jantung janin, suatu respon fisiologi yang baik (reaktif).
Deselerasi. Merupakan respon parasimpatis (n.vagus) melalui reseptor – reseptor
(baroreseptor/kemoreseptor) sehingga menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung
janin.
Pemeriksaan kardiotokografi pada masa kehamilan
Pada awalnya pemeriksaan kardiotokografi dikerjakan saat persalinan (inpartu). Namun,
kemudian terbukti bahwa pemeriksaan kardiotokografi ini banyak manfaatnya pada masa
kehamilan, khususnya pada kasus – kasus dengan factor resiko untuk terjadingangguan
kesejahteraan janin (hipoksia) dalam rahim seperti :
Hipertensi dalam kehamilan / gestosis
Kehamilan denga diabetes militus
Pertumbuhan janin dalam rahim terhambat
Ketuban pecag premature ( KPP)
Gerakan janin berkurang
Kehamilan dengan anemia
Kehamilan ganda
Oligohidramnion
Polihidramnion
Riwayat obstetric buruk
Kehamilan dengan penyakit ibu
SKEMA PREEKLAMPSIA
Preeklampsia
Berat
< 36 minggu
konservatif
membaik
tunggu
aterm
akhiri
kehamila
n
gagal 12-24 jam
akhiri kehamilan
> 36 minggu
aktif
akhiri kehamilan
Ringan
konservatif
membaik
tunggu aterm
partus biasa
memburuk
akhiri pervaginam > 37 minggu
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G. et all, 2010, Williams Obstetrics,23st ed, McGraw-Hill
Companies.Mochtar, R., 1998,
2. Prawirohardjo, sarwono. Ilmu kebidanan ed. 4 cetakan ketiga. jakarta :
YBP-SP 2010
3. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal ,
JNNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka
sarwono prawirohardjo, Jakarta.Sudinaya I.P., 2003,
4. Chrisdiono M, achadiat . prosedur tetap obstetri & ginekologi . jakarta :
EGC, 2004 hal 3-10
5. Altcheck A, albright NL, sommers SC : the renal pathology of toxemia
in pregnancy . obstet Gynec, 1968; 31:395
top related