lapsus (repaired)1
Post on 10-Apr-2016
239 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
DISENTRI BASILER
Oleh :
dr. Imam Syahuri Gultom
Pembimbing :
dr. Nurhanifah, M.Sc., Sp.A
RSUD KABUPATEN BALANGAN
KALIMANTAN SELATAN
Desember , 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II LAPORAN KASUS 3
A. Identitas 3
B. Anamnesis........................................................................................ 3
C. Pemeriksaan Fisik............................................................................ 7
D. Resume............................................................................................. 12
E. Pemeriksaan Laboratorium.............................................................. 14
F. Diagnosa........................................................................................... 15
G. Usulan Pemeriksaan......................................................................... 15
H. Penatalaksanaan............................................................................... 16
I. Prognosis.......................................................................................... 16
J. Follow up......................................................................................... 17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19
A. Defenisi ........................................................................................... 19
B. Etiologi............................................................................................. 19
C. Epidemiologi.................................................................................... 21
D. Patogenesis....................................................................................... 22
E. Gambaran Klinis.............................................................................. 25
ii
G. Diagnosis.......................................................................................... 27
H. Diagnosis Banding........................................................................... 28
I. Penatalaksanaan............................................................................... 28
J. Pencegahan ...................................................................................... 30
J. Prognosis.......................................................................................... 30
K. Komplikasi ...................................................................................... 30
BAB IV DISKUSI 32
BAB V PENUTUP 36
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien pertahun
70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun. Ghiskan melaporkan 5 juta kematian
pasien diare di dunia setiap tahunnya. World Health Oranization membagi diare menjadi
tiga kelompok yaitu diare akut, diare berdarah (disentri) dan diare persisten. Disentri
adalah diare yang disertai darah. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler
(Shigella) dan amuba, enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC,
Campylobacter jejuni dan virus (rotavirus). 1
Diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan tingginya angka
kesakitan dan kematian adalah disentri basiler. Data di Indonesia
memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4
tahun disebabkan oleh disentri basiler.2 Laporan dari di Amerika
Serikat memperkirakan sebanyak 6000 dari 450.000 kasus diare per
tahun dirawat di rumah sakit,3 di Inggris 20.000-50.000 kasus per
tahun, sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian ± 40.000
kasus (rata rata case fatality rate 4%). 4 Tingginya insidens dan
mortalitas dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah,
kepadatan penduduk, dan kebersihan yang kurang.1
World Health Oranization (WHO) menganjurkan pemberian
trimetoprim-sulfametoksazol pada diare berdarah tanpa mengetahui
penyebab. Banyak laporan mengenai resistensi trimethoprim-1
sulfametoksazol, sehingga perlu dicari alternatif antimikroba untuk
pengobatan shigellosis. Disamping itu, perlu pemahaman yang baik
mengenai mekanisme terjadinya resistensi. 1
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus disentri basiler pada seorang anak berumur
8 bulan yang dirawat di Ruang Anak BLUD Balangan.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama penderita : By. M. Rayyan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 8 bulan
2. Identitas Orang tua/wali
AYAH : Nama : Tn. B
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Komplek Perum SKB
IBU : Nama : Ny. NA
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Komplek Perum SKB
B. ANAMNESIS
Kiriman Dari : Datang Sendiri
Diagnosa : -
Aloanamnesis dengan : Ibu kandung penderita
Tanggal/jam : 6 Mei 2015/ 10.00 WITA
1. Keluhan Utama : BAB cair campur darah
3
2. Riwayat penyakit sekarang :
Kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, anak BAB cair campur
darah. Darah segar berwarna merah bercampur kotoran, ampas cair, dan lendir.
Lebih dominan ampas. BAB kurang lebih 4 kali sehari, tiap BAB + 5 cc. Tidak
ada muntah, menyusu biasa, BAK seperti biasa, tidak rewel.
Selama sakit anak demam, tidak ada mengigil, turun sementara dengan
obat paracetamol. Ibu tidak mengukur suhu anak, kejang tidak ada, batuk pilek
tidak ada, sesak nafas tidak ada.
Sebelumnya anak telah dibawa ke IGD RSUD Balangan, diberi sirup
antibiotik, L-zinc, dan L-Bio kemudian boleh pulang. Karena tidak ada
perubahan selama 3 hari, anak dibawa lagi ke RS kemudian dirawat.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Anak tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. Anak tidak
pernah masuk RS sebelumnya.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Antenatal :
Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke Sp.OG setiap bulan selama
hamil. Selama hamil ibu mendapat pil penambah darah, suntikan TT sebanyak 2
kali, tidak pernah sakit, maupun menderita keputihan.
Kesimpulan : Riwayat antenatal anak baik
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : Spontan
Nilai APGAR : Lahir langsung menangis, kulit kemerahan
4
Berat badan lahir : 2900 gr
Panjang badan lahir : 50 cm
Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
Penolong : Bidan
Tempat : Di RS
Kesimpulan : Riwayat natal anak baik
Riwayat Neonatal :
Gerakan anak aktif, menagis kuat, tidak pernah kuning, dan tidak pernah
menderita penyakit berat.
Kesimpulan : Riwayat neonatal anak baik
5. Riwayat Perkembangan
Tiarap : 4 bulan
Merangkak : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : - bulan
Berjalan : - bulan
Saat ini : Anak sekarang sudah bisa duduk, merangkak, meraih
mainan, memegang benda kecil dengan ibu jari dan
telunjuk, mengeluarkan kata ba, ta
Kesimpulan : Riwayat perkembangan anak sesuai umur
5
6. Riwayat Imunisasi :
Nama Dasar(umur dalam hari/bulan)
Ulangan(umur dalam bulan)
BCG 1 bulan -Hepatitis B 0 2 3 4 -Polio 1 2 3 4 -DPT 2 3 4 -Campak - -
Kesimpulan : Riwayat imunisasi anak lengkap
6. Makanan
0 - sekarang : Susu formula, makanan tambahan PASI, jadwal sesuai
kemauan anak. Lama menyusu 10 – 15 menit.
Kesimpulan : Kualitas dan kuantitas makanan anak cukup
8. Riwayat Keluarga
Ikhtisar keturunan :
Garis Ibu Garis Ayah
Ket :
: Perempuan : Laki-laki
: Pasien
6
Susunan keluarga :
No. Nama Umur L/P Keterangan1. Tn B 27 th L Sehat2. Ny NA 30 th P Sehat3. An. SA 12 th L Sehat4. An M. R 8 bln L Sakit
Kesimpulan : Dalam keluarga tidak ada riwayat mederita penyakit sama
9. Riwayat Sosial Lingkungan
Anak tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya dirumah beton
berukuran 8 x 10 m2, terdiri dari 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi
beserta WC. Terdapat 2 pintu dan 6 jendela yang sering dibuka. Sumber air
minum dari air galon, sedangkan untuk mandi dan cuci menggunakan air
PDAM. Sampah rumah tangga dibuang ke tempat sampah atau dikumpulkan di
depan rumah.
Kesimpulan : Sosial lingkugan anak bersih
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 4 – 5 – 6
2. Pengukuran
Tanda vital : Tensi : tdl
Nadi : 100 x/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,5 °C
Respirasi : 30 x/menit
7
Berat badan : 8 kg
Panjang/tinggi badan : 69 cm
Lingkar Kepala : 45 cm
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangiom : Tidak ada
Turgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : (-)
4. Kepala : Bentuk : Mesosefali
UUB : Mulai menutup, datar
UUK : Mulai menutup, datar
Lain-lain : Tidak ada
- Rambut : Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tebal
Distribusi : Merata
- Mata : Palpebra : Edema (-)
Alis dan bulu mata : Tidak mudah rontok
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 3 mm/ 3mm
Simetris : Isokor
8
Reflek cahaya : (+/+)
Kornea : Jernih
- Telinga : Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada Lokasi : -
- Hidung : Bentuk : Simetris
Pernafasan cuping hidung : Tidak ada
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
- Mulut : Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa bibir lembab
Gusi : Tidak mudah berdarah, tidak bengkak
Gigi-geligi : Belum lengkap
- Lidah : Bentuk : Simetris
Pucat/tidak
Tremor/tidak
Kotor/tidak
Warna : Merah muda
- Faring : Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran/pseudomembran : tidak ada
- Tonsil : Warna : Merah muda
9
Pembesaran : Tidak ada
Abses : Tidak ada
Membran/pseudomembran : Tidak ada
5. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Massa : Tidak ada
- Tortikolis : Tidak ada
6. Toraks :
a. Dinding dada/paru
Inspeksi : - Bentuk : Simetris
- Retraksi : Tidak ada Lokasi : -
- Dispnea : Tidak ada
- Pernafasan : Thorakoabdominal
Palpasi : Fremitus fokal : Sulit dievaluasi
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronkovesikuler
Suara Tambahan : Tidak ada
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat
Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -
10
Thrill + / - : Tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS II – IV LPS Kanan
Batas kiri : ICS II LPS kiri - ICS V LMC Kiri
Batas atas : ICS II LPS Kanan
ICS II LPS Kiri
Auskultasi : Frekuensi : 100 kali/menit, Irama : Reguler
Suara Dasar : S1 > S2 Tunggal
Bising : Tidak ada Derajat : -
Lokasi : -
Punctum max : -
Penyebaran : -
7. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Datar
Lain-lain : Tidak ada
Auskultasi : Bising usus positif meningkat
Perkusi : Timpani/pekak : Timpani
Asites : Tidak ada
Palpasi : - Hati : Tidak teraba
- Lien : Tidak teraba
- Ginjal : Tidak teraba
- Massa : Tidak teraba
Turgor cepat kembali
11
8. Ekstremitas :
- Umum : Akral hangat
Edema
Parese
- Neurologis
8. Susunan Saraf : N I – XII sulit dievaluasi
9. Genitalia : Laki-laki, dalam batas normal
10. Anus : Positif, tidak ada kelainan
D. RESUME
Nama : By. M Rayyan
Jenis kelamin : Laki-laki
12
++
++
--
--
--
--
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas aktif Bebas aktif Bebas aktif Tidak bebas
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Reflek fisiologis BPR(+)
TPR(+)
BPR(+)
TPR(+)
KPR (+)
APR (+)
KPR (+)
APR (+)
Reflek patologisH/T(-/-) H/T(-/-)
Babb (-)
Chadd (-)
Babb (-)
Chadd (-)
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Tanda meningeal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Umur : 10 bulan
Berat badan : 8 kg
Keluhan Utama : BAB berdarah
Uraian : + 3 hari SMRS anak BAB cair campur darah,
ampas cair, dan lendir. Lebih dominan ampas.
BAB 4 kali sehari, tiap BAB + 5 cc, menyusu
biasa, BAK seperti biasa, tidak rewel. Demam
turun sementara dengan obat paracetamol.
Sebelumnya anak telah dibawa ke IGD RSUD
Balangan, diberi sirup antibiotik, L-zinc, dan L-
Bio kemudian boleh pulang. Karena tidak ada
perubahan selama 3 hari, anak dibawa lagi ke RS
kemudian dirawat.
Pemeriksaaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis GCS : 4 - 5 - 6
Tensi : tidak dilakukan
Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 30 kali/menit
Suhu : 36,5 °C
Kulit : Turgor cepat kembali
Kepala : Mesosefali, UUB dan UUK datar belum menutup
Mata : Anemis (-/-)
13
Telinga : Simetris, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab
Toraks/Paru : Simetris, retraksi (-) Rh/Wh (-/-)
Jantung : S1 > S2 tunggal, bising (-)
Abdomen : Datar, BU (+) meningkat, H/L/M tidak teraba,
Ekstremitas : Akral hangat
Susunan saraf : N I – N XII sulit dievaluasi
Genitalia : Laki-laki, dalam batas normal
Anus : dalam batas normal
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Jenis pemeriksaan Satuan Nilai Normal 3 Mei 2015
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
gr/dl
ribu /u l
juta /u l
vol%
ribu /u l
11.0 – 15.0
4.0 – 10.5
3.90 – 5.50
35 – 45
150 – 350
11,1
9.6
4,09
30,0
157
Hasil Pemeriksaan Feses (4 Mei 2015)
Makroskopis
Warna
Konsistensi
Darah
Lendir
Kuning kecoklatan
Cair
+
Negatif
Mikroskopis14
Eritrosit
Leukosit
Amuba
Bakteri
Telur cacing
Fungi
Lain-lain
0-1
> 25
Negatif
Penuh
Negatif
Negatif
Negatif
F. DIAGNOSIS
1. Diagnosa banding :
1). Disentri basiler tanpa dehidrasi
2). Disenti amuba tanpa dehidrasi
3). Intussusepsi
2. Diagnosa Kerja : Disentri Basiler tanpa dehidrasi
3. Status Gizi :
NCHS : BB/U = -2<SD<0 (normal)
PB/U = -3<SD<-2 (normal)
BB/TB = -1<SD<0 (normal)
CDC 2000 = 8/8,2 x 100%=97,5% (Normal)
G. USULAN PEMERIKSAAN
Feses Lengkap
Biakan bakteri
15
H. PENATALAKSANAAN IGD
IVFD D5 ¼ NS 24 tpm mikro
Cotrimoksazole syr 2x1 cth
L-zinc 1x20 mg
L-bio 2x1 sach
Oralit ad libitum
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
16
J. FOLLOW UP
7 Mei 2015 8 Mei 2015 9 Mei 2015
SUBJEKTIFBAB berdarah + < 1x -Demam - - -Rewel - - -Menyusu + + +
OBJEKTIFTanda vitalN (x/mnt) 96 110 90RR (x/mnt) 30 30 30T (0C) 35,8 36,3 35,8TD (mmHg) Tdl Tdl TdlPemeriksaan FisikKulit Pucat - - - Sianosis - - -Kepala Mesosefali Mesosefali MesosefaliMata Anemis -/- -/- -/- Ikterik -/- -/- -/-Hidung PCH (-) PCH (-) PCH (-)Muut Bibir Pucat - - - Mukosa bibir Lembab Lembab Lembab Sianosis - - -Leher tortikolis - - -Thorax Inspeksi Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-) Palpasi FV (sde) FV (sde) FV (sde) Perkusi Sonor Sonor Sonor Auskultasi Bronkovesikular Bronkovesikular Bronkovesikular
17
Abdomen Inspeksi Datar Datar Datar Auskultasi BU (+) N BU (+) N BU (+) N
Perkusi Timpani Timpani TimpaniPalpasi Turgor cepat
kembaliTurgor cepat
kembaliTurgor cepat
kembali Hati Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Limpa Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Massa Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Tidak ada
EkstremitasAkral Hangat Hangat HangatEdema - - -Parese - - -
ASSESMENT Disentri Basiler tanpa Dehidrasi
Disentri Basiler tanpa Dehidrasi
Disentri Basiler tanpa Dehidrasi
PLANNING - IVFD D5 ½ NS 500 cc/hari
- PO. Cotrimoxzol syr 2x1 cth stop
- PO. L-zink 1x 20 mg
- PO. L-Bio 2x1 sach
- PO. Oralit ad libitum
- PO. Vit A 200.000 H1
- PO. Cefixime 2x ¾ cth
- FL : bakteri penuh
- Leukosit > 25/LP
- Aff infus- PO. L-zink 1x 20
mg- PO. L-Bio 2x1
sach- PO. Oralit ad
libitum- PO. Vit A
200.000 H2- PO. Cefixime 2x
¾ cth
- PO. L-zink 1x 20 mg
- PO. L-Bio 2x1 sach
- PO. Oralit ad libitum
- PO. Cefixime 2x ¾ cth lanjut 5 hari
- BLPL
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri disentri basiler yang disebabkan oleh shigellosis dan amoeba
(disentri amoeba). Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode
disebabkan oleh shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan antibiotik.5,6
Shigellosis merupakan penyakit infeksi saluran yang ditandai dengan diare
cair akut dan/atau disentri (tinja bercampur darah, lender, dan nanah), pada umumnya
disertai demam, nyeri perut, dan tenesmus. Komplikasi shigelosis berat menjadi fatal
adalah perforasi usus, megakolon toksik, prolapses rekti, kejang, anemia septik,
sindrom hemolitik uremia, dan hiponatremi. Penyakit ini ditularkan melalui rute
fekal-oral dengan masa inkubasi 1 - 7 hari, untuk terjadinya penularan tersebut
diperlukan dosis minimal penularan 200 bakteri shigella.1
B. Etiologi
Infeksi saluran pencernaan disebabkan oleh berbagai enteropatogen, termasuk
bakteria, virus dan parasit. Manifestasi klinis tergantung pada organisme dan hospes,
dan meliputi infeksi tidak bergejala, diare cair, diare berdarah.7
Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan amuba,
enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC, (Campylobacter jejuni
19
dan virus (rotavirus). diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan
tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler.1
Infeksi protozoa usus menimbulkan variasi yang luas dari sindroma klinis,
berkisar dari status pengidap asimtomatik sampai penyakit berat yang disertai dengan
lesi patologis di saluran pencernaan atau organ lain. Infeksi dengan protozoa usus
biasanya didapat secara oral melalui kontaminasi tinja pada air ataupun makanan, dan
mereka lebih endemik di negara-negara dengan keadaan air tidak bersih (sehat). 8
Tabel 1. Agen-agen penyebab gastroenteritis7
Bakteri Virus Parasit
Peromonas sp.
Bacillus cereus
Campylobacter jejuni
Clostridium perfringens
Clostridium difficile
Escherichia coli
Plesiomonas shigellosis
Salmonella
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Astrovirus
Kalisivirus
Koronavirus
Adenovirus enteric
Virus Norwalk
Rotavirus
Cryptosporidium
Cyclospora spp.
Entamoeba histolytica
Enterocytozoon bieneusi
Giardia lamblia
Isospora belli
Strongyloides stercoralis
20
Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan penyebabnya
yaitu bakteri (shigella) dan parasite (amoeba).
1. Disentri basiler
Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, Shigella sendiri adalah basil non
motil gram negatif dalam family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies dari Shigella yang
menimbulkan sakit yaitu S. Dysentriae (serogrup A), S. Flexneri (serogrup B), S.
Boydii (serogrup C) dan S. Sonnei (serogrup D). Ada 12 serotip pada grup A, 6
serotip dan 13 subserotip pada grup B, 18 serotip di grup C dan 1 serotip di grup D.9
2. Disentri amoeba
Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut amoebiasis.
Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang merupakan protozoa
usus yang sering hidup menjadi mikroorganisme patogen di usus besar manusia.
Entamoeba memiliki beberapa spesies antara lain E. histolytica, E.dispar,
E.moshkovskii, E.polecki, E.coli, E.hartmanni, Jodamoeba butschlii, Dientamoeba
fragilis dan Endolimax nana. Semua spesies tersebut dapat ditemukan dalam rongga
usus besar tetapi hanya E.histolytica yang bersifat patogen terhadap manusia dan
infeksi invasif.8,10
C. Epidemiologi
Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien
pertahun 70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun, Ghiskan melaporkan 5
juta kematian pasien diare di dunia setiap tahunnya. World Health Oranization
membagi diare menjadi tiga kelompok yaitu diare cair akut, diare berdarah (disentri)
dan diare persisten. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan
21
amuba, enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC,
(Campylobacter jejuni dan virus (rotavirus). diantaranya, penyebab yang paling
sering mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler.
1
Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien
shigellosis meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di Indonesia
memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan
oleh Disentri basiler. Laporan dari di Amerika Serikat memperkirakan sebanyak 6000
dari 450.000 kasus diare per tahun dirawat di rumah sakit, di Inggris 20.000-50.000
kasus per tahun, sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian ± 40.000
kasus (rata rata case fatality rate 4%). Tingginya insidens dan mortalitas dihubungkan
dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk, dan kebersihan yang
kurang.1
Infeksi dengan shigella terjadi paling sering selama bulan-bulan panas di
daerah beriklim sedang dan selama musim hujan di daerah beriklim tropis. Jenis
kelamin yang terkena sama. Walaupun infeksi dapat terjadi pada setiap umur, paling
sering pada usia tahun ke-2 dan ke-3. Infeksi pada 6 bulan pertama jarang dengan
alasan yang belum jelas. ASI, yang pada daerah endemik mengandung antibodi
terhadap antigen virulen yang di kode-plasmid maupun lipopolisakarida, sebagian
dapat menjelaskan insiden terkait umur. Infeksi anak dan orang dewasa yang tidak
bergejala dapat terjadi tetapi tidak lazim.9
D. Patogenesis
1. Shigella
22
Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk
batang, tidak bergerak, tidak berkapsul dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen
lain. Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus
sampai melewati mukosa, sehingga tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada
gejala hiperpireksia dan toksemia. Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah
perubahan permukaan mikrovili dari brush border yang menyebabkan pembentukan
vesikel pada membran mukosa. Selanjutnya dapat menghancurkan vakuola fagositik
intraselular, memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang
berdekatan. Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya
plasmid besar (120-140 Mdal) yang mampu mengenali bagian luar membran protein
seperti plasmid antigen invasions (Ipa). Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta
inflamasi mukosa. Dari bagian yang mengalami inflamasi tersebut shigella
menghasilkan ekso-toksin yang berdasarkan cara kerja toksin dikelompokkan
menjadi neurotoksik, enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang terbentuk inilah yang
menimbulkan berbagai gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan nyeri otot.1
Shigotoksin, suatu eksotoksin kuat penghambat-sintesis protein, dihasilkan
dalam jumlah yang berarti hanya oleh serotype 1 S.dysenteriae dan E.coli tertentu
(E.coli enterohemoragik atau E.coli penghasil toksin-seperti-shiga). Fase diare berair
shigellosis dapat disebabkan oleh enterotoksin unik; enterotoksin shigella 1 (ShET-1),
dikode pada kromosom bakteri, dan ShET-2 dikode pada plasmid virulens.9
Shiga toksin dapat menyebabkan terjadinya sindrom hemolitik uremik dan
trombotik trombositopenik purpura. Kejadian tersebut sering dihubungkan dengan
reaksi silang akibat infeksi serotype E.coli yang juga dapat menghasilkan toksin yang
23
mirip dengan toksin Shiga. Mekanisme dari efek patogenisitas ini mungkin
melibatkan suatu toksin pengikat sel endotel (binding toxin endothelial cell), yang
dapat menyebabkan mikroangiopati hemolisis dan lesi pada glomerulus.1
Shigella memerlukan amat sedikit inokulum agar menimbulkan sakit.
Penelanan sebanyak 10 organisme S.dysenteriae serotip 1 dapat menyebabkan
disentri pada beberapa individu yang rentan. Hal ini berbeda pada organisme seperti
Vibrio cholera, yang memerlukan penelanan 108 -1010 organisme agar menimbulkan
sakit. Pengaruh inokulum menjelaskan kemudahan penularan shigella dari orang ke
orang yang berbeda dengan V.cholerae.9
Perubahan patologis shigellosis terjadi terutama pada kolon, organ sasaran
untuk shigella. Perubahan-perubahannya paling kuat dalam kolon distal, walaupun
pankolitis dapat terjadi. Secara umum dapat ditemukan edema mukosa setempat atau
difus, ulserasi, mukosa rapuh, perdarahan dan eksudat. Secara mikroskopis, ulserasi,
pseudomembran, kematian sel epitel, infiltrasi sel polimorfonuklear dan mononuklear
meluas dari lapisan mukosa sampai lapisan muskularis, dan terjadi edema
submukosa.9
2. Amoebiasis
Patogenesitas E.hystolitica diyakini tergantung pada dua mekanisme-kontak
sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa
kematian tergantung-kontak oleh trofosoit meliputi perlekatan (adherence), sitolisis
ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung
jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa kolon. Juga telah dirumuskan
bahwa amuba dapat mengeluarkan protein pembentuk-pori yang membentuk saluran
24
pada membran sel-sasaran hospes. Bila trofozoit E.histolytica menginvasi mukosa
usus, mereka menyebabkan penghancuran jaringan (tukak) dengan sedikit respons
radang lokal karena kapasitas sitolitik organisme. Organisme memperbanyak diri dan
menyebar ke lateral di bawah epitel usus untuk menimbulkan ulkus bergaung yang
khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada sekum, kolon transversum, dan kolon
sigmoid. Amuba dapat menghasilkan lesi litik yang serupa jika mereka mencapai hati
(ini biasanya disebut abses walaupun mereka tidak mengandung granulosit).
E.histolytica kadang-kadang menyebar ke tempat-tempat ekstraintestinal lain seperti
paru dan otak. Perbedaan mencolok antara luas penghancuran jaringan oleh amuba,
tidak adanya respons radang lokal hospes, dan gambaran (antibodi) humoral sistemik
dan reaksi seluler (cell-mediated) terhadap organisme tetap merupakan teka-teki
ilmiah utama.8
E. Gambaran Klinis
1. Shigella
Disentri basiler secara klinis serupa tanpa memandang apakah penyakitnya
disebabkan oleh E.coli enteroinvasif atau salah satu dari empat spesies shigella;
namun ada beberapa perbedaan klinis, terutama yang berkaitan dengan keparahan dan
risiko komplikasi dengan infeksi S.dysentriae serotip 1.9
Sesudah penelanan shigella ada masa inkubasi beberapa hari sebelum terjadi
gejala-gejala. Khas adalah nyeri abdomen berat, demam tinggi, muntah, anoreksia,
toksisitas menyeluruh, mendadak ingin buang air besar dan terjadi nyeri defekasi.
Pemeriksaan fisik pada saat ini dapat menunjukkan kembung perut dan nyeri, suara
usus hiperaktif, dan nyeri rektum pada pemeriksaan digital.9
25
Diare mungkin berair dan banyak pada mulanya, berkembang menjadi sering
sedikit-sedikit, tinja berlendir darah, namun beberapa anak tidak pernah memburuk
sampai stadium diare berdarah, sedang pada yang lain tinja pertama berdarah. Dapat
terjadi dehidrasi yang berat yang terkait dengan kehilangan cairan dan elektrolit pada
tinja maupun muntah. Diare yang tidak diobati dapat berakhir 1-2 minggu; hanya
sekitar 10% penderita menderita diare menetap selama lebih dari 10 hari. Diare
kronis jarang kecuali pada bayi malnutrisi.9
2. Amoebiasis
Kebanyakan individu yang terinfeksi asimtomatik, dan kista ditemukan pada
tinjanya. Invasi jaringan terjadi pada 2-8% individu yang terinfeksi dan berhubungan
dengan strain parasit atau status nutrisi dan flora usus hospes. Manifestasi klinis
amoebiasis yang paling sering adalah karena invasi lokal epitel usus dan penyebaran
ke hati. 8
Amoebiasis usus dapat terjadi dalam 2 minggu infeksi atau tertunda selama
beberapa bulan. Mulainya biasanya sedikit demi sedikit dengan nyeri kolik perut dan
gerakan usus yang sering (6-8 gerakan/24 jam). Diare seringkali disertai dengan
tenesmus. Tinja bercampur darah dan mengandung cukup banyak lendir dengan
sedikit leukosit. Karakteristik tidak terdapat gejala dan tanda konstitusional
menyeluruh, dengan demam yang didokumentasi hanya pada sepertiga penderita.
Disentri amuba akut terjadi berupa serangan yang berakhir beberapa hari sampai
beberapa minggu; relaps amat sering pada individu yang tidak diobati. kolitis amuba
mengenai semua kelompok umur, tetapi insidennya sangat tinggi pada anak antara
umur 1 dan 5 tahun. Kolitis amuba berat pada bayi dan anak yang lebih kecil terjadi
26
di negara tropis dan semitropis. Bila anak kecil terinfeksi, mereka cenderung dengan
cepat menjadi sakit berat, sering terdapat keterlibatan ekstraintestinal, dan angka
mortalitas yang tinggi. Pada beberapa penderita komplikasi seperti amoeboma,
megakolon toksik, penyebaran ekstraintestinal, atau perforasi lokal dan peritonitis
dapat terjadi. Ulkus bergaung dengan batas mukosa sehat yang khas, terjadi pada
kebanyakan kasus dan dapat dideteksi dengan sigmoidoskopi pada 25% penderita.8
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.5
1. Anamnesis
- Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus
menerus bercampur lendir dan darah
- Muntah-muntah
- Demam
- Sakit kepala
- Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh
S.dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat
meninggal bila tidak cepat ditolong.
Di samping itu diare akut juga bisa menimbulkan dehidrasi, gangguan
pencernaan dan kekurangan zat gizi. Pikirkan juga kemungkinan invaginasi dengan
gejala dan tanda: dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, massa intra-
abdominal dan muntah.6
2. Pemeriksaan Fisik
27
- Febris.
- Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri.
- Terdapat tanda-tanda dehidrasi.
- Tenesmus.
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab. 5
H. Diagnosis Banding
Diagnosa banding disentri antara lain invaginasi (gejala dominan lendir dan
darah dibandingkan ampas, kesakitan dan gelisah, massa intraabdominal dan
muntah), alergi susu sapi, gangguan hemotologis seperti defisiensi vitamin K, dan
kelainan imunologis (penyakit Crohn, kolitis ulseratif).11
I. Penatalaksanaan
Anak dengan gizi buruk dengan disentri dan bayi muda (umur <2 bulan) yang
menderita disentri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita
keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang,
mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang
lainnya dapat dirawat di rumah.6
Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk
diobati sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak
ada perbaikan, dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti
antibiotiknya.6
- Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut.
28
- Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan
tinja rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan
metronidazole dengan dosis 50 mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 5 hari. Jika tidak
ada amuba, maka dapat diberikan pengobatan untuk shigella.
- Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian
besar strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap shigella di
Indonesia adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat.
- Beri tablet zinc sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi.
- Pada bayi muda (umur <2bulan), jika ada penyebab lain seperti invaginasi, rujuk
anak ke spesialis bedah.
Tindak lanjut
Anak yang datang untuk kunjungan ulang setelah dua hari, perlu dilihat tanda
perbaikan seperti: tidak adanya demam, berkurangnya BAB, nafsu makan
meningkat.6
Jika tidak terjadi perbaikan setelah dua hari,
- Ulangi periksa feses untuk melihat apakah ada amuba, giardia atau peningkatan
jumlah leukosit lebih dari 10 per lapangan pandang untuk mendukung adanya
diare bakteri invasif.
- Jika memungkinkan, lakukan kultur feses dan tes sensitivitas
- Periksa apakah ada kondisi lain seperti alergi susu sapi, atau infeksi mikroba lain,
termasuk resistensi terhadap antibiotik yang sudah dipakai.
- Hentikan pemberian antibiotic pertama,
- Beri antibiotik lini kedua yang diketahui efektif melawan shigella.
29
- Jika kedua antibiotik, yang biasanya efektif melawan shigella, telah diberikan
masing-masing selama 2 hari namun tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis:
- Telusuri dengan lebih mendalam ke standar pelayanan medis pediatric.
- Rawat anak jika terdapat kondisi lain yang memerlukan pengobatan di rumah
sakit.
- Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala simtomatis dari nyeri
pada perut dan anus, atau untuk mengurangi frekuensi BAB, karena obat-obatan
ini dapat menambah parah penyakit yang ada.6
J. Pencegahan
- Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi
lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun,
suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.
- Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan
dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang
tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.
- Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi
BAB kurang dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada
kemajuan. 5
K. Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada atau
tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya prognosis dubia ad bonam.
5
30
L. Komplikasi
a. Haemolytic uremic syndrome (HUS).
b. Hiponatremia berat.
c. Hipoglikemia berat.
d. Susunan saraf pusat sampai terjadi ensefalopati.
e. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis dan
perforasi dan hal ini menimbulkan angka kematian yang tinggi.
f. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.
g. Dehidrasi berat.5
31
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini, seorang anak laki-laki berumur 8 bulan dengan berat badan 8
kg mendapatkan perawatan di ruang anak RSUD Balangan. Anak dirawat mulai
tanggal 6-9 Mei 2012 dengan keluhan utama BAB cair campur darah 3 hari sebelum
dirawat. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang,
anak didiagnosis dengan disentri basiler tanpa dehidrasi.
Dari anamnesis didapatkan 3 hari SMRS anak BAB cair campur darah,
berampas cair, dan berlendir. Lebih dominan ampas. BAB 4 kali sehari, menyusu
biasa, BAK seperti biasa, tidak rewel. Demam turun sementara dengan obat
paracetamol. Berdasarkan tinjauan pustaka, selain BAB cair campur darah disentri
basiler memiliki gejala toksisitas sistemik berupa nyeri abdomen berat, demam tinggi,
muntah, anoreksia, mendadak ingin buang air besar dan terjadi nyeri defekasi. 9
Terkadang gejala nyeri abdomen jarang ditemui karena anak sulit menjelaskan
perasaan nyeri tersebut. Pada kasus, gejala toksisitas didapatkan demam terus
menerus turun sebentar dengan pemberian paracetamol.
Selain anamnesis, pada pemeriksaan fisik ditemukan turgor anak cepat
kembali, UUB datar, bising usus meningkat, dan tidak teraba adanya massa
32
intraabdominl. Dari pemeriksaan fisik tersebut, anak tidak mengalami tanda-tanda
dehidrasi. Tidak adanya massa intraabdominal dapat menyingkirkan invaginasi pada
kasus.11
Hasil laboratorium feses lengkap didapatkan : darah dan ampas pada feses,
tidak ada lendir, ditemukan leukosit > 25/LP, bakteri penuh, sedangkan amuba tidak
ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa anak menderita disentri yang disebabkan
oleh bakteri.
Anak dengan gizi buruk dengan disentri dan bayi muda (umur <2 bulan) yang
menderita disentri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita
keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang,
mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang
lainnya dapat dirawat di rumah.6
Tata laksana shigelosis sama dengan tata laksana diare pada umumnya,
walaupun WHO (pada akhir tahun 1970 dan awal 1980) merekomendasikan
trimethoprim-sulfametoksazol (kotrimokzasole) sebagai pilihan utama. Trimetoprim
Sulfametoksazol sampai sekarang masih digunakan karena mudah didapat, harganya
murah, aman untuk anak, dan tersedia dalam kemasan oral. Dari berbagai penelitian
dilaporkan bahwa pemberian antimikroba dapat mengurangi morbiditas, mengurangi
lama sakit, penyebaran organisme, dan mencegah komplikasi sekunder, dan
menurunkan angka kematian.1
Pemberian antimikroba disesuaikan dengan pola resistensi shigela di daerah
tersebut karena beberapa penelitian melaporkan telah terjadi resistensi trimetoprim
sulfametoksazol pada shigellosis. Laporan mengenai resistensi trimetoprim-
33
sulfametoksazol dijumpai di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Eropa. Terjadinya
resistensi akan meningkatkan risiko epidemi shigelosis, tidak terkecuali di Indonesia.
Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk
kemungkinan mengganti antibiotiknya. Obat golongan Sefalosporin generasi ketiga
seperti Cefriaxone ataupun Cefixime bagi pasien yang mempunyai kontraindikasi
terhadap pemberian Kotrimoksasol. Obat golongan Quinolone generasi pertama
(Nalidixic acid) juga efektif bagi pasien yang alergi terhadap Sulfas dan
Sefalosporin.11 Pada kasus, anak telah mendapat antibiotik kotrimokzsole selama 3
hari namun tidak ada perubahan sehingga diperlukan penggantian antibiotik.
Pada kasus, pasien mendapatkan IVFD D5 ½ NS 500 cc/hari, di hari kedua
perawatan dilakukan aff infus. Anak mendapat obat peroral; L-zink 1x 20 mg, L-Bio
2x1 sach, Oralit ad libitum, Vit A 200.000 2 hari pemberian dan antibiotik yang
diberikan Cefixime 2x ¾ cth.
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi
vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan diare,
terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat
perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat Zinc oral. Pada saat diare,
anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian zinc mampu menggantikan
kandungan zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan
diare. Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah
resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare dan dapat
mengurangi lamanya diare akut dan persisten. Dalam pemberian obat-obatan, harus
34
diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak
diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit.12
Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai
efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri
probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah
diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak
terdapat tempat lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan diri pada sel epitel usus
sehingga kolonisasi bakteri patogen tidak terjadi. Dengan mencermati fenomena
tersebut bakteri probiotik dapat dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan
pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain,
pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian
antibiotika yang tidak rasional (antibiotic associated diarrhea).13
Mikroekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika dapat
dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik. Mekanisme kerja bakteri
probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gangguan keseimbangan mikrobiota
komensal melalui 2 model kerja rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan
respon imun dari sistem imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun
humoral lokal mukosa yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen yang
berada dalam lumen usus yang fungsi ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA).13
35
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus disentri basiler tanpa dehidrasi pada seorang anak
laki-laki berusia 8 bulan yang dirawat di ruang anak RSUD Balangan. Pasien datang
dengan keluhan BAB cair campur darah. Dari anamnesis, tanda klinis, fisik dan
laboratorium didiagnosis dengan disentri basiler tanpa dehidrasi.
Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah Sakit Balangan, terapi
cairan, pemberian antibiotik, zinc, probiotik dan vitamin A. Pasien dipulangkan dari
RS setelah perawatan selama 3 hari dengan alasan keadaan secara klinis membaik.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Nafianti S, Sinuhaji A. Resisten Trimetoprim-Sulfametoksazol terhadap Shigellosis. Sari Pediatri. 2005;7:1 39-44
2. Agasan A, Reddy S, William G, dkk. High prevalence of antimicrobial resistance among shigella isolated to agents commonly used for treatment, NARMS 1999. NARMS Presentations. Didapat dari, URL: http://www.cdc.gov/narms /pub/presentations/2000/aagasan. htm.
3. Dupont HL. Shigella Species (bacillary dysentery). Dalam: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles and Practice of Infectious Diseases. Volume kedua. Edisi ke-5. New York: Churchil Livingstone; 2000. h. 2363-8.
4. Lichnevski M. Shigella Dysentery and Shigella infections. Vol.2. Issue 1, 1996, h. 102-4. Didapat dari: URL: http://www.emro.who.int/publications/emjh/0201/14.htm.
5. Permenkes Republik Indonesia Nomor 5. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014. 104-106.
6. WHO, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2008. Jakarta: WHO Indonesia; 2008. Hal 152-155.
7. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC 2000. Hal 889-893.
8. Bonomo RA, Salata RA. Penyakit Protozoa. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC 2000. Hal 1186-1189.
9. Gomez HF, Cleary TG. Shigella. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC 2000. Hal 974-976.
10. Rozaliyani A, Setyastuti H, Nawas MA, Kurniawan A. Diagnosis dan penatalaksanaan Empiema Amuba. FKUI. 2010;Majalah Kedokteran Indonesia. 2010;60:11 526-531.
11. Tanto, chris et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Media Eusculapius FKUI Jakarta. 2014.
12. Christa LFW, Robert EB. Micronutrients and Diarrheal Disease. Clinical Infectious Diseases 2007; 45:S73–7
13. Eppy. Diare Akut. Medicinus 2009; Vol. 22, No.3, Edition September - November
top related