lapsus (repaired)1

61
Laporan Kasus DISENTRI BASILER Oleh : dr. Imam Syahuri Gultom Pembimbing : dr. Nurhanifah, M.Sc., Sp.A

Upload: vonda-apriliani

Post on 10-Apr-2016

239 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

j

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus (Repaired)1

Laporan Kasus

DISENTRI BASILER

Oleh :

dr. Imam Syahuri Gultom

Pembimbing :

dr. Nurhanifah, M.Sc., Sp.A

RSUD KABUPATEN BALANGAN

KALIMANTAN SELATAN

Desember , 2015

Page 2: Lapsus (Repaired)1

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II LAPORAN KASUS 3

A. Identitas 3

B. Anamnesis........................................................................................ 3

C. Pemeriksaan Fisik............................................................................ 7

D. Resume............................................................................................. 12

E. Pemeriksaan Laboratorium.............................................................. 14

F. Diagnosa........................................................................................... 15

G. Usulan Pemeriksaan......................................................................... 15

H. Penatalaksanaan............................................................................... 16

I. Prognosis.......................................................................................... 16

J. Follow up......................................................................................... 17

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19

A. Defenisi ........................................................................................... 19

B. Etiologi............................................................................................. 19

C. Epidemiologi.................................................................................... 21

D. Patogenesis....................................................................................... 22

E. Gambaran Klinis.............................................................................. 25

ii

Page 3: Lapsus (Repaired)1

G. Diagnosis.......................................................................................... 27

H. Diagnosis Banding........................................................................... 28

I. Penatalaksanaan............................................................................... 28

J. Pencegahan ...................................................................................... 30

J. Prognosis.......................................................................................... 30

K. Komplikasi ...................................................................................... 30

BAB IV DISKUSI 32

BAB V PENUTUP 36

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: Lapsus (Repaired)1

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien pertahun

70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun. Ghiskan melaporkan 5 juta kematian

pasien diare di dunia setiap tahunnya. World Health Oranization membagi diare menjadi

tiga kelompok yaitu diare akut, diare berdarah (disentri) dan diare persisten. Disentri

adalah diare yang disertai darah. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler

(Shigella) dan amuba, enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC,

Campylobacter jejuni dan virus (rotavirus). 1

Diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan tingginya angka

kesakitan dan kematian adalah disentri basiler. Data di Indonesia

memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4

tahun disebabkan oleh disentri basiler.2 Laporan dari di Amerika

Serikat memperkirakan sebanyak 6000 dari 450.000 kasus diare per

tahun dirawat di rumah sakit,3 di Inggris 20.000-50.000 kasus per

tahun, sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian ± 40.000

kasus (rata rata case fatality rate 4%). 4 Tingginya insidens dan

mortalitas dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah,

kepadatan penduduk, dan kebersihan yang kurang.1

World Health Oranization (WHO) menganjurkan pemberian

trimetoprim-sulfametoksazol pada diare berdarah tanpa mengetahui

penyebab. Banyak laporan mengenai resistensi trimethoprim-1

Page 5: Lapsus (Repaired)1

sulfametoksazol, sehingga perlu dicari alternatif antimikroba untuk

pengobatan shigellosis. Disamping itu, perlu pemahaman yang baik

mengenai mekanisme terjadinya resistensi. 1

Berikut akan dilaporkan sebuah kasus disentri basiler pada seorang anak berumur

8 bulan yang dirawat di Ruang Anak BLUD Balangan.

2

Page 6: Lapsus (Repaired)1

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

1. Identitas penderita :

Nama penderita : By. M. Rayyan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 8 bulan

2. Identitas Orang tua/wali

AYAH : Nama : Tn. B

Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS

Alamat : Komplek Perum SKB

IBU : Nama : Ny. NA

Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS

Alamat : Komplek Perum SKB

B. ANAMNESIS

Kiriman Dari : Datang Sendiri

Diagnosa : -

Aloanamnesis dengan : Ibu kandung penderita

Tanggal/jam : 6 Mei 2015/ 10.00 WITA

1. Keluhan Utama : BAB cair campur darah

3

Page 7: Lapsus (Repaired)1

2. Riwayat penyakit sekarang :

Kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, anak BAB cair campur

darah. Darah segar berwarna merah bercampur kotoran, ampas cair, dan lendir.

Lebih dominan ampas. BAB kurang lebih 4 kali sehari, tiap BAB + 5 cc. Tidak

ada muntah, menyusu biasa, BAK seperti biasa, tidak rewel.

Selama sakit anak demam, tidak ada mengigil, turun sementara dengan

obat paracetamol. Ibu tidak mengukur suhu anak, kejang tidak ada, batuk pilek

tidak ada, sesak nafas tidak ada.

Sebelumnya anak telah dibawa ke IGD RSUD Balangan, diberi sirup

antibiotik, L-zinc, dan L-Bio kemudian boleh pulang. Karena tidak ada

perubahan selama 3 hari, anak dibawa lagi ke RS kemudian dirawat.

3. Riwayat Penyakit dahulu

Anak tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. Anak tidak

pernah masuk RS sebelumnya.

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat Antenatal :

Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke Sp.OG setiap bulan selama

hamil. Selama hamil ibu mendapat pil penambah darah, suntikan TT sebanyak 2

kali, tidak pernah sakit, maupun menderita keputihan.

Kesimpulan : Riwayat antenatal anak baik

Riwayat Natal :

Spontan/tidak spontan : Spontan

Nilai APGAR : Lahir langsung menangis, kulit kemerahan

4

Page 8: Lapsus (Repaired)1

Berat badan lahir : 2900 gr

Panjang badan lahir : 50 cm

Lingkar kepala : Ibu tidak tahu

Penolong : Bidan

Tempat : Di RS

Kesimpulan : Riwayat natal anak baik

Riwayat Neonatal :

Gerakan anak aktif, menagis kuat, tidak pernah kuning, dan tidak pernah

menderita penyakit berat.

Kesimpulan : Riwayat neonatal anak baik

5. Riwayat Perkembangan

Tiarap : 4 bulan

Merangkak : 6 bulan

Duduk : 8 bulan

Berdiri : - bulan

Berjalan : - bulan

Saat ini : Anak sekarang sudah bisa duduk, merangkak, meraih

mainan, memegang benda kecil dengan ibu jari dan

telunjuk, mengeluarkan kata ba, ta

Kesimpulan : Riwayat perkembangan anak sesuai umur

5

Page 9: Lapsus (Repaired)1

6. Riwayat Imunisasi :

Nama Dasar(umur dalam hari/bulan)

Ulangan(umur dalam bulan)

BCG 1 bulan -Hepatitis B 0 2 3 4 -Polio 1 2 3 4 -DPT 2 3 4 -Campak - -

Kesimpulan : Riwayat imunisasi anak lengkap

6. Makanan

0 - sekarang : Susu formula, makanan tambahan PASI, jadwal sesuai

kemauan anak. Lama menyusu 10 – 15 menit.

Kesimpulan : Kualitas dan kuantitas makanan anak cukup

8. Riwayat Keluarga

Ikhtisar keturunan :

Garis Ibu Garis Ayah

Ket :

: Perempuan : Laki-laki

: Pasien

6

Page 10: Lapsus (Repaired)1

Susunan keluarga :

No. Nama Umur L/P Keterangan1. Tn B 27 th L Sehat2. Ny NA 30 th P Sehat3. An. SA 12 th L Sehat4. An M. R 8 bln L Sakit

Kesimpulan : Dalam keluarga tidak ada riwayat mederita penyakit sama

9. Riwayat Sosial Lingkungan

Anak tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya dirumah beton

berukuran 8 x 10 m2, terdiri dari 2 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar mandi

beserta WC. Terdapat 2 pintu dan 6 jendela yang sering dibuka. Sumber air

minum dari air galon, sedangkan untuk mandi dan cuci menggunakan air

PDAM. Sampah rumah tangga dibuang ke tempat sampah atau dikumpulkan di

depan rumah.

Kesimpulan : Sosial lingkugan anak bersih

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 4 – 5 – 6

2. Pengukuran

Tanda vital : Tensi : tdl

Nadi : 100 x/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,5 °C

Respirasi : 30 x/menit

7

Page 11: Lapsus (Repaired)1

Berat badan : 8 kg

Panjang/tinggi badan : 69 cm

Lingkar Kepala : 45 cm

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Sianosis : Tidak ada

Hemangiom : Tidak ada

Turgor : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup

Pucat : (-)

4. Kepala : Bentuk : Mesosefali

UUB : Mulai menutup, datar

UUK : Mulai menutup, datar

Lain-lain : Tidak ada

- Rambut : Warna : Hitam

Tebal/tipis : Tebal

Distribusi : Merata

- Mata : Palpebra : Edema (-)

Alis dan bulu mata : Tidak mudah rontok

Konjungtiva : Anemis (-/-)

Sklera : Tidak ikterik

Produksi air mata : Cukup

Pupil : Diameter : 3 mm/ 3mm

Simetris : Isokor

8

Page 12: Lapsus (Repaired)1

Reflek cahaya : (+/+)

Kornea : Jernih

- Telinga : Bentuk : Simetris

Sekret : Tidak ada

Serumen : Minimal

Nyeri : Tidak ada Lokasi : -

- Hidung : Bentuk : Simetris

Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

Epistaksis : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

- Mulut : Bentuk : Simetris

Bibir : Mukosa bibir lembab

Gusi : Tidak mudah berdarah, tidak bengkak

Gigi-geligi : Belum lengkap

- Lidah : Bentuk : Simetris

Pucat/tidak

Tremor/tidak

Kotor/tidak

Warna : Merah muda

- Faring : Hiperemi : Tidak ada

Edem : Tidak ada

Membran/pseudomembran : tidak ada

- Tonsil : Warna : Merah muda

9

Page 13: Lapsus (Repaired)1

Pembesaran : Tidak ada

Abses : Tidak ada

Membran/pseudomembran : Tidak ada

5. Leher :

- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat

Tekanan : Tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada

- Kaku kuduk : Tidak ada

- Massa : Tidak ada

- Tortikolis : Tidak ada

6. Toraks :

a. Dinding dada/paru

Inspeksi : - Bentuk : Simetris

- Retraksi : Tidak ada Lokasi : -

- Dispnea : Tidak ada

- Pernafasan : Thorakoabdominal

Palpasi : Fremitus fokal : Sulit dievaluasi

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronkovesikuler

Suara Tambahan : Tidak ada

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat

Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -

10

Page 14: Lapsus (Repaired)1

Thrill + / - : Tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS II – IV LPS Kanan

Batas kiri : ICS II LPS kiri - ICS V LMC Kiri

Batas atas : ICS II LPS Kanan

ICS II LPS Kiri

Auskultasi : Frekuensi : 100 kali/menit, Irama : Reguler

Suara Dasar : S1 > S2 Tunggal

Bising : Tidak ada Derajat : -

Lokasi : -

Punctum max : -

Penyebaran : -

7. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : Datar

Lain-lain : Tidak ada

Auskultasi : Bising usus positif meningkat

Perkusi : Timpani/pekak : Timpani

Asites : Tidak ada

Palpasi : - Hati : Tidak teraba

- Lien : Tidak teraba

- Ginjal : Tidak teraba

- Massa : Tidak teraba

Turgor cepat kembali

11

Page 15: Lapsus (Repaired)1

8. Ekstremitas :

- Umum : Akral hangat

Edema

Parese

- Neurologis

8. Susunan Saraf : N I – XII sulit dievaluasi

9. Genitalia : Laki-laki, dalam batas normal

10. Anus : Positif, tidak ada kelainan

D. RESUME

Nama : By. M Rayyan

Jenis kelamin : Laki-laki

12

++

++

--

--

--

--

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Bebas aktif Bebas aktif Bebas aktif Tidak bebas

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Klonus Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Reflek fisiologis BPR(+)

TPR(+)

BPR(+)

TPR(+)

KPR (+)

APR (+)

KPR (+)

APR (+)

Reflek patologisH/T(-/-) H/T(-/-)

Babb (-)

Chadd (-)

Babb (-)

Chadd (-)

Sensibilitas Normal Normal Normal Normal

Tanda meningeal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Page 16: Lapsus (Repaired)1

Umur : 10 bulan

Berat badan : 8 kg

Keluhan Utama : BAB berdarah

Uraian : + 3 hari SMRS anak BAB cair campur darah,

ampas cair, dan lendir. Lebih dominan ampas.

BAB 4 kali sehari, tiap BAB + 5 cc, menyusu

biasa, BAK seperti biasa, tidak rewel. Demam

turun sementara dengan obat paracetamol.

Sebelumnya anak telah dibawa ke IGD RSUD

Balangan, diberi sirup antibiotik, L-zinc, dan L-

Bio kemudian boleh pulang. Karena tidak ada

perubahan selama 3 hari, anak dibawa lagi ke RS

kemudian dirawat.

Pemeriksaaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis GCS : 4 - 5 - 6

Tensi : tidak dilakukan

Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat angkat

Pernafasan : 30 kali/menit

Suhu : 36,5 °C

Kulit : Turgor cepat kembali

Kepala : Mesosefali, UUB dan UUK datar belum menutup

Mata : Anemis (-/-)

13

Page 17: Lapsus (Repaired)1

Telinga : Simetris, sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir lembab

Toraks/Paru : Simetris, retraksi (-) Rh/Wh (-/-)

Jantung : S1 > S2 tunggal, bising (-)

Abdomen : Datar, BU (+) meningkat, H/L/M tidak teraba,

Ekstremitas : Akral hangat

Susunan saraf : N I – N XII sulit dievaluasi

Genitalia : Laki-laki, dalam batas normal

Anus : dalam batas normal

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Jenis pemeriksaan Satuan Nilai Normal 3 Mei 2015

Hemoglobin

Leukosit

Eritrosit

Hematokrit

Trombosit

gr/dl

ribu /u l

juta /u l

vol%

ribu /u l

11.0 – 15.0

4.0 – 10.5

3.90 – 5.50

35 – 45

150 – 350

11,1

9.6

4,09

30,0

157

Hasil Pemeriksaan Feses (4 Mei 2015)

Makroskopis

Warna

Konsistensi

Darah

Lendir

Kuning kecoklatan

Cair

+

Negatif

Mikroskopis14

Page 18: Lapsus (Repaired)1

Eritrosit

Leukosit

Amuba

Bakteri

Telur cacing

Fungi

Lain-lain

0-1

> 25

Negatif

Penuh

Negatif

Negatif

Negatif

F. DIAGNOSIS

1. Diagnosa banding :

1). Disentri basiler tanpa dehidrasi

2). Disenti amuba tanpa dehidrasi

3). Intussusepsi

2. Diagnosa Kerja : Disentri Basiler tanpa dehidrasi

3. Status Gizi :

NCHS : BB/U = -2<SD<0 (normal)

PB/U = -3<SD<-2 (normal)

BB/TB = -1<SD<0 (normal)

CDC 2000 = 8/8,2 x 100%=97,5% (Normal)

G. USULAN PEMERIKSAAN

Feses Lengkap

Biakan bakteri

15

Page 19: Lapsus (Repaired)1

H. PENATALAKSANAAN IGD

IVFD D5 ¼ NS 24 tpm mikro

Cotrimoksazole syr 2x1 cth

L-zinc 1x20 mg

L-bio 2x1 sach

Oralit ad libitum

I. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Bonam

Quo ad sanationam : Bonam

16

Page 20: Lapsus (Repaired)1

J. FOLLOW UP

7 Mei 2015 8 Mei 2015 9 Mei 2015

SUBJEKTIFBAB berdarah + < 1x -Demam - - -Rewel - - -Menyusu + + +

OBJEKTIFTanda vitalN (x/mnt) 96 110 90RR (x/mnt) 30 30 30T (0C) 35,8 36,3 35,8TD (mmHg) Tdl Tdl TdlPemeriksaan FisikKulit Pucat - - - Sianosis - - -Kepala Mesosefali Mesosefali MesosefaliMata Anemis -/- -/- -/- Ikterik -/- -/- -/-Hidung PCH (-) PCH (-) PCH (-)Muut Bibir Pucat - - - Mukosa bibir Lembab Lembab Lembab Sianosis - - -Leher tortikolis - - -Thorax Inspeksi Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-) Simetris, retraksi (-) Palpasi FV (sde) FV (sde) FV (sde) Perkusi Sonor Sonor Sonor Auskultasi Bronkovesikular Bronkovesikular Bronkovesikular

17

Page 21: Lapsus (Repaired)1

Abdomen Inspeksi Datar Datar Datar Auskultasi BU (+) N BU (+) N BU (+) N

Perkusi Timpani Timpani TimpaniPalpasi Turgor cepat

kembaliTurgor cepat

kembaliTurgor cepat

kembali Hati Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Limpa Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Massa Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Tidak ada

EkstremitasAkral Hangat Hangat HangatEdema - - -Parese - - -

ASSESMENT Disentri Basiler tanpa Dehidrasi

Disentri Basiler tanpa Dehidrasi

Disentri Basiler tanpa Dehidrasi

PLANNING - IVFD D5 ½ NS 500 cc/hari

- PO. Cotrimoxzol syr 2x1 cth stop

- PO. L-zink 1x 20 mg

- PO. L-Bio 2x1 sach

- PO. Oralit ad libitum

- PO. Vit A 200.000 H1

- PO. Cefixime 2x ¾ cth

- FL : bakteri penuh

- Leukosit > 25/LP

- Aff infus- PO. L-zink 1x 20

mg- PO. L-Bio 2x1

sach- PO. Oralit ad

libitum- PO. Vit A

200.000 H2- PO. Cefixime 2x

¾ cth

- PO. L-zink 1x 20 mg

- PO. L-Bio 2x1 sach

- PO. Oralit ad libitum

- PO. Cefixime 2x ¾ cth lanjut 5 hari

- BLPL

18

Page 22: Lapsus (Repaired)1

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan

kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat

disebabkan oleh bakteri disentri basiler yang disebabkan oleh shigellosis dan amoeba

(disentri amoeba). Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode

disebabkan oleh shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan antibiotik.5,6

Shigellosis merupakan penyakit infeksi saluran yang ditandai dengan diare

cair akut dan/atau disentri (tinja bercampur darah, lender, dan nanah), pada umumnya

disertai demam, nyeri perut, dan tenesmus. Komplikasi shigelosis berat menjadi fatal

adalah perforasi usus, megakolon toksik, prolapses rekti, kejang, anemia septik,

sindrom hemolitik uremia, dan hiponatremi. Penyakit ini ditularkan melalui rute

fekal-oral dengan masa inkubasi 1 - 7 hari, untuk terjadinya penularan tersebut

diperlukan dosis minimal penularan 200 bakteri shigella.1

B. Etiologi

Infeksi saluran pencernaan disebabkan oleh berbagai enteropatogen, termasuk

bakteria, virus dan parasit. Manifestasi klinis tergantung pada organisme dan hospes,

dan meliputi infeksi tidak bergejala, diare cair, diare berdarah.7

Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan amuba,

enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC, (Campylobacter jejuni

19

Page 23: Lapsus (Repaired)1

dan virus (rotavirus). diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan

tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler.1

Infeksi protozoa usus menimbulkan variasi yang luas dari sindroma klinis,

berkisar dari status pengidap asimtomatik sampai penyakit berat yang disertai dengan

lesi patologis di saluran pencernaan atau organ lain. Infeksi dengan protozoa usus

biasanya didapat secara oral melalui kontaminasi tinja pada air ataupun makanan, dan

mereka lebih endemik di negara-negara dengan keadaan air tidak bersih (sehat). 8

Tabel 1. Agen-agen penyebab gastroenteritis7

Bakteri Virus Parasit

Peromonas sp.

Bacillus cereus

Campylobacter jejuni

Clostridium perfringens

Clostridium difficile

Escherichia coli

Plesiomonas shigellosis

Salmonella

Shigella

Staphylococcus aureus

Vibrio cholera

Vibrio parahaemolyticus

Yersinia enterocolitica

Astrovirus

Kalisivirus

Koronavirus

Adenovirus enteric

Virus Norwalk

Rotavirus

Cryptosporidium

Cyclospora spp.

Entamoeba histolytica

Enterocytozoon bieneusi

Giardia lamblia

Isospora belli

Strongyloides stercoralis

20

Page 24: Lapsus (Repaired)1

Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan penyebabnya

yaitu bakteri (shigella) dan parasite (amoeba).

1. Disentri basiler

Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, Shigella sendiri adalah basil non

motil gram negatif dalam family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies dari Shigella yang

menimbulkan sakit yaitu S. Dysentriae (serogrup A), S. Flexneri (serogrup B), S.

Boydii (serogrup C) dan S. Sonnei (serogrup D). Ada 12 serotip pada grup A, 6

serotip dan 13 subserotip pada grup B, 18 serotip di grup C dan 1 serotip di grup D.9

2. Disentri amoeba

Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut amoebiasis.

Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang merupakan protozoa

usus yang sering hidup menjadi mikroorganisme patogen di usus besar manusia.

Entamoeba memiliki beberapa spesies antara lain E. histolytica, E.dispar,

E.moshkovskii, E.polecki, E.coli, E.hartmanni, Jodamoeba butschlii, Dientamoeba

fragilis dan Endolimax nana. Semua spesies tersebut dapat ditemukan dalam rongga

usus besar tetapi hanya E.histolytica yang bersifat patogen terhadap manusia dan

infeksi invasif.8,10

C. Epidemiologi

Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien

pertahun 70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun, Ghiskan melaporkan 5

juta kematian pasien diare di dunia setiap tahunnya. World Health Oranization

membagi diare menjadi tiga kelompok yaitu diare cair akut, diare berdarah (disentri)

dan diare persisten. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan

21

Page 25: Lapsus (Repaired)1

amuba, enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC,

(Campylobacter jejuni dan virus (rotavirus). diantaranya, penyebab yang paling

sering mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler.

1

Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien

shigellosis meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di Indonesia

memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan

oleh Disentri basiler. Laporan dari di Amerika Serikat memperkirakan sebanyak 6000

dari 450.000 kasus diare per tahun dirawat di rumah sakit, di Inggris 20.000-50.000

kasus per tahun, sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian ± 40.000

kasus (rata rata case fatality rate 4%). Tingginya insidens dan mortalitas dihubungkan

dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk, dan kebersihan yang

kurang.1

Infeksi dengan shigella terjadi paling sering selama bulan-bulan panas di

daerah beriklim sedang dan selama musim hujan di daerah beriklim tropis. Jenis

kelamin yang terkena sama. Walaupun infeksi dapat terjadi pada setiap umur, paling

sering pada usia tahun ke-2 dan ke-3. Infeksi pada 6 bulan pertama jarang dengan

alasan yang belum jelas. ASI, yang pada daerah endemik mengandung antibodi

terhadap antigen virulen yang di kode-plasmid maupun lipopolisakarida, sebagian

dapat menjelaskan insiden terkait umur. Infeksi anak dan orang dewasa yang tidak

bergejala dapat terjadi tetapi tidak lazim.9

D. Patogenesis

1. Shigella

22

Page 26: Lapsus (Repaired)1

Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk

batang, tidak bergerak, tidak berkapsul dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen

lain. Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon, jarang menembus

sampai melewati mukosa, sehingga tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada

gejala hiperpireksia dan toksemia. Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah

perubahan permukaan mikrovili dari brush border yang menyebabkan pembentukan

vesikel pada membran mukosa. Selanjutnya dapat menghancurkan vakuola fagositik

intraselular, memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang

berdekatan. Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya

plasmid besar (120-140 Mdal) yang mampu mengenali bagian luar membran protein

seperti plasmid antigen invasions (Ipa). Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta

inflamasi mukosa. Dari bagian yang mengalami inflamasi tersebut shigella

menghasilkan ekso-toksin yang berdasarkan cara kerja toksin dikelompokkan

menjadi neurotoksik, enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang terbentuk inilah yang

menimbulkan berbagai gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan nyeri otot.1

Shigotoksin, suatu eksotoksin kuat penghambat-sintesis protein, dihasilkan

dalam jumlah yang berarti hanya oleh serotype 1 S.dysenteriae dan E.coli tertentu

(E.coli enterohemoragik atau E.coli penghasil toksin-seperti-shiga). Fase diare berair

shigellosis dapat disebabkan oleh enterotoksin unik; enterotoksin shigella 1 (ShET-1),

dikode pada kromosom bakteri, dan ShET-2 dikode pada plasmid virulens.9

Shiga toksin dapat menyebabkan terjadinya sindrom hemolitik uremik dan

trombotik trombositopenik purpura. Kejadian tersebut sering dihubungkan dengan

reaksi silang akibat infeksi serotype E.coli yang juga dapat menghasilkan toksin yang

23

Page 27: Lapsus (Repaired)1

mirip dengan toksin Shiga. Mekanisme dari efek patogenisitas ini mungkin

melibatkan suatu toksin pengikat sel endotel (binding toxin endothelial cell), yang

dapat menyebabkan mikroangiopati hemolisis dan lesi pada glomerulus.1

Shigella memerlukan amat sedikit inokulum agar menimbulkan sakit.

Penelanan sebanyak 10 organisme S.dysenteriae serotip 1 dapat menyebabkan

disentri pada beberapa individu yang rentan. Hal ini berbeda pada organisme seperti

Vibrio cholera, yang memerlukan penelanan 108 -1010 organisme agar menimbulkan

sakit. Pengaruh inokulum menjelaskan kemudahan penularan shigella dari orang ke

orang yang berbeda dengan V.cholerae.9

Perubahan patologis shigellosis terjadi terutama pada kolon, organ sasaran

untuk shigella. Perubahan-perubahannya paling kuat dalam kolon distal, walaupun

pankolitis dapat terjadi. Secara umum dapat ditemukan edema mukosa setempat atau

difus, ulserasi, mukosa rapuh, perdarahan dan eksudat. Secara mikroskopis, ulserasi,

pseudomembran, kematian sel epitel, infiltrasi sel polimorfonuklear dan mononuklear

meluas dari lapisan mukosa sampai lapisan muskularis, dan terjadi edema

submukosa.9

2. Amoebiasis

Patogenesitas E.hystolitica diyakini tergantung pada dua mekanisme-kontak

sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa

kematian tergantung-kontak oleh trofosoit meliputi perlekatan (adherence), sitolisis

ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung

jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa kolon. Juga telah dirumuskan

bahwa amuba dapat mengeluarkan protein pembentuk-pori yang membentuk saluran

24

Page 28: Lapsus (Repaired)1

pada membran sel-sasaran hospes. Bila trofozoit E.histolytica menginvasi mukosa

usus, mereka menyebabkan penghancuran jaringan (tukak) dengan sedikit respons

radang lokal karena kapasitas sitolitik organisme. Organisme memperbanyak diri dan

menyebar ke lateral di bawah epitel usus untuk menimbulkan ulkus bergaung yang

khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada sekum, kolon transversum, dan kolon

sigmoid. Amuba dapat menghasilkan lesi litik yang serupa jika mereka mencapai hati

(ini biasanya disebut abses walaupun mereka tidak mengandung granulosit).

E.histolytica kadang-kadang menyebar ke tempat-tempat ekstraintestinal lain seperti

paru dan otak. Perbedaan mencolok antara luas penghancuran jaringan oleh amuba,

tidak adanya respons radang lokal hospes, dan gambaran (antibodi) humoral sistemik

dan reaksi seluler (cell-mediated) terhadap organisme tetap merupakan teka-teki

ilmiah utama.8

E. Gambaran Klinis

1. Shigella

Disentri basiler secara klinis serupa tanpa memandang apakah penyakitnya

disebabkan oleh E.coli enteroinvasif atau salah satu dari empat spesies shigella;

namun ada beberapa perbedaan klinis, terutama yang berkaitan dengan keparahan dan

risiko komplikasi dengan infeksi S.dysentriae serotip 1.9

Sesudah penelanan shigella ada masa inkubasi beberapa hari sebelum terjadi

gejala-gejala. Khas adalah nyeri abdomen berat, demam tinggi, muntah, anoreksia,

toksisitas menyeluruh, mendadak ingin buang air besar dan terjadi nyeri defekasi.

Pemeriksaan fisik pada saat ini dapat menunjukkan kembung perut dan nyeri, suara

usus hiperaktif, dan nyeri rektum pada pemeriksaan digital.9

25

Page 29: Lapsus (Repaired)1

Diare mungkin berair dan banyak pada mulanya, berkembang menjadi sering

sedikit-sedikit, tinja berlendir darah, namun beberapa anak tidak pernah memburuk

sampai stadium diare berdarah, sedang pada yang lain tinja pertama berdarah. Dapat

terjadi dehidrasi yang berat yang terkait dengan kehilangan cairan dan elektrolit pada

tinja maupun muntah. Diare yang tidak diobati dapat berakhir 1-2 minggu; hanya

sekitar 10% penderita menderita diare menetap selama lebih dari 10 hari. Diare

kronis jarang kecuali pada bayi malnutrisi.9

2. Amoebiasis

Kebanyakan individu yang terinfeksi asimtomatik, dan kista ditemukan pada

tinjanya. Invasi jaringan terjadi pada 2-8% individu yang terinfeksi dan berhubungan

dengan strain parasit atau status nutrisi dan flora usus hospes. Manifestasi klinis

amoebiasis yang paling sering adalah karena invasi lokal epitel usus dan penyebaran

ke hati. 8

Amoebiasis usus dapat terjadi dalam 2 minggu infeksi atau tertunda selama

beberapa bulan. Mulainya biasanya sedikit demi sedikit dengan nyeri kolik perut dan

gerakan usus yang sering (6-8 gerakan/24 jam). Diare seringkali disertai dengan

tenesmus. Tinja bercampur darah dan mengandung cukup banyak lendir dengan

sedikit leukosit. Karakteristik tidak terdapat gejala dan tanda konstitusional

menyeluruh, dengan demam yang didokumentasi hanya pada sepertiga penderita.

Disentri amuba akut terjadi berupa serangan yang berakhir beberapa hari sampai

beberapa minggu; relaps amat sering pada individu yang tidak diobati. kolitis amuba

mengenai semua kelompok umur, tetapi insidennya sangat tinggi pada anak antara

umur 1 dan 5 tahun. Kolitis amuba berat pada bayi dan anak yang lebih kecil terjadi

26

Page 30: Lapsus (Repaired)1

di negara tropis dan semitropis. Bila anak kecil terinfeksi, mereka cenderung dengan

cepat menjadi sakit berat, sering terdapat keterlibatan ekstraintestinal, dan angka

mortalitas yang tinggi. Pada beberapa penderita komplikasi seperti amoeboma,

megakolon toksik, penyebaran ekstraintestinal, atau perforasi lokal dan peritonitis

dapat terjadi. Ulkus bergaung dengan batas mukosa sehat yang khas, terjadi pada

kebanyakan kasus dan dapat dideteksi dengan sigmoidoskopi pada 25% penderita.8

G. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.5

1. Anamnesis

- Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus

menerus bercampur lendir dan darah

- Muntah-muntah

- Demam

- Sakit kepala

- Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh

S.dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat

meninggal bila tidak cepat ditolong.

Di samping itu diare akut juga bisa menimbulkan dehidrasi, gangguan

pencernaan dan kekurangan zat gizi. Pikirkan juga kemungkinan invaginasi dengan

gejala dan tanda: dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, massa intra-

abdominal dan muntah.6

2. Pemeriksaan Fisik

27

Page 31: Lapsus (Repaired)1

- Febris.

- Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri.

- Terdapat tanda-tanda dehidrasi.

- Tenesmus.

3. Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab. 5

H. Diagnosis Banding

Diagnosa banding disentri antara lain invaginasi (gejala dominan lendir dan

darah dibandingkan ampas, kesakitan dan gelisah, massa intraabdominal dan

muntah), alergi susu sapi, gangguan hemotologis seperti defisiensi vitamin K, dan

kelainan imunologis (penyakit Crohn, kolitis ulseratif).11

I. Penatalaksanaan

Anak dengan gizi buruk dengan disentri dan bayi muda (umur <2 bulan) yang

menderita disentri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita

keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang,

mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang

lainnya dapat dirawat di rumah.6

Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk

diobati sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Jika dalam 2 hari tidak

ada perbaikan, dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk kemungkinan mengganti

antibiotiknya.6

- Penanganan dehidrasi dan pemberian makan sama dengan diare akut.

28

Page 32: Lapsus (Repaired)1

- Yang paling baik adalah pengobatan yang didasarkan pada hasil pemeriksaan

tinja rutin, apakah terdapat amuba vegetatif. Jika positif maka berikan

metronidazole dengan dosis 50 mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 5 hari. Jika tidak

ada amuba, maka dapat diberikan pengobatan untuk shigella.

- Beri pengobatan antibiotik oral (selama 5 hari), yang sensitif terhadap sebagian

besar strain shigella. Contoh antibiotik yang sensitif terhadap shigella di

Indonesia adalah siprofloxasin, sefiksim dan asam nalidiksat.

- Beri tablet zinc sebagaimana pada anak dengan diare cair tanpa dehidrasi.

- Pada bayi muda (umur <2bulan), jika ada penyebab lain seperti invaginasi, rujuk

anak ke spesialis bedah.

Tindak lanjut

Anak yang datang untuk kunjungan ulang setelah dua hari, perlu dilihat tanda

perbaikan seperti: tidak adanya demam, berkurangnya BAB, nafsu makan

meningkat.6

Jika tidak terjadi perbaikan setelah dua hari,

- Ulangi periksa feses untuk melihat apakah ada amuba, giardia atau peningkatan

jumlah leukosit lebih dari 10 per lapangan pandang untuk mendukung adanya

diare bakteri invasif.

- Jika memungkinkan, lakukan kultur feses dan tes sensitivitas

- Periksa apakah ada kondisi lain seperti alergi susu sapi, atau infeksi mikroba lain,

termasuk resistensi terhadap antibiotik yang sudah dipakai.

- Hentikan pemberian antibiotic pertama,

- Beri antibiotik lini kedua yang diketahui efektif melawan shigella.

29

Page 33: Lapsus (Repaired)1

- Jika kedua antibiotik, yang biasanya efektif melawan shigella, telah diberikan

masing-masing selama 2 hari namun tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis:

- Telusuri dengan lebih mendalam ke standar pelayanan medis pediatric.

- Rawat anak jika terdapat kondisi lain yang memerlukan pengobatan di rumah

sakit.

- Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala simtomatis dari nyeri

pada perut dan anus, atau untuk mengurangi frekuensi BAB, karena obat-obatan

ini dapat menambah parah penyakit yang ada.6

J. Pencegahan

- Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi

lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun,

suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.

- Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan

dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang

tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.

- Keluarga ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi

BAB kurang dari 5kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada

kemajuan. 5

K. Prognosis

Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada atau

tidaknya komplikasi, dan pengobatannya. Pada umumnya prognosis dubia ad bonam.

5

30

Page 34: Lapsus (Repaired)1

L. Komplikasi

a. Haemolytic uremic syndrome (HUS).

b. Hiponatremia berat.

c. Hipoglikemia berat.

d. Susunan saraf pusat sampai terjadi ensefalopati.

e. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis dan

perforasi dan hal ini menimbulkan angka kematian yang tinggi.

f. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.

g. Dehidrasi berat.5

31

Page 35: Lapsus (Repaired)1

BAB IV

DISKUSI

Pada kasus ini, seorang anak laki-laki berumur 8 bulan dengan berat badan 8

kg mendapatkan perawatan di ruang anak RSUD Balangan. Anak dirawat mulai

tanggal 6-9 Mei 2012 dengan keluhan utama BAB cair campur darah 3 hari sebelum

dirawat. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang,

anak didiagnosis dengan disentri basiler tanpa dehidrasi.

Dari anamnesis didapatkan 3 hari SMRS anak BAB cair campur darah,

berampas cair, dan berlendir. Lebih dominan ampas. BAB 4 kali sehari, menyusu

biasa, BAK seperti biasa, tidak rewel. Demam turun sementara dengan obat

paracetamol. Berdasarkan tinjauan pustaka, selain BAB cair campur darah disentri

basiler memiliki gejala toksisitas sistemik berupa nyeri abdomen berat, demam tinggi,

muntah, anoreksia, mendadak ingin buang air besar dan terjadi nyeri defekasi. 9

Terkadang gejala nyeri abdomen jarang ditemui karena anak sulit menjelaskan

perasaan nyeri tersebut. Pada kasus, gejala toksisitas didapatkan demam terus

menerus turun sebentar dengan pemberian paracetamol.

Selain anamnesis, pada pemeriksaan fisik ditemukan turgor anak cepat

kembali, UUB datar, bising usus meningkat, dan tidak teraba adanya massa

32

Page 36: Lapsus (Repaired)1

intraabdominl. Dari pemeriksaan fisik tersebut, anak tidak mengalami tanda-tanda

dehidrasi. Tidak adanya massa intraabdominal dapat menyingkirkan invaginasi pada

kasus.11

Hasil laboratorium feses lengkap didapatkan : darah dan ampas pada feses,

tidak ada lendir, ditemukan leukosit > 25/LP, bakteri penuh, sedangkan amuba tidak

ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa anak menderita disentri yang disebabkan

oleh bakteri.

Anak dengan gizi buruk dengan disentri dan bayi muda (umur <2 bulan) yang

menderita disentri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita

keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang,

mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang

lainnya dapat dirawat di rumah.6

Tata laksana shigelosis sama dengan tata laksana diare pada umumnya,

walaupun WHO (pada akhir tahun 1970 dan awal 1980) merekomendasikan

trimethoprim-sulfametoksazol (kotrimokzasole) sebagai pilihan utama. Trimetoprim

Sulfametoksazol sampai sekarang masih digunakan karena mudah didapat, harganya

murah, aman untuk anak, dan tersedia dalam kemasan oral. Dari berbagai penelitian

dilaporkan bahwa pemberian antimikroba dapat mengurangi morbiditas, mengurangi

lama sakit, penyebaran organisme, dan mencegah komplikasi sekunder, dan

menurunkan angka kematian.1

Pemberian antimikroba disesuaikan dengan pola resistensi shigela di daerah

tersebut karena beberapa penelitian melaporkan telah terjadi resistensi trimetoprim

sulfametoksazol pada shigellosis. Laporan mengenai resistensi trimetoprim-

33

Page 37: Lapsus (Repaired)1

sulfametoksazol dijumpai di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Eropa. Terjadinya

resistensi akan meningkatkan risiko epidemi shigelosis, tidak terkecuali di Indonesia.

Jika dalam 2 hari tidak ada perbaikan, dianjurkan untuk kunjungan ulang untuk

kemungkinan mengganti antibiotiknya. Obat golongan Sefalosporin generasi ketiga

seperti Cefriaxone ataupun Cefixime bagi pasien yang mempunyai kontraindikasi

terhadap pemberian Kotrimoksasol. Obat golongan Quinolone generasi pertama

(Nalidixic acid) juga efektif bagi pasien yang alergi terhadap Sulfas dan

Sefalosporin.11 Pada kasus, anak telah mendapat antibiotik kotrimokzsole selama 3

hari namun tidak ada perubahan sehingga diperlukan penggantian antibiotik.

Pada kasus, pasien mendapatkan IVFD D5 ½ NS 500 cc/hari, di hari kedua

perawatan dilakukan aff infus. Anak mendapat obat peroral; L-zink 1x 20 mg, L-Bio

2x1 sach, Oralit ad libitum, Vit A 200.000 2 hari pemberian dan antibiotik yang

diberikan Cefixime 2x ¾ cth.

Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet

lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi

vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan diare,

terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat

perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat Zinc oral. Pada saat diare,

anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian zinc mampu menggantikan

kandungan zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan

diare. Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah

resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare dan dapat

mengurangi lamanya diare akut dan persisten. Dalam pemberian obat-obatan, harus

34

Page 38: Lapsus (Repaired)1

diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak

diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit.12

Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai

efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri

probiotik di dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah

diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak

terdapat tempat lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan diri pada sel epitel usus

sehingga kolonisasi bakteri patogen tidak terjadi. Dengan mencermati fenomena

tersebut bakteri probiotik dapat dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan

pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain,

pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian

antibiotika yang tidak rasional (antibiotic associated diarrhea).13

Mikroekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika dapat

dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik. Mekanisme kerja bakteri

probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gangguan keseimbangan mikrobiota

komensal melalui 2 model kerja rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan

respon imun dari sistem imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun

humoral lokal mukosa yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen yang

berada dalam lumen usus yang fungsi ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA).13

35

Page 39: Lapsus (Repaired)1

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus disentri basiler tanpa dehidrasi pada seorang anak

laki-laki berusia 8 bulan yang dirawat di ruang anak RSUD Balangan. Pasien datang

dengan keluhan BAB cair campur darah. Dari anamnesis, tanda klinis, fisik dan

laboratorium didiagnosis dengan disentri basiler tanpa dehidrasi.

Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah Sakit Balangan, terapi

cairan, pemberian antibiotik, zinc, probiotik dan vitamin A. Pasien dipulangkan dari

RS setelah perawatan selama 3 hari dengan alasan keadaan secara klinis membaik.

36

Page 40: Lapsus (Repaired)1

DAFTAR PUSTAKA

1. Nafianti S, Sinuhaji A. Resisten Trimetoprim-Sulfametoksazol terhadap Shigellosis. Sari Pediatri. 2005;7:1 39-44

2. Agasan A, Reddy S, William G, dkk. High prevalence of antimicrobial resistance among shigella isolated to agents commonly used for treatment, NARMS 1999. NARMS Presentations. Didapat dari, URL: http://www.cdc.gov/narms /pub/presentations/2000/aagasan. htm.

3. Dupont HL. Shigella Species (bacillary dysentery). Dalam: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles and Practice of Infectious Diseases. Volume kedua. Edisi ke-5. New York: Churchil Livingstone; 2000. h. 2363-8.

4. Lichnevski M. Shigella Dysentery and Shigella infections. Vol.2. Issue 1, 1996, h. 102-4. Didapat dari: URL: http://www.emro.who.int/publications/emjh/0201/14.htm.

5. Permenkes Republik Indonesia Nomor 5. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014. 104-106.

6. WHO, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2008. Jakarta: WHO Indonesia; 2008. Hal 152-155.

7. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC 2000. Hal 889-893.

8. Bonomo RA, Salata RA. Penyakit Protozoa. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC 2000. Hal 1186-1189.

9. Gomez HF, Cleary TG. Shigella. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC 2000. Hal 974-976.

10. Rozaliyani A, Setyastuti H, Nawas MA, Kurniawan A. Diagnosis dan penatalaksanaan Empiema Amuba. FKUI. 2010;Majalah Kedokteran Indonesia. 2010;60:11 526-531.

11. Tanto, chris et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Media Eusculapius FKUI Jakarta. 2014.

Page 41: Lapsus (Repaired)1

12. Christa LFW, Robert EB. Micronutrients and Diarrheal Disease. Clinical Infectious Diseases 2007; 45:S73–7

13. Eppy. Diare Akut. Medicinus 2009; Vol. 22, No.3, Edition September - November