[revisi 1] hbm (repaired)

31
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Health Belief Model 1.1.1 Pengantar Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok ahli psikologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat amerika. Model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pemcegahan deteksi penyakit (Houchbaum, 1958; Rosenstock, 1974 dalam Galnz dkk., 1997) dan seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia (Krischt, 1988; Schmidt., 1990) yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang kesehatan (Damoiseaux, 1987 dalam Smet, 1994). Selain itu HBM digunakan untuk mengidentifikasi beberapa faktor prioritas penting yang berdampak terhdap pengambilan keputusan secara rasional dalam situasi yang tidak menentu (Rosentcok, 1990). Pada tahun 1974, pendidikan kesehatan mencurahkan seluruh perhatian terhadap isu HBM dan perilaku kesehatan individu (Becker, 1974 dalam Glanz dkk., 1997). Isu tersebut merupakan kesimpulan yang ditemukan dari riset HBM untuk memahami mengapa individu melakukan atau tidak melakukan, berkaitan dengan berbagai variasi yang luas hubungannya dengan tindakan

Upload: cindy-adhitya-maharani

Post on 09-Jul-2016

344 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: [REVISI 1] HBM (Repaired)

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

1.1 Health Belief Model1.1.1 Pengantar

Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh

kelompok ahli psikologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat

amerika. Model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas

kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pemcegahan deteksi

penyakit (Houchbaum, 1958; Rosenstock, 1974 dalam Galnz dkk.,

1997) dan seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam

perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia (Krischt, 1988;

Schmidt., 1990) yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang

kesehatan (Damoiseaux, 1987 dalam Smet, 1994).

Selain itu HBM digunakan untuk mengidentifikasi beberapa faktor

prioritas penting yang berdampak terhdap pengambilan keputusan

secara rasional dalam situasi yang tidak menentu (Rosentcok, 1990).

Pada tahun 1974, pendidikan kesehatan mencurahkan seluruh

perhatian terhadap isu HBM dan perilaku kesehatan individu (Becker,

1974 dalam Glanz dkk., 1997). Isu tersebut merupakan kesimpulan

yang ditemukan dari riset HBM untuk memahami mengapa individu

melakukan atau tidak melakukan, berkaitan dengan berbagai variasi

yang luas hubungannya dengan tindakan kesehatan. Hal tersebut juga

memberikan dukungan penting untuk model ini dan menjelaskan

perilaku pencegahan dan respons terhadap gejala atau diagnosis

penyakit.

1.1.2 VariableHBM merupakan model kognitif yang digunakan untuk

meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Menurut HBM,

kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi

secara langsung dari 6 variable:

1. Cues to Action

Page 2: [REVISI 1] HBM (Repaired)

Cues of action adalah segala hal, baik peristiwa, orang, atau

hal-hal lain yang mendorong seseorang untuk merubah

perilakunya. Hal pendorong tersebut dapat berupa faktor internal

dan eksternal. Detak jantung bertambah, kedinginan, kepanasan

adalah contoh faktor internal. Sedangkan contoh faktor eksternal

adalah seseorang akan merubah perilakunya apabila ada anggota

keluarganya yang sakit, berita pada media massa, kampanye

pada media masa, nasihat teman, atau peringatan kesehatan.

2. Perceived Suscepbility

Kerentanan seseorang merupakan salah satu variable kuat

yang mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi perilaku

kesehatan. Semakin besar seseorang merasa rentan terhadap

suatu penyakit maka semakin besar kemungkinan ia akan

berperilaku baik. Contohnya apabila seseorang merasa rentan

dengan virus HIV maka ia akan menggunakan kondom sebagai

bentuk pencegahan, perceived susceptibility juga memotiasi

seseorang untuk melakukan vaksin influenza, menggunakan

sunscreen agar terhindar dari kanker kulit, dan lain-lain.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, apabila seseorang

merasa yakin dirinya rentan terhadap seuatu penyakit maka orang

tersebut akan berperilaku mencegah agar terhindar dari penyakit

tersebut. Hal ini berlaku sebaliknya, apabila seseorang tidak

merasa rentan terhadap suatu penyakit maka ia akan berperilaku

buruk atau tidak melakukan pencegahan. Seperti apa yang

ditemukan pada mahasiswa Asia-Africa, mereka tidak merasa

bahwa HIV/AIDS bukan masalah kesehatan endemik di Asia

sehingga persepsi mereka akan kerentanan terhadap penyakit HIV

rendah.

3. Perceived Severity

Perceived severity menjelaskan tentang keyakinan seseorang

terhadap keparahan suatu penyakit. Keyakinan seseorang tentang

keparahan suatu penyakit tidak hanya dipengaruhi oleh

pengetahuan kesehatan, namun hal ini juga dipengaruhi oleh

kepercayaan seseorang tentang kesulitan apa yang akan

Page 3: [REVISI 1] HBM (Repaired)

disebabkan penyakit tersebut dan efek penyakit itu pada

hidupnya. Contohnya sebagian besar dari kita menganggap flu

adalah penyakit ringan, maka kita hanya akan beristirahat dirumah

selama beberapa hari dan sembuh. Berbeda halnya dengan asma,

adanya flu pada penderita asma dapat membuat mereka dirawat

dirumah sakit akibatnya persepsi mereka tentang flu adalah

sebuah penyakit serius.

4. Perceived Benefits

Perceived benefit menerangkan tentang opini seseorang

terhadap keuntungan apa yang mereka dapatkan dari perilaku

yang mereka anut. Orang-orang akan melakukan suatu perilaku

apabila ia percaya bahwa perilaku tersebut dapat menghindarkan

mereka dari risiko terkena penyakit. Contohnya seseorang

menganggap berhenti merokok dapat menghindarkannya dari

ancaman penyakit paru maka ia akan berhenti merokok.

5. Perceived Cost

Perubahan bukan suatu hal yang mudah dilakukan pada

kebanyakan orang. Perceived cost menjelaskan tentang masalah

atau kerugian yang didapat apabila melakukan perubahan.

Agar sebuah perilaku diadopsi oleh seseorang, maka

seseorang tersebut harus yakin terhadap keuntungan yang akan ia

dapat lebih besar daripada keuntungan perilaku sebelumnya dan

lebih banyak daripada kerugiannya. Contohnya apabila seseorang

ingin memeriksakan kesehatannya ke pelayanan kesehatan

namun akses menuju ke pelayanan tersebut dibutuhkan jarak,

tenaga, dan biaya yang besar maka hal itu dapat membuat

seseorang tidak memeriksakan kesehatannya.

6. Self-Efficacy

Self-efficacy ditambahkan pada 4 varibale asli teori HBM

(Rosenstock, Strecher & Becker, 1988). Self-efficacy merupakan

kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan

sesuatu. Seseorang tidak akan mencoba melakukan hal baru

apabila ia berpikir ia tidak mampu melakukannya. Bahkan apabila

ia yakin sebuah perilaku berdampak baik padanya namun ia

Page 4: [REVISI 1] HBM (Repaired)

merasa tidak mampu melakukannya, maka ia tidak akan

melakukan hal tersebut.

Perceived of susceptibility, perceived of severity, benefits and

costs dipengaruhi oleh beberapa hail, yakni 1) variable demografi

(umur, jenis kelamin, latar belakang budaya), 2) variable sosial

psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial), dan 3) variable

stuktural (pengetahuan, dan pengalaman sebelumnya). Sebagai

contoh, orang tua akan memandang secara berbeda risiko kanker dan

penyakit jantung dan remaja. Orang yang memiliki pengalaman

dengan penyakit tertentu akan bersikap lain terhadap penyakit tersebut

dibandingkan orang yang tidak memiliki pengalaman ini, demikian juga

variable sosiopsikologis akan dinilai berbeda sesuai struktur

sosiopsikologi-nya.

1.1.3 PenerapanHBM adalah suatu model teori yang berkaitan dengan dunia medis

dan mencakup berbagai perilaku, seperti check up pencegahan dan

Page 5: [REVISI 1] HBM (Repaired)

skrinning, dan imunisasi. Contohnya kegunaan HBM dalam imunisasi

memberi kesan bahwa orang yang menigkuti program imunisasi

percaya hal-hal berikut.

1. Kemungkinan terkena penyakit tinggi (ketidakkekebalan)

2. Jika terjangkit, penyakit tersebut membawa akibat serius.

3. Imunisasi merupakan cara paling efektif untuk pencegahan

penyakit.

4. Tidak ada hambatan serius untuk imunisasai, tetapi hasil

beberapa penelitian HBM menunjukkan sebaliknya.

5. Orang tersebut percaya bahwa percaya bahwa imuninasis dapat

ia lakukan.

Dalam perkembangannya, HBM telah menggunakan keterkaitan

dalam kebiasaan seseorang dan sifat-sifat yang dikaitkan dengan

perkembangan dari kondisi kronis, termasuk gaya hidup tertentu

seperti merokok, diet, olah raga, perilaku keselamatan, penggunaan

alkohol, penggunaan konson untuk pencegahan AIDS, dan gosok gigi.

Penekakan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit telah diganti

kontrol terhadap risiko, dan HBM telah diterapkan pada perilaku itu

sendiri dan lebih penting untuk mencegah perubahan perilaku.

Perluasan HBM melebihi pencegahan, terjadi untuk keadaan

kesakitan dan perilaku peran sakit. Penelitian terjadinya gejala dan

respons terhadap gejala, menggambarkan secara lengkap bagaiaman

individu menginterpretasikan keadaan tubuh dan bagaimana

berperilaku selektif. Hal ini beriarti gambaran tentang kesakitan

diterjemahkan ke dalam varibel-variabel HBM selanjutkan variable-

variable ini digunakan untuk meramalkan perilaku berikutnya.

1.1.4 Kekurangan dan KelebihanSecara teoritis Health Belief Model memiliki 4 kekurangan, yakni:

1. HBM lebih didasarkan pada penelitian terapan dalam permasalahan

penddidikan kesehatan daripada penelitian akademis.

2. HBM didasarkan pada beberapa asumsi yang dapat diragukan,

seperti pemikiran bahwa setiap pilihan perilaku selalu berdasarkan

pertimbangan rasional. Selain rasionalisasinya diragukan, HBM juga

Page 6: [REVISI 1] HBM (Repaired)

tidak memberikan spesifikasi tepat terhadap kondisi ketika individu

membuat pertimbangan tertentu.

3. HBM hanya memerhatikan keyakinan kesehatan. Kenyatannya,

orang dapat membuat banyak pertimbangan tentang perilaku yang

tidak berhubungan dengan kesehatan tetapi mkasih meme[engaruhi

kesehatan. Sebagai contoh, seorang dapat bergaubung dengan

kelompok olahraga karena kontak sosial atau keretarikan pada

seseorang kelompok tersebut. Keputusan yang diambil tidak ada

kaitannya dengan kesehatan, tetapi memengahuri kondisi

kesehatannya.

4. Berkaitan dengan ukuran komponen-komponene HBM. Banyak

studi menggunakan konsep operasioanal dan pengenalan yang

berbeda sehingga sulit dibandingkan. Hal ini menunjukkan hasil

yang tercampur dan prediksi yang tidak konsisten. Analisis model ini

menunjukkan bahwa predictor dapat berubah sewaktu-waktu.

Sedangkan kelebihan Health Belief Model adalah sebagai berikut:

1. HBM adalah model yang cocok untuk digunakan untuk melakukan

penelitian yang berhubungan dengan perilaku pencegahan

(Skrinning, imunisasi, vaksinasi).

2. Digunakan dalam menganalisis perilaku yang berisiko terhadap

kesehatan.

1.2 Protection Motivation Theory1.2.1 Pengantar

Pada era ini, perilaku manusia semakin lama menjadi semakin

tidak sehat. Perubahan gaya hidup seperti pola makan, konsumsi

alcohol, merokok, dan lain sebagainya memicu munculnya berbagai

penyakit yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas hidup dan

kematian dini. Oleh karena itu diperlukan adanya aksi preventif untuk

menghindari dari konsekuensi negative akibat melakukan hal – hal

tersebut. Program – program preventif yang telah ada selama ini

hanya memperlihatkan hal yang tidak menyenangkan akibat

melakukan perilaku tidak sehat, namun tidak memberikan informasi

tentang konsekuensi kesehatannya terhadap masyarakat. Jika

Page 7: [REVISI 1] HBM (Repaired)

informasi tentang bahaya akibat perilaku tersebut diperlihatkan secara

implisit sekalipun, hal itu akan memotivasi masyarakat untuk

berperilaku sehat. Menurut Schwarzer tahun 1992, informasi bahaya

harus ditunjukkan meski dalam level minimum, sebelum orang – orang

memikirkan tentang benefit yang akan ia dapat bila melakukan hal

tersebut.

Protection Motivation Theory (PMT) adalah teori yang pada

awalnya diungkapkan oleh Rogers tahun 1975. Pada paper milik

Rogers pada tahun 1975 tersebut dijelaskan tentang efek kognitif dari

fear appeals. Rogers memahami bahwa ketakutan dapat menjadi

inisiator dari cognitive mediating process karena ketakutan menuntun

penilaian kognitif yang dapat menyebabkan perubahan perilaku.

Konsep dari PMT sendiri menawarkan untuk merubah perilaku hidup

sehat dengan pencegahan dan motivasi. Pada tahun 1992 Schwarzer

mencocokkan teori Rogers dengan teori Health Belief Model dan dapat

dikatakan bahwa Protection Motivation Theory merupakan perluasan

dari teori Health Belief Model.

1.2.2 VariabelTeori Protection Motivation Theory (PMT) adalah salah satu

formulasi model yang menjelaskan bahwa informasi bahaya kesehatan

yang berasal dari sikap atau perilaku merupakan upaya sebagai kegiatan

persuasi maupun preventif. PMT adalah teori perilaku yang berfungsi

mengembangkan intervensi untuk mengurangi tingklat bahaya pada

individu dengan menggunakan penelitian dan mengintegrasikan konsep

psikologis, sosiologis dan bidang lain yang terkait. PMT sendiri

menjelaskan mengapa orang-orang melakukan perilaku hidup tidak sehat

(ancaman dan kerentanan yang mungkin timbul).

Page 8: [REVISI 1] HBM (Repaired)

PMT merupakan suatu proses penilaian ancaman (threat

appraisal) dan penilaian tanggapan (coping appraisal) yang

mengakibatkan timbulnya niat untuk melaksanakan tanggapan adaptif

(motivasi perlindungan) atau maladaptif (menempatkan seseorang pada

resiko).

Proses threat appraisal meliputi penilaian terhadap keseriusan

dari bahaya kesehatan dengan memperkirakan kemungkinan sebuah

dampak yang negative (vulnerability) dan keparahan (severity) dari

dampak negative tersebut bila melakukan tindakan yang berulang.

Komponen severity dan vulnerability ini sama dengan perceived severity

dan perceived susceptibility yang ada pada teori Health Belief Model.

Namun, threat appraisal dari teori Protection Motivation menempatkan

aspek lain yaitu imbalan, baik intrinsic maupun ekstrinsik. Imbalan ini

memainkan peran dalam proses threat appraisal. Imbalan yang

dimaksudkan adalah konsekuensi positif dari maladaptive respon.

Contohnya adalah orang yang mengidap penyakit diabetes mellitus,

orang akan mendapat imbalan dari perilaku diet tidak sehat atau tidak

berolahraga seperti rasa nikmat ketika makan makanan yang tinggi

kolesterol atau tidak perlu meluangkan waktu untuk olahraga. Namun,

dalam teori Protection Motivation, proses threat appraisal membuat

severity dan vulnerability mengurangi ketertarikan orang terhadap

imbalan – imbalan tersebut jadi adaptif respon akan terjadi.

Proses kognitif yang kedua adalah coping appraisal yaitu di

dalamnya meliputi response efficacy dari perilaku, yang merupakan

sebuah evaluasi atau penilaian seberapa efektif perilaku tersebut akan

melindungi dari bahaya. Coping appraisal juga meliputi perceived self –

efficacy, yang mana merupakan evaluasi atau penilaian individu terhadap

kapasitas mereka dalam berperilaku. Bagaimanapun juga, factor – factor

dalam proses coping appraisal ini adalah cost atau biaya yang

dikeluarkan untuk respon adaptif. Biaya yang dimaksud disini adalah

konsekuensi secara fisik, sosial atau psikologis yang harus dikeluarkan

untuk respon adaptif. Jadi, penanganan dengan ancaman kesehatan

melibatkan persepsi bahwa ketertarikan pada perilaku protektif akan

menuntun untuk mencegah ancaman. Orang bisa percaya diri untuk

Page 9: [REVISI 1] HBM (Repaired)

berperilaku sehat dengan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan

tidak terlalu besar dibandingkan dengan bahaya atau ancaman kesehatan

yang dapat terjadi.

Hubungan antara threat appraisal dan coping appraisal dapat

dikatakan multiplikatif, artinya dua proses ini saling berinteraksi. Dalam

istilah ilmiah, sebuah interaksi berarti bahwa dampak yang berbeda

adalah diharapkan dibawah kondisi yang berbeda. Interaksi atau

hubungan multiplikatif mempunyai prinsip yang sama dengan ilmu sosial

yaitu kita mengharapkan hal yang berbeda untuk terjadi di bawah kondisi

yang berbeda pula. Interaksi dalam Protection Motivation Theory adalah

jika threat appraisal meningkat (persepsi keparahan dan kerentanan) dan

kondisi coping appraisalnya tinggi (persepsi dari respond an self efficacy),

maka perilaku adaptif akan mencapai level yang lebih tinggi. Sebaliknya,

bila threat appraisal meningkat namun kondisi coping appraisalnya

rendah, maka perilaku maladaptive akan meningkat.

Fear atau ketakutan tidak muncul sebagai variable di dalam

Protection Motivation Theory yang asli (1975) namun muncul di Protection

Motivation Theory yang telah direvisi (1983) dalam hubungannya dengan

perceived severity. Dalam edisi revisi, perceived severity dan fear saling

berkaitan. Dapat diperoleh pemikiran bahwa ancaman terhadap

keparahan menyebabkan ketakutan, namun juga ketakutan tentang

sebuah ancaman membuat orang lebih memikirkan tentang keparahan.

PMT menyatakan bahwa perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan dibentuk dari 5 komponen :

1. Severity

Pada teori Protection Motivation, ancaman (severity)

menempatkan aspek lain yaitu imbalan, baik intrinsic maupun

ekstrinsik. Imbalan ini memainkan peran dalam proses threat

appraisal. Imbalan yang dimaksudkan adalah konsekuensi positif

dari maladaptive respon. Contohnya adalah orang yang mengidap

penyakit diabetes mellitus, orang akan mendapat imbalan dari

perilaku diet tidak sehat atau tidak berolahraga seperti rasa nikmat

ketika makan makanan yang tinggi kolesterol atau tidak perlu

meluangkan waktu untuk olahraga.

Page 10: [REVISI 1] HBM (Repaired)

2. Vulnerability

Pada teori PMT Vulneberity (kerentanan) memiliki makna yang

sama pada teori HBM yaitu Perceived Susceptibility. Seorang

individu merasakan seberapa rentankah ia terhadap sebuah

masalah/ penyakit. Jika persepsi individu tersebut positif maka akan

mengarah pada perilaku yang menghindar dari penyebab masalah/

penyakit tersebut.

3. Response Effectiveness

Perilaku disini tergantung pada tingkat keefektivan respon

seorang individu terhadap suatu masalah/penyakit. Persepsi

individu tersebut yakni seberapa efektifkah perubahan perilaku

yang dapat menyelesaikan suatu masalah atau terhindar dari

penyakit.

4. Self-efficacy

Persepsi terhadap kemampuan diri sendiri untuk melakukan

perilaku pencegahan suatu masalah atau penyakit. Pada self-

efficacy juga merupakan proses evaluasi atau penilaian individu

terhadap kapasitas mereka dalam berperilaku. Seberapa percaya

diri untuk mengurangi perilaku berisiko tersebut.

5. Fear

Dapat diperoleh pemikiran bahwa ancaman terhadap

keparahan menyebabkan ketakutan, namun juga ketakutan

tentang sebuah ancaman membuat orang lebih memikirkan

tentang keparahan yang akan terjadi. Ketakutan dapat menjadi

inisiator karena ketakutan menuntun penilaian kognitif seseorang

yang dapat menyebabkan perubahan perilaku. Fear atau

ketakutan tidak muncul sebagai variable di dalam Protection

Motivation Theory yang asli (1975) namun muncul di Protection

Motivation Theory yang telah direvisi (1983) dalam hubungannya

dengan perceived severity. Dalam edisi revisi, perceived severity

dan fear saling berkaitan.

1.2.3 Kekurangan dan Kelebihan

Page 11: [REVISI 1] HBM (Repaired)

PMT adalah satu-satunya teori dalam perspektif kognitif lebih luas

yangmenggunakan kerugian dan manfaat dari perilaku yang ada dan

dianjurkan untuk memprediksi kemungkinan perubahan.

Namun teori ini juga mempunyai batasan bahwa tidak semua

variable kognitif dan lingkungan yang dapat mempengaruhi perubahan

perilaku diidentifikasi. Sebagai contoh adalah tekanan untuk

menyesuaikan diri dengan norma sosial.

1.2.4 Penerapan Teori PMTModel PMT merupakan perluasan model HBM dengan tambahan

variable fear. Sehingga penerapan model ini juga sama dengan model

HBM. Untuk penerapan variable fear sendiri contohnya adalah sebagai

berikut.

Seorang ibu yang masih ragu mengimunisasikan anaknya yang

masih bayi. Ibu tersebut berpersepsi jika anaknya tidak diimunisasikan

BCG maka anaknya berkemungkinan mengalami polio. Dari persepsi

itu muncul ketakutan pada ibu apabila anaknya terjangkit polio.

Page 12: [REVISI 1] HBM (Repaired)

BAB IIAPLIKASI PADA TEORI

Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang

mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya

mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

Pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor

PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Dri, pengusaha wajib

menyediakan APD yang berstandar nasional Indonesia secara cuma-cuma

kepada pekerja di tempat kerja. Pekerja atau orang lain yang memasuki tempat

kerja wajib memakai atau menggunakan APD yang disediakan sesuai risiko yang

ada di tempat kerja. Alat Pelindung Diri tersebut dapat berupa pelindung kepala,

pelindung mata dan muka, pelindung telinga, pelindung pernapasan beserta

perlengkapannya, pelindung tangan, dan/ atau pelindung kaki. Sesuai dengan

pasal 4 atat 1C salah satu tempat yang diwajibkan bagi pekerjanya

menggunakan APD adalah tempat dimana dikerjakan pembangunan, perbaikan,

perawatan, pembersihan, atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan

lainnya termasuk bangunan perairan saluran atau terowongan dibawah tanah

dan sebagaimanya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.

Pada Bab ini digambarkan aplikasi teori Health Belief Model dan Protection

Motivation Theory terhadap perilaku penggunaan APD berupa masker dan

sepatu boots pada pekerja bangunan. Masker termasuk dalam pelindung

pernapasan yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan cara

menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia.

Mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas/

fume, dan sebagainya. Sedangkan sepatu boots adalah pelindung kaki yang

berfungsi untuk melindungi kaki dan tertimpa atau berbenturan dengan benda-

benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas,

terpajan suhu yang ekstrim, terkna bahan kimia berbahaya dan jasad renik, serta

tergelincir.

Berikut adalah analisis perilaku penggunaan APD berupa masker dan sepatu

boots pada pekerja bangunan dengan teori Health Belief Model dan Protection

Motivation Theory.

Page 13: [REVISI 1] HBM (Repaired)

Persepsi tentang kerentanan terkena penyakit akibat kerja arau adanya kecelakaan akibat kerja (Perceived Suscepbility)

Persepri akan kerentaan terhadap suatu penyakit pada seseorang

akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut berperilaku, apabila

seseorang itu merasa rentan maka ia akan berperilaku untuk mencegah

dirinya terkena suatu penyakit.

Pekerja yang memiliki persepsi tentang kerentanannya terhadap

penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja rendah memiliki kemungkinan

lebih besar untuk tidak menggunakan APD berupa masker dan sepatu

boots dibandingkan dengan pekerja yang memiliki persepsi tentang

kerentanan tinggi. Seorang pekerja yang merasa rentan terkena penyakit

saluran pernafasan dan jatuh akibat terpeleset akan terdorong untuk

menggunakan masker dan sepatu boots.

Persepsi tentang keseriusan akan penyakit yang didapat dan kecelakaan yang terjadi (Perceived Severity/ Vulnerability)

Pekerja yang memiliki persepsi tentang keseriusan penyakit dan

kecelakaan yang didapat dari perkerjaan dan tempat kerjanya rendah

memiliki kemungkinan untuk tidak menggunakan APD berupa masker dan

sepatu boots tinggi. Pada pekerja yang yakin penyakit saluran pernafasan

dan kecelakaan yang diakibatkan oleh pekerjaan dan tempat kerja adalah

hal yang serius, pekerja tersebut akan memilih untuk menggunakan

masker dan sepatu boots.

Persepsi tentang manfaat APD berupa Masker dan Sepatu BootsPersepsi pada pekerja bangunan mengenai keparahan suatu

dampak apabila tidak menggunakan alat pelindung diri maka akan terjadi

banyak risiko kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan masalah

kecacatan bahkan hingga kematian. Pemakaian APD harus menjadi

kewajiban dan kebiasaan tenaga kerja sebagai perlindungan terakhir

dalam upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).

Para pekerja bangunan yang memiliki pemikiran bahwa saat bekerja

mereka harus mengenakan APD seperti masker dan sepatu boots. Para

pekerja tersebut merasakan adanya keuntungan bila menggunakan

Page 14: [REVISI 1] HBM (Repaired)

masker yakni terhindar dari asma karena partikel debu dari semen yang

berterbangan di lingkungan pembangunan mengganggu proses

pernapasan dan membuat dada sesak. Pekerja yang memakai sepatu

boots menguntungkan karena jika pekerja sedang berada pada

lingkungan konstruksi bangunan yang licin maka terhindar dari adanya

risiko terpeleset.

Persepsi tentang hambatan penggunakaan APD berupa Masker dan Sepatu Boots

Para Pekerja yang memiliki motivasi yang kuat untuk

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) daripada hambatan/ rintangan

yang dihadapi, maka pekerja akan tetap melakukan perilaku tersebut.

Ada sebagian tenaga kerja yang tidak memakai APD secara lengkap

ketika memasuki tempat kerja atau yang sedang bekerja di tempat kerja

yang mempunyai potensi dan faktor bahaya tertentu. Hal ini disebabkan

mungkin karena kurangnya sosialisasi kepada tenaga kerja mengenai

pentingnya pemakaian APD, dan juga karena tenaga kerja merasa tidak

nyaman ketika memakai APD tersebut. Menggunakan Alat Peindung Diri

seperti masker bagi sebagian para pekerja mungkin mengeluhkan

ketidaknyamanan karena kurang leluasa bagi gerak tubuh dan

menambah sedikit beban kerja. Biaya yang harus dikeluarkan dalam

pembelian APD seperti sepatu boots memang sedikit mahal, terutama

bagi pekerja yang berpenghasilan menengah ke bawah cukup berat

karena harus menyisihkan sedikit pendapatannya untuk membeli Alat

pelindung diri tersebut.

Cues to ActionSelain empat kepercayaan atau persepsi dan modifikasi variable,

HBM menganjurkan perilaku juga mempengaruhi isyarat/ tanda untuk

melakukan perilaku. Dalam lingkungan pekerja bangunan tentunya ada

seseorang yang memimpin biasanya yang disebut mandor. Mandor ini

yang mengawasi dan mengatur para pekerja bangunan. Sebelum

memulai pekerjannya, mandor mensosialisasikan mengenai keselamatan

kerja kepada para pekerja. Mandor memberi informasi bahwa pemakaian

Page 15: [REVISI 1] HBM (Repaired)

APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker dan sepatu boots harus dipakai

agar mengurangi risiko terjadi kecelakaan kerja dan masker tersebut

terhindar dari gangguan pernapasan saat bekerja. Para pekerja tersebut

terpengaruh dengan isyarat yang diberikan oleh mandor untuk berperilaku

menggunakan masker dan sepatu boots.

Self efficacySelf-efficacy merupakan keyakinan seseorang tentang

kemampuan dirinya untuk berperilaku, yang dalam hal ini berperilaku

melakukan pencegahan terhadap suatu kejadian penyakit.

Seorang pekerja yang tidak memiliki kepercayaan diri atau

keyakinan akan kemampuan menggunakan APD berupa masker dan

sepatu boots akan memilih untuk tidak menggunakan masker dan sepatu

boots. Ketidakpercayaan diri tersebut daapt dikarenakan oleh bentuk

masker dan sepatu boots yang tidak sesuai dengan gaya pekerja

tersebut, dapat juga dikarenakan pekerja malu apabila menggunakan

masker dan sepatu boots.

Fear Dalam aplikasinya fear (ketakutan) sendiri sebenarnya memiliki

hubungan yang erat dengan threat appraisal (penilaian ancaman).

Ketakutan seorang Individu muncul karena dipengaruhi oleh faktor

keparahan yang nantinya akan berdampak negative pada seorang

individu tersebut. Dalam hal ini, seorang pekerja konstruksi bangunan

memiliki pemikiran atau persepsi bahwa jika dirinya tidak menggunakan

Alat Pelindung Diri seperti masker dan sepatu boots maka akan timbul

dampak yang akan muncul yaitu seperti gangguan pernapasa seperti

sesak napas (termasuk PAK, Penyakit Akibat Kerja) dan terjadinya risiko

kecelakaan kerja seperti terpeleset yang dapat berakibat fatal.

Page 16: [REVISI 1] HBM (Repaired)

BAB IIIKUISIONER

KUISIONER HUBUNGAN KONSEP HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN MASKER DAN SEPATU BOOTS PADA PEKERJA

KONSTRUKSI BANGUNAN

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Masa Kerja :

Pendidikan Terakhir :

Tanggal Pengisian Kuisioner :

Petunjuk : Isilah Pertanyaan di bawah ini

Beri tanda silang (X) pada pilihan abjad yang sesuai dengan jawaban responden.

1. Apakah Anda mengetahui tentang Alat Pelindung Diri (APD) ?

a.Ya

b.Tidak

2. Apakah Anda mengetahui jenis-jenis Alat Pelindung Diri ?

a.Ya

b.Tidak

3. Apakah Anda menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker dan sepatu

boots saat bekerja ?

a.Ya

b.Tidak

4. Apa tujuan Anda menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker dan

sepatu boots ?

a.Meningkatkan pengendalian bahaya.

b.Meningkatkan perlindungan keselamatan saudara

c.Tidak tahu.

Page 17: [REVISI 1] HBM (Repaired)

5. Apa alasan Anda menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker dan

sepatu boots ?

a.Diwajibkan oleh perusahaan untuk menggunakan Alat Pelindung Diri

b.Kesadaran untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja

c.Tidak tahu

6. Apakah tempat Anda bekerja mewajibkan mengunakan untuk menggunakan

Alat Pelindung Diri berupa masker dan sepatu boots ?

a.Ya

b.Tidak

7. Apakah tempat bekerja Anda menyediakan Alat Pelindung Diri berupa

masker dan sepatu boots ?

a. Ya

b. Tidak

8. Apa akibat apabila tidak menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker

dan sepatu boots ?

a.Terjadi kecelakaan kerja

b.Terjadi penyakit akibat kerja

c.Tidak terjadi apa-apa

9. Menurut Anda, Alat Pelindung Diri berupa masker dan sepatu boots yang

bagaimana yang ingin Anda gunakan ?

a. Nyaman/ enak digunakan

b. Modelnya bagus

c. Warnanya menarik

10. Siapa yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan Alat Pelindung Diri

Anda ?

a. Anda sendiri

b. Pihak perusahaan

c. Lain-lain

Page 18: [REVISI 1] HBM (Repaired)

A. Cost

No Persepsi (-) S R TS

1 Menggunakan masker dan sepatu boots dapat

mengurangi kenyamanan dalam bekerja

2 Menggunakan masker dan sepatu boots terasa

mengganggu saat bekerja

3 Menggunakan masker dan sepatu boots adalah hal yang

tidak penting

4 Menggunakan masker dan sepatu boots butuh waktu

lama

5 Masker dan sepatu boots sulit didapat

6 Menggunakan masker dan sepatu boots mengurangi

efektivitas kerja

Keterangan:

S : Setuju

R : Ragu

TS: Tidak Setuju

B. Benefit

No Persepsi ( + ) S R TS

1 Menggunakan masker dan sepatu boots mencegah

kecelakaan kerja

2 Menggunakan masker dan sepatu boots melindungi diri

dari risiko penyakit pernapasan dan kecelakaan di tempat

kerja

3 Menggunakan masker dan sepatu boots membuat

perasaan lebih aman

4 Menggunakan masker dan sepatu boots meningkatkan

kenyamanan

5 Menggunakan masker dan sepatu boots mudah dan cepat

6 Menggunakan masker dan sepatu boots menjadi

kepentingan untuk para pekerja

Page 19: [REVISI 1] HBM (Repaired)

C. Kerentanan

No Ya Tidak1 Saya merasa saya berisiko mengalami kecelakaan saat

bekerja2 Saya merasa tempat kerja saya berbahaya3 Saya mudah terkena penyakit pernapasan4 Saya merasa saya dapat terpeleset di tempat kerja

D. Self efficacy

No S R TS

1 Saya mampu menggunakan masker dan sepatu boots

dengan baik

2 Saya mampu menggunakan masker dan sepatu boots

sesuai prosedur yang ditetapkan

3 Penggunakan masker dan sepatu boots mudah dilakukan

tanpa perlu adanya pertimbangan

4 Penggunaan masker dan sepatu boots bermanfaat untuk

pekerjaan saya

5 Penggunaan masker dan sepatu boots dapat melindungi

saya dalam kecacatan

6 Penggunaan masker dan sepatu boots dapat menjadikan

saya untuk selalu bekerja

7 Penggunaan masker dan sepatu boots saat bekerja

mencerminkan tenaga kerja yang disiplin

8 Penggunaan masker dan sepatu boots tidak membuat

malu

9 Penggunaan masker dan sepatu boots tidak memperburuk

gaya berpenampilan

E. keparahan

No S R TS

Page 20: [REVISI 1] HBM (Repaired)

1 Tidak menggunakan APD dapat menyebabkan kecelakaan

kerja

2 Kecelakaan kerja dapat menyebabkan cidera dan

kecacatan

3 Kecelakaan kerja dapat menyebabkan kehilangan kerja

4 Biaya pengobatan dan pemulihan terhitung mahal

5 Debu dapat membuat penyakit pernapasan kambuh

6 Cedera kaki tidak diinginkan karena mengurangi hari kerja

F. Cues to action

No1 Disekitar lingkungan kerja saya terdapat media promosi

(poster/ pamphlet/ baliho) yang menganjurkan memakai APD saat bekerja

2 Ada anjuran memakai masker di tempat kerja3 Ada anjuran memakai sepatu boots di tempat kerja4 Teman kerja saya memakai masker ketika bekerja 5 Teman kerja saya memakai sepatu boots saat bekerja6 Saya mengalami gangguan bernapas saat tidak menggunakan

masker ketika bekerja7 Saya pernah mendapat cedera saat tidak memakai sepatu

boots8 Teman kerja saya ada yang mengalami gangguan bernapas

ketika tidak memakai masker saat bekerja9 Teman kerja saya ada yang mengalami cedera saat tidak

memakai sepatu boots ketika bekerja

SCORING

No Persepsi (-) S R TS

1 Menggunakan masker dan sepatu boots dapat

mengurangi kenyamanan dalam bekerja

2 1

2 Menggunakan masker dan sepatu boots terasa

mengganggu saat bekerja

3 2 1

3 Menggunakan masker dan sepatu boots adalah hal yang

tidak penting

4 Menggunakan masker dan sepatu boots butuh waktu

lama

Page 21: [REVISI 1] HBM (Repaired)

5 Masker dan sepatu boots sulit didapat

6 Menggunakan masker dan sepatu boots mengurangi

efektivitas kerja

Page 22: [REVISI 1] HBM (Repaired)

DAFTAR PUSTAKABensley, Robert J., Jodi Brookins-Fisher. Metode Pendidikan Kesehatan

Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009.

Clemente, Ralph J, et all. Health Behavior Theory for Public Health : Principles,

Foundations, and Applications. Burlington: Jones and Bartlett Learning,

2013.

Conner, Mark, Paul Norman. (ed.)(2005) Predicting Health Behaviour: Research

And Practice with Social Cognition Models Second Edition. UK: Open

University Press

Connolly, Mary. Skills-based Health Education. Burlington: Jones and Bartlett

Learning, 2012.

Gochman, David S. Handbook of Health Behavior Research I. New York :

Plenum Press, 1997

Maulana, Heri D. J. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2009

Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta. 2012.

Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta. 2007.

Sudarman, Momon. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008.

Witte, Kim, et all. Effective Health Risk Message : A Step by Step Guide.

California : Sage Publications, 2001

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010

tentang Alat Pelindung Diri

Fibriana, Arulita Ika. Jurnal Keikutsertaan Pelanggan Wanita Pekerja Seks dalam

Voluntary Conseling and Testing (VCT). Semarang: Universitas Negeri

Semarang. 2013.

Munro, Salla., et all. Artikel A review of health behaviour theories: how useful are

these for developing interventions to promote long-term medication

adherence for TB and HIV/AIDS?. 2007

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1925084/