laporan kasus mata 1 (repaired)

74
LAPORAN KASUS OD Glaukoma Sekunder et causa Leukoma Adheren OS Makula pada Kornea Penyaji: Wendy Wongso I 111 11 025 Narasumber: dr. Djoko S. Tardan, Sp.M SMF ILMU PENYAKIT MATA

Upload: wendy-wongso

Post on 11-Dec-2015

316 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

qoqoqoqoqo

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

LAPORAN KASUS

OD Glaukoma Sekunder et causa Leukoma Adheren

OS Makula pada Kornea

Penyaji:

Wendy Wongso

I 111 11 025

Narasumber:

dr. Djoko S. Tardan, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA

RSUD DR ABDUL AZIZ SINGKAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2015

Page 2: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refraksi sehingga manusia dapat melihat.

Seorang ahli mata dapat melihat strutur dalam mata karena kornea bersifat jernih dan

memiliki daya bias sebesar 43D. Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap

lingkungan maupun paparan patogen (virus, amoeba, bakteri dan jamur). Ketika

patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka jaringan

braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan peradangan pada kornea

(keratitis).

Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya

sekret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis bakterial. Penyebab keratitis

90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. Pada

peradangan ringan, keratitis dapat sembuh dengan atau tanpa menyebabkan bekas,

namun apabila peradangan berat dapat menyebabkan ulkus kornea dan leukoma

adheren pada peyembuhannya.

Leukoma adheren adalah kekeruhan sikatriks kornea dengan menempelnya

iris di dataran belakang (Ilyas,2011). Leukoma adheren merupakan kondisi dimana

iris menempel ke kornea yang biasanya terjadi pada ulkus kornea (bisa disebabkan

oleh infeksi, autoimun atau penanganan yang buruk terhadap kasus yang ringan) dan

luka kornea. Keluhan pasien umumnya adalah penurunan penglihatan, kekeruhan

pada mata atau beberapa komplikasi yang menyertai yaitu astigmatisma, ectasia,

glaucoma. Leukoma adheren yang tidak diterapi dengan baik dapat menyebabkan

kebutaan total.

Glaukoma adalah suatu neuropati diskus optikus yang ditandai oleh tekanan

tinggi intra okular (IOP) yaitu di atas 21 mmHg, kerusakan serabut nervus optikus,

kehilangan lapangan pandang secara progresif, dan dapat menyebabkan kebutaan

Page 3: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

secara permanen. Glaukoma sekunder merupakan galukoma sebagai akibat dari

penyakit mata lain. 1

Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan terbanyak setelah katarak

dan merupakan penyebab terbanyak kebutaan irreversibel akibat glaukoma primer

sudut terbuka. Pada tahun 2002 diperkirakan 161 juta orang mengalami gangguan

penglihatan dan 37 orang menderita kebutaan. Gangguan penglihatan akibat glukoma

banyak terjadi pada Negara berkembang, orang dewasa lebih banyak dibandingkan

anak kecil dan wanita lebih banyak daripada pria. Di Amerika Serikat diperkirakan 2

juta pengidap glaukoma. Glaukoma akut merupakan 10-15% kasus pada orang

kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang asia, terutama diantara orang Burma

dan Vietnam di Asia Tenggara. Pada tahun 2020 jumlah ini diperkirakan meningkat

menjadi 79.600.000. Sebagian besar (74%) adalah glaukoma sudut terbuka.2

Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan

aliran keluar humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan

(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor aqueous ke sistem drainase

(glaukoma sudut tertutup). 3

Tekanan intraokular diturunkan dengan cara mengurangi Produksi humor

aqueous atau dengan meningkatkan aliran keluarnya, menggunakan obat, laser, atau

pembedahan. Pada glaukoma sekunder, harus selalu dipertimbangkan terapi untuk

mengatasi kelainan primernya.

Page 4: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

BAB II

PENYAJIAN KASUS

2.1. ANAMNESIS

a. Identitas

Nama : Tn. H

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Kuli bangunan

Alamat : Jln. M. Yunus, Sungai Rasau, Singkawang Utara

Tanggal Masuk RS : 20 Agustus 2015

b. Keluhan Utama : Mata merah pada ocular dextra

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang kontrol ke poli mata RSUD dr. Abdul Aziz dengan

keluhan mata kanan merah sejak ± 2 hari yang lalu. Mata kanan merah

terjadi mendadak dan tidak menghilang dan disertai dengan rasa sakit, gatal,

silau, dan keluar banyak air mata di pagi hari sejak ± 2 hari yang lalu pula.

Pasien menyangkal adanya belekan di pagi hari.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat mata merah pada mata kanan dan kiri

Pasien memiliki riwayat adanya bintik putih pada kedua mata, namun

pada mata kanan bintik putih tersebut semakin membesar dan berwarna

putih.

Pasien tidak memiliki riwayat trauma pada mata

Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi

Pasien merupakan pasien di klinik Mawar

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Page 5: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Keluarga pasien tidak mengalami hal yang sama.

2.2. PEMERIKSAAN FISIK

a. Tanda-tanda vital

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kuantitatif: E4V5M6, kualitatif : kompos mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : Tidak dilakukan

b. Status generalis

Kepala : Tidak ada kelainan

Mata : Keterangan pada status oftalmologis

Telinga : Tidak dilakukan

Hidung : Tidak dilakukan

Leher : Tidak dilakukan

Dada-Perut :

Jantung

Inspeksi : Tidak dilakukan

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Tidak dilakukan

Paru

Inspeksi : Tidak dilakukan

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Tidak dilakukan

Abdomen

Inspeksi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Tidak dilakukan

Page 6: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Perkusi : Tidak dilakukan

Palpasi : Tidak dilakukan

Ekstremitas : Tidak dilakukan

c. Status oftalmologis

OD OS

Mata kanan Mata kiri

1/60 Visus 6/50

Ptosis (-),

lagoftalmus (-) edema(-)

Palpebra Ptosis (-),

lagoftalmus (-) edema(-)

Hiperemis (-), sekret (-)

Injeksi (+) siliar

Konjungtiva Hiperemis (-), sekret (-)

Injeksi (-)

Jernih(-), Edema (-),

Sikatrik (+) leukoma

Kornea Jernih, Edema (-),

sikatrik (+) macula

Kesan kedalaman

dangkal

Bilik Mata Depan Kesan kedalaman cukup

Warna iris : hitam

Pupil: bulat, mm,

anisokor, reflek cahaya

langsung (+), reflek

cahaya tak langsung (+)

Iris dan Pupil Warna iris : hitam

Pupil: bulat, mm,

anisokor, reflek cahaya

langsung (+), reflek

cahaya tak langsung (+)

Jernih Lensa Jernih

Page 7: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

+ Refleks Fundus +

Palpasi kesan meningkat. TIO Palpasi dalam batas

normal

Gerak bola mata ke

segala arah baikParase/Paralyse

Gerak bola mata ke

segala arah baik

Menyempit Lapang Pandang Normal

2.3. RESUME

Seorang laki-laki, usia 32 tahun datang kontrol ke poli mata dengan keluhan

mata kanan merah sejak ± 2 hari yang lalu secara tiba-tiba dan tidak menghilang.

Mata kanan merah disertai dengan rasa sakit,gatal, silau, dan keluar banyak air mata

pada pagi hari sejak ± 2 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat adanya bintik

keputihan pada kedua mata, namun pada mata kanan bintik putih semakin parah dan

membesar. Pasien merupakan pasien klinik Mawar. Pada pemeriksaan oftalmologis

didapatkan adanya penurunan visus penglihatan pada kedua mata (OD : 1/60; OS:

6/50), injeksi siliar pada mata kanan, leukoma adheren pada mata kanan dan macula

pada mata kiri.

2.4. DIAGNOSIS KERJA

- OD Glaukoma sekunder et causa leukoma adheren

- OS Makula pada kornea

2.5. TATALAKSANA

- Acyclovir 5 x 400 mg

- Cefadroxil 2 x 500 mg

- Glaucon 3 x 250 mg

- Timolol 0,5 % 2 x 1 tetes

Page 8: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kornea

3.1.1. Anatomi Kornea

Gambar 1: Gambaran Kornea

Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian

depan. Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata.

Bagian anterior dari kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan

diameter vertikal 11 mm. Bagian posterior berbentuk sirkular dengan diameter rata-

rata 11,5 mm. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di bagian tengah

dan 0,65 mm di bagian perifer. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima

lapisan yang berbeda-beda : lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran

Descement dan lapisan endotel.1

Page 9: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Gambar 2: Lapisan Kornea

Lapisan kornea1

1. Epitel

- Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel

gepeng.

- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke

depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel

gepeng, sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel

poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden.Ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman

- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma.

Page 10: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian

perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan

waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel

stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen

stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.

- Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai

tebal 40 m.

5. Endotel

- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40

m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan

zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke

dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung

Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa

ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.

Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa

Page 11: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel

tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,

dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.

3.1.2. Fisiologi Kornea2

Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan untuk

memproteksi lensa intraokular. Kornea menjalankan dua fungsi utama ini dengan cara

mempertahankan sifat transparansi kornea dan pergantian dari jaringannya.

Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur

yang uniform yang sifat deturgescence – nya. Transparansi stroma dibentuk oleh

pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril. Walaupun indeks refraksi

dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang

kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan

pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya

dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan

pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barrier dari epitel dan endotel. Kornea

di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan kadar air sebanyak 78%.

Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah

penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari

total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh

kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat

memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi visus seseorang. Kornea

merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat sensitif. Saraf –

saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membran bowman dan berakhir

secara bebas diantara sel – sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi

sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas

yang tinggi pada kornea.

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi

taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan

pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet)

Page 12: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai

dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas

penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri

selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur

jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti

penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)

diperoleh dari 3 sumber, yaitu :

Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya

Difusi dari humor aquous

Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan

membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan

pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air

mata juga melindungi mata dari infeksi.

3.2. Keratitis

3.2.1.Definisi

Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea,

infiltrasi seluler dan kongesti siliar. 3

3.2.2. Epidemiologi

Frekuensi keratitis  di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus

kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-

20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per

100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu

bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis

antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan  lensa

kontak yang buruk,  penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau

Page 13: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis

dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3

3.2.3 Patofisiologi Keratitis

Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya

inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry

eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan

penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik. Kornea mendapatkan

pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk

melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme

pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata

(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan

epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.3

Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke

dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan

bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi,

termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan pathogen

kornea bakterial, patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau

pada host yang immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di

kornea.Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea

superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu:

Lesi pada kornea

Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen

Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi

pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi

kornea

Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang

akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

Patogen akan menginvasi seluruh kornea.

Page 14: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana

descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana

hanya membaran descement yang intak.

Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi

dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan

merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan

menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi

lunak.

3.2.4.Klasifikasi

Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:4

1. Menurut penyebabnya :

a. Keratitis bakterial

Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :

Streptokokus pneumonia

Pseudomonas aeroginosa

Streptokokus hemolitikus

Moraxella liquefaciens

Klebsiella pneumoniae

b. Keratitis viral

Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :

Herpes simpleks

Herpes zoster

Variola (jarang)

Vacinia (jarang)

c. Keratitis jamur

Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :

Candida

Aspergilin

Page 15: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Nocardia

Cephalosporum

d. Keratitis lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata

tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi

kekeringan pada kornea dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya

infeksi. Dapat dikarenakan parese Nervus VII.

e. Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf

trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai

kekeringan kornea. Gangguan saraf ke-5 ini dapat terjadi akibat Herpes

zoster, tumor fosa posterior kranium dan keadaan lainnya. Pada keadaan

anestesi kornea kehilangan daya pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal

ini dapat menyebabkan kornea mudah terjadi infeksi sehingga

mengakibatkan terbentuknya ulkus kornea.

f. Keratokonjungtivitis sika

Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.

Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:

a. Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis menahun

b. Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal

kongenital, obat diuretik, atropin, dan usia tua.

c. Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom

Stevens Johnson.

d. Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis neuroparalitik, hidup di

padang gurun, keratitis lagoftalmus.

e. Karena parut pada kornea.

2. Menurut tempatnya :

a. Keratitis superfisial

Page 16: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Keratitis epitelial

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan

keratitis serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan

yang terlibat (misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan

pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi

kecil-kecil, pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-

lesi ini juga bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini

mempunyai makna diagnostik yang penting

Keratitis subepitelial

Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat

subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan

adenovirus 8 dan 19). Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata

telanjang namun dapat juga dikenali pada pemeriksaan biomikroskopik

terhadap keratitis epitelia.

Keratitis stromal

Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang

menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan

kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat

berakibat perforasi; dan vaskularisasi.

b. Keratitis profunda

Keratitis interstitial

Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam,

yaitu keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi.

Terjadi akibat alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.

Keratitis sklerotikans

Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi,

berbatas tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis.

Kadang-kadang mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih

Page 17: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

menyerupai sklera. Diduga terjadi karena perubahan susunan serat kolagen

yang menetap.

Keratitis disiformis

Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis

memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan

kornea. Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap

virus Herpes simpleks.

Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis

lainnya:

1. Keratitis pungtata superfisial

Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran infiltrat halus

bertitik-titik pada permukaan kornea, memberikan hasil positif pada tes

fluorescein. Etiologinya adalah sindrom dry eye, blefaritis, keratopati,

lagoftalmus, keracunan obat topikal (neomycin, tobramycin), sinar

ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.

2. Keratitis numularis atau dimmer

Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya

infiltrat yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga

memberikan gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat dan sering

ditemukan pada petani sawah.

3. Keratokonjungtivitis epidemika

Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva yang

disebabkan oleh reaksi alergi adenovirus tipe 8. Penyakit ini dapat timbul

sebagai suatu epidemik.

4. Keratitis marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan

limbus akibat infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat

menyebabkan ulkus kornea.

5. Keratokonjungtivitis flikten

Page 18: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi

imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif

terhadap antigen. Terdapat daerah berwarna keputihan yang merupakan

degenerasi hialin. Terjadi pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea.

6. Keratokonjungtivitis vernal

Merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan

konjungtiva bilateral. Penyebab belum diketahui, namun terutama terjadi

pada musim panas mengenai anak sebelum berumur 14 tahun. Mengenai

kelopak atas dan konjungtiva pada daerah limbus berupa hipertrofi papil

yang kadang-kadang berbentuk Cobble stone.

7. Gonore

Kuman diplokokus gonore menyebabkan konjungtivitis purulenta

yang akut disertai blefarospasme. Adanya blefarospasme menyebabkan

sekret yang purulen dan penuh dengan gonokok tertumpuk di bawah

konjungtiva palpebra superior, ditambah lagi gonokok mempunyai enzim

proteolitik dan hidupnya intra seluler, sehingga dapat menimbulkan

kerusakan kornea yang hebat tanpa harus didahului dengan kerusakan

epitel. Ulkus yang dibentuk dalam dan dapat menimbulkan perforasi yang

juga dapat berakhir dengan kebutaan.

8. Ulkus Mooren

Etiologinya belum diketahui, tetapi diduga autoimun. Ulkus ini

termasuk ulkus marginal. Pada 60-80% kasus unilateral dan ditandai

ekstravasasi limbus dan kornea perifer, yang sakit dan progresif, yang

sering berakibat kerusakan mata.

3.2.5.Gejala Klinis3,4

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya

sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan

silau (fotofobia) serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan

Page 19: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga

amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam

menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea

bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk  refraksi

sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi

pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi

terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan

oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena

refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya

juga berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata

yang  banyak kecuali pada ulkus kornea yang  purulen.

3.3.6.Diagnosis2,3,4

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil

pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adanya

riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes

simpleks sering kambuh, namun  erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis

herpetic tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis

mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai

kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau

virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat

penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh

terapi imunosupresi khusus.

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah

tanda yang  kita temukan merupakan proses yang  masih aktif atau merupakan

kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah

tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan

penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi

dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek

Page 20: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan

keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang  ditemukan ini juga berguna dalam

mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.

Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada

pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan

dengan melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,

perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga

erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal,

respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi

kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea.

Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis

dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat

menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan

inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan

kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan

iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara

memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang

kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat. Berikut ini merupakan jenis

keratitis dan bentuknya:

No. Jenis keratitis Bentuk keratitis

1. Keratitis stafilokok Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama

sepertiga bawah kornea

2. Keratitis herpetik Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau

lonjong) dengan edema dan degenerasi

3. Keratitis varicella-

zoster

Lebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang

linear (pseudosendrit)

4. Keratitis adenovirus Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus

Page 21: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

namun paling mencolok di daerah pupil

5. Keratitis sindrom

Sjorgen

Epitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik,

terpulas fluorescein; filament epithelial dan

mukosa khas; terutama belahan bawah kornea

6. Keratitis terpapar

akibat lagoftalmus atau

eksoftalmus

Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas

fluorescein; terutama di belahan bawah kornea

7. Keratokonjungtuvitis

vernal

Lesi mirip-sinsisium, yang keruh dan

berbercak-bercak kelabu, paling mencolok di

daerah pupil atas. Kadang-kadang membentuk

bercak epithelium opak

8. Keratitis trofik-sekuele

HS, HZ dan destruksi

ganglion gaseri

Edema epitel berbercak-bercak; difus namun

terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3

9. Keratitis karena obat-

terutama antibiotika

spectrum luas

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan

edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel

10. Keratitis superficial

punctata (SPK)

Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau

lonjong; menimbul bila penyakit aktif

11. Keratokonjungtivitis

limbic superior

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein di

sepertiga atas kornea; filament selama

eksaserbasi; hiperemi bulbar, limbus

berkeratin menebal, mikropanus

12. Keratitis rubeola,

rubella dan parotitis

epidemika

Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah

pupil

13. Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein

pada sepertiga atas kornea

Page 22: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

14. Keratitis defisiensi

vitamin A

Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel

akibat keratinisasi partial; berhubungan

dengan bintik-bintik bitot

3.2.7.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea

dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya

akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan

penatalaksana penyakit keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan

menggunakan fotografi slit lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan

periode inaktivitas dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam

penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.4

3.2.8.Tatalaksana2,3,4

Tujuan penatalaksanaan keratitis  adalah mengeradikasi penyebab keratitis,

menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea,

mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki

ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi

keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal,

ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian besar pakar menganjurkan

melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan

untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial

sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk

mengurangi subepithelial "ghost" opacity  yang sering mengikuti keratitis dendritik.

Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika

penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.

Page 23: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai

dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir.

Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau

vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau

polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret

mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur

pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat

yang  dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.  Namun selain terapi berdasarkan

etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat

memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi

air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang

mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik,

meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan

lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk

mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya  jaringan parut pada kornea,

dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya

pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat

memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah

virus.

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi

dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat

memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya

katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur,

menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan

gejala penyakit lain. Penggunaan kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa

jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-

penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan

subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid

Page 24: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak

ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya

dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra,

khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik

mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan

mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat

beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat

midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu

misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah

terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu

setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek samping nadi cepat, demam,

merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding

dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan akomodasi normal

kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan

efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan

hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan pupil pada

pemeriksaan fundus okuli.

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem

cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal,

harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap

konjungtiva hanya dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi

descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik

lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien

keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik

dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak

terlalu sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga

Page 25: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar

matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah

memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya

karena dapat memperberat lesi yang telah ada. Pada keratitis dengan etiologi bakteri,

virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi

penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan

lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.

3.2.9.Komplikasi dan Prognosis

Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik

dapat sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan berakhir

dengan pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma,

leukoma adherens dan stafiloma kornea.

Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat

dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.

Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa

menggunakan kaca pembesar.

Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak

yang agak jauh sekalipun.

Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan

kornea, terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea

(sinekia anterior).

Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi,

maka pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut

kornea yang disertai dengan sinekia anterior.

Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat

membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam

mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan

menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat

Page 26: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Keratitis subepitel /epitel

Sembuh tanpa bekas

Berlanjut menjadi ulkus

Sembuh dengan parut kornea

NebulaMakulaLekoma

Berlanjut dengan perforasi kornea disertai penonjolan keluar dari kornea dan prolaps iris

Sembuh dengan parut :Lekoma adherenStafiloma kornea

Buta kornea

Berlanjut dengan terjadi

-endoftalmitis-panoftalmitis

sembuh Operasi / angkat bola

mata

Abulbi

Phtysis bulbi

Buta permanen

menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi,

tekanan intraokular menurun.

Bagan 1: Perjalanan Keratitis

3.3. Glaukoma Sekunder

3.3.1.Definisi

Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi

sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain.2

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata

lain atau faktor-faktor seperti inflamasi, truma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan

pengaruh fisik atau kimia.5

3.3.2.Fisiologi Aqueos Humor

Humor aqueous (HA) adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior

dan posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan

pembentukannya, yang bervariasi diurnal, adalah 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik

Page 27: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma

kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih

tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.2

Sekresi HA 80% oleh epitel siliaris non pigmentasi melalui proses metabolik

aktif yang bergantung pada banyaknya sistem enzimatik (enzim karbonik anhidrase)

dan 20% oleh proses pasif dari ultrafiltrasi dan difusi.7

Humor aqueous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk diantara

permukaan posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. HA keluar dari bilik

anterior melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur

uveosklera (jalur non trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh

dasar iris dan kornea perifer, melewati trabekular meshwork (TM) dari sklera, masuk

ke kanal schlemn (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous). Melalui kanal

kolektor, HA dibawa ke pembuluh darah sklera dimana HA bercampur dengan darah.

Pada jalur uveosklera, HA mengalir melalui korpus siliaris ke ruang supra arakhnoid

dan masuk ke dalam sirkulasi pada vena.6

Humor aqueos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk

organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,

disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada

kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan

menimbulkan tekanan dalam bola mata/tekanan intra okular. Untuk

mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata dalam batas

normal (10-24 mmHG), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar

melalui sistem drainase mikroskopik.9

3.3.3.Patofisiologi Glaukoma

1. Glaukoma Sudut Tertutup

Tekanan intra okular normal rata-rata 15 mmHg pada orang dewasa lebih

tinggi secara signifikan daripada tekanan rata-rata jaringan pada hamper setiap organ

Page 28: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

lain di dalam tubuh. Tekanan tinggi ini penting untuk pencitraan optikal dan

membantu untuk memastikan:5

Keteraturan kurvatura dari permukaan kornea

Ketetapan jarak antara kornea, lensa, dan retina

Ketetapan kesejajaran dari fotoreseptor dari retina dan epitel berpigmen pada

membran Bruch, yang dalam keadaan normal bertautan dan rata.

Humor aqueous dibentuk oleh prosesus siliaris dan disekresi ke dalam bilik

posterior. Kecepatannya rata-rata 2-6 µL/menit dan volume total HA pada bilik

anterior dan posterior rata-rata 0,2-0,4 mL, sekitar 1-2% HA diganti setiap menit.5

Humor aqueous melewati pupil ke bilik anterior. Selama permukaan posterior

iris cenderung ke arah permukaan anterior lensa, HA tidak dapat melawan resistensi

pupil (resistensi fisiologis pertama) sampai tekanannya cukup adekuat untuk

mengngkat iris dari permukaan lensa. Aliran HA dari bilik posterior ke bilik anterior

tidak secara kontinu tetapi secara pulsatil.5

Peningkatan resistensi dari aliran keluar pupil (pupillary block)

mangakibatkan peningkatan tekanan pada bilik posterior; iris menggembung ke arah

anterior pada pangkalnya dan menekan trabekular meshwork. Hal ini merupakan

pathogenesis dari glaukoma sudut tertutup primer.5

Patogenesis glaukoma sudut tertutup sekunder sama seperti glaukoma sudut

tertutup primer. Peningkatan tekanan intraokular disebabkan oleh obstruksi dari

trabekular meshwork. Namun, konfigurasi primer dari bilik anterior bukan

marupakan faktor yang harus ada.5

2. Glaukoma Sudut Terbuka

Faktor-faktor yang bervariasi dapat meningkatkan aliran keluar pupil. Humor

aqueous mengalir keluar dari sudut bilik anterior melalui dua jalur: 5

Trabekular meshwork menerima sekitar 85% dari aliran keluar HA, yang

kemudian mengalir ke dalam kanalis Schlemm. Dari sini, HA dialirkan oleh 20-

30 saluran kolektor radial ke dalam vena episklera.

Page 29: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Sistem vaskular uveosklera menerima sekitar 15% dari aliran HA, yang

dihubungkan pada pembuluh vena.

Trabekular meshwork merupakan resistensi fisiologis kedua. Trabekular

meshwork adalah anyaman longgar seperti jaringan avaskular yang terletak di antara

scleral spur dan Schwalbe’s line. Jika terjadi peningkatan resistensi pada tempat ini,

akan terjadi glaukoma sudut terbuka.5

Pada glaukoma sudut terbuka sekunder, hubungan anatomis antara pangkal

iris, trabekular meshwork, dan kornea perifer tidak terganggu. Namun, terjadi

kongesti pada trabekular meshwork serta peningkatan resistensi drainase HA.5

3. Glaukoma Pigmentasi

Sindroma depresi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di

bilik mata depan – terutama di anyaman trabekular, yang sesuai perkiraan akan

mengganggu aliran keluar aqueous, dan di permukaan kornea posterior

(Krukenberg’s spindle) – disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan

ultrasonografi menunjukan perlakuan iris berkontak dengan zonula atau processus

ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-granul pigmen dari permukaan

belakang iris akibat friksi, dan menimbulkan efek transiluminasi iris. Sindrom ini

paling sering terjadi pada pria miopia berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki

bilik mata depan yang dalam dengan sudut bilik mata yang lebar.2

Temuan klinis glaukoma pigmentasi dapat berupa: 6

Krukenberg’s spindle pada endotel kornea.

Nyeri.

Penurunan lapangan pandang setelah berolahraga atau saat pupil berdilatasi.

Degenerasi serabut saraf optik (miopia) yang berjalan secara progresif.

Kelainan pigmentasi dapat terjadi jika tanpa disertai glaukoma, tetapi orang-

orang ini harus dianggap sebagai ”tersangka glaukoma”. Hingga 10% dari mereka

akan mengalami glaukoma dalam 5 tahun dan 15% dalam 15 tahun (glaukoma

pigmentasi). Pernah dilaporkan beberapa pedigere glaukoma pigmentasi herediter

Page 30: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

autosomal dominan, dan satu gen untuk sindrom dispersi pigmen dipetakan pada

kromosom 7.2

Tetapi miotik maupun iridotomi perifer dengan laser telah menunjukkan

mampu mengembalikan konfigurasi iris yang abnormal, tetapi masih belum jelas

apakah keduanya memberikan keuntungan jangka panjang bagi perkembangan dan

perburukan glaukoma. (Karena pasien biasanya penderita miopia berusia muda, terapi

miotik kurang dapat ditoleransi, kecuali jika diberikan dalam bentuk pilokaprin sekali

sehari, lebih disukai pada malam hari).2

Baik sindrom depersi pigmen maupun glaukoma pigmentasi khas dengan

kecenderungannya mengalami episode-episode penigkatan tekanan intraokular secara

bermakna – terutama setelah berolahraga atau dilatasi pupil – dan glaukoma

pigmentasi akan berkembang dengan cepat. Masalah selanjutnya adalah glaukoma

pigmentasi biasanya timbul pada usia muda; ini meningkatkan kemungkinan

diperlukannya tindakan bedah drainase glaukoma disertai terapi antimetabolit.

Trabekuloplasti dengan laser sering digunakan pada keadaan ini, tetapi kecil

kemungkinan dapat menghilangkan kebutuhan akan bedah drainase.10

4. Glaukoma Pseudoeksfoliasi

Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih

di permukaan anterior lensa ( berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat

terpajan radiasi inframerah, yakni,”katarak glassblower”), di processus ciliares,

zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan, dan di

anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara histologis,

endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva, yang mengisyaratkan

bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Penyakit ini biasanya dijumpai pada

orang berusia lebih dari 65 tahun dan secara khusus, dilaporkan sering terjadi pada

bangsa Skandinavia walaupun tidak menutup kemungkinan adanya bias. Risiko

kumulatif berkembangnya glaukoma adalah 5% dalam 5 tahun dan 15% dalam 10

Page 31: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

tahun. Terapinya sama dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya

komplikasi saat beda katarak lebih tinggi daripada dengan sindrom pseudoeksfoliasi.2

5. Glaukoma Akibat Kelainan Lensa

a. Dislokasi Lensa

Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan,

misalnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan

pada apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi

posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya

belum jelas. Hal ini mungkin disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi

traumatik.2

Pada dislokasi anterior, terapi definitifnya adalah ekstaksi lensa segera setelah

tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi posterior, lensa biasaanya

dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.

b. Intumesensi Lensa

Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami perubahan-

perubahan katarak sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini

kemudian dapat melanggar batas bilik depan, menimbulkan sumbatan pupil dan

pendesakan sudut, serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Terapi berupa

ekstraksi lensa, segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.2

c. Glaukoma Fakolitik

Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa

anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam

bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular

menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan menimbulkan

peningkatan tekanan intraokular akut. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif,

dilakukan segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis dan terapi

steroid topikal telah mengurangi peradangan intraokular.2

6. Glaukoma Akibat Kelainan Traktus Uvealis

Page 32: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

a. Uveitis

Tekanan intraokular pada uveitis biasanya di bawah normal karena corpus

ciliare yang meradang berfungsi kurang baik. Namun, dapat pula terjadi peningkatan

tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Anyaman

trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik mata depan, disertai edema

sekunder, atau kadang-kadang dapat terlibat dalam proses peradangan yang secara

spesifik mengenai sel-sel trabekular (trabekulitis). Salah satu penyebab meningkatnya

tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan steroid topikal.

Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan fungsi trabekula yang permanen,

sinekia anterior perifer, dan kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan

tersebut meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae akibat

sinekia posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan glaukoma sudut tertutup

akut. Sindrom-sindrom uveitis yang cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder

adalah seklitis heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan

uveitis akibat herpes zoster dan herpes simpleks.2

Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi

glaukoma sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost mungkin juga harus

dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi dan reaktivitasi uveitis.

Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah, sering diperlukan karena

kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.

Penutupan sudut akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis

intensif, tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau iridektomi

bedah. Setiap uveitis dengan kecenderungan pembentukan sinekia posterior harus

diterapi dengan midriatik selama uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi

pupil.2

b. Tumor

Page 33: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran

corpus ciliare ke anterior yang menyebabkan penutupan-penutupan sekunder, meluas

ke sudut pigmen, dan neovaskularisasi sudut. Biasaanya diperlukan enukleasi.2

c. Pembengkakan Corpus Ciliare

Rotasi corpus ciliare ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa

ke anterior dan glaukoma sudut tertutup sekunder; rotasi ini juga dapat terjadi akibat

bedah vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis posterior, dan pada terapi

topiramate.2

7. Sindroma Iridokornea Endotel (ICE)

Sindrom irikornea endotel terdapat beberapa tanda yaitu atropi iris, sindrom

chandler, sindrom nevus iris. Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini

biasanya unilateral dan bermanisfestasi sebagai kompensasi kornea, glaukoma, dan

kelainan iris (corectopia dan polycoria).2

8. Glaukoma Akibat Trauma

Cedera konstusio bola mata dapat disertai dengan peningkatan dini tekanan

intraokular akibat perdarahan kedalam bilik mata depan (hifema). Darah bebas

menyumbat anyaman trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi

awal dilakukan dengan obat-obatan, tetapi mungkin diperlukan tindakan bedah bila

tekanannya tetap tinggi, yang kemungkinan besar terjadi bila ada episode perdarahan

kedua.2

Cedera kontusio berefek lambat pada tekanan intraokular; efek ini timbul

akibat kerusakan langsung pada sudut. Selang waktu antara cedera dan timbulnya

glaukoma mungkin menyamarkan hubungan tersebut. Secara klinis, bilik mata depan

tampak lebih dalam daripada mata yang satunya, dan gonioskopi memperlihatkan

resesi sudut. Terapi medis biasanya efektif, tetapi mungkin diperlukan tindakan

bedah.9

Page 34: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Laserasi atau robek akibat kontusio pada segmen anterior sering disertai

dengan hilangnya bilik mata depan. Apabila bilik mata tidak segera dibentuk kembali

setelah cedera – baik secara spontan, dengan inkarserasi iris kedalam luka, atau

secara bedah – akan terbentuk sinekia anterior perifer dan menyebabkan penutupan

sudut yang ireversibel.2

9. Glaukoma Setelah Tindakan Bedah Okular

a. Glaukoma Sumbatan Siliaris (Glaukoma Maligna)

Tindakan bedah pada mata yang menimbulkan peningkatan tekanan

intraokular yang bermakna dan sudut sempit atau tertutup dapat menyebabkan

glaukoma sumbatan siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular

meningkat hebat dan lensa terdorong ke depan akibat penimbunan aqueous di dalam

dan di belakang korpus vitreum. Pasien awalnya merasakan penglihatan jauh yang

kabur, tetapi penglihatan dekatnya membaik. Ini diikuti dengan nyeri dan

peradangan.2

Terapi terdiri atas siklopelgik, midriatik, penekanan HA, dan obat-obat

hiperosmotik. Obat hiperosmotik digunakan untuk menciutkan korpus vitreum dan

membiarkan lensa bergeser ke belakang.8

Mungkin diperlukan sklerotomi posterior, vitrektomi, dan bahkan ekstraksi

lensa.2

b. Sinekia Anterior Perifer

Seperti halnya trauma pada segmen anterior, tindakan bedah yang

menyebabkan mendatarnya bilik mata depan akan menimbulkan pembentukan

sinekia anterior perifer. Diperlukan pembentukkan kembali bilik mata depan melalui

tindakan bedah dengan segera apabila hal tersebut tidak terjadi secara spontan.2

8. Glaukoma Neovaskular

Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering

disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati diabetik

Page 35: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retina. Glaukoma mula-mula timbul akibat

sumbatan sudut olah membran fibrovaskular, tetapi kontraksi membran selanjutnya

menyebabkan penutupan sudut.2

Glaukoma vaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering tidak

memuaskan baik rangsangan neovaskularisai maupun peningkatan TIO perlu

ditangani. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan penglihatan dan diperlukan prosedur

siklodestruktif untuk mengontrol TIO.2

10. Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera

Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma

pada sindrom Struge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut, dan

fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat

iskemia mata yang luas. Terapi medis tidak dapat menurunkan TIO di bawah tingkat

tekanan vena episklera yang meningkat secara abnormal, dan tindakan bedah

berkaitan dengan resiko komplikasi yang tinggi.1

11. Glaukoma Akibat Steroid

Kortikosteroid intraokular, periokular dan topikal dapat menimbulkan sejenis

glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu

dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah peningkatan

TIO pada para pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan

biasanya menghilangkan efek-efek tersebut, tetapi dapat terjadi kerusakan permanen

apabila keadaan tersebut tidak disadari dalam waktu lama. Apabila terapi steroid

topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol

TIO. Terapi steroid sistemik jarang menyebabkan peningkatan TIO. Pasien yang

mendapatkan terapi steroid topikal atau sistemik harus menjalani tonometri dan

oftalmoskopi secara periodik, terutama apabila terdapat riwayat glaukoma dalam

keluarga.1

Page 36: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

3.3.4. Diagnosis

1. Anamnesis

Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya

berupa gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.5

Kehilangan penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari

penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral. Kadang-

kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-skotoma

di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya gangguan

penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan makula.5

Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan

oleh edema kornea akibat peninggian TIO yang cepat.Gangguan penglihatan yang

lain adalah haloglaukomatosa yaitu penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi

disekitar bola lampu. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau

sudah ada sklerosis nukleus lensa. Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah,

kesulitan akomodasi pada waktu membaca dekat dan kehilangan penglihatan untuk

beberapa saat (transient blackout) dapat disebabkan keadaan glaukoma.5

Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-beda. Sakit ini

terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau tanpa

sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi siliar yang terjadi pada peninggian

TIO yang cepat, sering disertai mual muntah.8

Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasi-

operasi mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit-penyakit

sistemik seperti kelainan kardiovaskular, penyakit endokrin seperti DM, kelainan

tekanan darah.5

2. Pemeriksaan Fisik

Dengan cara palpasi, Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan. Mata

penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat. Kedua jari

telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah rima orbita.

Page 37: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa. Keadaan tekanan

bola mata dapat dinilai.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Biomikroskopi

Dalam pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen

anterior, baik kelainan yang diakibatkan glaukoma maupun keadaan yang mungkin

menyebabkan glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih

dahulu, seperti posisi, kedudukan dan gerakan bola mata.5

Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai misalnya injeksi

siliar, pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan epislera, edema kornea, keratik

presipitat, sinekia iris, atropi iris, neovaskularisasi iris, pelebaran pupil, ekstropion

uvea, dan katarak glaucomatous.2

b. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak

disadari penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.

Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma-

skotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya). Tetapi umumnya

gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah ada kekeruhan media atau kelainan

macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini umumnya dimulai dibagian nasal,

kemudian disebelah atas atau bawah, bagian temporal biasanya bertahan cukup lama

sampai menghilang sama sekali. Dalam keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat

menghitung jari, bahkan bisa lebih buruk lagi.8

c. Tonometri

1) Pengukuran tanpa alat

Pengukuran ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini

memberikan hasil yang kasar, dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak

teliti, cara palpasi ini masih bermanfaat pada keadaan di mana pengukurn tekanan

Page 38: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

dengan alat tidak dapat dilakukan, misalnya menghindari penularan konjungtivitis

dan infeksi kornea.8

Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 8

- Penderita dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan.

- Mata penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat.

- Kedua jari telunjuk pemeriksa diletakkan di atas kelopak mata atas, tepat di bawah

rima orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.

- Keadaan tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :

o TIO ( palpasi) : N ( Normal )

o Bila tinggi : N +

o Bila rendah : N –

2) Pengukuran dengan alat

Dengan cara ini, TIO dapat diukur secara langsung, dengan kanulasi ke bilik

mata depan yang dihubungkan dengan manometer, atau secara tak langsung, melalui

kornea dengan alat tonometer. Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti

tonometer Schiotz, tonometer Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer

anaplasi Hand Held, tonometer Mackay Marg, dan lail-lain.8

Menurut Symposium on Glaucoma di New Orleans tahun 1976, maka

tonometer indentasi Schiotz dan aplanasi Goldmann yang paling banyak dipakai.

Yang pertama oleh karena praktis dan relatif murah dan yang kedua karena lebih

tepat dan tidak banyak dipengaruhi kekakuan dinding bola mata.8

d. Funduskopi

Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan untuk: 8

- Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas normal.

- Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf optik.

- Mencatat perubahan dan perkembangan papil dan retina.

e. Perimetri

Page 39: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

Pemeriksaan lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting

pada glaukoma, karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan

fungsional pada penderita. Khas pada glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.

f. Genioskopi

Gonioskopi adalah pemeriksaan biomikroskopi sudut bilik mata depan,

tempat dilalui cairan intraokular sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan

gonioskopi dapat ditentukan apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.8

g. Tonografi

Tonografi adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler

yang diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO

dengan tonometer indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan

tabel Fridenwald dapat memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan

intraokular.8

h. Tes Provokasi

Tes ini digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.8

1) Tes provokasi untuk glaukoma sudut terbuka

o Tes minum air:8

- Penderita dipuasakan 6-8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian tekanan

intraokularnya diukur.

- Penderita diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5-10 menit.

- Tekanan intraokular diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.

- Bila ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.

o Tes minum air diikuti tonografi. 8

2) Tes provokasi untuk glaukoma sudut tertutup

o Tes midriasis: 8

- Di dalam kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap positif.

- Tonografi setelah midriasis.

o Tes posisi Prone: 5

- Penderita dalam posisi prone selama 30 – 40 menit.

Page 40: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

- Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.

3.3.5. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

a. Supresi pembentukan humor aqueous

1) Penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk

terapi glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan

dengan obat lain. Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat 0,25% dan

0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan

metipranolol 0,3%. 2

2) Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan

pembentukan humor akuos tanpa efek pada aliran keluar.2

3) Inhibitor karbonat anhidrase sistemik-asetazolamid adalah yang paling

banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan

metazolamid. Digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal tidak

memberi hasil memuaskan dan glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang

sangat tinggi yang perlu segera di kontrol. Obat ini mampu menekan

pembentukan HA sebesar 40-60%.

b. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous.

1) Kolinergik/ Parasimpatomimetik, yakni pilokarpin, larutan 0,5-6% yang

diteteskan beberapa kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur.

Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif.2

2) Antikolinesterase ireversibel, merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja

paling lama. Obat-obat ini adalah Demekarium Bromida 0,125% yang umumnya

dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai potensi

kataraktogenik. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis kuat yang dapat

menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan sudut sempit. Pasien juga

harus diberitahu mengenai kemungkinan ablasio retina.1

Page 41: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

3) Epinefrin 0,25-2%, diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran

keluar humor akueus dansedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor

akeus. Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal, termasuk vasodilatasi

relek konjungtiva , endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis, dan reaksi

alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema makula sistoid

pada afakia dan vasokonstriksi ujung saraf optikus.2

4) Dipivefrin, adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi secara intraokular

menjadi bentuk aktifnya. Epinefrin dan dipivefrin tidak dapat digunakan untuk

mata dengan sudut kamera anterior sempit.8

c. Penurunan volume korpus vitreum.

1) Obat-obat hiperosmotik, menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air

tertarik keluar dari korpus vitreus dan terjadi penciutan korpus vitreus. Selain itu,

juga terjadi penurunan produksi humor akuos. Penurunan volume korpus vitreus

bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma

maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan

oleh perubahan volume korpus vitreus atau koroid) dan menyebabkan penutupan

sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).2

2) Gliserin (gliserol) oral, 1 mL/kgbb dalam suatu larutan 50 % dingin dicampur

dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering dipergunakan, tetapi

pemakaiannya pada pengidap diabetes harus diawasi. Pilihan lain adalah

isosorbin oral dan urea atau manitol intravena.2

d. Miotik, midriatik, dan sikloplegik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut

tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting

dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior.

Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik

(siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga

mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.8

Page 42: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

2. Pembedahan

a. Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung

antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan di antara keduanya

menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium: YAG atau aragon

(iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser

YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi

serangan penutupan sudut.2

b. Trabekuloplasti laser

Penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa

kejalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar HA karena efek luka bakar

tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses

selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan

untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi

bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya

memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.2

c. Bedah drainase glaukoma

Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,

sehingga terbentuk akses langsung HA dari kamera anterior ke jaringan

subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang

drainase. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan

episklera. Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati

glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akuos

dibagian dalam jalinan trabekular.2

d. Tindakan siklodestruktif

Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk

mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk

mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi,

dan yang paling mutakhir terapi laser neodinium : YAG thermal mode, dapat

Page 43: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

diaplikasikan ke permukaan mata di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan

kerusakan korpus siliaris dibawahnya.2

3.3.6. Prognosis

Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang sampai

akhirnya menyebabkan kebutaan total. Bila antiglaukoma dapat menekan tekanan

intra okular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas,

prognosis akan baik. Bila proses penyakit terdeteksi secara dini, sebagian besar pasien

glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.9

3.4. Leukoma Adheren

Leukoma adheren adalah kekeruhan sikatriks kornea dengan menempelnya

iris di dataran belakang. Leukoma adheren merupakan kondisi dimana iris menempel

ke kornea yang biasanya terjadi pada ulkus kornea (bisa disebabkan oleh infeksi,

autoimun atau penanganan yang buruk terhadap kasus yang ringan) dan luka kornea.

Keluhan pasien umumnya adalah penurunan penglihatan, kekeruhan pada mata atau

beberapa komplikasi yang menyertai yaitu astigmatisma, ectasia, glaucoma. Leukoma

adheren yang tidak diterapi dengan baik dapat menyebabkan kebutaan total.1

Page 44: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki, usia 32 tahun, bekerja sebagai kuli bangunan, datang kontrol

ke poli mata dengan keluhan mata kanan merah sejak ± 2 hari yang lalu secara tiba-

tiba dan tidak menghilang. Mata kanan merah disertai dengan rasa sakit,gatal, silau,

dan keluar banyak air mata pada pagi hari sejak ± 2 hari yang lalu. Pasien mempunyai

riwayat adanya bintik keputihan pada kedua mata dan semakin parah serta membesar

pada mata kanan. Pasien merupakan pasien klinik Mawar. Pada pemeriksaan

oftalmologis didapatkan adanya penurunan visus penglihatan pada kedua mata (OD :

1/60; OS: 6/50), injeksi siliar pada mata kanan, leukoma adheren pada mata kanan

dan makula pada mata kiri.

Pasien dengan riwayat penyakit immunodefisiensi seperti HIV/AIDS

mempunyai faktor resiko mengalami keratitis. Pasien biasanya datang dengan

keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair,

penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata

(blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki

banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Bila peradangan dalam, penyembuhan

berakhir dengan pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula,

leukoma. Apabila tatalaksana tidak adekuat maka keratitis dapat berlanjut menjadi

ulkus kornea yang pada akhirnya dapat menjadi leukoma adheren pada proses

penyembuhan. Pada pasien ini dicurigai memiliki riwayat keratitis yang telah

berkembang menjadi ulkus kornea pada mata sebelah kanan bahkan hingga

mengalami perforasi yang membentuk adanya leukoma adheren pada

penyembuhannya.

Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh karena perforasi kornea yang

menyebabkan terbentuknya leukoma adheren ataupun stafiloma kornea. Leukoma

adheren menyebabkan penutupan sudut bilik mata sehingga mengganggu jalan keluar

Page 45: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

dari aqueos humor yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan

intraocular.

Page 46: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

BAB V

KESIMPULAN

Diagnosis pada pasien ini adalah OD leukoma adheren dan glaukoma sekunder

disertai OS keratitis. Adanya riwayat penyakit keratitis bahkan ulkus kornea yang

meninggalkan bekas berupa leukoma adheren dapat mengalami kekambuhan serta

menyebabkan penyakit mata lainnya. Iritasi pada mata kanan pasien disebabkan oleh

iritasi ulang akibat paparan sinar matahari, debu, maupun higienitas yang kurang.

Peningkatan tekanan intraocular mata kanan disebabkan oleh penutupan sudut bilik

mata akibat leukoma adheren sehingga mengganggu aliran keluar aqueos humor.

Prinsip pengobatan pada pasien ini adalah mengatasi radang sesuai dengan

etiologinya. Pemberian antibiotic dengan spectrum luas pada awal penanganan.

Pengobatan pada kasus ini juga bertujuan menurunkan tekanan intraocular.

Page 47: Laporan Kasus Mata 1 (Repaired)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2005. hal

147-158

2. Paul R.E, John P.W. Cornea.Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology

Sixteenth Edition. United States Of America. 2004. hal 129-153

3. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan.

Blackwell Science. 2003.

4. Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007.

hal 89 – 100.

5. Lang, G. K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd Edition. Thieme.

Stuttgart-New York. 2006.

6. Setiawan, A. Glukoma. Available at: http://fkuii.org . Accesed on August, 2008.

7. Schuman, J. S., Christopoulos, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all. Rapid

Diagnoses in Ophthalmology Lens and Glaucoma. Mosby Elsevier. Philadelphia.

2008.

8. Supiandi, S. Cara Pemeriksaan dan Jenis Glaukoma. FKUI. Jakarta. 1986.

9. Sidarta, I. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi) Edisi ke-2. FKUI. Jakarta.

2001.

10. Lee, D. A. Clinical Guide to Comprehensive Ophtalmology. Stuggart. NewYork.

1999.

11. Boyd, B. F., Luntz, M. Innovations In The Glaucomas Etiology, Diagnosis, and

Management. Highlights of Ophthalmology International. 2002.