lapsus dr. agus (repaired)

77
LAPORAN KASUS FEBRIS TYPOID, DHF GRADE I, INFEKSI LATEN TB, GIZI KURANG DAN ADENOTONSILITIS KRONIK Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Anak Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Agus Saptanto, SpA Disusun Oleh : Nuzulia Ni’matina H2A010037 Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Anak FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: diana-budiyono

Post on 25-Dec-2015

240 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

LAPORAN KASUS ANAK

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

LAPORAN KASUS

FEBRIS TYPOID, DHF GRADE I, INFEKSI LATEN TB, GIZI KURANG

DAN ADENOTONSILITIS KRONIK

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Stase Ilmu Penyakit Anak

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Agus Saptanto, SpA

Disusun Oleh :

Nuzulia Ni’matina H2A010037

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Anak

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

RSUD TUGUREJO SEMARANG

Periode 03 November 2014 – 11 Januari 2015

Page 2: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

BAB I

CATATAN MEDIS KASUS ILMU PENYAKIT ANAK

I. IDENTITAS

Nama anak : An. NW

Umur : 6 tahun

Tanggal lahir : 19 November 2008

Agama : Islam

Alamat : Pusponjolo

No RM : 408028

Tgl masuk RS : 17 November 2014

Jaminan Kesehatan : Jamkesmaskot

Nama bapak : Tn. R

Umur : 37 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Satpam

Pendidikan : SMA

Alamat : Pusponjolo

Nama ibu : Ny. P

Umur : 36 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP

Alamat : Pusponjolo

1

Page 3: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesa dari Ibu Pasien pada tanggal

18 November 2014 pukul 10.00 WIB di Bangsal Melati RSUD Tugurejo

Semarang.

a. Keluhan Utama : Demam

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Tanggal 03 November 2014 (2 minggu sebelum pasien masuk rumah

sakit), pasien mengeluh batuk selama 7 hari. Batuk muncul secara tiba-

tiba. Batuk dirasakan jarang, namun sering kambuh ketika bangun tidur

pagi. Batuk disertai dengan dahak kuning kental, tidak ada darah,

terkadang dahak sulit dikeluarkan. Batuk tidak didahului dengan demam

ataupun keluhan lain seperti pilek, sesak nafas, nyeri tenggorokan dan

tenggorokan terasa mengganjal. Pasien belum minum obat.

Tanggal 10 November 2014 (7 hari sebelum pasien masuk rumah

sakit), pasien mengeluh demam. Demam muncul setelah keluhan batuk

berdahak pasien hilang. Demam dirasakan naik turun, demam dirasakan

mulai naik saat sore hari. Pasien mengeluh demam selama 4 hari,

kemudian membaik/tidak demam 2 hari setelahnya dan demam mulai

dirasakan naik lagi 1 hari sebelum pasien masuk rumah sakit. Ibu pasien

sudah memberikan obat penurun panas, setelah diberi obat suhu turun

kemudian suhu naik lagi.

Tanggal 17 November 2014 keluarga pasien membawa pasien ke IGD

dengan keluhan masih demam naik turun, demam dirasakan mulai naik

saat sore hari. Ibu pasien sudah memberikan obat penurun panas, setelah

diberi obat suhu turun kemudian suhu naik lagi. Pasien juga mengeluh

nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan melilit yang terasa

terus menerus, bertambah jika pasien terlambat makan. Pasien

menyangkal keluhan kejang, mual, muntah dan diare. Buang air besar

sama seperti biasa, buang air kecil sama seperti biasa.

Tanggal 18 November 2014 pasien masih mengeluh demam, demam

mulai dirasakan saat sore hari. Nyeri perut masih dirasakan melilit pada

2

Page 4: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

bagian ulu hati namun sekarang berkurang. Pasien menyangkal keluhan

kejang, mual, muntah, diare, batuk, pilek, nyeri tenggorokan dan

tenggorokan terasa mengganjal. Buang air kecil sama seperti biasa, ibu

pasien mengatakan pasien belum buang air besar sejak 2 hari. Pasien

susah makan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan serupa. Pasien memiliki riwayat

sakit flek 1 tahun yang lalu. Pasien sudah diberikan pengobatan TB

selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh setelah pemeriksaan rontgen dada

2 kali.

Keluarga pasien menyangkal bahwa pasien memiliki riwayat alergi

dan asma.

d. Riwayat Penyakit Keluarga :

Nenek pasien memiliki riwayat asma sejak 14 tahun yang lalu dan

sering batuk berdahak kental sejak 4 tahun yang lalu, belum dilakukan

pengobatan. Riwayat alergi obat atau makanan pada keluarga disangkal.

e. Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien susah makan dan gemar mengonsumsi es.

f. Data Khusus

1. Riwayat Kehamilan/Pre Natal :

An.NW adalah anak kedua dari Ny.P saat berusia 30 tahun. Ibu

rutin periksa kehamilan lebih dari 4 kali di bidan. Saat hamil, ibu

pasien mengeluh sering mual muntah selama 4 bulan kehamilan, ibu

pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi atau penyakit gula selama

kehamilan. Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu,

alkohol, maupun rokok selama kehamilan. Suntik tetanus toksoid (TT)

sebanyak dua kali. kehamilan cukup bulan (39 minggu).

2. Riwayat persalinan/natal :

Lahir spontan dengan bantuan bidan, langsung menangis kuat,

dan segera dilakukan inisiasi menyusui dini. Berat badan saat lahir

sekitar 3100 gram, panjang badan tidak ingat.

3

Page 5: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

3. Riwayat pasca persalinan/ post natal :

Tidak ada perdarahan post partum.

4. Riwayat Imunisasi :

Macam imunisasi Frekuensi Umur Keterangan

Imunisasi dasar:BCGDPTHepatitis BPolioCampak

1 kali 3 kali 3 kali4 kali1 kali

2 bulan2,4,6 bulan0,1,6 bulan0,2,4,6 bulan9 bulan

Dilakukan di BidanLengkapLengkapLengkapLengkapLengkap

Kesan : imunisasi dasar lengkap5. Riwayat makan dan minum :

Umur Makanan dan Minuman Jumlah Frekuensi

0 - 6 bulan ASI saja Semau anak Semau anak6 - 9 bulan ASI Semau anak Semau anak

Air tajin ½ gelas belimbing, selalu habis

2-3 kali/ hari

9 - 12 bulan ASI Semau anak Semau anakAir tajin 1 gelas belimbing 2-3 kali/ hari

Nasi tim, sayur wortel, bayam, tahu-tempe

1 piring kecilSelalu habis

2-3 kali /hari

buah (pisang, pepaya) 1 potong 2 kali/hari12 - 24 bulan ASI Semau anak Semau anak

Nasi, sayur wortel, bayam, kangkung, tahu/tempe

½ piringSelalu habis

2 kali /hari

24 bulan – sekarang

Nasi, sayur wortel, bayam, kangkung, tahu/tempe

1 piringTidak selalu habis

3 kali/hari

Kesan : ASI eksklusif dan pemberian MPASI sesuai usia6. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak :

Umur Perkembangan2 bulan Senyum sosial3 bulan Mengangkat kepala5 bulan Berguling6 bulan Duduk tanpa dibantu, tengkurap dan berbalik sendiri11 bulan Berjalan2 tahun Naik turun tangga3 tahun Makan sendiri, bicara kalimat, lompat4 tahun Menyanyi, naik sepeda5 tahun Memakai pakaian sendiri

Kesan : Perkembangan sesuai umurPertumbuhan : berat badan bulan lalu 16 kg

tinggi badan bulan lalu tidak ingat

4

Page 6: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

7. Riwayat lingkungan dan sosial ekonomi :

Ayah pasien merokok, tidak mengkonsumsi minuman

beralkohol dan obat-obatan. Pasien tinggal bersama kedua orangtua,

kakak, nenek dan kedua sepupunya. Ventilasi rumah cukup, lantai

kamar pasien berupa kayu, keadaan rumah tidak lembab dan

pencahayaan cukup. Nenek tinggal serumah menderita asma dan

batuk lama sampai sekarang belum sembuh. Tetangga sekitar dan

teman bermain tidak ada yang mengalami batuk-batuk lama.

Ayah pasien bekerja sebagai satpam rumah dan pasien berobat

dengan menggunakan jaminan kesehatan jamkesmaskot.

Kesan : Keadaan sosial dan ekonomi kurang

8. Riwayat KB

Riwayat KB suntik 3 bulan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 November 2014 pukul 10.15

WIB di Bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang.

a. Keadaan Umum dan Tanda Vital

Keadaan umum : tampak lemas

Kesadaran : compos mentis

TD : 100/60 mmHg

Nadi : 120 kali/menit, isi dan tegangan cukup

Respiratory rate : 30 kali/menit, reguler

Suhu : 38,2 0 C (aksiler)

BB : 13 kg

TB : 104 cm

b. Status Interna

1. Kepala : kesan mesocephal

2. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik(-/-), mata

cowong (-/-), reflek cahaya direct (+/+), reflek cahaya

indirect (+/+), edem palpebra (-/-), pupil isokor

Ø: 2,5 mm/2,5 mm.

5

Page 7: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

3. Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-)

4. Telinga : serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-)

5. Mulut : lembab (+), sianosis (-), faring tidak hiperemis,

tonsil T3-T3 kripte melebar dan tidak hiperemis.

6. Leher : tiroid (N), pembesaran limfonodi submental (+), jugulare

interna (+/+)

Deskripsi Submental Jugulare interna dextra

Jugulare interna sinistra

Jumlah 1 1 1Ukuran Ø: 1,5 cm Ø: 1 cm Ø: 1 cmMobilitas (+) (+) (+)Nyeri tekan (-) (-) (-)Warna Sama seperti kulit

sekitarSama seperti kulit

sekitarSama seperti kulit

sekitarKonsistensi Kenyal Kenyal KenyalSuhu Perabaan Sama dengan sekitar Sama dengan

sekitarSama dengan

sekitar

7. Thorax

Pembesaran limfonodi axilla (-)

Pulmo

Dextra Sinistra

Pulmo Depan

Inspeksi Normochest.Diameter Lateral > Antero posterior.Hemithorax Simetris Statis Dinamis.Kelainan kulit (-).

Normochest.Diameter Lateral > Antero posterior.Hemithorax Simetris Statis Dinamis.Kelainan kulit (-).

Palpasi Stem fremitus normal kanan sama dengan kiri.Nyeri tekan (-).Pelebaran SIC (-).Arcus costa normal.

Stem fremitus normal kanan sama dengan kiri.Nyeri tekan (-).Pelebaran SIC (-).Arcus costa normal.

Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar paru vesikuler (+), wheezing (-), ronki (-)

Suara dasar paru vesikuler (+), wheezing (-), ronki (-)

Pulmo Belakang

Inspeksi Normochest. Kelainan kulit (-). Simetris.Pengembangan pernafasan paru normal.

Normochest.Kelainan kulit (-). Simetris.Pengembangan pernafasan paru normal.

6

Page 8: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Palpasi Stem fremitus normal kanan sama dengan kiri.Hemithorax simetris.Nyeri tekan (-).Pelebaran SIC (-).

Stem fremitus normal kanan sama dengan kiri.Hemithorax simetris.Nyeri tekan (-).Pelebaran SIC (-).

Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar paru vesikuler (+), wheezing (-), ronki (-)

Suara dasar paru vesikuler (+), wheezing (-), ronki (-)

Tampak Depan Tampak Belakang

Suara Dasar Vesikuler Suara Dasar VesikulerWheezing (-), ronchi (-) Wheezing (-), ronchi (-)

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis (teraba tidak kuat angkat), thrill (-)

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, gallop (-), murmur (-)

8. Abdomen

Inspeksi : bentuk perut agak cembung, warna sama seperti kulit

sekitar.

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani seluruh regio abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, umbilicalis dan

suprapubik, hepatomegali (-), ginjal tidak teraba, lien tidak

7

Page 9: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

teraba, pembesaran limfonodi inguinal (-).

9. Ekstremitas

Superior Inferior

Akral hangat +/+ +/+

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik

Gerak +/+ +/+

Pembengkakan sendi lutut -/-

Pembengkakan sendi phalanges -/- -/-

IV. PEMERIKSAAN KHUSUS

a. Pemeriksaan Antropometri

1. Jenis kelamin : Perempuan

2. Umur : 72 bulan

3. Berat badan : 13 kg

4. Tinggi badan : 104 cm

5. Z score :

- BB/U : (13-19,5)/2,20 = -2,95 (gizi kurang)

- TB/U : (104-114,6)/4,90 = -2,16 (pendek)

- BB/TB: (13-16,5)/1,5 = -2,3 (kurus)

Kesan gizi : gizi anak kurang

b. Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin tanggal 19 November 2014 11:56

Jenis Hasil Satuan Nilai normal

Leukosit 5.65 103/ul 5.0 – 14.5

Eritrosit 4.66 106/ul 3.8 – 5.8

Hemoglobin 11.10 g/dl 10.8 – 15.6

Hematokrit 33.90 % 33 – 45

Trombosit L 100 103/ul 184 – 488

8

Page 10: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

MCV 72.70 fL 69 – 93

MCH 23.80 pg 22 – 34

MCHC 32.70 g/dl 32 – 36

RDW 13.50 % 11.5 – 14.5

Eosinofil absolute 0.13 103/ul 0.045 – 0.44

Basofil absolute 0.02 103/ul 0 – 0.2

Netrofil absolute L 0.64 103/ul 1.8 – 8

Limfosit absolute 3.98 103/ul 0.9 – 5.2

Monosit absolute 0.88 103/ul 0.16 – 1

Eosinofil 2.30 % 2 – 4

Basofil 0.40 % 0 – 1

Neutrofil L 11.30 % 50 – 70

Limfosit H 70.40 % 25 – 50

Monosit H 15.60 % 1 – 6

Sero-imun (serum) B:

Anti Dengue IgG Negatif Negatif

Anti Dengue IgM Positif Negatif

Salmonella typhii IgM Positif / 4 0-2 :Negatif3 :Borderline4-5 : Positif6-10:Positif kuat

Urin Rutin tanggal 18 November 2014 jam 12:04

Jenis Hasil Satuan Nilai normal

Urin Makroskopis:

Warna Kuning Kuning muda – kuning

Kekeruhan Jernih Jernih

Keasaman/pH 7.0 4.8 – 7.4

Berat jenis 1.000 1.015 – 1.025

Urin Kimia:

Protein Negatif Negatif

Reduksi Negatif Negatif

Eritrosit Negatif Negatif

Leukosit Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

9

Page 11: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Bilirubin Negatif Negatif

Urobilinogen Normal

Urin Sedimen:

Epitel 1 – 2 /lpk 5 – 15

Leukosit 0 – 1 /lpb < 20

Eritrosit 0 – 1 /lpb 0 – 5

Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Silinder Hyalin Negatif Negatif

Silinder Granula Negatif Negatif

Lain-lain Negatif Negatif

c. Skoring TB

Parameter 0 1 2 3 JumlahKontak TB Tidak jelas - Laporan

keluarga (BTA negative atau tidak jelas)

BTA (+) 2

Uji tuberculin Negatif - - Positif (≥10mm, atau ≥5mm pada keadaan imunosupresi)

-

Berat badan atau keadaan gizi

- BB/TB <90% atau BB/U <80%

Klinis gizi buruk atau BB/TB <70% atau BB/U <60%

- 1

Demam yang tidak diketahui penyebabnya

- ≥ 2 minggu - - -

Batuk kronik - ≥ 38 minggu - - -Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal

- ≥ 1 cm, jumlah >1, tidak nyeri

- - -

Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut,

- Ada pembengkakan

- - -

10

Page 12: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

falangFoto toraks Normal /

kelainan tidak jelas

Gambaran sugestif TB

- -

Jumlah 3

Kesimpulan: Infeksi Laten TB

d. Rontgen X-Foto Thorax AP

Cor : Ukuran tak membesar

Pulmo : Corakan vaskuler kasar

Bercak kesuraman (-)

Diaphragma : Baik

Sinus Costophrenicus : Lancip

Kesan : Cor : Tak membesar

Pulmo : Gambaran bronchitis

e. Rumple Lead

Didapatkan rumple lead test (+).

V. RESUME

An. NW (6 tahun) datang dengan keluhan demam naik turun sejak 8

hari, dirasakan mulai naik bila sore hari. Pasien mengeluh demam selama 4

hari, kemudian membaik/tidak demam 2 hari setelahnya dan demam mulai

dirasakan naik lagi 1 hari sebelum pasien masuk rumah sakit. 7 hari sebelum

demam pasien mengeluh batuk berdahak yang sering kambuh ketika bangun

tidur pagi, akan tetapi saat ini pasien tidak batuk. Pasien juga mengeluh

nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan melilit yang terasa terus

menerus. Riwayat TBC 1 tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh setelah

pemeriksaan rontgen dada 2 kali. Nenek pasien memiliki riwayat asma

sejak 14 tahun yang lalu dan sering batuk berdahak kental sejak 4 tahun

yang lalu, belum dilakukan pengobatan. Pasien susah makan dan gemar

mengonsumsi es. Berat badan bulan lalu 16 kg. Ayah pasien merokok,

kesan keadaan sosial dan ekonomi kurang.

11

Page 13: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak lemas, Suhu:

38,20 C (aksiler), tonsil T3-T3 kripte melebar dan tidak hiperemis.

pembesaran limfonodi submental jumlah 1, Ø: 1,5 cm, mobile (+), nyeri

tekan (-), warna seperti kulit sekitar, kenyal dan suhu perabaan sama seperti

sekitar. pembesaran limfonodi jugulare interna (+/+) masing-masing

berjumlah 1, Ø: 1 cm, mobile (+), nyeri tekan (-), warna seperti kulit sekitar,

kenyal dan suhu perabaan sama seperti sekitar. Nyeri tekan (+) pada regio

epigastrium, umbilicalis dan suprapubik. Pemeriksaan Antropometri

didapatkan gizi anak kurang.

Dari pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil trombositopenia

(100.000/ul), neutropenia (L 0.64 %), limfositosis (H 70.40 %), monositosis

(H 15.60 %). IgM Anti Dengue positif, IgM Salmonella typhii positif/4.

Dari pemeriksaan Rontgen X-Foto Thorax AP Pulmo: Gambaran bronchitis.

Rumple Lead test (+). Skoring TB: 3.

VI. DAFTAR MASALAH

Anamnesis: Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Penunjang:

1. Febris 8 hari2. Nyeri ulu hati terasa

melilit sejak 1 hari yang lalu

3. Batuk berdahak yang sering kambuh

4. Riwayat TBC 1 tahun yang lalu

5. Nenek pasien memiliki riwayat asma sejak 14 tahun yang lalu dan sering batuk berdahak kental sejak 4 tahun yang lalu, belum dilakukan pengobatan.

6. Pasien susah makan7. Gemar mengonsumsi es8. Berat badan bulan lalu 16

kg, berat badan sekarang 13 kg. Turun berat badan

11. Keadaan umum: tampak lemas

12. Suhu: 38,20C (aksiler)13. Tonsil T3-T3 kripte

melebar dan tidak hiperemis

14. Limfadenopati multiple regio submental (jumlah 1, Ø: 1,5 cm), jugulare interna (masing-masing berjumlah 1, Ø: 1 cm)

15. Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, umbilicalis dan suprapubik.

16. Pemeriksaan Antropometri didapatkan gizi anak kurang

17. Trombositopenia (L 100.000/ul)

18. Neutropenia (L 0.64 %)

19. Limfositosis (H 70.40 %)

20. Monositosis (H 15.60 %)

21. Anti Dengue IgM positif

22. Salmonella typhii IgM positif 4

23. Rontgen X-Foto Thorax AP, Pulmo: Gambaran bronchitis

24. Rumple Lead test (+)

25. Skoring TB: 3

12

Page 14: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

3 kg dari bulan lalu.9. Ayah pasien merokok10. kesan keadaan sosial dan

ekonomi kurang

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Demam lebih dari 7 hari Endokarditis infektif

Demam Rematik Akut

Abses Dalam

Malaria

Infeksi Saluran Kencing

Bronchopneumonia

Tuberculosis

Demam Typoid

2. Nyeri Ulu hati Gastroenteritis

Gastritis

DHF

Demam Typoid

Masalah aktif Masalah pasif

1. 1, 2, 11, 12, 15, 20, 22 Febris Typoid

2. 2, 11, 12, 17, 18, 19, 20, 21, 24 DHF

grade I

3. 1, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 16, 20, 23, 25

Infeksi Laten TB

4. 6, 8, 11, 16 Gizi Kurang

5. 7, 13, 14 Adenotonsilitis kronik

6. Nenek pasien memiliki

riwayat asma sejak 14 tahun

yang lalu dan sering batuk

berdahak kental sejak 4

tahun yang lalu, belum

dilakukan pengobatan.

7. Ayah pasien merokok

VIII. DIAGNOSIS KERJA

- Diagnosis klinis : Febris typoid, DHF grade I, Infeksi Laten

13

Page 15: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

TB, Gizi Kurang, Adenotonsilitis kronik.

- Diagnosis Pertumbuhan :

- Diagnosis Perkembangan :

- Diagnosis gizi :

- Diagnosis Imunisasi :

- Diagnosis sosial :

Perawakan pendek dan kurus

Perkembangan sesuai dengan umur

Gizi Kurang

Imunisasi dasar lengkap

Kesan ekonomi kurang

IX. INITIAL PLAN

1. Febris Typoid

IpDx : Febris TypoidS : -O : -

IpTx :

Medikamentosa:

1) Infus Ringer Laktat 13 tpm

2) Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg

3) p/o Paracetamol S 2 dd cth I

Non medikamentosa:

1) Diit makanan lunak

2) Menjaga hygiene makanan

IpMx :

Perlu dilakukan monitoring terhadap:

1) Keluhan pasien

2) Keadaan umum dan tanda vital

3) Komplikasi penyakit yaitu perforasi usus, gangguan kesadaran dan

disorientasi

IpEx :

1) Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang sedang

dialami pasien, yaitu demam typoid yang disebabkan karena bakteri 14

Page 16: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Salmonella typhii yang masuk ke dalam tubuh anak sehingga

menyebabkan keluhan yang saat ini dialami anak.

2) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa penularan penyakit

melalui makanan, sehingga diperlukan untuk menjaga higienitas

makanan yang akan dimakan pasien.

2. DHF grade I

IpDx : DHF grade IS : -O : -

IpTx :

Medikamentosa:

1) Infus Ringer Laktat 13tpm

2) p/o Paracetamol S 2 dd cth I bila panas

Non medikamentosa:

1) Perbanyak minum (air putih, teh manis, sirup, oralit, jus buah)

2) Kompres air dingin (bila suhu > 39°C tak disertai menggigil), air

hangat (bila suhu > 39°C disertai menggigil)

IpMx :

Perlu dilakukan monitoring terhadap:

1) Keluhan pasien

2) Tanda-tanda syok

3) Tanda-tanda perdarahan spontan (epistaksis, gusi berdarah, petekie,

ekimosis)

4) Laboratorium Hb, Ht dan trombosit secara berkala 1-2 x sehari pada

masa kebocoran plasma

IpEx :

15

Page 17: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

1) Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang sedang

dialami pasien, yaitu demam berdarah oleh karena infeksi virus

dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti.

2) Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk ikut mengawasi keadaan

pasien, bila tiba-tiba keadaan pasien memburuk segera lapor kepada

petugas kesehatan.

3. Infeksi Laten TB

IpDx : Infeksi Laten TBS : -O : uji tuberkulin

IpTx :

Medikamentosa:

1) Usulan dilakukan uji tuberkulin

2) Jika anak tidak menunjukkan gejala klinis atau immunocompromised

dilakukan observasi.

3) Jika anak menunjukkan gejala klinis atau immunocompromised

diberikan INH profilaksis dengan dosis 1x65 mg, hingga kontak (-).

Non medikamentosa:

1) Asupan gizi TKTP (Tinggi Karbohidrat dan Tinggi Protein)

2) Menganjurkan nenek diperiksa dan diobati

IpMx :

1) Monitoring Keadaan Klinis (benjolan, batuk, febris)

2) Monitoring keadaan umum, tanda vital, BB dan TB sesuai umur

IpEx :

1) Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit anaknya

adalah infeksi laten TB, bisa karena ditularkan oleh neneknya yang

mengalami gejala sama.16

Page 18: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

2) Kontrol rutin untuk observasi, dan jika ada keluhan atau anak sakit

segera bawa ke dokter.

3) Beri anak makanan yang bergizi, makanan tinggi protein (tempe, tahu,

telor, ikan)

4) Bawa nenek yang menderita batuk kronik untuk memeriksakan diri

dan berobat.

5) Bapak hentikan merokok, atau merokok tetapi tidak di dekat anak atau

anggota keluarga yang lain.

4. Gizi Kurang

IpDx : Gizi KurangS : -O : -

IpTx :

Diit makanan dengan jumlah kalori 1530 kkal, dengan cara:

1) Beri makanan sedikit-sedikit tapi sering

2) Anak dibujuk dan diberi perhatian khusus agar makan dalam jumlah

yang cukup

IpMx :

Perlu dilakukan monitoring terhadap:

1) Keadaan umum pasien

2) Kenaikan/penurunan berat badan

3) Nafsu makan pasien

IpEx :

1) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa status gizi pasien kurang,

sehingga diperlukan peran serta keluarga untuk memenuhi asupan

nutrisi yang seimbang untuk pasien agar dicapai status gizi yang ideal.

5. Adenotonsilitis Kronik

IpDx : Adenotonsilitis kronik17

Page 19: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

S : -O : -

IpTx :

Konsul Dokter Spesialis THT-KL:

Medikamentosa: Hexadol garglin S 2 dd garg I

Non medikamentosa:

1) Menjaga higienitas mulut

2) Edukasi pasien untuk dilakukan operasi tonsilektomi

IpMx :

Perlu dilakukan monitoring terhadap:

1) Keadaan umum dan tanda vital

2) Gejala klinis

3) Komplikasi penyakit

4) Kekambuhan penyakit

IpEx :

1) Menjelaskan penyakit pasien adalah adenotonsilitis kronik yaitu

peradangan pada amandel pasien, faktor yang dapat mendukung

adalah rangsangan yang lama dari bahan iritan (debu, es, rokok),

hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca.

2) Menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan untuk pasien sebaiknya

dengan operatif karena penyakit pasien sudah mengganggu kualitas

hidupnya dan untuk mencegah komplikasi penyakit.

X. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Sanam : dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP

Tanggal Catatan18 S: Demam (+), demam sejak 7 hari yang lalu, 4 hari panas, 2

18

Page 20: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

November 2014

O:

A:P:

hari turun, 1 hari naik. Demam mulai naik saat sore hari, suhu turun setelah diberi obat penurun panas kemudian mulai naik lagi.Nyeri perut (+), melilit, berkurang dibandingkan sebelumnya. Kejang (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), tenggorokan terasa mengganjal (-).Keadaan umum: tampak lemasNadi: 120 kali/menit, isi dan tegangan cukupRespiratory rate: 30 kali/menit, regulerSuhu : 38,2 0 C (aksiler)BB : 13 kgMata: Conjungtiva palpebra anemis (-/-), mata cowong (-/-)THT-KL: tonsil T3-T3 kripte melebar dan tidak hiperemis, limfadenopati multiple regio submental (jumlah 1, Ø: 1,5 cm), jugulare interna (masing-masing berjumlah 1, Ø: 1 cm)Thorax: cor/pulmo dalam batas normalAbdomen: datar, bising usus (+) normal, timpani seluruh regio abdomen, nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, umbilicalis dan suprapubik.Ekstremitas: akral dingin: superior (-/-), inferior (-/-)Hasil laboratorium darah rutin (17/11/2004):Leukosit 3.94 (L)Eritrosit 5.35Hb 12.80Ht 36.80Trombosit 251.000Observasi febris (hari 8)Tx: Infus RL 13 tpm Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg p/o Paracetamol 3 x cth IX-foto thoraxTes mantouxUrin rutinKonsul THT

19 November 2014

S:

O:

Demam (-), nyeri perut (-), kejang (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), tenggorokan terasa mengganjal (-), belum bisa buang air besar 3 hari.Keadaan umum: tampak lemasNadi: 84 kali/menit, isi dan tegangan cukupRespiratory rate: 28 kali/menit, regulerSuhu : 36 0 C (aksiler)BB : 13 kgMata: Conjungtiva palpebra anemis (-/-), mata cowong (-/-)THT-KL: tonsil T3-T3 kripte melebar dan tidak hiperemis, limfadenopati multiple regio submental (jumlah 1, Ø: 1,5

19

Page 21: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

A:

P:

cm), jugulare interna (masing-masing berjumlah 1, Ø: 1 cm)Thorax: cor/pulmo dalam batas normalAbdomen: datar, bising usus (+) normal, timpani seluruh regio abdomen, nyeri tekan (-).Ekstremitas: akral dingin: superior (-/-), inferior (-/-)Hasil laboratorium urin rutin (18/11/2004):Warna kuningKekeruhan jernihpH 7,0protein negatifreduksi negatifepitel 1-2/lpkleukosit 0-1/lpberitrosit 0-1/lpbX-foto thorax: gambaran bronchitisObservasi febris (hari 9)Konsul THT: Oclusio tuba duplex Adenotonsilitis kronikTx tetapUlang darah rutin, IgM anti dengue, IgM Salmonella

20 November 2014

S:

O:

Demam (-), nyeri perut (-), kejang (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), tenggorokan terasa mengganjal (-), belum bisa buang air besar 4 hari.Keadaan umum: aktifNadi: 98 kali/menit, isi dan tegangan cukupRespiratory rate: 20 kali/menit, regulerTekanan darah: 90/50 mmHgSuhu : 370 C (aksiler)BB : 13 kgMata: Conjungtiva palpebra anemis (-/-), mata cowong (-/-)THT-KL: tonsil T3-T3 kripte melebar dan tidak hiperemis, limfadenopati multiple regio submental (jumlah 1, Ø: 1,5 cm), jugulare interna (masing-masing berjumlah 1, Ø: 1 cm)Thorax: cor/pulmo dalam batas normalAbdomen: datar, bising usus (+) normal, timpani seluruh regio abdomen, nyeri tekan (-).Ekstremitas: akral dingin: superior (-/-), inferior (-/-)Hasil laboratorium darah rutin (19/11/2004):Leukosit 5.65Eritrosit 4.66Hb 11.10Ht 33.90Trombosit 100.000IgG anti dengue negatifIgM anti dengue positif

20

Page 22: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

A:

P:

IgM S. Typhii positif/4F. TypoidDHF grade IBoleh pulang, obat pulang:Thiamphenicol 3 x cth IImunos 2 x IParacetamol 3 x C I

21

Page 23: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEMAM TIFOID

A. Definisi

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid

fever. Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang bersifat

akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii.1,2

B. Etiologi

Salmonella typhii sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri

gram-negatif, mempunyai flagella tidak berkapsul, tidak membentuk

spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri

dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan

envelope antigen (Vi) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai

makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar

dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.2

C. Patogenesis

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh

manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian

kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke

usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral

mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel

epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia berkembang

biak di dalam makrofag.1,3,4

Lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel

fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang

biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri

ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan

22

Page 24: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di dalam hati,

kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam

lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian

masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Masuknya ke

dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua

kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi

sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit

perut.1,3,4

D. Gejala dan Tanda

Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu

demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia. Kemudian

menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu: 1-4

1) Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.

Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu

pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,

biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan

malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam

keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-

angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2) Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated

tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pasien

mengeluh mual, muntah perasaan tidak enak di perut. Pada abdomen

mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati

dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya

didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan

dapat terjadi diare.

23

Page 25: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

3) Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa

dalam, yaitu gelisah, apatis sampai somnolen. Dapat pula terjadi

stupor, koma, delirium atau psikosis.

E. Pemeriksaan Penunjang

1) Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan

antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella

typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang

yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah

mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij

Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan

diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga

menderita demam tifoid. 1,3,4

Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O

dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer

aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai

penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan

meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu

paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat

selama2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut : 1,3,4

a) Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut

b) Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat

imunisasi atau pernah menderita infeksi

c) Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan

H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan - 1

tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama

24

Page 26: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

1-2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang

yangpernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. 1,3,4

2) Kadar IgM dan IgG salmonella

Tes Typhi-dot dan Typhidot-M lebih unggul bila dibandingkan

dengan tes widal. Tes Typhi-dot mendeteksi antibodi total (IgM dan

IgG) Salmonella typhii sehingga tidak bisa membedakan antara

infeksi akut dengan infeksi yang telah lampau. Sedangkan tes

Typhidot-M mendeteksi hanya IgM Salmonella typhi dan

menunjukkan adanya infeksi akut. Berdasarkan penelitian, tes

Typhidot-M memberikan hasil sensitivitas dan spesifitas yang tinggi

sehingga saat ini lebih direkomendasikan untuk diagnosis demam

tifoid. Meskipun demikian, tes Typhidot-M tidak dapat

menggantikan kultur darah yang merupakan standar baku diagnosis

pasti demam tifoid. Dalam penerapannya, apabila secara klinis

pasien diduga demam tifoid dan tes Typhidot-M positif, terapi

antibiotik dapat diberikan sambil menunggu hasil kultur.

3) Mikrobiologik/pembiakan kuman

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling

spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur

darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis

setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi

40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap

memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-

minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin

meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu

ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama

3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap

mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka

waktu yang lama.

25

Page 27: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

F. Diagnosis

Pada pemeriksaan, gambaran diagnosis kunci adalah: 4

1) Demam lebih dari 7 hari

2) Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa sebab yang jelas

3) Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare, konstipasi

4) Delirium

5) Hepatosplenomegali

6) Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran,

kejang dan ikterus

7) Dapat timbul dengan tanda-tanda atipikal terutama pada bayi muda

sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermi

Pemeriksaan penunjang:4

1) Darah tepi: leukopeni, aneosinofilia, limfositosis relatif,

trombositopenia (pada demam tifoid berat)

2) Serologi widal: kenaikan titer S.typhii titer O 1:200 atau kenaikan 4

kali titer fase akut ke fase konvalesens

3) Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)

G. Terapi

1) Medikamentosa: 4

a) Antibiotik

Chloramphenicol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari,

oral, atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari

Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau IV, selama 10

hari

Kotrimoksasol 6 mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari

Seftriakson 80 mg/kgBB/hari, IV atau IM, sekali sehari

selama 5 hari. Bila ada komplikasi pada saluran cerna. Atau

cefotaxime 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis

efektif.

Cefixime 10 mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis

selama 10 hari

26

Page 28: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

b) Kortikosteroid diberikan dalam kasus berat dengan gangguan

kesadaran. 4

Dexamethasone 1-3 mg/kgBB/hari, IV, dibagi dalam 3

dosis hingga kesadaran membaik

2) Operatif: tindakan bedah diperlukan bila penyulit peritonitis usus. 4

3) Supportif 4

a) Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah

b) Tirah baring

c) Isolasi memadai

d) Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi

II. DEMAM BERDARAH DENGUE

A. Definisi

Penyakit Dengue adalah suatu penyakit demam akut yang

disebabkan oleh arbovirus (arthropadborn virus) dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictuse dan Aedes aegypti).5

B. Etiologi

Penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue

termasuk genus Flavivirus, famili flaviviridae, yang mempunyai 4

serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 melalui perantara

Aedes albopictuse dan Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue

terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat, diikuti DEN-3. 4

C. Patogenesis

Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes menyerang

organ RES seperti sel kupfer di sinusoid hepar, endotel pembuluh

darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Dalam

peredaran darah virus akan difagosit oleh monosit.4-6

Setelah genom virus masuk ke dalam sel maka dengan bantuan

organel-organel sel genom virus akan memulai membentuk

komponen-komponen strukturalnya.setelah berkembang biak di dalam

sitoplasma sel maka virus akan dilepaskan dari sel. 4-6

27

Page 29: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Perubahan patofisiologis dalam DBD dan DSS dapat dijelaskan

oleh 2 teori yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary

heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement

(ADE). Teori infeksi sekunder menjelaskan bahwa apabila seseorang

mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, maka akan

terdapat kekebalan terhadap infeksi virus jenis tersebut untuk jangka

waktu yang lama. 4-6

Pada infeksi primer virus dengue antibodi yang terbentuk dapat

menetralisir virus yang sama (homologous). Namun jika orang tersebut

mendapat infeksi sekunder dengan jenis virus yang lain, maka virus

tersebut tidak dapat dinetralisasi dan terjadi infeksi berat. Hal ini

disebabkan terbentuknya kompleks yang infeksius antara antibodi

heterologous yang telah dihasilkan dengan virus dengue yang

berbeda.4-6

Selanjutnya ikatan antara kompleks virus-antibodi (IgG) dengan

reseptor Fc gama pada sel akan menimbulkan peningkatan infeksi

virus DEN. Kompleks antibodi meliputi sel makrofag yang beredar

dan antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi dan internalisasi

sehingga makrofag akan mudah terinfeksi sehingga akan memproduksi

IL-1, IL-6 dan TNFα dan juga Platelet Activating Factor/PAF. 4-6

Selanjutnya dengan peranan TNFα akan terjadi kebocoran dinding

pembuluh darah, merembesnya plasma ke jaringan tubuh karena

endothel yang rusak, hal ini dapat berakhir dengan syok. Proses ini

juga menyertakan komplemen yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan

sehingga menimbulkan kebosoranplasma dan perdarahan yang dapat

mengakibatkan syok hipovolemik. 4-6

Pada bayi dan anak-anak berusia dibawah 2 tahun yang lahir dari

ibu dengan riwayat pernah terinfeksi virus DEN, maka dalam tubuh

anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” sehingga

sudah terjadi proses “Enhancing” yang akan memacu makrofag

sehingga mengeluarkan IL-6 dan TNF-α juga PAF. Bahan-bahan

28

Page 30: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel pembuluh darah

dan sistem hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma

dan perdarahan. 4-6

Pada teori kedua (ADE), terdapat 3 hal yang berkontribusi terhadap

terjadinya DBD dan DSS yaitu antibodies enhance infection, T-cells

enhance infection, serta limfosit T dan monosit. Teori ini menyatakan

bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu,

maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya

apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh tidak dapat menetralisir

penyakit, maka justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. 4-6

D. Gejala dan Tanda

1) Anamnese: 4,7

Demam, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7 hari

Lesu, tidak mau makan, muntah

Nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut

Diare kadang-kadang ditemukan

Perdarahan paling sering dijumpai adalah peradarahan kulit dan

mimisan

2) Pemeriksaan fisik4,7

Gejala klinis DBD diawali demam tinggi mendadak, facial

flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, neri

tenggorokan dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung

iga kanan.

Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering

ditemukan pada DBD

Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga

menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok.

Perembesan plasma menyebabkan ekstravasasi cairan ke dalam

rongga pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam

Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit.

Pada saat ini suhu turun, yang dapat merupakan awal

29

Page 31: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

penyembuhan pada infeksi ringan, namun pada DBD berat

merupakan tanda awal syok.

Perdarahan dapat berupa petekiae, epistaksis, melena, ataupun

hematuria

3) Tanda-tanda syok 4,7

Anak gelisah sampai penurunan kesadaran

Sianosis

Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba

Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg

Akral dingin, capillary refill menurun

Diuresis menurun sampai anuria

E. Pemeriksaan Penunjang

1) Darah perifer dan darah rutin. Pada apusan darah perifer juga dapat

dinilai limfosit plasma biru, peningkatan 15% menunjang diagnosis

DBD. 4,7

2) Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut

dan fase konvalesens

Infeksi primer, serum akut <1:20, serum konvalesens naik 4

kali atau lebih namun tidak melebihi 1:1280

Infeksi sekunder, serum akut <1:20, konvalesens 1:2560; atau

serum akut <1:20, serum konvalesens naik 4 kali atau lebih

Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive

secondary infection): serum akut 1:1280, serum konvalesens

dapat lebih besar atau sama4,7

3) Pemeriksaan radiologis (sesuai indikasi) 4,7

Foto dada: kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru

terutama daerah hilus kanan, hemithorax kanan lebih radio

opak dibandingkan kiri, kubah diafragma kiri lebih tinggi

daripada kanan dan efusi pleura.

USG: efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica

felea dan vesica urinaria.

30

Page 32: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

F. Diagnosis

1) Klinis, gejala klinis berikut harus ada, yaitu: 4,6,7

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung

terus menerus selama 2-7 hari

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan: uji bendung

positif; petekie, ekimosis, purpura, perdarahan mukosa,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena

c. Pembesaran hati

d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba,

penyempitan tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi sampai tidak

terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill

time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.

2) Laboratorium 4,6,7

a. Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)

b. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas

kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut:

Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar

Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan

c. Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Diagnosis: 2 kriteria klinis ditambah 1 kriteria laboratorium (atau

hanya peningkatan hematokrit). 4,6,7

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap

derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) 4,6,7

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.

Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. 4,6,7

31

Page 33: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

G. Terapi

32

Page 34: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

33

Page 35: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

34

Page 36: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

III. TUBERKULOSIS

A. Definisi

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat infeksi kuman

Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat

mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru

yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. 4

B. Etiologi35

Page 37: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

TBC di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan

Mycobacterium bovis. Tuberkulosis paling sering mengenai paru-paru,

tetapi dapat juga mengenai organ-organ lain seperti selaput otak,

tulang kelenjar superfisialis, dan lain-lain. Seseorang yang terinfeksi

Mycobacterium tubercolosis tidak selalu menjadi sakit aktif. Beberapa

minggu (2-12 minggu) setelah terinfeksi Mycobacterium tubercolosis

terjadi respon imunitas selular yang dapat di tunjukkan dengan adanya

indurasi setelah dilakukan uji tuberkulin.4

C. Patogenesis

Mycobacterium tuberculosis disebarkan melalui tetesan kecil di

udara, yang disebut droplet nuklei. Droplet dihasilkan dari batuk,

bersin, berbicara, atau bernyanyi oleh seseorang dengan TB paru.

Karena droplet ini sangat kecil, sehingga dapat tetap di udara selama

beberapa menit sampai beberapa jam setelah dikeluarkan dari tubuh

penderita. M. tuberkulosis menginfeksi pertama kali ke sistem

pernapasan, namun, organisme dapat menyebar ke organ lain, seperti

limfatik, pleura, tulang / sendi, atau meningeal, dan menyebabkan

tuberkulosis.4,8,9

Setelah terhirup, droplet masuk saluran pernafasan. Sebagian besar

basil yang terjebak di bagian atas dari saluran nafas, di mana terdapat

sel-sel goblet penghasil mukus dan sel silia. Kedua jenis sel ini

menangkap partikel droplet kemudian membuangnya melalui

mekanisme batuk atau bersin. Sistem ini merupakan mekanisme

pertahanan awal untuk mencegah infeksi pada kebanyakan orang yang

terkena TBC. 4,8,9

Bakteri dalam droplet yang melewati sistem mukosiliar dan

mencapai alveoli dengan cepat dikelilingi dan ditelan oleh makrofag

alveolar sel-sel efektor kekebalan tubuh yang paling banyak di dalam

alveolar. Makrofag ini menyerang dan menghancurkan mikobakteri

untuk mencegah infeksi. Makrofag adalah sel fagosit yang memerangi

berbagai sel patogen tanpa memerlukan paparan sebelumnya. 4,8-10

36

Page 38: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Setelah dihancurkan oleh makrofag, mikobakteri terus bertambah

banyak perlahan, dengan pembelahan terjadi setiap 25-32 jam.

Terlepas dari apakah infeksi menjadi terkontrol atau tetap berlangsung,

pengembangan awal melibatkan produksi enzim proteolitik dan sitokin

oleh makrofag dalam upaya untuk menurunkan bakteri. Sitokin

dilepaskan menarik limfosit T ke situs, sel-sel yang membentuk

imunitas diperantarai sel. Makrofag kemudian menyajikan antigen

mikobakteri pada permukaan mereka ke sel T. Proses kekebalan awal

ini berlanjut selama 2 sampai 12 minggu, mikroorganisme terus

tumbuh sampai mereka mencapai jumlah yang cukup untuk

sepenuhnya mendapat respon kekebalan yang dimediasi sel, yang

dapat dideteksi dengan tes kulit. 4,8-10

Langkah defensif berikutnya adalah pembentukan granuloma di

sekitar M.tuberculosis. Akumulasi limfosit T dan makrofag aktif, yang

menciptakan lingkungan mikro yang membatasi replikasi dan

penyebaran mikobakteri. Lingkungan ini menghancurkan makrofag

dan menghasilkan nekrosis yang solid di tengah lesi , namun basil

mampu beradaptasi untuk bertahan hidup. Bahkan, M. tuberculosis

dapat mengubah fenotip, seperti regulasi protein, untuk meningkatkan

daya hidup sel. Dengan waktu 2 atau 3 minggu, lingkungan nekrotik

yang menyerupai keju lunak, sering disebut nekrosis caseous, dan

ditandai dengan kadar oksigen rendah, rendah pH, dan nutrisi yang

terbatas. Kondisi ini membatasi pertumbuhan lebih lanjut dan menjadi

laten. Lesi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang memadai

umumnya mengalami fibrosis dan kalsifikasi, berhasil mengendalikan

infeksi sehingga basil yang terkandung dalam aktif, lesi sembuh. Lesi

pada orang dengan sistem kekebalan yang kurang efektif berkembang

menjadi TB progresif primer. 4,8-10

D. Gejala dan Tanda

37

Page 39: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Diagnosis TB pada anak sulit ditegakkan, keluhan dapat bersifat

umum dan spesifik. Keluhan umum adalah demam yang lama tanpa

diketahui sebabnya, berat badan yang tidak naik dalam jangka waktu

tertentu, anoreksia, lesu, dan sebagainya. Gejala khusus dapat berupa

gibbus, atau plikten pada konjungtiva, bergantung pada organ yang

terlibat.4,7,11

Adanya demam pada TB merupakan gejala sistemik atau umum

yang sering dijumpai. Demam biasanya tidak terlalu tinggi, naik turun,

dan berlangsung cukup lama. Selain demam, gejala lain yang sering

adalah penurunan berat badan. Keluhan batuk yang merupakan gejala

utama pada TB dewasa, tidak merupakan gejala yang menonjol pada

TB anak. Hal ini disebabkan karena pada TB anak, prosesnya adalah

pada parenkim yang tidak mempunyai reseptor batuk. Meskipun

demikian, pada TB anak dapat terjadi batuk apabila pembesaran

kelenjar yang terjadi sudah menekan bronchus. 4,7,11

Gejala khusus yang mungkin timbul adalah gibbus, konjungtivitis

fliktenularis, dan skrofuloderma. Harus dibedakan penyebab

konjungtivitisnya apakah karena TB atau infeksi parasit atau infeksi

lainnya. Demikian pula skrofuloderma harus dibedakan dari

limfadenitis non tuberculosis atau infeksi banal. Pada skrofuloderma

terdapat benjolan yang multiple, tidak nyeri tekan, warna kulit sama

seperti sekitarnya, ulkus, bridging dan berwarna livide. 4,7,11

E. Pemeriksaan Penunjang4,7,11

- Periksa darah lengkap

- Periksa urin rutin

- Periksa feses rutin

- Periksa uji tuberkulin

- Periksa foto thoraks AP dan lateral, foto sendi/tulang

- Pemeriksaan BTA/Kultur (biasanya bilas lambung)

- Bila ada cairan pleura/asites, pemeriksaan sitologi, BTA, dan

kultur M.TB

38

Page 40: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

- Pemeriksaan histopatologi

- Bila dicurigai meningitis, lakukan pemeriksaan pungsi lumbal.

F. Diagnosis4,7,11

G. Terapi

39

Page 41: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

1) Medikamentosa4,7

40

Page 42: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Obat TB utama (first line, lini pertama) saat ini adalah (R)

rifampisin, (H) isoniazid, (Z) pirazinamid, (E) etambutol, (S)

streptomisin. Rifampisin dan isoniazid merupakan pilihan obat pilihan

utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin.

Obat TB lain (second line, lini kedua) adalah para-aminosalicylic

acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide,

ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin,

kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi

MDR.

Tabel Obat Antituberkulosis yang Biasa Dipakai dan Dosisnya4,7,11

Nama Obat Dosis harian (mg/kgBB/hari)

Dosis maksimal Efek Samping

Isoniazid 5-15* 300 hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

Rifampisin** 10-20 600 gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati,

Pirazinamid 15-30 2000 cairan tubuh berwarna orange kemerahan toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal

Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah-hijau, penyimpatan lapang pandang

Streptomisin 15-40 1000 Hipersensitivitas, gastrointestinal ototoksik, nefrototoksik

*Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailibilitas rifampisin.

41

Page 43: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Tabel Dosis Kombinasi Pada Tuberkulosis Anak4,7,11

Berat badan (kg) 2 bulanRHZ (75/50/150 mg)

4 bulanRH (75/50 mg)

5-9 1 tablet 1 tablet10-14 2 tablet 2 tablet15-19 3 tablet 3 tablet20-32 4 tablet 4 tablet

2) Non medikamentosa

a) Pendekatan DOTS :

- Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk

dukungan dana

- Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis

- Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO)

- Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu

terjamin

- Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan

pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB

b) Sumber penularan dan case finding :dicari sumber penularannya

yang menyebabkan anak tertular. Pelacakan sumber infeksi

dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum.

Bila sudah ditemukan, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal,

yaitu mencari lainnya yang mungkin juga tertular dengan cara uji

tuberkulin.

c) Aspek edukasi dan sosial ekonomi : Higienitas, penanganan gizi

yang baik, meliputi cakupan asupan makanan, vitamin, dan

mikronutrien. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya

agar mengetahui mengenai TB.

42

Page 44: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

IV. GIZI KURANG

A. Penentuan Status Gizi12

Status gizi BB/TB(% median)

BB/TBWHO 2006

IMTCDC 2000

Obesitas > 120 > +3 SD > P95

Overweight > 110 > +2 hingga +3 SD P85-P95

Normal > 90 +2 SD hingga -2 SDGizi Kurang 70 – 90 < -2SD hingga -3 SDGizi Buruk < 70 < -3 SD

B. Penentuan Kebutuhan12

Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual

menggunakan kalorimetri indirek, namun hal tersebut mahal dan tidak

43

Page 45: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

praktis. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada

kondisi klinis tertentu. Untuk kemudahan praktik klinis, kebutuhan

kalori ditentukan berdasarkan:

1) Kondisi sakit kritis (critical illness)

Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stress

2) Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness)

a) Gizi baik/kurang:

Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal

dikalikan RDA menurut usia-tinggi (height age). Usia-tinggi

ialah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada

grafik. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada

kondisi klinis tertentu:

i. Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO

ii. Berdasarkan perhitungan target BB-ideal

BB ideal x RDA menurut usia-tinggi

Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk

menghindari sindrom refeeding.

b) Obesitas

Target pemberian kalori adalah:

BB ideal x RDA menurut usia-tinggi

Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai

target.

Catatan:

- Berat badan ideal adalah berat badan menurut tinggi badan

pada P50 pertumbuhan

- Pada obesitas penatalaksanaan tidak akan berhasil tanpa

disertai dengan peningkatan aktivitas fisik dan perubahan

perilaku.

C. Penentuan cara pemberian12

44

Page 46: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan

utama. Jalur parenteral hanya digunakan pada situasi tertentu saja.

Kontraindikasi pemberian makanan melalui saluran cerna ialah:

obstruksi usus, perdarahan saluran cerna serta tidak berfungsinya

saluran cerna. Pemberian nutrisi enteral untuk jangka pendek dapat

dilakukan melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal atau

nasojejunal. Untuk jangka panjang, nutrisi enteral dapat dilakukan

melalui gastrostomi atau jejunostomi. Untuk nutrisi parenteral jangka

pendek (kurang dari 14 hari) dapat digunakan akses perifer, sedangkan

untuk untuk jangka panjang harus menggunakan akses sentral.

V. ADENOTONSILITIS KRONIK

A. Definisi

Adenotonsilitis kronik adalah proses peradangan kronik pada tonsil

dan adenoid.13

B. Etiologi

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan

yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut

yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis

akut yang tidak adekuat. Sedangkan faktor predisposisi faringitis

kronik adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok,

minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan

debu, pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena hidungnya

tersumbat.13

C. Patogenesis

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel

mukosa, jaringan limfoid juga terkikis, sehingga pada proses

penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan

mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Hipertrofi tonsil yang

mengganggu jalan nafas sehingga pasien bernafas melalui mulut.

45

Page 47: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

Gangguan tidur karena terjadinya sleep apnea dikenal sebagai

Obstructive Sleep Apneu Syndrome (OSAS).13,14

D. Gejala dan Tanda

Gejala yang dapat terjadi sebagai gambaran klinik adenotonsilitis

kronik diantaranya adalah anak sering panas, terutama panas yang

disertai pilek dan batuk, sering sakit kepala, lesu, mudah ngantuk,

tenggorokan terasa mengganjal, tenggorokan sering berdahak,

tenggorokan terasa kering, ‘ngorok’, gangguan nafas terutama saat

tidur terlentang, nafas bau, nafsu makan kurang, gangguan

pendengaran karena adanya disfungsi tuba, prestasi belajar kurang atau

menurun, facies adenoid yaitu apabila sumbatan berlangsung bertahun-

tahun. 13,14

Tanda yang dapat ditemukan pada pasien adenotonsilitis kronik

adalah tonsil terlihat berbenjol-benjol, kripte melebar, detritus, palatum

tinggi. 13,14

E. Pemeriksaan Penunjang

X-foto rasio adenoid-nasofaring merupakan satu-satunya cara

praktis untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran adenoid pada

anak.13,14

F. Terapi

Terapi operatif yaitu adenotonsilektomi perlu dipertimbangkan.

The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery

Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi:13,14

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan

menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan

sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan

berbicara dan cor pulmonale.

46

Page 48: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil

yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A

streptococcus β hemoliticus

7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

8. Otitis media efusa/otitis media supuratif

Non indikasi dan kontraindikasi untuk tonsilektomi adalah:14

1. Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang

2. Infeksi sistemik atau kronis

3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya

4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi

5. Rhinitis alergika

6. Asma

7. Diskrasia darah

8. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

9. Tonus otot yang lemah

10. Sinusitis

G. Komplikasi

Komplikasi tonsilitis kronik dapat terjadi ke daerah sekitarnya

berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara

perkontinuatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau

limfogen dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis, nefritis,

uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkolusis.13

47

Page 49: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

BAB III

PEMBAHASAN

An. NW berusia 6 tahun, dari anamnese didapatkan keluhan demam 8 hari dan

nyeri ulu hati. Dari pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemas, suhu 38,2oC

(aksiler), nyeri tekan abdomen (+). Manifestasi demam typoid adalah demam,

gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. Pada pasien ini walaupun

tidak didapatkan gangguan kesadaran, tetapi masih dapat ditegakkan diagnosis

sebagai febris typoid karena didukung dari hasil laboratorium menunjukkan

monositosis yang menandai adanya infeksi bakteri dan IgM Salmonella Typhii

positif 4. Tatalaksana febris typoid yang diberikan adalah Infus Ringer Laktat 13

tpm, Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg dan Paracetamol S 2 dd cth I. Berdasarkan IDAI,

drug of choice febris typoid adalah chloramphenicol 50-100 mg/kgBB/hari, oral,

atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari atau lini kedua dengan golongan

sefalosporin generasi III yaitu seftriakson 80 mg/kgBB/hari, IV atau IM, sekali

sehari selama 5 hari atau cefotaxime 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4

dosis efektif. Pada pasien ini diberikan Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg dikarenakan

untuk mengurangi gangguan pada saluran cerna. Berdasarkan perhitungan dosis

seharusnya pemberian cefotaxime adalah 1950 mg/hari dibagi dalam 3-4 dosis,

yaitu 4 x 487.5 mg atau pembulatan menjadi 4 x 500 mg.

Dari anamnese didapatkan keluhan nyeri ulu hati. Dari pemeriksaan fisik

keadaan umum tampak lemas, suhu 38,2oC (aksiler). Hasil laboratorium

trombositopenia, neutropenia, limfositosis, monositosis, IgM anti dengue (+).

Berdasarkan kriteria diagnosis WHO, pasien ini memenuhi kriteria diagnosis

DBD grade I yaitu demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, uji bendung

positif dan trombositopenia dan didukung dengan hasil IgM anti dengue (+).

Adanya neutropenia, limfositosis dan monositosis menunjukkan adanya infeksi

virus maupun parasit. Tatalaksana adalah terapi cairan dan antipiretik jika panas,

sehingga diberikan Infus Ringer Laktat dengan dosis maintenance yaitu 13tpm

dan Paracetamol S 2 dd cth I bila panas. Pemberian paracetamol bertujuan sebagai

48

Page 50: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

antipiretik. Paracetamol bekerja langsung pada pusat pengaturan panas di

hipotalamus dan menghambat sintesa prostaglandin di sistem saraf pusat,

sehingga dapat menurunkan suhu badan pasien yang diatas normal. Dosis lazim

untuk paracetamol 10-15 mg/kg BB/1 kali pemberian dengan durasi kerja 4-6 jam

(analgesia) atau ≥ 6 jam (antipiretik). Berdasarkan perhitungan dosis dengan BB

pasien 13 kg dapat diketahui pasien mendapatkan terapi 130 mg/kali pakai.

Sediaan obat paracetamol sirup 120mg/5 ml, sehingga dosis yang dibutuhkan

adalah 1½ Cth.

Dari anamnese pasien demam 8 hari, batuk berdahak yang sering kambuh,

Riwayat TBC 1 tahun yang lalu, Nenek pasien memiliki riwayat asma sejak 14

tahun yang lalu dan sering batuk berdahak kental sejak 4 tahun yang lalu, belum

dilakukan pengobatan, turun berat badan 3 kg, Ayah pasien merokok, kesan

keadaan sosial dan ekonomi kurang. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan

umum tampak lemas, suhu 38,20C (aksiler), status gizi anak kurang. Pemeriksaan

penunjang monositosis, rontgen thorax didapatkan gambaran bronchitis, skoring

TB: 3. Berdasarkan sistem skoring TB anak didapatkan diagnosis infeksi laten

TB. Pada pasien ini diperlukan uji tuberkulin. Jika anak tidak menunjukkan gejala

klinis atau imunocompromised perlu dilakukan observasi pada pasien, tetapi jika

pasien menunjukkan gejala klinis perlu diberikan INH profilaksis dengan dosis

1x65 mg, hingga kontak (-). Menganjurkan nenek diperiksa dan diobati.

Pasien susah makan, Berat badan bulan lalu 16 kg, berat badan sekarang 13

kg. Pasien mengalami penurunan berat badan 3 kg, keadaan umum tampak lemas,

Pemeriksaan Antropometri didapatkan gizi anak kurang. Sehingga diagnosis gizi

pada pasien ini adalah gizi kurang. Koreksi kalori untuk gizi kurang dilakukan

dengan perhitungan BB ideal x RDA menurut usia-tinggi, BB ideal pasien ini

adalah 17 kg, sehingga jumlah kalori = 17 x 90 kkal = 1530 kkal dengan

pemberian awal 50-75 % yaitu 765–1147 kkal/hari. Pemberian makanan sedikit-

sedikit tapi sering, anak dibujuk dan diberi perhatian khusus agar makan dalam

jumlah yang cukup.

Pasien gemar mengonsumsi es. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tonsil T3-

T3 kripte melebar dan tidak hiperemis, limfadenopati multiple regio submental

49

Page 51: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

(jumlah 1, Ø: 1,5 cm), jugulare interna (masing-masing berjumlah 1, Ø: 1 cm).

Berdasarkan anamnese dan hasil pemeriksaan yang didapat, diagnosis pasien ini

adalah adenotonsilitis kronik. Konsul dengan dokter spesialis THT diberikan

terapi Hexadol garglin S 2 dd garg I.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa diagnosis

pasien ini adalah febris typoid, DHF grade I, infeksi laten TB, gizi kurang dan

adenotonsilitis kronik.

50

Page 52: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kepmenkes RI nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis edisi kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. Hal 338-52.

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta: Internapublising; 2009.

4. Pudjiadi AH dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010.

5. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Surabaya: Airlangga University Press, 2004.

6. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI, 2006.

7. Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: Depkes RI; 2008.

8. Lee RB, Li W, Chatterjee D, Lee RE. Rapid structural characterization of the arabinogalactan and lipoarabinomannan in live mycobacterial cells using 2D and 3D HR-MAS NMR: structural changes in the arabinan due to ethambutol treatment and gene mutation are observed. Glycobiology. 2005;15(2):139–15

9. Nicod LP. Immunology of tuberculosis. Swiss Med Wkly. 2007;137(25–26):357–362.

10. American Thoracic Society and Centers for Disease Control and Prevention. Diagnostic standards and classification of tuberculosis in adults and children. Am J Respir Crit Care Med. 2000;161(4 pt 1):1376–1395.

11. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Manajemen TB anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.

12. Sjarif DR, Nasar SS, Devaora Y, Tanjung C. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Asuhan Nutrisi Pediatrik. Jakarta: IDAI; 2011.

51

Page 53: Lapsus Dr. Agus (Repaired)

13. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal 217-25.

14. Adams GL. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PH. Boies: Buku ajar penyakit THT (alih bahasa: Caroline Wijaya). Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. Hal 337-41.

52