laporan praktikum kesuburan tanah
Post on 13-Jul-2015
1.025 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas
areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi serta makin
beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian. Para
ahli lingkungan hidup khawatir dengan pemakaian pupuk mineral yang berasal
dari pabrik ini akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh
juga terhadap kesehatan manusia.
Pupuk merupakan salah satu faktor produksi utama selain lahan, tenaga kerja
dan modal. Pemumupukan memegang peranan penting dalam upaya
meningkatkan hasil pertanian. Anjuran pemupukan terus ditingkatkan melalui
program pemupukan berimbang, namun sejak sekitar tahun 1986 terjadi gejala
pelandaian produktivitas ( leveling off ), suatu petunjuk terjadi penurunan
efesiensi pemupukan karena berbagai faktor tanah dan lingkungan yang harus
dicermati.
Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan
berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap
jenis tanah, memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda.
Beberapa hal penting yang perlu dicermati untuk mendapatkan efesiensi dalam
pemupukan antara lain : jenis pupuk yang digunakan, sifat dari pupuk tersebut,
waktu pemupukan dan syarat pemberian pupuk serta cara atau metode
pemupukan.
Dengan tingginya hasil tanaman yang dipanen, berarti jumlah unsure hara
yang diambil oleh tanaman dari dalam tanah akan banyak pula karena
pengambilan unsur hara dari dalam tanah berlangsung secara pararel terhadap
pembentukan bahan kering atau produksi tanaman. Sehingga untuk tahun-tahun
pertanaman berikutnya unsure hara yang berada didalam tanah lambat laun akan
terus berkurang.
Proses pengomposan merupakan suatu proses biologi secara alami dalam
melakukan dekomposisi bahan organik yang mengandung karbon , mineral
2
meliputi nitrogen dan nutrisi lainnya, serta air dengan dikendalikan oleh
mikroorganisme dengan dukungan ketersediaan oksigen.
Dari proses tersebut maka terjadilah peningkatan temperatur sehingga
menghasilkan CO2, penguapan dan energi panas. Pada akhir proses tersebut
menghasilkan bahan organik dengan kandungan carbon, energi kimia, nitrogen,
protesin , humus, mineral, air dan adanya mikroorganisme.
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mengetahui cara pembuatan probiotik
2. Mengetahui cara membuat kompos dari bahan organik
3. Mengamati suhu dan keasaman kompos dalam pengomposan
4. Mengamati kadar C organik kompos pada proses pengomposan
5. Mengamati kadar N kompos pada proses pengomposan
6.Mengamati rasio C/N pada proses pengomposan
7. Mengamati kemampuan pupuk dalam menyerap air pada kondisi suhu kamar
8. mengamati kemampuan pupuk untuk larut dalam air
C. MANFAAT DAN KEGUNAAN
Manfaat dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui carapembuatan
Probiotik,mengetahui cara dan dapat melakukan Pengomposan,Pengukuran Suhu
Dan Keasaman,serta dapat melakuan pengukuran dan menghitung Kadar C
Organik,KadarN Total,Rasio C/N pada kompos.Mengetahui Higroskopisitas Dan
Tingkat Kelarutan Pupuk Anorganik.
3
II.TINJAUAN PUSTAKA
ACARA I.PROBIOTIK
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang ketika dikonsumsi
dalam jumlah memadai, dapat memberikan manfaat kesehatan pada host nya
(Pineiro dan Stanton, 2007). Mikroorganisme tersebut dipercaya mampu
meningkatkan atau menjaga rasio antara mikrobiota yang bermanfaat dengan
komponen yang tidak diinginkan di dalam kompleks mikrobiota gastrointestinal
(GI) (O’Hara dan Shanahan, 2007). Probiotik yang banyak digunakan saat ini
termasuk dalam spesies bakteri asam laktat (BAL), diantaranya adalah:
laktobacilli, bifidobacteria, Escherichia coli non-patogenik, bacilli, serta spesies
yeast seperti Saccharomyces boulardii.
Beberapa mekanisme kerja probiotik telah di deskripsikan, mekanisme yang
paling umum adalah berhubungan dengan kemampuannya dalam memperkuat
pembatas intestinal, memodulasi sistem kekebalan host, serta menghasilkan
senyawa antimikrobia (Corr et al., 2009). Hingga saat ini, kemampuan produksi
senyawa antimikrobia sering dijadikan sebagai penanda yang utama dalam
konteks kesehatan bakteri serta efektifitas probiotik. Beberapa bekteri probiotik
memiliki kemampuan produksi senyawa antimikrobia bervariasi (misal: asam
lemak rantai pendek, hydrogen peroksida, nitrit oksida, dan bakteriosin) yang
dapat meningkatkan kemampuannya dalam berkompetisi melawan mikrobia GI
lain serta berpotensi dalam menghambat bakteri patogenik (Atassi dan Servin,
2010; Chenoll et al., 2010).
Penggunaan probiotik akan mempercepat proses pengomposan, sebagaimana
pernyataan Suharsono (1997) bahwa probiotik mengandung mikroorganisme yang
dapat merangsang pertumbuhan. Beberapa mikroba yang terdapat dalam probiotik
yaitu bakteri proteilitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan nitrogen non fiksasi.
Kandungan mekroorganisme yang beragam mengakibatkan rangkaian proses
antara satu jenis biakan dengan lainnya, serta kemungkinan besar hasil sampingan
4
yang membahayakan akan termanfaatkan, sehingga pada pembuatan kompos
penggunaan polikultur dianggap paling memadai dan menguntungkan (Suriawiria,
1981).
Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari
mikroba untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa, dan reaksi kimia lainnya
sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substratorganik dengan
menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976) dan menyebabkan terjadinya
perubahan sifat bahan tersebut (Winamo, dkk.,1980).
Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah
kapang, bakteri, khamir dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan
lebih berdasarkan pada komposisi media, teknik proses, aspek gizi, dan aspek
ekonomi (Tannanbeum, dll., 1975). Bahkan deasa ini mikroba sebagai probiotik
dengan berbagai merk dagang dapat diperoleh dengan mudah.
Teknologi untuk mempercepat proses dekomposisi mulai diperkenalkan kepada
petani indonesia awal tahun 90-an. Prinsip percepatan dekomposisi adalah
pengkayaan nutrisi dan stimulus jasad renik pengurai serta menciptakan kondisi
lingkungan sekitar yang mendukung, seperti kelembaban, aerasi, dan dan
keasaman (pH). Dengan upaya ini juga jumlah jasad yang bekerja untuk proses
dekomposisi dapat mencapai lebih dari 20% jumlah biomas yang diuraikan. Jasad
renik pengurai umumnya adalah jasad renik probiotik yang dapat ditemukan di
sekitar kita. Kebutuhan hidup jasad renik pengurai biasanya juga sangat
sederhana, berupa mineral dan nutrisi dengan kandungan karbohidrat yang cukup.
Percepatan proses dekomposisi dengan metode pengkayaan nutrisi dan stimulus
jasad renik pengurai ini menjadi teknik pengomposan yang terus berkembang dari
tahunketahun.
Teknik mengisolasi dan memperbanyak jasad renik pengurai diterapkan untuk
menyediakan perombak bahan organik dalam jumlah yang cukup banyak. Teknik
ini sebenarnya sangat sederhana dengan tiga prinsip yang harus dijalankan, yaitu;
5
(1) membuat media isolasi atau perbanyakan yang steril, (2) menyediakan
makanan dengan komposisi yang pas seperti kandungan gula antara 3-5%, dan (3)
mengambil sumber jasad renik yang sudah teradaptasi dengan lingkungan kita.
Jasad renik pengurai sebenarnya secara alamiah ada di sekitar kita dan
berkembang ketika ada makanan dan kondisi yang cocok. Sisa panen atau
makanan yang membusuk adalah tempat di mana jasad renik pengurai berada.
Jenis jasad renik tergantung jenis bahan organik yang diurai, seperti pembusukan
buah pisang oleh Bakteri Lakto, sedangkan pembusukan buah nanas oleh Bakteri
Anona. Pembusukan umbi-umbian seperti bawang merah, talas, dan empon-
empon juga mempunyai jasad renik jenis tersendiri. Dari bahan makanan yang
merupakan hasil proses fermentasi, kita juga dapat menemukan jenis jasad renik
khusus, seperti pada tempe,tape,ataucuka.Akan tetapi, jika kita membutuhkan
jasad renik dengan berbagai jenis dan aktif bekerja, rumen (kotoran ternak di
dalamperut).
Secara umum Biang kompos atau biota pengurai mengandung lima kelompok
mikro-oganisme utama yaitu (1) bakteri fotosintetik, (2) bakteri asam laktat, (3)
Ragi (yeast), (4) Actinomycetes dan (5) jamur fermentasi. Meskipun tiap
kelompok mikro-organisme ini mempunyai fungsi masing-masing dalam proses
dekomposisi. Akan tetapi Bakteri Fotosintetik adalah pelaksana terpenting karena
mendukung fungsi mikroorganisme lain dan memanfatkan zat-zat yang dihasilkan
oleh mikroorganisme lainnya.
Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung
mikroba proteolitik, lignolitik, selululitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen
non simbiotik (contohnya : starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain).
6
ACARA II.PENGOMPOSAN
Dalam pengertian modern, pengomposan didefinisikan sebagai proses penguraian
materi organik secara biologis menjadi material seperti humus dalam kondisi
aerobik yang terkendali. Jadi, proses pengomposan adalah proses penguraian
materi organik (seperti sampah daun-daunan, rumput, sisa makanan, kotoran
ternak, serbuk gergaji dsb.) oleh mikroorganisma (bakteri, fungi, aktinomicetes,
dsb.) yang bekerja dalam suasana kebutuhan oksegennya terpenuhi menjadi
material yang lebih sederhana, sifatnya relatif stabil (seperti humus) atau disebut
sebagai kompos.
Dalam proses pengomposan, sampah organik secara alami akan diuraikan oleh
berbagai jenis mikroba atau jasad renik seperti bakteri, jamur, aktinomicetes, dsb.
Proses peruraian ini memerlukan kondisi yang optimal seperti ketersediaan nutrisi
yang memadai, udara yang cukup, kelembapan yang tepat, dsb. Makin sesuai
kondisi lingkungannya, makin cepat prosesnya dan makin tinggi pula mutu
komposnya. Dalam pengomposan, mula-mula sejumlah mikroba aerobik (yaitu
mikroba yang tidak bisa hidup bila tidak ada udara) akan menguraikan senyawa
kimia rantai panjang yang dikandung sampah seperti selulosa, karbohidrat, lemak,
protein, dsb. menjadi senyawa yang lebih sederhana, gas karbondioksida dan air.
Penguraian terjadi di selaput air yang terdapat di permukaan bahan yang
dikomposkan. Dalam medium air tersebut, mikroorganisma mengeluarkan enzim
ke habitat tersebut yang kemudian membantu reaksi senyawa-senyawa kimia yang
terdapat di permukaan bahan. Senyawa-senyawa sederhana hasil penguraian
tersebut merupakan nutrisi yang dapat diserap oleh mikroorganisma untuk
keperluan hidupnya. Mikroba yang berperan dalam penguraian tersebut adalah
mikroorganisma mesofilik (hidup pada suhu di bawah 45 oC). Dengan
ketersediaan nutrisi yang melimpah, mikroba tumbuh dan berkembang biak secara
cepat sehingga jumlahnya berlipat ganda. Akibatnya, reaksi penguraian juga
berjalan cepat.
7
Reaksi antara senyawa kimia dengan oksigen dalam medium selaput air dengan
difasilitasi oleh enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisma selain
menghasilkan karbondioksida dan air juga menghasilkan energi panas. Akibatnya,
tumpukan secara cepat menjadi panas di atas 55 oC atau hingga mencapai 70 oC.
Dengan kondisi panas tersebut, habitat bahan tidak sesuai lagi untuk
mikroorganisma mesofilik. Mikroorganisma mesofilik sebagian mati, sebagian
lainnya masih dapat bertahan hidup di bagian tepian tumpukan. Dominasi
kehidupan mikroorganisma mesofilik akhirnya digantikan oleh mikroorganisma
termofilik (mikroorganisma yang hidupnya di atas 45 oC). Dominasi mesofilik
berlangsung 2 – 3 hari, digantikan oleh termofilik yang berlangsung lebih dari 14
hari.
Pencapaian suhu yang tinggi dalam proses pengomposan sangat penting untuk
menjamin produk kompos yang dihasilkannya agar bebas dari bibit gulma (yang
terbawa dari potongan rumput) dan bakteri patogen (seperti e.coli dan
salmonella). Untuk menjaga kelangsungan hidup mikroba yang berperan dalam
proses pengomposan, dalam waktu-waktu tertentu, sampah diaduk agar udara
dapat masuk ke dalamnya. Sampah juga harus disiram jika kelembapannya
kurang. Penyiraman tidak boleh berlebihan karena akan menutup pori-pori
sampah sehingga udara tidak bisa masuk. Pada fase selanjutnya, senyawa-
senyawa kimia sampah tahap demi tahap diuraikan menjadi berbagai macam
senyawa yang lebih sederhana lagi, sampai akhirnya senyawa kimia yang menjadi
makanan mikroba berangsur-angsur menjadi terbatas.
Sejalan dengan menipisnya ketersediaan makanan, pertumbuhan dan
perkembanganbiakan mikroba menurun. Oleh karena itu, pada fase tersebut suhu
akan turun perlahan-lahan menjadi sekitar 40 oC. Pada fase ini, koalisi mikroba
yang hidup di dalamnya dominasinya kembali digantikan oleh kelompok mikroba
mesofilik. Pada minggu kelima dan keenam suhu menurun menuju suhu udara
yaitu 30-32 oC. Pada saat itulah hasil peruraian sampah akhirnya menjadi materi
yang relatif stabil yang disebut sebagai kompos.
8
MENGENAL SAMPAH
Sampah bagi setiap orang memang memiliki pengertian yang relatif berbeda
dan bersifat subjektif. Sampah bagi kalangan tertentu bisa menjadi harta berharga.
Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan suatu
bahan yang dibuang atau terbuang dari sumber hasill aktivitas manusia maupun
alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah
dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik ialah sampah
yang berasal dari mahluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur. Sampah
jenis ini sangat mudah terurai secara alami. Sementara itu sampah anorganik
adalah sampah yang tidak dapat terurai seperti plastic dan kelereng.
Pengumpulan sampah organik yang mudah mengurai oleh mikroba dan
membusuk yang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos akan tetapi tidak
semua jenis sampah bisa dijadikan bahan dalam pembuatan kompos. Jenis yang
dipakai ialah sampah organik yang mudah sekali membusuk. Pemilahan dan
penyelesaian sampah merupakan tahapan penting dalam pengolahan sampah
menjadi kompos.
MENGENAL KOMPOS
Menurut Dalzell (1991) kompos adalah hasil penguraian bahan organik oleh
sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara
dengan hasil akhir sebagai humus.
Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah
mengalami penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya,
berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau.
Menurut Murbandono (2006) kompos adalah bahan organik yang telah
mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang
bekerja di dalamnya, bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput
jerami, sisa-sisa ranting dan dahan.
Menurut Hadiwiyoto (2000). Kadar unsure hara dalam kompleks sangat
rendah, sehingga penggunaannya lebih bersifat sebagai pengubah sifat tanah.
9
Kompos mengandung unsure N sebanyak 2%, unsure P sebanyak 0,1-1% dan
unsure K sebanyak 1-2%.
Menurut Murbandono (2006) kompos dikatakan sudah matang apabila bahan
berwarna coklat kehitam-hitaman dan tidak berbau busuk, berstruktur remah dan
gembur (bahan menjadi rapuh dan lapuk, menyusut dan tidak menggumpal),
mempunyai kandungan C/N rasio rendah. Dibawah 20, tidak berbau ( kalau
berbau, baunya seperti tanah ), suhu ruangan kurang lebih 30ºC, kelembapan
dibawah 40 %.
Di dalam timbunan bahan-bahan organik. Pada pembuatan kompos, terjadi aneka
perubahan hayati dilakukan oleh jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu penguraian hidratarong, selulosa menjadi CO2 dan air,terjadi
pengikatan beberapa jenis unsure hara di dalam jasad-jasad renik, terutama
nitrogen, fosfor dan kalium. Unsure-unsure tersebut akan terlepas kembali bila
jasad-jasad tersebut mati.
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos,oleh
karena itu perlu diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu
persenyawaan zat arang (C ) yang mudah diubah harus secepat mungkin diubah
secara menyeluruh. Untuk itu, diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan
kompos. Proses ini dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau
campuran zat lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai
perbandingan C/N kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah
menjadi persenyawaan amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh
bakteri. Oleh karena itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika
perbandingan C/N kecil, akan banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri.
Nitrat di dalam tanah segera diubah menjadi niat yang mudah diserap tanaman.
Pengomposan dikatakan bagus apabila zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak.
Sisa pupuk sebagai bunga tanah harus diusahakan sebanyak mungkin. Agar
kadar bunga tanah bertambah, diperlukan bahan baku kompos yang banyak
mengandung lignin, misalnya jerami yang berkadar 16-18%. Selain itu
persenyawaan kalium dan fosfor yang berubah menjadi zat yang mudah diserap
oleh tanaman merupakan proses yang baik dalam pengomposan. Dalam proses
10
pengomposan, sebagian besar kalium. Kalium mudah diserap tanaman. Selain itu
fosfor sebanyak 50-60% yang berbentuk larutan akan mudah diserap tanaman.
Menurut Yuwono ( 2002 ) proses pengomposan dapat berjalan dengan baik
apabila perbandingan antara komposisi C dengan N berkisar antara 25:1 sampai
30:1
PERMASALAHAN SAMPAH
Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas
manusia. Bagi setiap orang sampah memiliki pengertian yang relative berbeda dan
bersifat subjektif. Bagi beberapa kalangan masyarakat sampah bisa menjadi
barang kaya manfaat. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan
kebutuhan yang tidak sama.
Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang dibuang atau
terbuang dari hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai
ekonomis. Berdasarkan sifatnya sampah dipilah menjadi sampah organik dan
sampah anorganik.
Oleh sebab itu sampah selalu menjadi persoalan rumit terutama masyarakat
yang kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Sampah tidak hanya
terdapat di perkotaan yang padat penduduk, pedesaan lokasi lain pun tidak akan
terlepas dari masalah-masalah sampah.
Sumber permasalahan sampah selalu hadir bukan saja di tempat pembuangan
sampah sementara (TPS) selain itu di tempat pembuangan akhir pun juga (TPA).
Penyebab penumpukan sampah dipengaruhi oleh:
1. Volume Sampah yang sangat besar dan tidak diimbangi oleh daya tampung
tempat pembuangan akhir sehingga melebihi kapasitasnya.
2. Lahan pembuangan akhir menjadi semakin sempit akibat tergusur untuk
penggunaan lain
3. Jarak pembuangan akhir dan pusat sampah relative jauh hingga waktu untuk
mengangkut sampah kurang efektif.
11
4. Fasilitas pengangkutan sampah terbatas dan tidak mampu mengangkut seluruh
sampah. Sisa sampah di pembuangan sementara akan berpotensi menjadi
tumpukan sampah
5. Teknologi pengolahan sampah tidak optimal sehingga lambat membusuk
6. Sampah yang telah matang dan berubah menjadi kompos, tidak segera
dikeluarkan dari tempat penampungan. Sehingga semakin menggunung
7. Tidak semua lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah masyarakat
sering membuang sampah di sembarangan tempat sebagai jalan pintas.
8. Kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan dan
pengolahan sampah serta produknya
9. Minimnya pengolahan ataupun edukasi mengenai sampah secara tepat.
10. Manajemen sampah yang tidak efektif yang dapat menimbulkan kesalahpahaman,
terutama bagi masyarakat sekitar.
Berdasarkan jenisnya sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah
anorganik, yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak diperbarui
seperti mineral dan minyak bumi. Beberapa dari lahan ini tidak terdapat di alam
seperti plastic dan alumunium. Sebagai zat anorganik secara keseluruhan tidak
dapat diuraikan oleh alam, sedangkan yang lainnya hanya dapat diuraikan melalui
proses yang cukup lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya
botol kaca, botol plastik, tas plastik dan kaleng. Kertas, koran dan karton termasuk
sampah organik. Tetapi karena kertas, koran dan karton dapat di daur ulang
seperti sampah anorganik lainnya, maka dimasukkan ke dalam kelompok-
kelompok sampah anorganik.
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun timbunan dan hewan yang
berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,rumah tangga.
Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga
sebagian besar merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik,
misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah
organik tersebut apabila telah mengalami proses pelapukan karena adanya
interaksi mikroorganisme akan menjadi pupuk
12
ACARA III. SUHU DAN KEASAMAN
Pada proses pengomposan dimulai sebagian energi yang dihasilkan akan
meningkatkan suhu. Peningkatan suhu merupakan indikator adanya proses
dekomposisi sebagai akibat hubungan kadar air dan kerja mikroorganisme. Pada
saat bahan organik dirombak oleh mikroorganisme maka dibebaskanlah sejumlah
energi berupa panas. Pada tahap awal pengomposan mikroorganisme
memperbanyak diri secara cepat dan menaikkan suhu (Dalzell et al., 1987).
Pada pengomposan aerobik, diawal suhu meningkat pesat mulai dari 60OF hingga
hingga mencapai 160OF dimana aktifitas mikroorganisme adalah mesophilic dan
berikutnya thermophilic , setelah suhu mulai menurun maka mikroorganisme
mesophilic kembali aktif. Dan setelah suhu stabil prosespematangan kompos
mulai terjadi.Temperaturdantinggitumpukan mempengaruhiMetabolisme
mikroorganisme dalamtumpukanmenimbulkan energi dalam bentuk panas. Panas
yang ditimbulkan sebagian akantersimpan di dalam tumpukan dan sebagian lagi
terlepas pada proses penguapan atau aerasi. Panas yang terperangkap di dalam
tumpukan akan meningkatkan temperatur tumpukan.
Padaprinsipnyabahan organicdengannilaipHantara3dan11dapatdikomposkan,pH
optimumberkisarantara5,5dan 8.Bakteri lebih senang pada pH netral.Fungi
berkembang cukup baik pada kondisi pHagak masam.KondisiAlkalin
kuat menyebabkan kehilangannitrogen,halini kemungkinan terjadi
apabiladitambahkankapurpadasaatpengomposanberlangsung.Kondisisangatasampa
daawalprosesdekomposisimenunjukanprosesdekomposisi berlangsungtanpaterjadi
peningkatansuhu.BiasanyapHagakturun pada awal proses pengomposan karena
aktivitasbakteriyangmenghasilkanasam.Denganmunculnya mikroorganisme
lain dari bahan yang didekomposisi makapHbahankembalinaiksetelahbeberapahari
danpH beradapadakondisinetral( Sutanto,2002)
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0 derajat keasaman bahan pada
permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0 – 7,0)
13
derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan
karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah
bahan organik menjadi asam organic. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme,
dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organic yang telah terbentuk
sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral.
Seperti faktor lainnya derajat keasaman perlu dikontrol selama proses
pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa
konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk
bagilingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan
unsure nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH3)
sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan
sebagian mikroorganisme mati. Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat
diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika
derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur
dan abu dapur kedalam bahan kompos. 6.
Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan Mikroorganisme merupakan
faktor terpenting dalam proses pengomposan karena mikroorganisme ini yang
merombak bahan organic menjadi kompos. Beberapa ratus spesies
mikroorganisme,terutama bakteri,jamur dan actinoycetes berperan dalam proses
dekomposisi bahan organik. Sebagian besar dari mikroorganisme yang melakukan
dekomposisi berasal dari bahan organic yang digunakan dan sebagian lagi berasal
dari tanah. Pengomposan akan berlangsung lama jika jumlah mikroorganisme
pada awalnya sedikit. Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya
perombakan bahan organik akan terus berubah.
Mikroorganisme ini dapat diperbanyak dengan menambahkan starter atau
activator. Pada proses pengomposan dikenal adanya inokulan (starter atau
activator) yaitu bahan yang terdiri dari enzim, asam humat bahan dan
mikroorganisme seperti kultur bakteri. Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama
temperature, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan terdiri dari 2
14
golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah
mikroorganisme yang hidup pada temperature rendah (10 – 45 oC)
mikroorganismetermofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature
tinggi (45 – 65 oC) pada temperature tumpukan kompos kurang dari 45 proses
pengomposan dibantu oleh mesofilik sedangkan ketika temperature tumpukan
berada pada 65 organisme yang berperan adalah termofilik.
Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil
ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan
mepercepat pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam
waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga
bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.
ACARA IV. KADAR C – ORGANIK
Kandungan C-organik pada kompos (29,92 %) dan POG (26,03%) telah
memenuhi standar Permentan No. 28 tahun 2009 yaitu >12 %. Kandungan C
organik merupakan unsur penting bagi pupuk organik karena tujuannya untuk
meningkatkan kandungan C-organik tanah yang pada umumnya sudah sangat
rendah yaitu di bawah 2 %.
Standar kandungan C menurut SNI kompos adalah 9,8-32 %, sehingga
kandungan C dari kompos ataupun POG yang diteliti berada pada level C yang
tinggi. Tingginya kandungan nilai C-organik mengindikasikan pula tingginya
kandungan bahan organik, yang mengindikasikan bahan yang tidak diinginkan
(impurities) rendah, atau dengan kata lain kemurnian dari kompos atau POG yang
dihasilkan cukup tinggi.
Perbandingan karbon dan nitrogen (rasio C/N) merupakan salah satu parameter
yang biasa digunakan untuk menilai tingkat kematangan kompos. Hasil penelitian
15
yang menunjukkan rasio C/N untuk kompos biasa sebesar 18 dan untuk POG
sebesar 14, berarti bahwa kedua pupuk organik tersebut telah matang secara rasio
C/N, dan memenuhi standar Permentan dan SNI. Kompos dikatakan matang bila
rasio C/N nya dibawah 20 begitu juga menurut SNI No 19-7030-2004 .
Sedangkan standar Permentan sebesar 15-25.
ACARA V. KADAR N TOTAL
Destilasi Kjedahl berfungsi untuk menentukan kadar nitrogen total yang
terkandung dalam cuplikan. Material atau bahan yang mengandung senyawa N
seperti pupuk (urea, NPK, nitrat, ZA), bahan makanan, sayuran, buah-buahan, dan
lain sebagainya dapat ditentukan kadar nitrogen atau proteinnya. Penentuan kadar
nitrogen total ini melalui tiga tahapan proses pengerjaan yaitu destruksi, destilasi,
dan titrasi.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali
kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami
modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang
pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang
mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan
didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida
atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan
indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara
makro dan semimakro.
16
1. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi
dan besar contoh 1-3 g
2. Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang
dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam
bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang
besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-
vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur
sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan
dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1.Tahap destruksi
Destruksi merupakan suatu proses penghancuran senyawa organik seperti
protein (berikatan kovalen) diubah menjadi senyawa anorganik. Material yang
digunakan sebagai destruktor adalah asam sulfat pekat ditambah garam Kjedahl
(tembaga sulfat : natrium sulfat = 1 : 9) sebgai katalis.
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga
terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi
menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi
(NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator
berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan
K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang
telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga
mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
17
H destruksi
R-C-COOH NH3 + CO2 + H2O
NH2 H2SO4
Asam amino CuSO4
(protein) Na2SO4
NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4
Hasil Destruksi
2. Tahap destilasi
Destilasi adalah suatu proses pemisahan senyawa berdasarkan titik didih. Pada
kasus ini, amonium sulfat ditambah larutan NaOH 30 % bertujuan untuk
membebaskan gas amonia (NH3) dan dengan pemanasan atau destilasi akan
dibebaskan sebgai destilat. Destilat (gas amonia) yang terbentuk ditampung
dalam larutan asam misalnya asam borat (H3BO3) 2% atau asam sulfat encer
(H2SO4) yang telah diberi indikator campuran (mixed indikator). Larutan
penampung ini berwarna merah muda (pink) dan akan berubah warna menjadi
hijau muda karena terjadi reaksi asam borat dengan gas NH3.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya
gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia
yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4
% dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia
lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin
dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi
indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
(NH4)2SO4 + NaOH NH3 + H2O + Na2SO4
NH3 + HCl 0,1 N NH4Cl
Berlebihan
18
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam
khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N).
Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda
dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
HCl 0,1 N + NaOH 0,1 N NaCl + H2O
Kelebihan
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. NaOH × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya
asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi
menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
Kandungan nitrogen kemudian dapat dihitung sebagai berikut:
%N = ml NaOH blanko – ml NaOH sampel × N. HCl × 14,008 × 100%
Gram bahan x 1000
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada
persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
Kadar protein (%) = % N x faktor konversi
ACARA VI . RASIO C/N
Rasio C/N Rasio C/N merupakan factor paling penting dalam proses
pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan terantung dari kegiatan
19
mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan
pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai C/N tergantung
dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rsio C/N
yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik adalah 30. Jika rasio C/N
tinggi, aktivitas mikroorganisme akan berkurang. Selain itu diperlukan beberapa
siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga
waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan bermutu
rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30) kelebihan nitrogen (N) yang
tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang
memlaui volatisasi sebagai ammonia atau terdenitrifikasi.
Nisbah C/Nsangatpenting untukmemasok
harayangdiperlukanmikroorganismeselamaprosespengomposanberlangsung. Karb
ondiperlukanolehmikroorganismesebagaisumber energi
dannitrogenuntukmembentukprotein.Bahanyangmengandungkarbonmempunyai
30:1.Bahan dasar kompos yang mempunyai nisbahC/N 20:1
sampai35:1menguntungkanprosespengomposan.Organismeyang mendekomposi
materi organik menggunakan karbon sebagai sumber energi dan
nitrogenuntukpembentukan struktur sel.Mereka membutuhkan karbon lebih
banyak daripadanitrogen.Jikaterlalu
banyakkarbondekomposisimelambatsaatnitrogenterpakaihabisdanbeberapaorganis
memati.
(gambar 3).
20
Sumber :
Compost Fundamentals Compost Needs - Carbon Nitrogen Relationships.htm,
akses 2007)
Organismelainmembentukmaterialselbarudenganmenggunakannitrogen yang
tersimpan.Dalam proses ini lebih banyak karbon terbakar.Sehinggajumlah karbon
berkurang sementaranitrogen didaur ulang.Dekomposisimenjadilebih
lama,bagaimanapun, disaat C:N rasionya lebih besar dari 30.Kecepatan
dekomposisi bahan organik ditujukan oleh perubahan imbangan C/N.Selama
proses mineralisasi,imbangan C/N bahan-bahan yang banyak mengandung N akan
berkurang menurut waktu.Kecepatan kehilangan C lebih besar daripada N
sehingga diperoleh imbangan C/N yang lebih rendah (10-20).
ApabilaimbanganC/N sudah mencapai angka tersebut,artinya prosesdekomposisi
sudahmencapaitingkatakhir.
21
ACARA VII . HIGROSKOPSITAS
Pupuk anorganik adalah pupuk yang terbuat dengan proses fisika, kimia, atau
biologis. pada umumnya pupuk anorganik dibuat oleh pabrik. Bahan bahan dalam
pembuatan pupuk anorgank berbeda beda, tergantung kandungan yang diinginkan.
Misalnya unsur hara fosfor terbuat dari batu fosfor, unsure hara nitrogen terbuat
dari urea. Pupuk anorganik sebagian besar bersifat hidroskopis. Hidroskopis
adalah kemampuan menyerap air diudara, sehingga semakin tinggi higroskopis
semakin cepat pupuk mencair.
a.Pupuk Urea
[(CO (NH2)2] Urea merupakan pupuk buatan hasil persenyawaan NH4
(ammonia) dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan
merupakan ikatan hasil tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara
45-46 %. Dalam proses pembuatan Urea sering terbentuk senyawa biuret yang
merupakan racun bagi tanaman kalau terdapat dalam jumlah yang banyak. Agar
tidak mengganggu kadar biuret dalam Urea harus kurang 1,5-2,0 %. Kandungan N
yang tinggi pada Urea sangat dibutuhkan pada pertumbuhan awal tanaman
(Anonim, 2012).
b.Pupuk ZA
Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi
tambahan haranitrogen dan belerang bagi tanaman. Nama ZA adalah singkatan
dari istilah bahasa Belanda, zwavelzure ammoniak, yang berarti amonium sulfat
(NH4SO4) (Anonim, 2012).
Pupuk ZA mengandung belerang 24 % dan nitrogen 21 %. Kandungan
nitrogennya hanya separuh dari urea, sehingga biasanya pemberiannya
dimaksudkan sebagai sumber pemasok hara belerang pada tanah-tanah yang
miskin unsur ini. Namun demikian, pupuk ini menjadi pengganti wajib urea
sebagai pemasok nitrogen bagi pertanaman tebu karena tebu akan mengalami
keracunan bila diberi pupuk urea (Anonim, 2012).
22
c.Pupuk SP 36 (Superphospat 36)
SP 36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang
ditambang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 %
yang lebih rendah dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan
ammonium sulfat akan menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun
kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil,
lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah. (Hakim, dkk, 1986).
d.Pupuk KCl (Kalium Klorida)
Pembuatan pupuk KCl melalui proses ekstraksi bahan baku (deposit K) yang
kemudian diteruskan dengan pemisahan bahan melalui penyulingan untuk
menghasilkan pupuk KCl. Kalium klorida (KCl) merupakan salah satu jenis
pupuk kalium yang juga termasuk pupuk tunggal. Kalium satu-satunya kation
monovalen yang esensial bagi tanaman. Peran utama kalium ialah sebagai
aktivator berbagai enzim (Anonim2, 2012).
Kandungan utama dari endapan tambang kalsium adalah KCl dan sedikit
K2SO4. Hal ini disebabkan karena umumnya tercampur dengan bahan lain seperti
kotoran, pupuk ini harus dimurnikan terlebih dahulu. Hasil pemurniannya
mengandung K2O sampai 60 %. Pupuk Kalium (KCl) berfungsi mengurangi efek
negative dari pupuk N, memperkuat batang tanaman, serta meningkatkan
pembentukan hijau dan dan dan karbohidrat pada buah dan ketahanan tanaman
terhadap penyakit (Anonim2, 2012).
Kekurangan hara kalium menyebabkan tanaman kerdil, lemah (tidak
tegak, proses pengangkutan hara pernafasan dan fotosintesis terganggu yang pada
akhirnya mengurangi produksi. Kelebihan kalium dapat menyebabkan daun cepat
menua sebagai akibat kadar Magnesium daun dapat menurun. Kadang-kadang
menjadi tingkat terendah sehingga aktivitas fotosintesa terganggu (Anonim,
2012).
23
ACARA VIII . TINGKAT KELARUTAN
Kelarutan adalah kadar jenuh solute dalam sejumlah solven pada suhu tertentu
yang menunjukkan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solute atau solven
telah terjadi dan membentuk dispersi molekuler yang homogeni. Kelarutan suatu
zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like dissolves like
senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan, yang
penjabarannya didasarkan atas polaritas antara solven dan solute yang dinyatakan
dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipole, ikatan hydrogen, ikatan van der
waals (London) atau ikatan elektrostatik yang lain (Anonim, 2012).
Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu dari momen
dipolnya. Namun Hildebrand membukti bahwa pertimbangan tentang dipol
momen saja tidak cukup untuk menerangkan kelarutan zat polar dalam air.
Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan faktor yang
jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas. Air melarutkan fenol,
alkohol, aldehida, keton, dll yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat
membentuk ikatan hidrogen dalam air. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi
gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan
dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan
kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk
dalam golongan pelarut aprotik dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen
dengan non elektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau
hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar. Maka, minyak dan lemak larut
dalam benzen, tetrakloroda dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak
larut dalam pelarut nonpolar (Martin, 1993).
Pupuk Urea sangat mudah larut dalam air, nitrogen dalam bentuk amida pada
umumnya terdapat dalam pupuk Urea mudah larut dalam air. Dalam tanah amida
segera berubah menjadi ammonium karbonat. Karena memiliki konversi
(perubahan) tersebut nitrogen mudah hilang tercuci. Pupuk Urea juga memiliki
sifat higroskopis, sudah mulai menarik uap air pada kelembaban nisbi udara 73 %.
24
Pengaruhnya terhadap tanah yaitu bila diberikan pada lahan yang miskin hara
akan berubah ke wujud atau bahan awalnya yaitu ammonia dan karbondioksida
yang mudah tercuci oleh air hujan atau irigasi dan mudah terbakar sinar matahari.
Pengaruhnya bagi tanaman yaitu sangat penting dalam pertumbuhan awal karena
pada urea terdapat kandungan N yang tinggi.
Pupuk adalah zat yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan
baik. Pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun non-organik. Dalam
pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar
tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu
banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan
lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun.
Seperti namanya pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga
sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk
kimia tunggal dan pupuk kimia majemuk. Pupuk kimia tunggal hanya memiliki
satu macam hara, sedangkan pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara
lengkap. Pupuk kimia yang sering digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara
N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, Kcl atau MOP untuk hara K.
Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat dengan mencampurkan pupuk-pupuk
tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam, tergantung produsen dan
komoditasnya.
25
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A.Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum kesuburan tanah ini dilaksanakan pada tanggal 9 April 2013 sampai 29
Mei 2013 pada hari rabu pukul 14.00 s/d selesai di Laboratorium Tanah
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
B.Alat dan Bahan
1.Alat
a.Ember plastik
b.Autoklaf
c.Gelas ukur 1 liter
d.Gelas ukur 100 ml
e.Timbangan plastik
f.Thermometer
g.Pengukur keasamaan ( pH meter )
h.Gelas ukur 1000 ml
i.Beker glass
j.Labu takar 50 ml
k.Pipet ukur 10 ml dan 5ml
l.Gelas ukur 10 ml
m.Labu erlenmeyer 250 ml
n.Buret 50 ml
o.Botol pemancar air
p. Botol timbangan
q. Gelas piala 100 ml
r. Gelas ukur 50 ml
s. Gelas arloji
t. oven
u. Labu kjeldal 100 ml
v. kalkulator
w. Alat tulis
x. Sendok
y. Bak plastik
z.Kertas saring
26
2.Bahan
a.Urin sapi (pupuk kandang)
b.Bekatul
c.terasi
d.Tetes tebu (gula jawa)
e.air
f.Probiotik
g.Sampah Organik
h.Abu dapur
i.Sampah organik ( dalam proses
pengomposan )
j.Air suling ( akuades )
k.K2 Cr2 O7 1N
l.H2 SO4 pekat 1 N
m.H3 PO4 85%
n.Indikator Diphenylamine
o. Serbuk CuSO4
p. K2SO4
q. Indikator Methyin red
r. NaOH pekat 1 N
s.Data hasil pengukuran C – organik
t. Data hasil pengukuran N total
u.Pupuk anorganik
v. Kantong plastik
27
C.CARA KERJA
A.PEMBUATAN PROBIOTIK
1.Bekatul 0,75 kg,terasi 0,125kg dan tetes tebu 50 ml (gula jawa 5 ons ) direbus
dengan air 5 liter sampai mendidih (± 15 menit ) atau disterilisasi menggunakan
autoklaf ( 1 atm selama 15 – 20 menit)
2.Hasil rebusan ( sterilisasi ) didinginkan.
3.Menyiapkan urin sapi sebanyak 500 ml ( pupuk kandang 500 gr )
4.Setelah hasil rebusan ( sterilisasi ) dingin , kemudian masukkan kedalam ember
plastik dan tambahkan 500 ml urine sapi ( pupuk kandang 500 gr) sambil diaduk
sampai rata.
5.Campuran selanjutnya dibiarkan selama 3 hari dan setiap harinya dilakukan
pengadukan.
6.Probiotik siap digunaka
B.PENGOMPOSAN
1.Mengambil sampah organik sebanyak 5 kg yang telah dipisahkan dari bahan –
bahan anorganik.
2.Sampah organik dipotong – potong dengan ukuran kurang lebih 5 cm.
3.Potongan sampah dicampur secara merata dengan probiotik sebanyak 0 ,5 liter.
4.Sambil diaduk – aduk ditambahkan air sampai dicacapi kelembaban kurang
lebih 30% ( jika dikepal tidak keluar air tetapi jika kepalan dibuka akan berurai
lagi )
5.Selanjutnya dimasukan kedalan ember dibagi 3 lapis.
6.Masing – masing lapisan ditaburi dengan abu dapur ( total yang diperlukan 0,5
kg ) kemudian ember ditutup.
7.Setiap hari dilakukan pengukuran pH dan suhu pengomposan sampai sampah
menjadi kompos (C/N ≤ 20).
28
C.SUHU DAN KEASAMAN
Pengamatan Temperatur dan derajat keasaman ( pH ) dilakukan setiap hari sampai
sampah menjadi kompos ( C/N ≤ 20 ).
1.Pengukuran Temperatur
a.Menyiapkan alat pengukur temperatur ( thermometer )
b.Memasukkan ( menancapkan ) thermometer ke bagian tengah – tengah
pengomposan ( ± 15 cm dari permukaan ).
c.Setelah 5 menit thermometer diambil dan dicatat temperaturnya.
d.Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama pada bagian tengah antara tepi
dan tengah gundukan ( diambil 2 tempat )
e.Tiga hasil pengukuran dibuat rata – rata
2.Derajad Keasaman ( pH)
a.Mengambil contoh kompos 10 g dimasukkan ke dalam beker glass 50 ml
b.Menambahkan air suling sebanyak 25 ml kedalam beker glass
c.Mengaduk air dalam beker glass sampai kompos menjadi larut
d.Larutan dibiarkan mengendap selama kurang lebih 30 menit.
e.Setelah mengendap dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter ( kertas
lakmus )
f.Menyambung elektroa pada meteranya
g.Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 7 dan ditekan tombol pada
tanda ‘ON’ disesuaikan dengan keadaan tombol ‘ TEMP ‘ pada angka temperatur
larutan penyangga pH 7 , dan diatur tombol ‘CALIB ‘ hingga terbaca pada angka
7,00 pada layar pH meter.
h.Elektroda dicuci pada pancaran air suling dibagian bawahnya sampai bersih.
29
i.Elektroda dicelupkan pada larutan penyangga pH 4 dan ditekan tombol pada
tanda ‘ON’ disesuaikan dengan keadaan tombol ‘TEMP’ pada angka temperatur
larutan penyangga pH 4 dan diatur tombol ‘ SLOPE’ hingga terbaca angka 4,00
pada layar pH meter.
j.Elektoda dicuci dengan air pancaran air suling sampai bersih.
k.Dengan mengikuti langkah f – j maka pH yang diteliti siap diamati.
l.Elektroda dicelupkan pada larutan kompos,kemudian diamati dan dicatat angka
pada mnitor menunjukkan pada pH berapa.
m.Pengukuran diulang sebanyak tiga kali , dan hasilnya dirata - rata
D.KADAR C - ORGANIK
1.Ditimbang bahan kompos kering 0 ,1 g dimasukkan ke dalam labu takar.
2.Ditambahkan K2Cr2O7 1N sebanyak 10 ml dengan pipet ukur
3.Ditambah H2SO4 pekat 10 ml dengan gelas ukur, dan dikocok dengan gerakan
memutar
4.Warna harus tetap merah jingga , apabila warna menjadi hijau atau biru
ditambah lagi K2Cr2O7 1N dan H2SO4 pekat ( jumlah penambahan dicatat ) ,
didiamkan kurang lebih 30 menit sampai larutanya dingin.
5.Ditambahkan 5 ml H3PO4 85% dan 1 ml indikator Diphenylamine
6.Ditambahkan air suling sampai volumenya 50 ml.
7.Dikocok dengan membolak balikkan sampai homogen dan mengendap.
8.Diambil dengan pipet ukur 5 ml jernih , kemudian dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer dan ditambahkan air suling 15 ml
9.Larutan dititrasi dengan FeSO4 1 n , sehingga warna menjadi kehijau – hijauan
30
10.Langkah ini diulang tanpa sampel untuk keperluan blangko
E.KADAR N TOTAL
1.Destruksi
a. Ditimbang kompos dengan gelas arloji ( kertas ) yang bersih dan kering seberat
250 mg. Ditimbang juga untuk analisa kadar air.
b. Dimasukkan ke dalam labu kjeldal 100 ml dan tambahkan H2SO4 pekal 2,5 ml.
c. Dikocok sampai merata dan setelah itu dipanaskan dengan hati – hati sampai
asapnya hilang dan warna larutan menjadi putih kehijau – hijauan atau tidak
berwarna ( pemanasan didalam almari asam ) kemudian didinginkan.
2. Destilasi
a.Setelah larutan di dalam tabung kjeldal dingin ditambahkan air suling 25 – 50
ml,kemudian larutan ditambahkan ke dalam labu destilasi. Cara memasukkan
larutan dengan menuangkan berulang – ulang dengan air ( dalam hal ini usahakan
agar butir – butir tanah tida masuk ).
b. Diambil gelas piala 100 – 150 ml dan diisi dengan H2SO4 0,1 N 10 ml,diberi 2
tetes indikator methil hingga warna menjadi merah.
c.Gelas piala ini (b) ditempatkan di bawah alat pendingin destilasi sedemikian
rupa hingga ujung alat pendingin tersebut tercelup di bawah permukaan asam.
d.Ditambahkan dengan hati – hati ( dengan gelas ukur ) 20 ml NaOH pekat (
penambahan NaOH ini diusahakan melalui dinding labu destilasi ).Pekerjaan ini
dilakukan menjelang saat ( sebelum ) destilasi dimulai ( tidak boleh lama.
e. Setelah itu destilasi dimulai dan dijaga supaya larutan di dalam gelas tetap
berwarna merah, kalau warna berubah ( hilang ) segera tambah lagi H2SO4 0,1 N
31
dengan jumlah yang diketahui.Detilasi berlangsung selama sekitar 30 menit (
dilihat nilai larutan itu mendidih ).
f. Setelah larutan didestilasi,gelas piala diambil ( ingat api baru boleh dipadamkan
kalau gelas piala sudah diambil).
g. Bilas air suling ujung atas bawah alat pendingin ( air suling ini dimasukkan
juga dalam gelas piala ).
3.Titrasi
a. Larutan dalam gelas piala dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna hampir
hilang.
b. Pekerjaan 1 s/d 3 dilakukan juga untuk blanko,yaitu tanpa pemakaian sampel.
F. RASIO C/N
1.Menghitung perbandingan antara C – organik dengan N total
2.Apabila Nilai C/N sudah memenuhi syarat untuk dipergunakan sebagai pupuk
( rasio C/N kompos ≤ 20 ),maka proses pengomposan dihentikan.
H. HIGROSKOPISITAS
1. Menimbang sampel pupu sebanyak 10 gram
2. Menimbang kantong plastik tempat pupuk
3. Pupuk dimasikkan ke dalam kantong plastik yang terbuka
4. Kantong plastik berisi pupuk ditaruh ditempat yang aman dan dibiarkan tetap
terbuka
32
5. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu satu kali dengan cara menimbang
pupuk bersama kantong plastiknya.
6.Pengamatan dilakukan selama empat minggu ( satu bulan ).
I.TINGKAT KELARUTAN
1. Menimbang sampel pupuk sebanyak 10 gram
2. Memasukkan pupuk kedalam gelas ukur
3. Menambahkan air ke dalam gelas ukur dengan volume dua kali lipat volume
pupuk
4. Setelah satu jam larutan pupuk disaring dengan kertas saring
5. Kertas saring dan endapan pupuk diangin – anginkan
6. Setelah kering pupuk dan kertas saring ditimbang
7. Endapan pupuk dibersihkan dan kertas saring ditimbang
8. Dari hasil penimbangan kita bisa mengetahui berapa endapan yang diperoleh
9. Menghitung presentase kelarutan
33
I V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.HASIL
1.PROBIOTIK
Dari kegiatan praktikum kesuburan tanah dalam pembuatan probiotik diperoleh
hasil sebagai berikut :
Gambar 1. probiotik
2.PENGOMPOSAN
Dari kegiatan praktikum kesuburan tanah dalam pembuatan kompos diperoleh
hasil sebagai berikut:
Gambar 2. kompos
34
3.SUHU DAN KEASAMAN
a.Tabel pengamatan (kel 1.)
Hari Ke - pH Suhu
1. 6.26 35
2. 7.12 34
3. 6.90 34
4. 7.70 34
5. 7.80 33.3
6. 8.28 33
7. 8.80 29
8. 8.54 32
9. 8.40 30
10. 8.40 28
11. 8.22 27.3
12. 8.23 29
13. 8.38 39
14. 8.52 30
15. 8.67 29.67
b.Tabel pengamatan ( kel.2)
Hari Ke - pH Suhu
1. 7.08 36
2. 6.92 34
3. 7.17 34
4. 7.74 34
5. 7.83 34
6. 8.05 31.33
7. 8.80 31.33
8. 8.08 31
9. 8.06 30
10. 8.20 29
11. 8.19 29.67
12. 8.50 29.3
13. 8.20 28.66
14. 8.60 30
15. 8.81 29.67
35
c.Tabel pengamatan ( kel.3)
Hari Ke - pH Suhu
1. 7.43 29
2. 7.09 28
3. 7.59 31.3
4. 7.34 32
5. 7.51 33
6. 8.04 28
7. 8.11 30.7
8. 8.05 32
9. 8.36 30
10. 8.20 30
11. 8.29 33.3
12. 8.15 28.3
13. 8.42 27
14. 8.27 26.6
15. 8.33 29.33
d.Tabel pengamatan ( kel.4)
Hari Ke - pH Suhu
1. 6.83 29
2. 7.67 28
3. 7.19 31.3
4. 7.57 32
5. 7.77 33
6. 7.97 28
7. 7.87 30.7
8. 8.14 32.3
9. 8.40 31
10. 8.37 27
11. 8.51 29.3
12. 8.76 27.3
13. 8.79 27.6
14. 8.33 27
15. 8.35 27.33
36
A.Tabel pengamatan ( pH )
B.Tabel pengamatan suhu ( C )
Pengamatan suhu
Hari ke - Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4
1. 35 36 29 29
2. 34 34 28 28
3. 34 34 31,3 31,3
4. 34 34 32 32
5. 33,3 34 33 33
6. 33 31,33 28 28
7. 29 31,33 30,7 30,7
8. 32 31 32 32,3
9. 30 30 30 31
10. 28 29 30 27
11. 27,3 29,67 33,3 29,3
12. 29 29,3 28,3 27,3
13. 39 28,66 27 27,6
14. 30 30 26,6 27
15. 29,67 29,67 29,33 27,33
Pengamatan keasaman ( pH )
Hari ke - Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4
1. 6,26 7,08 7,43 6,83
2. 7,12 6,92 7,09 7,67
3. 6,9 7,17 7,59 7,19
4. 7,7 7,74 7,34 7,57
5. 7,8 7,83 7,51 7,77
6. 8,28 8,05 8,04 7,79
7. 8,21 8,8 8,11 7,87
8. 8,54 8,08 8,05 8,14
9. 8,4 8,06 8,36 8,4
10. 8,4 8,2 8,2 8,37
11. 8,22 8,19 8,29 8,51
12. 8,23 8,5 8,15 8,76
13. 8,38 8,2 8,42 8,79
14. 8,52 8,6 8,27 8,33
15. 8,67 8,81 8,33 8,55
37
D.Grafik pengamatan keasaman ( pH)
Gambar 3.grafik pH
D.Grafik pengamatan suhu
Gambar 4. Grafik suhu
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
pH
Grafik pengamatan pH
KEL 1
KEL 2
KEL 3
KEL 4
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Suh
u
Grafik pengamatan suhu
KEL 1
KEL 2
Kel 3
KEL 4
38
4.KADAR C – ORGANIK
a.Tabel hasil titrasi
No. Hasil
titrasi
Kelompok
1.
Kelompok
2.
Kelompok 3. Kelompok
4.
1. Blanko 6.6 ml 6.6 ml 6.6 ml 6.6 ml
2. Sampel 1.0 ml 2.5 ml 3.7 ml 1.7 ml
3. Berat 100 mg 100 mg 100 mg 100 mg
Kelompok 1 :
Hasil titrasi : Sampel : 1,0 ml (A)
Blanko : 6,6 ml (B)
Berat sampel : 100 mg
= 38,96 %
Kelompok 2 :
Hasil titrasi : Sampel : 2,5 ml
Blanko : 6,6 ml
Berat sampel : 100 mg
= 32,48 %
Kelompok 3 :
39
Hasil titrasi : Sampel : 3,7 ml (A)
Blanko : 6,6 ml (B)
Berat sampel : 100 mg
= 25,98 %
Kelompok 4 :
Hasil titrasi : Sampel : 1,7 ml (A)
Blanko : 6,6 ml (B)
Berat sampel : 100 mg
= 37,67 %
5.KADAR NTOTAL
Acara V. Kadar N Total
No. Hasil
destilasi
Kelompok 1. Kelompok 2. Kelompok 3. Kelompok
4.
1. Penambahan
HCL 0.1 N
34 ml - 15 ml 15 ml
No. Hasil
titrasi
Kelompok 1. Kelompok 2. Kelompok 3. Kelompok
4.
1. Blanko 0.1 ml 78.4 ml 0.5 ml 0.5 ml
2. Sampel 0.01ml 52.5 ml 0.3 ml 0.4 ml
3. Berat 250 mg 250 mg 250 mg 250 mg
4. Volume 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
a. Kadar N total
Kelompok 1 :
40
Destilasi : Penambahan HCL 0,01N 34 ml
Titrasi : Sampel : 0,1 ml
Blanko : 0,1 ml
Berat sampel : 250 mg
N =
=0,19 %
Kelompok 2 :
Destilasi : Penambahan HCL 0,01N .... ml
Titrasi : Sampel : 52,5 ml
Blanko : 78,4 ml
Berat sampel : 250 mg
N =
= 14,61 %
Kelompok 3 :
Destilasi : Penambahan HCL 0,01N 15ml
Titrasi : Sampel : 0,3 ml
Blanko : 1,25 ml
Berat sampel : 250 mg
N =
= 0,54 %
Kelompok 4 :
Destilasi : Penambahan HCL 0,01N 15ml
41
Titrasi : Sampel : 0,4 ml
Blanko : 0,5 ml
Berat sampel : 250 mg
N =
= 0,11 %
Kadar Lengas Kompos
a.Kelompok 1.
Sam
pel
Ber
at
boto
l
Bot
ol +
sam
pel
Berat setelah dioven ( g )
Hari/tanggal 16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5
1. 26.1
32
37.7
06
30.7
54
29.2
72
29.2
65
29.2
43
29.2
43
29.2
80
29.2
34
29.2
36
Kons
tan
2. 25.2
79
36.9
70
30.1
39
28.6
53
28.5
56
28.6
60
28.6
37
28.6
76
28.6
31
28.6
30
Kons
tan
b.kelompok 2
Boto
42
Samp
el
Bera
t
botol
l +
samp
el
Berat setelah dioven ( g )
Hari/tanggal 16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5
1. 31.8
08
41.3
76
34.3
25
34.3
32
34.3
15
34.2
87
34.2
87
konst
an
-
2. 32.3
71
43.5
22
38.2
49
35.4
69
35.4
81
35.4
61
35.4
61
35.4
98
35.45
3
Konst
an
c. Kelompok 3
Sam
pel
Ber
at
boto
l
Bot
ol +
sam
pel
Berat setelah dioven ( g )
Hari/tanggal 16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5
1. 25.8
44
41.4
96
35.1
61
30.4
16
30.4
15
kons
tan
- - - - Kons
tan
2. 25.6
69
41.0
45
34.2
68
29.6
13
29.6
03
29.5
64
29.4
64
29.1
90
29.1
42
29.1
41
Kons
tan
d.Kelompok 4
Sam
pel
Ber
at
bot
ol
Boto
l +
sam
pel
Berat setelah dioven ( g )
Hari/tanggal 16/5 17/5 22/5 23/5 23/5 24/5 24/5 28/5 29/5
1. 30.8
46
26.1
97
26.8
6
26.1
83
26.1
81
26.1
73
26.1
83
26.1
67
26.1
66
Kons
tan
2. 32.9
53
28.4
07
28.3
64
28.3
66
28.2
65
kons
tan
- - - -
a.Destruksi
43
Gambar 5. desttruksi
b.Destilasi
44
Gambar 7. destilasi
c.Titrasi
Gambar 8. titrasi
6.RASIO C/N
a. Rasio C/N
Kelompok 1
C/N = = 205,1 %
45
Kelompok 2
C/N = = 2,22 %
Kelompok 3
C/N = = 48,11 %
Kelompok 4
C/N = = 342,5 %
Gambar 9.C/N rasio
46
7.HIGROSKOPISITAS
Dari hasil praktikum diperoeh hasil sebagai berikut:
a.Kelompok 1
Berat plastik = 0.5 g
Berat awal = 10 g
No. Jenis
pupuk
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1. ZA 10.04 9.09 10.04 9.85 10.3 10.2 10.6 10.1
2. SP 36 10.03 11.01 10.24 11.01 10.5 11.0 10.3 11.1
3. Urea 10.07 10.09 11.01 10.09 11.7 11.5 12.8 12.2
4. Phonska 12.01 12.05 13.13 13.06 13.7 14.9 14.9 16.1
5. KCL 10.04 11.04 10.26 11.06 10.8 11.7 11.1 12.3
b.Kelompok 2
No. Jenis
pupuk
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1. ZA 10.9 13.3 10.8 13 10 13.3 10.14 10.35
2. SP 36 10.9 10.8 10.7 10.7 11 10.9 10.11 10.09
3. Urea 11.3 11.2 11.5 11.2 12.5 12 10.31 10.23
4. Phonska 12.5 12.3 13.5 13.4 15.4 15.5 10.64 10.66
5. KCL 11.3 11.5 11.5 11.5 12 12.2 10.25 10.25
ZA
SP 36
Urea
Ponska
KCl
47
c.Kelompok 3
No. Jenis
pupuk
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1. ZA 12 12.1 11.2 11.2 10.8 11.1 11 11.2
2. SP 36 11.5 11.8 11.3 11.2 10.6 10.5 10.6 10.6
3. Urea 12 12.2 12 12.2 12.5 12.4 13 13.1
4. Phonska 13 13.2 13.5 13.7 14.7 14.9 15.9 16.2
5. KCL 12.5 12.5 11.4 11.7 11.8 11.9 12.1 12.1
d.Kelompok 4
No. Jenis
pupuk
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2
1. ZA 10.6 10.74 10.7 10.9 10.81 11.03 10.91 11.05
2. SP 36 10.5 10.7 10.6 10.8 10.64 10.71 10.66 10.74
3. Urea 11.4 11.4 11.6 11.6 1.04 13.01 13.94 13.69
4. Phonska 13.15 12.3 14.15 13.5 13.57 13.62 16.27 15.38
5. KCL 11.5 11.17 11.7 11.18 12.02 11.97 12.33 12.21
48
Gambar .10 higroskopisitas
49
8.TINGKAT KELARUTAN
Dari hasil pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut:
Berat awal = 10 g
a.Kelompok 1
No.
Jenis pupuk
Berat
pupuk+kertas (
A )
Berat
kertas
A – B
( C )
%
Kelarutan
1. ZA 1.8 1.2 0.6 94%
2. SP 36 9.5 1.9 7.6 24%
3. Urea 2.2 2 0.2 98%
4. Phonska 5.3 2.4 2.9 71%
5. KCL 4.6 2.2 2.4 76%
b.Kelompok 2
No.
Jenis pupuk
Berat
pupuk+kertas (
A )
Berat
kertas
A – B
( C )
%
Kelarutan
1. ZA 2.7 2.3 0.4
2. SP 36 2.4 2 0.4
3. Urea 5.45 2.94 2.51
4. Phonska 10.9 2.68 8.22
5. KCL 2.39 2.05 0.34
ZA
SP 36
Urea
Ponska
KCl
50
c.Kelompok 3
No.
Jenis pupuk
Berat
pupuk+kertas (
A )
Berat
kertas
A – B
( C )
%
Kelarutan
1. ZA 2.4 2 0.4 96%
2. SP 36 11.5 3 8.5 15%
3. Urea 2.1 2 0.1 99%
4. Phonska 5.9 2.5 3.4 66%
5. KCL 5.2 2 3.3 68%
d.Kelompok 4
No.
Jenis pupuk
Berat
pupuk+kertas (
A )
Berat
kertas
A – B
( C )
%
Kelarutan
1. ZA 2.8 2.6 0.2
2. SP 36 2.68 1.72 0.96
3. Urea 3.83 2.51 1.32
4. Phonska 11.46 3.01 1.45
5. KCL 2.49 2.33 0.16
Gambar 11.tingkat kelarutan
51
B.PEMBAHASAN
Dalam melakukan pengomposanyangbaikdancepatdiperlukanteknologi
mempercepat
pengomposansepertimenambahmikrobauntukmenguraikanmenjadikompossempur
na.Dalam pembuatan kompos dari pupuk kandang dan sampah organik hanya
membutuhkan waktu 10-15 hari untuk menjadi kompos. Akan tetapi tidak bisa
terdekomposer cepat begitu saja tanpa input dari luar, seperti bantuan mikroba.
Maka untuk mempercepat penguraian maka ditambahkan probiotik.
Mikroorganisme lokal ( MOL ) merupakan kultur campuran berbagai jenis
mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi,
aktinomisetes dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan
untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Rock pospat meningkatkan
ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman, meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang menguntungkan.
Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organik dan
membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang
rendah (telah melapuk) (Hasibuan, 2006).
Bahan-bahan yang mempunyai C/N sama atau mendekati C/N tanah, dapat
langsung digunakan sebagai pupuk, tetapi bila C/N nya tinggi harus
didekomposisikan dulu sehingga melapuk dengan C/N rendah yakni 10-12
(Rinsemo, 1993).
Secara garis besar membuat kompos berarti merangsang pertumbuhan bakteri
(mikroorganisme) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang
dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain.Proses yang terjadi adalah
dekomposisi, yaitu menghancurkan ikatan organik molekul besar menjadi
molekul yang lebih kecil, mengeluarkan ikatan CO2 dan H2O serta penguraian
lanjutan yaitu transformasi ke dalam mineral atau dari ikatan organik menjadi
anorganik.Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam
senyawa organik yang sukar larut menjadi senyawa organik yang larut sehingga
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Membuat kompos adalah mengatur dan
52
mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.Proses
pengomposan oleh bahan organik mengalami penguraian secara
biologis,khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi.Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses
alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan
aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur
hara dalam jenis dan jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan
unsur secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai
fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos
pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas
pada tanah dan, meningkatkan meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang
terpenting adalah kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan,
(Dipoyuwono, 2007).
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh
proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat
dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku, maka untuk
menentukan standarisasi kompos adalah dengan membuat standarisasi proses
pembuatan kompos serta standarisasi bahan baku kompos, sehingga diperoleh
kompos yang memiliki standar tertentu. Setelah standar campuran bahan baku
kompos dapat dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50 – 60 persen dan mempunyai
perbandingan C / N bahan baku 30 :terdapat hal lain yang harus sangat
diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus
dilakukan pengawasan terhadap:
1. Temperatur
2. Kelembaban
3. Odor atau Aroma, dan
4. pH
53
Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu :
A.Rasio C/N Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara
30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40
mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila
rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein
sehingga dekomposisi berjalan lambat.
B.Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara.
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan
luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
tersebut.
C.Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk
ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air
bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
D.Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-
rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk
proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen
akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
E.Kelembaban (Moisture content)Kelembaban memegang peranan yang sangat
penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplai oksigen. Kelembaban 40 – 60 % adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas
mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban
15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
54
berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi
anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
F.Temperatur/suhu panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan
semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan
cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 – 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari
60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang
akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-
mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
G.pH,Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5
H.Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-
benar matang.(Jakmi,2009)
Mengetahui kematangan kompos dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu :
1. Dicium : kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum.
Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi
anaerobik dan menghasilkan senyawasenyawa berbau yang mungkin
berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan
mentahnya berarti kompos masih belum matang.
2. Kekerasan bahan : kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika
dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya,
tetapi ketika diremas – remas akan mudah hancur.
3. Warna kompos : kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam –
hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip
dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. Selama
55
proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat
miselium jamur yang berwarna putih.
4. Penyusutan : terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan
kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik
bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar
antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit,
kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum
matang.
5. Suhu : suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal
pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti
proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup
matang.
Sifat khusus dari pupuk organik antara lain kandungan hara rendah dan sangat
beragam, pelepasan hara terjadi secara lambat, penyediaan hara dengan jumlah
terbatas. Keunggulan dalam pemanfaatan pupuk organik antara lain adalah
perbaikan pada sifat fisik tanah, perkayaan kandungan kimiawi tanah lebih
berimbang, meningkatkan biodiversitas kehidupan biologi tanah, dan aman bagi
lingkungan. Walaupun demikian pupuk organik juga memiliki kelemahan antara
lain memerlukan jumlah besar bagi satu musim tanaman, jumlah dan jenis hara
sangat beragam, voluminous/bulky dalam transportasi dan dosisi lapangan,
berdampak negatif jika diberikan belum matang benar.
Dalam praktikum pengomposan yang kami laksanakan berdasarkan
pengamatan suhu dan pH atau keasaman,suhu hanya berkisar 300C dan pH
berkisar 7- 8.5,Suhu yang rendah ini menandakan kurangnya aktivitas
mikroorganisme yang melakukan penguraian terhadap bahan organik yang
dikomposting,Hal ini disebabkan karena pengomposan dilakukan diluar ruangan
yang tidak ternaungi secara maksimal,selain itu dimungkinkan arena aktivator
atau probiotik yang digunakan belum siap sehingga mikroba pengurai belum
berkembang dengan baik.Tingkat kepadatan atau pemamatan saat pengomposan
kurang,sehingga suhu tidak dapat meningkat.pH yang tinggi diakibatkan dari
56
bahan tambahan yaitu abu yang belum tercampur secara merata sehingga saat
melakukan pengambilan sampel dan kemudian dilakukan pengukuran dengan
pHmeter derajat keasaman tidak optimal yaitu pH kompos tinggi dari awal
pengamatan sampai selesai kadar pH terus naik hal ini menandakan bahwa
kompos tersebut bersifat basa.Untuk menurunkan kebasaan tersebut dilakukan
pengadukkan dan pembalikan serta penambahan air agar bahan – bahan organik
dapat tercampur rata sehigga pH dapat turun,penambahan air dilakukan
secukupnya hanya agar kompos tetap terjaga kelembabanya sehingga bahan –
bahan yang ada didalamnya cepat terurai,selain itu dilakukan pemampatan
kompos agar suhu saat komposting tetap terjaga.Pengamatan terhadap suhu dan
pH keasaman dihentikan apabila kadar C/N rasio telah sesuai standar yaitu rasio
C/N kompos ≤ 20,untuk analisa C/N rasio ini dilakukan destruksi,titrasi dan
destilasi.
Pada praktikum Higroskopisitas pupuk anorganik yang dilakukan pengamatan
selama 4 minggu diperoleh hasil penimbangan berat pupuk yang terus
meningkat,bentuk dan ukuran pupuk juga mulai berubah hai ini dikarenakan
karena pupuk yang diletakkan didalam tempat bersuhu kamar dan dalam keadaan
terbuka ternyata menyerap air di udara hal ini membuktikan bahwa pupuk
mempunyai tingkat higroskopisitas.Dari bermacam – macam yang digunakan
mempunyai tingkat higroskopisits yang berbeda – beda,pada praktikum yang kami
lakukan pupuk urea mempunyai tingkat higroskopisitas yang tinggi karena lebih
cepat mencair dibandingan dengan Z,.KCL,KCL SP 36 hal ini diakibatkan karena
bahan pembentuk dan struktur kimia pupuk urea yang mudah menyerap
air.Setelah dilakukan higroskopisitas pupuk anorganik,selanjutnya dilakukan uji
tingkat kelarutan pupuk,pada tingkat kelarutan ini pupuk urea juga memiliki
tingkat kelarutan yang tinggi dibandingan dengan pupuk yang lain hal ini
dibuktikan pupuk urea yang diletakkan didalam beker glass,di beri air selanjutnya
didiamkan tanpa diaduk ternyata lebih cepat larut,sedangkan SP 36 memiliki
tingkat kelarutan yang sangat rendah karena bentuk dan ukuranya seta tekstur
yang lebih keras akan lama terdegradasi oleh air,sehingga memerlukan waktu
yang lama untuk larut.
57
IV. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum kesuburan tanah dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara
biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi.
2. Penggunaan probiotik akan mempercepat proses pengomposan, Kompos yang
dibuat membutuhkan waktu hanya 10-15 hari karena dengan bantuan probiotik
3. Faktor - faktor yang mempengaruhi dan menentukan kualitas hasil pengomposan
adalah struktur bahan baku, ukuran bahan baku,suhu,nilai C/N bahan dan
Keasaman (pH),Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0 – 8,0
4. Tingginya kandungan nilai C-organik mengindikasikan pula tingginya kandungan
bahan organik, yang mengindikasikan bahan yang tidak diinginkan (impurities)
rendah, atau dengan kata lain kemurnian dari kompos atau POG yang dihasilkan
cukup tinggi.
5. Besarnya N total dalam pupuk dapat kita analalisis sengan cara destuksi,destilasi
dan titrasi dengan menggunakan metode mikro kejdhal
6. Besarnya nilai C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik
akan menghasilkan rsio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio paling baik
adalah 30.
7.Tingkat kelarutan pupuk anorganik dipengaruhi oleh jenis pupuk,ukuran pupuk dan
bahan pembuat pupuk.
8.Pupuk anorganik sebagian besar bersifat hidroskopis. Hidroskopis adalah
kemampuan menyerap air diudara, sehingga semakin tinggi higroskopis semakin
cepat pupuk mencair.
58
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2007.Biocycle, Journal of Composting and Organics
Recycling (online).http://www.jgpress.com/biocycle.htm, diakses 29 Juni 2013
Anonimous. 2007. Standard specifications for compost for erosion/sediment
control(online).http://www.compostingcouncil.org/pdf/Erosion_Specs.pdf,
diakses 29Juni2013
Anonimous. 2007. BioCycle, Advancing Composting, Organics Recycling &
Renewable Energy (online) http://www.jgpress.com/archives/_free/001428.html,
diakses 29Juni 2013
Anonimous. Tanpa tahun. Compost Fundamentals Compost
EPA. Tanpa tahun. Municipal Solid Waste - Reduce, Reuse, and Recycle (online)
http://www.epa.gov/msw/reduce.htm, diakses 29Juni 2013
Choiriah, S. 2006. Inokulasi Mikroba Selulotik Untuk Mempercepat Proses
Pengomposan Sampah Pasar dan Pengaruh Kompos Terhadap Produksi dan
Usaha Tani Sayuran. Tesis. Bogor: Pascasarjana PSLP IPB
Dallzell, H.W..AJ.Riddlestone, K.R. Gray and K Thurairajan. 1987. Soil
management : compost production and use in tropical and subtropical
environments. FAO. Rome. Soil Bull 56:175-177
Djuarnani, N, Kriskan dan BS, Setyawan.2005. Cara Cepat Membuat Kompos.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Murbandono, L. 1995. Membuat Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sosrosoedirdjo, Soeroto, R, dkk. Ilmu Memupuk I. C.V. Yasaguna. Jakarta.
Yoky, Edy, Saputra. 2009. Pupuk Kompos, Keniscayaan Bagi
Tanaman.http://www.chem-is-try.org. Diakses online 8 Maret 2009.
59
LAMPIRAN
1.Kadar lengas
DATA KADAR LENGAS KELOMPOK 1
16 Mei 2013 I 30,754
II 30,139
17 Mei 2013 I 29,272
II 28,653
22 Mei 2013 I 29,265 Bobot botol+tutup I =
26,132
Bobot botol+isi I =
37,706
II 28,556
23 Mei 2013 I 29,266
II 28,660
23 Mei 2013 I 29,243 Bobot botol+tutup II =
25,279
Bobot botol+isi II =
36,970
II 28,637
24 Mei 2013 I 29,280
II 28,676
24 Mei 2013 I 29,234
II 28,631
28 Mei 2013 I 29,236
II 28,630
29 Mei 2013 I KONSTAN
II KONSTAN
o Ka I
60
o Ka II
o Nilai Ka total
DATA KADAR LENGAS KELOMPOK 2
16 Mei 2013 I 36,584
II 38,249
17 Mei 2013 I 34,325
II 35,469
22 Mei 2013 I 34,332 Bobot botol+tutup I =
31,808
Bobot botol+isi I =
41,376
II 35,481
23 Mei 2013 I 34,315
II 35,479
23 Mei 2013 I 34,287 Bobot botol+tutup II =
32,371
Bobot botol+isi II =
43,522
II 35,461
24 Mei 2013 I 34,287
II 35,498
24 Mei 2013 I KONSTAN
II 35,453
28 Mei 2013 I KONSTAN
II KONSTAN
61
o Ka I
o Ka II
o Nilai Ka total
62
DATA KADAR LENGAS KELOMPOK 3
16 Mei 2013 I 35,161
II 34,268
17 Mei 2013 I 30,416
II 29,268
22 Mei 2013 I 30,415 Bobot botol+tutup I =
25,844
Bobot botol+isi I =
41,496
II 29,603
23 Mei 2013 I KONSTAN
II 29,564
23 Mei 2013 I KONSTAN Bobot botol+tutup II =
25,669
Bobot botol+isi II =
41,045
II 29,464
24 Mei 2013 I KONSTAN
II 29,190
24 Mei 2013 I KONSTAN
II 29,142
28 Mei 2013 I KONSTAN
II 29,141
29 Mei 2013 I KONSTAN
II KONSTAN
63
o Ka I
o Ka II
o Nilai Ka total
64
DATA KADAR LENGAS KELOMPOK 4
1 I 26,197
II 28,407
2 I 26,86
II 28,364
3 I 26,183 Bobot
botol+tutup I =
24,791
Bobot botol+isi
I = 30,846
II 28,366
4
I 26,181
II 28,365
5 I 26,173 Bobot
botol+tutup II =
26,910
Bobot botol+isi
II = 32,953
II KONSTAN
6
I 26,183
II KONSTAN
7 I 26,167
II KONSTAN
8 I 26,166
II KONSTAN
9 I KONSTAN
II KONSTAN
o Ka I
65
o Ka II
o Nilai Ka total
Kadar C organik
KELOMPOK 1
Volume titrasi blangko : 6,6 ml
Volume titrasi sampel : 1,0 ml
66
KELOMPOK 2
Volume titrasi blangko : 6,6 ml
Volume titrasi sampel : 2,5 ml
KELOMPOK 3
Volume titrasi blangko : 6,6 ml
Volume titrasi sampel : 3,7 ml
67
KELOMPOK 4
Volume titrasi blangko : 6,6 ml
Volume titrasi sampel : 1,7 ml
KADAR N TOTAL
KELOMPOK 1
Berat sampel : 250 mg
68
Destilasi : Penambahan HCl 0,01 NPenambahan HCl 0,01 N 34 mL
Titrasi : Blanko 0,1 mL
Sampel 0,1 mL
KELOMPOK 2
Berat sampel : 250 mg
Destilasi : Tanpa penambahan
Titrasi : Blanko (H2SO4) 78,4 mL
Sampel 52,5 mL
69
KELOMPOK 3
Berat sampel : 250 mg
Destilasi : Penambahan HCl 0,01 N 15 mL
Titrasi : Blanko 0,5 mL
Sampel 0,3 mL
KELOMPOK 4
Berat sampel : 250 mg
Destilasi : Penambahan HCl 0,01 N 15 mL
Titrasi : Blanko 0,915 mL
70
Sampel 0,4 mL
1. KEASAMAN
Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4
hari ke- pH hari ke- pH hari ke- pH hari ke- pH
1 6,26 1 7,08 1 7,43 1 6,83
71
2 7,12 2 6,92 2 7,09 2 7,67
3 6,9 3 7,17 3 7,59 3 7,19
4 7,7 4 7,74 4 7,34 4 7,57
5 7,8 5 7,83 5 7,51 5 7,77
6 8,28 6 8,05 6 8,04 6 7,97
7 8,21 7 8,8 7 8,11 7 7,87
8 8,54 8 8,08 8 8,05 8 8,14
9 8,4 9 8,06 9 8,36 9 8,4
10 8,4 10 8,2 10 8,2 10 8,37
11 8,22 11 8,19 11 8,29 11 8,51
12 8,23 12 8,5 12 8,15 12 8,76
13 8,38 13 8,2 13 8,42 13 8,79
14 8,52 14 8,6 14 8,27 14 8,33
15 8,67 15 8,81 15 8,33 15 8,55
2. TEMPERATUR
Kel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4
hari ke- suhu hari ke- suhu hari ke- suhu hari ke- suhu
1 35 1 36 1 29 1 32
2 34 2 34 2 28 2 33,2
3 34 3 34 3 31,3 3 33,3
4 34 4 34 4 32 4 33
5 33,3 5 34 5 33 5 33
6 33 6 31,33 6 28 6 32
7 29 7 31,33 7 30,7 7 32,3
8 32 8 31 8 32 8 32,3
9 30 9 30 9 30 9 31
10 28 10 29 10 30 10 27
11 27,3 11 29,67 11 33,3 11 29,3
12 29 12 29,3 12 28,3 12 27,3
13 39 13 28,66 13 27 13 27,6
14 30 14 30 14 26,6 14 27
15 29,67 15 29,67 15 29,33 15 27,33
3. IDENTIFIKASI PUPUK AN ORGANIK
HIGROSKOPISITAS
Data Higroskopisitas Kelompok 1
72
Pupuk
ZA SP 36 Urea Pondska Kcl
01-Mei-13 ul 1 10,04 10,03 10,07 12,01 10,04
ul 2 9,09 11,01 10,09 12,05 11,04
08-Mei-13 ul 1 10,04 10,24 11,01 13,13 10,62
ul 2 9,85 11,01 10,09 13,06 11,06
15-Mei-13 ul 1 10,3 10,5 11,7 13,7 10,8
ul 2 10,2 11 11,5 14,9 11,7
24-Mei-13 ul 1 10,6 10,3 12,8 14,9 11,1
ul 2 10,1 11,1 12,2 16,1 12,3
Rata-rata 10,02 10,6488 11,1825 13,73125 11,0825
Data Higroskopisitas Kelompok 2
Pupuk
ZA SP 36 Urea Pondska Kcl
01-Mei-13 ul 1 10,9 10,9 11,3 12,5 11,3
ul 2 13,3 10,8 11,5 13,5 11,5
08-Mei-13 ul 1 10,8 10,7 11,5 13,5 11,5
ul 2 13 10,7 11,2 13,4 11,5
15-Mei-13 ul 1 10 11 12,5 15,4 12
ul 2 13,3 10,9 12 15,5 12,2
24-Mei-13 ul 1 10,14 10,11 10,31 10,64 10,25
ul 2 10,35 10,09 10,23 10,66 10,25
Rata-rata 11,4738 10,65 11,3175 13,1375 11,3125
Data Higroskopisitas Kelompok 3
Pupuk
ZA SP 36 Urea Pondska Kcl
73
01-Mei-13 ul 1 12 11,5 12 13 12,5
ul 2 12,1 11,8 12,2 13,2 12,5
08-Mei-13 ul 1 11,2 11,3 12 13,5 11,4
ul 2 11,2 11,2 12,2 13,7 11,7
15-Mei-13 ul 1 10,8 10,6 12,5 14,7 11,8
ul 2 11,1 10,5 12,4 14,9 11,9
24-Mei-13 ul 1 11 10,6 13 15,9 12,1
ul 2 11,2 10,6 13,1 16,2 12,1
Rata-rata 11,325 11,0125 12,425 14,3875 12
Data Higroskopisitas Kelompok 4
Pupuk
ZA SP 36 Urea Pondska Kcl
01-Mei-13 ul 1 10,6 10,5 11,4 13,15 11,5
ul 2 10,74 10,7 11,4 12,3 11,17
08-Mei-13 ul 1 10,7 10,6 11,6 14,15 11,7
ul 2 10,9 10,8 11,6 13,5 11,18
15-Mei-13 ul 1 10,81 10,64 13,04 15,57 12,02
ul 2 11,03 10,71 13,01 13,62 11,97
24-Mei-13 ul 1 10,91 10,66 13,94 16,27 12,33
ul 2 11,05 10,74 13,69 15,38 12,21
Rata-rata 10,8425 10,6688 12,46 14,2425 11,76
TINGKAT KELARUTAN
Data Tingkat Kelarutan Kelompok 1
74
Data Tingkat Kelarutan Kelompok 2
Data Tingkat Kelarutan Kelompok 3
75
Data Tingkat Kelarutan Kelompok 4
top related