laporan farmakologi - efek sinergisme obat
Post on 02-Jan-2016
541 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
KOMBINASI OBAT (SINERGISME)
Disusun oleh :
Andini Fitria Rohmah P17335112611
Hasti Annisa Auliani P17335112015
Resti Susilawati Tapatab
P17335112034
Riska Handiani P17335112217
Susilohadi P17335112210
Tingkat 1-B
PROGRAM STUDI FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
2013
PERCOBAAN IV
KOMBINASI OBAT (SINERGISME)
A. Tujuan
Mengamati efek pemberian obat sinergis antara kafein dengan minuman energi
B. Dasar Teori
Beberapa obat bila diberikan bersamaan akan memberikan efek sinergis atau antagonis .
Efek ini timbul karena masing-masing berinteraksi pada reseptor yang sama atau reseptor
yang berbeda . Sinergisme timbul jika efek yang dihasilkan lebih kuat,dibandingkan bila
diberikan obat secara sendiri-sendiri.
Interaksi obat adalah perubahan aktivitas farmakologi suatu obat dengan adanya
pemakaian bersama dengan obat atau zat lain. Interaksi obat dapat terjadi antara obat-
obat,obat-makanan,obat-hasil lab,obat-obat tradisional.
Pemberian suatu obat (obat A) dapat dapat mengubah aksi dari suatu obat lain (obat B)
dengan cara :
1. Mengubah aksi farmakologik obat B tanpa mengubah konsentrasi obat B pada tempat
kerjanya ( interaksi farmakodinamika )
2.Dengan mengubah konsentrasi obat B yang mencapai tempat kerjanya (interaksi
farmakokinetik)
Interaksi Farmakodinamika
Interaksi farmakodinamika dapat terjadi dengan berbagai cara dan dapat mengakibatkan
berkurang atau bertambahnya efek obat B dengan keberadaan obat A tersebut. Contohnya :
a.Antagonis reseptor beta (misalnya propanolol) mengurangi aktivitas agonis reseptor beta
(misalnya salbutamol).
b. Diuretik tiazid (misalnya HCT) dapat menimbulkan hipokalemia sehingga dapat
menguatkan efek glikosid jantung (misalnya digoxin) serta memudahkan timbulnya
toksisitas.
c.Inhibitor monoamin oksida (misalnya fenelzin) meningkatkan jumlah noradrenalin pada
ujung-ujung syaraf adrenergik sehingga dapat memperkuat efek obat-obat seperti efedrin
dan tiramin , yang bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
d. Sulfonamid mencegah sintesis dihidrofolat oleh bakteri. Sementara itu trimetropim
menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat ini bila
dikombinasikan akan memberikan efek sinergis yang kuat sebagai antibakteri.
e.Obat antibakteri yang bersifat bakteriostatik (misalnya chloramfenicol,sulfonamid)
mencegah pembelahan sel-sel bakteri. Obat –obat bakterisid (misalnya penisilin)
membunuh bakteri ketika bakteri dalam proses membelah diri. Jadi ,obat-obat bakterisid
akan tidak efektif jika diberikan bersamaan dengan obat bakteriostatik.
Interaksi Farmakokinetika
Keempat proses utama yang menentukan sifat farmakokinetik suatu obat yaitu
abrorbsi,distribusi,metabolisme dan eksresi. Dapat dipengaruhi oleh obat-obat lain yang
diberikan secara bersamaan.
a.Pada fase absorbsi obat
Absorbsi obat bisa diperlambat oleh obat-obat yang menghambat gerakan
gastrointestinal (misalnya atoprin,opiat) atau dipercepat oleh obat yang mempercepat gerakan
lambung,usus (misalnya metoklopramid). Ca dan Fe dapat membentuk kompleks tidak larut
dengan tetracycllin sehingga menghambat absorbsi antibiotik tersebut.
Penambahan adrenalin pada suntikan anestesi lokal,efek vasokontriksi adrenalin
memperlambat absorbsi obat anestesi lokal dari tempat suntikan sehingga memperpanjang
efek anestetik lokal tersebut. Chees reaction, reaksi ini dapat terjadi pada pemakaian obat
inhibitor monoamin oksidase nonselektif sebagai obat antidepresan. Obat ini menghambat
penghancuran tiramin (yang ada dalam makanan) pada dinding usus dan hepar sehingga
kadar tiramin dalam plasma sangat meningkat dan menyebabkan krisis hipertensi.
b. Pada fase distribusi obat
Interaksi terutama terjadi pada obat-obat yang berkompetensi untuk berikatan dengan
protein plasma. Terdapat beberapa macam obat yang disebut displacing agent antara lain
fenilbutazon,aspirin,sulfonamid dan trikloroasetat (metabolit dari kloralhidrat). Obat –obat ini
dengan dosis yang cukup tinggi dapat mengusir obat lain dari ikatannya dengan protein
plasma. Obat – obat yang bisa terusir antara lain adalah warfarin (antikoagulan
oral),tolbutamid (antidiabetik oral),dan metotreksat (antikanker).
Pemberian sulfonamid pada neonatus dapat menyebabkan gejala yang disebut
“kernikterus” karena sulfa dapat menusir “bilirubin tak terkonjugasi” dari protein plasma.
Selanjutnya bilirubin bebas ini dapat merusak otak bayi.
c.Pada fase metabolisme obat
Interaksi disebabkan oleh adanya induksi enzim hepar oleh berbagai macam obat yang
termasuk golongan “inducer enzim” yaitu fenobarbital dan barbiturat
lainnya,rifampicin,etanol,griseofulvin,fenitoin,fenilbutazon,dan karbamazepin. Sementara itu
obat-obat yang metabolismenya meningkat oleh adanya inducer enzim adalah
warfarin,kontrasepsi oral,tolbutamid,digitoksin,serta obat-obat inducer itu sendiri. Induksi
enzim yang meningkatkan metabolisme obat itu sendiri menjelaskan proses terjadinya
toleransi yang timbul perlahan terhadap efek fenobarbital dan etanol. Induksi enzim dapat
pula dilakukan dengan sengaja,misalnya pada ikterus neonatum yang hebat,diberikan
penobarbital untuk menginduksi aktifitas enzim glukuronil transferase. Induksi enzim ini
akan meningkatkan konjugasi bilirubin sehingga mengurangi resiko kerusakan otak bayi yang
disebabkan oleh bilirubin tak terkonjugasi yang menembus sawar darah otak (blood brain
barrier). Inhibisi terhadap enzim hepar dapat pula dilakukan oleh obat yang termasuk
“inhibitor enzim” seperti ketokonazol,eritromisin,disulfiram,allopurinol,simetidin,dan
kloramfenikol.
Allopurinol yang merupakan inhibitor terhadap enzim xantin oksidase digunakan untuk
pengobatan penyakit gout karena dengan hambatan terhadap enzim xantin oksidase
menyebabkan pengurangan pembentukan asam urat dari senyawa purin. Namun , enzim
xantin oksidase juga diperlukan untuk metabolisme merkaptopurin dan azatioprin. Jadi ,bila
diberikan bersama semua allopurinol akan memperpanjang dan memperkuat efek obat
sitostatik tersebut.
Pemberian ketokonazol bersama-sama dengan terfenadin (suatu antihistamin non sedasi)
bisa menimbulkan interaksi yang berbahaya karena ketokonazol (obat antijamur) akan
menghambat enzim metabolisme terfenadin di hepar sehingga akan terjadi akumulasi
terfenadin di sirkulasi darah. Konsentrasi terfenadin yang tinggi akan berbahaya karena bisa
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Pemberian eritromisin bersama-sama dengan teofilin juga dapat berbahaya karena
eritromisin akan menghambat metabolisme teofilin sehingga konsentrasi teofilin meningkat
dan memudahkan terjadinya toksisitas teofilin,seperti stimulasi jantung dan kejang-kejang.
Disulfiram adalah inhibitor enzim aldehid dehidrogenase. Bila seorang penderita yang
mendapat disulfiram minum alkohol akan terjadi akumulasi asetaldehid yang menyebabkan
rasa mual dan flushing. Disulfiram ini digunakan untuk menghentikan kebiasaan minum
alkohol pada penderita alkoholik. Disulfiram juga menghambat metabolisme obat-obat lain
seperti warfarin,benzodiazepin,dan memperpanjang efeknya.
Metronidazol juga memiliki efek hambatan enzim aldehid dehidrogenase seperti
disulfiram sehingga penderita yang mendapat pengobatan dengan metronidazol tidak boleh
minum alkohol karena akan menyebabkan rasa pusing dan muntah.
d. Pada fase ekskresi obat
Suatu obat dapat mempengaruhi kecepatan ekskresi obat lainnya dengan cara :
Mengubah ikatan protein sehingga mengubah kecepatan filtrasi glomeruli.
Menghambat sekresi tubuli.
Mengubah aliran urine dan atau pH urine.
Contoh yang jelas adalah pemakaian probenesid untuk menghambat sekresi penisilin
sehingga dapat memperpanjang kerja antibakteri penisilin. Contoh lain adalah pemberian
furosemide pada kasus keracunan obat-obat dengan tujuan meningkatkan aliran urine dan
meningkatkan sekresi obat. Selain itu alkalinisasi dan asidifikasi urine pada keracunan obat
asam lemah/basa lemah dilakukan untuk meningkatkan ekskresi obat.
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Spuit 1mL
2. Sonde oral
3. Timbangan digital
4. Stopwatch
5. Spidol
6. Kandang mencit
Bahan :
1. 4 ekor mencit
2. Kafein
3. E-juss
4. NaCl
D. Metodologi Percobaan
MENCIT
I
II
KONTROL
KAFEIN
E. Prosedur Kerja
1. Beri tanda setiap mencit pada ekor mencit menggunakan angka romawi
2. Timbang mencit dengan menggunakan timbangan hewan
3. Mencit I (kontrol) disuntikkan NaCl secara intraperitoneal
4. Mencit II disuntikkan kafein secara intraperitoneal
5. Mencit III disuntikkan E-juss secara oral
6. Mencit –I disuntikkan kombinasi antara kafein (secara intraperitoneal) dengan E-juss
(secara oral)
7. Amati perubahan perilaku tiap mencit
8. Perhatikan perubahan aktivitas masing-masing mencit setiap 5 menit selama 60 menit
9. Buat kesimpulan dari hasil pengamatan tersebut
F. Hasil Pengamatan
1. Perhitungan dosis mencit
Mencit No Berat Badan Dosis yang dibutuhkan
Mencit 1 23 gram 23 g20 g
×0,5 ml=0,575 ml
Mencit 2 23 gram 23 g20 g
×0,5 ml=0,575 ml
Mencit 3 19 gram 19 g20 g
×0,5 ml=0,4825 ml
Mencit 4 26 gram 26 g20 g
×0,5 ml=0,65 ml
2. Perubahan perilaku pada hewan percobaan
Kelompok 2
Mencit NoPerubahan
aktivitas
Menit
5’ 10’ 15’ 20
’
25’ 30’ 35
’
40’ 45’ 50
’
55’ 60’
III
-I
E-JUSS
KAFEIN DAN E-JUSS
Mencit I
(kontrol)
Melewati
garis
5 4 5 3 3 2 2 1 4 1 1 0
Menengok
ke bawah
21 19 17 15 15 8 9 3 8 3 4 5
Mencit II
(kafein)
Melewati
garis
2 2 1 1 2 1 1 2 0 1 1 1
Menengok
ke bawah
23 36 25 36 11 10 7 17 19 9 15 17
Mencit III
(E-juss)
Melewati
garis
4 2 1 1 2 2 2 1 0 2 4 1
Menengok ke
bawah
17 10 12 12 9 8 4 11 1 11 13 3
Mencit -I
(Kafein+E-
juss)
Melewati
garis
4 3 3 4 3 3 4 2 5 2 3 1
Menengok ke
bawah
9 3 16 4 6 7 11 5 4 4 8 7
G. Pembahasan
Pada percobaan kombinasi obat, dilakukan pengamatan kombinasi antara kafein dengan
e-juss. Berikut adalah perhitungan dan konversi dosis manusia terhadap mencit sebagai
berikut :
1. Kafein
Dosis untuk manusia : 200 mg/70 kg.
Dosis untuk mencit : 200 mg387,9
= 0.51 mg/20 gram.
Dosis penyuntikan : 0.51 mg/mL lalu dibuat sediaan dengan dosis 0.51
mg/0.5mL maka dosis menjadi 1.02 mg/mL.
Pembuatan (10 mL) : 1.02 mg/mL x 10 mL = 10.2 mg dilarutkan dengan
aquadest sampai 10 mL.
2. E-Juss
Dosis untuk manusia : 4 gram x 3 = 12 gram
Dosis untuk mencit : 12 gram
387,9 = 0.03 gram = 30 mg
Dosis penyuntikan : 30 mg/mL lalu dibuat sediaan dengan dosis 30 mg/0.5 mL
Maka dosis menjadi 60 mg/mL.
Pembuatan (10 mL) : 60 mg/mL x 10 mL = 600 mg dilarutkan dengan aquadest
sampai 10mL
Kafein adalah stimulan yang artinya mempercepat aktivitas fisiologis. Kafein banyak
terkandung di dalam kopi, yang mana kafein tersebut dikenal sebagai trimethylxantine
dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan termasuk jenis alkaloida.
Secara khusus, kafein dapat mempercepat tindakan otak agar tetap lebih waspada. Hal ini
dilakukan dengan cara mengikat reseptor adenosin di otak. Karena kafein memblokir reseptor
adenosin, neuron menjadi lebih aktif. Maka kelenjar pituitari menanggapi semua kegiatan
seolah-olah itu keadaan darurat, dengan melepaskan hormon yang memberitahukan kelenjar
adrenal untuk menghasilkan adrenalin. Inilah yang kadang-kadang dikenal sebagai “lawan
atau lari” hormon (dan juga disebut epinefrin). Pelepasan adrenalin ini menyebabkan
detak jantung yang lebih cepat, pelepasan gula ke dalam aliran darah dari hati. otot menjadi
tetap terpacu, kenaikan aliran darah ke otot. Kafein didistribusikan keseluruh tubuh dan
diabsorbsikan dengan cepat setelah pemberian, waktu paruh 3-7 jam, diekskresikan melalui
urin.
Jika mengkonsumsi kafein secara berlebih tentu akan berdampak yang tidak baik akan
berpeluang untuk mengundang penyakit, seperti sulit tidur (insomnia), sakit kepala yang
hebat, jantung berdebar-debar, diare bahkan kepanikan akan timbul terutama pada orang-
orang yang sensitif.
E-juss adalah minuman energi. Berikut adalah komposisi E-juss :
Tiap sachet (5.5 gram) mengandung
Sari buah anggur 150 mg
Taurine 100 mg
Ginseng 20 mg
Vitamin B1 1.5 mg
Vitamin B6 2 mg
Vitamin B12 2.4 mcg
Royal Jelly 2 mg
Grape Seed Extract 5 mg
Caffeine 50 mg
Gula, Aspartame, Acesulfame-K, Sod. Bicarbonate, Citric Acid, Malic Acid, Sodium
Citrate, Sodium Chloride, Flavour, Carmoisine CI 14720, Patent Blue V CI 42051.
E-juss bermanfaat untuk membantu metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi,
memelihara kesehatan tubuh, dan menyegarkan badan. E-juss mengandung pemanis buatan
aspartame dan acesulfame-K. Produk ini mengandung fenilalanin, tidak boleh digunakan
pada penderita fenilketonuria dan wanita hamil dengan kadar fenilalanin tinggi. Produk ini
tidak dianjurkan untuk anak-anak, wanita hamil dan menyusui, serta penderita
hipertensi.Tidak boleh dikonsumsi melebihi dosis yang telah ditetapkan. Aturan pemakaian e-
jusse 1 - 3 kali sehari, 1 sachet tiap sekali minum.
Dari percobaan yang dilakukan pada mencit yang disuntikan kafein secara intraperitonial
dapat dilihat perilaku mencit yang lebih aktif jika dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan
pada mencit yang diberikan obat kombinasi dari kafein dan adrenalin secara intraperitonial
dapat terlihat perubahan aktifitasnya dibandingkan dengan kontrol maupun mencit yang
diberikan kafein saja atau adrenalin saja.
H. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan kelompok kami dapat ditarik kesimpulan bahwa mencit
yang diberikan obat coffein menunjukkan pergerakan yang lebih aktif dibandingkan dengan
mencit lainnya. Obat mulai menimbulkan efek saat menit ke 35 dan pemberian obat secara
kombinasi tidak mempengaruhi aktifitas mencit.
I. Daftar Pustaka
Dra. Ganthina, S.Apt.,M.Si., M.H Ruseno. Penuntun Praktikum Farmakologi Dasar
Staf pengajar departement farmakologi. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed.2, Jakarta
EGC.
Anief, M. 1993. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
top related