kebijakan bank muamalat indonesia dalam …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... ·...
Post on 08-Jan-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM
TAHUN 2003 - 2007
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)
Oleh:
Ria Juliyanti NIM : 103046128350
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429/ 2008
KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM
TAHUN 2003 - 2007
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Ria Juliyanti NIM : 103046128350
Di Bawah Bimbingan: Pembimbing I Pembimbing II Dr. Yayan Sopyan, M.Ag Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A. NIP. 150 277 991 NIP. 150 270 613
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429/ 2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003-2007 telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 22 Mei 2008
Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad. Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN 1. Ketua : Prof. DR. H. Muhammad. Amin Suma, SH, MA, MM (….……...) NIP. 150 210 422 2. Sekretaris : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag (…...……...) NIP. 150 318 308 3. Pembimbing I : Dr. Yayan Sopyan, M.Ag (...………...) NIP. 150 277 991 4. Pembimbing II : Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A ( ...………...) NIP. 150 270 613 5. Penguji I : Euis Amalia, M.Ag (……...……) NIP. 150 289 264 6. Penguji II : Edy Setiadi, SE, MM (…………...)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperolah gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Maret 2008
Ria Juliyanti
ABSTRAK
Ria Juliyanti, 103046128350, KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003-2007. Skripsi Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2008. xv + 131 halaman. Pembiayaan yang diberikan Bank Muamalat Indonesia secara garis besar ada dua yaitu UKM dan Non UKM. Pemberian pembiayaan kepada UKM merupakan salah satu bentuk dari menjalankan fungsi sosial Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor Bank Syariah. Tujuan pembiayaan UKM adalah untuk mensejahterakan ekonomi golongan UKM, dan meningkatkan pendapatan Bank Muamalat Indonesia. Dari latar belakang diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu, mengetahui prosedur pembiayaan Bank Muamalat Indonesia dalam memberikan pembiayaan kepada UKM, mengetahui pertumbuhan pembiayaan UKM Bank Muamalat Indonesia, mengetahui proporsi pembiayaan UKM dan mengetahui dampak pembiayaan UKM terhadap pendapatan Bank Muamalat Indonesia. Dalam penelitian ini pembiayaan UKM yang diteliti adalah jenis pembiayaan musyarakah, mudharabah dan murabahah dan tahun yang digunakan adalah 2003-2004 dan 2006-2007.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa, prosedur Bank Muamalat Indonesia dalam memberikan pembiayaan kepada UKM sangat selektif dalam menganalisa apakah nasabah tersebut dapat diberikan pembiayaan atau tidak. Dari hasil analisa data komposisi pembiayaan UKM menunjukan bahwa pertumbuhan pembiayaan UKM secara garis besar terus meningkat dari waktu ke waktu. Proporsi pembiayaan UKM dapat disimpulkan bahwa pembiayaan UKM jenis musyarakah, Bank Muamalat Indonesia tidak memprioritaskan golongan UKM. Sedangkan pada jenis pembiayaan mudharabah dan murabahah, Bank Muamalat Indonesia memprioritaskan UKM dengan memberikan proporsi pembiayaan yang lebih besar dibandingkan dengan golongan Non UKM. Dampak dari peningkatan pembiayaan UKM terhadap pendapatan Bank Muamalat Indonesia, menunjukan adanya hubungan yang positif terbukti dengan meningkatnya pula pendapatan Bank Muamalat Indonesia.
Kata Kunci : Kebijakan Bank Muamalat Indonesia, Pembiayaan, UKM, 2003-2007
Pembimbing : 1. Dr. Yayan Sopyan, M. Ag
2. Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai bagian dari
tugas akademis di jurusan Muamalat Perbankan Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada junjungan dan suri
tauladan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan tuntunan dan petunjuk
kepada umat manusia menuju kehidupan dan peradaban dan berkeadilan serta para
keluarga dan para sahabat yang dicintainya.
Skripsi yang berjudul “KEBIJAKAN BANK MUAMALAT INDONESIA DALAM
PEMBIAYAAN KEPADA UKM TAHUN 2003-2004 DAN 2006-2007” akhirnya
dapat diselesaikan dengan yang diharapkan penulis. Kebahagiaan yang tak ternilai
bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan yang terbaik kepada
kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil yang
mensukseskan harapan penulis.
Sebagai bentuk penghargaan yang tak terlukiskan, izinkanlah penulis
menuangkan dalam bentuk ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah mencurahkan buktinya kepada kami, selaku Mahasiswa
Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Euis Amalia, M. Ag, Ketua Program Studi Muamalat dan Ah. Azharudin
Lathif, M. Ag, sekertaris Program Studi Muamalat yang telah membantu
penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.
3. Dr. Yayan Sopyan, M. Ag dan Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A pembimbing
skripsi yang telah banyak meluangkan waktu di sela-sela kesibukan dalam
memberikan masukkan maupun nasihat dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama dibangku
kuliah.
5. Pihak Muamalat institute khususnya Mba Narti yang telah banyak membantu
dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam
penyusunan skripsi ini.
6. Rasa Ta’zim dan Terima Kasih yang mendalam kepada Ayahanda Sa’adi H.B.
dan Ibunda Mani atas dukungan moril dan materil, kesabaran, keikhlasan,
perhatian serta cinta dan kasih sayang yang tak pernah habis bahkan do’a
munajatnya yang tak henti-hentinya kepada ALLAH SWT, senantiasa agar
penulis mendapatkan kesuksesan dalam belajar dan bekerja, juga atas
perjuangan mereka yang telah mendidik dan mengajarkan arti kehidupan.
Penulis persembahkan skripsi ini.
7. Yang tercinta dan tersayang Suamiku Nurkhasan dan anakku Awaliyah Jauhar
Nafisah yang selalu memberikan motivasi, keceriaan, canda dan tawa yang
selalu menghiasi hari-hari penulis lebih bersemangat dan lebih hidup.
8. Untuk sahabat-sahabat Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah 2003 terutama
kelas D yang tercinta yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu dan
semoga hubungan persahabatan ini tidak akan terputus sampai kapan pun.
Semoga amal dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis dapat
diterima oleh Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Dengan segala kelemahan,
kekurangan dan kelebihan yang ada semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi setiap langkah kita Amiin.
Jakarta, 6 Februari 2008
Ria Juliyanti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ………………………………... iii
ABSTRAK …………………………………………………………………………. iv
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………………... v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….......... vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….... ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….. xiii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………......... 10
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………….. 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 11
E. Tinjauan Pustaka ………………………………………………….. 12
F. Variabel dan Indikator Variabel …………………………………... 16
G. Metodelogi Penelitian …………………………………………….. 17
H. Kerangka Pemikiran ……………………………………………… 19
I. Sistematika Penulisan ……………………………………………… 20
BAB II UKM DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
A. Pengertian Kebijakan …………………………………………….. 22
B. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah …………………………... 26
C. Jenis- Jenis Usaha Kecil dan Menengah ………………………….. 30
D. Kelemahan dan Keunggulan UKM ……………………………….. 32
E. Peranan UKM terhadap Pembangunan Nasional …………………. 35
F. Kebijakan Pemerintah terhadap UKM ……………………………. 36
G. Peranan Perbankan Syariah terhadap Pengembangan UKM …….. 45
H. Penghimpunan Dana Bank Syariah ………………………………. 48
I. Penyaluran Dana Bank Syariah …………………………………... 50
J. Mekanisme Bagi Hasil Bank Syariah …………………………….. 66
BAB III GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA
A. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Bank Muamalat Indonesia …. 71
B. Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia …………………………. 75
C. Prinsip Operasional Bank Muamalat Indonesia …………………... 76
D. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia …………………... 78
E. Tujuan Bank Muamalat Indonesia ………………………………... 83
F. Strategi Usaha Bank Muamalat Indonesia ………………………... 84
G. Produk dan Jasa Bank Muamalat Indonesia ……………………… 86
H. Prosedur dan Proses Pembiayaan .................................................... 91
I. Prosedur Pelaksanaan Pananaman Dana Mikro .............................. 96
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Jumlah Nasabah UKM 2003-2004 dan 2006-2007 ....................... 100
1. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Musyarakah ......... 100
2. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Mudharabah ........ 101
3. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Murabahah .......... 102
B. Dana Pihak ketiga Bank Muamalat Indonesia ............................. 103
C. Perkembangan Pembiayaan
1. Pembiayaan Total Bank Muamalat Indonesia 2003 – 2007 ..... 105
a. Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia... 105
b. Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia...107
c. Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia ....108
2. Pembiayaan UKM Bank Muamalat Indonesia 2003–2007 ...... 109
a. Pembiayaan Musyarakah UKM Bank Muamalat Indonesia...110
b. Pembiayaan Mudharabah UKM Bank Muamalat Indonesia..111
c. Pembiayaan Murabahah UKM Bank Muamalat Indonesia ... 113
D. Pendapatan Bank Muamalat Indonesia ………………………… 115
E. Proporsi Pembiayaan UKM dan Non UKM .................................. 117
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 124
B. Saran ...............................................................................................
129
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
130
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1 Proporsi Unit Usaha UKM Tahun 2005-2006 5
2. Gambar 2.1 Proses Pembuatan Kebijakan 25
3. Gambar 4.1 Jumlah Nasabah UKM Pembiayaan Musyarakah 101
4.. Gambar 4.2 Jumlah Nasabah UKM Pembiayaan Mudharabah 102
5. Gambar 4.3 Jumlah Nasabah UKM Pembiayaan Murabahah 103
6. Gambar 4.4 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia 104
7. Gambar 4.5 Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia
Januari Tahun 2003 – Desember 2007 106
8. Gambar 4.6 Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia
Januari Tahun 2003 – Desember 2007 107
9. Gambar 4.7 Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia
Januari Tahun 2003 – Desember 2007 108
10. Gambar 4.8 Pembiayaan Musyarakah UKM Januari 2003–Desember 2007 110
11. Gambar 4.9 Pembiayaan Mudharabah UKM Januari 2003-Desember 2007 112
12. Gambar 4.10 Pembiayaan Murabahah UKM Januari 2003–Desember 2007 114
13. Gambar 4.11 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia 116
14. Gambar 4.12 Proporsi Pembiayaan Musyakah UKM dan Non UKM
Januari 2003 – Desember 2007 119
15. Gambar 4.13 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Musyarakah BMI 119
16. Gambar 4.14 Proporsi Pembiayaan Mudharabah UKM dan Non UKM
Januari 2003 – Desember 2007 120
17. Gambar 4.15 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Mudharabah BMI 121
18. Gambar 4.16 Proporsi Pembiayaan Murabahah UKM dan Non UKM
Januari 2003 – Desember 2007 122
19. Gambar 4.17 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Murabahah BMI 122
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Jaringan Layanan Bank Muamalat Indonesia 75
1. Tabel 4.1 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia 104
2. Tabel 4.2 Pembiayaan rata-rata Musyarakah UKM Perbulan 111
3. Tabel 4.3 Pembiayaan rata-rata Mudharabah UKM Perbulan 113
4. Tabel 4.4 Pembiayaan rata-rata Murabahah UKM Perbulan 115
5. Tabel 4.5 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia 117
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap usaha yang dilakukan pada dasarnya mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan mengeluarkan biaya yang sekecil-kecilnya. Begitu pula
pada sektor perbankan, baik konvensional maupun Bank Syariah, yang dalam
melakukan kegiatan usahanya memerlukan dana, dan dana tersebut dioperasikan
dalam bentuk pembiayaan yang pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan.1
Pada umumnya pendapatan yang diperoleh dalam dunia perbankan berasal
dari hasil operasional dengan memanfaatkan dana yang ada dan tingkat suku bunga
pada bank konvensional, sedangkan pada Bank Syariah adalah tingkat margin bagi
hasil. Selisisih suku bunga atau margin bagi hasil yang diterima bank dari debitur dan
suku bunga atau margin bagi hasil yang harus dibayarkan bank kepada nasabah yang
dapat dijadikan sebagai patokan dari keuntungan.
Perbankan yang lebih dikenal dan mendominasi dunia perbankan sekarang
adalah perbankan konvensional. Sebagai lembaga yang merupakan produk kapitalis,
maka tentunya bank konvensional mempunyai tujuan yang semata-mata untuk
mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya, demi keuntungan pemilik atau
1 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1995), edisi IV, h. 88.
segelintir orang saja. Sedangkan Bank Syariah mempunyai prinsip yang berbeda
dengan bank konvensional. Perbedaan yang paling mendasar adalah pada bagaimana
memperoleh keuntungan, dimana pada bank konvensional dikenal dengan perangkat
bunga, sedang Bank Syariah melarang adanya bunga yaitu dengan menggunakan
prinsip bagi hasil.2
Jadi pelaksanaan aktivitas usaha pada Bank Syariah, didasarkan atas
kesetaraan, keadilan dan keterbukaan. Pembentukkan kemitraan dibentuk atas asas
yang saling menguntungkan, dan keuntungan yang didapat harus dengan cara halal.
Dan bagian yang terpenting lain adalah bank syariah harus mengeluarkan zakat guna
membantu mengembangkan lingkungan masyarakat.
Berbasis pada konsep yang disandangnya, tidaklah mengherankan bila
sistem keuangan dan perbankan Islam dapat diterima secara religius, khususnya oleh
komunitas muslim. Sebagai bank, kehadirannya tentunya diperuntukkan bagi
pelayanan berbagai macam jasa keuangan terhadap masyarakat. Akan tetapi, selain
fungsi khusus tersebut, institusi-institusi perbankan dan keuangan Islam, sebagaimana
aspek-aspek masyarakat Islam lainnya, diharapkan dapat memberikan kontribusi
secara pantas kepada pencapaian tujuan-tujuan sosial-ekonomi Islam yang utama.
Bank Syariah yang hadir sebagai representasi kebutuhan masyarakat
muslim dalam sektor keuangan, secara konseptual akan selalu mengacu pada upaya
meningkatkan kesejahteraan umat manusia secara utuh. Keberadaan Bank Syariah
2 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 34.
diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat multidimensional, bukan hanya
bersifat finansial.
Salah satu bentuk pertanggung jawaban sosial Bank Syariah adalah
memberikan pembiayaan terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Mengingat
UKM ini merupakan cerminan dari perekonomian rakyat, karena kelompok usaha ini
merupakan yang dominan, maka upaya peningkatan kesejahteraan kelompok ini,
secara langsung maupun tidak langsung, merupakan upaya penyejahteraan umat.
UU No. 9 Tahun 1995 mendefinisikan usaha kecil adalah sebagai
kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini. Sedangkan usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai
kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih
dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.
Salah satu regulasi yang dibuat pemerintah pada tanggal 23 Mei 1995
untuk UKM adalah pembebasan bea masuk sejumlah produk yang merupakan input
bagi perindustrian. Kebijakan ini mempunyai tujuan agar dunia usaha benar-benar
memanfaatkan peluang yang terbuka guna lebih mengembangkan usahanya terutama
meningkatkan pasar internasional dan mendorongnya peningkatan investasi.
PT Permodalan Nasional Madani (Persero) didirikan pada tanggal 1 Juni
1999, sebagai lembaga pembiayaan dan jasa manajemen khusus untuk membantu
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK). PNM
ditunjuk sebagai salah satu BUMN kordinator dalam penyalur 12 skim kredit
program eks KLBI yang sebelumnya dikelola oleh Bank Indonesia (BI). Selama
hampir lima tahun membantu pengembangan UMKMK, PNM telah membuktikan
bahwa pembiayaan terhadap rakyat miskin tidak harus merugi. Hal tersebut bisa
dilihat dari kinerja keuangan PNM dimana tingkat akumulasi laba sebelum pajak
mencapai Rp 200 miliar, dan laba setelah pajak hampir Rp 150 miliar. PNM juga
telah membayar pajak sebesar Rp 55 miliar dan deviden Rp 78 miliar. Total asset
PNM tahun 2003 hampir Rp 2 triliun, dengan tingkat ROI sebesar 16,8 % dan non
performing loan (NPL) hanya 2 %.3
Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tengah tahun 1997 sampai saat ini
belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Krisis ini juga telah mengakibatkan
kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit
karena bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya cicilan utang meningkat
sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan berfluktuasi
sektor perbankan juga ikut terpuruk ikut memperparah sektor industri dari sisi
permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena
tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian besar tetap bertahan,
bahkan cenderung bertambah.
Perkembangan jumlah UKM tahun 2005 adalah 47.102.744 unit dan pada
tahun 2006 mengalami kenaikan 3,88% yaitu 48.929.636, dengan proporsi unit usaha
3 Abdul Salim, “Upaya Meningkatkan Aksesibilitas UMKM Terhadap Perbankan”,
Republika, (Jakarta), 11 Desember 2003, h.5.
(1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 53,37% (2) perdagangan, hotel
dan restoran 27,19% (3) industri pengolahan 6.58% (4) jasa-jasa 6,06% (5)
pengangkutan dan komunikasi 5,52%. Berikut gambar proporsi unit usaha UKM.
1.1 Gambar Proporsi Unit Usaha UKM Tahun 2005 – 2006.
54%
27%
7%6% 6%
Pertanian,Peternakan,Kehutanan danperikananPerdagangan,Hotel danRestoran
IndustriPengolahan
Jasa-jasa
Pengangkutandan Komunikasi
Sumber: Departemen Koperasi dan UKM dan Badan Pusat Statistik tahun 2005 -
2006
Sumbangan UKM terhadap pembangunan nasional adalah kontribusi
UKM dalam pembentukkan PDB nasional. Pada tahun 2005 tercatat penciptaan PDB
nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.491.06 triliun atau 53,54% dari
total PDB. Sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 19,29% menjadi
Rp. 1.778075 triliun atau 53,28%. Dalam hal penyerapan tenaga kerja UKM juga
memberikan kontribusi yang besar pada tahun 2005 penyerapan tenaga kerja UKM
sebesar 83.233.793 orang atau 96,28% dari total penyerapan tenaga kerja nasional,
sedang pada tahun 2006 terjadi peningkatan kembali yaitu 2,62% menjadi 85.416.493
atau 96,18%.4
Meski UKM mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan
nasional, dalam menjalankan usahanya UKM selalu mempunyai kendala. Kategori
permasalahan UKM adalah5: (1) Permasalahan bersifat klasik dan mendasar UKM,
antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hokum yang umumnya non
formal, SDM, pengembangan produk dan akses pemasaran (2) permasalan lanjutan,
antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya
pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permalahan
hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang
berlaku di Negara tujuan ekspor (3) permasalahan antara (intermediate problems),
yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar
mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut
antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam
kewirausahaan.
Kebijakan secara makro yang dilakukan Departemen Koperasi dan UKM
secara umum dalam hal pemberdayaan Koperasi dan UMKM diarahkan terutama
untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan yaitu: (1) peningkatan
4 Departemen Koperasi dan UKM dan Badan Pusat Statistik Tentang Statistik UKM 2005 – 2006.
5 Andang Setyobudi, “Peran Serta Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM)”, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, volume 5, nomor 2, Agustus 2007.
kesempatan kerja, investasi, dan ekspor; dan (2) upaya penanggulangan kemiskinan.
Dalam rangka upaya peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor,
kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM difokuskan kepada peningkatan
produktivitas dan akses UKM kepada sumberdaya produktif. Arah kebijakan yang
penting adalah mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi UMKM,
dengan: (1) menyelesaikan RUU tentang UMKM dan koperasi serta penyusunan
peraturan pelaksanaannya, menyederhanakan proses perijinan usaha, dan
melancarkan formalisasi usaha; (2) pemantauan dampak kebijakan dan regulasi
sektor dan daerah terhadap perkembangan UMKM; (3) mengurangi biaya transaksi
dengan menghapus biaya-biaya pungutan yang tidak wajar dan menghambat; dan (4)
memberikan jasa bantuan advokasi terhadap praktek-praktek usaha curang. Dalam
kaitannya dengan peningkatan akses UMKM kepada sumberdaya produktif, arah
kebijakan meliputi: (1) meningkatkan akses modal UMKM kepada lembaga
keuangan dengan menyediakan skim penjaminan kredit, khususnya kredit investasi
produktif di sektor agribisnis dan industri dalam rangka meningkatkan kapasitas
produksi, nilai tambah dan ekonomi daerah; (2) meningkatkan fasilitas pemasaran
dan promosi ekspor produk-produk UKM dan koperasi; (3) meningkatkan akses
teknologi dengan menyediakan fasilitas layanan teknologi, baik oleh pemerintah
maupun partisipasi dunia usaha, dan percontohan usaha berbasis teknologi. Di
samping itu, pemberdayaan koperasi dan UKM juga sekaligus diarahkan untuk
mendorong kesempatan kerja yang lebih luas termasuk melalui penumbuhan
wirausaha baru.
Dalam rangka upaya peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan
ekspor, kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM difokuskan kepada
peningkatan produktivitas dan akses UKM kepada sumberdaya produktif. Arah
kebijakan yang penting adalah mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif
bagi UMKM, dengan: (1) menyelesaikan RUU tentang UMKM dan koperasi serta
penyusunan peraturan pelaksanaannya, menyederhanakan proses perijinan usaha, dan
melancarkan formalisasi usaha; (2) pemantauan dampak kebijakan dan regulasi
sektor dan daerah terhadap perkembangan UMKM; (3) mengurangi biaya transaksi
dengan menghapus biaya-biaya pungutan yang tidak wajar dan menghambat; dan (4)
memberikan jasa bantuan advokasi terhadap praktek-praktek usaha curang. Dalam
kaitannya dengan peningkatan akses UMKM kepada sumberdaya produktif, arah
kebijakan meliputi: (1) meningkatkan akses modal UMKM kepada lembaga
keuangan dengan menyediakan skim penjaminan kredit, khususnya kredit investasi
produktif di sektor agribisnis dan industri dalam rangka meningkatkan kapasitas
produksi, nilai tambah dan ekonomi daerah; (2) meningkatkan fasilitas pemasaran
dan promosi ekspor produk-produk UKM dan koperasi; (3) meningkatkan akses
teknologi dengan menyediakan fasilitas layanan teknologi, baik oleh pemerintah
maupun partisipasi dunia usaha, dan percontohan usaha berbasis teknologi. Di
samping itu, pemberdayaan koperasi dan UKM juga sekaligus diarahkan untuk
mendorong kesempatan kerja yang lebih luas termasuk melalui penumbuhan
wirausaha baru.
Sekalipun secara konseptual Bank Syariah mempunyai berbagai tujuan
yang sangat mulia, tetapi dalam prakteknya kondisi ideal masih sulit untuk tercapai.
Saleh Kamel, seorang penerima IDB Award pernah melontarkan beberapa kritik
terhadap perbankan Islam. Salah satu kritiknya menyatakan ketidakmampuan Bank
Islam untuk melepaskan diri dari jebakan-jebakan bank-bank konvensional.
Menurutnya, operasi pembiayaan Bank Syariah terutama terbatas pada cara-cara
pembiayaan sekunder untuk membiayai perdagangan jangka pendek dan operasi
penyewaan untuk perusahaan-perusahaan berskala besar dan sudah mapan.
Tampaknya Bank Islam kurang memainkan peranan yang signifikan di dalam
pembiayaan bisnis skala kecil dan menengah, sebagai ciri utama yang harus
dikedepankan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.6
Pernyataan Saleh Kamel tersebut merupakan pernyataan yang universal
oleh karena itu, hal tersebut menjadi persoalan menarik untuk diteliti, agar dapat
diketahui apakah hal tersebut juga berlaku dalam praktek pembiayaan Bank Syariah
di Indonesia.
Dari pemaparan latar belakang diatas penulis merasa perlu untuk
melakukan penelitian kebijakan Bank Syariah dalam pembiayaan kepada UKM, yang
dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah Bank Muamalat Indonesia Pusat.
6 Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h.232.
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini terdiri dari sebagai berikut:
1. Kebijakan pemerintah tentang UKM.
2. Ruang lingkup usaha kecil dan menengah.
3. Peranan perbankan terhadap UKM.
4. Pembiayaan UKM BMI tahun 2003-2007.
5. Pendapatan BMI tahun 2003-2007.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas
yaitu:
1. Kebijakan Bank Muamalat Indonesia yang akan dibahas dibatasi hanya pada
kebijakan dalam hal pemberiaan pembiayaan kepada UKM.
2. Objek penelitian dalam riset ini adalah Bank Muamalat Indonesia Pusat.
3. Pembiayaan yang akan dibahas hanya pembiayaan UKM dengan jenis
pembiayaan Musyarakah, Mudharabah dan Murabahah yang dilakukan
Bank Muamalat Indonesia.
4. UKM terdiri atas Usaha Kecil dan Usaha Menengah, yang masing-masing
mempunyai kriteria berbeda. Usaha Kecil merupakan kegiatan ekonomi
rakyat berskala kecil dengan mempunyai kekayaan bersih maksimal Rp
200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha. Usaha Menengah merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang
mempunyai kekayaan bersih lebih dari Rp 200 juta sampai dengan Rp 10
milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
5. Data komposisi pembiayaan UKM yang di gunakan adalah komposisi
pembiayaan UKM tahun 2003-2004 dan 2006-2007. Untuk tahun 2005 tidak
digunakan dalam penelitian, karena data komposisi pembiayaan UKM 2005
tidak tersedia.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis
merumuskan masalah dalam skripsi ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Porsi pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank
Muamalat Indonesia ?
2. Bagaimana pertumbuhan pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank
Muamalat Indonesia ?
3. Bagaimana kebijakan Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaan kepada
UKM ?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
Mengetahui porsi pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank Muamalat
Indonesia.
Mengetahui pertumbuhan pembiayaan untuk UKM yang diberikan oleh Bank
Muamalat Indonesia.
Mengetahui kebijakan Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaan kepada
UKM.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi dan kontribusi bagi kalangan intelektual, tokoh
masyarakat atau ulama, pelajar, praktisi, akademisi, institusi pendidikan
Islam, dan masyarakat muslim pada umumnya yang konsen terhadap
Perbankan Syariah.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi input bagi kantor pusat Bank
Indonesia atau Bank Syariah lainnya yang terkait dengan pengembangan bank
syariah khususnya di Bank Muamalat Indonesia.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Bank Indonesia atau Bank Muamalat
Indonesia Pusat dalam mengambil kebijakan dalam pembiayaan kepada
UKM.
E. Tinjauan Pustaka
Persoalan tentang UKM telah diteliti oleh sejumlah Peneliti, setidaknya
terdapat empat penelitian yang dapat dijadikan sebagai fokus tinjauan pustaka,
berkenaan dengan topik yang dipilih penulis dalam penelitian ini.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2004), yang bertajuk
Peranan Bank Syariah Mandiri dalam Meningkatkan Pembiayaan Usaha Kecil
Menengah, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan BSM
dalam meningkatkan pembiayaan usaha kecil menengah yaitu menetapkan proyeksi
portofolio pembiayaan untuk UMKM, membentuk unit khusus yang menangani
pembiayaan bagi pengusaha mikro, menjalin usaha kerjasama dengan lembaga-
lembaga lain sebagai mitra baik lembaga negara atau swasta dan menjalin kerjasama
dengan lembaga penjamin pembiayaan sebagai alternatif solusi bagi usaha kecil yang
layak dibiayai oleh BSM.
Hasil penelitian tersebut juga menggambarkan bahwa peranan BSM
dilihat dari jumlah pembiayaan yang diberikan untuk sektor UKM periode tahun
2001-2003 yaitu pada tahun 2001 pembiayaan yang diberikan untuk sektor UKM
sebesar Rp 399.701 juta mengalami peningkatan pada tahun 2002 sebesar Rp.
699.519 juta dan sepanjang tahun 2003, pembiayaan yang diberikan kepada
kelompok ini sebesar Rp. 1.126.230 juta. Tahun 2001 ketahun 2002 terjadi kenaikan
sebesar 75% sedangkan pada tahun 2002 ketahun 2003 juga mengalami peningkatan
sebesar 61% .
Kedua, penelitian yang dilakukan Ferliatim Julianto (2006) yang berjudul
Peran PT. Permodalan Nasional Madani/PNM (persero) Dalam Pembiayaan Usaha
Kecil Menengah (UKM) Melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Penelitian ini
menghasilkan temuan bahwa lembaga keuangan konvensional, sebagai lembaga
intermediary kurang memberikan solusi bagi UKM, khususnya usaha kecil, yang
kadang kala tidak mau repot dengan prosedur-prosedur permohonan kredit tersebut
yang birokratif, dan merasa keberatan dengan beban suku bunga yang tidak menentu,
selain itu lembaga keuangan syariah mengambil peranan penting sebagai lembaga
alternatif yang menyediakan pembiayaan dengan prosedur yang relatif mudah, serta
tidak membebankan pengusaha dengan tingkat suku bunga tertentu, melainkan
dengan sistem bagi hasil (profit-sharing), namun lembaga keuangan ini mempunyai
permasalahan yang krusial yaitu keterbatasannya dana untuk disalurkan dan sumber
daya manusia yang kurang kompeten. PT. Permodalan Nasional Madani hadir sesuai
dengan visi dan misinya melakukan usaha-usaha untuk membantu mengembangkan
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK) secara terpadu, baik melalui
pendanaan (pembiayaan dan penyertaan) maupun pembinaan (jasa manajemen dan
bantuan teknologi). Namun dalam melaksanakan misinya PNM tidak berhubungan
lansung dengan UMKMK tetapi melaui lembaga keuangan lain yang ditunjuk baik
Bank Umum, BPR/S, KSP/USP, BMT dan lembaga lainnya.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Siti Marwiyah (2004), yang
bertema Fungsi BMT Dalam Meningkatkan UKM (Studi Kasus Pada BMT Masjid Al-
Azhar Pasar Minggu). Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa BMT Masjid Al-
Azhar telah berperan dalam menjaga kelangsungan hidup UKM yang menjadi
nasabahnya. Kontribusi ini diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan pinjaman
tambahan modal dengan sistem bagi hasil mudharabah dan murabahah, sampai tahun
2004 penerima bantuan pinjaman tambahan modal sudah mencapai 142 / tahun.
UKM yang diberikan bantuan pinjaman tambahan modal mayoritas bergerak pada
sektor perdagangan. Selain itu pemberian bantuan pinjaman tambahan modal ini telah
meningkatkan asset nasabah UKM BMT Masjid Al- Azhar jika dibandingkan dengan
sebelum memperoleh pinjaman dengan peningkatan profit yang diperoleh
perbulannya. Akan tetapi kendala yang dialami oleh BMT Masjid Al- Azhar dalam
upaya pembinaan UKM ternyata belum memiliki badan dan program pembinaan dan
pengawasan secara formal. Hal ini mengakibatkan ketidak pahaman nasabah tentang
sistem keuangan syariah dan prinsip bagi hasil. Penelitian ini memang memberikan
informasi bahwa sebuah BMT mempunyai peran dalam membantu dan
mengembangkan UKM.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Lilis Sali Satunnisa (2004), yang
bertajuk BMT Sebagai Mitra Pengusaha Kecil dan Menengah ( Studi Kasus pada
BMT Fajar Shiddiq Jakarta). Dalam penelitiannya memberikan informasi bahwa
keberadaan BMT fajar Shiddiq di pasar regional Tanah Abang sangat membantu para
PKM di sekitarnya, khususnya dalam bidang permodalan, produk yang banyak
digunakan adalah produk jual-beli dan anjak piutang ( mudharabah, murabahah dan
kafalah). Penelitian ini juga memberikan informasi bahwa peranan BMT terhadap
UKM mempunyai peranan yang besar sebagai mitra pengusaha kecil dan menengah.
Dari uraian tinjauan ke pustakaan diatas jelaslah bahwa masalah kebijakan
bank dalam memberikan pembiayaan kepada UKM belum pernah dijadikan faktor
penelitian-penelitian yang pernah ada selama ini. Sehingga peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian pada masalah ini.
F. Variabel dan Indikator Variabel
Variabel Sub Variabel Indikator
Musyarakah 1. Jumlah UKM yang diberikan pembiayaan
semakin meningkat
Mudharabah 2. Jumlah pembiayaan yang dikeluarkan untuk
UKM meningkat
Pembiayaan UKM
Murabahah 3. Proporsi Pembiayaan UKM meningkat 1. Jumlah keuntungan BMI meningkat 2. Jaringan BMI meningkat Pendapatan BMI
Musyarakah, Mudharabah
dan Muarabahah 3. Asset BMI meningkat
Suatu komite untuk pengembangan ekonomi (Committee of Economic
Development) mengajukan konsep tentang usaha kecil-menengah dengan lebih
menekankan pada kualitas dari pada kriteria kuantitatif untuk membedakan
perusahaan usaha kecil-menengah dan besar. Ada 4 aspek yang dapat dipergunakan
dalam konsep usaha kecil-menengah tersebut menurut Gaedeke dan Tootelian yaitu,
pertama ialah kepemilikan, kedua operasinya terbatas pada lingkungan atau
kumpulan pemodal, ketiga wilayah operasinya terbatas pada lingkungan sekitarnya,
meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya, keempat adalah ukuran dari
perusahaan dalam industri bersangkutan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan
lainnya dalam bidang usaha yang sama. Ukuran yang dimaksud bisa jumlah pekerja
atau satuan lainnya yang signifikan.7
Lembaga keuangan syariah dalam operasionalnya menggunakan beberapa
prinsip khusus. Prinsip-prinsip itu kemudian digunakan dalam bentuk pembiayaan
7 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil/ Menengah &
Koperasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Cet. II h.15.
dan pengerahan dana, diantaranya adalah prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip
sewa, dan prinsip jasa.8
G. Metodelogi Penelitian Dan Teknik Penulisan
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
metode penelitian sebagai berikut:
1. Dilihat dari datanya penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dan
dilihat dari segi tujuannya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu
menggambarkan dan menguraikan mengenai suatu keadaan atau masalah
sesuai dengan gejala-gejala yang ada. Ditinjau dari segi pendekatan waktu
penelitian berbentuk survey, penulis mengambil objek yang sama, yaitu
pembiayaan musyarakah, mudharaba dan murabahah dengan waktu yang
berbeda, yaitu dari tahun 2003-2007.
2. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer dari data bulanan pembiayaan musyarakah, mudharabah dan
murabahah dan laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia tahun 2003-
2007. Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa referensi pendukung
dalam penelitian ini.
3. Teknik pengumpulan data terdiri dari:
8 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.
83.
a. Studi Kepustakaan (Library Research) dengan mengkaji data-data yang
diperoleh dari buku-buku, bahan referensi, artikel, brosur dan bahan
bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research) merupakan riset yang dilakukan
dengan cara mendatangi perusahaan yang menjadi objek penelitian yaitu
Bank Muamalat Indonesia untuk melakukan observasi, interview dengan
jajaran unit kerja perusahaan yang menjadi objek penelitian.
c. Studi Dokumenter, yakni pengumpulan data dokumentasi tentang Bank
Muamalat Indonesia, yang diambil dari dokumen-dokumen Bank
Muamalat Indonesia.
4. Teknik Pengolahan data, dalam peneltian ini menggunakan data kualitatif dan
data kuantitatif. Dalam pengolahannya hampir sama dengan data kualitatif,
mengedit data kemudian mengkategorisasikan/ mengklasifikasikan data sesuai
dengan masalah/ tema yang sedang dibahas. Data kualitatif pengolahan
datanya dilakukan dengan mentranskip hasil wawancara, mengedit data
kemudian mengkategorisasikan/ mengklasifikasikan data sesuai dengan
masalah/ tema yang sedang dibahas.
5. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap. Tahapan pertama
dengan menggunakan analisis domein yaitu menganalisis hasil observasi/
pengamatan dan hasil wawancara terfokus terhadap Bank Muamalat
Indonesia. Tahap kedua analisis taksonomi yaitu menganalisis hasil observasi/
pengamatan dan hasil wawancara dengan manager pembiayaan Bank
Muamalat Indonesia artinya data tersebut dianalisis berdasarkan
pengelompokkan data sesuai dengan tema/ masalah yang sedang dibahas.
Tahap ketiga analisis komponen yaitu analisis data berdasarkan unsur-unsur
atau bagian dari hasil pengamatan/ observasi dan wawancara dengan manager
pembiayaan BMI. Dan yang terakhir, analisis tema yaitu analisis data hasil
dari analisis komponen disesuaikan dan diarahkan sesuai dengan tema skripsi
yang sedang dibahas. Sedangkan analisi data kuantitatif dengan berpatokkan
pada laporan keuangan dan outstanding pembiayaan yang diberikan BMI.
Dalam teknik penulisan penulis berpedoman kepada kaidah-kaidah
penulisan karya ilmiah pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi
yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
cetakan pertama, 2007.
H. Kerangka Pemikiran
Analisis dilakukan dengan melihat bagaimanakah Bank Muamalat
Indonesia dalam memberikan pembiayaan terhadap UKM. Untuk keperluan tersebut
akan dianalisis mengenai komposisi pembiayaan Bank Muamalat Indonesia terhadap
UKM, dan pertumbuhan untuk UKM.
Analisis tersebut dapat digambarkan dalam framework sebagai berikut :
Pertumbuhan Proporsi Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan Musyarakah
UKM Total
Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan Mudharabah
UKM Total
Pembiayaan Murabahah Pembiayaan Murabahah
UKM Total
Dengan melihat pertumbuhan dan proporsi Variabel pembiayaan, maka akan tercermin seberapa besar peningkatan pembiayaan untuk UKM dari waktu ke waktu, dan porsi pembiayaan UKM. Kedua hal ini dapat dijadikan indikator, seberapa besar keberpihakan Bank Muamalat Indonesia terhadap UKM.
I. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, variabel dan indikator variabel, metodelogi penelitian,
kerangka pemikiran dan sistematika penelitian.
BAB II : UKM DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH
Bab ini terdiri atas teori-teori yang berkaitan dengan: pengertian usaha
kecil dan menengah, jenis-jenis UKM, kelemahan dan keunggulan
UKM, peranan UKM terhadap pembangunan nasional, peranan
perbankan syariah terhadap pengembangan UKM, kebijakan terhadap
UKM meliputi: Kebijakan Pemerintah, Bank Indonesia dan bank
Muamalat Indonesia, penghimpunan dana bank syariah, penyaluran
dana bank syariah, mekanisme bagi hasil bank syariah.
BAB III : GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA
Membahas mengenai gambaran umum Bank Muamalat Indonesia
yang meliputi: sejarah berdiri dan perkembangannya, visi dan misi,
prinsip operasional, struktur organisasi, tujuan Bank Muamalat
Indonesia, strategi usaha, produk dan jasa, prosedur dan prosess
pembiayaan UKM dan prosedur penanaman dana mikro.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Membahas mengenai Jumlah Nasabah UKM 2003-2004 dan 2006-
2007, Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia, Perkembangan
Pembiayaan 2003-2007, Pendapatan Bank Muamalat Indonesia, dan
Proporsi Pembiayaan UKM dan Non UKM.
BAB V : PENUTUP
Bab ini terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kebijakan
Pengertian kebijakan ada beberapa, di bawah ini akan dibahas beberapa
pengertian kebijakan:
Kebijakan adalah jalan atau cara bagi lembaga yang berperan sebagai pemegang
kewenangan publik (dalam hal ini pemerintah) untuk mengatasi suatu permasalahan
atau sekelompok permasalahan yang saling berhubungan (Pal, 1992).
Kebijakan adalah cara atau jalan yang dipilih pemerintah untuk mendukung suatu
aspek dari ekonomi termasuk sasaran yang pemerintah cari untuk mencapainya dan
pemilihan metoda untuk mencapai tujuan dan sasaran itu (Elis, 1994).
Kebijakan adalah tindakan apapun yang dipilih pemerintah perlu untuk dilakukan
(Dya, 1984).
Kebijakan adalah kegiatan yang dipilih secara sengaja oleh aktor tertentu atau
sekelompok actor dalam mengatasi suatu masalah. Kebijakan publik adalah
kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah dan pejabatnya (Anderson, 1984).
Dari berbagai definisi kebijakan baik yang sederhana maupun yang
kompleks di atas kita bisa menghimpun unsur-unsur utama dalam kebijakan.
Kebijakan bukan hanya apa yang tertulis dalam peraturan dan perundang-undangan.
Kebijakan merupakan refleksi dari struktur dan fungsi pemerintahan yang
mengaturnya. Peraturan, perundang-undangan dan ketetapan berisi pembatasan-
pembatasan, hak dan kewajiban serta pengaturan lainnya yang mengikat.
Kebijakan adalah kendaraan pemerintah untuk berbuat yang baik bagi
rakyatnya. Karena itu kebijakan adalah untuk kepentingan umum (publik). Kebijakan
dapat dinyatakan dalam berbagai 1) instrumen legal (hukum) seperti peraturan
perundangan atau 2) instrumen ekonomi seperti kebijakan fiskal, pajak, subsidi,
harga, kebijakan keuangan, moneter dan finansial; atau 3) petunjuk dan arahan atau
instruksi dan perintah; 4) pernyataan politik semata (political statement); dan 5)
kebijakan dapat dituangkan dalam garis-garis besar arah pembangunan, strategi,
rencana, program dan kemudian dapat diterjemahkan ke dalam proyek dan rencana
anggaran tertentu.9
Dari berbagai definisi di atas, beberapa elemen penting dari kebijakan yaitu:
o Masalah yang akan diatasi dengan kebijakan
o Cara untuk mengatasi masalah tersebut
o Tujuan yang akan dicapai
o Kepentingan yang diinginkan
o Aktor yang akan melakukannya
o Instrumen atau perangkat untuk melaksanakan kebijakan
9 Tony Djogi, dkk, Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri, (Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF), 2003), h. 8-9
o Aturan untuk menggunakan instrumen tersebut
Instrumentasi kebijakan
Kebijakan hanya akan menjadi kebijakan atau cita-cita semata kalau tidak
dapat dilaksanakan. Untuk dapat diterapkan, kebijakan memerlukan instrumen atau
perangkat dan alat kebijakan (policy instruments). Instrumen diterjemahkan kembali
sebagai strategi, program, proyek, petunjuk teknis pelaksanaannya di lapangan,
maupun metoda, alat dan teknik analisis untuk evaluasi dan pemantauan atas
kebijakan yang diterapkan. Misalnya dalam bidang ekonomi, instrumen kebijakan
dapat berupa subsidi, pajak, harga, tarif, retribusi dan sebagainya. Instrumen-
instrumen ini disebut sebagai instrumen ekonomi.
Proses pembuatan kebijakan
Di dalam proses pembuatan kebijakan salah satu aktivitas atau proses
yang sering diabaikan adalah sosialisasi dan institusionalisasi kebijakan. Sosialisasi
dan institusionalisasi kebijakan sering menjadi persoalan serius. Ada kebijakan yang
sudah dibuat beberapa tahun sebelumnya tetapi ada daerah dan masyarakat yang
sama sekali tidak pernah tahu bahkan sampai kebijakan tersebut dicabut kembali dan
diganti dengan kebijakan yang baru. Sering terjadi masyarakat terkejut dengan
kebijakan yang dibuat terutama jika kebijakan terebut dianggap merugikan
masyarakat.
Sosialisasi kebijakan adalah suatu upaya untuk menyebarluaskan
informasi kebijakan yang tengah atau telah dibuat. Artinya sebelum kebijakan
tersebut diputuskan atau dikeluarkan secara resmi, masyarakat perlu tahu sehingga
bias memberikan tanggapan atau reaksi yang bisa digunakan sebagai umpan balik
atau masukkan bagi proses pembuatan kebijakan yang lebih transparan dan
partisipatif. Memang tidak semua orang bisa dipuaskan dengan kebijakan dan pasti
ada pihak yang menerima dan ada yang keberatan tetapi yang paling utama adalah
bahwa kepentingan publik umum diakomodasi dalam kebijakan.
Institusionalisasi kebijakan adalah suatu proses yang diarahkan untuk
membuat kebijakan tertentu mengakar dan melembaga di dalam organisasi dan
kehidupan masyarakat. Proses ini biasanya memakan waktu yang agak panjang.
Suatu kebijakan akan mengakar dengan baik jika bermanfaat atau mengakomodasi
kepentingan umum, menghasilkan proses perubahan yang diinginkan, mengatasi
masalah bersama dan akhirnya diterima secara luas walaupun kebijakan itu sendiri
sudah tidak perlu dipersoalkan tertulis atau tidak.10
Gambar 2.1 Proses Pembuatan Kebijakan
Perumusan Kebijakan
Penyusunan Pengambilan Agenda Keputusan
Konteks: - Sejarah
- Bio-fisik - Sosial dan Politik
- Institusi - Teknologi - Ekonomi
Perumusan Pelaksanaan
10 Ibid., h. 13
Masalah (Implementasi) Analisis
Dampak B. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
Pengertian Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala
kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
1 milyar.11
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan Usaha Kecil sebagai usaha
skala kecil yang difokuskan pada industri manufaktur dengan menggunakan kriteria
serapan tenaga kerja. Berdasarkan kriteria BPS itu, industri skala kecil dicatat sebagai
suatu perusahaan manufaktur, yang memperkerjakan tenaga kerja antara 5-19
orang.12
Definisi yang berbeda diberikan oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan yang membagi Usaha Kecil menjadi dua kelompok, yaitu industri kecil
dan perdagangan kecil. Industri kecil adalah usaha yang memiliki investasi peralatan
di bawah Rp 70 juta dan investasi pertenaga kerja maksimal Rp 625 ribu, jumlah
pekerja di bawah 20 orang, serta asset perusahaan tidak lebih dari Rp 100 juta.
Sementara itu perdagangan kecil digolongkan sebagai perusahaan yang bergerak
dibidang perdagangan atau jasa komersial yang memiliki modal kurang dari Rp 80
11 Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), h.10. 12 Marzuki Usman, Kiat Sukses pengusaha kecil, (Jakarta: Jurnal Keuangan dan Moneter dan Institut banker Indonesia, 1998), h.1.
juta, dan perusahaan yang bergerak di bidang usaha produksi atau industri yang
memiliki modal maksimal Rp 200 juta.13
Berdasarkan dari Surat Edaran BI No. 26/ 1/ UKK tanggal 29 Mei 1993
perihal kredit usaha kecil, Usaha Kecil didefinisikan:14 “Yang dimaksud dengan
Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki total asset maksimum Rp 600 juta, tidak
termasuk tanah dan rumah yang ditempati”.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Usaha Kecil
didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
Adapun kriteria Usaha Kecil menurut Undang-Undang tersebut adalah:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah);
c. Milik Warga Negara Indonesia
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;
13 Gunawan Sumodinigrat, Perlu Lembaga Keuangan Kerakyatan, Media KUK No. 15, (Jakarta, 1996), h.41. 14 Indra Ismawan, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan Kecil Menengah, (Jakarta: Grasindo, 2001), h.3
e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi;
Sedangkan Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai
kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih
dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil. Dalam INPRES No.10 tahun 1999
mendefinisikan Usaha Menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan
bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai maksimal Rp 10 milyar (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha).
Adapun kriteria Usaha Menengah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Di samping itu sesuai ketentuan butir empat Inpres No.10/1999 tetang usaha
menengah, para menteri sesuai dengan ruang lingkup tugas, kewenangan, dan
tanggung jawab masing-masing dapat menetapkan kriteria usaha menengah
sesuai dengan karakteristik sektornya dengan ketentuan kekayaan bersih
paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
c. Milik Warga Negara Indonesia
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Besar
e. Bentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum
dan atau badan usaha yang berbadan hukum.
Kriteria umum UKM dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap
sama, yaitu sebagai berikut:15
1. Struktur organisasi yang sangat sederhana.
2. Tanpa staff yang berlebihan.
3. Bagian kerja yang “kendur”.
4. Memiliki hirarki manajerial yang pendek.
5. Aktivitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan.
6. kurang membedakan asset pribadi dari asset perusahaan
Dari hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Manajemen FE UI tahun
1987 dapat dirumuskan profil Usaha Kecil di Indonesia sebagai berikut:16
1. Hampir setengah dari perusahaan kecil hanya mempergunakan kapasitas 60%
atau kurang.
2. Lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan dari
usaha kecil-kecilan.
3. Usaha menurun karena: kurang modal, kurang mampu memasarkan, kurang
keterampilan teknis, dan administrasi.
4. Mengharapkan bantuan pemerintah berupa modal, pemasaran, dan pengadaan
barang.
15 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil/ Menengah & Koperasi, Cet. II,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.15. 16 Ibid., h.22-23.
5. 60% menggunakan teknologi tradisional.
6. 70% melakukan pemasaran langsung ke konsumen.
7. Untuk memperoleh bantuan perbankan, dokumen-dokumen yang harus
disiapkan dipandang terlalu rumit.
C. Jenis-Jenis Usaha Kecil dan Menengah
Menurut Drs. Soetrisno P.H. jenis Usaha Kecil dan Menengah dilihat dari
berbagai bentuknya menerangkan bahwa struktur ekonomi Indonesia dari segi
kelembagaan ekonomi sektoral berdasarkan yuridis konstitusional yaitu pasal 33 dan
34 terdiri dari sektor ekonomi yaitu:17
1. Sektor Koperasi
2. Sektor Negara
3. Sektor Swasta, anatara lain :
a. Perseroan Terbatas
b. Perseroan Komanditer
c. Firma
d. Usaha Perorangan
e. Perusahaan Internasional
Berdasarkan bentuk produksinya, terbagi atas :
1. Perusahaan Industri
2. Perusahaan Niaga 17 Edillius, et all., Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.12.
3. Perusahaan Agraris
4. Perusahaan Jasa
5. Perusahaan Ekstartif
6. Perusahaan Kredit
Pembagian perusahaan berdasarkan tanggung jawab. Yaitu tanggung
jawab pemilik terhadap hutang-hutang perusahaan, maka perusahaan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :18
1. Perusahaan dengan pemilik yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
hutang perusahaan. Yang termasuk ke dalam bentuk ini adalah perusahaan
perseorangan dan firma.
2. Perusahaan dengan pemilik yang tidak bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap hutang perusahaan. Yang termasuk ke dalam bentuk perusahaan ini
adalah Perseroan Terbatas.
Sedangkan berdasarkan laporan kelompok pakar Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) APEC- di mana Indonesia menjadi motornya telah diidentifikasi
empat kelompok UKM dilingkungan APEC, yaitu :
1. Kelompok A
UKM yang telah memasuki pasar global. Kelompok usaha ini telah
menjadi subkontrak dari perusahaan multinasional terutama disektor otomotif dan
elektrik. Jumlahnya sekitar 3-4 % dari seluruh UKM.
18 Hasan Amin AA.D., Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan, (Jakarta: Pradnya Paratama, 1976), h.17.
2. Kelompok B
UKM yang telah memasuki pasar Internasional. Kelompok UKM ini sudah
mengekspor, tetapi atas dasar pesanan luar negeri dan bukan atas upaya pemasaran
yang agresif, berbeda dengan kelompok A, kelompok B tidak Continue. Jumlah
mereka sekitar 5-7%. Di Indonesia kelompok ini banyak terdapat di Bali dimana para
importir asing (yang datang sebagai turis) telah melaksanakan order bisnis yang
cukup lumayan. Bahkan produk yang diekspornya bukan dari Jawa Tengah dan Jawa
Barat.
3. Kelompok C
UKM yang belum pernah melakukan transaksi luar negeri, tetapi memiliki
potensi yang besar. Jumlahnya sekitar 30%
4. Kelompok D
UKM yang memang tidak ada orientasi ke pasar luar negeri. Mayoritas
UKM Indonesia berada dikelompok ini dan jumlah mereka sekitar 60 %.
D. Kelemahan dan Keunggulan UKM
Dalam perkembangannya di Indonesia, UKM menjumpai banyak
hambatan atau kendala yang dihadapi dalam beberapa aspek yang berkaitan langsung
dengan kegiatan usahanya. Adapun hambatan-hambatan tersebut antara lain:19
1. Keterbatasan Pemasaran
19 Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia, Beberapa Isu Penting, Edisi I, (Jakarta: Salemba, 2002), h. 73-81.
Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi
perkembangan UKM. Salah satu yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum
dihadapi oleh UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari
produk-produk serupa buatan Usaha Besar (UB) maupun di pasar ekspor.
Selain keterbatasan informasi bagi Usaha Kecil dan Menengah mereka
juga mengalami kekurangan modal dan SDM dalam melakukan usaha. Di samping
itu juga karena daerah mereka yang relatif terisolir dari pusat-pusat informasi,
komunikasi dan transportasi UKM juga mengalami kesulitan untuk memenuhi
standar-standar internasional yang berkaitan dengan produksi dan perdagangan.
2. Keterbatasan Finansial
UKM di Indonesia mengalami dua masalah utama dalam aspek finansial,
yaitu pada mobilisasi modal awal (start-up capital) dan akses kemodal kerja dan
finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan
output jangka panjang. Hal ini disebabkan lokasi bank terlalu jauh bagi banyak
pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolir, persyaratan terlalu berat,
urusan administrasi terlalu bertele-tele, dan kurang informasi mengenai skim-skim
perkreditan yang ada dan prosedurnya.
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia
Masalah SDM juga menjadi masalah bagi UKM di Indonesia, terutama
dalam aspek enterprenurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk,
engineering desaign, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing,
teknik pemasaran dan penelitian pasar. Keterbatasan SDM merupakan salah satu
ancaman serius bagi UKM Indonesia untuk dapat bersaing baik di pasar domestik
maupun di pasar internasional.
4. Keterbatasan Bahan Baku
Keterbatasan bahan baku menjadi masalah yang crusial bagi pertumbuhan
output atau kelangsungan produksi bagi banyak UKM di Indonesia.
5. Keterbatasan Teknologi
Umumnya UKM di Indonesia masih menggunakan teknologi lama/
tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya
manual, keterbelakangan teknologi tidak hanya membuat total faktor rendah,
productivity dan efesiensi di dalam proses produksi, tetapi juga kwalitas produk yang
dibuat rendah.
Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti keterbatasan
modal investasi, informasi mengenai teknologi atau alat-alat produksi yang baru serta
keterbatasan SDM yang dimiliki oleh UKM. Keterbatasan semua faktor tersebut
mengakibatkan kesulitan dalam modal dan pemasaran produk yang dihasilkan.
Sedangkan keunggulan yang dimiliki oleh UKM dibanding dengan Usaha
Besar antara lain sebagai berikut:
1. Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam
pengembangan produk.
2. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil.
3. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau
penyerapannya terhadap tenaga kerja.
4. Fleksibelitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang
berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada
umumnya birokratis.
5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.
D. Peranan UKM Terhadap Pembangunan Nasional
Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang
peranan Usaha Skala Kecil-Menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak-
tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. pertama, pertumbuhan ekonomi
yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran
sektor Usaha Kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat
sejak perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan .20
Sehingga keberadaan koperasi Usaha Kecil dan Menengah dalam roda
perekonomian nasional Indonesia memiliki sumbangan positif, diantaranya dalam
pengadaan lapangan kerja menyediakan barang dan jasa, serta pemerataan usaha
untuk mendistribusikan pendapatan nasional. Dengan peran seperti itu posisi
koperasi, pengusaha kecil dan menengah dalam proses pembangunan nasional
menjadi sentral sifatnya.
20 Tiktik sartika Partomo dan Abd. Rachman Soesoedono, ed., Ekonomi Skala Kecil/ Menengah & Koperasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), h.12.
Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kini dinilai sebagai
salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang cukup signifikan. Secara makro dapat
dilihat bahwa potensi yang dimiliki sektor UKM ini sudah cukup besar. Secara
umum, pada 2006, sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto (PDB)
mencapai 53,3%. Artinya, lebih dari setengah gerak perekonomian Indonesia kini
ditopang oleh sektor UKM. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, pada 2006 UKM
berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 85,4 juta atau sekitar 96,2% dari total
angkatan kerja.21
E. Kebijakan Terhadap UKM
1. Kebijakan Pemerintah
Pemerintah mempunyai peranan penting terhadap pengembangan usaha
UKM, banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk pengembangan. Kebijakan ini
dilakukan pada berbagai aspek antara lain pasar, modal, teknologi, manajemen secara
menyeluruh mulai dari proses produksi hingga pemasaran22. Selain membuat
kebijakan pemerintah juga melakukan pembinaan terhadap UKM demi memajukan
usaha, yang dalam usahanya banyak mengalami kesulitan. Tujuan pembinaan UKM
tersebut adalah:
1. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar
21 “Genjot Sektor UMKM dengan Kredit Usaha Rakyat”, Jurnal KUKM, Edisi November 2007, h.5. 22 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil/ Menengah & Koperasi, Cet. II,(Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h.27.
2. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur
modal
3. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen
4. Meningkatkan akses dan penguasaan teknologi
Tujuan pembinaan untuk perluasan kesempatan berusaha, pemerintah
berusaha meningkatkan daya saing UKM melalui kebijakan antra lain sebagai
berikut:
1. Pemerintah secara terus menerus melaksanakan deregulasi dan
debirokratisasi. Misalnya tanggal 23 Mei 1995 deregulasi disektor riil yang
membebaskan bea masuk sejumlah produk terutama produk yang merupakan
input bagi perindustrian. Kebijakan ini bertujuan agar dunia usaha benar-
benar dapat memanfaatkan peluang yang terbuka guna lebih mengembangkan
usahanya terutama memanfaatkan pasar internasional dan mendorong
peningkatan investasi.
2. Penataan dan pemantapan kelembagaan baik secara vertikal maupun
horizontal. Penataan kelembagaan penunjang akan mempermudah
pembentukkan jaringan usaha dan mempermudah distribusi sehingga akan
tercapai efesiensi. Disamping itu dunia usaha harus terus menerus melakukan
tindakan-tindakan untuk meningkatkan penguasaan teknologi, produktivitas,
kualitas dan pengelolaan manajemen secara profesional.
3. Penelitian dan pengembangan (Litbang). Peningkatan daya saing harus
didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan yang mendukung.
Kecenderungan yang harus diperhitungkan adalah kemajuan teknologi dan
teknik pemasaran menyebakan dasar hidup suatu produk relatif singkat. Oleh
karena itu para pengusaha perlu mengamati dan mulai menerapkan teknologi
tepat guna untuk menghasilkan produk-produk bermutu tinggi melalui
perhitungan kemampuan litbang, terapan, sehingga dengan litbang terapan ini
dapat diperoleh mutu produk yang tinggi dan menghasilkan diversifikasi
produk dalam rangka ekspor.
Kebijakan pemerintah yang lain adalah pembinaan kewirausahaan, UU-RI
No.9 Tahun 1995 menyatakan bahwa pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
melakukan pembinaan dan pengembangan dalam sumber daya manusia. Langkah-
langkah yang ditempuh adalah:
1. Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan
2. Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial
3. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan, konsultasi
Usaha Kecil dan
4. Menyediakan tenaga penyuluh
Dalam hal kebijakan kemitraan usaha terhadap UKM pemerintah
melakukan kebijakan yang bertujun agar UKM dapat berkembang. Adapun
pengertian kemitraan usaha adalah hubungan kerja sama usaha di antara berbagai
pihak yang sinergis, bersifat suka rela dan berdasarkan prinsip saling membutuhkan,
saling mendukung dan saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan
pengembangan UKM oleh Usaha Besar. Pola kemitraan usaha UU-RI No. 9 Tahun
1995 adalah sebagi berikut:
1. Pola Inti Plasma adalah hubungan kemitraan antara UKM dan usaha besar,
yang di dalamnya UKM bertindak sebagai inti dan UKM sebagai plasma.
Perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari antara lain penyediaan
sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
2. Pola Subkontrak adalah hubungan kemitraan antara UKM dan Usaha Besar,
di mana UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Besar
sebagai bagian dari produksinya.
3. Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara UKM dan Usaha
Besar, di mana Usaha Besar memasarkan hasil produksi UKM dan UKM
memasok kebutuhan yang diperlukan Usaha Besar sebagai mitranya.
4. Pola Waralaba adalah hubungan kemitraan di mana Usaha Besar sebagai
pemberi waralaba memberikan lisensi, merek dagang dan saluran
distribusinya kepada penerima waralaba (UKM) dengan disertai bantuan
manajemen.
5. Pola Keagenan adalah hubungan kemitraan di mana UKM memberi hak
khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Besar sebagai
mitranya.
Pada aspek permodalan UKM kebijakan pemerintah mengarah pada
kebijakan pengembangan yang khusus memfokuskan pada penyediaan modal perlu
menentukan strategi sebagai berikut:
- Memadukan dan memperkuat 3 aspek, yaitu bantuan keuangan, bantuan
teknis, dan program penjaminan.
- Mengoptimalkan penunjukan bank dan lembaga keuangan mikro untuk
UMKM.
- Mengoptimalkan realisasi business plan perbankan dalam pemberian KUK
(Kredit Usaha Kecil).
- Bantuan teknis yang efektif, bekerja sama dengan asosiasi, konsultan swasta,
perguruan tinggi, dan lembaga terkait.
- Memperkuat lembaga keuangan mikro untuk melayani masyarakat miskin.
Selain itu pemerintah juga melakukan pengembangan pengusaha mikro
dan kecil melalui bantuan perkuatan dana bergulir syariah. Kegiatan ini bertujuan
untuk memberdayakan pengusaha mikro melalui kegiatan usaha berbasis pola syariah
serta memperkuat peran dan posisi KJKS/UJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah/
Unit Jasa Keuangan Syariah) sebagai instrument pemberdayaan usaha mikro.
Pelaksanaan kegiatan usaha berbasis pola syariah yang telah dimulai pada tahun 2003
pada 26 KSP/USP- Koperasi Syariah dan pada tahun 2004 kepada 100 KSP/USP-
Koperasi Syariah, sedang pada tahun 2005 mencapai 300 KJKS yang tersebar pada
70 Kabupaten dan Kota di 26 propinsi.23 Pada tanggal 5 November Departemen
Koperasi dan UKM meluncurkan kredit usaha mikro, kecil dan menengah serta
koperasi dengan pola penjaminan, program ini sebagai bentuk perhatian pemerintah
terhadap pemberdayaan UMKM dan Koperasi.
Pada tahun 2007, pemberdayaan koperasi dan UMKM diarahkan untuk
mencapai sasaran sebagai berikut :
1. Meningkatnya produktivitas dan nilai ekspor produk usaha kecil dan
menengah.
2. Semakin meluasnya usaha koperasi dan UMKM, terutama bidang agribisnis.
Terselenggaranya sistem penumbuhan wirausaha baru, termasuk yang
berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Meningkatnya kapasitas pengusaha mikro, khususnya kelompok masyarakat
miskin di perdesaan dan daerah tertinggal.
4. Meningkatnya jumlah koperasi yang berkualitas sesuai dengan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi.
2. Kebijakan Bank Indonesia
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor : 23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, kegiatan yang masih dilakukan Bank Indonesia dalam membantu
pengembangan Usaha Kecil adalah sebgai berikut:
1. Ketentuan Kredit Usaha Kecil (KUK)
23 Departemen Koperasi dan UKM, “Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil Melalui Bantuan Dana Bergulir Syariah”, artikel ini diakses pada 24 Mei 2007 dari http://www.depkop.go.id
Sejak tanggal 4 Januari 2001, Bank Indonesia telah mnyempurnakan
ketentuan tentang kredit usaha kecil (KUK) yang melalui Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor. 3/ 2/ PBI/ 2001 tentang pemberian kredit usaha kecil yang pokok-
pokoknya meliputi:
a. bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK
b. bank wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam rencana kerja
anggaran tahunan (RKAT)
c. bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada
masyarakat melalui laporan keuangan publikasi
d. plafon disesuaikan menjadi Rp. 500.000,- pernasabah
e. bank menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari Bank
Indonesia
f. pengenaan sanksi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK
dihapuskan
2. Melanjutkan Bantuan Teknis
Bank Indonesia akan membantu pengembangan Usaha Kecil secara tidak
langsung dengan meningkatkan intensitas dan efektivitas bantuan teknis. Berbagai
kegiatan bantuan teknis pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM) melalui
berbagai pelatihan kepada perbankan sebagai upaya untuk meningkatkan minat
perbankan dalam membiayai Usaha Mikro dan Kecil.
3. Melanjutkan Proyek Kredit Mikro Bank Indonesia (Linkage Program)
Proyek kredit mikro (PKM) adalah proyek pemerintah Indonesia yang
dibantu dengan dana pinjaman Asian Development Bank (ADB) yang dimulai sejak
tahun 1995, di mana Bank Indonesia menunjuk sebagai executing agency. Tujuan
proyek ini adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan peranan wanita
dalam pembangunan dengan pemberian pinjaman kepada nasabah pengusaha mikro
melalui BPR dan melalui lembaga pengembangan swadaya masyarakat (LPSM) yang
memberikan pembinaan bagi nasabah mikro.
Pola-pola Linkage:24
1. Executing adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR/ BPRS dengan
penanggungan risiko oleh BPR/ BPRS.
2. Joint Financing adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR/ BPRS dengan
penanggungan risiko oleh BPR/ BPRS dan Bank Umum.
3. Channelling adalah pola kerjasama Bank Umum dengan BPR/ BPRS dengan
penanggungan risiko oleh Bank Umum.
Dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia pada
tahap I (2002 – 2004) adalah penyempurnaan dalam mengembangkan mekanisme
kerjasama antara BPRS dengan bank umum syariah atau UUS untuk meningkatkan
layanan kepada UKM dan masyarakat pedesaan.
Untuk mendorong bergeraknya sector riil lebih optimal, Bank Indonesia
kembali melonggarkan kebijakan perbankan melalui peraturan Bank Indonesi (PBI)
24 Abdul Salam, ”Mendorong Akselerasi Intermediasi kepada Usaha Mikro dan Kecil melalui
Linkage Program”, makalah pada seminar Linkage Program Gema PKM & Bank Indonesia.
Nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret tentang Penilaian Kualitas aktiva Bank
Umum. Pelonggaran itu merupakan Perubahan Kedua Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/2/PBI/2006 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/2/PBI/2005. Bank Indonesia dan pemerintah juga sepakat melonggarkan ketentuan
perbankan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah. Selama ini pemberian
kredit UKM didasarkan pada tiga pilar. Yaitu kemampuan perusahaan membayar,
prospek industri dan neraca keuangan. Diantara ketiganya, hanya kemampuan
membayar yang menjadi pertimbangan kucuran kredit. Bank sentral juga menaikkan
plafon kredit bank dari Rp 500 juta menjadi Rp 20 miliar.
3. Kebijakan Bank Muamalat Indonesia
Kebijakan umum penanaman dana Bank Muamalat Indonesia:
a. Prinsip kehati-hatian
b. Organisasi dan Manajemen
c. Kebijakan umum persetujuan
d. Dokumentasi dan administrasi
e. Pengawasan
f. Penyelesaian pembiayaan bermasalah
g. Manajemen risiko
Kebijakan Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia 2003-2007:
1. Merealisasikan skema aliansi pembiayaan dengan memanfaatkan mitra
strategis Muamalat sebagai penyalur pembiayaan.
2. Penentuan pasar sasaran dan segmen pasar yang jelas untuk memudahkan
kegiatan pemasaran dan penjualan.
3. Peningkatan kemampuan analisis pembiayaan bagi kru pemasaran dari seluruh
kantor cabang melalui pelatihan dan lokakarya pembiayaan.
5. Adanya perbaikan proses pengambilan keputusan pembiayaan, sehingga
hasilnya lebih cepat tanpa mengesampingkan aspek kehati-hatian.
Sebagai bukti keberpihakan Bank Muamalat Indonesia kepada UKM
adalah penyaluran dana mikro melalui pola linkage yang bertujuan agar para
pengusaha UKM lebih dengan mudah memperoleh pinjaman dana. Adapun pola
linkage yang digunakan Bank Muamalat Indonesia adalah Executing, Joint Financing
dan Channelling.
Kebijakan Syariah yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia adalah tidak
adanya dalam pembiayaan unsur bunga, melainkan dalam pembiayaan menggunakan
sistem bagi hasil. Karena dalam sistem bagi hasil tercerminlah nilai-nilai syariah
yaitu, shiddiq, Tabligh, Amanah dan Fathanah.
Selain itu Bank Muamalat Indonesia bekerjasama dengan Baitulmaal
Muamalat dengan menyalurkan dana CSR (corporate social responsibility). Program
CSR yang dilakukan adalah KUM3 (Komunitas usaha mikro muamalat berbasis
masjid). Peserta BMM dari 1999 – 2007 adalah 1.029 peserta dari kalangan
pengusaha kecil dan mikro tersebar di 60 jaringan masjid di Indonesia dan
didampingi oleh 50 konsultan.
F. Peranan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan UKM
Sebelum membahas peran Perbankan Syariah terhadap pengembangan
UKM penulis akan memaparkan terlebih dahulu mengenai fungsi dan peran Bank
Syariah, serta tujuan dari didirikannya Bank Syariah.
Adapun fungsi dan peran Bank Syariah diantaranya tercantum dalam
pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and
Auditing Organization For Islamic Financial Institution), sebagai berikut:25
1. Manajer investasi, Bank Syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
2. Investor, Bank Syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya
maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, Bank Syariah dapat
melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana
lazimnya.
4. Pelaksanaan kegiatan sosial sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan
syariah, Bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan
mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta
dana-dana sosial lainnya.
Sedangkan tujuan dari Bank Syariah , yaitu:26
25 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.24.
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam,
khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar
dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/ perdagangan lain yang
mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain
dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap
kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan
pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang
amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kwalitas hidup umat dengan jalan membuka peluang
berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin yang diarahkan kepada
kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.
4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan
program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya Bank
Syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah
yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti
program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan padagang perantara,
program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan
program pengembangan usaha bersama.
26 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), h. 40-41.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas Bank
Syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya
inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank Non-
Syariah.
Dengan meninjau fungsi dan peran Bank Syariah serta tujuan Bank
Syariah, Perbankkan Syariah mempunyai peranan penting dalam pengembangan
UKM. Selain tugas Bank Syariah sebagai menejer investasi dari nasabah yang
mempercayakan modalnya pada Bank Syariah, Bank Syariah juga mempunyai tugas
untuk memberikan peluang bagi para kaum miskin dalam hal ini nasabah yang
memerlukan dana untuk usaha dengan cara memberikan modal usaha. Sehingga
dengan peluang tersebut dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang
merupakan salah satu tujuan Bank Syariah.
G. Penghimpunan Dana Bank Syariah
Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu fungsinya adalah
menghimpun dana masyarakat, harus memiliki suatu sumber untuk menghimpun
dana sebelum disalurkan kembali ke masyarakat.
Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.
Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip Wadi’ah dan Mudharabah.
Diagram Penghimpunan dana bank syariah MODAL TITIPAN/ WADI’AH INVESTASI/ MUDHARABAH BANK SYARIAH INVESTASI KHUSUS/ MUDHARABAH MUQAYYADAH Sumber: Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan Dari diagram di atas, sumber dana yang terhimpun dari masyarakat terdiri
dari 4 (empat) jenis dana, yaitu:27
4. Dana modal yaitu dana dari pendiri lembaga keuangan tersebut. Islam
mengenal modal sebagai suatu komponen utama dalam usaha, dan hak atas
modal dalam Islam diakui sebagai hak individu atau golongan yang berbeda
dengan hak atas modal menurut pandangan kapitalis, dimana modal
merupakan hak mutlak individu.
5. Dana titipan masyarakat yang dipercayakan untuk dikelola oleh bank dengan
prinsip wadi’ah. Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad
dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Yadi’ah dhamanah
berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal
27 Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 107-112.
wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati
yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana
nasabah bertindak sebagai meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai
yang dipinjami.
6. Sumber dana yang ketiga adalah dana masyarakat yang diinvestasikan melalui
bank. Dana jenis ini juga sering disebut dengan dana investasi tak terbatas
dengan prinsip mudharabah muthlaqah.
7. Sedangkan dana keempat disebut juga dengan dana investasi khusus atau dana
investasi terbatas atau disebut dengan mudharabah muqayyadah.
H. Penyaluran Dana Bank Syariah
Fungsi lain dari bank adalah menyalurkan dana kepada masyarakat. Di
dalam Bank Syariah metode penyaluran dana jauh berbeda dengan bank
konvensional, karena Bank Syariah tidak mengenal kredit dengan segala macam
derivatnya, karena kredit akan sangat berhubungan erat dengan uang dan bunga
(riba).
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaannya yaitu:28
1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4. Pembiayaan dengan akad pelengkap
Untuk lebih jelasnya mengenai penyaluran dana dalam Bank Syariah,
perhatikan diagram berikut:
Diagram Penyaluran Dana Bank Syariah PRINSIP JUAL BELI ( Murabahah, Salam dan Istishna )
PRINSIP BAGI HASIL BANK SYARIAH (Musyarakah dan Mudharabah) PRINSIP SEWA (Ijarah)
PEMBIAYAAN DENGAN AKAD
PELENGKAP ( Hiwalah, Rahn, Qard, Wakalah dan Kafalah
Sumber: Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan
Untuk menyesuaikan dengan aturan-aturan dan norma-norma Islam, maka terdapat lima segi religius, sebagai prinsip-prinsip dalam pembiayaan Islam yang berkedudukan kuat dalam literatur dan harus diterapkan dalam perilaku investasi. Lima segi religius tersebut adalah:
28 Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 97-107.
a. Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba)
b. Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat
c. Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai
Islam (haram)
d. Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir (judi) dan gharar
(ketidak pastian)
e. Penyediaan takaful (asuransi Islam)
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, tak terkecuali Bank
Syariah, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan deficit unit.
Bank Syariah menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan yang
berarti penyediaan dana atau barang serta fasilitas lainnya kepada nasabah yang tidak
bertentangan dengan konsep Syariah Islam dan standar akuntansi Islam yang berlaku.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa pembiayaan dapat berbentuk:
• Jual beli
• Bagi hasil
• Sewa
• Jasa-jasa lainnya
Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah berdasarkan sifat penggunaannya terbagi menjadi:
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukkan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi yang akan habis untuk memenuhi kebutuhan.
Sedangkan berdasarkan keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a)
peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi
maupun secara kualitatif yaitu peningkatan mutu dan kualitas produksi (b)
untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu
barang.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal
(capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
Adapun penyaluran dana yang termasuk kedalam bentuk jual beli adalah:
a. Al- Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi
jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak
sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga
beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin). Kedua belah pihak
harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual
dicantumkan dalam waktu akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan murabahah selalu
dilakukan dengan cara pembayaran cicilan ( bi tsaman ajil atau muajjal).
Dalam transaksi ini, barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan
pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan.
Landasan hukum murabahah,
1. Firman Allah Q.S Al-baqarah : 280
وان آان ذو عسرة فنظرة الى ميسرة
“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…..”
2. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah,
البيع : هن البرآة ثلاث في: ان النبى صلى اهللا عليه وسلم قال
رواه (الى اجل، والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لاللبيع
)ابن ماجه عن صهيبا
“Nabi bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung berkah: Jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan sewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual. “(H.R. Ibnu Majah dari Shuhaib).
3. Fatwa DSN No: 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Murabahah
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah Wa Iqtina). Transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja
dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek
transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada
ijarah obyek transaksinya adalah jasa. Dalam transaksi perbankan, ijarah
adalah akad antara bank dengan nasabah untuk menyewa suatu barang , obyek
sewa milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang
disewanya. Jadi, Ijarah Muntahiyya Bittamlik (Ijarah Wa Iqtina) adalah
perjanjian sewa suatu barang antara bank dengan nasabah yang diakhiri
dengan pembelian obyek sewa.
Landasan hukum Ijarah Muntahiyya Bittamlik:
1. Firman Allah Q.S Az-Zuhruf : 32
أهم يقسمون رحمت ربك نحن قسمنا بينهم معيشتهم فى الحيوة
الدنيا ورفعنا بعضهم فوق بعض درجات ليتخذ بعضهم بعضا
سخريا ورحمت ربك خير ممايجمعون
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu ? kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
kami telah meningkatkan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagai yang lain dan
rahmat TuhanMu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
2. Hadits Nabi riwayat Abd ar. Razzad dari Abu hurairah dan Abu Sa’id al-
Khuri, Nabi SAW bersabda
من استأجر اجيرا فليعلمه اجره
“Barang siapa mempekerjakan pekarja, beritahukanlah uapanya”
3. Fatwa DSN No: 27/ DSN-MUI/ III/ 2002 Tentang Al-Ijarah
c. Salam, adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum
ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedangkan
pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli. Sementara
nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip transaksi ijon, namun
dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang
harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek perbankan, ketika barang telah
diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan.
Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah
ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya
disebut pembiayaan talangan (bridging finance). Sedangkan dalam hal bank
menjualnya dengan cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran. Harga jual dicatumkan dalam akad jual beli dan
jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam pembiyaan barang yang belum ada seperti
pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali
secara tunai atau cicilan. Dalam pengertian yang sederhana bai’as salam
berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari sementara
pembayaran dilakukan di muka atau dengan kata lain merupakan pembayaran
di muka atas hasil produksi yang ditangguhkan. Hasil produksi tersebut
ditentukan kriterianya dan bersifat umum. Harga beli disepakati bersama
sesuai dengan kesepakatan. Dalam perbankan Salam yang digunakan adalah
Salam Paralel, yaitu akad salam dimana bank (pemesan) meminta pesanan
kepada produsen atas dasar pesanan nasabah bank yang akan membeli. Bank
membeli barang pesanan seharga kesepakatan dengan produsen dan dijual
kembali kepada nasabah degan harga jual yang juga disepakati.
Landasan hukum salam:
1. Firman Allah Q.S Al-baqoroh : 282
يآايهاالذين آمنوا اذا تدينتم بدين الى اجل مسمى فاآتبوه
" Hai orang-orang yang beriman ! jika kamu bermu’amalah tidak secara tunai
sampai waktu tertentu, buatlah tertulis…”
2. Hadits Riwayat Bukhari dari, Ibn’Abbas, nabi bersabda :
من اسلم فى شيئ ففى آيل معلوم ووزن معلوم الى اجل معلوم
“Barang siapa melakukan salaf (salam), hedaknya ia melakukan dengan
takaran yang jelasdan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang
diketahui.
3. fatwa DSN No : 05 / DSN.MUI / IV / 2000 tentang Jual Beli Salam
d. Istishna, produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna
pembayaranya dapa dilakuakan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran.
Skim istishna dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan
manufaktur dan konstruksi. Dalam prakteknya spesifikasi barang pesanan
harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang
telah disepakati dicamtumkan dalam akad istishan dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan
terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya
tambahan tetap ditanggung nasabah.
Landasan hukum istishan:
1. Hadits Hukum Istishna :
جه والدارقطنى وغيرهما عن رواه ابن ما(لاضرر ولاضرار
) ابن سعيد الخدرى
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain”(H.R. Ibnu Masah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al-Khudri)
2.Fatwa DSN No : 06/DSN.MUI /IV / 2000 tentang Jual Beli Istishna
Adapun penyaluran dana yang termasuk kedalam bentuk bagi hasil adalah:
a. AL Musyarakah, biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan produk dimana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Transaksi musyarakah
biasanya dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai asset yang dimiliki secara bersama-sama. Semua bentuk
yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang
berkerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset),
kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), Kepemilikan
(property), peralatan (requipment), atau intangible asset (seperti hak paten
atau goodwill), kepercayaan/ reputasi (creditworthiness) dan barang-barang
lainnya yang dapat dinilai dangan uang. Dengan merangkum seluruh
kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak, dengan atau tanpa
batasan waktu menjadikan produksi ini sangat fleksibel. Ketentuan umum
pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut :
1. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
2. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek
harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan
sedangkan kerugian dibagi sesui degan porsi kontribusi modal.
3. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah
proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi
hasil yang telah disepakati untuk bank.
Landasan hukum AL Musyarakah:
1. Firman Allah
وان آثيرا من الخلطآء ليبغى بعضهم على بعض الا الذين
آمنوا وعمل الصالحات وقليل ماهم
“ ….Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh dan amat sedikitlah mereka ini…..”
2. Hadits riwayat Abu Daud dari Abu hurairah, Rasulullah SAW berkata :
ما انا ثالث الشريكين مالم يخن احده: ان اهللا تعالى يقول
صاحبه فاذا خان احدهما صاحبه خرجت من بينهما
“Allah SWT, berfirman : “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika
salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka”. (H.R. Abu Daud,
yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)
3. Ijma’ ulama atas kebolehan Musyarakah
4.Fatwa DSN No: 08/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah
b. Al Mudharabah, adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%) sedang
pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Transaksi jenis ini tidak
menyariatkan adanya shahib al maal dalam manajemen proyek. Sebagai
orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung
jawab atas semua kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan shahib al
maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk
menciptakan laba optimal. Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah
adalah sebagai berikut:
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal
harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang
dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan
secara bertahap, harus dijelaskan tahapannya dan disepakati bersama.
2. Hasil dari modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan
cara revenue sharing atau profit sharing
3. Hasil usaha dibagi dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan
atau waktu yang disepakti. Bank selaku pemilik modal menanggung
pihak nasabah. Seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan
dana.
4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namum tidak
berhak mecampuri urusan pekerjaan/ usaha nasabah, jika nasabah
melanggar janji dengan sengaja, maka dapat dikenakan sanksi
administrasi.
Landasan hukum Al Mudharabah:
1. Firman Allah dalam surat Al-baqarah ayat 83.
فان امن بعضكم بعضا فليؤد الذى اؤتمن امانته وليتق اهللا ...
ربه
“…. Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya…” 2. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib.
البيع : ثلاث فيهن البرآة : ان النبى صلى اهللا عليه وسلم قال
الى اجل، والمقارضة وخلط البر بالشعير للبيت لاللبيع
“Nabi bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung berkah: Jual beli tidak
secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan
sewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual. “(H.R. Ibnu
Majah dari Shuhaib).
3. Fatwa DSN No: 07/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Pembiayaan
Mudharabah
Adapun penyaluran dana yang termasuk ke dalam bentuk jasa
perbankan lainnya adalah :
a. Al Qardh, adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. Dalam literatur fiqih Salaf ash Shalih, qardh dikategorikan
dalam aqad tathawwui atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi
komersial.
Landasan hukum Al Qardh:
1. Firman Allah , Q.S Al-maidah : 1
....يآايهاالذين آمنوا اوفوا بالعقود
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu…”
2. Hadits Nabi SAW,
)رواه البخارى(ان خيرآم احسنكم قضاء
“Orang-orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paing baik
dalam pembayaran utangnya”. (H.R. Bukhari) 3. Fatwa DSN No: 19/ DSN-MUI/ IV/ 2001 Tentang Al-Qardh
b. Al Hawalah, adalah pengalihan hutang barang dari orang yang berhutang
kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Landasan hukum Al Hawalah:
1. Hadits Nabi riwayat bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW
bersabda,
مطل الغنى ظلم، فاذا اتبع احدآم على ملى فليتبع
“Menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang mampu
adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang diantara kamu sealihkan hak
penagihan piutangnya (di hawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah”
2. Ijma para ulama sepakat atas kebolehan akad hawalah
3. Fatwa DSN No: 12/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang hawalah
c. Al Wakalah, berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian manfaat.
Landasan hukum Al Wakalah:
1. Firman Allah Q.S Yusuf : 55
اجعلنى على خزائن الارض انى حفيظ عليم
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”.
2. Hadits Nabi
ا رافع ورجلا من ان رسو ل اهللا صلى اهللا عليه وسلم بعث اب
رواه مالك فى (االنصار فزوجاه ميمونة بنت الحارث
)الموطأ
“Rasulallah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang Anshar untuk
mengawinkan (Qabul perkawinan nabi dengan ) maimunah r.a (H.R Malik
dalam al-Muwaththa’)
3. Fatwa DSN No: 10/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Wakalah
d. Ar Rahn, berarti menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya.
Landasan hukum Ar Rahn:
1. Firman Allah Q.S Al-baqarah 283
تجدوا آاتبا فرهان مقبوضةوان آنتم على سفر ولم
“Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang
juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”
2. Hadits Nabi riwayat Al-Bukhari & Muslim dari ‘Aisah r.a Ia berkata,
رسو ل اهللا صلى اهللا عليه وسلم اشترى طعاما من يهودى ان
الى اجل ورهنه درعا من حديد
“Sesungguhnya rasulullah saw pernah membeli makanan dengan berutang
dari seseorang yahudi dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”.
3. Fatwa DSN No: 251/ DSN-MUI/ III/ 2002 Tentang Rahn
Model-model pembiayaan diatas bukannya tidak menimbulkan permasalahan. Salah satu permasalahan yang utama dari pembiayaan Islam adalah produk-produknya belum dibakukan. Alasan Utama dari hal ini kemungkinan disebabkan sejumlah permasalahan fiqih yang berhubungan dengan pembiayaan Islam masih belum terpecahkan. Hal ini wajar saja karena fiqih berada dalam keadaan yang menyedihkan selama berabad-abad lamanya. Baru-baru ini sajalah, setelah pendirian bank-bank Islam, permasalahan fiqih yang berkaitan dengan keuangan muncul kepermukaan dan dibahas. Tetapi karena tak ada presiden di masa lalu, menyebabkan masalah ini menjadi sulit dan memerlukan pemikiran yang segar dibawah bimbingan nash-nash maupun maqashid asy-syari’ah dan pernyataan modern untuk mendapatkan solusi yang efektif, sehingga disadari hal ini merupakan proses yang memerlukan waktu panjang.
I. Mekanisme Bagi Hasil Bank Syariah
Mekanisme perhitungan bagi hasil Bank Syariah terdiri dari dua sistem,
yaitu profit sharing dan revenue sharing
1. Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.
Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah
perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih
besar dari biaya total (total cost).29 Secara definitive profit sharing diartikan
“Distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”.
Hal ini dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan
pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya atau dapat berbentuk
pembayaran mingguan atau bulanan. Menurut para Ulama MUI bagi untung (profit
sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya
pengelolaan dana.30
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.31 Pada Perbankan Syariah
istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing dimana hal ini dapat 29 Christopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994), Edisi-2, h. 534. 30 Tim Penulis Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet. II, h. 93. 31 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep , Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.264.
diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima
atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem Profit Loss Sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk
dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengolah modal
(entrepreneus) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana diantara
keduanya akan terikat kontrak bahwa didalam usaha tersebut jika mendapat
keuntungan akan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan nisbah kesepakatan diawal
perjanjian dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama
sesuai porsi masing-masing yang telah disepakati sebelumnya.
2. Revenue Sharing
Revenue sharing berasal dari bahasa inggris yang tediri dari dua kata
yaitu, revenue yang berarti hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk
kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian.32 Revenue sharing berarti
pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang
diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa
(services) yang dihasilkan dari pendapatan penjualan (sales revenue).33
Dalam Perbankan Syariah istilah revenue sharing yaitu bagi hasil yang
dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya-biaya
32 John M. Echol dan Hsan Shadly, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), Cet.3, h.13. 33 Christopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994), Edisi-2, h. 583.
pengelolaan dana.34 Lebih jelasnya revenue sharing dalam arti perbankan adalah
perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima
sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut.35
Pendistribusian revenue sharing pada Bank Syariah hanya dilakukan
atas investasi dana dan tidak termasuk pada pendapatan fee atau komisi atau jasa-jasa
yang diberikan oleh bank, karena pendapatan tersebut pertama-tama harus
dialokasikan untuk mendukung biaya operasional. Sedangkan didalan profit sharing
pendapatan yang dibagikan oleh bank adalah seluruh pendapatan, baik hasil investasi
dana maupun pendapatan fee atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank setelah
dikurangi biaya-biaya operasional bank.36
Landasan hukum dalam pelaksanaan profit sharing dan revenue sharing
dalam perbankan syariah adalah Fatwa DSN No: 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang
prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah yang berbunyi “pada
dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (Net Revenue Sharing) maupun
bagi untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra
(nasabah)nya.
34 Tim Penulis Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), Cet. II, h. 93. 35 Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep , Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.264. 36 Zainul Arifin, Dasar- Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), Cet.3, h. 57-58.
Dalam aplikasi Perbankan Syariah pada umumnya dapat menggunakan
sistem profit sharing maupun revenue sharing tergantung pada kebijakan masing-
masing bank untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank-bank Syariah yang
ada di Indonesia saat ini semuanya menggunakan perhitungan bagi hasil atas dasar
revenue sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para pemilik dana
(deposan). Hal ini diasumsikan bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi
berbagi hasil dan berbagi risiko. Selain itu dengan kemaslahatan saat ini revenue
sharing sebaiknya digunakan dalam pembagian hasil usaha.
Namun secara umum didalam Perbankan Syariah landasan sistem yang
ideal digunakan dalam sistem operasinya adalah sistem profit and loss sharing,
sistem inilah yang dapat dijadikan ciri khas Bank Syariah yang membedakan dengan
sistem bank konvensional.
Contoh Laporan Laba Rugi Pengusaha Sembako
Pendapatan Penjualan Rp. 5.000.000
Beban-beban: Gaji Pegawai : Rp. 600.000
Pembayaran Listrik : Rp. 100.000
Biaya Perlengkapan : Rp. 200.000
Jumlah Beban Rp. 900.000 _
Pendapatan Bersih Rp. 4.100.000
Penjelasan:
1.Menurut prinsip Profit sharing, pembagian hasil usaha dari laporan laba rugi
pengusaha sembako adalah pendapatan bersih yaitu Rp. 4.100.000
2.Sedangkan menurut prinsip Revenue Sharing, pembagian hasil usaha dari laporan
laba rugi pengusaha sembako adalah pendapatan bersih yaitu Rp. 5.000.000
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Sejarah Berdiri dan Perkembangan Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia, dan melalui kegiatan
operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim,
pendirian Bank Muamalat Indonesia juga menerima dukungan masyarakat, terbukti
dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai 84 miliar pada saat
penandatanganan akta pendirian perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturrahmi
peringatan pendirian terebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari
masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp. 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1997, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai Bank Syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang dikembangkan.
Pada akhir tahun 90-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen koperasi. Bank Muamalat
Indonesia pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF)
mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencapai kerugian sebesar 105 miliar. Ekuitas
mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor
awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat Indonesia
mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic
Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS
tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank
Muamalat Indonesia. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002
merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank
Muamalat Indonesia. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat Indonesia
berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap
kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan
usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksaan perbankan syariah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat Indonesia berhasil bangkit
dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh
anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian
menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada: (i) tidak mengandalkan
setoran modal tambahan dari pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun
terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak
memotong hak kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa
percaya diri kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun kepengurusan Direksi
baru, (iv) peletakkan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja
Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, (v) pembangunan tonggak-tonggak
usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank
Muamalat Indonesia pada tahun ketiga dan seterusnya.
Di tahun 2004, Perbankan Syariah pada umumnya dan Bank Muamalat Indonesia pada khususnya menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini karena semakin banyak umat Islam di Indonesia yang beralih kelayanan Perbankan Syariah sebagai penerapan ajaran Islam. Kebutuhan masyarakat akan layanan Perbankan Syariah terus meningkat, sebagaiman terlihat pada pertumbuhan jumlah nasabah, meluasnya penerapan praktik Perbankan Syariah dan meningkatnya potensi keuntungan. Indikasi ini menunjukkan bahwa Bank Syariah memiliki prospek yang cerah di masa yang akan datang. Sesuai dengan misinya, Bank Muamalat Indonesia sebagi sebuah institusi Islam yang bergerak di bidang perbankan, berperan aktif dalam menjalankan fungsi intermediasi, melalui penghimpunan dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan. Dana pihak ketiga menjadi sumber pendanaan utama Bank Muamalat
Indonesia. Berdasarkan PSAK 59, dana masyarakat dibagi menjadi Wadhiah
(simpanan) dan Mudharabah (investasi tidak mengikat). Simpanan tersebut terdiri
dari Giro Wadhiah dan Tabungan Wadhiah, sedangkan investasi tidak terikat terdiri
dari Deposito Mudharabah dan Tabungan Mudharabah.
Sebagaimana halnya lembaga keuangan lain yang menarik dana dari masyarakat, Bank Muamalat Indonesia terus berusah menjaga amanah masyarakat. Hingga saat ini, Bank Muamalat Indonesia tetap serta menjalankan kegiatan perbankannya dengan prinsip kehati-hatian melalui pengelolaan dan penyebaran risiko yang cermat guna menghindari penumpukkan risiko hanya pada satu jenis pembiayaan, sektor ekonomi atau masa jatuh tempo pembiayaan. Pemberian fasilitas pembiayaan menurut sektor ekonomi di tahun 2006 memiliki penyebaran risiko yang mencukupi serta mampu melindungi Bank Muamalat Indonesia dari ancaman terpapar di satu sektor ekonomi tertentu. Untuk mengendalikan paparan secara
keseluruhan, bagi tiap sektor ekonomi yang dibagi kedalam wilayah geografis tertentu diberlakukan batasan tertinggi pembiayaan. Hingga saat ini, proporsi untuk sektor usaha jasa sebesar 48,79 % diikuti oleh konstruksi (10,94 %), perdagangan dan industri (7,94 %), pengangkutan (4,97 %) dan pertambangan (4,48 %). Sementara untuk sektor lain porsinya relatif kecil, hanya menyentuh angka 22,88 % dari keseluruhan pembiayaan yang diberikan oleh Bank Muamalat Indonesia. Persentase penyebaran di atas merupakan penegasan komitmen Bank
Muamalat Indonesia untuk mendukung pertumbuhan sektor Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM), bahkan bagi individu-individu di sektor informal, tidak hanya
berdasrkan pertimbangan sosial namun juga pertimbangan sama saling
menguntungkan. Hal tersebut dibuktikan oleh Bank Muamalat Indonesia pada tahun
2006 pemberian pembiayaan pada sektor UMKM mencapai 67,31% dari jumlah
pembiyaan yang dikeluarkan. Hal ini karena sektor UMKM terbukti mampu bertahan
terhadap keterpurukan keuangan sebagai akibat krisis tahun 1998.
Pada tahun 2006 Bank Muamalat Indonesia mempunyai jaringan layanan
yang terdiri dari 51 cabang, 8 cabang pembantu, 89 kantor kas, 43 gerai muamalat, 18
unti pelayanan syariah dan 1400 SOPP POS. Berikut di bawah ini perkembangan
jaringan layanan Bank Muamalat Indonesia tahun 2002-2006:
Tabel 3.1 Jaringan Layanan Bank Muamalat Indonesia
JARINGAN LAYANAN BANK MUAMALAT INDONESIA
(Jumlah Unit)
Tahun Cabang Cabang
Pembantu Kantor
Kas
Gerai Muamala
t
Unit Pelayanan Syariah
SOPP Pos
2002 13 7 46 - - -
2003 32 8 70 46 - -
2004 43 10 78 46 0 292
2005 47 13 81 46 0 573
2006 51 8 89 43 18 1400
JUMLAH 186 46 364 181 18 2265
Sumber: Laporan Keuangan BMI Tahun 2006
Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia mempunyai visi menjadi Bank Syariah utama
di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar nasional.
Bank Muamalat Indonesia mempunyai misi menjadi role model lembaga
keuangan syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan,
keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan
nilai kepada stakeholder.
Prinsip Operasional Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia dalam operasinya tidak menggunakan
perangkat bunga, tetapi menerapkan sistem bagi hasil, baik terhadap simpanan berupa
tabungan dan deposito maupun pemberian kredit investasi dan modal kerja.
Sedangkan untuk kredit-kredit lainnya menerapkan sistem mark-up.
Yang dimaksud dengan sistem bagi hasil adalah suatu system yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara Bank Muamalat Indonesia dengan
nasabah penerima kredit investasi dan modal kerja. Hasil usaha Bank Muamalat
Indonesia yang dibagikan kepada penyimpan dana adalah laba usaha Bank Muamalat
Indonesia yang telah diperhitungkan selama periode tertentu. Hasil usaha nasabah
penerima kredit investasi dan modal kerja yang dibagi hasilkan adalah pendapatan
kotor yang dihasilkan penerima kredit itu dari usahanya yang secara utuh dibiayai
oleh Bank Muamalat Indonesia setelah melewati periode tertentu yang disepakati
bersama. Sistem bagi hasil ini bukan merupakan penyertaan modal penyimpanaan
dana perusahaan nasabah. Berbeda dengan penyertaan modal, penyimpanan dana
pada Bank Muamalat Indonesia dapat menarik kembali dananya sebagian atau
seluruhnya tiap waktu atau setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati dan kepada nasabah penerima kredit investasi atau modal kerja
sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diwajibkan untuk mengembalikan
kreditnya secara menyicil atau seluruhnya pada waktu jatuh tempo yang ditetapkan.
Penerapan sistem bagi hasil dikukuhkan dalam suatu perjanjian tetapi tidak dalam
bentuk surat saham atau tanda bukti pemilikan lainnya
Yang dimaksud dengan sistem mark-up adalah semacam biaya bank yang
diperhitungkan secara lump-sum dalam bentuk nominal di atas nilai kredit yang
diterima nasabah. Biaya bank tersebut besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan
antara bank dengan nasabahnya.
Bank Muamalat Indonesia dalam menjalankan usaha komersilnya
mempunyai tiga prinsip operasional yang terdiri dari:
1. Sistem Bagi Hasil, sistem ini adalah suatu system yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.
Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana,
maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah.
2. Sistem Jual Beli dengan Margin Keuntungan, sistem ini adalah suatu system
yang menerapkan tata cara jual beli dimana bank mengangkat nasabah sebagai
agen bank melakukan pembelian barang tersebut kepada nasabah dengan
harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi bank (margin/ mark-up).
3. Sistem Fee (Jasa), system ini meliputi seluruh layanan non- pembiayaan yang
diberikan oleh bank, bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain
Bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer dan lain-lain.
Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia
Setiap perusahaan mempunyai struktur organisasi tersendiri yang
memberikan ciri khas organisasinya, sehingga berbeda dengan organisasi lainnya
yang sejenis. Struktur organisasi yang dibuat itulah yang akan menjalankan kegiatan
perusahaan untuk mencapai tujuan. Adapun struktur Bank Muamalat Indonesia terdiri
atas:
a. Rapat Umum Pemegang Saham (Shareholders Meeting)
Adalah dewan tertinggi yang ada di Bank Muamalat Indonesia. Tugasnya
memimpin rapat pemegang saham serta mengawasi jalannya kegiatan yang
dilaksanakan oleh Bank Muamalat Indonesia.
b. Dewan Komisaris (Board of Commissioner)
Adalah wakil dewan dari pegang saham yang mempunyai peran sebagai
pengawas dan bersama dewan direksi merumuskan strategi jangka panjang
perusahaan. Adapun tugas dan wewenang dewan komisaris adalah sebagai berikut:
Mengesahkan anggaran perusahaan
Menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan
Menetapkan arah tujuan perusahaan
Mengawasi jalannya perusahaan
c. Dewan Pengawas Syariah (Sharia Supervisory Board)
Didalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah RI No. 72/92 tentang bank
berdasarkan prinsip bagi hasil, disebutkan bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil
wajib memiliki dewan pengawas syariah yang mempunyai tugas melakukan
pengawasan atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan prinsip syariah.
Dewan Pengawas Syariah dalam organisasi bank bersifat independen dan terpisah
dari pengurus bank, sehingga tidak mempunyai akses dalam operasional bank .
Secara lengkap tugas dan wewenang dewan pengawas syariah di Bank Muamalat
Indonesia adalah sebagai berikut:
• Memberikan pedoman dan garis-garis besar syariah
• Mengadakan perbaikan atas produk yang tidak sesuai dengan syariah
• Memberikan jawaban dalam bentuk fatwa atas permasalahan yang dihadapi
pihak eksekutif dan operasi
• Memeriksa buku laporan tahunan dan kesesuaian syariah disemua produk dan
operasi selama tahun berjalan
• Menerima penjelasan dari direksi dan aparat bank lainnya tentang hal-hal
yang ditanyakan
d. Operation Director
Mempunyai wewenang dan tanggung jawab membuat kebijakan
khususnya dalam bidang operasional, melaksanakan koordinasi dan pembinaan
terhadap bawahan serta pengawasan kegiatan operasional.
e. Administration Group
Melakukan supervisi dan monitoring terhadap segenap kantor cabang atas
pelaksanaan atau jalannya operasional.
Melakukan konsolidasi terhadap pembuatan dan monitoring laporan-laporan
bulanan keuangan bank dan menyampaikan pada pihak internal atau eksternal
yang berkepentingan.
Melakukan koordinasi dalam pelaksaan rekrutment dan seleksi calon karyawan,
proses administrasi kegiata placement dan replacement karyawan, proses
terminasi atau pengunduran diri karyawan serta memonitor dan memelihara data
base kepersonaliaan.
Melakukan proses administrasi pembiayaan karyawan, pembayaran gajih serta
pembayaran jamsostek dan pajak (pph 21) seluruh karyawan serta pengurus bank.
Melakukan koordinasi dalam penyediaan sarana logistic dalam rangka persiapan
pembukaan atau pengembangan kantor cabang meliputi jaringan komunikasi dan
sarana penunjang operasional lainnya.
Melakukan koordinasi terhadap pengelola komunikasi data untuk mendukung
operasional online pusat pengolahan data keseluruhan cabang Bank Muamalat
Indonesia serta berkoordinasi dengan pihak eksternal.
f. Corporate Support Group
Kelompok ini mempunyai ruang lingkup kerja dan tanggung jawab
sebagai berikut:
Menyiapkan dan melaksanakan Legal Action atas kebijakan manajemen.
Memberikan masukan dalam penyusunan manual, produk, akad, dan
keputusan yang terkait dengan aspek hukum.
Meningkatkan pengetahuan dalam positif masyarakat tentang Bank Muamalat
Indonesia.
Membangun pendekatan dan citra positif Bank Muamalat Indonesia pada
Emotional Market.
Meraih dukungan moril maupun materil dari stakeholder maupun new
investor.
g. Internal Audit Group
Ruang lingkup kerja:
Berwenang untuk melakukan akses terhadap catatan karyawan, sumber daya
dan dana serta asset lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan audit.
Memeriksa dan menilai kecukupan dari struktur pengendalian intern.
h. SISOP dan UAT (Usser Acceplance Test)
- Merencanakan, menyusun atau membuat dan memperbaiki prosedur peraturan
atau kebijakan pribadi.
- Menyebarluaskan ketentuan pemerintah seperti SEBI, PP, Undang-Undang
dan sejenisnya untuk bidang operasi bank.
- Sosialisasi dan implementasi prosedur yang telah dibuat dan direvisi.
- Memantau dan melakukan supervise terhadap layanan dan operasi selindo,
sehingga kualitas layanan dan operasi dapat dipenuhi.
- Melakukan UAT atas produk atau program yang akan diluncurkan dan
disesuaikan dengan manual operasi yang dibuat.
i. Financing Support Group
Ruang Lingkup Kerja:
- Financing Supervision
- Sharia Financial Institution
- Financing Product Development
j. Network and Alliance Group
Ruang Lingkup Kerja:
- Network Alliance (POS, Da’I Muamalat, pegadaian)
- Shar-E and Gerai Optimizing
- Virtual Banking Operations (Call Center and Card Center)
- Memeriksa dan menilai kualitas kerja dalam melaksanakan tanggung jawab
yang telah dilaksanakan
- Memberikan saran perbaikan, baik untuk kecukupan dan efektifitas atau
kehandalan struktur pengendalian internal maupun perbaikan pelaksanaan.
- Memberikan informasi dan saran kepada manajemen mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan upaya untuk menjadikan bank lebih maju
k. Business Development Group
k.1 Marketing
Marketing plan dan marketing strategy sebagai guidance sebagai cabang
Bersama Financing dan Sattlement Group membuat target Lending dan
Revenue System dan Technology
Melakukan pengembangan sistem dan teknologi untuk mendukung
operasional bank
k.2 Produk dan development
Melakuakan riset dan survey dan pengembangan produk
Melakukan review produk dan fitur produk
Merumuskan tarif layanan produk
Tujuan Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia memiliki tujuan yaitu:
Memperbaiki kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat dalam rangka
mempersempit jurang pemisah sosial ekonomi melalui:
Memperbaiki kualitas kegiatan bisnis
Promosi kesempatan kerja
Meningkatkan pendapatan masyarakat
Mempromosikan partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan terutama
dalam bidang keuangan dengan alasan bahwa:
Masih banyak masyarakat yang enggan berurusan dengan bank
Masih banyak masyarakat yang percaya bahwa bunga bank bertentangan
dengan ajaran agama
Strategi Usaha Bank Muamalat Indonesia
Untuk mencapai tujuannya, Bank Muamalat Indonesia di dalam operasionalnya akan mendasarkan strategi usaha sebagai berikut:
Sasaran pembinaan
Adalah sasaran pembinaan Bank Muamalat Indonesia meliputi
pengkrajin industri kecil, nelayan, peternak, pekebun petani tanaman dan
holtikultura, pedagang kecil, pengusaha transportasi dan pengusaha lainnya.
Untuk sasaran tersebut dilakukan kegiatan untuk membina dan mempercepat
berkembangnya masyarakat kelompok ekonomi menengah kebawah untuk
mengantisipasi dampak negatif dari pembangunan, sehingga terbentuk landasan
yang kokoh bagi pengembangan manusia seluruhnya dalam pembangunan
nasional jangka panjang kedua.
Strategi Pengembangan
Strategi pengembangan Bank Muamalat Indonesia dilakukan dengan
kegiatan-kegiatan:
Bekerjasama dengan BPR yang telah ada dengan cara:
1. Mengintrodusir dan membina pengembangan produk-produk dalam
sisi perbankan berdasarkan Syariah Islam.
2. Mengintrodusir sisi pengembangan usaha berdasarkan kebersamaan
dan peran serta dalam permodalan dan risiko.
3. Merintis dan mengembangkan kerjasama dengan lembaga swadaya
masyarakat dalam mendukung peningkatan kemampuan manajerial
dan teknologi. Peningkatan nilai dan pengembangan usaha pengusaha
kecil dan menengah.
b. Mendorong pengembangan bank-bank BPR baru di daerah-daerah potensial, pengembangan usaha kecil dan menengah dengan cara:
Penyediaan modal perangsang
Penyediaan staf BPR dan pelatihan
Penyediaan modal kerja dan pembinaan teknis
Pembinaan lanjutan
Merintis dan mengembangkan kerjasama dengan LSM dalam mendukung
peningkatan kemampuan manajerial dan teknologi, peningkatan nilai
tambah dan pengembangan usaha pengusaha kecil dan menengah.
c. Bekerja sama dengan badan amil zakat, infaq, sodhaqoh (BAZIS)
mengintensifkan pengelolaan dana zakat, infaq, shodakoh untuk proyek-
proyek pengembangan usaha kecil dan menegah.
d. Merangsang tumbuh dan berkembang lebih baik lembaga-lembaga
penyediaan bantuan tekhnik manajemen usaha pengusaha kecil dan
menengah.
e. Merangsang tumbuh dan berkembang lebih baik lembaga-lembaga
penyediaan teknologi peningkatan produktivitas.
f. Merangsang tumbuh dan berkembang lebih baik lembaga-lembaga
penyediaan bantuan pembinaan keterampilan akuntansi.
g. Mengembangkan peranan kelembagaan dan melancarkan jaringan
penyediaan bahan baku.
h. Mengembangkan peranan kelembagaan penyediaan teknologi pasca
panen.
i. Mengembangkan peranan kelembagaan pemasran hasil produksi.
Produk dan Jasa Bank Muamalat Indonesia
Produk Penghimpunan Dana:
Tabungan Ummat
Merupakan investasi tabungan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat diseluruh cabang maupun ATM Bank Muamalat Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku. Nasabah memperoleh bagi hasil yang berasal dari pendapatan bank atas dana tersebut. Fasilitas asuransi jiwa dapat dinikmati oleh nasabah tabungan umat. Tabungan Arafah
Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudakan niat
nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produksi ini akan membantu untuk
merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu
pelaksanaan yang diinginkan. Dengan asilitas asuransi jiwa, Insya Allah
pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin.
3. Tabungan Ummat Yunior
Merupakan tabungan yang dikhususkan untuk remaja dan pelajar.
Selain fasilitas asuransi kecelakaan, tersedia juga hadiah khusus bagi pelajar
berprestasi.
4. Tabungan Ukhuwah
Merupakan tabungan yang bekerjasama dengan dompet Dhuafa
Republik untuk kemudian pembayaran ZIS secara teratur dan otomatis dengan tiga
paket pilihan yaitu Rp. 25.000, Rp. 50.000, Rp. 100.000. nasabah tidak dikenakan
biaya atas pembuatan kartu ataupun jasa yang diberikan. Nasabah memperoleh
perlindungan asuransi kecelakaan dan kartu tebungan yang berfungsi sebagai katu
ATM serta kartu diskon di tempat-tempat yang ditunjuk.
5. Deposito Fulinves
Merupkan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan
dengan bagi hasil yang menarik. Tersedia dalam jangka waktu 1.3.6 dan 12 bulan
dan memperoleh kesempakan untuk umroh melalui undian dengan kelipatan Rp.
1.000.000. fasilitas asuransi jiwa diberikan kepada yang memilih jangka waktu 6
dan 12 bulan.
6. Giro Wadi’ah
Merupakan titipan dan pihak ketiga berupa simpanan giro yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro
dan pemindah bukuan. Bank akan memberikan bonus kepada nasabah berdasarkan
pendapatan bank.
7. Dana Pensiun Lembaga Keuangan
Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah dan berusia maksimal 50 tahun. Iuran sangat terjangkau yaitu minimal Rp. 20.000 per bulan dan pembayarannya dapat didebet secara otomatis dari rekening bank muamalat atau dapat ditransfer dari bank lain. 8. Shar-E
Shar-E adalah investasi syariah yang dikemas dalam bentuk paket perdana
seharga Rp. 125.000,- dan dapat deperoleh di kantor-kantor Pos Online diseluruh
Indonesia. Fasilitas yang didapat yaitu berupa ATM, sebagai kartu debit, phone
banking, pembayaran zakat otomatis dan pembayaran autodebet tagihan bulanan.
Produk Pembiayaan:
1. Murabahah
Akad jual beli antara nasabah dan bank. Bank membiayai
(membelikan) kebutuhan investasi nasabah yang dijual dengan harga pokok
ditambah dengan keuntungan yang diketahui dan disepakati bersama. Pembayaran
dilakukan dengan cara mengangsur selama jangka waktu yang telah ditetapkan.
2. Istishna
Akad jual beli antara nasabah dan bank, dimana kenutuhan barang
nasabah tersebut dilakukan berdasarkan pesanan (barang belum jadi) dengan
kriteria tertentu seperti jenis, tipe, model atau kualitas dan jumlah berangnya.
Bank memesan barang pesanan nasabah kepada produsen sesuai dengan perjanjian
yang mengikat. Setelah barang jadi, maka bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Pembagian hasil
keuntungan dari proyek dilakukan sesuai dengan nisbah yang disepakati bersama.
3. Mudharabah Muqayyadah/ Rekasadana
Perjanjian kerja sama antara nasabah dan bank, dimana nasabah hanya
boleh menggunakan modal yang diberikan untuk melasanakan proyek yang telah
ditentukan. Pembagian hasil keuntungan dari proyek dilakukan sesuai nisbah yang
disepakati bersama.
4. Musyarakah
Pembayaran Musyarakah adalah kerjasama perkongsian yang
dilakukan antara nasabah dan Bank Muamalat Indonesia dalam suatu usaha/
proyek dimana masing-masing pihak berdasarkan kesepakan memberikan
kontribusi sesuai dengan kesepakatan bersama berdasarkan porsi dana yang
ditanamkan. Proyek ini boleh dikelola oleh salah satu dari pemberi dana atau oleh
pihak lainnya. Untuk jenis pembiayaan ini, pemilik dana boleh melakukan
intervensi dalam manajemen proyek tersebut. Pembagian keuangan dilakukan
sesuai dengan kesepakatan bersama, namun kerugian dibagikan berdasarkan
besarnya modal yang diberikan.
5. Qardhul Hasan
Perjanjian pemberian pinjaman bank kepada kedua dan pinjaman
tersebut dikembalikan dengan jumlah yang sama (sebesar yang dipinjam).
Pengembalian ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan
bersama) dan pembayaran bisa dilakukan secara angsuran maupun tunai.
6. Rahn
Perjanjian penyerahan barang/ harta nasabah (rahin) kepada bank
(mutahin) sebagai jaminan atau gadai, jika emas di rahn-kan maka fisik emas
diserahkan kepada bank, sedangkan untuk kendaraan atau rumah (properti) cukup
dengan menyerahkan sertifikat atau surat kepemilikan saja.
7. Wakalah
Perjanjian pemberian kepercayaan dan hak dari lembaga/ seseoarang
kepada pihak lain sebagai wakil dalam melaksanakan transaksi. Segala hak dan
kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberikan
kepercayaan. Wakil boleh mendapatkan keuntungan di laur transaksi yang telah
disepakati bersama.
8. Hiwalah
Perjanjian pengaliahan hak dan kewajiban (piutang) nasabah (pihak
pertama) kepada bank (pihak kedua) dari nasabah lain (pihak ketiga). Peihak
pertama meminta bank untuk membayarkan telebih dahulu piutang yang timbul,
baik dari jual beli maupun transaksi lainnya. Setelah piutang tersebut jatuh tempo,
pihak ketiga akam membayar kepada bank. Bank akan memdapatkan keuntungan
dari upah pemindahan itu.
Jenis-jenis Jasa Lainnya
1. ATM
2. Phone Banking
3. Payment Point
4. Penukaran Mata Uang Real di Embargkasi Haji
5. Pembayaran Zakat , Infaq, dan Sedekah (ZIS)
6. Penggajian (Payorll)
7. Letter of Credit (L/C)
Prosedur dan Proses Pembiayaan
Dalam mengajukan pembiayaan dalam Bank Syariah ada beberapa hal
yang perlu dilakukan yaitu digambarkan pada skema di bawah ini:
Skema Prosedural Pembiayaan
Inisiasi
S l l A l
Dokumentasi
1. Pre signing documentation 2. Pre disbursement documentation
1. Inisiasi
Proses awal menetapkan kriteria nasabah pembiayaan sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan Bank Muamalat Indonesia, kemudian melakukan evaluasi serta
memberikan keputusan hasil evaluasi.
a. Solisitas
Mencari nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Dalam hal ini terdapat beberapa tahapan, yaitu:
1. Penetapan target market, misal sektor industri
2. Penetapan sektor bisnis, misal industri bidang semen
3. Penetapan risk acceptance assets criteria (RAAC), misal risiko
4. Penetapan nasabah yang dibiayai, misalnya PT. Semen Gresik
b. Evaluasi
1. Kunjungan ke nasabah dengan laporan kunjungan nasabah
a. tujuan
b. hasil kunjungan
c. rencana tindak lanjut
2. Pengumpulan data-data
Monitoring
1. Regular monitoring 2 Restrukturisasi pembiayaan
a. surat permohonan nasabah
b. data legalitas, yaitu:
c. data keuangan nasabah
d. data jaminan
e. proposal proyek yang dibiayai
f. proyeksi cash flow
3. Data dimasukkan ke dalam file keuangan
a. Persetujuan
b. Kolektibilitas
c. Permintaan informasi
d. Penyidikan
e. Penilaian jaminan
f. Keterangan ringkas nasabah
g. Laporan kunjungan
h. Korespondensi intern
i. Korespondensi extern
4. Tahapan evaluasi
a. evaluasi kelayakan usaha yang akan dibiayai
b. evaluasi dokumentasi legalitas, transaksi jaminan, checking (BI,
trade, personal)
5. Evaluasi data disajikan dalam usulan pembiayaan (UP) dengan
berisikan:
a. latar belakang masalah (legalitas, kepemilikan, kepengurusan,
track record)
b. hubungan perbankan nasabah
c. usaha nasabah (sarana, konsumen, industri nasabah)
d. deskripsi proyek yang dibiayai
e. analisa cash flow, dan penentuan plafond pembiayaan
f. analisa jaminan
g. aspek syariah
h. kesimpulan
i. rekomendasi struktur fasilitas
c. Approval
1. Account Manager (AM) mempresentasikan UP di depan komite
pembiayaan (minimal 3 orang yang salah satunya mempunyai 1 unit
approval)
2. keputusan komite pembiayaan:
a. ditolak, seluruh dokumen nasabah dikembalikan disertai surat
penolakan.
b. Disetujui, AM membuat offering letter (OL) atau surat
persetujuan prinsip pembiayaan yang ditanda tangani oleh
direksi/ pimpinan cabang/ kepala divisi.
c. Offering letter adalah dokumentasi legal berisi komitmen baru
untuk membiayai usaha nasabah.
2. Dokumentasi
a. pre signing documentation
1. offering letter
2. akad pembiayaan
3. akad dan dokumen jaminan
4. dokumen pndukung: kontrak kerja, asuransi, dll
b. Pre disbursement documentation
1. surat permohonan relisasi pembiayaan (SPRP)
2. tanda turun barang
3. surat perintah transfer
4. dokumen pendukung lainnya yang disyaratkan dalam OL
3. Monitoring
a. Regular monitoring
1. Monitoring aktif, yaitu mengunjungi nasabah secara reguler dan
memberikan laporan kunjungan nasabah kepada komite pembiayaan/
supervisor AM
2. Monitoring pasif, yaitu monitoring pembayaran kewajiban nasabah
kepada bank setiap akhir bulan
b. Restrukturisasi pembiayaan
1. restrukturisasi, rekondisi, reschedule
2. penjualan jaminan
Prosedur Pelaksanaan Penanaman Dana Mikro
Solisitas
Unit Bisnis dilakukan oleh AM Mikro BMI langsung kepada end user.
Mitra Aliansi dilakukan oleh AM BMT, BPRS, Koperasi yang berbadan hukum
kepada end user dan atau AM BMI ke end user dengan channel Mitra Aliansi.
Taksasi Jaminan
Taksasi dilakukan oleh unit support dan atau kru marketing lain yang bukan
pemilik atau penanggung jawab account (cross taxation antar AM). Dalam
pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama dengan penanggung jawab
account yang bersangkutan. Laporan taksasi untuk unit bisnis ditandatangani oleh
Pemimpin Cabang, sedangkan untuk mitra aliansi ditandatangani oleh Direktur
atau Manager.
Usulan Penanaman Dana:
Terlampir, disertai dengan lembar pemeringkatan nasabah.
Proses Persetujuan:
Unit Bisnis: Komite Cabang berjumlah 2 orang (termasuk pemegang limit).
Aliansi: diajukan mitra kemudian direview dan disetujui oleh Komite Cabang
(termasuk pemegang limit)
Pengikatan:
Unit Bisnis: oleh pemimpin cabang
Aliansi: oleh Pemimpin Mitra Aliansi yang telah mendapatkan Kuasa Substitusi
dari Pemimpin Cabang BMI berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari Direksi
BMI
Format standar akan terlampir.
Pencairan: dilakukan oleh BMI melalui rekening nasabah di BMI
Collection:
a. Unit Bisnis : oleh cabang
b. Aliansi : oleh Mitra Aliansi
8. Penyelesaian Pananaman Dana Bermasalah dapat dilakukan dengan cara 3 R
(Reshedule, Reconditioning and Restructue), termasuk offset jaminan tanpa
melalui proses litigasi.
Ketentuan Pendukung
1. Biaya Administrasi
a. Unit Bisnis : minimal 1,5% per transaksi = 1 % untuk BMI dan 0,5% untuk
marketing.
b. Aliansi : minimal 2% = 1% untuk Mitra Aliansi dan 1% untuk BMI.
2. Jangka Waktu : maksimal 48 bulan
3. Jenis Jaminan
a. Sertifikat : SHM, SHGB, Saham Hak Pakai, Starata Title
b. Girik (atau sejenisnya) yang disertai dengan Akta Jual Beli
c. Verponding
d. SIPT Kios Pasar
e. BPKB (untuk angkutan umum beserta dengan izin trayeknya)
f. Faktur
g. Ijasah
h. SK Pengangkatan Pegawai
i. Taspen
j. Emas atau Perhiasan
k. Stok Barang
l. Cessie gaji
m. Cessie Piutang
n. Lembaga Penjamin : Askrindo, PSPU, PKPI, takaful
4. Jenis Pengikatan
a. Pembiayaan : Internal
b. Jaminan : Surat Kuasa Jual
5. Penyimpanan File Penanaman Dana & Pinjaman
a. Unit Bisnis : wajib menyimpan semua dokumen terkait penanaman dana mikro
b. Aliansi : penyimpanan dokumenakad dan penanaman dana disimpan di unit
bisnis, sedangkan dummy file disimpan di mitra aliansi. Dokumen jaminan
dimitra aliansi dan copy dokumen disimpan di BMI serta BMI mempunyai
kewajiban untuk memeriksa dan menguasai.
6. Ketentuan Lainnya
a. Unit Bisnis:
1. jaminan harus diasuransikan (yang memungkinkan)
2. nasabah harus membuka rekening di BMI
3. Pengendapan dana sebesar 1 kali angsuran sebagai angsuran terakhir
4. Asuransi jiwa pembiayaan bagi nasabah dengan status karyawan
5. Jaminan kendaraan tidak dapat berumur lebih dari 13 tahun + tenor
b. Mitra Aliansi
1. asuransi jiwa pembiayaan bagi nasabah dengan status karyawan
2. jaminan kendaraanharus diasuransikan
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Jumlah Nasabah UKM 2003 - 2007
Jumlah nasabah UKM yang dibiayai Bank Muamalat Indonesia yang
terbesar ternyata berasal dari pembiayaan murabahah dan terkecil dari pembiayaan
musyarakah. Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat yang bergerak di sektor
UKM lebih memilih pembiayaan berbasis murabahah dibandingkan dengan
pembiayaan yang berbasis musyarakah (lihat lampiran 1)
Hal ini dapat dikarenakan pembiayaan musyarakah bersifat jangka
panjang, sedangkan secara umum pengusaha yang tergolong dalam UKM hanya
sebagian saja yang dapat menyelesaikan suatu proyek jangka panjang. Oleh sebab
itulah, pembiayaan musyarakah sangat sedikit dimanfaatkan oleh kelompok UKM.
Pertumbuhan jumlah nasabah UKM secara umum sejak Januari 2003 - Desember 2007 menunjukan adanya peningkatan. Untuk melihat perkembangan jumlah nasabah UKM untuk masing-masing jenis pembiayaan, akan di bahas pada bagian berikut.
1. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Musyarakah
Perkembangan jumlah nasabah UKM di Bank Muamalat Indonesia untuk
pembiayaan musyarakah sepanjang tahun 2003, cenderung tidak menunjukan
peningkatan yang berarti, akan tetapi sejak awal tahun 2004 , 2006 sampai dengan
tahun 2007 peningaktan terjadi dengan signifikan. Hal ini menunjukan bahwa
pembiayaan musyarakah yang merupakan pembiayaan jangka panjang semakin
banyak diberikan kepada nasabah UKM. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa perhatian bank Muamalat Indonesia kepada UKM mengalai peningkatan
khususnya dari tahun 2004, 2006 sampai dengan tahun 2007.
Gambar 4.1 Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Musyarakah
0200400600800
100012001400160018002000
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46
Bulan
Nas
abah
2. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Mudharabah
Secara absolut jumlah nasabah UKM jenis pembiayaan mudharabah jauh
lebih tinggi dibandingkan jumlah nasabah untuk pembiayaan musyarakah (lihat
lampiran1). Perkembangan jumlah nasabah UKM untuk pembiayaan mudharabah
ternyata sepanjang tahun 2003 tidak menunjukan perubahan yang berarti.
Perubahan yang signifikan meningkat terjadi pada awal tahun 2004 sampai
dengan pertengahan tahun 2006 (lihat gambar 4.2). Pada tahun 2007 mengalami
penurunan nasabah, akan tetapi dari komposisi pembiayaan mudharabah tidak
mengalami penurunan. Hal ini menunjukan bahwa menurunya jumlah nasabah
bukan berarti menurunya perhatian Bank Muamalat Indonesia kepada
pembiayaan mudharabah UKM.
Gambar 4.2 Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Mudharabah
0
5000
10000
15000
20000
25000
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46
Bulan
Nas
abah
3. Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Murabahah
Jumlah nasabah UKM untuk jenis pembiayaan murabahah merupakan yang terbesar dibanding jumlah nasabah untuk pembiayaan musyarakah dan murabahah (lihat lampiran 1). Berdasarkan gambar 4.3 dibawah terlihat bahwa pembiayaan murabahah sepanjang tahun 2003 tidak mengalami perubahan yang berarti, pembiayaan yang signifikan terjadi pada tahun 2004, 2006 dan tahun 2007. Hal ini kembali menunjukan bahwa peningkatan nasabah UKM di Bank Muamalat Indonesia secara umum terjadi pada tahun 2004. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk membiayai pengusaha yang termasuk dalam kelompok UKM, baru menunjukan peningakatan sejak tahun 2004. Sejalan dengan itu bahwa perhatian Bank Muamalat Indonesai terhadap UKM selalu meningakat dari waktu ke waktu.
Gambar 4.3 Jumlah Nasabah UKM Untuk Pembiayaan Murabahah
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46
Bulan
Nas
abah
B. Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia
Dana pihak ketiga dari tahun 2003 - September 2007 menunjukan adanya peningkatan. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam menggalang dana pihak ketiga semakin baik. Selain itu hal tersebut menandakan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Bank Muamalat Indonesia semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan dana pihak ketiga Bank Muamalat Indonesia sebagaimana gambar 4.4 di bawah.
Pada gambar 4.4 terlihat bahwa peningkatan pihak ketiga terus terjadi sejak
tahun 2003. Akan tetapi peningkatan yang paling besar terjadi pada tahun 2004.
Kondisi ini sejalan dengan peningkatan pembiayaan dan pendapatan Bank Muamalat
Indonesia.
Gamber 4.4 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia (Juta Rupiah)
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
8000000
9000000
1 2 3 4 5
Tahun
Dan
a Pi
hak
ketig
a
Tahun 2004 Dana Pihak ketiga adalah Rp 4.332.092 juta mengalami
kenaikan 72,57% dari tahun 2003 yaitu Rp. 2.510.243 juta. Pada tahun 2005 Rp.
5.750.227 juta naik 32,73%, tahun 2006 kenaikan mengalami 18,90% yaitu Rp
6.837.431 juta. Sedangkan pada tahun 2007 sampai bulan September kenaikan hanya
mencapai 16% Rp 7.980.631 juta.
TABEL 4.1 Dana Pihak Ketiga Bank Muamalat Indonesia
(Juta Rupiah) TAHUN DANA PIHAK KE-3
2003 2.510.243.
2004 4.332.092
2005 5.750.227
2006 6.837.431
September 2007 7.980.631
Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia
Meski demikian Dana Pihak ketiga Bank Muamalat Indonesia setelah mengalami peningkatan yang tinggi pada tahun 2004, akan tetapi setelah tahun 2004 peningkatan stabil bahkan cenderung menurun. Hal tersebut perlu kiranya
menjadi bahan pertimbangan Bank Muamalat Indonesia agar dapat meningkatkan kembali kinerjanya dalam menghimpun dana pihak ketiga pada waktu yang akan datang.
C. Perkembangan Pembiayaan
1. Pembiayaan Total Bank Muamalat Indonesia 2003 - 2007
Sejalan dengan paling tingginya jumlah nasabah untuk jenis pembiayaan
murabahah, maka untuk pembiayaan total (UKM & Non UKM), jumlah terbesar
juga pada jenis pembiayaan murabahah. Disamping itu pembiayaan total Bank
Muamalat Indonesia, yang terdiri atas pembiayaan musyarakah, mudharabah dan
murabahah menunjukan peningkatan selama bulan januari 2003 sampai dengan
Desember 2007 (lihat lampiran 2). Guna mengetahui perkembangan pembiayaan
total untuk masing-masing jenis pembiayaan, berikut akan dibahas satu persatu.
a. Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia
Pada gambar 4.5 di bawah terlihat bahwa pembiayaan musyarakah total sepanjang tahun 2003 cenderung stabil. Peningkatan baru terjadi pada pertengahan tahun 2004 sampai dengan 2005, sedangkan pada tahun 2006 terjadi penurunan kembali, Peningkatan yang lebih besar tarjadi lagi pada tahun 2007. Secara umum hal ini mengindikasikan bahwa Bank Muamalat Indonesia sejak pertengahan tahun 2004 semakin memberikan perhatian pada produk pembiayaan musyarakah.
Gambar 4.5 Pembiayaan Musyarakah Total Bank Muamalat Indonesia Januari
2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)
0200000400000600000800000
100000012000001400000160000018000002000000
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57
Bulan
Pem
biay
aan
Berdasarkan gambar tersebut diatas juga dapat dilihat bahwa sebelum
tahun 2004 Bank Muamalat Indonesia cenderung kurang memperhatikan
pembiayaan musyarakah. Hal ini dapat dimengerti mengingat pembiayaan
musyarakah umumnya di tujukan untuk menyelasaikan proyek, dan merupakan
kerja sama antara bank dengan investor dalam jangka panjang. Di duga Bank
Muamalat Indonesia masih berhati-hati dalam memilih mitra kerja yang dapat
dipercaya guna menghindari risiko yang dapat merugikan Bank Muamalat
Indonesia.
b. Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia
Pembiayaan mudharabah total Bank Muamalat Indonesia secara umum
menunjukan adanya peningakatan yang signifikan, hal ini mengindikasikan
bahwa Bank Muamalat Indonesia terus semakin memberikan perhatian pada
produk pembiayaan mudharabah. Peningkatan ini menandakan bahwa Bank
Muamalat Indonesia juga memandang bahwa pembiayaan mudharabah
mempunyai proyek yang baik.
Hal ini dapat dipahami karena pembiayaan jenis ini sesungguhnya merupakan penyelesaian suatu proyek yang dilaksanakan oleh mitra kerja bank, yang menurut tradisi digunakan untuk proyek-proyek investasi jangka pendek perdagangan dan perniagaan. Oleh karena bank menanggung risiko sendiri, maka sudah barang tentu analisis risiko telah dilakukan secara seksama dan tentunya bank akan memilih proyek yang mempunyai prospek yang cukup baik.
Gambar 4.6 Pembiayaan Mudharabah Total Bank Muamalat Indonesia Januari 2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57
Bulan
Pem
biay
aan
c. Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia
Berdasarkan data pada lampiran 2 terlihat bahwa pada awalnya komposisi pembiayaan murabahah total Bank Muamalat Indonesia tidak berbeda jauh dengan pembiayaan mudharabah. Akan tetapi, pada bulan-bulan berikutnya terlihat terjadi peningkatan yang lebih besar dari pembiayaan murabahah. Peningkatan pada jenis pembiayaan murabahah menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia lebih memperhatikan pembiayaan yang berbasis murabahah. Hal ini dapat dimengerti bahwa pembiayaan murabahah lebih pasti dalam mendapatkan keuntungan.
Gambar 4.7 Pembiayaan Murabahah Total Bank Muamalat Indonesia Januari 2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)
0500000
10000001500000200000025000003000000350000040000004500000
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57
Bulan
Pem
biay
aan
Pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan terbesar yang dikucurkan
oleh Bank Muamalat Indonesia. Diduga hal ini dikarenakan pembiayaan
murabahah yang mempunyai sifat jangka pendek. Akan tetapi Bank Muamalat
Indonesia perlu juga mengingat bahwa pembiayaan ini cenderung bersifat
konsumtif, karena bank memberikan suatu barang kepada konsumen, dengan
harga yang telah di mark-up, yang dibayar secara mencicil atau diangsur,
misalnya untuk membeli sepeda motor, barang elektronik dan sebagainya.
Sekalipun memungkingkan pembiayaan ini digunakan untuk membeli barang
modal, akan tetapi karena pembiayaan ini yang dikeluarkan bank sangat kecil,
maka diduga hal tersebut lebih dominan digunakan untuk pembelian barang-
barang konsumsi.
2. Pembiayaan UKM Bank Muamalat Indonesia 2003 – 2007
Pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Muamalat Indonesia secara garis
besar terdiri dari, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Non UKM. Khusus
pembiayaan terhadap UKM yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia
menunjukan adanya peningkatan yang signifikan terutama pada tahun 2004 (lihat
lampiran 3)
Disamping itu sejalan dengan pemaparan yang telah disampaikan bahwa
pembiayaan murabahah mempunyai jumlah nasabah dan pembiayaan terbesar,
maka pembiayaan untuk UKM yang terbesar juga pada pembiayaan murabahah
untuk lebih jelasnya mengenai gambaran pertumbuhan masing-masing
pembiayaan sebagai berikut akan dibahas satu persatu.
a. Pembiayaan Musyarakah UKM Bank Muamalat Indonesia
Berdasarkan gambar 4.8 terlihat bahwa pembiayaan musyarakah UKM Bank Muamalat Indonesia, pada awalnya menunjukan perubahan yang relatif rendah. Namun pada tahun 2004 pembiayaan musyarakah UKM tersebut mengalami peningkatan yang sangat besar dibanding tahun 2003. Akan tetapi tahun 2006 mengalami penurunan dan pada tahun 2007 secara umum kembali mengalami peningkatan yang signifikan, secara umum hal ini mengindikasikan bahwa Bank Muamalat Indonesia semakin memperhatikan pembiayaan kepada UKM yang berdasarkan prinsip musyarakah.
Gambar 4.8 Pembiayaan Musyarakah UKM Januari 2003 – Desember 2007 (Juta Rupiah)
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46
Bulan
Pem
biay
aan
Berdasarkan komposisi pembiayaan musyarakah UKM yang dikelurkan
Bank Muamalat Indonesia tahun 2003,2004,2006 dan 2007, pembiayaan rata-
rata Bank Muamalat Indonesia tahun 2003 mencapai Rp 1.477,92 juta per
bulan, pada tahun 2004 pambiayaan rata-rata naik lebih dari 100% dibanding
tahun 2003 manjadi Rp 143.554,92 juta perbulan. Hal ini menunjukan bahwa
peningkatan perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk membiayaai UKM
sejalan dengan waktu meningkat cukup tinggi. Akan tetapi pada tahun 2006
pembiayaan rata-rata mengalami penurunan sebesar 52,30% dibanding pada
tahun 2004 yaitu Rp 68.463,08 juta perbulan, baru pada tahun 2007 peningkatan
yang signifikan kembali terjadi. pembiayaan rata-rata yang dikeluarkan tahun
2007 adalah Rp. 280.683,67 juta perbulan, hal tersebut menandakan bahwa di
tahun 2007 Bank Muamalat Indonesia kembali meningkatkan perhatiannya
untuk pembiayaan musyarakah UKM lebih dari tahun-tahun sebelumnya.
TABEL 4.2 Pembiayaan rata-rata Musyarakah UKM Perbulan
(Juta Rupiah)
Tahun Pembiayaan rata-rata/bulan
2003 1.477,92
2004 143.554,92
2006 68.463,08
2007 280.683,67
Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
b. Pembiayaan Mudharabah UKM Bank Muamalat Indonesia
Pembiayaan mudharabah UKM Bank Muamalat Indonesia menunjukan
adanya peningkatan pada tahun 2003 meski perubahan tersebut relatif kecil.
Akan tetapi sejak tahun 2004,2006 dan 2007 pembiayaan mudharabah UKM
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, peningkatan pembiayaan
mudharabah UKM ini menunjukan bahwa sejak tahun 2004, Bank Muamalat
Indonesia mulai memperhatikan pembiayaan ini dengan lebih tinggi.
Gambar 4.9 Pembiayaan Mudharabah UKM Januari 2003 - Desember 2007 (Juta Rupiah)
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46
Bulan
Pem
biay
aan
Berbeda dengan rata-rata pembiayaan musyarakah perbulan yang
mengalami penurunan kembali pada tahun 2006, pada pembiayaan mudharabah
rata-rata pembiayaan perbulan tiap tahunnya mengalami peningkatan yang
signifikan. Berdasarkan komposisi pembiayaan mudharabah UKM yang
dikeluarkan Bank Muamalat Indonesia tahun 2003,2004,2006 dan 2007
pembiayaan rata-rata perbulan tahun 2003 adalah Rp 113.997,58 juta perbulan.
Pada tahun 2004 pembiayaan rata-rata mudharabah UKM naik lebih dari 100%,
sebesar Rp 1.125.782,33 juta perbulan, peningkatan ini terjadi seperti
pembiayaan musyarakah. Pada tahun 2006 rata-rata pembiayaan naik kembali
mencapai 75,25% dibandingkan tahun 2004, kenaikannya sebesar Rp
1.972.944,83 juta perbulan. Sedangkan pada tahun 2007 rata-rata pembiayaan
mudharabah naik sebesar 10,49% menjadi Rp. 2.180.057,42 juta perbulan. Hal
ini menunjukan bahwa peningkatan perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk
memberikan pembiayaan kepada UKM sejalan dengan waktu meningkat
dengan relatif cukup tinggi.
TABEL 4.3 Pembiayaan rata-rata Mudharabah UKM Perbulan
(Juta Rupiah) Tahun Pembiayaan rata-rata/ bulan
2003 113.997,58
2004 1.125.782,33
2006 1.972.944,83
2007 2.180.057,42
Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
c. Pembiayaan UKM Murabahah Bank Muamalat Indonesia
Pembiayaan murabahah mengalami peningkatan yang besar pada tahun
2004, sekalipun tahun 2003 terjadi kecenderungan perubahan yang stabil. Di awal
tahun 2006 cenderung mengalami penurunan, namun di pertengahan tahun 2006
sampai dengan Desember 2007 mengalami peningkatan kembali. Hal ini menunjukan
bahwa penyaluran pembiayaan untuk UKM semakin meningkat sejak tahun 2004
sampai dengan tahun 2007.
Gambar 4.10 Pembiayaan Murabahah UKM Januari 2003 - Desember 2007 (Juta Rupiah)
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Bulan
Pem
biay
aan
Tidak berbeda dengan pembiayaan musyarakah dan murabahah UKM
yang dikeluarkan Bank muamalat Indonesia, bahwa rata-rata pembiayaan murabahah
juga terjadi peningakatan lebih dari 100% pada tahun 2004 sebesar Rp 1.424.029,42
juta perbulan, dibandingkan dengan tahun 2003 yaitu Rp 141.495,83 juta perbulan,
Pada tahun 2006 peningkatan rata-rata pembiayaan hanya mencapai 14,22% dengan
nominal Rp 1.626.656,25 juta perbulan. Sedangkan pada tahun 2007 peningkatan
lebih tinggi mencapai 37,13% yaitu Rp 2.230.670,50 juta perbulan. Semua ini
menunjukan bahwa peningkatan perhatian Bank Muamalat Indonesia untuk
membiayai UKM dari waktu ke waktu meningkat.
TABEL 4.4 Pembiayaan rata-rata Murabahah UKM Perbulan
(Juta Rupiah) Tahun Pembiayaan rata-rata/bulan
2003 141.495,83
2004 1.424.029,42
2006 1.626.656,25
2007 2.230.670,50
Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Secara garis besar dapat terlihat bahwa pada awalnya perhatian, Bank Muamalat Indonesia kepada UKM relatif masih kecil, tetapi dari tahun ke tahun tampaknya perhatian tesebut semakin meningkat, terutama sejak awal tahun 2004, meski pada tahun berikut mengalami penurunan dan peningkatan kembali yang cukup signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Bank Muamalat Indonesia telah memberikan perhatian lebih kepada UKM. Selain itu mengindikasikan juga bahwa Bank Muamalat Indonesia menjalankan fungsi sosialnya dengan cara meningkatkan pembiayaan yang dikeluarkan untuk UKM.
D. Pendapatan Bank Muamalat Indonesia
Pendapatan BMI yang berasal dari pembiayaan musyarakah, mudharabah
dan murabahah sejak tahun 2003 sampai dengan September 2007 menunjukkan
adanya peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa
kinerja profitabilitas Bank Muamalat Indonesia semakin baik. Kecenderungan
peningkatan pendapatan Bank Muamalat Indonesia sebagaimana gambar 4.11.
Pada gambar di bawah terlihat bahwa peningkatan pendapatan terus terjadi sejak tahun 2003. Akan tetap, peningkatan yang lebih besar tejadi pada tahun 2004. kondisi ini sejalan dengan kecenderungan peningkatan pembiayaan yang dikeluarkan Bank Muamalat Indonesia, hal ini menunjukan adanya hubungan yang positif antara pembiayaan dan pendapatan.
Gambar 4.11 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia (Juta Rupiah)
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1 2 3 4 5
Tahun
Pend
apat
an
Pendapatan pada tahun 2003 Rp 291.647 juta, pada tahun 2004 pendapatan Bank Muamalat Indonesia naik 64,13% menjadi Rp 478.702 juta, tahun 2005 naik mencapai 55,77% yaitu Rp 745.701 juta, tahun 2006 naik 32,33% yaitu Rp. 986.786 juta, sedangkan pada bulan September 2007 dibandingkan dengan bulan September 2006 mengalami kenaikan mencapai 10,33%, yaitu pada september 2006 Rp. 700.032 juta dan September 2007 Rp. 772.377 juta.
TABEL. 4.5 Pendapatan Bank Muamalat Indonesia
(Juta Rupiah) TAHUN PENDAPATAN
2003 291.647
2004 478.702
2005 745.701
2006 986.786
September 2007 772.377
Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia
Sekalipun demikian terlihat bahwa setelah mengalami peningkatan pendapatan yang tinggi, pada tahun 2004 terjadi kecenderungan perolehan pendapatan yang stabil atau tidak mengalami peningkatan kembali, dan bahkan mengalami penurunan. Meski secara nominal mengalami kenaikan akan tetapi secara prosentase mengalami penurunan. Hal ini kiranya perlu menjadi perhatian Bank Muamalat Indonesia agar mempu untuk kembali meningkatkan pendapatan pada waktu ke waktu.
E. Proporsi Pembiayaan UKM dan Non UKM
Untuk melihat bagaimanakah Bank Muamalat Indonesia memperhatikan UKM, maka indikator yang penting untuk dilihat antara lain seberapa besar proporsi pembiayaan yang diberikan Bank Muamalat Indonesia kepada UKM. Untuk melihat kondisi tersebut, berikut akan dianalisis mengenai proporsi pembiayaan berdasarkan jenis pembiayaan.
Proporsi rata-rata pembiayaan musyarakah Bank Muamalat Indonesia
untuk UKM tahun 2003 – 2007 adalah 36%, sedangkan untuk Non UKM sebesar
64% (lihat gambar 4.13). Sepanjang tahun 2003, pembiayaan musyarakah kepada
UKM relatif masih kecil. Dengan kata lain, pembiayaan musyarakah terhadap
kelompok Non UKM jauh lebih tinggi. Akan tetapi pada tahun 2004, pembiayaan
musyarakah untuk UKM meningkat sangat besar, bahkan dalam beberapa bulan
proporsi pembiayaan untuk UKM mencapai 100% (lihat gambar 4.12). Hal tersebut
dapat disebabkan karena usaha Non UKM tidak ada yang membutuhkan pembiayaan
musyarakah pada tahun 2004, tetapi juga dapat disebabkan karena kebijakan Bank
Muamalat Indonesia untuk lebih memprioritaskan UKM. Akan tetapi apapun
alasannya, dengan melihat kondisi ini paling tidak Bank Muamalat Indonesia telah
memprioritaskan pembiayaan kepada UKM pada tahun 2004.
Proporsi pembiayaan untuk UKM tahun 2006 dan tahun 2007 berbeda
jauh dengan keadaan proporsi pembiayaan UKM di tahun 2004. Pada tahun 2006 dan
tahun 2007 proporsi pembiayaan mengalami penurunan kembali (lihat gambar 4.12).
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor penyebab turunnya proporsi
pembiayaan musyarakah untuk UKM. Salah satunya bisa disebabkan kelompok
UKM kurang meminati pembiayaan musyarakah karena pembiayaan ini bersifat
jangka panjang, tetapi juga dapat disebabkan karena kebijakan Bank Muamalat
Indonesia yang tidak memprioritaskan UKM. Akan tetapi apapun alasannya dengan
melihat kondisi ini dapat di ketahui bahwa Bank Muamalat Indonesia tidak
memprioritaskan UKM pada tahun 2006 – 2007. Atau dengan kata lain, Bank
Muamalat Indonesia tidak mengambil risiko dengan tidak mengakomodasi
kepentingan UKM.
Gambar 4.12 Proporsi Pembiayaan Musyarakah
UKM dan Non UKM Januari 2003 – Desember 2007
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Proporsi
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46
Bulan
UKM Non UKM
Gambar 4.13 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Musyarakah BMI Tahun 2003-2007
UKM36%
Non UKM64%
UKM Non UKM
Proporsi pembiayaan mudharabah dari waktu ke waktu berbeda dengan
proporsi pembiayaan musyarakah yaitu sejak tahun 2003, proporsi pembiayaan untuk
UKM relatif lebih kecil dibanding pembiayaan Non UKM. Akan tetapi sejak awal
tahun 2004, 2006 sampai 2007, terjadi peningkatan proporsi yang sangat besar,
bahkan dalam satu bulan di tahun 2004 mencapai 100% untuk pembiayaan
mudharabah UKM (lihat gambar 4.14). Proporsi rata-rata pembiayaan mudharabah
Bank Muamalat Indonesia untuk UKM tahun 2003 – 2007 sebesar 70% proporsi ini
lebih besar dibandingkan Non UKM, sedangkan untuk Non UKM sebesar 30% (lihat
gambat 4.15).
Kebijakan yang dibuat Bank Muamalat Indonesia dengan memberikan
proporsi pembiayaan mudharabah untuk UKM lebih besar dari kelompok Non UKM,
kembali menunjukan bahwa perhatian Bank Muamalat Indonesia kepada UKM telah
besar sejak tahun 2004, 2006 hingga tahun 2007.
Gambar 4.14 Proporsi Pembiayaan Mudharabah UKM dan Non UKM Januari 2003 – Desember 2007
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Proporsi
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46
Bulan
UKM Non UKM
Gambar 4.15 Proporsi Rata-rata Pembiayaan
Mudharabah BMI Tahun 2003-2007
UKM70%
Non UKM30%
UKM Non UKM
Pola komposisi pembiayaan murabahah tidak berbeda dengan pola yang
di tunjukan pembiayaan mudharabah, yaitu pada tahun 2003 proporsi pembiayaan
untuk UKM masih kecil dibandingkan dengan proporsi pembiayaan untuk Non
UKM. Pada tahun 2004, 2006 sampai 2007, proporsi pembiayaan untuk UKM
meningkat sangat besar. Proporsi rata-rata pembiayaan murabahah Bank Muamalat
Indonesia untuk UKM tahun 2003 – 2007 sebesar 53% proporsi ini lebih besar
dibandingkan Non UKM, sedangkan untuk Non UKM sebesar 47% (lihat gambar
4.17). Hal ini kembali membuktikan bahwa Bank Muamalat Indonesia mengambil
kebijakan dengan memberikan proporsi pembiayaan UKM lebih besar, serta
menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia sejak tahun 2004 memberikan
perhatian lebih kepada kelompok UKM.
Gambar 4.16 Proporsi Pembiayaan Murabahah UKM dan Non UKM Januari 2003 - Desember 2007
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Proporsi
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47
Bulan
UKM Non UKM
C
Gambar 4.17 Proporsi Rata-rata Pembiayaan Murabahah BMI Tahun 2003-2007
UKM53%
Non UKM47%
UKM Non UKM
Dari gambar ketiga proporsi yang telah dianalisis diatas, serta analisis
mengenai pertumbuhan pembiayaan rata-rata perbulan, telah terbukti bahwa khusus
sejak tahun 2004, 2006 dan 2007, Bank Muamalat Indnesia telah memberikan porsi
yang besar kepada pembiayaan UKM. Akan tetapi proporsi pembiayaan musyarakah
di tahun 2006-2007 untuk UKM kembali turun, hal ini menunjukan bahwa Bank
Muamalat Indonesia kurang memperhatikan pembiayaan musyarakah untuk UKM.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan perumusan masalah yang dibuktikan dengan mengadakan
penelitian dan analisa data, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian lapangan prosedur dan proses pembiayaan Bank
Muamalat Indonesia dalam memberikan pembiayaan kepada nasabahnya yaitu
dengan langkah-langkah berikut : (1) Nasabah telah memenuhi persyaratan yang
telah ditentukan oleh peihak Bank Muamalat Indonesia. (2) Account Manager
mengadakan survey langsung ketempat nasabah. (3) Account Manager
mempresentasikan usulan pembaiyaan (UP) nasabah kepada komite pembiayaan,
apabila layak maka UP tersebut diterima, akan tetapi apabila tidak layak maka UP
tersebut tidak diterima. (4) Apabila disetujui Account Manager membuat offering
latter yang telah ditanda tangani oleh direksi/ pemimpin cabang/ kepala divisi
yang kemudian mencairkan dana kepada nasabah. UP nasabah yang ditolak
seluruh dokumen dikembalikan kepada nasabah dan disertai surat penolakan. (5)
Nasabah yang telah menerima pembiayaan wajib mengembalikannya sesuai
dengan jangka waktu yang telah disepakati.
2. Berdasarkan komposisi pembiayaan UKM pertumbuhan pembiayaan rata-rata
perbulan sebagai berikut : (1) Pada pembiayaan musyarakah untuk UKM tahun
2004 naik lebih dari 100% sebesar Rp 143.554,92 juta perbulan, dibandingkan
tahun 2003 yaitu Rp 1.477,92 juta perbulan. Sedangkan pada tahun 2006
mengalami penurunan sebesar 52,30% dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp
68.463,08 juta perbulan. Sedangkan tahun 2007 peningkatan lebih dari 100%
terjadi kembali menjadi Rp 280.683,67 juta perbulan. (2) Pada pembiayaan
mudharabah untuk UKM pada tahun 2004 juga terjadi peningkatan lebih dari
100% sebesar Rp 1.125.782,33 juta perbulan, dibandingkan tahun 2003 yaitu Rp
113.997,58 juta perbulan. Pada tahun 2006 mengalami peningkatan 75,25%
dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp 1.972.944,83 juta perbulan. Sedangkan
pada tahun 2007 mengalami kenaikan 10,49% menjadi Rp 2.180.057,42 juta
perbulan. (3) Pada pembiayaan murabahah untuk UKM tahun 2003 adalah Rp
141.495,83 juta perbulan, pada tahun 2004 naik lebih 100% sebesar Rp
1.424.029,42 juta perbulan. Pada tahun 2006 naik mencapai 14,22%
dibandingkan tahun 2004 menjadi Rp 1.626.656,25 juta perbulan. Sedangkan
tahun 2007 peningkatan sebesar 37,13% menjadi Rp 2.230.670,50 juta perbulan.
Secara garis besar pertumbuhan pembiayaan rata-rata UKM meningkat dari
waktu ke waktu.
3. Proporsi pembiayaan UKM dan berdasarkan jenis pembiayan sebagai berikut : (1)
Proporsi pembiayaan musyarakah UKM pada tahun 2003 relatif kecil rata-
ratanya hanya mencapai 7%, tahun 2004 meningkat menjadi 75% ini mengartikan
bahwa Bank Muamalat Indonesia membuat kebijakan untuk memprioritaskan
UKM. Namun proporsi UKM pada tahun 2006-2007 menurun sangat signifikan.
Proporsi pembiayan UKM pada tahun 2006 rata-rata hanya mencapai 15%,
sedangkan pada tahun 2007 mencapai 30%. Hal ini kembali menunjukan bahwa
pada tahun 2006-2007 Bank Muamalat Indonesia tidak memprioritaskan UKM
dengan jenis pembiayaan musyarakah. (2) Proporsi pembiayaan mudharabah
untuk UKM sepanjang tahun 2003 relatif kecil, namun sejak tahun 2004,2006 dan
2007 proporsi pembiayaan meningkat. Proporsi pembiayaan UKM pada tahun
2004 mencapai 85%, tahun 2006 mencapai 83% dan tahun 2007 mencapai 92%.
Hal ini menunjukan kembali Bank Muamalat Indonesia membuat kebijakan
dengan memberikan proporsi pembiayaan lebih besar dibandingkan Non UKM,
mengartikan bahwa Bank Muamalat Indonesia berpihak kepada UKM. (3)
proporsi pembiayaan murabahah UKM tahun 2003 hanya mencapai 13%. Namun
sejak tahun 2004 proporsi pembiayaan UKM meningkat menjadi 86%, tahun
2006 proporsi pembiayaan mudharabah UKM 52%, dan tahun 2007 mencapai
62%. Hal ini menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia berpihak kepada
UKM dengan membuat kebijakan memberikan proporsi pembiayaan yang lebih
besar untuk UKM dibandingkan proporsi pembiayaan untuk Non UKM.
4. Pendapatan Bank Muamalat Indonesia dari pembiayaan musyarakah,
mudharabah dan murabahah dari waktu ke waktu meningkat, meski pembiayaan
yang dikeluarkan juga meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa antara
pembiayaan dengan pendapatan mempunyai dampak yang positif, terbukti
dengan meningkatnya pembiayaan yang dikeluarkan, pendapatan Bank Muamalat
Indonesia juga meningkat.
5. Skema aplikasi perbankan dari al- Musyarakah, al- Mudharabah dan al-
Murabahah dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema al-Mudharabah
Skema al-Musyarakah
Nasabah Parsial : Assset Value
Bank Syariah Parsial
PROYEK USAHA
KEUNTUNGAN
Bagi hasil keuntungan sesuai Porsi kontribusi model
(nisbah)
PERJANJIAN BAGI HASIL
Bank (Shahibul Maal)
PROYEK / USAHA
PENBAGIAN KEUNTUNGAN
Modal 100%
KEAHLIAN/ KETRAMPIL
Nisbah Y %
Nisbah X %
Nasabah (Mudharib)
6. Kebijakan yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia terhadap UKM adalah
dalam hal penanaman dana mikro Bank Muamalat Indonesia menggunakan
Skema Bai’al-Murabahah
Negosiasi & Persyaratan 1
BANK NASABAH 2
Akad Jual Beli
6
Bayar
SUPLIER PENJUAL
3 Beli 4 Kiri5 Terima
Barang & Dokumen
pola linkage kepada BPRS, dengan tujuan agar pengusaha mikro, kecil dan
menengah dapat menggunakan fasilitas pembiayaan yang tersedia di BMI.
Pola linkage yang digunakan adalah Executing, Joint Financing dan
Channelling. Selain itu dalam penyaluran dana CSR BMI menjalin kerja sama
dengan BMM menjalankan program KUM3 (Komunitas usaha mikro
muamalat berbasis masjid).
7. Pola linkage merupakan solusi yang diberikan bank dalam hal ini Bank Muamalat
Indonesia dalam pemberian fasilitas pembiayaan bagi UKM, sehingga UKM bisa
lebih mudah dalam memenuhi aspek legalitas dalam pembiayaan.
B. SARAN-SARAN
Sebagai program perbaikan kedepan, penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut
1. Karena pembiayaan yang dikeluarkan Bank Muamalat Indonesia dapat
meningkatkan pendapatan, maka Bank Muamalat indonesia harus terus menjaga
hubungan baik kepada nasabah dan mengetahui perkembangan usaha nasabah.
2. Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Syariah pertama di Indonesia hendaknya
menjalankan fungsi sosialnya dengan cara selalu memprioritaskan pembiayaan
kepada UKM.
3. Meningkatkan kerja Account Manager karena AM adalah pihak yang selalu
berhubungan dengan nasabah, jadi AM yang paling mengerti bagaimana keadaan
nasabah yang sebenarnya.
4. Untuk menarik minat para nasabah, Bank Muamalat Indonesia harus lebih
meningkatkan promosi dan melahirkan produk-produk yang menarik dan
inovatif.
5. Sebagai pemasukan kedepan Bank Muamalat Indonesia agar selalu beruraha
menggunakan instrumen syariah dalam setiap membuat kebijakan, sebab
instrumen syariah tidak hanya menata keuntungan pemilik modal melainkan
pengelola modal dalam hal ini adalah UMKM.
DAFTAR PUSTAKA
Al- quran dan Hadits
Amin, Hasan, Dasar- Dasar Ekonomi Perusahaan, Jakarta: Pradnya Paratama,1976.
An- Nabhani, Taqayuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alterbatif, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah Dari Teoti Kepraktik, Jakarta: Gema Insani, 2001. Antonio, M. Syafi’i, Bank Syariah, Wacana Ulama dan Cendikia, Jakarta: Tazkia
Institute, 1999. Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005, Cet. Ke- III. Chapra, M. Umer, Masa Depan Ilmu Ekonomi Sebuah Tinjauan Islam, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001, Cet. Ke- I. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, Cet. Ke-III. Firdaus, Rahmat dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Toeri,
Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit, Bandung: ALFABETA, 2004.
Hafsah, Muhammad Ja’far, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2000. Haroen, Nasrun, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000. Ismawan, Indra, Sukses di Era Ekonomi Liberal, Bagi Koperasi Perusahaan Kecil
Menengah, Jakarta: Grasindo, 2001. Jogiyanto, Metodelogi Penelitian bisnis: salah Kaprah dan pengalaman-
Pengalaman, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2004.
Jurnal KUKM, Genjot Sektor UMKM dengan Kredit Usaha Rakyat, Edisi November 2007.
Karim, Adiwarman .A, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004. Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997. Partomo, Tiktik Sartika dan Abd. Rachman Soejoedono, Ekonomi Skala Kecil/
menengah dan Koperasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, Cet. Ke- II. Peraturan Perundang-Undangan Usaha Kecil Dan Waralaba, Yogyakarta: Pustaka
Yustisia, 2007, Cet. Ke- I. Republika, Upaya Meningkatkan Aksesibilitas UMKM terhadap Perbankan, Kamis
11 Desember 2003. Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, edisi IV, Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1995. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES,
1995, Cet. Ke- II. Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
Yogyakarta: Ekonisia, 2003. Tambunan, Tulus T.H, Usaha Kecil dan Menengah Di Indonesia, Beberapa Isu
Penting, Jakarta: Salemba, 2002. Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syariah, Jakarta: Djambatan, 2001. Usman, Marzuki, Kiat Sukses Pengusaha Kecil, Jakarta: Jurnal Keuangan dan
Moneter dan Institut Banker Indonesia, 1998. Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003.
Lampiran 2 Pembiayaan Total Bulan Musyarakah Mudharabah Murabahah
1 20393 483642 951814 2 20403 485669 966368 3 21153 522273 1013673 4 21181 530054 1015795 5 21201 545989 1042529 6 22184 573229 1070091 7 21642 607877 1094418 8 21621 645230 1171726 9 23990 681482 1133003
10 24533 724766 1219257 11 29298 772156 1235938 12 36423 787560 1290553 13 36942 824359 1280159 14 44330 853921 1335112 15 85749 931031 1358007 16 122590 1065334 1446689 17 0 1363534 1534796 18 175004 1336962 1612725 19 0 1576823 1658546 20 198091 1438642 1744232 21 216485 1486804 1821290 22 231050 1553652 1896807 23 277810 1558059 1925059 24 372733 1606733 1900860 25 378995 1602122 1895483 26 379869 1638946 1957934 27 392389 1689439 2067765 28 435594 1782612 2161368 29 451322 1843674 2346979 30 526318 1899550 2403011 31 529690 1954391 2568098 32 529653 2038992 2767942 33 529453 2104419 2800616 34 535019 2190001 2905357 35 544808 2174498 2932868 36 497880 2156136 2950956 37 501429 2129337 2885980 38 494777 2125468 2897309
39 524992 2133176 2942202 40 495475 2138087 2996071 41 0 2664358 3104608 42 0 2687182 3237897 43 473633 2220857 3135841 44 0 2682020 3231129 45 0 2753335 3276947 46 454033 2309877 3275106 47 421562 2286114 3299863 48 475267 2289208 3122043 49 475617 2220897 3035649 50 523148 2191605 3040959 51 466847 2199768 3034817 52 760030 2276909 3167567 53 1040192 2256726 3394219 54 1054084 2307569 3629865 55 1221812 2341108 3765471 56 1346298 2367092 3908209 57 1433152 2400371 4055053 58 268066 3302336 4069748 59 1675504 2387361 4149873 60 1783074 2368207 4064004
Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Lampiran 3 Pembiayaan UKM
Bulan Musyarakah Mudharabah Murabahah 1 5832 87993 113492 2 5777 87837 114074 3 470 90878 116595 4 466 92441 125171 5 461 101171 129550 6 630 112400 143963 7 489 117190 151804 8 625 125651 149421 9 793 116655 155866 10 857 128376 169613 11 851 147403 177634 12 484 159976 150767 13 477 169461 140654 14 43930 802558 1250209 15 85304 860925 1267915 16 122145 963179 1345372 17 0 1215584 1417250 18 174810 1184324 1491351 19 0 1414017 1524168 20 198091 1438642 1597396 21 216441 1308735 1667900 22 231006 1368463 1789355 23 277766 1380114 1809087 24 372689 1403386 1787696 25 67845 1510684 988391 26 79383 1547107 831603 27 72747 1511738 840594 28 76866 1526690 977317 29 0 2193765 1883988 30 0 2227219 1922150 31 121562 2124237 1910348 32 0 2245508 1958263 33 0 2280459 1981129 34 127104 2187472 2051740 35 132935 2165617 2105112 36 143115 2154842 2069240 37 143415 2101032 2055067 38 151624 2067436 2057728
39 133965 2063092 2028913 40 168515 2076230 2043561 41 191389 2124856 2136315 42 192901 2194713 2242737 43 263447 2225413 2311298 44 336812 2247695 2345170 45 432821 2288678 2385140 46 195658 2258903 2390404 47 539472 2268890 2414521 48 618185 2243751 2357192
Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Lampiran 1 Jumlah Nasabah UKM
Bulan Musyarakah Mudharabah Murabahah1 8 535 1689 2 8 544 1351 3 7 564 1387 4 7 575 1423 5 7 603 1471 6 7 637 1490 7 6 653 1527 8 7 673 1532 9 8 620 1574 10 8 645 1618 11 8 807 2229 12 5 842 2226 13 4 855 2220 14 23 2151 6126 15 30 2763 5686 16 42 3512 5894 17 0 563 6148 18 54 6491 6290 19 0 7283 6399 20 149 22763 6700 21 54 9015 6909 22 53 8240 7821 23 54 8761 8039 24 59 7360 9212 25 45 12226 10295 26 46 12265 10409 27 46 12171 10584 28 56 11739 10913 29 0 13361 18447 30 0 8541 18895 31 153 8547 19324 32 0 8766 19395 33 0 8944 19753 34 161 8910 20368 35 166 8936 20585 36 170 9091 20706 37 172 9026 20903 38 181 9071 21492
39 150 9181 21792 40 172 9261 22516 41 197 9306 22618 42 234 9539 23579 43 382 9683 23984 44 610 9906 24607 45 916 10136 24516 46 966 10086 25633 47 1431 10221 25487 48 1792 10283 25948
Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Lampiran 4 Proporsi Pembiayaan Musyarakah UKM dan Non UKM
Bulan UKM Non UKM 1 29% 71% 2 28% 72% 3 2% 98% 4 2% 98%
5 2% 98% 6 3% 97% 7 2% 98% 8 3% 97% 9 3% 97% 10 3% 97% 11 3% 97% 12 1% 99% 13 1% 99% 14 99% 1% 15 99% 1% 16 100% 0% 17 0% 0% 18 100% 0% 19 0% 0% 20 100% 0% 21 100% 0% 22 100% 0% 23 100% 0% 24 100% 0% 25 14% 86% 26 16% 84% 27 14% 86% 28 16% 84% 29 0% 0% 30 0% 0% 31 26% 74% 32 0% 0% 33 0% 0% 34 28% 72% 35 32% 68% 36 30% 70% 37 30% 70%
38 29% 71% 39 29% 71% 40 22% 78% 41 18% 82% 42 18% 82% 43 22% 78% 44 25% 75% 45 30% 70% 46 73% 27% 47 32% 68% 48 35% 65%
Rata- rata 32% 56% Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Lampiran 5 Proporsi Pembiayaan Mudharabah UKM dan Non UKM
Bulan UKM Non UKM 1 18% 82% 2 18% 82% 3 17% 83% 4 17% 83% 5 19% 81% 6 20% 80% 7 19% 81% 8 19% 81% 9 17% 83% 10 18% 82% 11 19% 81% 12 20% 80% 13 21% 79% 14 94% 6% 15 92% 8% 16 90% 10% 17 89% 11% 18 89% 11% 19 90% 10% 20 100% 0% 21 88% 12% 22 88% 12% 23 89% 11% 24 87% 13% 25 71% 29% 26 73% 27% 27 71% 29% 28 71% 29% 29 82% 18% 30 83% 17% 31 96% 4% 32 84% 16% 33 83% 17% 34 95% 5% 35 95% 5% 36 94% 6% 37 95% 5% 38 94% 6%
39 94% 6% 40 91% 9% 41 94% 6% 42 95% 5% 43 95% 5% 44 95% 5% 45 95% 5% 46 68% 32% 47 95% 5% 48 95% 5%
Rata- rata 70% 30% Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Lampiran 6 Proporsi Pembiayaan Murabahah UKM dan Non UKM
Bulan UKM Non UKM 1 12% 88% 2 12% 88% 3 12% 88% 4 12% 88% 5 12% 88% 6 13% 87% 7 14% 86% 8 13% 87% 9 14% 86% 10 14% 86% 11 14% 86% 12 12% 88% 13 11% 89% 14 94% 6% 15 93% 7% 16 93% 7% 17 92% 8% 18 92% 8% 19 92% 8% 20 92% 8% 21 92% 8% 22 94% 6% 23 94% 6% 24 94% 6% 25 34% 66% 26 29% 71% 27 29% 71% 28 33% 67% 29 61% 39% 30 59% 41% 31 61% 39% 32 61% 39% 33 60% 40% 34 63% 37% 35 64% 36% 36 66% 34% 37 68% 32% 38 68% 32%
39 67% 33% 40 65% 35% 41 63% 37% 42 62% 38% 43 61% 39% 44 60% 40% 45 59% 41% 46 59% 41% 47 58% 42% 48 58% 42%
Rata- rata 53% 47% Sumber: Komposisi Pembiayaan Bank Muamalat Indonesia
Lampiran 7
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)
No. JENIS KRITERIA PLAFOND 1 USAHA MIKRO a. Usaha produktif
b. Usaha yang dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin (sesuai dengan kriteria BPS) dengan ciri-ciri :
Dimiliki oleh keluarga Mempergunakan teknologi sederhana Memanfaatkan sumber daya lokal Lapangan usahanya mudah dimasuki dan
ditinggalkan
Maks Rp 50 juta a. MOU BI-mb. PBI No. 3/1
tentang Pro
2 USAHA KECIL (KUK)
a. Usaha Produktif b. Kekayaan bersih maksimum Rp. 200 juta di luar
tanah dan bangunan tempat usaha atau total penjualan Rp 1 miliar/tahun
c. milik WNI d. Berdiri sendiri dan bukan cabang atau anak
perusahaan dari usaha besar e. bentuk usaha perseorangan atau badan usaha baik
berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum
diatas Rp 50 juta s.d
Rp 500 juta
a. UU No. 9 tab. PBI No. 3/2c. MOU BI-M
3 USAHA MENENGAH (UMKM)
a. Usaha produktif b. Kekayaan bersih maksimum Rp. 200 s.d Rp 10
miliar/tahun luar tanah dan bangunan tempat usaha c. milik WNI d. Berdiri sendiri dan bukan cabang atau anak
perusahaan dari usaha besar e. bentuk usaha perseorangan atau badan usaha baik
berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum
Rp 500 juta s.d
Rp 5 miliar
a. Inpres No. b. MOU BI-M
Sumber : Bank Muamalat Indonesia
top related