repository.stimart-amni.ac.idrepository.stimart-amni.ac.id/50/3/bab ii.docx · web viewbab...
Post on 31-Jul-2021
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori Dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Peran Syahbandar
Kata Syahbandar menurut etimologisnya terdiri dari kata Syah dan Bandar.
Syah berarti penguasa dan kata Bandar berarti : Pelabuhan dan sungai yang
digunakan sebagai tempat kepil atau tempat labuh, tempat kepil pada jembatan
punggah dan jembatan – jembatan muat, dermaga dan cerocok dan tempat kepil
lain yang lazim digunakan oleh kapal– kapal, juga daerah laut yang dimaksudkan
sebagai tempat kepil kapal–kapal yang karena saratnya atau sebab lain, tidak
dapat masuk dalam batas – batas tempat kepil yang lazim digunakan (Peraturan
Bandar 1925). Berdasarkan pengertian di atas terlihat beberapa unsur yang
berhubungan langsung satu sama lainnya yaitu adanya penguasa laut,sungai,
dermaga, dan kapal. Atau dengan kata lain ada unsur manusia
(pengusaha/pemerintah) dan unsur sarana dan prasarana yaitu laut dan sungai,
dermaga dan kapal. Sarana dan prasarana harus diatur dan di tata sedemikian rupa
sehingga dapat menunjang kelancaran lalulintas angkutan laut.
1. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Syahbandar
Syahbandar sebagai pejabat tertinggi dalam kepelabuhan tentunya memiliki
kewenanggan yang besar diberikan oleh aturan hukum Indonesia, oleh UU
Nomor 17 Tahun 2008 maka Syahbandar memiliki tugas sebagai berikut :
a. Mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban
pelabuhan.
b. Mengawasi tertib lalu lintas kapal diperairan pelabuhan dan alur–alur
pelayaran.
c. Mengawasi kegiatan alih muat diperairan pelabuhan.
d. Mengawasi bongkar muat barang berbahaya.
e. Mengawasi pengisian bahan bakar.
f. Mengawasi pengerukan dan rekalmasi.
8
9
g. Mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan.
2. Tugas yang dipercayakan sebagai pemimpin tertinggi dipelabuhan maka
syahbadar memiliki fungsi, yaitu :
a. Melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan dalam pelayaran yang
mencakup, pelaksanaan, pengawasan, dan penegakkan hukum dibidang
angkutan perairan.
b. Syahbandar membantu tugas pencarian dan penyelamatan dipelabuhan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
c. Syanbandar diangkat oleh menteri setelah memenuhi persyaratan
kompetensi dibidang keselamatan dan keamanan serta kesyahbandaran.
d. Mengkoordinasi seluruh kegiatan pemerintahan dipelabuhan.
e. Memeriksa dan menyimpan surat, dokumen, dan warta kapal.
f. Menerbitkan persetujuan kegiatan kapal dipelabuhan melakukan
pemeriksaan kapal.
g. Menerbitkan surat persetujuan berlayar
h. Melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal.
i. Melaksanan sijil awak kapal.
3. Peran syahbandar dalam bidang pengawasan
sangat penting hal ini dapat dilihat dalam undang undang pelayaran Indonesia
mengenai keselamatan kapal ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
dari syahbandar dalam pengawasannya yaitu:
a. Material kapal
b. Konstruksi kapal.
c. Bangunan kapal.
d. Permesinan dan perlistrikan kapal.
e. Stabilitas kapal.
f. Tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan
radio.
g. Elektornika kapal.
10
Demikian juga dalam rangka mengatur sarana dan prasarana di Bidang
Keselamatan Pelayaran, maka ada beberapa perangkat peraturan yang
mengatur tentang keselamatan kapal antara lain:
a) Nasional, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
b) Scheepen Ordonansi 1953 (SO. 1935) .
c) Scheepen Verordening 1935 (SV. 1935).
(Safety of life at Sea) 1974 diperbaiki dengan Amandemen 1978 berlaku
bagi semua kapal yang melakukan pelayaran antara pelabuhan-pelabuhan
di dunia. Ordonansi dan peraturan tersebut mengatur antara lain:
1. Instansi yang melakukan pengawasan terhadap laik laut suatu kapal.
2. Mengatur persyaratan konstruksi bangunan kapal.
3. Mengatur persyaratan kelengkapan kapal.
4. Mengatur persyaratan alat-alat radio komunikasi kapal.
5. Mengatur persyaratan daerah pelayaran suatu kapal .
6. Mengatur persyaratan navigasi kapal.
7. Mengatur tatacara pemuatan di kapal.
8. Mengatur persyaratan stabilitas kapal.
9. Mengatur persyaratan permesinan dan kelistrikan.
10. Mengatur tentang muatan berbahaya.
11. Mengatur persyaratan kapal nuklir.
12. Mengatur persyaratan untuk Nahkoda, perwira deck, dan mesin kapal
serta awak kapal.
13. Mengatur bentuk sertifikat keselamatan pelayaran.
2.1.2 Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Menurut Randy Y.C Agauw (2014) sarana bantu navigasi pelayaran
adalah sarana yang dibangun atau terbentuk secara alami yang berada di luar
kapal yang berfungsi membantu navigator dalam menentukan posisi atau haluan
kapal serta memberitahukan bahaya atau rintangan pelayaran untuk kepentingan
keselamatan berlayar. Ketentuan mengenai Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran
sebagaimana diatur dalam Pasal 27, Pasal 37, Pasal 134 ayat (7), dan Pasal 139
11
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran. Selain untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dapat pula
dipergunakan untuk kepentingan tertentu lainnya (Ayat 2), antara lain penandaan
wilayah Negara di pulau terluar, diantaranya berupa sarana penunjang untuk
keselamatan pelayaran dalam upaya tercapainya sasaran SISTRANAS yaitu
penyelenggaraan transportasi yang efektif (dalam arti selamat, aksesbilitas tinggi,
terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar, dan cepat, mudah dicapai, tepat
waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, dan populasi rendah) dan efisien
(dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi). Maka prioritas pembangunan
SBNP dan sarana penunjangnya adalah bagian yang berkaitan langsung dengan
pembangunan subsektor transportasi laut. Dalam hal ini peningkatan keselamatan
dan keamanan transportasi laut sebagai wujud implementasi dari salah satu
kebijakan SISTRANAS.
1. Definisi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada
diluar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan
dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal.
b. Menara suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tetap yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih 20 (dua puluh) mil laut yang dapat
membantu para navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal,
menunjukan arah daratan dan adanya pelabuhan serta dapat dipergunakan
sebagai tanda batas wilayah negara.
c. Rambu suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tetap yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut yang dapat
membantu para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang,
air dangkal, gosong, dan bahaya terpencil serta menentukan posisi dan/atau
haluan kapal serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara.
12
d. Pelampung suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran apung yang bersuar
dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih 4 (empat) mil laut yang dapat
membantu para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang,
air dangkal, gosong, kerangka kapal dan/atau untuk menunjukan perairan aman
serta pemisah alur, dan dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara.
e. Tanda Siang (Day Mark) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran berupa anak
pelampung dan/atau rambu siang yang dapat membantu para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka
kapal dan menunjukan perairan yang aman serta pemisah alur yang hanya
dapat dipergunakan pada siang hari.
f. Rambu Radio (Radio Beacon) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang
menggunakan gelombang radio untuk membantu para navigator dalam
menentukan arah baringan dan/atau posisi kapal.
g. Rambu Radar (Radar Beacon) adalah yang dapat membantu para navigator
untuk menentukan posisi kapal dengan menggunakan radar.
h. Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS) adalah
peralatan yang beroperasi secara otomatis dan terus menerus dalam rentang
frekwensi sangat tinggi VHF maritim bergerak, yang memancarkan data
spesifik kapal maupun Sarana Bantu Navigasi Pelayaran.
i. Kecukupan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah terpenuhinya Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran untuk mencakup perairan Indonesia sesuai dengan
rasio yang ditetapkan.
j. Kehandalan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah tingkat kemampuan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran untuk menjalankan fungsinya sesuai
ketentuan.
k. Kelainan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah kondisi tidak optimalnya
fungsi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran baik karena gangguan alam,
gangguan teknis dan kesalahan manusia.
l. Pemilik kapal adalah orang atau badan usaha yang memiliki kapal.
m. Operator kapal adalah orang atau badan usaha yang mengoperasikan kapal.
13
n. Jarak aman adalah jarak tertentu kapal yang sedang berlayar, berolah gerak
atau berlabuh jangkar terhadap Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran sehingga
tidak menabrak dan/atau merusak Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dalam
situasi dan kondisi yang bagaimanapun dengan melaksanakan kecakapan
pelaut yang baik.
o. Zona keamanan dan keselamatan adalah ruang disekitar Sarana Bantu
Navigasi-pelayaran, sarana Telekomunikasi-Pelayaran, dan bangunan atau
instalasi yang dibatasi oleh radius, tinggi, dan/atau kedalaman tertentu.
p. International Assosiation of Lighthouse Authorities (IALA) adalah suatu badan
dunia non pemerintah yang bersama para wakil dari negara-negara
penyelenggara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP) untuk saling tukar
informasi dan merekomendasikan improvisasi-improvisasi untuk Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran berdasarkan teknologi terkini.
q. Badan Usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau
badan hukum Indonesia.
r. Bangunan atau instalasi adalah setiap konstruksi baik berada di atas dan/atau
dibawah permukaan perairan. Menteri adalah Menteri Perhubungan.
s. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
2. Jenis Dan Fungsi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran
Pasal 2 Jenis Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran terdiri atas :
a. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran visual.
b. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran elektronik.
c. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran audible.
2.1.3 Pemanduan
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 24 KM Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pemanduan, Bab I pasal 1 ayat 1, “Pemanduan adalah kegiatan
dalam membantu Nahkoda kapal, agar navigasi dapat dilaksanakan dengan
selamat, tertib dan lancar dengan memberikan informasi tentang keadaan perairan
setempat yang penting demi keselamatan kapal dan lingkungan”.
14
Rahmad Mahdi, dkk (2018) menyebutkan bahwa di dalam melaksanakan
jasa pandu, semua kegiatannya diatur di dalam peraturan yang telah ditetapkan
oleh Menteri Perhubungan. Semua itu diharapkan agar kegiatan tersebut dapat
berjalan dengan lancar. Peraturan yang berkaitan dengan jasa pandu adalah
Keputusan Menteri Perhubungan No. 24 Tahun 2002 tentang penyelenggaraan
pemanduan, antara lain Penyelenggaraan Pemanduan, pasal 7 ayat 1 “Setiap kapal
yang berukuran tonnase kotor GT 500 atau lebih yang berlayar di perairan wajib
pandu, wajib menggunakan pelayanan jasa pemanduan”. Pasal 9 ayat 1,
Penyelenggara pemanduan dalam menyelanggarakan pemanduan wajib :
a. Menyediakan petugas pandu yang memenuhi persyaratan. Menyediakan sarana
bantu dan prasarana pemanduan yang memenuhi persyaratan.
b. Memberikan pelayanan pemanduan secara wajar dan tepat. Melaporkan apabila
terjadi hambatan dalam pelaksanaan pemanduan kepada pengawasan
pemanduan.
c. Melaporkan kegiatan pemanduan setiap 3 (tiga) bulan kepada Direktur Jendral.
1. Sistem dan Prosedur Pemanduan Kapal
Pengertian pemanduan kapal menurut Diktat PT. Pelabuhan Indonesia III
(Persero) Cabang Tanjung Wangi adalah : “Pemanduan kapal adalah kegiatan
pandu dalam membantu Nahkoda kapal, agar navigasi dapat dilaksanakan dengan
selamat, tertib dan lancar dengan memberikan informasi tentang keadaan perairan
setempat yang penting demi keselamatan kapal, penumpang dan muatannya
sewaktu memasuki alur pelayaran menuju dermaga”.
a. Perencanaan Pemanduan
Kepala Sub Dinas Perencanaan Pemanduan bertugas:
a) Menerima PPKB (Permintan Pelayanan Kapal dan Barang) dari agen
pelayaran yang telah ditetapkan oleh petugas PPSA (Pusat Pelayanan Satu
Atap) dan telah ada bukti pengesahan pembayaran dari petugas Uper/Non
upper
b) Mengevaluasi dan mengoreksi kebenaran data-data kapal dan bukti
pembayaran yang telah disyahkan.
c) Merencanakan dan menetapkan jam pelayanan pemanduan;
15
d) Menandatangani PPKB yang telah ditetapkan kepada agen pelayaran.
e) Kepala Satuan Pelaksana Perencanaan Pelayanan Pemanduan bertugas:
f) Menerima PPKB dan menuliskannya ke dalam Daftar Rencana Harian
Gerakan Kapal dan pelaksanaannya.
g) Menginformasikan ke kapal sehubung dengan rencana pelayanan
pemanduan melalui Menara Pengawas Kepanduan.
h) Kepala Satuan Pelaksana Pelayanan Telepon dan Radio menerima informasi
rencana pelayanan pemanduan untuk diteruskan kepada kapal yang akan
dilayani, jika kapal yang dilayani siap.
i) Kepala Dinas Pemanduan membuat Surat Perintah Kerja (SPK) pandu
bandar dan menandatanganinya kemudian diserahkan kepada pandu yang
bersangkutan, untuk selanjutnya diteruskan kepada kepala sub dinas operasi
sarana pemanduan untuk penyiapan sarana yang dibutuhkan, jika kapal yang
akan dilayni tidak siap.
j) Pelaksanaan pelayanan pemanduan dibatalkan dan apabila ada kapal telah
siap pihak pelayaran membuat PPKB baru.
k) Kepala Sub Dinas Operasi Sarana Pemanduan menerima SPK dari pandu
kemudian menentukan sarana bantu pemanduan, sarana bantu berupa : kapal
tunda, motor pandu, motor kepil, mobil angkutan pandu. Sesuai dengan
keperluan kapal dan Peraturan Pemerintah (SK. Menteri Nomor 66 Tahun
1994).
b. Pelaksanaan Pemanduan
1) Pandu melaksanakan tugas sesuai nomor urut jaga dan SPK yang telah
diterima;
2) Sarana bantu pemanduan disiapkan, pandu menuju ke kapal untuk
melaksanakan pelayanan pemanduan;
3) Sarana bantu pemanduan melaksanakan tugasnya, Setelah pelayanan
pemanduan selesai dilaksanakan, pandu menyelesaikan administrasi
pemanduan, Administrasi pemanduan selesai, pandu dan saran bantu
kembali ke pangkalan divisi kepanduan untuk stand-by tugas berikutnya.
c. Jenis-Jenis Perairan Pandu
16
Untuk kepentingan keselamatan, keamanan berlayar, perlindungan
lingkungan maritim, serta kelancaran berlalu lintas di perairan, pelabuhan dan
terminal khusus serta perairan tertentu dapat ditetapkan sebagai perairan pandu
(Peraturan Menteri Nomor PM 53 Tahun 2011). Adapun perairan pandu antara
lain:
1. Perairan Wajib Pandu
Perairan wajib pandu adalah perairan yang ditentukan pemerintah Dirjenla
dimana kapal-kapal dengan ukuran tertentu (sekarang ditentukan ukur 150
GRT ke atas) yang akan keluar masuk ataupun mengadakan gerakan
tersendiri. Jika masih dalam perairan pandu tersebut maka harus
menggunakan jasa pandu. Perairan wajib pandu diklasifikasikan dalam :
a) Perairan Wajib Pandu Kelas I;
b) Perairan Wajib Pandu Kelas II;
c) Perairan Wajib Pandu Kelas III.
2. Perairan Pandu Luar Biasa
Perairan pandu luar biasa adalah perairan yang ditentukan oleh pemerintah
Direktur Jendral Perhubungan Laut bahwa di perairan tersebut boleh
menggunakan pandu atau tidak. Biasanya perairan tersebut nantinya akan
dijadikan perairan wajib pandu.
Haryono, dkk (2016) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pelayanan
pandu di pelabuhan yang memiliki alur pelayaran pada umumnya dibagi dua,
yaitu pandu bandar yang memandu kapal-kapal di kolam pelabuhan dan pandu
laut yang memandu kapal-kapal dari kolam pelabuhan ke batas luar perairan wajib
pandu, atau sebaliknya.
Tugas lain dari pandu adalah membantu syahbandar dalam tugas tugas
keselamatan pelayaran dan juga mengawasi serta mengamati alur pelayaran, baik
dari pendangkalan maupun pencemaran perairan. Di negara kita pandu adalah
pegawai PT. (Persero) Pelabuhan dan negara lain pandu bisa sari perusahaan
swasta (pandu swasta).
Tarif pemanduan didasarkan pada besarnya kapal yang dipandu (GRT,
Gross Register Ton), jauh dekatnya jarak pemanduan atau lama waktu pemanduan
17
dan faktor sulit tidaknya alur pelayaran. Super interden Pandu saat ini dijabat oleh
Administrator Pelabuhan. Atas saran pandu dapat memberikan dispensasi bebas
tanpa pandu kepada kapal-kapal yang melayani atau mengadakan olah gerak
tersendiri di perairan wajib pandu dengan ketentuan pada saat ini tidak ada pandu,
nahkoda sudah sering kali keluar masuk perairan wajib pandu dimaksud.
Pemberian dispensasi hanya untuk satu kali pelayaran baik keluar ataupun masuk.
Saat ini kapal-kapal yang dibebaskan dari tarif jasa pemanduan sebagai
berikut :
a) Kapal rumah sakit dalam keadaan perang;
b) Kapal perang Republik Indonesia dan kapal negara Republik Indonesia untuk
tugas pemerintah/negara;
c) Kapal yang masuk ke pelabuhan untuk meminta pertolongan kemanusiaan;
d) Kapal penyeberangan (Ferry) yang secara tetap dan teratur berlayar kurang dari
24 jam di perairan wajib pandu.
Untuk dapat mendapatkan tugas pemanduan dengan baik diperlukan
sarana penunjang yaitu motor pandu/kapal pandu untuk menjemput atau
mengantar pandu di tengah laut, kapal tunda yaitu untuk membantu
menyandarkan kapal, maupun untuk mengawal pada alur pelayaran sempit, dan
regu kepil (regu kepil darat dan regu kepil laut) untuk membantu mengikat/
melepas tali kapal. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelayanan pandu atau
kinerja operasional pandu, ada dua macam waktu tunggu (waiting time) dan
waktu olah gerak kapal approach time. Waktu tunggu pelayanan pandu, dihitung
sejak permintaan pandu sampai dengan pandu naik kapal. Sedangkan approach
time adalah jumlah jam yang digunakan pelayanan pemanduan, sejak kapal
bergerak dari lego jangkar sampai ikat tali di tambatan atau sebaliknya.
2.1.4 Keselamatan Pelayaran
Menurut Aulia Windyandari (2015) Indonesia merupakan Kepulauan
Maritim yang memiliki keunikan tersendiri dalam sistem transportasi laut, namun
demikian dalam aspek teknik dan dan ekonomi perlu dikaji lebih mendalam,
karena umur armada kapal saat ini banyak yang sudah tua, sehungga dapat
18
menimbulkan kerusakan-kerusakan yang tidak terduga, dan dapat mempengaruhi
keselamatan kapal. Kondisi kapal harus memenuhi persyaratan material,
konstruksi bangunan, permesinan, dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta
perlengkapan radio/elektronika kapal dan dibuktikan dengan sertifikat, tentunya
hal ini setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Wiji Santoso, dkk (2014) menyebutkan bahwa keselamatan pelayaran
adalah segala hal yang ada dan dapat dikembangkan dalam kaitannya dengan
tindakan pencegahan kecelakaan pada saat melaksanakan kerja di bidang
pelayaran. Dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 33
menyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan
terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan
di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim. Pasal 1 butir 33 menyatakan
bahwa kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal memenuhi persyaratan
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan,
garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status
hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal,
dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu
lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian,
berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar
harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan sesuai untuk melakukan
tugasnya di atas kapal berdasarkan jabatannya dengan mempertimbangkan
besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran. UU No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 40 awak kapal adalah orang yang bekerja atau
diperlukan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas
di atas kapal sesuai dengan jabatannya.
1. Keselamatan Pelayaran
a) Meningkatkan keselamatan pelayaran dalam melakukan transportasi di laut
dan pendapatan masyarakat melalui pengembangan Keselamatan Pelayaran
meningkatkan daya saing melalui pengingkatan produktifitas dan
pengembangan industri hilir berbasis Keselamatan.
19
b) Meningkatkan penguasaan ekonomi nasional dengan mengikutsertakan
masyarakat dan pengusaha lokal;
c) Mendukung pengembangan wilayah;
d) Mengoptimalkan pengelolaan transportasi laut dalam menciptakan
Keselamatan Pelayaran secara berkelanjutan;
e) Meningkatkan kembali dan memfungsikan Sarana dan Prasarana Navigasi
Pelayaran sesuai dengan fungsi dan karakter dari peralatan yang ada, dalam
upaya peningkatan Keselamatan Pelayaran
2. Peningkatan Faktor Keselamatan Kapal
Keselamatan kapal dipengaruhi oleh perlengkapan kapal, fungsi kapal,
beban muatan dan kecakapan pengemudi kapal. Agar keselamatan penumpang
dan awak kapal tetap terjaga, maka perlengkapan kapal harus disesuaikan dengan
standard keselamatan. Penggunaan kapal sesuai fungsi utamanya, beban muatan
tidak melebihi batas muatan yang disyaratkan, pengemudi kapal benar-benar
cakap melayarkan kapal dan menguasai jalur pelayaran yang dilaluinya.
Pengawasan standar keselamatan kapal seyogianya dilakukan dengan ketat
pada saat pengajuan surat ijin peayaran atau rekomendasi trayek, selain itu juga
perlu dilakukan razia secara temporari atau pemeriksaan kelengkapan kapal secara
erkala, termasuk penanganan pelanggaran batas muatan kapal, terutama untuk
kapal speedboat yang
selama ini mengangkut penumpang hingga di atas kap atap kapal.
Pembekalan pengetahuan pelayaran pada pengemudi kapal sangat diperlukan,
terutama yang berkaitan dengan penguasaan kapal yang dikemudikan, serta jalur
trayek yang dilaluinya. Hal ini dapat dilakukan dengan melalui pendekatan
kelembagaan seperti pendirian asosiasi, baik pemilik maupun pengemudi dan
awak kapal yang berkaitan langsung dengan pola dan cara hidup pelaku angkutan
sungai yang sebagian besar berbasis tradisional. Sehingga setiap langkah
sosialisasi yang dilakukan akan menuju pada arah yang tepat dan dapat diterima
semua pihak (Aulia Windyandari, 2011).
20
3. Sistem Manajemen Perusahaan Pelayaran
HM. Thamrin. AR (2015) menyebutkan bahwa tugas wewenang dan
tanggung jawab perusahaan pelayaran yang diatur dalam ISM code mempunyai
cukupan luas, antara lain :
a. Kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan.
b. Wewenang dan tanggung jawab perusahaan.
c. Wewenang dan tanggung jawab nahkoda.
d. Sumber daya dan personal.
e. Kesiapan menghadapi keadaan darurat.
f. Perawatan kapal dan peralatannya.
g. Dokumentasi, sertifikasi, vertifikasi dan pengawasan.\
Tujuan sistem ISM code (International Safety Management code) dalam
keselamatan operasional kapal dan pencegahan kecelakaan kapal untuk :
1) Memastikan keselamatan di laut;
2) Mencegah kecelakaan manusia/hilangnya nyawa/jiwa;
3) Menghindari kerusakan-kerusakan lingkungan yang di akibatkan
4) kecelakaan dan pencemaran di laut;
5) Menjaga muatan barang yang di angkut dan konstruksi kapal.
2.1.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah salah satu acuan dalam melakukan penelitian
yang dilakukan. Beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan. Berikut
adalah penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian ini :
Tabel 2.1
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Peran Syahbandar dan Keselamatan
Pelayaran
Judul Peran syahbandar dalam keselamatan pelayaran
Penulis, Tahun Dedeh Suryani, dkk (2018)
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana Tanggung Jawab
Syahbandar Dalam Keamanan dan Keselamatan
Pelayaran dan bagaimana Tugas Syahbandar Dalam
21
Rangka Meningkatkan Keamanan dan Keselamatan
Pelayaran.
Variabel Penelitian Peran Syahbandar X1
Keselamatan Pelayaran Y
Metode Penelitian Analisis Deskriptif.
Hasil Penelitian Peran Syahbandar dalam keselamatan pelayaran
sangat penting karena tugas fungsi dan
wewenangnya sangat strategis. Pentingnya tugas
Syahbandar disuatu pelabuhan untuk menunjang
tertibnya administrasi pelayaran dan keselamatan
pelayaran, maka tugas tersebut harus didukung oleh
sumber daya manusia yang mempunyai disiplin dan
kecakapan dibidang laut Peralatan yang menunjang
juga sangat dibutuhkan agar tugas dan fungsi dari
syahbandar dapat maksimal.
Diperlukan peningkatan kompetensi dari petugas
atau pegawai pelabuhan sehingga dapat
meningkatkan perannya dalam menunjang
keselamatan pelayaran.
Hubungan Dengan
Penelitian
Dari hasil kesimpulan jurnal terdahulu terdapat
variabel peran syahbandar dan keselamatan
pelayaran yang sama berkaitan dengan penelitian
penulis saat ini yaitu variabel peran syahbandar dan
keselamatan pelayaran.
Jurnal Saintara Vol. 2 No. 2 Maret 2018
Penelitian terdahulu adalah salah satu acuan dalam melakukan penelitian
yang dilakukan. Beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan. Berikut
adalah penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian ini :
22
Tabel 2.2
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dan
Keselamatan Pelayaran
Judul Penggunaan Alat dan Perangkat telemonikasi dalam
sistem navigasi dan komunikasi aktivitas Perikanan
di Pelabuhan Perikanan Bintung
The Use of Telecommunication Devices and Set of
Equipments in Navigation and Communication
System of Fishery Activities in Bitung Fishery Port
Penulis, Tahun Riva’atul Adaniah Wahab (2014)
Tujuan Penelitian Mengetahui cara mengoptimalkan penggunaan alat
dan perangkat telekomunikasi pada sistem navigasi
dan komunikasi aktivitas perikanan di Pelabuhan
Perikanan Bitung.
Variabel Peneliitian Sarana Bantu Navigasi X2
Keselamatan Pelayaran Y
Metode Penelitian Analisis Deskriptif.
Hasil Penelitian Sistem navigasi dan komunikasi aktivitas perikanan
Pelabuhan Perikanan Bitung dimanfaatkan
antaralain untuk pemantauan wilayah pesisir,
pengawasan keamanan kapal, pengawasan aktivitas
atau kegiatan kapal (posisi, pergerakan, kecepatan),
pengawasan keselamatan awak kapal, pemantauan
cuaca dan kondisi laut, pengawasan hasil tangkapan
ikan (jenis ikan, lokasi bongkar muat, jumlah ikan
yang ditangkap), pengawasan illegal trading,
pengawasan illegal fishing, dan sebagainya.
Hubungan Dengan
Penelitian
Dari hasil kesimpulan jurnal terdahulu terdapat
variabel sarana bantu navigasi pelayaran dan
keselamatan pelayaran yang sama berkaitan dengan
penelitian penulis saat ini yaitu variabel sarana bantu
23
navigasi pelayaran dan keselamatan pelayaran.
Buletin Pos dan Telemonikasi, Vol. 12 No. 4 Desember 2014
Penelitian terdahulu adalah salah satu acuan dalam melakukan penelitian
yang dilakukan. Beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan. Berikut
adalah penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian ini :
Tabel 2.3
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Pemanduan dan Keselamatan Pelayaran
Judul Optimalisasi pemanduan Kapal dalam peningkatan
keamanan Maritim di Selat Malaka dan Selat
Singapura Guna menjaga kedaulatan Negara
Penulis, Tahun Rahmad Mahdi, dkk (2018)
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu pelayanan pemanduan
kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura tidak
hanya bertujuan untuk keselamatan pelayaran,
namun juga untuk menjaga kedaulatan negara,
Variabel Penelitian Pemanduan X3
Keselamatan berlayar Y
Metode Penelitian Analisis Deskriptif.
Hasil Penelitian Optimalisasi terkait pemanduan di Selat Malaka dan
Selat Singapura adalah kegiatan memaksimal
keselamatan dan keamanan pelayaran melalui
kegiatan pemanduan kapal. Dengan
mengoptimalisasikan pemanduan kapal maka
Indonesia akan mampu mengendalikan pemanduan
kapal sehingga dapat mengurangi tingkat kecelakaan
kapal.
Hubungan Dengan
Penelitian
Dari hasil kesimpulan jurnal terdahulu terdapat
variabel pemanduan dan keselamatan pelayaran
yang sama berkaitan dengan penelitian penulis saat
ini yaitu variabel pemanduan dan keselamatan
24
pelayaran.
Jurnal keamanan Maritim Vol. 4 No. 3 Tahun 2018
Penelitian terdahulu adalah salah satu acuan dalam melakukan penelitian
yang dilakukan. Beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan. Berikut
adalah penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian
Tabel 2.4
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Keselamatan Pelayaran
Judul Analisis Keselamatan Transportasi Penyebrangan
Laut dan Antisipasi Terhadap Kecelakaan Kapal di
Merak-Bakauheni
Penulis, Tahun Danny Faturachman, Muswar Muslim, Agung
Sudrajad tahun (2015)
Variabel Penelitian Keselamatan pelayaran (Y)
Metode Penelitian Analisis Deskriptif.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa Dalam UU Nomor 17 tahun 2008 tentang
Pelayaran dinyatakan bahwa:
a) Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah
suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan dan keamanan yang menyangkut
angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan
lingkunganmaritim.
b) Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang
memenuhi persyaratan keselamatan kapal,
pencegahan pencemaran perairan dari kapal,
pengawakan, garis muat, pemuatan,
kesejahteraan awak kapal dan kesehatan
penumpang, status hukum kapal, manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari
kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk
25
berlayar di perairan tertentu.
c) Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang
memenuhi persyaratan material, konstruksi,
bangunan permesinan dan perlistrikan, stabilitas,
tata susunan serta perlengkapan, alat penolong
dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan
dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan
dan pengujian.
Hubungan Dengan
Penelitian
Dari hasil kesimpulan jurnal terdahulu terdapat
variabel yang sama berkaitan dengan penelitian
penulis saat ini yaitu variabel keselamatan
pelayaran.
Danny Faturachman, dkk Vol. 1 No. 01 April 2015
Penelitian terdahulu adalah salah satu acuan dalam melakukan penelitian
yang dilakukan. Beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan. Berikut
adalah penelitian terdahulu yang dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian ini :
Tabel 2.5
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Keselamatan Pelayaran
Judul HM. Thamrin AR tahun (2015)
Penulis, Tahun Manajemen Keselamatan Maritim dan Upaya
Pencegahan Kecelakaan Kapal ke Titik Nol (Zero
Accident).
Tujuan Penelitian Ingin mengetahhui upaya untuk mencegah
terjadinya kecelakaan Kapal Laut
Variabel Penelitian Keselamatan Pelayaran.Y
Metode Peneliltian Analisis Deskriptif.
Hasil Penelitian Berdasarkan uraian sebelumnya perihal pembahasan
permasalahan yang diambil dari penelitian langsung
dan temuan penelitian kemudian dianalisa sehingga
berhasil dipetik kesimpulan-kesimpulan berbagai
26
penyebab tejadinya musibah di atas kapal
antara lain karena:
(1) kesalahan manusia (human error),
(2) kerusakan permesinan kapal,
(3) faktor eksternal dan internal, misalnya kejadian
kebakaran dan tubrukan,
(4) faktor alam atau cuaca,
(5) gabungan dari seluruh penyebab tersebut.
Pada umumnya, musibah yang mungkin terjadi pada
kapal adalah akibat:
(1) bertubrukan (collision) dengan kapal lain,
(2) kandas (stranded /grounded),
(3) tenggelam akibat cuaca buruk (bedweather),
(4) terbakar (fire),
(5) kerusakan mesin (engine black out/breakdown),
dan
(6) kapal bersenggolan dengan kapal lainnya.
Hubungan dengan
Penelitian
Dari hasil kesimpulan jurnal terdahulu terdapat
variabel Keselamatan Pelayaran yang sama
berkaitan dengan penelitian penulis saat ini yaitu
variabel keselamatan pelayaran.
Jurnal Ilmiah WIDYA Vol. 3 No. 2 Desemver 2015
Pada umumnya penelitian terdahulu menggunakan beberapa variabel yang
berbeda, namun terdapat hubungan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis dengan bukti Variabel (Y) yaitu tentang
Keselamatan Pelayaran. Disetiap penelitian masing-masing penelitian terdahulu
peneliti mengambil satu variabel dan dikembangkan pada penelitian ini dengan
tempat dan sasaran responden yang berbeda. Berharap dengan pengembangan
penelitian ini terdapat perbedaan hasil dimana beberapa variabel yang digunakan
dapat saling mempengaruhi dan menghasilkan kesimpulan yang baik dan
bermanfaat.
27
2.2 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2016) hipotesis berfungsi sebagai pegangan
sementara atau jawaban sementara, yang menghendaki pembuktian baik dalam
kenyataan (emperical verification), percobaan (experimentation), maupun praktik
(implementation). Sugiyono juga mengatakan dalam statistic, hipotesis dapat
diartikan sebagai pernyataan statistic tentang parameter populasi. Statistic adalah
ukuran-ukuran yang dikenakan pada sampel, sedangkan parameter adalah ukuran-
ukuran yang dikenakan pada populasi. Jadi hipotesis merupakan taksiran terhadap
parameter populasi, melalui data-data sampel.
Didalam usulan penelitian ini penulis menarik beberapa anggapan
sementara antara lain :
H1 : Diduga Peran Syahbandar berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keselamatan pelayaran pada pelabuhan penyeberangan
Ketapang-Gilimauk Banyuwangi
H2 : Diduga Sarana Bantu Navigasi berpengaruh positif dan Signifikan
terhadap keselamatan pelayaran pada pelabuhan penyeberangan
Ketapang-Gilimanuk Banyuwangi.
H3 : Diduga Pemanduan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan pelayaran pad pelabuhan penyeberangan Ketapang-
gilimauk Banyuwangi
2.3 Kerangka Pemikiran
28
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Keterangan :
= Indikator = Pengukur
= Variabel = Pengaruh
Variabel dalam penelitian ini meliputi Peran Syahbandar, Sarana Bantu
Navigasi, dan Pemanduan berpengaruh terhadap Keselamatan Pelayaran.
29
1. Peran Syahbandar (X1) (Dedeh Suryani, dkk, 2018)
Indikator – indikator Kesyahbandaran antara lain :
a. Aspek pengawasan kelaiklautan kapal.
b. Melaksanakan sijil awak kapal.
c. Menerbitkan surat persetujuan berlayar.
2. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (X2) (Riva’atul Adaniyah Wahab, 2014)
Indikator – indikator Sarana Bantu Navigasi Pelayaran antara lain :
a. Pemasangan pelampung.
b. Pemasangan lampu suar.
c. Pemasangan tanda-tanda peraian aman dan tanda tengah alur.
3. Pemanduan (X3) (Rahmad Mahdi dkk, 2018)
Indikator – indikator Pemanduan antara lain :
a. Informasi alur keselamatan pelayaran.
b. Membantu kelancaran kapal keluar masuk alur pelayaran.
c. Mengambil tindakan demi keselamatan pelayaran.
4. Keselamatan Pelayaran (Y) (Danny Faturachman,dkk 2015)
Indikator – indikator Keselamatan Pelayaran antara lain:
a. Keamanan alur pelayaran.
b. Keamanan perairan.
c. Kelancaran lalu lintas Kapal
2.4 Diagram Alur Penelitian
Latar Belakang Masalah
30
Gambar : 2.2Diagram Alur Penelitian
Pengumpulan Data
Metodologi Penelitian
Landasan Teori
Analisis Data
Kesimpulan dan Saran
Implikasi Manajerial
Pengolahan Data
Peran Syahbandar(X1)
Sarana Bantu Navigasi
(X2)
Keselamatan Pelayaran
(Y)
Pemanduan(X3)
(Data tidak cukup)
(Data tidak cukup)(Data tidak cukup)
(Data tidak cukup)
(Data cukup)
top related