hubungan aktivitas fisik remaja dengan kejadian … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga...
Post on 06-Mar-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN
OBESITAS DI SMKN 1 SIBOLGA TAHUN 2012
Oleh :
Herlina, SE, M.Kes
(Dosen STIKes Nauli Husada Sibolga Prodi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat)
ABSTRACT
Obesity generally occurs due to increasing size and number of cells in adipose
tissue which can lead to metabolic disorders. Apart from being a storage of fat, in
adipose cells is the organ that produces biologically active molecules
(adipokines) such as proinflammatory cytokines, inflammatory hormones and
other biological substances. Research in Malaysia showed the prevalence of
obesity reached 13.8% for the age group of 10 years. In China more than 10% of
schoolchildren are obese. In Indonesia alone, the prevalence of obesity by 9.7% in
Yogyakarta, 10.6% in Semarang, and 15.8% in Denpasar. In fact, research
conducted in a private school in East Jakarta that the prevalence of obesity by
27.5%. The prevalence of obesity is associated with a substantial decline in the
use of time to do physical activity in addition to increased consumption of energy-
dense foods. Based on the above researchers interested in studying about the
"Relationship of physical activity Obesity in Adolescents with Genesis SMK 1
Sibolga Year 2012".Type of this research is correlative with a sample of 45
respondents. Sampling was done by listing all mothers in SMK 1 Sibolga.
The results of the study showed that most students' physical activity as much as 22
people (48.9%) is frequently engage in moderate activity. The classification of the
majority of obese students (48.9%) is preobesitas. Characteristics of students by
gender is female majority of 27 votes (60%) and minority men as many as 18
people (40%). Conclusion The results of this research are significant <0.05 then
concluded that of 45 people found that p> 0.05 (p = 0.000) and r count> r table
(r count = 0937> r table = 0.244), which means no relationship Physical activity
Adolescents with obesity incident at SMK 1 Sibolga Year 2012.Perlunya efforts
counseling to high school students about nutrition problems, especially regarding
obesity associated with excessive consumption of soft drinks and daily physical
activity in order to reduce the risk factors of obesity.
Keywords: Physical Activity, and Obesity Teens
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
I. PENDAHLUAN
Obesitas terjadi karena
bertambahnya ukuran dan jumlah sel
jaringan adipose yang dapat
menyebabkan gangguan metabolisme.
Selain sebagai tempat penyimpanan
lemak, sel adipose merupakan organ
yang memproduksi molekul biologi aktif
(adipokin) seperti sitokin proinflamasi,
hormone antiinflamasi dan substansi
biologi lainnya. Obesitas sentral
menyebabkan ekspresi sitokin
proinflamasi meningkat didalam
sirkulasi sehingga mengakibatkan
inflamasi dinding vaskuler (Cynthia,
2006 Dalam Nursalim,2008).
Obesitas yang menjadi epidemi di
beberapa negara maju dan negara-negara
berkembang sebenarnya dapat dianggap
sebagai akibat kemajuan di bidang
ekonomi, prevalensi obesitas sentral
tertinggi berdasarkan dan karakteristik
pekerjaan pada ibu rumah tangga sebesar
33.4% (Riskesdas 2007).
Beberapa survei yang dilakukan
di negara berkembang menunjukan
prevalensi obesitas pada remaja yang
cukup tinggi. Penelitian di Malaysia
menunjukan prevalensi obesitas
mencapai 13.8% untuk kelompok umur
10 tahun. Di Cina kurang lebih 10% anak
sekolah mengalami obesitas. Di
Indonesia sendiri didapatkan prevalensi
obesitas sebesar 9.7% di Yogyakarta,
10.6% di semarang, dan 15.8% di
Denpasar. Bahkan penelitian yang
dilakukan di sekolah swasta di Jakarta
Timur didapatkan prevalensi obesitas
sebesar 27.5%. Prevalensi obesitas ini
diperkirakan akan meningkat setiap
tahunnya. Prevalensi obesitas pada anak
sekolah di Amerika dalam tiga dekade
sosial, dan teknologi dalam beberapa
decade terakhir. Bahan makanan tersedia
berlimpah dengan harga yang relatif murah.
Makanan dengan kandungan kalori yang
tinggi tersedia di banyak gerai-gerai
makanan cepat saji di kotakota besar.
Teknologi yang memberikan kemudahan
dan penggunaan alat-alat elektronik telah
menjadi gaya hidup sehari-hari yang
mengakibatkan kurangnya aktifitas fisik.
Namun selain faktor perilaku dan
lingkungan tersebut, faktor genetik juga
ikut berperan pada timbulnya obesitas
(Wulandari, 2007).
Prevalensi Obesitas Sentral pada
penduduk umur 15 tahun ke atas menurut
karakteristik subjek provinsi Sulawesi
Selatan, menunjukkan bahwa, prevalensi
obesitas sentral pada laki-laki 8.3 %, pada
perempuan 26.8% Angka prevalensi
obesitas yang besar ini dikaitkan dengan
turunnya penggunaan waktu untuk
melakukan aktivitas fisik disamping
peningkatan konsumsi makanan padat
energi. Suatu data menunjukan bahwa
aktivitas fisik anak-anak cenderung
menurun. Anak-anak lebih banyak bermain
di dalam rumah dibanding diluar rumah,
misalnya bermain games komputer,
menonton televise maupun media
elektronik lain ketimbang berjalan,
bersepeda maupun naik-turun tangga.
Aktivitas sedentary seperti ini menurunkan
keluaran energi sehingga terjadi
keseimbangan positif dimana masukan
energi lebih banyak dibandingkan
keluaran energi. Tubuh cenderung untuk
menyimpan energi dalam bentuk lemak dan
selanjutnya terjadi obesitas.
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti ingin meneliti tentang ”Hubungan
Aktivitas fisik Remaja dengan Kejadian
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
terakhir meningkat dari 7.6-10.8%
menjadi 13-14%. Sedangkan di
Singapura meningkat dari 9% menjadi
19%. Di Indonesia prevalensi obesitas
tahun 1989 di perkotaan 4.6% anak laki-
laki dan 5.9% anak perempuan. Empat
tahun kemudian naik menjadi 6.3 persen
(lelaki) dan 8 persen (perempuan).
Penelitian di negara maju
mendapatkan hubungan antara aktivitas
fisik yang rendah dengan kejadian
obesitas. Individu dengan aktivitas fisik
yang rendah mempunyai risiko
peningkatan berat badan sebesar 5 kg
(Hidayati et al. 2006). Dalam jangka
panjang, jika pola makan yang digunakan
tidak seimbang dan kurangnya aktivitas
fisik maka akan berakibat pada
terjadinya kegemukan atau obesitas.
Obesitas adalah penyakit multifaktorial
yang diduga bahwa sebagian besar
obesitas disebabkan oleh interaksi antara
faktor genetik dan faktor lingkungan,
antara lain aktivitas fisik, gaya hidup,
sosial ekonomi dan gizi (Hidayati et al.
2006). Dampak obesitas pada orang
dewasa adalah munculnya risiko terkena
penyakit degeneratif seperti jantung
koroner, diabetes tipe II atau NIDDM
(Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus), gangguan fungsi
paru,peningkatan kadar kolesterol,
gangguan ortopedik (kaki pengkor) serta
rentan terhadap kelainan kulit
(Damayanti, 2002).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan
untuk mentabulasikan dan
dikelompokkan jumlah nilai yang
Obesitas di SMKN 1 Sibolga Tahun 2012”.
Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui berapa jumlah
anak remaja yang obesitas di
SMKN 1 Kota Sibolga berdasarkan
jenis kelamin.
b. Untuk mengetahui proporsi kategori
obesitas pada anak remaja yang ada
di SMKN 1 Kota Sibolga Tahun
2012
II. METODOLOGI
Jenis penelitian yang digunakan
adalah bersifat deskriptif korelasi yaitu
untuk mengetahui Hubungan Aktivitas fisik
Remaja dengan Kejadian Obesitas di
SMKN 1 Sibolga Tahun 2012.Subyek
dalam penelitian ini adalah seluruh
populasi yang mengalami obesitas
setelahdiukurberdasarkan IMT diSMKN 1
KotaSibolga berjumlah 45 orang.
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa klasifikasi kategori obesitas siswa
mayoritas (48.9%) adalah preobesitas,
37.8% kategori obesitas I dan 4.4%
kategori obesitas III.
Tabel.3 Distribusi Frekuensi Aktivitas
Fisik Siswa SMKN 1
Kota Sibolga Tahun 2012
Aktivita
s Fisik Frequency %
Cumulativ
e %
Ringan 19 42.2 42.2
Sedang 22 48.9 91.1
Berat 4 8.9 100.0
Total 45 100.
0
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa sebagian besar aktivitas fisik siswa
sebanyak 22 orang (48.9%) adalah yang
sering melakukan aktivitas sedang, 42.2%
sebanyak 19 orang adalah yang sering
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
diperoleh dari jawaban kuesioner dan
lembar observasi dibandingkan dengan
skor maksimal, kemudian dikalikan
100%, dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel.1 Distribusi Frekuensi Jenis
Kelamin Siswa SMKN 1Kota Sibolga
Tahun 2012
Jenis
Kelamin Frequency %
Cumulati
ve %
Laki-laki 18 40.0 40.0
Perempuan 27 60.0 100.0
Total 45 100.0
Berdasarkan tabel di atas
diketahui bahwa karakteristik siswa
berdasarkan jenis kelamin mayoritas
adalah perempuan sebanyak 27 orang
(60%) dan minoritas laki-laki sebanyak
18 orang (40%).
Tabel.2 Distribusi Frekuensi
Klasifikasi Obesitas Berdasarkan IMT
Siswa SMKN 1 Kota Sibolga Tahun
2012
Obesitas Freq
uency %
Cumula
tive %
Preobesitas IMT 5-29.9 22 48.9 48.9
Obesitas I IMT 30-34.9 17 37.8 86.7
Obesitas II IMT 35-39.9 4 8.9 95.6
Obesitas III IMT >40 2 4.4 100.0
Total 45 100.0
melakukan aktivitas ringan dan minoritas
siswa melakukan aktivitas berat sebanyak 4
orang (8.9%).
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat digunakan untuk
Hubungan Aktivitas Fisik Remaja dengan
Kejadian Obesitas di SMKN 1 Sibolga
Tahun 2012 sebagai berikut :
1.Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Siswa SMKN 1 Kota Sibolga Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa karakterstik siswa berdasarkan jenis
kelamin mayoritas adalah perempuan
sebanyak 27 orang (60%) dan minoritas
laki-laki sebanyak 18 orang (40%).
Berdasarkan penelitian Mexitalia, 2010
prevalensi Obesitas Sentral pada penduduk
umur 15 tahun ke atas menurut
karakteristik subjek provinsi Sulawesi
Selatan, menunjukkan bahwa, prevalensi
obesitas sentral pada laki-laki 8.3%, pada
perempuan 26.8% dan prevalensi obesitas
sentral tertinggi berdasarkan karakteristik
pekerjaan pada ibu rumah tangga sebesar
33.4% (Riskesdas 2007).
Prevalensi obesitas sentral untuk
Sulawesi Selatan tahun 2007 adalah 18.3%
sedikit lebih rendah dari angka nasional
(18.8%). Dari 23 kabupaten/kota, Kota
Makassar dan Kota Pare-Pare dengan
prevalensi masingmasing 23.8% dan
23.9%. Dari 23 kabupaten/kota, 10 di
antaranya memiliki prevalensi obesitas
sentral di atas angka prevalensi provinsi
(Riskesdas,2007). Beberapa survei yang
dilakukan di negara berkembang
menunjukan prevalensi obesitas pada
remaja yang cukup tinggi. Penelitian di
Malaysia menunjukan prevalensi obesitas
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
Tabel.4 Hubungan Aktivitas Fisik
Remaja dengan Kejadian Obesitas di
SMKN 1 Sibolga Tahun 2012
Correlations
Aktivita
s Fisik Obesitas
Aktivita
s Fisik
Pearson
Correlati
on
1 .837**
Sig. (2-
tailed)
.000
N 45 45
Obesitas Pearson
Correlati
on
.837**
1
Sig. (2-
tailed)
.000
N 45 45
**. Correlation is significant at the
0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel di atas
diketahui bahwa Hubungan Aktivitas
Fisik Remaja dengan Kejadian Obesitas
di SMKN 1 Sibolga Tahun 2012 adalah p
< 0.05 (p=0.00) dan r hitung > r tabel (r
hitung = 0,865 > r tabel = 0,334) yang
artinya Ho ditolak dan Ha diterima,
berarti ada Hubungan Aktivitas Fisik
Remaja dengan Kejadian Obesitas di
SMKN 1 Sibolga Tahun 2012.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan yaitu penelitian yang
berjudul Hubungan antara Hubungan
Aktivitas Fisik Remaja dengan Kejadian
Obesitas di SMKN 1 Sibolga Tahun
2012 adalah sebagai berikut:
mencapai 13.8% untuk kelompok umur 10
tahun.
Di Cina kurang lebih 10% anak
sekolah mengalami obesitas. Di Indonesia
sendiri didapatkan prevalensi obesitas
sebesar 9.7% di Yogyakarta, 10.6% di
semarang, dan 15.8% di Denpasar. Bahkan
penelitian yang dilakukan di sekolah swasta
di Jakarta Timur didapatkan prevalensi
obesitas sebesar 27.5%. Prevalensi obesitas
ini diperkirakan akan meningkat setiap
tahunnya. Prevalensi obesitas pada anak
sekolah di Amerika dalam tiga dekade
terakhir meningkat dari 7.6-10.8% menjadi
13-14%. Sedangkan di Singapura
meningkat dari 9% menjadi
BerdasarkanPenyebaranLemak, 19%. Di
Indonesia prevalensi obesitas tahun 1989 di
perkotaan 4.6% anak laki-laki dan 5.9%
anak perempuan. Empat tahun kemudian
naik menjadi 6.3 persen (lelaki) dan 8
persen (perempuan).
Dalam 10 tahun terakhir ini, angk
aprevalensi obesitas di seluruh dunia
menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Kegemukan tipe buah apel (sebahagian
besar berupa sel lemak yang besar dan
jenuh) dan tipe buah pir (sebahagian besar
berupa sel lemak yang kecil dan tidak
jenuh).
Berdasarkan hasi lpenelitian
Padmiari (2005) terhadap konsumsi fast
food di Denpasar. Ternyata prevalens
iobesitas di Denpasar cukuptinggi (13.6%).
Prevalens iobesitas lebih tinggi di sekolah
swasta (18.2%) dari pada di sekolah negeri
(12.4%). Semakin beranekaragaman jenis
fast food yang dikonsumsi, semakin tinggi
pula resiko seseorang menderita obesitas.
Anak yang memperoleh intake energy dar
ifast food sebanyak 75% lebih berpeluang
untuk menjadi obesitas daripad aanak yang
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
Saat ini, 1.6 miliar orang dewas
amengalami bera tbadan lebih
(overweight), dan kurang lebih 400 juta
diantaranya mengalami obesitas. Pada
tahun 2015, diperkirakan 2.3 miliar
orang dewasaa mengalami
overweight dan 700 juta di antarany
amengalami obesitas. Kejadian obesitas
di negara-negara maju seperti di Eropa,
Amerika, dan Australia telah mencapai
tingkatan epidemi. Kejadian ini tidak
hanya terjadi di negara-negara maju saja,
obesitas di beberapa Negara berkembang
bahkan telah menjadi masalah kesehatan
yang lebihserius. Sebagai contoh, 70%
dan penduduk dewasa Polynesia di
Samua masuk kategori obesitas (WHO,
1998).
Prevalensi overweight dan
obesitas juga meningkat sangat tajam di
kawasan Asia-Pasifik. Sebagai contoh,
20.5% dari penduduk Korea Selatan
tergolong overweight dan 1.5%
tergolongobesitas. Di Thailand, 16%
penduduknya mengalami overweight dan
4% mengalami obesitas. Di daerah
perkotaan Cina,
prevalensi overweight adalah 12% pada
laki-laki dan 14.4% pada perempuan,
sedang di daerah pedesaan
prevalensi overweight pada laki-laki dan
perempuan masing-masing adalah 5.3%
dan 9.8% (Inoue, 2000).
2 Distribusi Frekuensi Klasifikasi
Obesitas Berdasarkan IMT Siswa
SMKN 1 Kota Sibolga Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas
diketahui bahwa klasifikasi kategori
obesitas siswa mayoritas (48.9%) adalah
preobesitas, 37.8% kategori obesitas I
memperoleh intake energi yang dikonsumsi
dari fast food, semakin tinggi resiko
obesitas seseorang.
Berdasarkanstudidari Centers for
Disease Control di Atlanta tahun 2008
menunjukkan hamper satu dari lima
anakusia 6-11 tahundan 18.1% anakusia
12-19 tahun menderita obesitas. Di
beberapa Negara maju lainnya prevalens
iobesitas juga menunjukkan angka yang
berarti. Di Eropa, Inggris menempati urutan
pertama dalam kasus obesitas pada anak
dengan prevalensi sebesar 36% disusul oleh
Spanyol dengan prevalensi 27%
berdasarkan laporan Tim Obesitas
Internasional. Obesitas pada anak sudah
merambah keberbaga inegara berkem bang
di dunia, misalnya di Thailand prevalensi
obesitas pada anak umur 5-12 tahun telah
meningkatdari 12.2% menjadi Lemak pada
daerah perut secara spesifik dihubungkan
dengan kekakuan pembuluh darah aorta,
yaitu pembuluh darah arteri utama yang
mensupla darah ke organ-organ tubuh.
3. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik
Siswa SMKN 1 Kota Sibolga Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas diketahui
bahwa sebagian besar aktivitas fisik siswa
sebanyak 22 orang (48.9%) adalah yang
sering melakukan aktivitas sedang, 42.2%
sebanyak 19 orang adalah yang sering
melakukan aktivitas ringan dan minoritas
siswa melakukan aktivitas berat sebanyak 4
orang (8.9%). Obesitas yang langkah
penting untuk mengenal obesitas pada
remaja secara lebih dalam, mengingat
obesitas sering menimbulkan risiko
kesehatan lainnya yang lebih serius 15.6%
hanya dalam waktu dua tahun (WHO,
2003). Di beberapa negara Asia seperti
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
dan 4.4% kategori obesitas III. Di
Indonesia, prevalensi obesitas
menunjukkan angka yang
mengkhawatirkan. Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, prevalensi nasional obesitas umum
pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah
10.3% terdiri dari laki-laki 13.9%, dan
perempuan 23.8%. Mereka dengan IMT
paling sedikit 30 mempunyai 50-100%
peningkatan risiko kematian
dibandingkan mereka dengan IMT 20-
25. Obesitas tipe buah apel mempunyai
risiko hampir 3 kali untuk menderita
penyakit jantung dibandingkan dengan
mereka dengan berat badan normal.
Berdasarkan in imaka dapat
digolongkan atas menjadi epidemi di
beberapa negara maju dan negara-negara
berkembang sebenarnya dapat dianggap
sebagai akibat kemajuan di bidang
ekonomi, sosial, dan teknologi dalam
beberapa dekade terakhir.
Bahan makanan tersedia
berlimpah dengan harga yang relatif
murah. Makanan dengan kandungan
kalori yang tinggi tersedia di banyak
gerai-gerai makanan cepat saji di kota-
kota besar. Teknologi yang memberikan
kemudahan dan penggunaan alat-alat
elektronik telah menjadi gaya hidup
sehari-hari yang mengakibatkan
kurangnya aktifitas fisik. Namun selain
faktor perilaku dan lingkungan tersebut,
faktor genetik juga ikut berperan pada
timbulnya obesitas (Wulandari, 2007).
Obesitas, khususnya obesitas
sentral (abdominal), berasosiasi dengan
sejumlah gangguan metabolisme dan
penyakit dengan morbiditas dan
China, prevalens obesitas pada anak
mencapai 7.1%. obesitas akan
membahayakan kesehatan jika kelebihan
lemak di dalam tubuh tersebar pada tubuh
bahagian atas, seperti perut, dada, leher dan
muka.
4. Hubungan Aktivitas Fisik Remaja
dengan Kejadian Obesitas di SMKN
1 Sibolga Tahun 2012
Sebuah penelitian terbaru yang
dipublikasikan dalam American Journal of
Epidemiology mengungkapkan, obesitas
yang dialami seseorang pada saat remaja
berkaitan erat dengan peningkatan risiko
kematian di usia paruh baya. Penelitian
tersebut melibatkan 227 ribu pria dan
wanita Norwegia yang diukur tinggi dan
berat badannya antara tahun 1963-1975
saat mereka berusia antara 14-19 tahun.
Dengan mengikuti perkembangan mereka
sampai tahun 2004, saat mereka rata-rata
berusia 52 tahun, 9650 orang diantaranya
meninggal. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa mereka yang mengalami obesitas
atau overweight (kelebihan berat badan)
saat remaja diketahui 3-4 kali lebih berisiko
mengalami penyakit jantung yang berujung
pada kematian. Risiko kanker kolon serta
penyakit pernapasan seperti asma dan
emfisema juga meningkat 2-3 kali
prevalensi masing-masing 23.8% dan
23.9%. Dari 23 kabupaten/kota, 10 di
antaranya memiliki prevalensi obesitas
sentral di atas angka prevalensi provinsi
(Riskesdas,2007). Obesitas (kegemukan)
pada remaja tidak dapat dipandang sebelah
mata. Semakin banyaknya remaja yang
mengalami obesitas saat ini menjadi
indikasi masalah kesehatan yang akan terus
berkembang.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
mortalitas yang tinggi antara lain:
resistensi insulin, diabetes mellitus,
hipertensi, hiperlipidemia, aterosklerosis,
penyakit hati dan kandung empedu,
bahkan beberapa jenis kanker.
(Wulandari, 2007). Obesitas pada
umumnya terjadi jika asupan energi
melebihi keluaran dalam jangka
waktu yang lama. Hal ini bisa
disebabkan oleh asupan energi makanan
yang berlebihan, aktivitas yang kurang,
atau karena keduanya, seperti yang
sering ditemukan pada keluarga yang
mapan dengan kondisi sosial ekonomi
yang baik serta gaya hidup yang santai
(Harun, 2008).
Prevalensi Obesitas Sentral pada
penduduk umur 15 tahun ke atas menurut
karakteristik subjek provinsi Sulawesi
Selatan, menunjukkan bahwa, prevalensi
obesitas sentral pada laki-laki 8.3 %,
pada perempuan 26.8% dan prevalensi
obesitas sentral tertinggi berdasarkan
karakteristik pekerjaan pada ibu rumah
tangga sebesar 33.4% (Riskesdas 2007).
Prevalensi obesitas sentral untuk
Sulawesi Selatan tahun 2007 adalah
18.3% sedikit lebih rendah dari angka
nasional (18.8%). Dari 23
kabupaten/kota, Kota Makassar dan Kota
Pare-Pare dengan.
Meningkatnya prevalensi obesitas
pada remaja menimbulkan kekhawatiran
dan perhatian tersendiri. Obesitas
disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya pola makan berlebih, kurang
olah raga, dan faktor lingkungan. Banyak
penelitian mencoba menggali pengaruh
dari makanan berlemak dan kurangnya
aktivitas fisik pada perkembangan
obesitas. Konsumsi minuman ringan (soft
ternyata rendah aktivitas fisik. Aktivitas
fisik hanya mempengaruhi satu pertiga
pengeluaran energi seseorang dengan berat
badan normal, tapi bagi orang dengan
obesitas, aktivitas fisik memiliki peran
yang sangat penting berkaitan dengan
pembakaran kalori.
Sedikitnya penelitian dan informasi
tentang hubungan antara minuman ringan
dengan kejadian obesitas di Indonesia perlu
mendapatkan perhatian, dikarenakan gaya
hidup remaja di kota-kota besar Indonesia
sangat dipengaruhi oleh gaya hidup remaja
Amerika dan Eropa. Produk-produk
minuman ringan yang beredar di Indonesia
kebanyakan berasal dari Amerika dan
Eropa. Konsekuensi kesehatan dari
minuman ringan dan obesitas ini perlu
diketahui oleh masyarakat luas, bagaimana
minuman ringan bisa mengakibatkan
kerusakan gigi, osteoporosis bila
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama,
dan sebagainya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
berjudul Hubungan Aktivitas Fisik Remaja
dengan Kejadian Obesitas di SMKN 1
Sibolga Tahun 2012 sebagai berikut dengan
responden sebanyak 45 orang anak yang
obesitas didapat kesimpulan sebagai berikut
:
1. Berdasarkan hasil penelitian di atas
diketahui bahwa ada Hubungan
Aktivitas Fisik Remaja dengan
Kejadian Obesitas di SMKN 1 Sibolga
Tahun 2012 karena P < 0.05.
2. Berdasarkan hasil penelitian di atas
diketahui bahwa mayoritas (60%) anak
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
drink) adalah komponen lain yang belum
banyak diteliti di Indonesia, sementara di
Amerika dan negara-negara Eropa
penelitian tersebut telah banyak
dilakukan. Penelitian menunjukkan rata-
rata konsumsi minuman ringan remaja
Amerika adalah 55.9 galon pertahun, dan
remaja yang mengkonsumsi minuman
ringan tersebut memiliki prevalensi
obesitas lebih tinggi dengan resiko
obesitas meningkat 1.6 kali pada setiap
kaleng yang dikonsumsi perharinya
dibandingkan dengan remaja yang tidak
mengkonsumsi minuman ringan.
Minuman ringan memberi
kontribusi 7.1% dari total pemasukan
energi, pemanis buatan ditambahkan
untuk memenuhi selera rasa yang
digemari remaja, tambahan pemanis ini
mencapai 7 hingga 14%, diantaranya
fruktosa dan sukrosa. Tingginya kadar
pemanis buatan ini meningkatkan asupan
kalori pada remaja. Alasan tersebut
diikuti jumlah yang besar dari konsumsi
minuman ringan pada remaja membuat
hal ini patut diperhatikan sebagai faktor
kontribusi obesitas. Penyajian kemasan
yang menarik membuat minuman ringan
menjadi pilihan utama dibanding jenis
minuman lain seperti air mineral, susu
dan sebagainya. Iklan-iklan minuman
ringan dikemas dengan nuansa remaja,
dan slogan-slogan yang mempengaruhi
pandangan tentang produk itu sendiri
membuat minuman ringan semakin lama
menjadi bagian dari gaya hidup yang tak
bisa dipisahkan dari keseharian remaja
kota-kota besar.
Penelitian yang menganalisa
peningkatan insiden obesitas
memfokuskan pada mekanisme obesitas,
perubahan keseimbangan pemasukan
remaja yang obesitas adalah berjenis
kelamin perempuan
3. Berdasarkan hasil penelitian di atas
diketahui 48.9% adalah anak remaja
dengan kategori preobesitas, 37.8%
adalah remaja pada kategori obesitas I
dan kategori minoritas adalah anak
dengan kategori obesitas III dengan
persentase sebesar 4.4%.
2. SARAN
Saran dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagi Siswa dan Remaja :
Perlu dilakukan upaya penyuluhan
kepada siswa-siswi SMU mengenai
masalah gizi, khususnya mengenai
obesitas yang berhubungan dengan
konsumsi minuman ringan yang
berlebihan. Bagi remaja perlu
meningkatkan aktivitas fisik sehari-
hari dengan kegiatan rutin seperti
berolahraga agar mengurangi faktor
risiko terjadinya obesitas
b. Kepada Tenaga Kesehatan
Dari hasil penelitian ini diharapkan
bagi setiap puskesmas maupun
dinas kesehatan yang ada di Kota
Sibolga agar meningkatkan
penyuluhan dan pemasyarakatan
pedoman umum gizi seimbang
dalam rangka penanggulangan dan
pencegahan masalah gizi lebih
tanpa mengabaikan masalah gizi
kurang.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
energi, dan tingkat aktivitas. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa remaja
obesitas yang mengkonsumsi minuman
ringan.
DAFTRA PUSTAKA
Ariani et al. 1997 Pembinaan Nilai
Budaya melalui Permainan
Rakyat Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Damayanti. 2002. Waspadai kegemukan
pada anak.
www.keluargasehat.com. [9
Maret 2010]
Hadi H. 2005. Prevalensi obesitas dan
hubungan konsumsi fast food
dengan kejadian obesitas pada
remaja SLTP kota dan desa di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
Hidayati, Siti N, Irawan R dan HIdayat
B. 2006. Obesitas pada anak.
www.pediatrik.com. [9 maret
2010[
Khomsan A. 1997. Teknik Pengukuran
Pengetahuan Gizi. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Pertiwi DD. 1998. Kebiasaan jajan dan
preferensi terhadap makanan
jajanan tradisional pada anak
sekolah dasar di 4 desa IDT
Maluku Tengah. [Skripsi]. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumber Daya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Manuaba, I.A. 2004. Obesitas jangan
dianggap remeh.
www.csmallcrab.com. [9 Maret
2010].
Mokoagon M & Ikhsan. 2007. Menilik mal
nutrisi dari sisi yang berbeda.
www.koalisi.org. [9 Maret 2010].
Rimbawan & Siagian A. 2004. Indeks
Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar
Swadaya
Samsudin. 1994. GIzi Lebih pada Anak dan
Masalahnya. Risalah Widyakarya
Pangan dan Gizi V. Jakarta: LIPI
Soedarmo P. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada
Anak Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Winarto A. 2008. Faktor determinan
perubahan status kegemukan pada
remaja (usia 14-18 tahun) yang
telah mengalami kegemukan pada
masa anak-anak (usia 9-11 tahun).
www.p3gizi.litbang.depkes.go.id. [9
Maret 2010
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
top related