proposal wulandari

125
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian bahwa berbagai masalah gizi lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan yang mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik jumlah maupun mutunya.Sebagian besar dari masalah tersebut disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah faktor ekonomi. (Harnanto Wiryo, 2002). Dan status gizi balita dapat juga dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu kurangnya wawasan dan pengetahuan ibu tentang gizi yang disebabkan rendahnya tingkat pendidikan ibu yang juga memberi andil yang besar terhadap status gizi buruk balita. Pengetahuan dan pemahaman ibu yang terbatas akan mempengaruhi pola pemenuhan gizi balita sehingga penerapan pola konsumsi makan belum sehat dan seimbang. (Harnanto Wiryo, 2002). Bayi dan balita merupakan kelompok masyarakat yang paling pekaterhadap kekurangan gizi.Dari data yang telah terkumpul di negara-negara maju dengan jelas menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata

Upload: hmhida

Post on 26-Dec-2015

104 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

ll

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Wulandari

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan

tingkat kesejahteraan masyarakat.Gizi seseorang dikatakan baik apabila

terdapat keseimbangan dan keserasian bahwa berbagai masalah gizi lebih

banyak terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan yang

mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik jumlah maupun

mutunya.Sebagian besar dari masalah tersebut disebabkan oleh berbagai

faktor salah satunya adalah faktor ekonomi. (Harnanto Wiryo, 2002).

Dan status gizi balita dapat juga dipengaruhi oleh berbagai faktor

diantaranya yaitu kurangnya wawasan dan pengetahuan ibu tentang gizi yang

disebabkan rendahnya tingkat pendidikan ibu yang juga memberi andil yang

besar terhadap status gizi buruk balita. Pengetahuan dan pemahaman ibu yang

terbatas akan mempengaruhi pola pemenuhan gizi balita sehingga penerapan

pola konsumsi makan belum sehat dan seimbang. (Harnanto Wiryo, 2002).

Bayi dan balita merupakan kelompok masyarakat yang paling

pekaterhadap kekurangan gizi.Dari data yang telah terkumpul di negara-

negara maju dengan jelas menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata

antara tingkat sosial ekonomi dengan berat badan bayi yang

dilahirkan.Mereka lahir dari ibu dengan status ekonomi yang rendah biasanya

menghasilkan bayi premature atau bayi berat lahir rendah (BBLR) yang

mempunyai berat badan 300-400 gram lebih ringan dari bayi yang dilahirkan

oleh ibu-ibu yang cukup ekonominya. (Harnanto Wiryo, 2002).

Menurut WHO (world health organization) telah diperkirakan 55%

kematian anak disebabkan oleh malnutrisi bahkan pada balita berpengaruh

pada perkembangan otak yang 80% proses pertumbuhanya terjadi pada masa

itu dan resiko meningkat tajam pada kondisi buruk atau KEP (kurang energi

protein)

Sementara menurut pengelompokan prevalensi gizi kurang organisasi

kesehatan dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status

Page 2: Proposal Wulandari

2

gizi tinggi pada tahun 2004. Karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita

Indonesia (28,47%) termasuk dalam kelompok gizi kurang dan gizi buruk.

Pada saat ini sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan

tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umunya disebut kekurangan gizi.

Kejadian kekurangan gizi ini sering terluputkan dari penglihatan atau

pengamaan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya

angka kematian bayi, angka kematian balita serta rendahnya umur harapan

hidup. (Roy Tjong,2005).

Data United National Children’s Fund (UNICEF) tahun 1999

menunjukkan 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia (4 juta

diantaranya dibawah satu tahun) berstatus gizi sangat buruk dan

mengakibatkan kematian. Malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka

kematian anak setiap tahun diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar

300.000 jiwa) meninggal, ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak

balita dan 17.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Dari seluruh

anak 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia sekitar seperempat

sekarang berada dalam kondisi kurang gizi.

Menurut Rahmad (2007) yang mewakili komisi perlindungan anak

Indonesia, angka kematian bayi di Indonesia memang turun, namun untuk

status gizi buruk Indonesia hanya sedikit lebih baik dari India. Data UNICEF

tahun 2007 menyatakan ada 8,3% balita di Indonesia yang berstatus gizi

buruk akibat asupan gizi kurang dan perubahan pola asuh keluarga yang tidak

terpantau dengan baik.

Masalah kurang gizi masih merupakan masalah pokok masyarakat dari

dulu hingga sekarang dengan berbagai faktor yang mendukung masalah sangat

kompleks. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan

pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan perhatian yang lebih

untuk kondisi kesehatannya (Himawan, 2006).

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan

faktor tersebut saling berkaitan. Secara langsung, pertama anak kurang

mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu yang cukup lama, dan kedua

anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan gizi tidak dapat

Page 3: Proposal Wulandari

3

dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan

akibat infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu

tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang

memadai dan sanitasi atau kesehatan lingkungan kurang baik serta akses

pelayanan kesehatan terbatas (Depkes R.I, 2005).

Disamping itu tingkat pendidikan Ibu juga mempunyai hubungan

secara eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara

mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Latar belakang pendidikan seseorang

berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika tingkat pengetahuan gizi

ibu baik maka diharapkan status gizi balitanya juga baik. Sebab dari

gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan

meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat (Kusumawati, 2004).

Berdasarkan pada masalah diatas peneliti tertarik melakukan penelitian

mengetahui status gizi posyandu kelurahan jagasatru kota Cirebon.

Page 4: Proposal Wulandari

4

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah status gizi pada bayi usia 0-5 tahun di Posyandu Puskesmas

Jagasatru Kota Cirebon ?

b. Tingkat pendidikan Ibu di Posyandu Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon ?

c. Apakah ada hubungan antara status gizi bayi usia 0-5 tahun dengan

tingkat pendidikan Ibu diPosyandu Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan tingkat pendidikan formal ibu dengan status gizi bayi 0-5

tahun di posyandu puskesmas jagasatru kota Cirebon.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan mengenai identifikasi status gizi padabayi usia 0-

5 tahun di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon.

b. Mendeskripsikan mengenai hubungan tingkat pendidikan formal

Ibu terhadap status gizi bayi usia 0-5 tahun di posyandu Puskesmas

Jagasatru Kota Cirebon.

c. Menganalisis adanya hubungan tingkat pendidikan Ibu terhadap

status gizi bayi usia 0-5 tahun di posyandu Puskesmas Jagasatru

Kota Cirebon.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan secara umum tentang hubungan tingkat pendidikan

Ibu dengan status gizi bayi 0-5 tahun.

Page 5: Proposal Wulandari

5

1.4.2 Manfaat Bidang Ilmu

a. Penelitian ini bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dan

masukan bagi bidang ilmu untuk mengetahui hubungan

status gizi anak secara mendalam

b. Serta untuk memberikan informasi sebagai referensi atau

perbandingan bagi penelitian selanjutnya

1.4.3 Manfaat Pelayanan Kesehatan

a. Untuk bahan masukan Pemerintah Daerah (PEMDA) untuk

program perbaikan gizi balita masyarakat.

b. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan

masyarakat umum, khususnya dalam proses membantu perbaikan

gizi pada anak.

1.5 Orsinilitas

Pada penelitian ini, yang akan dikaji adalah hubungan antara status

gizi kurang dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang

kebutuhan gizi terhadap status gizi balita, desain penelitian yang

digunakan adalah cross sectional, dan variable yang diukurnya adalah

status gizi dan perkembangan.

Page 6: Proposal Wulandari

6

Table 1.1 Keaslian penelitian

Penelitian Peneliti Tahun Asal

Peran serta kader posyandu dalam

upaya peningkatan status gizi balita di

posyandu kelurahan titi papan

Zal Fitriah 2011 USU

Pengetahuan Ibu dalam Pemenuhan

Gizi Balita dan Status Gizi Balita di

Kelurahan Helvita Tengah Kecamatan

Helvita

Vani

Ramdhani

2012 USU

Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan

Tindakan Ibu Tentang Gizi Dengan

Status Gizi Anak Balita (1-5 Tahun)

Di Jurau Sorong Laut Wilayah Kerja

Puskesmas Biaro Kecamatan IV

Angkek Kabupaten Agam Tahun2008.

M. Harri Novendra

2008 UNAND

Perbedaan penelitian :

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel penelitian, tempat

penelitian dan waktu penelitian penelitian sekarang ini variabelnya yaituvariabel

independen tingkat pendidikan formal Ibu dan variabel dependen status gizi bayi

0-5 tahun. Penelitian sebelumnya mencakup peran serta kader posyandu terhadap

status gizi bayi, pemenuhan ibu terhadap status gizi balita, dan hubungan

pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita

(1-5) tahun, sedangkan penelitian ini menekankan tentang hubungan tingkat

pendidikan ibu dengan status gizi bayi 0-5 tahun.

Page 7: Proposal Wulandari

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan

2.1.1 Definisi Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta

didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan

datang. Ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah

– masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Sebagai mana setiap ilmu

mempunyai siafatnya masing – masing begitu juga dengan ilmu pendidikan.

Sifat ilmu pendidikan diantaranya teoritis,praktis dan normatif.

Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai

dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur

pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan

pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis,

Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga

kependidikan

Berangkat dari definisi di atas maka dapat difahami bahwa secara

formal sistem pendidikan Indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita

pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa

Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem

pendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan

‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama

dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk

dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal

ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada

sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat

1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan

berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan

tanah air.”

Page 8: Proposal Wulandari

8

2.1.2 Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,

luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.Karena itu tujuan pendidikan

memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan

pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan

pendidikan.

Didalam praktek pendidikan khususnya pada sistem persekolahan, di

dalam rentangan antara tujuan umum dan tujuan yang sangat khusus terdapat

sejumlah tujuan antara.Tujuan antara berfungsi untuk menjembatani

pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian khusus. Umumnya ada

4 jenjang tujuan di dalamnya terdapat tujuan antara , yaitu tujuan umum,

tujuan instruksional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.

1. Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia adalah Pancasila.

2. Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga

pendidikan tertentu untuk mencapainya.

3. Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.

4. Tujuan instruksional, tujuan pokok bahasan dan sub pokok bahasan

disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan materi pokok

bahasan/sub pokok bahasan.

2.1.3 Fungsi Pendidikan

Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak

aspek dan sifatnya sangat kompleks.Karena sifatnya yang kompleks itu, maka

tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti

pendidikan secara lengkap.Dibawah ini dikemukakan beberapa batasan tentang

pendidikan yang bebeda berdasarkan fungsinya.

1. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya

Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan

pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi lainnya. Nilai-nilai

kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke

generasi muda. Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih

Page 9: Proposal Wulandari

9

cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab dan

lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki misalnya tata cara perkawinan, dan

tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan

diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.Disini tampak

bahwa,proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya

secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas kenyiapkan peserta

didik untuk hari esok.

2. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu

kegiatan yang sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya

kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi meliputi dua

sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh

mereka yang belum dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas

usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan diri sendiri.

3. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara

Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu

kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi

warga negara yang baik.

4. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja

Pendidkan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan

membimbing peserta didik sehingga memilki bekal dasar untuk

bekerja.Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan

keterampilan kerja pada calon luaran.

5. Definisi pendidikan menurut GBHN

GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang

pendidikan nasional sebagai berikut: Pensisikan Nasional yang berakar

pada kebudayaan bangsa Indonesia Pancasila serta Undang-Undang Dasar

1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat

bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman

dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Page 10: Proposal Wulandari

10

2.2 Balita

2.2.1 Definisi Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu

tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun

(Muaris.H, 2006). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita

adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah

(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang

tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan

makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.

Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode

penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan

pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan

perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia

ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah

terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.

2.2.2 Karakteristik Balita

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak

usia 1 – 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia

1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan

dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih

besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan

yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan

jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil

dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang

diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering 8

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah

dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul

dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak

mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan

mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan

“tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung

Page 11: Proposal Wulandari

11

mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan

pemilihan maupun penolakan terhadap makanan.Diperkirakan pula bahwa

anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila

dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999).

2.3 Status Gizi

2.3.1 Definisi Status Gizi

Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah keadaan kesehatan

akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup

manusia. Selanjutnya, Suhardjo, (2003) menyatakan bahwa status gizi

adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan

penggunaan makanan. Sedangkan menurut Supariasa, IDN. Bakri, B. &

Fajar, I. (2002), status gizi merupakan ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status

tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi

intinya terdapat suatu variable yang diukur (misalnya berat badan dan

tinggi badan) yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu

(misalnya ; baik, kurang, dan buruk). Gizi adalah suatu proses organisme

menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses

digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme danpengeluaran

zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, per-

tumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan

energi.Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan

zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik

akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.Pertumbuhan seorang

anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih

dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan

kebutuhan gizi (status gizi).Oleh karena itu pertumbuhan merupakan

indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002).

Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat

kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses

pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang

Page 12: Proposal Wulandari

12

optimal. Gizi yang baik juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga

diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat

membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah

kesehatan.Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai bentuk

antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan anak.

2.4 Status Gizi Kurang

Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Contoh: Gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya

pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.

a. Malnutrition (Gizi Salah, Malnutrisi)

Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif

maupun absolut satu atau lebih zat gizi.

Ada empat bentuk malnutrisi:

1. Under Nutrition: Kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau

absolut untuk periode tertentu.

2. Specific Deftsiency: Kekurangan zat gizi tertentu, misalnya

kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain.

3. Over Nutrition: Kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.

4. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi

karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL

(High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density

Lipoprotein).

b. Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi

yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam

makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut

KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut

umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi

dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada Balita. Pada

Page 13: Proposal Wulandari

13

umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan

rendah.

2.5 Penilaian Status Gizi

2.5.1 Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi

empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

Masing-masing penilaian tersebut akan dibahas secara umum

sebagai berikut.

1. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh

manusia.Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri

gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur

dan tingkat gizi.Antropometri secara umum digunakan untuk

melihat ketidak seimbangan asupan protein dan

energy.Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan

fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan

jumlah air dalam tubuh.

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting

untuk menilai status gizi masyarakat.Metode ini didasarkan

atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan

dengan ketidak cukupan gizi.Hal ini dapat dilihat pada jaringan

epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut

dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan

permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.Penggunaan metode

ini umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapied clinical

surveys).Survai ini dirancang untuk menditeksi secara cepat

tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih

zat gizi.Disamping itu pula digunakan untuk mengetahui

Page 14: Proposal Wulandari

14

tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan

fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat

penyakit.

3. Biokimia

Pengertian status gizi dengan biokomia adalah

pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh

yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.Metode ini

digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan

terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala

klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat

lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi

yang spesifik.

4. Biosifik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi

(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari

jaringan.Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu

seperti kejadian buta senja epidemic (epidemic of night

blindnes).Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

2.5.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga

yaitu: survei konsumsi makanan, statistic vital dan factor ekologi.

Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai

berikut :

1. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status

gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi

Page 15: Proposal Wulandari

15

yang dikonsumsi.Pengumpulan data konsumsi makanan dapat

memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada

masyarakat.Keluarga dan individu.Survey ini dapat

mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan

gizi.Penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari indicator

tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat

3. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan

masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,

biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia

sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi

dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting

untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai

dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Schrimshaw,

1964). Secara ringkas, penilain status gizi dapat dilihat pada

gambar 2-1.Setiap metode penilaian status gizi mempunyai

kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan masing-

masing metode akan dibicarakan pada setiap Bab yang membahas

secara khusus penilaian status gizi yaitu mulai Bab 3 sampai

dengan Bab 9 dalam buku ini.Berbagai contoh penggunaan

penilaian status gizi, seperti antropometri, digunakan untuk

mengukur karakteristik fisik seseorang dan zat gizi yang penting

untuk pertumbuhan. Pemeriksaan klinis dan biokimia biasanya

dilakukan untuk melihat atau mengukur satu aspek dari status gizi

seperti kadar mineral dan atau vitamin.

Page 16: Proposal Wulandari

Penilaian Status Gizi

Pengukuran Langsung Pengukuran TidakLangsung

AntropometriBiokimiaKlinisBiofisik

Survei KonsumsiStatistik VitalFaktor Ekologi

16

Gambar 2-1.Metode Penilaian Status Gizi (Jelliffe 1989)

2.6 Kebutuhan Zat Gizi

Anak-anak usia prasekolah memerlukan sekitar 1000 sampai 1600

kalori/hari. Anak-anak usia sekolah membutuhkan antara 1200 dan 2200

kalori per hari, bergantung pada usia dan tingkatan aktivitas (santai, aktif

sedang, atau aktif). Kebutuhan protein bervariasi berdasarkan kelompok

usia. Penelitian menegaskan bahwa sebagian besar anak yang normal dan

sehat di Amerika Serikat tidak membutuhkan suplemen vitamin dan

mineral dalam diet mereka.

Masalah nutrisi,beberapa hal yang harus diperhatikan ketika

merencanakan asuhan nutrisi untuk anak adalah konsumsi kafein,

kebiasaan makan yang tidak teratur, kelebihan makan dan obesitas, dan

keracunan timbal.Anak-anak mungkin saja menelan kafein dalam produk-

produk tertentu seperti teh, coklat, dan minuman ringan. Jadi, kafein dalam

minuman-minuman tertentu harus dipantau kadarnya. Contohnya, 8 oz

(227 gram) coklat panas atau 12 oz (340 gram) minuman ringan

mengandung 50 mg kafein.

Fakta mengenai kafein sebagian orang percaya bahwa

mengonsumsi kafein akan menyebabkan hiperaktivitas karena kafein

merupakan suatu stimulan. Namun, berbagai penelitian tidak sepaham

Page 17: Proposal Wulandari

17

dengan asumsi ini. Tetapi, walaupun sebagian besar anak tidak

memerlukan pembatasan konsumsi kafein, orang tua seharusnya

mewaspadai seberapa banyak kafein yang dikonsumsi anak setiap harinya.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Masalah Gizi

Masalah gizi utama di Indonesia masih didominasi oleh masalah

Gizi Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan masalah kurang

Vitamin A (KVA). Disamping itu diduga ada masalahgizi mikro lainnya

seperti defisiensi zink yang sampai saat ini belum- terungkapkan karena

adanya keterbatasan Iptek Gizi.Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi)

pada tahun 1999, telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi kurang

seperti pada gambar 2-5.

Gambar 2-5.Faktor Penyebab Gizi Kurang (Sumber: Persagi, 1999. Visi dan Misi

Gizi dalam Mencapai Indonesia Sehat Tahun 2010 , Jakarta).

Page 18: Proposal Wulandari

18

Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat

kompleks. Daly, et al. (1979) membuat model faktor-faktor yang

mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat

kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan

tersedianya bahan makanan. Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi

model Daly dapat dilihat pada gambar 2-6.

Gambar 2-6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keadaan Gizi

(Sumber: Daly, Davis dan Robertson, 1979)

Ditinjau dari sudut pandang epidemiologi masalah gizi sangat

dipengaruhi oleh faktor pejamu, agens dan lingkungan. Faktor pejamu

meliputi fisiologi, metabolisme, dan kebutuhan zat gizi. Faktor agens

meliputi zat gizi yaitu zat gizf makro seperti karbohidrat, protein dan

lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Faktor lingkungan

(makanan) meliputi bahan makanan, pengolahan, penyimpanan,

penghidangan dan higienis, serta sanitasi makanan. Kaitan faktor pejamu,

agens dan lingkungan, dalam kaitannya dengan masalah gizi, dapat dilihat

pada gambar 2.7.

Page 19: Proposal Wulandari

19

Gambar 2.7 Kaitan Faktor Pejamu, Agens dan Lingkungan dalam

Kaitannya dengan Masalah Gizi

Konsep yang disederhanakan tentang agen, pejamu dan lingkungan.

Seimbang

Lingkungan

Jumlah semua factor di luar

tubuh manusia yang mempengaruhi kehidupan

dan perkembangan organism, perilaku manusia dan masyarakat

Gambar2-2. Kaitan antara Pejamu, Agens, dan Lingkungan

Agns(Sumber penyakit)

Biologis, nutrient, kimiawi, fisik, dan mekanikKeseimbangan ditentukan oleh sifat dan cirri-ciri agns dalam kaitannya dengan pejamu dan lingkungan.

Adanya perubahan-perubahan yang mengganggu keseimbangan

Pejamu(Manusia)

Keseimbangan tergantung pada umur ras, seks, kebiasaan, factor genetic, sifat-sifat kepribadian, mekanisme, daya tahan tubuh

Adanya perubahan-perubahan yang mengganggu keseimbangan

Page 20: Proposal Wulandari

20

Gambar 2-3. Konsep Jaring-jaring Sebab Akibat (Sumber: Bambang Sutrisna,

1986)

Gambar 2-4.Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Masalah Gizi

(Sumber: Call dan Levinson, 1871).

penyakit yang penularannya melalui vektor (vector borne diseases). Peranan

genetik lebih besar dari yang lainnya daripada penyakit keturunan seperti

diabetes mellitus (kencing manis).

Page 21: Proposal Wulandari

21

2.7.1 Faktor absorbsi

Tujuan dasar pencernaan dan absorpsi adalah untuk mengantarkan

zat gizi esensial ke sel untuk kelangsungan hidup. Agar dapat memecah

makanan menjadi zat gizi esensial ini, tubuh mengolah makanan melalui

berbagai proses kimia dan mekanik dalam traktus gastrointestinal atau

saluran cerna. Keberhasilan pencernaan dan absorpsi bergantung pada

koordinasi fungsi otot dan saraf dinding saluran cerna, organ traktus

gastrointestinal, dan organ tambahan dalam pencernaan. Dinding traktus

gastrointestinal terdiri dari empat lapisan utama:

1. peritoneum viseralis

2. tunika muskularis

3. submukosa

4. mukosa.

Cara kerja pencernaan dan obsorpsiOrgan traktus gastrointestinal

berperanan besar dalam pencernaan mekanis dan kimiawi serta dalam

penyerapan makanan dan cairan (lihat Fungsi organ sistem

pencernaan).Dibantu oleh dinding saluran cerna dan organ tambahan,

organ traktus gastrointestinal memproses zat gizi dalam tiga tahap

pencernaan:

1. Fase sefalik

Fase sefalik dalam pencernaan menggunakan organ traktus

gastrointestinal mulut, faring, dan esofagus untuk memulai proses

mekanik pencernaan. Pencernaan mekanik memecah makanan

menjadi partikel yang lebih kecil sehingga luas permukaan tempat

kerja enzim pencernaan bertambah luas.

a. Mulut

Pencernaan dimulai di mulut (disebut juga rongga bukal atau

rongga oral). Terdapat saluran-saluran yang menghubungkan mulut

dengan tiga pasang kelenjar air liur utama:

Parotis

Submandibularis

Sublingualis

Page 22: Proposal Wulandari

22

Kelenjar-kelenjar ini menyekresi enzim ptialin (amilase air

liur) untuk membasahi makanan selama pengunyahan (mastikasi)

dan memulai pemecahan tepung menjadi maltosa. (Lihat Penyebab

mulut kering pada orang manula)

b. Faring

Faring adalah rongga yang membentang dari dasar tengkorak

sampai ke esofagus. Faring membantu proses menelan dengan cara

menangkap makanan dan mendorongnya menuju esofagus.

c. Esofagus

Sebagai suatu tabung yang tersusun atas otot, esofagus

membentang dari faring melalui mediastinum ke lambung.

Saat menelan, sfingter krikofaringeal pada esofagus bagian atas

akan mengendur sehingga makanan dapat masuk ke esofagus. Di

dalam esofagus, saraf gloso-faringeal mengaktifkan peristaltis

sehingga bolus makanan bergerak turun menuju lambung.Ketika

makanan melalui esofagus, kelenjar dalam lapisan mukosa esofagus

menyekresi mukus yang melumasi bolUs dan melindungi membran

mukosa dari kerusakan akibat makanan yang tidak dikunyah dengan

baik.Pencernaan tepung terbatas karena makanan hanya sebentar

berada di mulut. Amilase dalam air liur yang ikut tertelan terus

bekerja selama 15 sampai 30 menit dalam lambung sebelum

diinaktivasikan oleh asam ' lambung. Ketika bolus makanan berjalan

menuju lambung, getah pencernaan sudah mulai disekresi dalam

lambung (asam hidroklorida [HC1] , dan pepsin).

2. Fase gastrik

Fase gastrik dalam proses pencernaan dimulai ketika makanan

masuk ke lambung.

a. Lambung

Pencernaan kimia, yang terjadi ketika makanan bercampur

dengan enzim-enzim pencernaan, dimulai di lambung. Lambung

ikut berperan menjadi tempat penyimpanan makanan; peranan ini

Page 23: Proposal Wulandari

23

dilaksanakan di dalam empat bagian lambung, yakni:kardia,

fundus, korpus dan antrum.Kardia terletak di dekat sambungan

antara lambung dan esofagus. Relaksasi sfing-ter kardia yang

terdapat di bagian ini memungkinkan makanan untuk lewat dari

esofagus ke lambung.Fundus merupakan bagian lambung yang

membesar di sebelah atas dan kiri dari muara esofagus ke lambung.

Aktivitas peristaltis yang terus berlanjut di daerah ini mendorong

bolus makanan yang utuh menuju korpus lambung.Korpus adalah

bagian tengah lambung. Di bagian ini, peregangan dinding

lambung yang disebabkan oleh bolus makanan merangsang sekresi

gastrin.Pada saatnya, gastrin merangsang fungsi motorik lambung

dan melepaskan sekresi pencernaan melalui kelenjar gastrik.

Sekresi tersebut bersifat sangat asam (pH 0,9 sampai 1,5) dan

terutama terdiri dari HC1, faktor intrinsik (yang membantu tubuh

menyerap vitamin B|2), dan enzim proteolitik (yang membantu *•

tubuh menggunakan protein). (Lihat Perubahan sistem

gastrointestinal pada manula, serta Tempat dan mekanisme sekresi

gastrin).

HC1 membantu menyerap kalsium dan besi, serta

mengaktifkan enzim di lambung yang membunuh sebagian besar

bakteri yang berasal dari makanan. HC1 juga dibutuhkan untuk

merubah enzim pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin, enzim utama

pemisah protein, mengaktifkan sekresi mukus lambung yang

melindungi lapisan lambung. Mukus juga membantu

menggerakkan bolus makanan di sepanjang jalur ke usus

halus.Kecuali absorpsi alkohol, biasanya hanya terjadi sedikit

absorpsi makanan dalam lambung. Kontraksi peristaltis dalam

korpus lambung mengaduk-aduk makanan menjadi partikel-

partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung, mem-

bentuk chyme (bubur lambung).

Antrum adalah bagian bawah lambung, terletak di dekat

sambungan lambung dan duodenum. Gerakan peristaltis yang lebih

Page 24: Proposal Wulandari

24

kuat menggerakkan chyme dari korpus lambung ke dalam antrum.

Di sini, gerakan peristaltis ini membantu chyme melawan sfingter

pilorik sehingga chyme dilepaskan ke dalam usus halus. Hal ini

memicu fase intestinal dari pencernaan. (Lihat Pengosongan

lambung, halaman 24).

3. Fase intestinal

Sebagian besar absorpsi terjadi selama fase intestinal

pencernaan yang melibatkan usus halus dan usus besar.Usus halus

yang merupakan organ traktus gastrointestinal yang terpanjang

adalah suatu tabung yang panjangnya sekitar 20' (6 m). Organ ini

melaksanakan sebagian besar fungsi pencernaan dan absorpsi. (Lihat

Pencernaan dan penyerapan dalam usus halus, halaman 25). Usus

halus dibagi menjadi tiga bagian utama:Duodenum yang merupakan

bagian terpanjang dan paling atas (superior).Jejunum, bagian tengah

usus halus, merupakan segmen yang terpendek.Ileum yang adalah

bagian terbawah (inferior).

Di usus halus, kontraksi dinding usus dan enzim-enzim

pencernaan memecah karbohidrat, protein, dan lemak sehingga

mukosa usus dapat melakukan penyerapan zat gizi ke dalam aliran

darah (bersama dengan air dan elektrolit). Zat gizi tersebut kemudian

dapat digunakan oleh tubuh. Usus halus juga melepaskan hormon

yang membantu mengendalikan sekresi empedu,,getah pankreas, dan

getah usus.

Tugas utama usus besar adalah menyerap air dalam tubuh dan

mengeliminasi zat-zat sisa. Selain itu, usus besar merupakan

kediaman dari bakteri Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,

Clostridium perfringens, dan Lactobacillus bifidus. Semua bakteri

tersebut membantu menyintesis vitamin K dan memecah selulosa

menjadi karbohidrat yang dapat digunakan tubuh. Kerja bakteri juga

menghasilkan flatus yang membantu mendorong feses menuju

rektum.Mukosa usus besar juga menghasilkan sekresi alkali dari

Page 25: Proposal Wulandari

25

kelenjar tubulär yang terdiri dari sel-sel goblet. Mukus yang bersifat

basa ini melumasi dinding usus saat dinding dilalui oleh makanan,

melindungi mukosa dari aktivitas bakteri yang bersifat asam.

Usus besar membentang dari katup ileosekal (katup antara

ileum usus halus dan segmen pertama usus besar) sampai anus. Usus

besar memiliki lima segmen, yaitu:

1. sekum

2. kolon asendens

3. kolon tranversum

4. kolon desendens dan sigmoid

5. rektum.

2.7.2 Faktor sosial ekonomi

Pendapatan adalah penghasilan keluarga perkapita perbulan

di hitung dengan menjumlahkan penghasilan perbulan seluruh

anggota keluarga dibagi dengan jumlah tanggungan keluarga.

(Wawalumaya, 2003).Status gizi balita juga dipengaruhi oleh

pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga. Status gizi

balita akan dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan jumlah

anggota keluarga seperti keluarga inti. (nuclear family) dan

keluarga besar (extended family). Jumlah anggota keluarga akan

mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi anggota keluarga

terutama balita yang sedang dalam tahap perkembangan dan

pertumbuhan yang penting terutama otak.

Keluarga dengan penghasilan kecil dan jumlah keluarga

yang banyak akan semakin memperberat status gizi balita. Karena

balita merupakan salah salah satu yang harus menjadi prioritas

utama dalam hal nutrisi, maka untuk memberikan nutrisi yang

lebih baik pada balita mengakibatkan anggota keluarga yang lain

tidak bisa makan. Hal inilah yang mengakibatkan pemenuhan gizi

pada balita menjadi kurang. (Santoso,1999).

Page 26: Proposal Wulandari

26

Untuk peningkatan dan memajukan kesejahteraan

masyarakat maka pemerintah telah menetapkan pendapatan bagi

pekerja demi pencapaian hidup yang layak yang disebut dengan

Upah Minimum Regional (UMR). UMR adalah suatu standar

minimum yang digunakan oleh pengusaha atau pelaku industri

untuk memberi upah kepada pegawai, karyawan atau buruh

didalam lingkungan usaha atau kerjanya dan UMR untuk propinsi

Jawa barat dan Kota Cirebon OKU tahun 2009 adalah sebesar Rp.

824.730,- (Delapan ratus dua puluh empat ribu tujuh ratus tiga

puluh rupiah).

2.7.3 Faktor konsumsi makanan

Kebiasaan makan bervariasi pada setiap tahapan

perkembangan anak-anak. BalitaSelama masa balita, mulai

berkembang rasa ingin bertualang dan individualitas. Balita' dapat

menunjukkan adanya perubahan nafsu makan dan dengan mudah

teralihkan saat makan. Karena itu, balita paling baik diberi

makanan yang bervariasi dan dalam porsi yang lebih kecil. Selain

itu, balita jangan dipaksa untuk menghabiskan makanannya.

Memberikan makanan bergizi, seperti buah, yang disediakan

sebagai makanan ringan juga merupakan ide yang baik.

Usia prasekolahselama masa prasekolah, orang tua dan

pengasuh tetap berperan mengendalikan asupan makan anak.

Masalah nutrisi berpusat pada pemberian pilihan makanan yang

tepat dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh anak yang sedang

tumbuh. Anak usia prasekolah paling baik berespons terhadap

waktu makan yang teratur. Makan tiga kali makan sehari tidaklah

cukup untuk anak kelompok usia ini, dan kudapan sebaiknya

dimasukkan sebagai bagian pola makan yang teratur. Penelitian

menunjukkan bahwa makanan ringan mengandung 20% asupan

kalori total anak sehingga dapat menjadi cara yang baik untuk

memberikan protein, kalori, dan zat gizi kepada anak. Dalam usia

Page 27: Proposal Wulandari

27

ini, anak sebaiknya mulai dilibatkan dalam aktivitas yang

berhubungan dengan makan, seperti memilih dan menyiapkan

makanan.

Usia sekolahanak usia sekolah memiliki sifat lebih mandiri.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi anak kelompok usia ini harus

seimbang dengan kebutuhan anak untuk mengambil keputusan dan

menerima teman sebaya. Anak usia sekolah menghabiskan lebih

banyak waktunya di sekolah, jauh dari orang tua, dan sering kali

hanya mendapat sedikit pengawasan pada waktu makan siang.

Selain itu, pengaruh teman sebaya sangatlah besar, sama halnya

dengan paj anan terhadap berbagai jenis makanan dan kebiasaan

makan. Anak dalam usia ini mulai membuat pilihan sendiri

mengenai apa yang ingin dimakannya.

2.7.4 Faktor infeksi atau penyakit

Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan

tidak mau makan.Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein

dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.Diare dan

muntah dapat menghalangi penyerapan makanan.

Penyakit-penyakit umumnya yang memperburuk keadaan

gizi adalah diare, infeksi saluran pernafasan atas, tubserculosis,

campak, batuk rejan, malaria kronis dan cacingan.(Harsono, 1999).

Dalam konsep dasar timbulnya penyakit, para ahli berusaha

menggambarkan berbagai model. Dewasa ini dikenal tiga model,

yaitu: (1). segi tiga epidemiologi (the epidemiologic triangle); (2).

jaring-jaring sebab akibat (the web of causation); dan (3). roda (the

wheel).

1. Segi Tiga Epidemiologi

Konsep terjadinya penyakit, menurut konsep segi tiga

epidemiologi, adalah kaitan antara pejamu, agens dan

lingkungan, seperti yang terlihat pada Bagan 1-1. Menurut

Page 28: Proposal Wulandari

28

model itu, perubahan salah satu faktor akan mengubah

keseimbangan antara pejamu, agens, dan lingkungan.

2. Jaring-jaring Sebab Akibat

Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung

pada satu sebab yang berdiri sendiri, melainkan merupakan

serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian,

timbulnya penyakit dapat dicegah atau diatasi dengan

memotong rantai pada berbagai titik. Berdasarkan metode itu.,

dalam usaha memerangi masalah gizi, kita harus melakukan

intervensi berdasarkan penyebab utama dari masalah gizi (root

causes of malnutrition).Contohnya di negara berkembang

umumnyi^Filipina dan Indonesia masalah gizi disebabkan oleh

faktor sosial ekonomi yang rendah, di samping faktor lain.

3. Roda

Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model

roda memerlukan identifikasi berbagai faktor yang berperan

dalam timbulnnya penyakit dengan tidak menekankan

pentingnya agens. Di sini dipentingkan hubungan antara

manusia dan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan tiap-tiap

lingkungan bergantung pada penyakit yang diderita. Sebagai

contoh, peranan lingkungan sosial lebih besar daripada yang

lainnya pada "sorbun". Peranan lingkungan biologis lebih besar

daripada yang lain pada

2.7.5Faktor pelayanan kesehatan

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan

yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajatkesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya.Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya

seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun

pemerintah. (Depkes RI, 2007).

Page 29: Proposal Wulandari

29

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat

kesehatan.Upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah untuk

meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.Derajat

kesehatan yang optimal adalah tingkat kesehatan yang tinggi dan mungkin

dapat dicapai suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta.

Kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat dan

harus diusahakan peningkatannya secara terus-menerus. (UU Kes. No. 23,

1992)

Program kesehatan ibu dan anak yang telah dilaksanakan selama

ini bertujuan untuk meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak

serta menurunkan AKI dan AKB.Untuk itu diperlukan upaya pengelolaan

program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan untuk memanfaatkan dan

meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak

secara efektif dan efisien. (Depkes RI, 2008).

Badan Pusat Statistik mengestimasikan Angka Kematian Bayi

(AKB) tahun 2007 di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran

hidup.Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan AKB tahun

2002-2003 sebesar 35per 1.000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2008).

Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2008 Angka Kematian Bayi

sedikitnya mencapai 38 per 1.000 kelahiran hidup dari 1.000 kelahiran di

Jawa Barat, sementara itu, di Negara-negara Asia lainnya, dari 1.000

kelahiran yang meningggal di bawah 20 bayi. Ini membuktikan bahwa

angka kematian bayi saat dilahirkan di wilayah Jawa Barat tergolong

tinggi. (Dinkes Jabar, 2009)

2.8 Klasifiksi Status Gizi

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku

yang sering disebut reference.Baku antropometri yang sekarang digunakan

di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat,

Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999

menggunakan baku rujukan World Health Organization -National Centre

for Health Statistics(WHO-NCHS). Pada Loka Karya Antropometri tahun

Page 30: Proposal Wulandari

30

1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka

Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan penggunaan baku

rujukan WHO-NCHS (Gizi Indonesia, Vol. XV No 2 tahun 1990).

Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat

yaitu:

a) Gizi lebih untuk over weight,termasuk kegemukan dan obesitas.

b) Gizi baik untuk well nourished.

c) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup milddan moderate

PCM {Protein Calori Malnutritiori).

d) Gizi buruk untuk severe PCM,termasuk marasmus, marasmik-

kwasiokor dan kwasiorkor

Untuk menentukan klasifikasi status gizi diperlukan ada batasan-

batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara

relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara

tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis. Di

bawah ini akan diuraikan beberapa klasifikasi yang umum digunakan

adalah sebagai berikut:

1. Klafisikasi Gomez (1956)

Baku yang digunakan oleh Gomez adalah baku rujukan

Harvard. Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur

(BB/U). Sebagai baku patokan digunakan per-sentil 50. Gomez

mengklasifikasikan status gizi atau KEP yaitu normal, ringan, sedang

dan berat.

Kategori

(Derajat KEP)

BB/U (%) *)

0 = Normal

1 = Ringan

2 = Sedang

3 = Berat

≥ 90 %

89-75 %

74-60 %

< 60 %

Tabel 2-1. Klasifikasi KEP Menurut Gomez (Rosalind. S, 1990)

Page 31: Proposal Wulandari

31

2. Klasifikasi Kualitatif Menurut Wellcome Trust

Penentuan klasifikasi menurut Wellcome Trust dapat dilakukan

dengan mudah. Hal ini dikarenakan tidak memerlukan pemeriksaan

klinis maupun laboratorium. Penentuan dapat dilakukan oleh tenaga

paramedis setelah diberi latihan yang cukup. Baku yang digunakan

adalah baku Harvard. Klasifikasi status gizi menurut Wellcome Trust

dapat dilihat pada Tabel 3-13.

Berat badan

% dari baku *)

Edema

Tidak ada Ada

> 60 % Gizi Kurang Kwashiorkor

< 60 % Marasmus Marasmis - Kwashiorkor

*) Baku = Persentil 50 Harvard

Tabel 2-2.Klasifikasi Status Gizi Menurut Wellcome Trust (Solihin Pudjiadi,

1997)

3. Klasifikasi menurut Waterlow

Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut

dan kronis. Beliau berpendapat bahwa defisit berat badan terhadap

tinggi badan mencerminkan gangguan gizi yang akut dan

menyebabkan keadaan wasting(kurus-kering). Defisit tinggi menurut

umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat

lama. Akibat yang ditimbulkan adalah anak menjadi pendek stunting

untuk umurnya. Klasifikasi status gizi menurut Waterlow dapat dilihat

pada Tabel 2-3.

Kategori Stunting Wasting

Page 32: Proposal Wulandari

32

(Tinggi menurut umur) (Berat menurut tinggi)

0 > 95 % > 90 %

1 95 - 90 % 90 - 80 %

2 89 - 85 % 80 - 70 %

3 < 85 % < 70 %

Tabel 2-3.Klasifikasi Status Gizi menurut Waterlow(Solihin

Pudjiadi.1996)

4. Klasifikasi Jelliffe

Indeks yang digunakan oleh Jellife adalah berat badan menurut

umur. Pengkate-goriannya adalah kategori I, II, III dan IV. Untuk lebih

jelasnya klasifikasi Jelliffe dapat dilihat pada Tabel 2-4.

Kategori BB/U (% baku)

KEP I

KEP II

KEP III

KEP IV

90-80

80 - 70

70-60

< 60

Tabel 2-4.Klasifikasi KEP Menurut Jelliffe ( Rekso Dikusumo1989)

5. Klasifikasi Bengoa

Bengoa mengklasifikasikan KEP menjadi tiga katagori, yaitu

KEP I, KEP II dan KEP III. Indeks yang digunakan adalah berat badan

menurut umur. Klasifikasi KEP menurut Bengoa dapat dilihat pada

Tabel 2-5.

Kategori BB/U (% baku)

Page 33: Proposal Wulandari

33

KEP I

KEP II

KEP III

90-76

75 - 61

Semua penderita dengan edema

Tabel 2-5.Klasifikasi KEP Menurut Bengoa (Rekso Dikusumo 1989)

6. Klasifikasi Status Gizi menurut Rekomendasi Lokakarya

Antropometri, 1975 serta Puslitbang Gizi, 1978

Dalam rekomendasi tersebut digunakan lima macam indeks

yaitu: BB/U, TB/U, LLA/U, BB/TB dan LLA/TB. Baku yang

digunakan adalah Harvard. Garis baku adalah persentil 50 baku

Harvard. Klasifikasi status gizi menurut rekomendasi Lokakarya

Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978 dapat dilihat pada Tabel

2-6.

Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/

TB*)

LLA/TB

Gizi baik

Gizi kurang

Gizi

buruk**)

100-80

< 80 - 60

< 60

100-95

< 95 - 85

< 85

100-85

< 85 - 70

< 70

100-90

< 90 - 70

< 70

100-85

< 85 - 75

< 75

Tabel 2-6. Klasifikasi Status Gizi Menurut Rekomendasi

Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978 (Sumber:

Djumadias Abunain 1999)

7. Klasifikasi Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI

Tahun 1999

Dalam buku petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi (PSG)

Anak Balita tahun 1999, klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan

menjadi 5, yaitu: Gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang, dan

gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan

Page 34: Proposal Wulandari

34

indeks berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi menurut

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI tahun 1999 dapat dilihat

pada Tabel 2-7.

Tabel kategori status gizi, berdasarkan indeks berat badan

menurut umur (BB/U) anak laki-laki dan perempuan umur 0 sampai 60

bulan dapat dilihat pada lampiran 1.

Kategori Cut of point * )

Gizi lebih > 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi baik 80 % - 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi sedang 70 % - 79,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi kurang 60 % - 69,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi buruk < 60 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

*) Laki-laki dan perempuan sama

Tabel 2-7.Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat

Depkes RI tahun 1999.

8. Klasifikasi Cara WHO

Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan cara

Waterlow. Indikator yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan

TB/U. Standard yang digunakan adalah NCHS (National Centre for

Health Statistics, USA), dengan klasifikasi seperti terlihat pada Tabel

2-8.

Page 35: Proposal Wulandari

35

BB/TB BB/U TB/U Status Gizi

Normal Rendah Rendah Baik, pernah kurang

Normal Normal Normal Baik

Normal Tinggi Tinggi Jangkung, masih baik

Rendah Rendah Tinggi Buruk

Rendah Rendah Normal Buruk, kurang

Rendah Normal Tinggi Kurang

Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas

Tinggi Tinggi Normal lebih, tidak obesitas

Tinggi Normal Rendah Lebih, pernah kurang

Tabel 2-8. Klasifikasi Menurut Cara WHO (Sumber: Deswarni Idrus 1999)

2.9Baku Rujukan

Baku rujukan dikenal ada dua jenis yaitu: baku internasional dan

baku lokal atau nasional. Pendekatan mengenai penggunaan ke-2 jenis

baku tersebut muncul dari pakar di bidang gizi D. Seckler yang

menunjukkan adanya baku antropometri lokal bagi negara-negara

berkembang. Dalam tulisannya berjudul The Small butHealthy Hypothesis

an inquiry into the meaning and measurement of malnutrition.Seckler

menyatakan bahwa anak-anak yang menderita mild andmoderate

malnutritiontermasuk kecil tetapi sehat (small but healthy).Hanya anak

gizi buruk dinyatakannya sebagai penderita kekurangan gizi. Oleh karena

itu, setiap negara dianjurkan untuk membuat baku antropometri sendiri.

Hipotesis dari Seckler mendapat bantahan dari berbagai ahli gizi

Internasional antara lain dari C. Gopalan dalam artikelnya berjudul Small

is Healthy ?,dari MC. Latham dalam Smallness-A Symptom at

Deprivation.Dalam editorial majalah Lancet (1984) dibacakan masalah

keabsahan penggunaan baku rujukan internasional di negara-negara

berkembang. Dinyatakan bahwa pertumbuhan bayi dan anak dari

kelompok sosial-ekonomi cukup di negara-negara berkembang tidak

berbeda dengan baku internasional. Lambatnya pertumbuhan bayi dan

Page 36: Proposal Wulandari

36

anak pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah terutama karena

gangguan gizi dan kesehatan, tetapi bukan karena pengaruh ras maupun

geografis.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soekirman di kota Semarang

mengugkapkan bahwa lambatnya pertumbuhan bayi sesudah berumur 3

bulan (pada 3 bulan pertama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

dengan baku internasional) karena mereka lebih sering terserang penyakit

infeksi, menderita diare dan demam lebih tinggi pada anak umur 3 bulan.

2.9.1 Pengertian Rujukan

Di Indonesia, pada dekade pertengahan 80-an telah dikenal

secara luas baku rujukan antropometri Harvard, baik untuk

keperluan tapis gizi (screening), pemantauan status gizi

(monitoring) maupun evaluasi dan survei. Namun pada

pertengahan 80-an juga mulai digunakan baku rujukan WHO-

NCHS. Sejak saat itu di Indonesia digunakan dua jenis baku

rujukan Internasional.Perbedaan yang jelas antara ke-2 baku

rujukan ini pada pembagian jenis kelamin. Dalam penggunaan

baku rujukan Harvard, di Indonesia jenis kelamin tidak dibedakan

antara laki-laki dan perempuan, sementara dalam baku rujukan

WHO-NCHS jenis kelamin itu dibedakan. Dengan membedakan

pada baku WHO-NCHS, maka muncul perbedaan yang lebih

mendasar pada angka-angka baku antropometri.

Angka baku antropometri untuk anak laki-laki relatif lebih

tinggi pada baku WHO-NCHS dibanding dengan baku Harvard.

Sebaiknya angka baku untuk anak perempuan relatif lebih rendah

dari angka baku Harvard. Perbedaan angka baku antara kedua baku

rujukan tersebut dikatakan mendasar karena dapat memberikan

perbedaan pada perhitungan angka prevalensi maupun ukuran-

ukuran nilai tengah (median) atau nilai persen terhadap

baku.Jelliffe (1989) memberikan gambaran tentang penggunaan

Page 37: Proposal Wulandari

37

baku rujukan yang digunakan dewasa ini dan sebelumnya seperti

yang terlihat pada Tabel 2-9.

Indeks Sekarang Sebelumnya

- BB/TB untuk anak NCHS (Hamili et. al.

1979)

Boston (Harvard),

(Stuart and Meredith 1974)

- Lingkar Lengan NCHS(1977) Wolanski (1966, Pers. Commun)

untuk anak

- BB/TB untuk

orang dewasa

Frisancho (1984) Metropolitan Life Insurance

(1959)

- Lingkar lengan . Frisancho (1981) Jelliffe (1966)

untuk orang dewasa

Tabel 2-9.Penggunaan Baku Rujukan (Sumber: Jelliffe DB 1989)

Salah satu saran yang diajukan pada Semiloka Antropometri

Ciloto, Februari 1991 adalah penggunaan secara seragam di Indonesia

baku rujukan WHO-NCHS sebagai pembanding dalam penilaian status

gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Menurut WHO,

data berat dan tinggi badan yang dikumpulkan oleh US-Na-tional Center

for Health Statistics (NCHS) merupakan pilihan paling baik digunakan

sebagai baku rujukan. Dalam beberapa survei gizi yang dilakukan di

Indonesia, antara lain: penelitian Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah

(TBABS) tahun 1994 dan pemantauan status gizi (PSG) tahun 1995, baku

ini telah digunakan sebagi rujukan. Disamping itu pula KMS anak SLTP

sudah menggunakan baku rujukan WHO-NCHS.

2.9.2 Jenis-Jenis Baku Rujukan

Di dunia ada beberapa jenis baku rujukan. Baku rujukan

tersebut antara lain Harvard (Boston), WHO-NCHS, Tanner dan

Kanada. Baku rujukan Harvard dan WHO-NCHS adalah baku yang

paling umum digunakan di berbagai negara. Bahkan sekarang WHO

Page 38: Proposal Wulandari

38

merekomendasi penggunaan baku WHO-NCHS digunakan di

seluruh negara.

Distribusi data berat badan, tinggi badan dan berat menurut

tinggi badan yang dipublikasikan WHO meliputi data anak umur 0

sampai 18 tahun. Data baku rujukan WHO-NCHS disajikan dalam

dua versi yaitu persentil (percentile) dan skor simpang baku (standart

deviation score= Z-score).

Menurut Waterlow, dkk, dalam Gizi Indonesia Vol XV No 2

tahun 1990, gizi anak-anak di negara yang populasinya relatif gizi

baik (well nuorished)distribusi tinggi badan menurut umur (TB/U)

dan berat menurut tinggi (BB/TB) sebaiknya digunakan persentil.

Untuk anak-anak di negara yang populasinya relatif bergizi kurang

(undernuorished), lebih baik digunakan skor simpang baku sebagai

pengganti persen terhadap median baku rujukan. Tidak disarankan

menggunakan indeks berat badan menurut umur. Baku rujukan

WHO-NCHS dipublikasikan pertama kali oleh WHO pada tahun

1979 dan publikasi ulang pada tahun 1983.

2.10 Aplikasi Antropometri

Penggunaan antropometri sebagai alat ukur status gizi semakin

mendapat perhatian karena dapat digunakan secara luas dalam program-

program perbaikan gizi di masyarakat. Di Indonesia, seperti halnya dengan

negara-negara lain di dunia, antropometri merupakan salah satu alat ukur

status gizi yang telah digunakan dalam berbagai kegiatan dan program

gizi. Penggunaan antropometri ini meliputi berbagai aspek antara lain:

1. Kualitas Sumber Daya Manusia

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan

bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan

kualitas sumber daya manusia. Kualitas manusia Indonesia dimasa

yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. Kualitas manusia

dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi sosial, ekonomi, pen-

didikan, lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dari aspek gizi, kualitas

Page 39: Proposal Wulandari

39

manusia diartikan dalam 2 hal pokok, yaitu: kecerdasan otak atau

kemampuan intelektual dan kemampuan fisik atau produktifitas kerja.

Kedua hal tersebut dapat diukur menggunakan indikator-indikator gizi.

Hasil penelitian membuktikan bahwa ibu hamil yang kurang

gizi akan cenderung melahirkan bayi yang kurang gizi. Berat bayi

yang dilahirkan bisa kurang dari 2500 gr atau BBLR. Bayi yang lahir

BBLR mempunyai ukuran proposional kecil seperti kepala, badan,

tangan, kaki dan organ-organ lainnya dalam tubuh. Dalam keadaan

kekurangan gizi yang lebih berat, retardasi otak dapat mencapai 10-

20%.Volume otak yang berukuran kecil menyebabkan kecerdasan

anak berkurang' secara nyata. Selain itu, bayi BBLR tidak mempunyai

cukup cadangan zat gizi dalam tubuhnya sehingga mudah terserang

penyakit, terutama penyakit infeksi, hipotermi dan akibatnya mudah

meninggal dunia. Oleh karena itu, angka kematian bayi yang tinggi

sangat erat hubungannya dengan BBLR yang juga tinggi.

2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak

digunakan dalam berbagai penelitian atau survei, baik survei secara

luas dalam skala nasional maupun survei untuk wilayah terbatas.

3. Pemantauan Pertumbuhan Anak

Program gizi, khususnya UPGK telah meluas ke berbagai

pedesaan di Indonesia. Dalam program ini telah dikembangkan

program penimbangan berat badan anak balita dan penggunaan kartu

menuju sehat (KMS) untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi

melalui pertumbuhan atas dasar kenaikan berat badan.

KMS adalah alat untuk mencatat dan mengamati

perkembangan kesehatan anak yang mudah dilakukan oleh para ibu.

Dengan membaca garis perkembangan berat badan anak dari bulan ke

bulan pada KMS, seorang ibu dapat menilai dan berbuat sesuatu untuk

berusaha memperbaiki dan meningkatkan perkembangan kesehatan

anaknya.

Page 40: Proposal Wulandari

40

Dalam program gizi terdapat selogan yaitu "anak sehat

bertambah umur bertambah berat". Ibu-ibu diharapkan selalu

memantau pertumbuhan anaknya. Oleh karena itu, semua yang

berhubungan dengan kesehatan anak dari sejak lahir sampai berusia 5

tahun perlu dicatat dalam KMS. Selain itu KMS berisi pesan-pesan pe-

nyuluhan tentang penanggulangan diare, makanan anak, pemberian

kapsul vitamin A dan imunisasi. Semua ibu perlu memiliki KMS

anaknya dan selalu membawa KMS tersebut dalam setiap kegiatan gizi

di Posyandu. Contoh KMS anak balita dapat dilihat pada lampiran 3.

4. Survei Nasional Vitamin A

Pada tahun 1976 sampai 1979 telah dilakukan survei tentang

masalah vitanin A dan juga dilakukan pengukuran antroponetri anak

balita yaitu fungsi badan dan berat badan dan menghasilkan satu-

satunya data mengenai prevalensi KEP dengan lingkup nasional

sampai tahun 1986 dalam survei ini digunakan indeks berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB). Klasifikasi yang digunakan masih

mengacu pada loka karya antropometri 1975 yaitu gizi baik, gizi

kurang dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah baku

Harvard

5. Survei Sosial Ekonomi Nasional

Pada survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) tahun 1986

atas kerja sama Biro Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Gizi

(Depkes) dilakukan integrasi pengumpulan data status gizi anak balita

dengan melakukan pengukuran berat badart. Indeks yang digunakan

adalah berat badan menurut umur (BB/U) dan klasifikasi yang

digunakan sesuai dengan lokakarya antropometri tahun 1975.Pada

tahun 1987 dan kemudian tahun 1989 juga telah dilakukan survei

sosial ekonomi nasional. Hasil susenas ini disajikan dalam 4 klasifikasi

yaitu gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan gizi buruk.

Page 41: Proposal Wulandari

41

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori

Dari teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada

tinjauan pustaka, maka dapat dibuat kerangka teori yaitu sebagai berikut:

Variabel yang tidak diteliti

Variabel yang diteliti

Skema 3.1. Kerangka Teori Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

0-5 tahun

Status Gizi Balita 0-5 tahun

Faktor Infeksi

Faktor KelainanAbsorbsi

Faktor Pelayanan kesehatan

Faktor Konsumsi Makanan

Faktor SosialEkonomi

Faktor Pendidikan Ibu

Page 42: Proposal Wulandari

42

3.2. Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakahtingkat pendidikan

seorang Ibu dapat mempengaruhi status gizi bayiusia 0-5 tahun.Berdasarkan

kerangka teori dan adanya keterbatasan data maka dibuat kerangka konsep

untuk penelitian ini sebagai berikut:

Skema 3.2. Kerangka Konsep Penelitian

3.3. Hipotesis

Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat

pendidikan Ibu dengan status gizi pada bayiusia 0-5.

Tingkat pendidikan Ibu- SD- SMP- SMA- Strata I / Sarjana

Status Gizi

Page 43: Proposal Wulandari

43

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup tiga bidang keilmuan yaitu

Ilmu kesehatan masyarakat, Ilmu kesehatan gizi dan Ilmu kesehatan anak.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Posyandu wilayah kerja

Puskesmas Jagasatru Cirebon pada bulan Januari 2013 dengan responden

adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 0-5tahun.

4.3. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan

menggunakan studi cross sectional untuk menilai adakah hubungan antara

tingkat pendidikan bu dengn status gizi pada bayi 0-5 tahun.

4.4. Populasi dan sampel

4.4.1 Populasi Target

Pada penelitian ini populasi target yang digunakan adalah bayi usia

0-5 tahun di posyandu puskesmas jagasatru kecamatan kesambi kota

Cirebon.

4.4.2 Populasi Terjangkau

Pada penelitian ini populasi terjangkau yang digunakan adalah bayi

usia 0-5 tahun di posyandu puskesmas jagasatru.

4.4.3 Sempel Penelitian

Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek

penelitian yang layak untuk dilakukan penelitian atau dijadikan

subjek. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

bayi berusia 0-5 tahun

Page 44: Proposal Wulandari

44

bayi yang mendapatkan ASI dan/atau makanan tambahan

selain ASI

bayi yang tidak sedang sakit

bayi yang tidak mempunyai kelainan faktor absorbsi

Ibu memperbolehkan anaknya menjadi sampel

Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan subjek penelitian yang tidak

dapatmewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel penelitian.Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

Bayi sudah terdaftar namun tidak hadir pada saat penelitian

Bayi yang sedang sakit dan memerlukan perawatan rutin.

Ibu tidak bersedia anak nya menjadi subjek penelitian.

4.4.4 Cara Sempling

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2010 : 115). Dalam pengambilan sampel penelitian,

teknik sampling yang digunakan yaitu sampel acak kelompok (Cluster

Random Sampling). Suatu klaster (cluster) adalah suatu kelompok dari

subyek atau kesatuan analisis yang berdekatan satu dengan yang lain

secara geografik. Pengambilan sampel dilakukan secara sampel acak

sederhana (simple random sampling) dimana 100Ibu yang memiliki

bayi 0-5 tahunyang dipilih dalam populasi terjangkau mempunyai

kesempatan yang sama untuk ikut serta sebagai sampel penelitian.

Cara menentukan ukuran sampelnya dengan rumus solvin sebagai

berikut:

Keterangan :

n = besar sampel

N = besar populasi

d = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05)

Page 45: Proposal Wulandari

45

4.4.5. Besar Sampel

Jumlah Ibu yang di pilih di posyandu wilayah kerja puskesmas

jagasatru adalah 100 orang maka didapatkan:

4.5. Variabel Penelitian

4.5.1 Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah tingkat pendidikan

formal Ibu.

4.5.2 Variabel terikat dari penelitian ini adalah status gizi bayi usia 0-5

tahun.

4.6. Definisi Operasional

5. Tabel 4.1 Definisi Operasional

N

o

Variabel Definisi

Operasion

al

Alat Ukur Cara

Ukur

Skala Kriteria

1 Status

Gizi bayi

0-5 tahun

Status

kesehatan

bayin saat

ini dengan

indikator

berdasarka

n berat

badan

menurut

umur

Pengukuran

alat ukur

berdasarkan

BB/U

dengan

merujuk

standar

WHO/NCH

S 2000

Pengukura

n berat

badan

menurut

umur

Ordina

l

1. Gizi

Buruk

2. Gizi

Kuran

g

3. Gizi

Baik

4. Gizi

Lebih

n = 100

1 + 100 (0,052)

n= 80

Page 46: Proposal Wulandari

46

2 Tingkat

Pendidika

n formal

Ibu

Jenjang

pendidikan

yang di

tempuh

oleh ibu

dari bayi 0-

5 tahun

Kuesioner Angket Ordina

l

SD : 1

SMP : 2

SMA :3

S1 :4

4.7 Cara Pengumpulan Data

4.7.1 Instumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk

pengumpulan data dalam penelitian. Instrument yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Dacin atau timbangan balita

Alat yang dianjurkan untuk menimbang balita dengan

ukuran minimum 0 kg dan maksimum 25 kg dengan ketelitian

0,1 kg.

b. Kuesioner

Berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

data atau informasi tentang identitas responden, tingkat

pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pengetahuan

ibu tentang konsumsi makanan.

4.8 Alur Penelitian

Prosedur penelitian dilaksanakan dalam 3 tahap, yang meliputi :

a. Persiapan

1) Menyiapkan proposal penelitian

2) Mengurus surat ijin dan melaporkan kegiatan penelitian pada instansi

yang berwenang (Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Puskesmas Jagasatru

Cirebon)

3) Menyusun kuesioner

Page 47: Proposal Wulandari

47

b. Tahap pelaksanaan

1) Mencari/mengumpulkan data dari buku KMS yang dimiliki oleh ibu

yang mempunyai anak usia 0-5 tahun.

2) Penyebaran kuesioner

3) Memilih kasus sesuai kriteria inklusi

c. Tahap penyelesaian

1) Mengolah data dan menganalisis data

2) Menyusun laporan penelitian

Gambar 4.1Alur Penelitian

4.9 Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan cara manual dengan

langkah-langkah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010):

1. Editing

Melihat kembali apakah lembar kuisioner atau formulir sudah terisi

dengan  benar yang dapat segera diproses lebih lanjut. Editing langsung

dilakukan di tempat pengumpulan data di lapangan, sehingga jika

terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan.

Membuat

Usulan

Proposal

Pengesahan

Usulan

Proposal

Data dari buku KMS

yang dimiliki oleh

ibu yang mempunyai

anak usia 0-5 tahun

dan Pengisian

Kuesioner

Pengambilan

sampel dengan

caraCluster

Random Sampling

Pengolahan dan

Analisis Data

Page 48: Proposal Wulandari

48

2. Coding

Setiap lembar kuisioner yang memenuhi kriteria sampel dan telah

terisi  semua dilakukan pengkodean data.

Jenis kelamin

Laki – laki dengan kode = 1

Perempuan dengan kode = 2

c. Pendidikan

SD dengan kode = 1

SMP dengan kode = 2

SMA dengan kode = 3

Sarjana dengan kode = 4

d. Status gizi dengan indikator BB/U

Gizi buruk dengan kode = 1

Gizi kurang dengan kode = 2

Gizi baik dengan kode = 3

Gizi lebih dengan kode = 4

3. Processing

Processing adalah memproses data dengan menggunakan

komputer atau secara manual agar dapat dianalisis.

4. Cleaning Data (pembersihan data)

Data yang sudah dimasukkan dilakukan pengecekan. Pembersihan

dilakukan jika ditemukan kesalahan pada entry data sehingga dapat

diperbaiki dan dilakukan scoring  terhadap pertanyaan

yang   berhubungan dengan masing-masing variabel.

Data yang disajikan dengan mendistribusikan melalui analisis

bivariat, yaitu untuk melihat hubungan variabel independen  (pemberian

makanan tambahan) dan variabel dependen (status gizi) dengan

menggunakan chi square dan akan diolah dengan Statistical Product

and Service Solution (SPSS) 16 for Windows.

Page 49: Proposal Wulandari

49

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji chi square.

Syarat uji chi square antara lain jumlah sampel harus cukup besar

(lebih dari 30), pengamatan harus bersifat independent, dan hanya dapat

digunakan pada data deskrit atau data kontinue yang telah

dikelompokkan menjadi kategori (Notoatmodjo, 2010).

4.10 Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti perlu

mendapatkan rekomendasi dari institusi dengan mengajukan permohonan

ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Setelah mendapatkan

persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika penelitian yang meliputi:

1. Informed concernt

Peneliti membenkan penjelasan tentang tujuan serta maksud

penelitian sebelum menyerahkan kuesioner penelitian, kemudian

peneliti memberikan surat permohonan menjadi responden sebagai

permintaan pasien untuk menjadi responden.

2. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya data

tertentu sebagai hasil penelitian

4.11 Jadwal penelitian

No. Kegiatan Bulan

1. Penyusunan proposal Agustus – Oktober

2. Ujian proposal November – Desember

3. Penyusunan instrument November – Desember

4. Persiapan ke lapangan Desember - Mei

5. Pengumpulan data Mei-Juni

6. Analisa data Juni

7. Penyusunan skripsi Juni-Juli

8. Ujian skripsi 14-15 Agustus 2013

Page 50: Proposal Wulandari

50

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Puskesmas Jagasatru merupakan salah satu puskesmas yang berada

di Kota Cirebon . Wilayah kerja Puskesmas Jagasatru terletak di pusat kota

perdagangan dan jasa yang berada di jalan Kesambi dalam No. 6 Kelurahan

Jagasatru Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon. Secara keseluruhan wilayah

kerja Puskesmas Jagasatru mempunyai akses yang mudah dijangkau

dikarenakan wilayah Puskesmas Jagasatru ada di wilayah perkotaan.

Kelurahan Jagasatru yang terdiri dari 10 RW dengan 51 RT dengan luas

wilayah 34,595 Ha. Dan jumlah penduduk 10.473 jiwa terdiri dari 2563 KK

yang hampir seluruhnya mempunyai pekerjaan dengan mayoritas swasta serta

memiliki pendidikan cukup (SMU).

Pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner dilaksanakan pada

tanggal 05 Juni 2013 sampai dengan 01 Juli 2013, dengan mewawancarai

langsung responden di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Kelurahan

Jagasatru Cirebon setelah dilihat data rekam mediknya. Data-data hasil

penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara analitik.

5.2 Hasil Penelitian

Data penelitian ini adalah hasil dari kuesioner yang disebarkan

kepada 80 ibu. Sampel diperoleh dengan simple random sampling dengan

target penelitian ini adalah seluruh balita yang berada di wilayah kerja

Puskesmas jagasatru Kecamatan Kesambi Kota Cirebon. Analisis yang akan

disajikan terdiri dari dua bagian, yaitu analisis deskriptif dan analisis asosiasi.

Teknik analisis yang digunakan pada analisis data responden dan data

penelitian adalah analisis deskriptif, dimana semua data yang diperoleh

disusun ke dalam tabel melalui perhitungan distribusi frekuensi dan

persentasenya.

Page 51: Proposal Wulandari

51

5.2.1 Karakteristik Sampel

a. Umur Ibu

Berdasarkan umur responden, didapatkan bahwa responden

terbanyak adalah kelompok umur 30 tahun yang berjumlah 11

orang dengan presentase 13,8 % dan yang paling sedikit adalah

umur 37 tahun yang berjumlah 1 orang dengan presentase 1,2 %.

Distribusi jumlah sampel ibu balita menurut umur di wilayah kerja

Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5. 1 Distribusi Jumlah Sampel (Ibu Balita) Menurut Umur di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013

Umur Ibu (Tahun) Jumlah Presentase (%)

17 1 1.2

18 2 2.5

20 1 1.2

21 3 3.8

22 4 5.0

23 5 6.2

25 3 3.8

26 8 10.0

27 6 7.5

29 4 5.0

30 11 13.8

31 7 8.8

32 2 2.5

33 4 5.0

34 3 3.8

35 4 5.0

37 1 1.2

38 2 2.5

39 2 2.5

40 3 3.8

Page 52: Proposal Wulandari

52

42 2 2.5

45 1 1.2

51 1 1.2

Total 80 100.0

b. Pendidikan Formal Ibu

Tingkat pendidikan sebagian besar sampel adalah tamat SMA

yaitu sebanyak 43,8%, tamat SMP sebanyak 36,2%, tamat S1

sebanyak 12,5%, tamat SD sebanyak 7,5%, sedangkan yang

tamat diploma sebanyak 2,15%. Data selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi Jumlah Sampel Menurut Tingkat Pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru tahun 2013

Pendidikan Ibu F %

SD 6 7.5

SMP 29 36.2

SMA 35 43.8

S1 10 12.5

Total 80 100,00

c. Umur Balita

Sampel dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang

berdomilisi di posyandu wilayah kerja puskesmas Jagasatru

Kota Cirebon. Sebagian anak balita yang menjadi sampel

berumur 0-12 bulan sebanyak 43,8 %, umur 13-24 bulan

sebanyak 21,2%, umur 25-36 bulan 18,8%, umur 37-48 bulan

12,5%, umur 49-60 bulan 3,8%. Data selengkapnya dapat lihat

pada tabel 5.3 berikut ini :

Tabel 5.3 Distribusi Jumlah Sampel (Ibu Balita) Menurut Umur di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013

Page 53: Proposal Wulandari

53

Umur Jumlah Presentase

0-12 bulan 35 43.8

13-24 bulan 17 21.2

25-36 bulan 15 18.8

37-48 bulan 10 12.5

49-60 bulan 3 3.8

Total 80 100.0

d. Jenis Kelamin Anak Balita

Balita yang menjadi sebagian besar sampel adalah yang

berjenis kelamin perempuan sebanyak 51.2% dan balita yang

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 48.8%. Data selengkapnya

dapat lihat pada tabel 5.4 berikut ini :

Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Sampel (Balita) Menurut Jenis Kelamin di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013

Jenis Kelamin Jumlah Presentase %

Perempuan 41 51.2

Laki-laki 39 48.8

Total 80 100.0

e. Status Gizi Balita

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada

ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri

yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan

status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku

rujukan World Health Organization -National Centre for Health

Statistics(WHO-NCHS). Pada Loka Karya Antropometri tahun

1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi

Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan

Page 54: Proposal Wulandari

54

penggunaan baku rujukan WHO-NCHS (Gizi Indonesia, Vol.

XV No 2 tahun 1990).

Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi

menjadi empat yaitu:

a) Gizi lebih untuk over weight,termasuk kegemukan dan

obesitas.

b) Gizi baik untuk well nourished.

c) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup milddan

moderate PCM {Protein Calori Malnutritiori).

d) Gizi buruk untuk severe PCM,termasuk marasmus,

marasmik-kwasiokor dan kwasiorkor

Rata-rata nilai status gizi membuktikan bahwa sebagian

besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru

memiliki status gizi baik. Namun demikian masih dijumpai

juga adanya gizi kurang dan buruk. Data tersebut

membuktikan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru

masih dijumpai masalah gizi. Distribusi sampel menurut

status gizi dan kelompok umur dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Distribusi Status Gizi Jumlah Sampel (Balita) di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013

Status Gizi Jumlah Presentase

Gizi Buruk 5 6.2

Gizi Kurang 19 23.8

Gizi Baik 54 67.5

Gizi Lebih 2 2.5

Total 80 100.0

f. Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan gizi cukup

45,0%, tingkat pengetahuan gizi baik 36,2% dan tingkat

pengetahuan gizi kurang 18,8%. Distribusi responden menurut

tingkat pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel 5.6

Page 55: Proposal Wulandari

55

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Balita di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013.

Kategori Jumlah Presentase %

Kurang 15 18.8

Cukup 36 45.0

Baik 29 36.2

Total 80 100.0

g. Pengetahuan ibu tentang konsumsi makanan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan

konsumsi makanan, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat pengetahuan konsumsi makanan

yang sangat baik yaitu 5,0%, tingkat pengetahuan konsumsi

makanan Baik 42,5%, tingkat pengetahuan konsumsi makanan

cukup 42,5 %, tingkat pengetahuan konsumsi makanan kurang

8,8%. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan gizi

dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Konsumsi Makanan di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013.

Tingkat

Pengetahuan

Jumlah Presentase

%

Kurang 7 8.8

Cukup 34 42.5

Baik 35 43.8

Sangat baik 4 5.0

Total 80 100.0

Page 56: Proposal Wulandari

56

5.2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibu dengan Status Gizi

Balita

Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan formal Ibu

dengan status gizi anak balita, data yang diperoleh kemudian

dianalisis secara statistik menggunakan model Chi-Square dengan

menggunakan program SPSS 16. Dengan hasil yang di dapat

adalah sebagai berikut

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibu dengan Status Gizi Balita 0-5 Tahun di wilayah kerja puskesmas Jagasatru Tahun 2013.

Pendidikan Status gizi bayi 0-5 tahun Nilai

Chi-

Square

P

Gizi

buru

k

Gizi

kurang

Gizi

bai

k

Gizi

lebih

SD 2 3 1 0

25.333a 0.003

SMP 2 12 14 1

SMA 1 3 30 1

S1 0 1 8 1

Total 5 19 53 3

Dari distribusi data yang didapat kelompok responden yang

memiliki balita dengan gizi buruk kebanyakan pada kelompok yang

berpendidikan SD dan SMP dengan jumlah masing-masing 2

balita, balita dengan gizi kurang lebih banyak ditemukan pada

kelompok berpendidikan SMP berjumlah 12 balita, balita dengan

Page 57: Proposal Wulandari

57

gizi baik banyak didapatkan pada kelompok responden dengan

pendidikan SMA sebanyak 30 balita, sedangkan yang memiliki gizi

lebih banyak ditemukan pada kelompok berpendidikan SMP, SMA

dan S1 dengan jumlah 1 balita.

Nilai hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan

formal ibu dengan statu gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas

Jagasatru Kota Cirebon didapatkan nilai Chi-Squere 25.333a >.

Nilai ini lebih dibandingkan nilai Chi-Squar, hal ini menunjukkan

nilai yang bermakna tentang hubungan antara tingkat pendidikan

formal ibu dengan status gizi bayi 0-5 tahun. Hal ini di dukung

pula dengan nilai P-value <0.05.

Page 58: Proposal Wulandari

58

BAB VIPEMBAHASAN

6.1 Pembahasan

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat

diketahui bahwa dari 80 sampel ibu yang memiliki balita didapatkan

responden dengan pendidikan tamat SD sebanyak 6 sampel dengan

persentase sebesar 7,5%, tamat SMP sebanyak 29 sampel dengan

presentase 36,2% , sedangkan yang memiliki pendidikan tamat SMA

sebanyak 35 sampel dengan persentase sebesar 43,8%, dan yang memiliki

pendidikan tamat S1 ada 4 sampel dengan persentase sebesar 12,5%. Data

ini diperjelas pada tabel 5.2 Menurut Soekanto (2002) Semakin tinggi

pendidikan seseorang akan semakin baik cara pandang terhadap diri dan

lingkungannya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu unsur penting

dalam menentukan status gizi anak. Tingkat pendidikan Ibu lebih penting

dalam menentukan status gizi anak daripada pendidikan ayah. Tingkat

pendidikan yang rendah akan menyebabkan keterbatasan seperti

pengetahuan sikap, tindakan-tindakan dalam menangani masalah keluarga,

khususnya masalah kesehatan. (Depkes RI 1998)

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan, proses pembuatan, cara mendidik. Pendidikan juga

sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani

anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupi anak

yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Tinggi rendahnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat

pengertiannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, perlunya

Page 59: Proposal Wulandari

59

pemeriksaan kehamilan, pasca persalinan serta kesadarannya terhadap

kesehatan anak dan keluarga. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula

pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pekerjaan, pendapatan,

kebiasaan dan pola makan. (Kardjati 1995)

Tabel 5.5 yang menunjukkan status gizi anak balita, dapat

disimpulkan bahwa hampir dari seluruh sampel anak balita memiliki status

gizi yang baik yakni sebanyak 54 sampel dengan persentase sebesar

67,5%, sedangkan anak balita dengan status gizi kurang ada 19 sampel

dengan persentase 23,8%, anak balita dengan status gizi lebih 2 sampel

dengan persentase 2,5%, dan anak balita dengan status gizi buruk ada 5

sampel dengan persentase 6,2%.

Status gizi dapat diartikan sebagai suatu keadaan tubuh manusia

akibat dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari

makanan tersebut yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik

dan lebih (Almatsier, 2002).

Di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon masih

dijumpai adanya masalah gizi seperti gizi kurang, gizi lebih, dan gizi

buruk. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh faktor langsung yaitu faktor

konsumsi makanan, faktor lingkungan yang kurang bersih, atau pun

penyakit infeksi yang mungkin dialami oleh si balita. Akan tetapi faktor

tidak langsung pun juga mungkin dapat mempengaruhi status gizi dari

balita antara lain seperti tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap

pemberian makanan dalam keluarga, sehingga mempengaruhi pola

pemberian makanan pada balita yang juga akan mempengaruhi status gizi

anak balita . Kurang energi protein tidak saja disebabkan oleh

ketidakcukupan ketersediaan pangan atau zat-zat gizi tertentu tetapi juga

dipengaruhi kemiskinan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, sosial

ekonomi dan ketidaktahuan ibu terhadap gizi (Suhardjo, 1996).

Hasil pengujian hipotesis dengan analisis korelasi Rank Spearman

dengan nilai p = 0,00 (p<0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan formal ibu dengan status gizi anak

balita di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon.

Page 60: Proposal Wulandari

60

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pendidikan ibu bukan

merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak balita,

namun pendidikan ibu ini memiliki peran yang penting. Karena dengan

memiliki pendidikan yang cukup, seorang ibu akan memilki wawasan luas

yang memungkinkan bisa melakukan tindakan-tindakan dalam menangani

masalah keluarga, khususnya masalah kesehatan (Depkes RI 1998).

6.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya:

1. Peneliti

a. Waktu terbatas untuk dapat mengumpulkan seluruh data dari

responden pada saat berlangsungnya kegiatan posyandu

b. Peneliti sendiri dalam melakukan penelitian sehingga beberapa kali

sempat kewalahan dalam menghadapi responden.

2. Responden

a. Responden selalu ingin cepat pulang dengan alasan masih banyak

pekerjaan rumah.

b. Balita yang menangis dan tidak mau dilakukan pengukuran

antropometri menyulitkan peneliti.

3. Instrumen/ Alat

a. Data Berat Badan

Kemungkinan kesalahan pada pengambilan data berat badan yaitu

kurangnya ketelitian dalam membaca angka pada timbangan dacin.

b. Alat Ukur Tinggi Badan

Kemungkinan kesalahan pada pengambilan data tinggi badan yaitu

kurangnya ketelitian dalam membaca angka alat ukur karena beberapa

alat ukur kotor.

c. Kuisioner

Kemungkinan kuesioner yang dibuat terlalu mudah sehingga sebagian

besar pertanyaan dapat dijawab dengan benar oleh responden.

Page 61: Proposal Wulandari

61

BAB VIISIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan sebagai

berikut :

1. Sebagian Ibu balita di wilayah kerja posyandu puskesmas jagsatru kota

cirebon memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu 43,8 %

2. Sebagian besar Balita di wilayah kerja posyandu puskesmas jagasatru kota

cirebon memiliki status gizi baik yaitu sebesar 67,5%.

3. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan

status gizi balita dengan p = 0,003 (p < 0,05).

B. Saran

1. Bagi Ibu yang Memiliki Balita

Agar menyadari pentingnya akan status gizi anak, sehingga Ibu

yang memiliki balita walaupun tingkat pendidikan tidak tinggi tapi

dapat menambah wawasan demi tercapainya status gizi anak yang baik

karena status gizi anak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

anak.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Bagi petugas kesehatan terutama ahli gizi agar senantiasa

mengontrol perkembangan status gizi di wilayah kerja nya dan

senantiasa memberikan edukasi kepada seluruh kalangan masyarakat

tentang pentingnya status gizi.

3. Bagi Peneliti Lain

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi balita dengan cakupan lebih meluas

Page 62: Proposal Wulandari

62

mengingat bahwa penelitian ini baru membahas mengenai salah satu

faktor yang mempengaruhi status gizi balita yakni pengetahuan gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini Adisty C, 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Graha Ilmu.

Yogyakarta

Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi ke 2.

EGC. Jakarta

Azwar, S, 2009, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Jakarta : Pustaka

Pelajar

Behrman RI, Vaughan VC, Nelson WC. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics,

edisi ke 1, W.B Saunders Co., Philadelphia, London, Toronto, Montreal,

Sydney, Tokyo.

Chandra Budiman, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta

Depkes RI. 2000. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.

I Dewa Nyoman Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Markum, A., Ismael, Sofyan., Alatas, Husein., Akib, Arwin., Firmansyah, Agus.,

Sastroasmoro, Sudigdo., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1.FKUI.

Jakarta

Nelson, Waldo E. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 1. EGC.

Jakarta

Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo.2007.Metodologi Penelitian Kesehatan.PT.Asdi

Mahasatya.Jakarta

Rudolph, Abraham M., 2006. Buku Ajar Pediatri RUDOLPH (Rudolph’s

Pediatrics) vol. 1.EGC. Jakarta

Page 63: Proposal Wulandari

63

Sodiaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi II. Dian Rakyat. Jakarta

Supariasa I Dewa Nyoman, Bakri B, Fajar Ibnu. 2012. Penilaian Status Gizi.

EGC. Jakarta

WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO

Technical Report Series. Geneva: 89

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

Umur :

Selaku orangtua dari:

Nama :

Umur :

Menyatakan bahwa saya bersedia dan mengizinkan anak saya untuk

berpartisipasi sebagai responden pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

FK UNSWAGATI yang bernama Wulandari dengan judul

penelitian“Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibudengan Status

Gizi Bayi 0-5 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas

Jagasatru Kota Cirebon”.

Demikan persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa adanya unsur

pemaksaan dari berbagai pihak.

Cirebon, Juni 2013

Orangtua Responden

Page 64: Proposal Wulandari

64

(……………………)

Lampiran 2

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

“HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL IBU DENGAN

STATUS GIZI BAYI 0-5 TAHUN DI POSYANDU WILAYAH KERJA

PUSKESMAS JAGASATRU KOTA CIREBON”

Tanggal survei : Tempat survei :

Nama balita :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)

Tanggal lahir/Umur : /

Nama Ayah/Umur : /

Pekerjaan Ayah :

Nama Ibu/Umur : /

Pekerjaan Ibu :

Alamat :

Riwayat penyakit :

Riwayat pengobatan :

Hasil Pengukuran Antropometri

Berat Badan : kg

Tinggi Badan : cm

Status Gizi

Page 65: Proposal Wulandari

65

BB/U : buruk/kurang/baik/lebih *)

*) Dicoret yang tidak perlu

Pengetahuan Ibu tentang Status Gizi

1. Apakah anda tahu seberapa sering sebaiknya menimbang berat badan bayi dan

balita?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anda tahu tujuan penimbangan berat badan secara teratur?

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah anda tahu bagaimana menilai bayi dan balita anda cukup gizinya?

a. Ya

b. Tidak

4. Apakah menurut anda bayi yang gendut/montok itu status gizi nya bagus?

a. Ya

b. Tidak

5. Apakah menurut anda bayi yang kurus itu mempunya status gizi kurang?

a. Ya

b. Tidak

6. Apakah anda tahu apa itu Kartu Menuju Sehat (KMS)?

a. Ya

b. Tidak

Page 66: Proposal Wulandari

66

7. apakah anda tahu ciri-ciri bayi yang kurang gizi?

a. Ya

b. Tidak

8. Apakah anda tahu cara mengukur lingkar lengan bayi?

a. Ya

b. Tidak

9. Apakah anda tahu cara mengukur lingkar kepala bayi?

a. Ya

b. Tidak

10. Apakah anda tahu cara mengukur lingkar dada bayi?

a. Ya

b. Tidak

11. Apakah anda tahu kalau berat badan bayi berpengaruh terhadap keadaan gizi

bayi?

a. Ya

b. Tidak

12. Apakah anda tahu kalau tinggi tubuh bayi berpengaruh terhadap keadaan gizi

bayi?

a. Ya

b. Tidak

Pengetahuan Ibu tentang faktor konsumsi makanan

1. Apakah anda tahu makanan yang terbaik bagi bayi?

a. Ya

Page 67: Proposal Wulandari

67

b. Tidak

2. Apakah anda tahu apa itu ASI ekslusif?

a. Ya

b. Tidak

3. Apakah anda memberikan ASI ekslusif pada bayi anda?

a. Ya

b. Tidak

4. Apakah anda tahu keunggulan ASI ekslusif?

a. Ya

b. Tidak

5. Apakah anda memberikan susu formula pada bayi anda?

a. Ya

b. Tidak

6. Apakah anda tahu menu makanan yang bergizi untuk bayi anda?

a. Ya

b. Tidak

7. Apakah anda tahu garam apa yang bagus di konsumsi untuk bayi anda?

a. Ya

b. Tidak

8. Apakah anda tahu vitamin apa yang harus di berikan kepada bayi anda?

a. Ya

b. Tidak

Page 68: Proposal Wulandari

68

Lampiran 3

Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan dan Laki-laki, Usia 0 s.d. 59 Bulan, menurut Berat Badan dan Umur Berdasarkan WHO

Anak Perempuan

Umur

(Bulan)

Gizi

Buruk

(kg)

Gizi

Kurang

(kg)

Gizi

Lebih

(kg)

Gizi

Lebih

(kg)

0 1.7 1.8 - 2.1 2.2 - 3.9 4.0

1 2.1 2.2 - 2.7 2.8 - 5.0 5.1

2 2.6 2.7 - 3.2 3.3 - 6.0 6.1

3 3.1 3.2 - 3.8 3.9 - 6.9 7.0

4 3.6 3.7 - 4.4 4.5 - 7.6 7.7

5 4.0 4.1 - 4.9 5.0 - 8.3 8.4

6 4.5 4.6 - 5.4 5.5 - 8.9 9.0

7 4.9 5.0 - 5.8 5.9 - 9.5 9.6

8 5.3 5.4 - 6.2 6.3 - 10.0 10.1

9 5.6 5.7 - 6.5 6.6 - 10.4 10.5

10 5.8 5.9 - 6.8 6.9 - 10.8 10.9

11 6.1 6.2 - 7.1 7.2 - 11.2 11.3

12 6.3 6.4 - 7.3 7.4 - 11.5 11.6

13 6.5 6.6 - 7.5 7.6 - 11.8 11.9

14 6.6 6.7 - 7.7 7.8 - 12.1 12.2

15 6.8 6.9 - 7.9 8.0 - 12.3 12.4

16 6.9 7.0 - 8.1 8.2 - 12.5 12.6

17 7.1 7.2 - 8.2 8.3 - 12.8 12.9

18 7.2 7.3 - 8.4 8.5 - 13.0 13.1

Page 69: Proposal Wulandari

69

19 7.4 7.5 - 8.5 8.6 - 13.2 13.3

20 7.5 7.6 - 8.7 8.8 - 13.4 13.5

21 7.6 7.7 - 8.9 9.0 - 13.7 13.8

22 7.8 7.9 - 9.0 9.1 - 13.9 14.0

23 8.0 8.1 - 9.2 9.3 - 14.1 14.2

24 8.2 8.3 - 9.3 9.4 - 14.5 14.6

25 8.3 8.4 - 9.5 9.6 - 14.8 14.9

26 8.4 8.5 - 9.7 9.8 - 15.1 15.2

27 8.6 8.7 - 9.8 9.9 - 15.5 15.6

28 8.7 8.8 - 10.0 10.1 - 15.8 15.9

29 8.8 8.9 - 10.1 10.2 - 16.0 16.1

30 8.9 9.0 - 10.2 10.3 - 16.3 16.4

31 9.0 9.1 - 10.4 10.5 - 16.6 16.7

32 9.1 9.2 - 10.5 10.6 - 16.9 17.0

33 9.3 9.4 - 10.7 10.8 - 17.1 17.2

34 9.4 9.5 - 10.8 10.9 - 17.4 17.5

35 9.5 9.6 - 10.9 11.0 - 17.7 17.8

36 9.6 9.7 - 11.1 11.2 - 17.9 18.0

37 9.7 9.8 - 11.2 11.3 - 18.2 18.3

38 9.8 9.9 - 11.3 11.4 - 18.4 18.5

39 9.9 10.0 - 11.4 11.5 - 18.6 18.7

40 10.0 10.1 - 11.5 11.6 - 18.9 19.0

41 10.1 10.2 - 11.7 11.8 - 19.1 19.2

42 10.2 10.3 - 11.8 11.9 - 19.3 19.4

43 10.3 10.4 - 11.9 12.0 - 19.5 19.6

44 10.4 10.5 - 12.0 12.1 - 19.7 19.8

45 10.5 10.6 - 12.1 12.2 - 20.0 20.1

46 10.6 10.7 - 12.2 12.3 - 20.2 20.3

47 10.7 10.8 - 12.4 12.5 - 20.4 20.5

48 10.8 10.9 - 12.5 12.6 - 20.6 20.7

49 10.8 10.9 - 12.6 12.7 - 20.8 20.9

50 10.9 11.0 - 12.7 12.8 - 21.0 21.1

Page 70: Proposal Wulandari

70

51 11.0 11.1 - 12.8 12.9 - 21.2 21.3

52 11.1 11.2 - 12.9 13.0 - 21.4 21.5

53 11.2 11.3 - 13.0 13.1 - 21.6 21.7

54 11.3 11.4 - 13.1 13.2 - 21.8 21.9

55 11.4 11.5 - 13.2 13.3 - 22.1 22.2

56 11.4 11.5 - 13.3 13.4 - 22.3 22.4

57 11.5 11.6 - 13.4 13.5 - 22.5 22.6

58 11.6 11.7 - 13.5 13.6 - 22.7 22.8

59 11.7 11.8 - 13.6 13.7 - 22.9 23.0

Anak Laki-laki

Umur Gizi Buruk

(kg)

Gizi Kurang

(kg)

Gizi Baik

(kg)

Gizi Lebih

(kg)

0 1.9 2.0 - 2.3 2.4 - 4.2 4.3

1 2.1 2.2 - 2.8 2.9 - 5.5 5.6

2 2.5 2.6 - 3.4 3.5 - 6.7 6.8

3 3.0 3.1 - 4.0 4.1 - 7.6 7.7

4 3.6 3.7 - 4.6 4.7 - 8.4 8.5

5 4.2 4.3 - 5.2 5.3 - 9.1 9.2

6 4.8 4.9 - 5.8 5.9 - 9.7 9.8

7 5.3 5.4 - 6.3 6.4 - 10.2 10.3

8 5.8 5.9 - 6.8 6.9 - 10.7 10.8

9 6.2 6.3 - 7.1 7.2 - 11.2 11.3

10 6.5 6.6 - 7.5 7.6 - 11.6 11.7

11 6.8 6.9 - 7.8 7.9 - 11.9 12.0

12 7.0 7.1 - 8.0 8.1 - 12.3 12.4

13 7.2 7.3 - 8.2 8.3 - 12.6 12.7

14 7.4 7.5 - 8.4 8.5 - 12.9 13.0

15 7.5 7.6 - 8.6 8.7 - 13.1 13.2

16 7.6 7.7 - 8.7 8.8 - 13.4 13.5

17 7.7 7.8 - 8.9 9.0 - 13.6 13.7

Page 71: Proposal Wulandari

71

18 7.8 7.9 - 9.0 9.1 - 13.8 13.9

19 7.9 8.0 - 9.1 9.2 - 14.0 14.1

20 8.0 8.1 - 9.3 9.4 - 14.3 14.4

21 8.2 8.3 - 9.4 9.5 - 14.5 14.6

22 8.3 8.4 - 9.6 9.7 - 14.7 14.8

23 8.4 8.5 - 9.7 9.8 - 14.9 15.0

24 8.9 9.0 - 10.0 10.1 - 15.6 15.7

25 8.9 9.0 - 10.1 10.2 - 15.8 15.9

26 9.0 9.1 - 10.2 10.3 - 16.0 16.1

27 9.0 9.1 - 10.3 10.4 - 16.2 16.3

28 9.1 9.2 - 10.4 10.5 - 16.5 16.6

29 9.2 9.3 - 10.5 10.6 - 16.7 16.8

30 9.3 9.4 - 10.6 10.7 - 16.9 17.0

31 9.3 9.4 - 10.8 10.9 - 17.1 17.2

32 9.4 9.5 - 10.9 11.0 - 17.3 17.4

33 9.5 9.6 - 11.0 11.1 - 17.5 17.6

34 9.6 9.7 - 11.1 11.2 - 17.7 17.8

35 9.6 9.7 - 11.2 11.3 - 17.9 18.0

36 9.7 9.8 - 11.3 11.4 - 18.2 18.3

37 9.8 9.9 - 11.4 11.5 - 18.4 18.5

38 9.9 10.0 - 11.6 11.7 - 18.6 18.7

39 10.0 10.1 - 11.7 11.8 - 18.8 18.9

40 10.1 10.2 - 11.8 11.9 - 19.0 19.1

41 10.2 10.3 - 11.9 12.0 - 19.2 19.3

42 10.3 10.4 - 12.0 12.1 - 19.4 19.5

43 10.4 10.5 - 12.2 12.3 - 19.6 19.7

44 10.5 10.6 - 12.3 12.4 - 19.8 19.9

45 10.6 10.7 - 12.4 12.5 - 20.0 20.1

46 10.7 10.8 - 12.5 12.6 - 20.3 20.4

47 10.8 10.9 - 12.7 12.8 - 20.5 20.6

48 10.9 11.0 - 12.8 12.9 - 20.7 20.8

Page 72: Proposal Wulandari

72

49 11.0 11.1 - 12.9 13.0 - 20.9 21.0

50 11.1 11.2 - 13.00 13.1 - 21.1 21.2

51 11.2 11.3 - 13.2 13.3 - 21.3 21.4

52 11.3 11.4 - 13.3 13.4 - 21.6 21.7

53 11.4 11.5 - 13.4 13.5 - 21.8 21.9

54 11.5 11.6 - 13.6 13.7 - 22.0 22.1

55 11.7 11.8 - 13.7 13.8 - 22.2 22.3

56 11.8 11.9 - 13.8 13.9 - 22.5 22.6

57 11.9 12.0 - 14.0 14.1 - 22.7 22.8

58 12.0 12.1 - 14.1 14.2 - 22.9 23.0

59 12.1 12.2 - 14.2 14.3 - 23.2 23.3

Page 73: Proposal Wulandari

73

Lampiran 4

Data Penelitian

No Nama RespondenUmur

Ibu Umur BayiJK

BayiPendidikan

Ibu BB Bayi TB BayiStatus

Gizi 1 Siti 29 th 42 bulan 1 4 13 kg 97,5 cm 32 Eti 30 th 29 bulan 1 2 11,3 kg 85 cm 33 Lili 39 th 42 bulan 2 3 13 kg 95 cm 34 Rohayati 33 th 36 bulan 2 2 13 kg 92 cm 35 Yaman 30 th 48 bulan 1 3 17 kg 103 cm 36 Nurhayati 30 th 32 bulan 2 3 12 kg 87 cm 37 Rusyanfina 22 th 2 bulan 2 2 50 kg 56 cm 38 Nurul 25 th 12 bulan 2 3 8,0 kg 71,5 cm 39 Taryuni 18 th 5 bulan 1 2 8,0 kg 67 cm 3

10 Rina 34 th 53 bulan 2 3 15 kg 103 cm 311 Irma 30 th 11 bulan 1 2 8,5 kg 78,5 cm 312 Novi 26 th 11 bulan 1 3 8,3 Kg 74 cm 313 Kiki 26 th 28 bulan 1 2 8,6 kg 78,5 cm 214 Susilawaty 30 th 1 bulan 2 3 3,7 kg 56 cm 315 Ella 31 th 12 bulan 2 4 13,5 kg 78,5 cm 216 Bunga 23 th 36 bulan 2 3 12 kg 89 cm 317 Siti Julaeha 27 th 9 bulan 1 1 8,0 kg 89 cm 318 Uun 27 th 10 bulan 2 1 7,5 kg 73 cm 219 Uun 27 th 48 bulan 1 1 13 kg 94 cm 220 Yustina 21 th 15 bulan 2 3 8,0 kg 72 cm 221 Rini 29 th 39 bulan 2 4 14 kg 99 cm 322 Faliha 23 th 24 bulan 1 3 11 kg 83 cm 323 Tuti 27 th 1 bulan 1 3 4,1 kg 56 cm 324 Nunung 37 th 6 bulan 1 1 6,0 kg 65 cm 225 Isnawati 30 th 26 bulan 1 3 8,8 kg 83 cm 226 Veti 20 th 5 bulan 1 2 6,1 kg 69,5 cm 327 Ningsih 26 th 18 bulan 1 1 8,9 kg 87 cm 228 Maryani 31 th 8 bulan 1 3 7,1 kg 69 cm 329 Atikah 35 th 7 bulan 2 1 4,9 kg 62,5 cm 430 Rostiani 27 th 27 bulan 2 3 9,9 kg 84 cm 331 Soraya 30 th 29 bulan 2 3 11,8 kg 89 cm 2

Page 74: Proposal Wulandari

74

32 Feli 23 th 6 bulan 2 2 6,1 kg 67 cm 233 Tuti 27 th 21 bulan 1 3 6,3 kg 70,5 cm 434 Komariah 40 th 24 bulan 1 2 7,9 kg 76 cm 435 Iin 35 th 27 bulan 1 1 8,3 kg 80 cm 436 Umi 42 th 10 bulan 1 1 6,7 kg 74 cm 337 Nurhayati 34 th 40 bulan 1 3 11,4 kg 89 cm 238 Fadillah 17 th 2 bulan 2 2 3,9 kg 57 cm 239 Titin 35 th 8 bulan 2 1 6,7 kg 74 cm 240 Anah 33 th 24 bulan 1 3 9,8 kg 83,5 cm 341 Tita 39 th 5 bulan 2 2 6,5 kg 66 cm 342 Karimah 26 th 11 bulan 1 4 8,6 kg 77 cm 343 Rima 26 th 55 bulan 2 3 16 kg 131 cm 344 Dini 23 th 12 bulan 1 3 8,1 kg 75 cm 345 Esty 25 th 5 bulan 2 4 5,6 kg 65,5 cm 146 Careni 31 th 19 bulan 2 3 7,9 kg 81 cm 147 Rohayati 31 th 12 bulan 1 3 6,2 kg 71 cm 248 Sutinah 45 th 19 bulan 1 3 9,1 kg 78 cm 349 Kustirah 51 th 18 bulan 1 1 10,6 kg 82 cm 350 Erni 21 th 1 bulan 2 2 4,3 kg 54 cm 351 Nuri 21 th 48 bulan 1 2 18 kg 120 cm 352 Suharti 29 th 8 bulan 1 1 10,3 kg 71,5 cm 453 Dewi 29 th 28 bulan 2 2 8,8 kg 86 cm 254 Juleha 40 th 20 bulan 2 1 8,1 kg 75 cm 255 Kiki 31 th 30 bulan 2 3 6,7 kg 63 cm 156 Ami 40 th 12 bulan 1 3 7,3 kg 69 cm 357 Hanipah 22 th 1 bulan 1 3 4,3 kg 58 cm 358 Ammi 22 th 24 bulan 1 3 12,5 kg 86 cm 359 Yanti 34 th 5 bulan 1 3 8,0 kg 67 cm 360 Imas 25 th 3 bulan 2 2 5,5 kg 61 cm 361 Ropiah 30 th 18 bulan 1 1 9,5 kg 77 cm 362 Dewi 30 th 30 bulan 1 2 12 kg 88 cm 363 Desi 23 th 9 bulan 2 3 8,2 kg 72 cm 364 Junaeni 32 th 9 bulan 2 2 8 kg 72 cm 365 Saripah 26 th 7 bulan 1 2 7,0 kg 69 cm 366 Saripah 26 th 42 bulan 2 2 13,2 kg 93 cm 367 Ropina 31 th 6 bulan 1 1 6,4 kg 66 cm 368 Enny 30 th 49 bulan 1 1 12,5 kg 95,5 cm 369 Neni 26th 24 bulan 2 2 11,5 kg 85,5 cm 370 Tini 31 th 7 bulan 1 1 7,1 kg 69 cm 371 Uni 33 th 44 bulan 1 1 19 kg 94 cm 472 Aminah 38 th 2 bulan 2 1 6,5 kg 62 cm 373 Isakia 30 th 48 bulan 2 1 12 kg 130 cm 274 Luki 32 th 13 bulan 2 4 8,9 kg 81 cm 375 Nurlela 35 th 13 bulan 2 3 8,8 kg 77 cm 3

Page 75: Proposal Wulandari

75

76 Laila 33 th 48 bulan 2 3 17 kg 107 cm 377 Halina 38 th 24 bulan 2 1 12,3 kg 87 cm 378 Siti Maryam 42 th 28 bulan 2 2 15,5 kg 134 cm 379 Erika 22 th 6 bulan 1 4 7,6 kg 69 cm 380 Wiwin 18 th 12 bulan 2 2 9,2 kg 91 cm 3

Lampiran 5

Usia Ibu (Tahun)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 17 1 1.2 1.2 1.2

18 2 2.5 2.5 3.8

20 1 1.2 1.2 5.0

21 3 3.8 3.8 8.8

22 4 5.0 5.0 13.8

23 5 6.2 6.2 20.0

25 3 3.8 3.8 23.8

26 8 10.0 10.0 33.8

27 6 7.5 7.5 41.2

29 4 5.0 5.0 46.2

30 11 13.8 13.8 60.0

31 7 8.8 8.8 68.8

32 2 2.5 2.5 71.2

33 4 5.0 5.0 76.2

34 3 3.8 3.8 80.0

35 4 5.0 5.0 85.0

37 1 1.2 1.2 86.2

38 2 2.5 2.5 88.8

39 2 2.5 2.5 91.2

40 3 3.8 3.8 95.0

42 2 2.5 2.5 97.5

45 1 1.2 1.2 98.8

51 1 1.2 1.2 100.0

Page 76: Proposal Wulandari

76

Total 80 100.0 100.0

Pendidikan Formal Ibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid SD 6 7.5 7.5 7.5

SMP 29 36.2 36.2 43.8

SMA 35 43.8 43.8 87.5

S1 10 12.5 12.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Usia balita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0-12 bulan 35 43.8 43.8 43.8

13-24 bulan 17 21.2 21.2 65.0

25-36 bulan 15 18.8 18.8 83.8

37-48 bulan 10 12.5 12.5 96.2

49-60 bulan 3 3.8 3.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

Jenis Kelamin Balita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Perempuan 41 51.2 51.2 51.2

Laki-laki 39 48.8 48.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

Page 77: Proposal Wulandari

77

BB Balita ( kg )

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 3 2 2.5 2.5 2.5

4 4 5.0 5.0 7.5

5 2 2.5 2.5 10.0

6 11 13.8 13.8 23.8

7 8 10.0 10.0 33.8

8 19 23.8 23.8 57.5

9 5 6.2 6.2 63.8

10 2 2.5 2.5 66.2

11 5 6.2 6.2 72.5

12 7 8.8 8.8 81.2

13 6 7.5 7.5 88.8

14 1 1.2 1.2 90.0

15 2 2.5 2.5 92.5

16 1 1.2 1.2 93.8

17 2 2.5 2.5 96.2

18 1 1.2 1.2 97.5

19 1 1.2 1.2 98.8

50 1 1.2 1.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

TB Balita ( cm )

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 54 1 1.2 1.2 1.2

56 3 3.8 3.8 5.0

57 1 1.2 1.2 6.2

58 1 1.2 1.2 7.5

61 1 1.2 1.2 8.8

Page 78: Proposal Wulandari

78

62 2 2.5 2.5 11.2

63 1 1.2 1.2 12.5

65 2 2.5 2.5 15.0

66 2 2.5 2.5 17.5

67 3 3.8 3.8 21.2

69 6 7.5 7.5 28.8

70 1 1.2 1.2 30.0

71 3 3.8 3.8 33.8

72 3 3.8 3.8 37.5

73 1 1.2 1.2 38.8

74 3 3.8 3.8 42.5

75 2 2.5 2.5 45.0

76 1 1.2 1.2 46.2

77 3 3.8 3.8 50.0

78 4 5.0 5.0 55.0

80 1 1.2 1.2 56.2

81 2 2.5 2.5 58.8

82 1 1.2 1.2 60.0

83 3 3.8 3.8 63.8

84 1 1.2 1.2 65.0

85 2 2.5 2.5 67.5

86 2 2.5 2.5 70.0

87 3 3.8 3.8 73.8

88 1 1.2 1.2 75.0

89 4 5.0 5.0 80.0

91 1 1.2 1.2 81.2

92 1 1.2 1.2 82.5

93 1 1.2 1.2 83.8

94 2 2.5 2.5 86.2

95 2 2.5 2.5 88.8

97 1 1.2 1.2 90.0

Page 79: Proposal Wulandari

79

99 1 1.2 1.2 91.2

103 2 2.5 2.5 93.8

107 1 1.2 1.2 95.0

120 1 1.2 1.2 96.2

130 1 1.2 1.2 97.5

131 1 1.2 1.2 98.8

134 1 1.2 1.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kurang 15 18.8 18.8 18.8

Cukup 36 45.0 45.0 63.8

Baik 29 36.2 36.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

Pengetahuan Ibu Tentang Konsumsi Makanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Kurang 7 8.8 8.8 8.8

Cukup 34 42.5 42.5 51.2

Baik 35 43.8 43.8 95.0

Sangat Baik 4 5.0 5.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Page 80: Proposal Wulandari

80

Page 81: Proposal Wulandari

81

Status Gizi Bayi 0-5 Tahun

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Gizi Buruk 5 6.2 6.2 6.2

Gizi Kurang 19 23.8 23.8 30.0

Gizi Baik 54 67.5 67.5 97.5

Gizi Lebih 2 2.5 2.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Page 82: Proposal Wulandari

82

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan Formal Ibu *

Status Gizi Bayi 0-5 Tahun80 100.0% 0 .0% 80 100.0%

Pendidikan Formal Ibu * Status Gizi Bayi 0-5 Tahun Crosstabulation

Count

Status Gizi Bayi 0-5 Tahun

TotalGizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih

Pendidikan Formal Ibu SD 2 3 1 0 6

SMP 2 12 14 1 29

SMA 1 3 30 1 35

S1 0 1 8 1 10

Total 5 19 53 3 80

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 25.333a 9 .003

Likelihood Ratio 23.571 9 .005

Linear-by-Linear Association 16.540 1 .000

N of Valid Cases 80

a. 11 cells (68,8%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,23.

Page 83: Proposal Wulandari

83

Lampiran 6

Dokumentasi Penelitian

Mewawancarai Responden

Page 84: Proposal Wulandari

84

Mewawancarai responden

Mengukur Tinggi Badan Balita

Mengukur Berat Badan Balita