gangguan keseimbangan kalium dalam darah
Post on 10-Dec-2015
37 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
GANGGUAN KESEIMBANGAN KALIUM DALAM DARAH
Puji Artanti1, Mukhyarjon 2
1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, E-mail: puji_artanti15@yahoo.com2Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
AbstrakPendahuluan : Hipokalemia merupakan suatu keadaan ditemukan kadar kalium plasma < 3,5 mmol/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik, dengan penyebab dan gejala yang beragam.Laporan kasus : Dilaporkan pasien baru masuk (PBM) via Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Arifin Achmad pada tanggal 4 Juli 2015, Perempuan 28 tahun dengan keluhan sesak dan kaki lemas semakin memberat 1 hari sebelum masuk RSUD Arifin Achmad. Lemas dirasakan pada kedua lengan dan tumgkai, dirasakan semakin memberat hingga sulit di gerakkan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kekuatan otot 5/2. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 15,9 gr/dl, hematokrit 46,3%, leukosit 10.400 /uL dan trombosit 362.000 /uL, natrium 137,1 mmol/L, kalium 1,55 mmol/L, klorida 113,8 mmol/L.Kesimpulan : Pasien didiagnosis sebagai hipokalemia berulang. Penatalaksanaan keadaan hipokalemia dengan tepat dapat memperbaiki keadaan pasien. Kata kunci: Hipokalemia; gangguan elektrolit
PENDAHULUAN
Kalium adalah kation yang
memiliki jumlah sangat besar di dalam
tubuh manusia. Kalium terdapat
terutama di intraselular, namun juga
terdapat sedikit di ekstraselular.1
Kalium merupakan nutrisi esensial
yang didapatkan secara cukup dalam
makanan sehari-hari dan diperlukan
untuk mempertahankan volume total
cairan tubuh, keasaman, keseimbangan
elektrolit dan fungsi tubuh normal.2
Kalium berfungsi dalam sintesis
protein, kontraksi otot, konduksi saraf,
pengeluaran hormon, transport cairan
dan berperan dalam perkembangan
janin.1 Hipokalemia adalah bila kadar
kalium plasma < 3,5 mmol/L
( Kalium : 1 mmol/L = 1 mEq/L).
Hipokalemia dapat disebabkan oleh (1)
Kurangnya intake dari kalium, (2)
1
Laporan Kasus
Pengeluaran kalium yang berlebihan,
baik melalui saluran cerna, ginjal, atau
keringat dan (3) masuknya kalium ke
intrasel yang berlebihan.1
Hipokalemia adalah kejadian
yang sering ditemukan dalam klinik, di
Amerika, 20% dari pasien rawat inap
ditemukan dengan hipokalemia,
meskipun hanya 4-5% dari pasien
yang menunjukkan gejala klinis.3
Pasien dengan hipokalemia ringan
(Kadar Kalium 3,0-3,5 mmol/L) pada
umumnya tidak ditemukan gejala
klinis. Penelitian yang dilakukan pada
pasien usia lanjut di bangsal penyakit
dalam RSUP dr.Kariadi Semarang,
ditemukan sebanyak 10% dirawat
dengan gangguan elektrolit berupa
hipokalemia, dengan penyebab dan
gejala yang beragam.1,3
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi Kalium
Kalium (K+) merupakan kation
utama intraselular. Kalium diperoleh
dari makanan sehari-hari dan diserap
oleh saluran cerna kemudian di
distribusikan 98% ke intrasel,
(terutama otot, hati, dan eritrosit) dan
2% sisanya di ekstrasel. Kelebihan dari
kalium di eksresikan sekitar 90%
bersama dengan urin dan 10% di
feses.1,4 Kadar normal kalium intrasel
adalah 150 mmol/L, dan ekstra sel 3,5-
5,0 mmol/L.4
Konsentrasi kalium plasma
(ekstrasel) hanya berkisar 2% dari
keseluruhan kadar kalium di tubuh,
tetapi memiliki peranan yang sangat
penting dalam menjaga homeostasis,
kelebihan dan kekurangan kalium
dalam plasma dapat menyebabkan
gangguan fungsi tubuh normal.4
Keseimbangan kalium diatur
dengan menyeimbangkan eksresi, serta
distribusi intrasel dan ekstrasel.
Keseimbangan kalium dipertahankan
terutama lewat regulasi ekskresi ginjal.
Lokasi regulasi paling penting berada
di duktus koledokus, di mana terdapat
reseptor aldosteron, yang kemudian
memiliki respon meningkatkan
distribusi kalium ke intrasel.3
Saat terjadi peningkatan kadar
kalium plasma, baik karena makanan
atau pembebasan kalium internal,
terjadi respon awal tubuh berupa
kontrol hormonal dengan
memproduksi insulin, yang kemudian
2
Laporan Kasus
menstimulasi Pompa Na-K untuk
mendistribusikan kalium ke intrasel.1,4
Terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi distribusi kalium ekstra
dan intrasel, epinefrin meningkatkan
ambilan kalium dari intrasel, sehingga
terjadi peningkatan kalium ekstrasel,
aldosteron berperan meningkatkan
ambilan kalium intrasel, PH darah juga
mempengaruhi konsentrasi kalium,
pada asidosis, konsentrasi kalium
plasma cenderung meningkat,
sedangkan pada alkalosis cenderung
menurun.4
Untuk menjaga kestabilan
kalium dalam intrasel maka
dibutuhkan keseimbangan
elektrokimia, yaitu keseimbangan
antara kemampuan muatan negatif
dalam sel untuk mengikat kalium dan
kemampuan kimiawi yang mendorong
kalium keluar dari sel (dengan pompa
Na-K). Keseimbangan ini
menghasilkan jumlah kalium yang
baku dalam plasma yaitu rentang 3,5-5
mmol/L. Apabila kadar kalium plasma
< 3,5 mmol/L maka keadaan inilah
yang disebut dengan hipokalemia.
Serta apabila kadar kalium > 5 mmol/L
disebut sebagai hiperkalemia.1,2
Kalium sangat penting untuk
kontraksi otot, sistem saraf, dan sistem
saraf otonom yang mengendalikan
jantung, dan proses fisiologis lain.
Ketika terjadi ketidakseimbangan
kalium, akan terjadi gangguan dari
sistem tersebut.1,4
Definisi Hipokalemia1
Hipokalemia adalah apabila
ditemukan kadar kalium dalam plasma
< 3,5 mmol/L. Hipokalemi merupakan
kejadian yang sering ditemukan dalam
klinik, dengan penyebab yang sangat
beragam.1
Epidemiologi
Kadar kalium dipengaruhi dari
asupan makanan seseorang, dan
asupan kalium berbeda pada masing –
masing individu, tergantung pada usia,
jenis kelamin, latar belakang etnis.
Pada populasi umum, kalium
didapatkan dalam jumlah yang cukup
dalam makanan sehari-hari, meskipun
diperkirakan didapatkan < 1 % orang
yang sehat memiliki kadar kalium <
3,5 mmol/L, tetapi tidak menimbulkan
gejala. 5
Hipokalemia merupakan
kejadian yang sering ditemukan dalam
3
Laporan Kasus
klinik, prevalensi yang dilaporkan
bervariasi antara 3,5-24%, dan sering
ditemukan pada pasien rawat inap.
Dapat terjadi pada semua usia, jarang
terjadi pada anak-anak dan sering
terjadi pada pasien lanjut usia, hal ini
karena rendahnya asupan diet pada
pasien lansia. Hipokalemia juga sering
terjadi pada penggunaan diuretik,
terutama tiazid. 1,3,5
Pada penggunaan tiazid,
hipokalemia terjadi hingga 20%
penggunaan, dengan kadar
hipokalemia yang bermacam-macam,
pada penggunaan diuretik hemat
kalium masih dapat terjadi meskipun
jarang. Pada orang dengan gangguan
pola makan, Hipokalemia ditemukan
pada 4,6%-19,7% pada pasien, pada
pasien dengan AIDS ditemukan
hipokalemia pada 23,1% pasien, dan
juga pada pasien alkoholik ditemukan
hipokalemia pada 12,6% pasien,
diduga disebabkan oleh penurunan
reabsorpsi kalium pada tubulus ginjal
terkait hipomagnesemia.6,7,8
Etiologi
Penyebab hipokalemia dapat
dibagi sebagai berikut (1) Asupan
kalium yang kurang, (2) pengeluaran
kalium yang berlebihan melalui
saluran cerna (Gasrointestinal loss),
ginjal (renal loss) dan keringat, (3)
kalium yang masuk ke dalam sel.1
Hipokalemia yang terjadi
karena asupan kalium yang menurun,
dapat terjadi pada pasien sakit berat
yang tidak mendapakan makan dan
minuman melalui mulut selama
beberapa hari tanpa penambahan
suplemen kalium dalam cairan
infusnya, pasien kelaparan, konsumsi
roti panggang dan teh, serta pada
pasien dengan alkoholisme.1,9
Pengeluaran kalium yang
berlebihan pada saluran cerna
(Gastrointestinal loss) dapat terjadi
pada muntah yang berkepanjangan,
penggunaan gastric tube (NGT), diare,
penyalahgunaan laksatif kronis,
ileostomi, fistula, adenoma vilosa
kolon. Pada keadaan muntah atau
pemakaian naso gastric tube (NGT) ,
pengeluaran kalium bukan terjadi
dengan muntah, karena kandungan
kalium di lambung hanya sedikit (5-10
mmol/L), hipokalemia terjadi karena
pada muntah terjadi alkalosis yang
menyebabkan terjadinya hipokalemia
4
Laporan Kasus
dan hiperaldosteron sebagai efeks dari
hipovolemia. Pada keadaan diare,
kalium dalam jumlah besar (20-50
mmol/L) dapat keluar saat diare.
Keluarnya feses dalam jumlah banyak
mengakibatkan terjadinya kekurangan
cairan ekstra sel, asidosis metabolik,
dan deplesi kalium.1,6,7
Pengeluaran kalium yang
berlebihan pada ginjal (renal loss)
dapat terjadi karena pemakaian
diuretik, asidosis tubulus ginjal,
asidosis diabetik yang menyebabkan
diuresis osmotik, tahap penyembuhan
luka bakar berat, kelebihan hormon
mineralokortikoid, karena defisit
volume ekstrasel, hiperaldosteronisme
primer atau sekunder, cushing
syndrom, antibiotika (karbenisilin,
aminoglikosida), dan deplesi
magnesium.9 Keadaan diuresis
osmotik pada pasien ketoasidosis
terjadi peningkatkan eksresi kalium.
Anion (bikarbonat, hippurat,
betahiroksibutirat) yang tidak dapat di
reabsorbsi berikatan dengan natrium di
tubulus menyebabkan lumen duktus
koligentes bermuatan lebih negatif dan
menarik kalium masuk kedalam lumen
dan dikeluarkan bersama urin. Zat-zat
terlarut yang dapat menyebabkan
poliuria antara lain glukosa, anion
asam keton. Asidosis dan kekurangan
insulin menyebabkan kalium
berpindah dari intrasel ke ekstrasel
sehingga didapatkan hasil kalium
serum yang normal meskipun total
kalium tubuh berkurang.1,5
Untuk membedakan
pengeluaran kalium disebabkan oleh
renal loss atau gastrointestinal loss,
selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat, dapat dilakukan
pemeriksaan kadar kalium urin 24 jam,
jika didapatkan kadar kalium urin > 30
meq/hari berarti pengeluaran kalium
disebabkan oleh renal loss, jika kadar
kalium urin < 25 meq/ hari, berarti
dapat dicurigai disebabkan oleh
gastrointestinal loss.10 Jika didapatkan
Kalium urin > 30 mEq/hari, perlu
dilakukan pemeriksaan tekanan darah
untuk melihat penyebab dari renal
loss. Pendekatan etilogi dari
hipokalemia dapat dilihat dari gambar
2 berikut :
5
Laporan Kasus
Gambar 2. Pendekatan etiologi dari hipokalemia10
Pengeluaran kalium yang
berlebihan melalui keringat dapat
disebabkan oleh aktivitas yang berat,
lingkungan yang panas, atau penyakit
yang meningkatkan metabolisme
sehingga menghasilkan keringat
berlebih. Hipokalemia yang
disebabkan masuknya kalium ke
intrasel dapat terjadi karena keadaan
alkalosis metabolik, pengaruh
pemberian hormon insulin, aldosteron,
paralisis periodik hipokalemik, dan
hipotermia. Keadaan hipomagnesia
juga dapat menyebabkan hipokalemi,
meski mekanisme pasti belum
diketahui.1
Patogenesis
Kalium memiliki fungsi untuk
mempertahankan keseimbangan
cairan, mengatur keseimbangan
elektrolit, berperan dalam impuls, baik
syaraf, kontraksi otot, dan jantung.
Pada hipokalemia terjadi gangguan
pada fungsi normal kalium tersebut. 1
Gejala neuromuskular dan
kardiak yang diinduksi oleh
hipokalemia terkait dengan perubahan
pembentukan potensial aksi.
Kemampuan untuk mencetuskan
potensial aksi terkait dengan besaran
potensial membran istirahat dan juga
keadaan aktivasi kanal membran
natrium, pembukaan kanal-kanal
6
Laporan Kasus
natrium ini yang menyebabkan
terjadinya difusi pasif natrium
ekstraselular ke intrasel. Menurut
Rumus Nernst, potensial membran
istirahat terkait dengan rasio
konsentrasi kalium intraselular
terhadap ekstraselular. Penurunan
konsentrasi kalium plasma akan
meningkatkan rasio ini, potensial
istirahat menjadi lebih negatif dan oleh
karenanya terjadi hiperpolarisasi
membran sel. Keadaan ini
meningkatkan permeabilitas natrium,
yang meningkatkan eksitabilitas
membran. Efek utama hipokalemia
adalah repolarisasi yang
berkepanjangan. 6,7,9
Manifestasi Klinis1
Manifestasi klinis dari
hipokalemia beragam, dengan
keparahannya tergantung dari derajat
hipokalemia. Gejala biasanya muncul
jika kadar kalium <3 meq/L.
Kelemahan pada otot, perasaan lelah,
nyeri otot, ‘restless legs syndrome’
dari eksremitas bawah merupakan
gejala yang sering ditemukan, karena
membran potensial istirahat yang lebih
negatif. Pada penurunan kalium yang
lebih berat dapat terjadi kelumpuhan
atau rabdomiolisis, dan hipoventilasi
(karena keterlibatan otot
pernapasan).1,6,7
Efek hipokalemia yang akan
terjadi pada jantung biasanya aritmia
berupa timbulnya fibrilasi atrium serta
takikardi ventrikuler. Hal ini terjadi
dikarenakan oleh perlambatan
repolarisasi ventrikel yang
menimbulkan arus re-entry. Tekanan
darah yang meningkat pada
hipokelemia dengan mekanisme yang
tidak jelas. Pada pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG) pada
awalnya didapatkan inversi gelombang
T, munculnnya gelombang U, ST
depresi, pemanjangan interval QU.
Pada keadaan berat, didapatkan
pemanjangan interval PR, rendahnya
voltage, pelebaran kompleks QRS, dan
risiko aritmia ventrikel, terutama pada
pasien dengan infark miokard dan left
ventrikel hypertrophy (LVH).6,7,8
Pada ginjal efek hipokalemia
sendiri ditandai dengan timbulnya
vakuolisasi pada tubulus proksimal
dan distal. Dapat juga terjadi gangguan
pemekatan urin sehingga
menimbulkan poliuria dan polidipsia.
7
Laporan Kasus
Hipokalemia juga akan meningkatkan
produksi NH4 dan produksi bikarbonat
di tubulus proksimal yang akan
menimbulkan alkalosis metabolik,
meningkatnya t6NH4 (amonia) dapat
sebagai pencetus koma pada pasien
dengan gangguan fungsi hati.1
Penatalaksanaan
Terdapat beberapa indikasi
koreksi kalium, yaitu (1) Indikasi
mutlak, kalium harus diberikan segera
pada beberapa keadaan seperti pasien
dalam pengobatan digitalis, pasien
dengan ketoasidosis diabetik, pasien
dengan kelemahan otot pernapasan,
dan pada pasien dengan hipokalemia
berat (< 2 Meq/L), (2) Indikasi kuat,
yaitu kalium diberikan dalam waktu
tidak terlalu lama, yaitu pada keadaan
iskemia otot jantung, enselofati
hepatikum, pemakaian obat yang
memindahkan kalium ke intrasel, (3)
Indikasi sedang yaitu tidak perlu
segera, seperti pada hipokalemia
ringan. Pada pasien dengan
hipokalemia, perlu diperhatikan
kelainan jantung dengan monitoring
EKG, dan monitoring elektrolit untuk
mencegah terjadinya hiperkalemia. 1,11
Penatalaksanaan dari
hipokalemia berupa koreksi dari
keadaan hipokalemia itu sendiri dan
penatalaksanaan terhadap penyakit
yang mendasarinya. Pada pasien
dengan hipokalemi ringan (3-3,4
mEq/L) dan/atau pada pasien yang
dapat menerima makanan peroral,
dapat diberikan kalium dalam bentuk
oral.1 Bila memungkinkan, deplesi
kalium sebaiknya diberikan dengan
makanan kaya kalium (terutama
pisang, kismis, jeruk, jus buah, daging,
susu, tomat segar, kentang) atau
penambahan garam kalium.9
Pemberian kalium intravena
perlu diberikan jika pasien tidak dapat
menerima kalium secara peroral atau
jika defisiensi kalium sangat berat.
Pemberian kalium intravena yaitu
dalam bentuk larutan KCL, .1,9 Kalium
harus diberikan dalam larutan
nondekstrosa, karena larutan dekstora
merangsang pelepasan insulin yang
akan memperberat hipokalemia.9
KCL dilarutkan sebanyak 20
meq dalam 100 cc NaCl isotonik,
dengan maksimal 60 mEq dilarutkan
dalam 1000 cc NaCl isotonik,
kelebihan dari ketentuan ini
8
Laporan Kasus
meningkatkan risiko nyeri dan dapat
menyebabkan sklerosis vena.
Pemberian 40-60 mEq dapat
menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5
mEq/L, sedang pemberian 135-160
mEq dapat menaikkan kadar kalium
sebesar 2,5-3,5 mEq/L.1
Pemberian kalium disarankan
melalui vena besar dengan kecepatan
10-20 mEq/jam.9 Dijelaskan bahwa
koreksi dengan kalium intravena tidak
boleh melebihi 20 mEq/ jam, untuk
menghindari efek hiperkalemia yang
serius.9 Namun dari Ilmu Penyakit
Dalam Universitas Indonesia
diakatakan pada keadaan aritmia atau
kelumpuhan otot pernapasan dapat
ditingkatkan kecepatan hingga 40-100
mEq/jam, dengan pengecekan kalium
yang intensif.1
ILUSTRASI KASUS
Ny. YH (28 tahun) merupakan
PBM via IGD RSUD Arifin Achmad
pada tanggal 4 Juli 2015 dengan
keluhan sesak dan kaki lemas sejak 1
hari SMRS yang semakin memberat.
Pasien dalam keadaan sadar, namun
merasa lemas seluruh tubuhnya.
3 hari SMRS, pasien
mengeluhkan lemas di kedua tungkai.
Kelemahan dimulai dari kaki lalu naik
ke atas sampai ke tangan. Keluhan
muncul tiba-tiba dan hilang timbul.
Tidak muncul setelah melakukan
aktivitas berat dan setelah olahraga
berat. Dalam sehari kelemahan terjadi
dua kali selama lebih kurang 6 jam,
pasien masih bisa berjalan. Sebelum
terjadi kelemahan pasien mengaku
kaki terasa kesemutan. Gejala seperti
ini sudah dirasakan pasien sejak 3
tahun yang lalu. Pasien sudah sering
berobat ke dokter dan sudah tiga kali
masuk RSUD Arifin Achmad dengan
diagnosis hipokalemia. Bila keluhan
muncul pasien minum obat KSR dan
asparka yang diberikan oleh dokter.
1 hari SMRS, keluhan kaki
lemas dirasakan semakin memberat.
Lemah pada kedua tungkai selama satu
harian, tidak hilang dengan istirahat
dan tidak bisa berjalan. Kelemahan
dirasakan sampai ke tangan. Pasien
hanya bisa terbaring dan tidak bisa
melakukan aktivitas.
Selain itu, pasien juga
mengeluhkan sesak nafas, sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca.
9
Laporan Kasus
Sesak muncul beriringan dengan
keluhan lemasnya kaki yang semakin
memberat. Batuk (-), Kaki sembab (-)
Riwayat makan dan minum tidak
ada keluhan, riwayat jatuh dan cedera
kepala disangkal, riwayat stroke
disangkal, riwayat muntah disangkal.
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Riwayat penggunaan obat diuretik
disangkal.
Pasien sudah pernah mengalami
keluhan kaki lemas seperti ini
sebelumnya. Riwayat penyakit
diabetes mellitus dan hipertensi tidak
ada. Riwayat stroke tidak ada, riwayat
gagal ginjal tidak ada, riwayat
penyakit tiroid tidak ada. Pasien tidak
sedang mengkonsumsi obat-obatan
hipertensi seperti diuretik. Tidak ada
keluarga pasien yang mengeluhkan
sakit yang sama.
Pasien berkerja sebagai ibu
rumah tangga. Suami pasien juga
berkerja sebagai wiraswasta, pasien
memiliki tanggungan 2 orang anak.
Pasien memiliki riwayat makan yang
teratur dan tidak ada penurunan nafsu
makan. Tidak ada kebiasaan merokok
dan konsumsi alkohol.
Dari pemeriksaan umum
kesadaran komposmentis, keadaan
umum tampak sakit ringan, keadaan
gizi baik, berat badan 53 Kg, tinggi
badan 155 cm, dengan indeks massa
tubuh (IMT) 22 kg/m2, tekanan darah
120/80 mmHg, denyut nadi 78
kali/menit reguler dengan pengisian
lemah, frekuensi napas 26 kali/menit
reguler dengan jenis pernapasan
normal dan suhu aksila 36,9oC.
Dari pemeriksaan fisik kepala
dan leher didapatkan mata tidak
cekung, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik. Mukosa bibir tidak
pucat dan tidak kering. Tidak terdapat
pembesaran kelenjar tyroid dan
kelenjar getah bening. dan JVP 5-2
mmH2O.
Pada pemeriksaan thoraks paru-
paru, dari inspeksi didapatkan
pergerakan dinding dada simetris,
tidak ada retraksi iga, tidak tampak
penggunaan otot bantu nafas, tipe
pernapasan torakoabdominal, dari
palpasi didapatkan vocal fremitus
simetris normal kanan dan kiri, pada
perkusi terdapat sonor pada kedua
lapangan paru. Batas paru dan hepar
pada SIK VI, auskultasi suara nafas
10
Laporan Kasus
vesikuler di kedua dinding dada,
ronkhi dan wheezing tidak ditemukan.
Pada pemeriksaan jantung, pada
inspeksi ictus kordis tidak terlihat,
pada palpasi ictus kordis tidak teraba.
Pada perkusi didapatkan batas jantung
kanan linea sternalis dekstra dan batas
jantung kiri linea midklavikula
sinistra, dari auskultasi terdengar
bunyi jantung S1 dan S2 reguler,
murmur dan gallop tidak ditemukan.
Pada pemeriksaan abdomen, dari
inspeksi didapatkan perut tampak
buncit, terdapat striae, tidak ada skar,
tidak terdapat venektasi. Pada
auskultasi ditemukan bising usus
normal. Pada palpasi, perut teraba
supel dan tidak terdapat nyeri tekan
pada epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba. Pada perkusi terdengar timpani
pada semua regio abdomen. Pada
pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat
edema, akral teraba hangat, capillary
refill time (CRT) < 2 detik, kekuatan
otot tangan dan kaki 5/3.
Pada pasien dilakukan
pemeriksaan laboratorium, yaitu
pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan
elektrolit, EKG dan GDS pada tanggal
4 Juli 2015. Dari hasil pemeriksaan
elektrolit didapatkan penurunan kadar
elektrolit di bawah normal yaitu 1,55
mEq/l.
Dari data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium
didapatkan bahwa daftar masalah
pasien adalah hipokalemia berulang.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini
yaitu diberikan diet makanan biasa,
infus NaCl 0,9% + KCL 1 fls 20 tetes
per menit (tpm) sebanyak 3 kolf per
hari, KSR 2x600 mg, Ranitidin 2x25
mg/ml.
Perencanaan pemeriksaan pada
pasien dengan gangguan elektrolit
berulang dan yaitu pemeriksaan darah
rutin, analisa gas darah pemeriksaan
kimia darah berupa ureum dan
creatinin, urinalisis urin, pemeriksaan
elektrolit berupa kadar Na+, K+, Ca++,
dan Cl+ . Selain itu, juga perlu
dilakukan pemeriksaan ulang EKG,
dan dilakukan pemeriksaan tekanan
darah, frekuensi dan irama nadi setiap
hari.
Hasil follow up pasien tanggal
5 Juli 2015, pasien masih
mengeluhkan tangan dan kaki lemas
tetapi sudah bisa digerakkan. Sesak
11
Laporan Kasus
sudah hilang. Tidak ada muntah dan
mencret. Dari pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 100/60
mmHg, nadi 80x/ menit reguler
pengisian lemah, suhu 36,4 0C dan
frekuensi napas 20x/ menit reguler.
Penatalaksanaan pada pasien diberikan
NaCL 0,9% + KCL 1 flash / 8 jam,
selanjutnya diberikan KSR 2x600 mg,
dan ranitidin 2x25 mg/ml.
Hasil follow up pasien tanggal
6 Juli 2015 keluhan tangan dan kaki
terasa lemas sudah berkurang. Tidak
ada sesak, tidak ada muntah dan
mencret. Dari pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 110/60
mmHg, nadi 82x/ menit reguler,
pengisian kuat, suhu 36,2 0C dan
frekuensi napas 19x/ menit. Kesan
pada pasien masih terjadi hipokalemia.
Penatalaksanaan pada pasien
dilanjutkan pemberian NaCl 0,9% +
KCL 1 fls/8 jam, KSR 2x600 mg,
ranitidin 2x25 mg/ml.
Hasil follow up pasien tanggal
7 Juli 2015 keluhan tangan dan kaki
terasa lemas sudah berkurang dan
pasien sudah bisa bergerak bebas.
pemeriksaan tanda vital didapatkan
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
84x/ menit reguler, pengisian kuat,
suhu 36,9 0C dan frekuensi napas 20x/
menit. Kesan pada pasien terdapat
perbaikan. Dari pemeriksaan elektrolit
didapatkan Na+ 134,5, K+ 2,75, dan Cl+
115,2. Dari hasil pemeriksaan
kreatinin klirens didapatkan hasil
61,63 ml/menit. Dari hasil
pemeriksaan kimia darah didapatkan
hasil ureum 18 mg/dl, creatinin 0,62
mg/dl, BUN 8,4 mg/dl.
Penatalaksanaan pada pasien infus
NaCL 0,9% + KCL 1 flash diteruskan
hingga kolf ke sembilan, selanjutnya
diberikan KSR 2x600 mg., dan
ranitidin 2x25 mg/ml.
Hasil follow up pasien tanggal
8 Juli 2015 keluhan lemas pada tangan
dan kaki sudah hilang. Dari
pemeriksaan tanda vital didapatkan
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
74x/ menit reguler, suhu 36,2 0C dan
frekuensi napas 19x/ menit. Kesan
pada pasien keadaan umum pasien
membaik dan pasien stabil, pasien
diperbolehkan pulang. Obat untuk
pulang pasien adalah KSR 3x600 mg.
12
Laporan Kasus
PEMBAHASAN
Diagnosis Hipokalemia pada
pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis ditemukan adanya lemas
pada kedua tungkai hingga sulit
digerakkan Dari pemeriksaan fisik
didapatkan kekuatan otot tangan dan
kaki 5/3, dan dari pemeriksaan
penunjang didapatkan K+ 1,55
mmol/L. Kalium berfungsi dalam
kontraksi otot sehingga kekurangan
kalium akan mengganggu aktivitas
otot dan menimbulkan kelemahan.1
Hipokalemia dapat terjadi
karena adanya faktor pencetus tertentu,
yaitu asupan yang tidak adekuat,
pengeluaran berlebihan melalui ginjal,
pengeluaran berlebihan melalui
gastrointestinal, obat-obatan seperti
diuretik, dan perpindahan transelular
(perpindahan kalium dari serum ke
intraselular) yang dipengaruhi
hormon.1,6 Pada pasien ini dari
anamnesis tidak ditemukan nafsu
makan berkurang, tidak didapatkan
keluhan mencret-mencret dan muntah,
tidak ditemukan poliuria, tidak ada
riwayat penggunaan obat-obatan yang
mencetuskan hipokalemia seperti
diuretik dan insulin. Namun, dari hasil
pemeriksaan urinalisis urin 24 jam
pada tanggal 7 Juli 2015 diperoleh
hasil kalum urin pasien yaitu 62,7
mmol/24 jam. Hal ini menunjukkan
penyebab hipokalemia pada pasien ini
dicetuskan oleh renal loss atau
gangguan pada tubulus ginjal. Eksresi
kalium dipengaruhi oleh status asam
basa dan kecepatan aliran di tubulus
distal. Pada keadaan alkalosis, eksresi
K+ akan meningkat. Pada tubulus
distal, ion H+ dan ion K+ bersaing
untuk dieksresikan sebagai pertukaran
dengan reabsorpsi Na+ untuk
mempertahankan muatan listrik tubuh
yang netral. Jika terjadi keadaan
alkalosis metabolik yang disertai
dengan kekurangan ion H+, tubulus
akan menukar Na+ dengan K+ demi
mempertahankan ion H+ sehingga
hipokalemia sering disertai dengan
alkalosis metabolik.9
Pada pasien dengan
Hipokalemia, terutama pada
hipkalemia berat (< 2,0 Meq/L), dapat
terjadi keadaan yang mengancam
nyawa, seperti terjadinya atrial fibrilasi
atau ventrikukar takikardi, sehingga
perlu dilakukan evaluasi dengan
13
Laporan Kasus
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
dilakukan pemeriksaan EKG.1 Pada
pasien ini tidak ditemukan keluhan
berdebar-debar, dari pemeriksaan
frekuensi nadi 80x/menit, reguler,
dengan isian kuat, dari hasil
pemeriksaan EKG ditemukan adanya
gelombang ST depresi.
Diagnosis banding kelemahan
pada pasien ini adalah hipokalemia
paralisis periodik dapat disingkirkan
karena pada penyakit ini umumnya
memliki faktor pencetus sebelum
serangan, sedangkan pada pasien ini
tidak ada. Yaitu bekerja sangat berat,
makan makanan yang tinggi
karbohidrat, dan minum minuman
beralkohol. Hipokalemia ec
gastrointestinal loss dapat
disingkirkan karena pasien tidak
mengeluhkan muntah dan diare. stroke
dapat disingkirkan karena dari
anamnesis pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi, hiperlipidemia, dan
diabetes mellitus, dari pemeriksaan
tanda vital tekanan darah pasien, gula
darah dalam batas normal.
Hipokalemia ec obat dapat
disingkirkan karena pasien tidak
memiliki riwayat penggunaan obat
diuretik dan insulin.
Prinsip penatalaksanaan pada
pasien dengan hipokalemia berupa
koreksi dari keadaan hipokalemia itu
sendiri dan penatalaksanaan terhadap
penyakit yang mendasarinya. Pada
pasien dengan hipokalemia berat
merupakan indikasi mutlak untuk
koreksi kalium secara cepat, untuk
jumlah kalium yang dikoreksi dapat
digunakan rumus koreksi kalium, yaitu
yang kemudian diberikan maksimal 10
Meq/L/ jam. Pada pasien ini, kadar K+
adalah 1,55 mmol/L = 1,55 mEq/L dan
berat badan 53 Kg , didapatkan
,
artinya K+ yang harus dikoreksi
sebanyak 1,5 mEq. Pasien diberikan 3
flash KCL (25 mEq /25 cc/flash)
dilarutkan dalam NaCL 0,9%,
diberikan dengan kecepatan 20 tetes
per menit. Terapi non farmakologi lain
berupa diet makan biasa.
14
Laporan Kasus
Koreksi K+ harus diperhatikan dan
dievaluasi, apakah terdapat nyeri pada
situs pemberian, perbaikan dari
keluhan, pemeriksaan EKG,
pemeriksaan elektrolit ulang, dan
evaluasi penyulit. Pada pasien dengan
keadaan umum yang baik dan tidak
ada kelainan dari EKG, dapat
diberikan makanan tinggi kalium
peroral. Pada pasien terdapat
perbaikan dari keluhan dan dari
pemeriksaan ulang didapatkan kadar
K+ plasma 3 hari setelah terapi adalah
2,75 Meq/L. Pasien di pulangkan pada
keadaan yang telah stabil, keluhan
lemas yang sudah hilang, pasien dapat
konsumsi makanan dan obat-obatan
peroral, dengan kadar kalium 2,75
mmol/ L.
KESIMPULAN
Pasien didiagnosis hipokalemia
berat dengan gejala berupa kelemahan
pada kedua kaki. Hipokalemia
merupakan kejadian yang sering
ditemukan, dengan penyebab yang
beragam. Pada pasien ini pencetus dari
hipokalemia adalah gangguan pada
tubulus ginjal. Penatalaksanaan berupa
koreksi keadaan hipokalemia,
penatalaksanan yang tepat dapat
memperbaiki keadaan pasien dan
memperbaiki prognosis. Kekurangan
pada kasus ini adalah tidak dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrara M, Setiati T. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed.
Jakarta: Interna Publishing. 2009.
Hal. 181
2. Guideline : Potassium intake for
adult and children. WHO library
cataloguing in publication data.
2012. Hal. 5
3. Sriwaty A. Prevalensi dan
distribusi ganguan elektrolit pada
lanjut usia di bangsal penyakit
dalam RSUP dr.Kariadi
Semarang. FK Undip. 2007
4. Megan G, Charles S, Alicia A,
Jan-Hyung H, et al. Narrative
Reviem : Evolving Concept in
Potassium Homeostasis and
Hypokalemia. Annals of internal
medicine. 2009. Hal. 619-625
5. Sumantri S. Pendekatan
diagnostik hipokalemia - laporan
kasus. Departemen Ilmu Penyakit
15
Laporan Kasus
Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2009.
6. Fauci A, Braundwald E, Kasper
D, Lauser S,et al. Harrison’s
principles of internal medicine.
17th ed. New York : Mc Graw
Hill companies. 2008. Hal. 280-
285.
7. Harvey TC. Addison's disease and
the regulation of potassium: the
role of insulin and aldosterone.
Med Hypotheses.
2007;69(5):1120-6
8. Hypokalemia in outpatients with
eating disorders. Am J Psychiatry.
152(1):60-3
9. Price S, Wilson L. Patofisiologi –
Konsep klinis proses-proses
penyakit. Ed. 6. EGC : Jakarta.
2002
10. Sabatine M. Pocket medicine. Ed.
4. Lippincots williams & wilkins.
2011
11. Assadi. Diagnosis of
hypokalemia: A problem solving
approach to clinical cases. IJKD
2008;2:115-22.
16
top related