dementia vaskular novia a nastiti
Post on 24-Jul-2015
455 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Tugas Pengayaan Neuro
DEMENTIA VASKULAR
Disusun Oleh:
Novia Ayuning Nastiti
0710710050
Pembimbing:
dr. Sri Budi Rianawati, Sp.S
Laboratorium Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang
2012
DAFTAR ISI
Daftar Isi............................................................... ........ 1
1. Definisi...................................................................... 22. Epidemiologi.............................................................. 43. Etiologi..................................................................... 44. Klasifikasi Demensia Vaskuler.................................. 75. Patofisiologi Demensia Vaskuler............................. 86. Kriteria Diagnosis.................................................... 137. Gejala Klinis............................................................ 198. Faktor Resiko ......................................................... 219. Diagnosis Banding... ............................................. 2210. Pemeriksaan penunjang....................................... 2511. Penatalaksanaan.... .............................................. 2612. Prevensi................................................................ 3113. Prognosis............................................................. 3514. Mortalitas................................................................ 35Daftar Pustaka....................................................... 36
1
DEMENTIA VASKULAR
1. Definisi Demensia
Fungsi kognitif termasuk sejumlah keterampilan
tingkat tinggi yang kompleks yang diatur oleh banyak sistem
otak. Ada beberapa daerah otak yang merupakan kunci dari
keterampilan tertentu1.
Keterampilan seperti pengambilan keputusan,
kepribadian, pemecahan masalah dan atensi dikoordinir oleh
lobus frontalis. Lobus frontalis di suplai oleh arteri serebri
anterior1.
Memori jangka panjang dikoordinir oleh lobus
temporalis yang mendapat suplai dari arteri serebri media dan
arteri serebri posterior. Demensia adalah sindrom penyakit
akibat kelainan otak bersifat kronik atau progresif serta
terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple)
yaitu daya ingat, daya fikir, daya orientasi, daya
pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa,
kemampuan menilai, kesadaran tidak berkabut, biasanya
disertai hendaya fungsi kognitif dan ada kalanya diawali oleh
kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi,
perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada
penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular dan pada
2
kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai
otak1.
Untuk menyebabkan gangguan kognitif lesi
berinteraksi secara sinergis. Neural nets dapat menerangkan
jangkauan pemulihan setelah terjadi lesi, sehingga
penambahan jumlah lesi menurunkan pemulihan. Lesi di
daerah frontal paling menonjol3.
Memori yang tergantung dari neural net yang luas,
relatif terganggu dini, namun tidak paling prominen. Daerah
subkortikal lazim terserang stroke dan dapat menunjukkan
perbaikan dengan terjadinya rerouting dengan bypass pada
signal pathway yang rusak3.
Penderita dengan lesi di otak sebelah kanan
menunjukkan gangguan verbal IQ dan penderita dengan lesi
di otak sebelah kiri menunjukkan gangguan performance IQ.
Mekanisme terjadinya demensia dapat terjadi akibat lesi
multipel disebabkan adanya neural nets. Hal ini didukung oleh
emission tomography yang menunjukkan diaschisis yang
luas3.
Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan
kemunduran fungsional yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan iskemik,
juga disebabkan oleh penyakit substansi aalba iskemik atau
sekuale dari hipotensi atau hipoksia1.
3
2. Epidemiologi
Demensia karena berbagai sebab sekitar 8% dari
populasi berusia lebih dari 65 tahun, 8-43% disebabkan
karena kelainan vaskuler dan sisanya adalah mixed
dementia.
Prevalensi demensia vaskuler pada pria berusia 60-
69 tahun: 0-2%; usia 80-89 tahun sampai 16%, walaupun
kasus yang khas antara 3-6%. Skoog I, 1993-2000 dikutip
dari Bowler JV dalam satu penelitian mendapatkan demensia
vaskuler 47% berusia 85 tahun dan prevalensi keseluruhan
adalah 14% pada usia tersebut.
Jenis kelamin, Pria lebih sering terserang demensia.
Usia 60-79 tahun pria: wanita adalah 13,6%: 12% dan
menurun pada usia 80-89 tahun menjadi 4,8% dan 7%.
Usia 60-69 tahun: 14,8% dan usia lebih dari 80 tahun: 52,3%,
tetapi 36,4% menderita demensia Alzheimer dan sekuele
stroke.
Etnis: kulit hitam risiko lebih besar dari pada kulit putih4.
3. Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada
individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit
Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara
4
keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen
diantaranya adalah demensia Lewy body (Lewy body
dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal,
hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia
infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV)
atau sifilis) dan penyakit Parkinson6. Banyak jenis demensia
yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis
berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti
kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi
nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam
folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel
berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab demensia 3:
5
Gambar 1 . Perbandingan Persentase Etiologi dari Demensia4
6
4. Klasifikasi Demensia Vaskuler
Demensia vaskular (Dva) terdiri dari tiga subtipe
yaitu5 :
1. DVa paska stroke yang mencakup demensia infark
strategis, demensia multi-infark, dan stroke perdarahan.
Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke
dengan terjadinya demensia.
2. DVa subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit
Binswanger dengan kejadian TIA atau stroke yang sering
tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi
vaskuler dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian DVa secara klinis adalah
sebagai berikut 5:
1. DVa pasca stroke
Demensia infark strategis yaitu lesi di girus angularis,
thalamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan
7
arteri serebri anterior.Multiple Infark Dementia
(MID)Perdarahan intraserebral
2. DVa subkortikalLesi iskemik
substansia albaInfark lakuner subkortikalInfark non-lakuner
subkortikal
5. Patofisiologi Demensia Vaskuler.
Resiko menjadi demensia meningkat setelah stroke.
Sebagai contoh, Tatemichi dkk menemukan kejadian stroke
sumbatan meningkatkan risiko demensia setidaknya 9 x lebih
tinggi dibandingkan lansia tanpa ada penyakit
serebrovaskular. Tetaoi tidak semua pasien stroke menjadi
demensia. Cumming memperkirakan 25-50% pasien stroke
akan berkembang demensia.
Pada umumnya setelah stroke, pasien menderita
gangguan kognitif dan fungsi aktivitas sehari-hari yang
menurun dibandingkan sebelum sakit. Gangguan ini
disebabkan efek dari lesi pada otak yang mengenai bagian
korteks atau subkorteks. Setelah fase akut stroke biasanya
gangguan ini akan berkurang setelah 3-6 bulan. Tatemichi
secara garis besar menjelaskan mekanisme demensia yang
8
berhubungan dengan stroke, termasuk lokasi lesi di otak, luas
lesi, penyebab lesi di otak tersebut. Peneliti lain telah
menjelaskan faktor predisposisi pada demensia vaskuler yaitu
atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes.
Tatemichi menemukan bahwa demensia lebih
berhubungan atau sering terjadi pada sumbatan di sisi
hemisfer kiri dibandingkan sisi kanan atau pada daerah
batang otak-serebelum, disertai juga dengan afasia. Pada lesi
stroke hemisfer kiri, demensia terjadi pada sumbatan di
sistem limbik. Lokasi pembuluh darah yang terkena yang
menyebabkan demensia biasanya pada arteri serebri
posterior dan anterior sisi kiri. Lokasi lesi lebih berperan
menjadi stroke dibandingkan luas sisi otak yang terkena.
Loeb dkk menemukan tidak terdapat hubungan antara luas
otak yang terkena dengan kejadian demensia, kecuali pada
pasien dengan lesi seluas satu sisi hemisfer atau kedua
hemisfer korteks atau subkorteks. Atrofi otak juga berkaitan
dengan demensia.
Sumbatan kecil namun dengan jumlah yang banyak
dapat menyebabkan demensia dalam jangka waktu tertentu
(multi infarct dementia). Sumbatan yang banyak ini dapat
menimbulkan efek: a) efek adiktif, b) efek yang bertambah
banyak atau c) efek sesuai dengan lokasi lesi yaitu pada
9
penyakit Binswanger. Terdapat lesi di otak bagian subkorteks
yang menimbulkan gejala demensia yang semakin memberat
yaitu pada basal ganglia, white matter, lobus frontal.
Mekanisme patofisiologi dimana patologi vaskuler
menyebabkan kerusakan kognisi masih belum jelas. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa
patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan
kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak, emboli jantung,
dan perdarahan6.
1. Infark Multiple6
Dementia multi infark merupakan akibat dari infark
multiple dan bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa
kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti hemiparesis,
hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering
disertai disarthia, gangguan berjalan (sleep step gait). Forced
laughing/crying, refleks babinski dan inkontinensia. CT scan
otak menunjukan hipodens bilateral disertai atrifi kortikal
kadang disertai dilatasi ventrikel.
2. Infark Lakuner6
10
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm yang
disebabkan kelainan pada small penetrating arteries di
daerah diencephalon, batang otak dan subkortikal akibat dari
hipertensi. Pada 1/3 kasus, infark lakunar bersifat
asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi
gangguan sensoris, TIA, hemiparesis atau ataxia. Bila jumlah
lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia,
sering disertai pseudobulbal palsy. Pada derajat yang berat
terjadi lacunar state. CT scan kepala menunjukan
hipodensitas multiple dengan ukuran kecil, dapat juga tidak
tampak pada CT scan karena ukurannya yang kecil atau
terletak di batang otak. MRI kepala akurat untuk menunjukan
adanya lakunar terutama di batang otak, terutama pons.
3. Infark Tunggal6
Strategic single infarc dementia merupakan akibat lesi
iskemik pada daerah kortikal atau subkortikal yang
mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis
menimbulkan gejala sensorik, aleksia, agrafia, gangguan
memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark
id daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan
gejala anmnesia disertai agitatasi, halusinansi visual,
gangguan visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi
arteri arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia
11
motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan
gangguan kognitif dan tingkah laku yang disebabkan
gangguan persepsi spasual. Infark pada daerah distribusi
arteri paramedian thalamus mengkasilkan thalamic dementia.
4. Sindroma Binswanger6
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukan
demensia progresif dengan riwayat stroke, hipertensi dan
kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala pseudobulbar
palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan
inkontinensia. Terdapat atropi white matter, pembesaran
ventrikel dengan korteks serebral yang normal. Faktor
resikonya adalah small artery disease (hipertensi, angiopati
amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak usia
lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung,
aritmia dan hipotensi.
5. Angiopati amiloid cerebral6
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan
adventitia arteriola serebral. Insidennya meningkat denga
bertambahnya usia. Kadang terjadi dementia dengan onset
mendadak.
12
6. Hipoperfusi6
Dementia dapat terjadi akibat iskemia otak global
karena henti jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan atau
tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan autoregulasi arteri
serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi tersebut
menyebabkan lesi vaskular di otak yang multiple terutama di
daerah white matter.
6. Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria diagnostik yang
melibatkanteskognitifdan neurofisiologi pasien yang
digunakan untuk diagnosis demensia vaskular. Diantaranya
adalah8:
a. Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, fourth edition, text revision (DSM-IV-TR). Kriteria
13
ini mempunyai sensitivitias yang baik tetapi spesifitas yang
rendah. Rumusan dari kriteria diagnostik DSM-IV-TR adalah
seperti berikut5:
b. ADDTC (State of California Alzheimer Disease Diagnostic
and Treatment Centers) dan NINDS-AIREN (National Institute
of Neurological Disorders and Stroke and the Association
Internationale pour la Recherche at L’Enseignement en
Neurosciences) yang sekarang dipakai.
Radiologic Features Considered Compatible with Vascular
Dementis by the INDS-AIREN Criteria
Site
A. Large-vessel stroken to the following territories
a. Bilateral anterior cerebral artery.
b. Posterior cerebral artery.
c. Parietotemporal and temporooccipital association
areas.
d. Superior frontal and parietal watershed territories.
B. Small vessel disease:
a. Basal ganglia and frontal white matter lacunes.
b. Extensive periventricular white matter lesions.
14
c. Bilateral thalamic lesions.
Severity
a. Large vessel lesion of the dominant hemisphere.
b. Bilateral large vessel hemispheric strokes.
c. Leukoencephalopathy involving at least 25% of total
white maner.
d. Skor iskemik Hachinski
Riwayat dan gejala Skor
Awitan mendadak 2
Deteriorasi bertahap 1
Perjalanan klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relatif terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatik 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit serebrovaskular 2
Arteriosklerosis penyerta 13 1
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologis fokal 2
15
Skor ini berguna untuk membedakan demensia
alzheimer dengan demensia vaskular. Bila skor ≥ 7 :
demensia vaskular. Skor <4 : penyakit alzheimer. Sensitivitas
& spesifisitas skala ini 89%.
Kriteria untuk diagnosis probable vascular dementia:
A. Demensia
Didefinisikan dengan penurunan kognitif dan
dimanifestasikan dengan kemunduran memori dan dua atau
lebih domain kognitif (orientasi, atensi, bahasa, fungsi
visuospasial, fungsi eksekutif, kontrol motor, praksis),
ditemukan dengan pemeriksaan klinis dan tes
neuropsikologi, defisit harus cukup berat sehingga
mengganggu aktivitas harian dan tidak disebablan oleh efek
stroke saja.
Kriteria eksklusi yaitu kasus dengan penurunan
kesadaran, delirium, psikosis, aphasia berat atau
kemunduran sensorimotor major. Juga gangguan
sistemik atau penyakit lain yang menyebabkan defisit memori
dan kognisi.
16
B. Penyakit serebrovaskular
Adanya tanda fokal pada pemeriksaan
neurologi seperti hemiparesis, kelemahan fasial bawah,
tanda Babinski, defisit sensori, hemianopia, dan disartria yang
konsisten dengan stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke)
dan bukti penyakit serebrovaskular yang relevan dengan
pencitraan otak (CT Scan atau MRI) seperti infark pembuluh
darah multipel atau infark strategi single (girus angular,
thalamus, basal forebrain), lakuna ganglia basal multipel
dan substansia alba atau lesi substansia alba periventrikular
yang ekstensif, atau kombinasi dari yang di atas.
C. Hubungan antara dua kelainan di atas,
Awitan demensia 3 bulan pasca stroke.
Deteriorasi fungsi kognitif mendadak atau
progresi defisit kognitif yang fluktuasi atau
stepwise.
2. Gambaran klinis konsisten dengan diagnosis probable
vascular dementia.
17
A. Adanya gangguan langkah dini (langkah kecil
“marche a petits pas”, atau langkah magnetik,
apraksi-ataxic atau Parkinson).
B. Riwayat unsteadiness dan jatuh tanpa sebab.
C. Urgensi dan frekuensi miksi dini serta keluhan
berkemih yang lain bukan disebabkan oleh kelainan
urologi.
D. Pseudobulbar palsy.
E. Perubahan personaliti dan suasana hati, abulia,
depresi, inkontinensi emosi, atau defisit subkortikal
lain seperti retardasi psikomotor dan fungsi eksekutif
abnormal.
3. Gambaran klinis yang tidak mendukung demensia
vaskular.
A. Awitan dini defisit memori dan perburukan
memori dan fungsi kognitif lain seperti bahasa
(aphasia sensori transkortikal), ketrampilan motor
(apraksia) dan persepri (agnosia) yang progresif
tanpa disertai lesi fokal otak yang sesuai pada
pencitraan.
B. Tidak ada konsekuensi neurologi fokal selain dari
gangguan kognitif.
18
C. Tidak ada kerusakan serebrovaskular pada CT Scan
atau MRI otak.
4. Diagnosis klinikal untuk possible vescular dementia.
A. Adanya demensia dengan tanda neurologi fokal
pada pasien tanpa pencitraan otak/tiada hubungan
antara demensia dengan stroke.
B. Pasien dengan defisit kognitif yang variasi dan
bukti penyakit serebrovaskular yang relevan.
5. Kriteria untuk diagnosis definite vascular dementia
A. Kriteria klinis untuk probable vascular dementia.
B. Bukti histopatologi penyakit serebrovaskular dari
biopsi atau autopsi.
C. Tidak ada neurofibrillary tangles dan plak neuritik.
D. Tidak ada kelainan patologi atau klinikal yang dapat
menyebabkan demensia.
7. Gejala Klinis
a. Demensia vaskuler subkortikal
Pria lebih sering terserang, berusia 60 sampai 70 tahun,
adanya riwayat hipertensi (80%) yang tidak terkendali. Faktor
19
resiko lain yang sering ditemukan adalah diabetes mellitus.
Demensia terjadi dalam 3 sampai 10 tahun, progressive
intermitent, tetapi dapat progresif secara berjenjang tanpa
adanya kejadian vaskuler yang jelas. Afasia, neglect pada
beberapa kasus, disartria, pseudobulbar palsy, defisit motorik
fokal, gangguan berjalan-spastik, parkinsonisme dan ataksia.
Inkontinensia terjadi pada stadium lanjut, tetapi dapat pula
terjadi pada waktu fungsi kognitif masih baik. Hampir selalu
ada riwayat stroke. Gejala dini demensia vaskular penderita
mengalami masalah dengan memori baru, emosi labil, sulit
mengikuti perintah, disorientasi tempat, hilangnya kendali
terhadap kandung seni dan rektum. Perubahan perilaku
terjadi dini dan menyolok, beberapa penderita menunjukkan
fase mania dini. Depresi lazim ditemukan dan gangguan
mood
b. Gangguan kognitif
Attention, Abstract reasoning, Judgment and Insight,
Personality, Memory, Sequencing and Initiating activities,
Problem solving, Orientation, Mental Processing speed.
c. Perubahan perilaku
Kepribadian relatif tidak terganggu, namun dapat
terjadi perubahan kepribadian seperti apati, disinhibisi atau
gangguan ego sentris, sikap paranoid, atau irritability. Kriteria
20
NINDS-AIREN mendapatkan inkontinensia, perubahan mood
(terutama depresi) dan perubahan kepribadian. Hanya
adanya inkontinensia untuk membedakan penderita stroke
demensia atau tidak demensia, sedang pada infark lakunar
perubahan perilaku lebih menonjol dari gangguan intelek.
Depresi, apati dan perseverasi didapatkan pada infark lakunar
dibandingkan dengan kontrol tanpa infark. Depresi berat 25%
pada penderita demensia vaskuler8.
8. Faktor Resiko
Faktor resiko demensia vaskuler yaitu6:
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia
lanjut, ras dan etnis( Asia, Africo- American), jenis
kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah
rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah
hipertensi, merokok cigaret, penyakit jantung,
diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause
21
tanpa terapi penggantian estrogen, dan gambaran
EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah
genetik, perubahan pada hemostatis, konsumsi
alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres
psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan
pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial
ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang
termasuk diantaranya adalah volume kehilangan
jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark.
9. Diagnosis Banding
1. Penyakit alzheimer9
Pada 90% kasus ditemukan infark multipel, riwayat stroke
atau TIA, Hachinski Ischemic Scale skor 7 atau lebih
menunjukkan demensia vaskuler, sedang skor 4 atau kurang
menunjukkan Alzheimer demensia. Pemeriksaan CT Scan
meningkatkan ketepatan diagnosis adanya infark. Identifikasi
penyebab kejadian vaskuler atau faktor resiko.
22
Insiden depresi karena demensia vaskuler dan demensia
Alzheimer terletak antara 2,5 dan 8, sedangkan kecemasan 2
kali lipat. Pada demensia Alzheimer memori jangka panjang
lebih terganggu.
2. Penurunan kognitif akibat usia
Apabila usia meningkat, terjadi kemunduran memori
yang ringan. Volume otak akan berkurang dan beberapa sel
saraf atau neurons akan hilang5.
3. Depresi
23
Biasanya orang yang depresi akan pasif dan tidak
berespon. Kadang-kadang keliru dan pelupa5.
4. Delirium
Adanya kekeliruan dan perubahan status mental yang
cepat. Individu ini disorientasi, pusing, inkoheren.
Delirium disebabkan keracunan atau infeksi yang
dapat diobati. Biasanya sembuh sempurna setelah
penyebab yang mendasari diatasi5.
5. Kehilangan memori
Antara penyebab kehilangan memori yang lain adalah5:
• Malnutrisi
• Dehidrasi
• Fatigue
• Depresi
• Efek samping obat
• Gangguan metabolik
• Trauma kepala
• Tumor otak jinak
• Infeksi bakteri atau virus
24
• Parkinson
10. Pemeriksaan penunjang
Anamnesis dan pemeriksaan saja dapat
mengidentifikasi demensia, CT scan kepala cukup
dilakukan secara rutin. Adanya lesi white matter
25
Gambar 2. Algoritma differensial diagnosis
membedakan demensia vaskuler dan demensia
Alzheimer. Cordoliani-Mackowiak, dkk; mendapatkan
bahwa penderita stroke dengan atrofi lobus temporalis
medial lebih sering mengalami demensia, namun perlu
diikuti lebih lama. Perlu dilakukan pengukuran volume
hipokampus untuk mempelajari demensia vaskuler.
MRI kepala dilakukan untuk menemukan
penyakit vaskuler kecil dan membedakan demensia
Alzheimer dan mixed dementia. Pemeriksaan darah
lengkap, LED, kadar glukosa dan EKG harus dilakukan.
Jika diperlukan dilakukan: Carotid duplex doppler, foto
toraks, ekokardiografi, profil lipid, anticardiolipin
antibody, lupus anticoagulation, autoantibody screen
jika diperlukan. Pemeriksaan HbA1c untuk deteksi
diabetes mellitus yang tidak diduga.
Pemeriksaan yang tidak rutin dikerjakan adalah:
angiografi serebral jika akan dilakukan pembedahan
karotis atau untuk menunjukkan beading pembuluh
darah kecil. Pemeriksaan likuor serebrospinalis jika ada
kecurigaan infeksi. Biopsi dura atau otak jarang
dilakukan.
Essesmen gangguan kognitif pasca stroke7:
26
Mini-Mental State Examination (MMSE).
Clock Drawing Test (CDT).
Montreal Cognitive Assessment (MOCA).
Cognistat.
11. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan penurunan fungsi kognitif
Acetylcholinesterase selective inhibitor,
Rivastigmin telah lama dipasarkan di Indonesia dengan
merk dagang Exelon dan Donepezil yang dikenal
dengan nama dagang Aricept.
Black S, dkk, melakukan penelitian klinis dengan
randomized placebo-controlled dengan donepezil 5
mg/hari, 10 mg/hari dan plasebo pada 603 penderita,
55,2% adalah pria, rerata umur adalah 73,9 tahun
selama 24 minggu. Mereka menyimpulkan, bahwa
Donepezil 5 mg/hari memperbaiki fungsi kognitif global,
sedangkan untuk aktivitas harian 10 mg/hari
menunjukkan hasil yang bermakna. Donepezil
27
merupakan obat yang aman dan efektif untuk
pengobatan simptomatik demensia vaskuler.
Whyte EM, dkk, 2008 melakukan penelitian selama
12 minggu pada penderita stroke dengan gangguan
kognitif, berusia lebih dari 60 tahun dan mendapatkan
perbaikan fungsional yang lebih baik dengan pemberian
donepezil 10 mg/hari dibandingkan dengan galantamine
24 mg/hari.
Acetylcholinesterase selective inhibitor lainnya,
Galantamine terbukti efektif pada demensia Alzheimer
disertai gangguan serebrovaskuler (mixed dementia). Di
indonesia dipasarkan dengan nama dagang Reminyl.
Erkinjutti memberi bukti yang cukup meyakinkan tentang
efektifitas galantamine pada penderita demensia
Alzheimer dan gangguan serebrovaskuler yang dikenal
sebagai Mixed dementia.
Neurotropik Citicoline (cytidine 5’- diphosphate
choline) berperan pada sintesis membran sel.
Khasiatnya menstabilisasi membran sel dan
menurunkan pembentukan asam lemak bebas. Studi
klinis pada penderita dengan defisit memori
menunjukkan perbaikan fungsi kognitif dan perilaku.
28
Pada penderita stroke, Citicoline menurunkan volume
infark dan memperbaiki keluaran fungsional neurologik.
Pirasetam adalah gamma-aminobutyric acid
memperbaiki fluiditas membran sel dan
mempertahankan fungsi sel membran. Ginkgo biloba
leaf extract sering dipakai untuk gangguan kognitif dan
perilaku pada lanjut usia dan demensia stadium dini.
Cerebrolysin dipakai untuk pengobatan demensia
vaskuler.
Hachinski mengusulkan pemakaian nimodipin,
pentoxifillin, vincamine, posatirelin dan propentoxifilin
mempunyai efek yang lemah untuk pengobatan
demensia vaskuler. Bila terdapat gejala depresi dapat
diberikan Selective Serotonin Receptor Inhibitor. Jorge
RE, 2010 melakukan penelitian pada 129 penderita 3
bulan pasca stroke dan diberi Escitalopram
dibandingkan dengan plasebo, dan mendapatkan
perbaikan fungsi kognitif global.
29
b. Penatalaksanaan faktor risiko yang mendasari
terjadinya demensia vaskuler
Secara garis besar sama dengan pengendalian
faktor risiko pada stroke. Bertujuan untuk mencegah
berlanjutnya kerusakan serebrovaskuler. Pemberian
obat anti platelet dengan clopidogrel 75 mg/hari dan
aspirin 100 mg/hari. Aspirin bermanfaat pada demensia
vaskuler, namun NSAID tidak bermanfaat.
Berhenti merokok disertai penurunan tekanan darah
sistolik antara 135 dan 150 mmHg. Penurunan tekanan
darah dibawah 135 mmHg memperburuk keadaan.
Kedua keadaan ini meningkatkan aliran darah ke otak.
Penurunan tekanan darah dengan beta bloker atau
diuretik tidak ada manfaatnya terhadap kognitif sesudah
diikuti selama 4 tahun. Syst Eur study menganjurkan
pengobatan pada penderita berusia lebih dari 60 tahun
dengan tekanan sistolik 160-219 mmHg dan diastolik
kurang dari 95 mmHg dengan nitrendipin, enalapril atau
hydrochlorothiazide menghasilkan tekanan sistolik di
bawah 150 mmHg dapat mencegah 19 kasus dari 1000
subyek yang diobati selama 5 tahun. PROGRESSS
30
study menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah
dapat memperbaiki fungsi kognitif. Pengobatan
demensia vaskuler adalah dislipidemia dengan
pemberian statin yaitu atorvastatin 20-80 mg/hari.
Pengendalian hipertensi dengan obat anti hipertensi
menurunkan insidens gangguan kognitif dan demensia.
Dikatakan bahwa statin mempunyai efek neuroproteksi.
Pengendalian diabetes mellitus secara ketat.
Diabetes mellitus mempercepat terjadinya
atherosklerosis pada semua pembuluh darah.
Atherosklerosis pembuluh darah otak mengakibatkan
aliran darah ke otak berkurang, sehingga terjadi
penurunan fungsi otak termasuk terjadinya demensia.
Bila terdapat diabetes bersamaan dengan hipertensi
maka proses akan berjalan lebih cepat. Oleh sebab itu
diabetes mellitus harus diobati secara cermat untuk
mrncapai keadaan euglycemic.
Peran kadar homosistein yang tinggi pada
demensia masih kontroversial, dapat diberikan asam
folat, piridoksin dan vitamin.
31
12. Prevensi
Phospatidylserine (PS) merupakan phospholipid
alami yang ada dalam lecitin, merupakan zat penting
yang berperan untuk mempertahankan mental
performance secara optimal. Khasiat PS adalah
meningkatkan metabolisme glukosa, memicu pelepasan
asetilkolin dan mencegah pengurangan hippocampus
dendritic yang berhubungan dengan usia lanjut.
Cenacchi dkk; 1993 melakukan penelitian buta ganda
pada 494 pasien usia lanjut (usia 65-93) dengan
gangguan fungsi kognitif sedang sampai berat dengan
membandingkan PS oral 300 mg/hari dengan plasebo
selama 6 bulan dan mendapatkan perbaikan sangat
pertama. Dosis optimum yang dianjurkan adalah 300
mg dan sesudah 1 atau 2 bulan diturunkan menjadi 100
mg.
Terapi hormon.
32
Ryan J, dkk meneliti 3130 wanita
postmenopause, berusia 65 tahun atau lebih dan
memberikan terapi hormon dan diikuti sampai 4 tahun.
Mereka menyimpulkan bahwa terapi hormon disertai
dengan performance yang lebih baik pada domain
kognitif tertentu, tetapi tergantung lama pemakaian dan
tipe pengobatan. Pemakaian terapi hormon menurunkan
risiko demensia berhubungan dengan alee ApoeE4.
Antioksidan
Vitamin C dan E mempunyai efek protektif
terhadap terjadinya demensia. Jaringan otak amat
rentan terhadap kerusakan akibat radikal bebas. Ini
disebabkan karena rendahnya kadar antioksidan
endogen. Penambahan usia juga akan mengurangi
kadar antioksidan endogen secara drastis, sehingga
perlu pemberian vitamin C dan vitamin E dari luar.
Manfaat buah segar dan sayur mungkin terkait dengan
kadar antioksidan yang kuat.
Diit.
33
Diit Mediterranean terdiri dari asupan banyak
ikan, sayur, buah, legumes, sereal, asam lemak tak
jenuh dalam bentuk minyak zaitun, dan asupan rendah
produk susu, daging dan asam lemak jenuh dan
konsumsi alkohol dalam jumlah sedang.
Aktivitas fisik.
Etgen T,dkk. melakukan studi prospektif di
Jerman pada 3903 peserta berusia lebih dari 55 tahun
selama periode 2001 sampai 2003 dan diikuti selama 2
tahun. Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas fisik
sedang dan tinggi dapat menurunkan insidens
gangguan kognitif. Aktivitas fisik dilakukan 3 kali dalam
seminggu, sedang aktivitas tinggi lebih dari 3 kali dalam
seminggu.
Obat untuk penyakit Alzheimer yang
memperbaiki fungsi kognitif dan gejala perilaku dapat
juga digunakan untuk pasien demensia vaskular. Obat-
obat demensia adalah seperti berikut10:
34
35
13. Prognosis
Demensia multi-infark memperpendek umur harapan
hidup 50% dari normal 4 tahun setelah evaluasi pertama.
Mortalitas dalam 5 tahun Vascular cognitive impairment tanpa
demensia adalah 52% dan 46% progresif menjadi demensia.
Mereka dengan tingkat pendidikan lebih tinggi dan
dapat melakukan tes neuropsikologi dengan baik, prognosis
lebih baik, namun pengaruh jenis kelamin wanita masih
bertentangan. Pada penderita sangat tua mortalitas 3 tahun
mencapai dua pertiga, hampir tiga kali kelompok kontrol.
Pada penelitian lain 6 year survival hanya 11,9%, sekitar
seperempat dari yang diharapkan10.
14. Mortalitas
Sekitar sepertiga meninggal dunia karena komplikasi
demensia, sepertiga akibat penyakit serebrovaskuler, 8%
karena penyakit kardiovaskuler, dan sisanya karena sebab
lain termasuk keganasan10.
36
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik, 1993. 49-67.
2. Budiarto, Gunawan. 2007. Dementia Vaskular serta
kaitannya dengan stroke. Kumpulan Makalah
Pertemuan Ilmiah nasional II Neurobehaviour.
Airlangga University Press, Surabaya.
3. Dewanto, G. dkk (2009). Panduan Praktis Diagnosis
dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184.
4. MemoryDisoders.Diaksesdarihttp://
www.gabehavioral.com/Memory%20Disorders.htm.
10 januarir 2012.
5. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott.
Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
BehavioralSciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.
6. Alagiakrishnan, K., Masaki, K. (2010 Apr 2).
eMedicine from WebMD: VascularDementia. Diunduh
38
dari http://emedicine.medscape.com/article/292105-
overview.
7. Ladecola, Costantino. 2010. The overlap between
neurodegenerative and vascular factors in the
pathogenesis of dementia. Acta neuropathol
journal,September; 120(3): 287-296, NewYork.
8. Hachinski V et al. National Institute of Neurological
Disorders and Stroke Canadian Stroke Network
Vascular Cognitive Impairment Harmonization
Standars. Stroke 2006;37; 2220-2241.
9. Jellinger K. The enigma of vascular cognitive disorder
and vascular dementia. Acta Neuropathol. 2007. 113:
349-388.
10. Kalaria RN et al. Small Vessel Disease and
Subcortical Vascular Dementia. Journal of Clinical
Neurology.2(1); 1-11,2006.
39
top related