combustio blok 29
Post on 26-Jan-2016
233 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Combustio Akibat Ledakan Kompor Gas
Jessica
102012373
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : Jessiigunawan@yahoo.com
Pendahuluan
Pada tubuh manusia sistem integument merupakan sistem yang terdiri dari kulit serta
struktur tambahannya, seperti rambut, kelenjar keringat, dan jaringan subkutis. Dalam keadaan
normal kulit dalam sistem ini tersusun atas dua lapisan utama epidermis pada bagian luar dan
dermis pada bagian dalamnya dengan kontur permukaan yang rata serta warna yang sama pada
semua bagiannya. Sistem ini berperan dalam menutupi seluruh permukaan tubuh untuk
memisahkan tubuh dari lingkungan luar serta mencegah masuknya berbagai macam zat yang
dapat membahayakan tubuh. Namun kulit memiliki sifat yang rentan terhadap berbagai macam
trauma salah satunya luka bakar/combustion.1
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar
merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan
untuk penanganannya pun tinggi.1,2 Luka bakar dapat dikelompokan menjadi luka bakar termal,
radiasi atau kimia. Dan luka bakar itu sendiri diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan luas
daerah yang terbakar.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan
terampil.2
Prinsip penatalaksanaan utama bagi luka bakar yaitu penutupan lesi sesegera mungkin,
pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital
dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut. Luka bakar ringan dapat
ditangani secara konservatif. Sedangkan luka bakar berat memerlukan tindakan bedah yakni
escharotomi.
1
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan adalah auto atau allo anamnesis. Dokter akan menanyakan
beberapa pertanyaan secara langsung kepada pasien atau keluarga pasien untuk mengetahui
dengan lebih jelas penyakit yang diderita oleh pasien tersebut. Anamnesis yang dilakukan pada
pasien luka bakar adalah anamnesis singkat dikarenakan luka bakar merupakan bagian dari
kegawat daruratan biasanya anamnesis yang sering ditanyakan adalah, berat badan pasien, umur,
sudah berapa lama setelah terpapar ledakan, terkena ledakan apa, seberapa besar ledakan,
penanganan apa yang sudah dilakukan dan lain lain seperti keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, sosial,
ekonomi, kejiwaan dan gaya hidup menyusul. Perlu juga di tanyakan masalah-masalah medis
yang menyertai seperti alergi, khususnya sulfat karena banyak antimikroba topikal mengandung
sulfat dan penting menanyakan adanya konsumsi obat-obatan tertentu.1,2
Pemeriksaan fisik
Primary survey
A (Airway) – Jalan nafas
Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma inhalasi, obstruksi pada
saluran napas atas (pharynx/larynx) dapat berkembang dengan cepat terutama pada anak.
Trauma inhalasi harus dicurigai pada siapa pun dengan luka bakar dan diasumsikan
sampai terbukti sebaliknya, pada siapa pun yang terbakar dalam ruang tertutup. Inspeksi
dari mulut dan pharynx harus dilakukan lebih awal, dan intubasi endotracheal dilakukan
jika perlu. Suara serak dan bunyi wheezing pada ekspirasi adalah tanda-tanda edema
saluran napas yang serius atau trauma inhalasi. Produksi lendir berlebihan dan dahak
karbon yaitu dahak bercampur flek hitam juga tanda-tanda positif trauma inhalasi.
Tingkat karboksihemoglobin harus didapatkan dan peningkatan tingkat gejala atau
keracunan karbon monoksida (CO) adalah berdasarkan kemungkinan trauma inhalasi.
Penurunan rasio dari tekanan oksigen arteri (PaO2) dan persentase oksigen terinspirasi
(FiO2), adalah salah satu indikator yang paling awal pasien telah menghirup asap. Bila
pasien positif trauma inhalasi sebaiknya pasien dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas pusat luka bakar (burn centre) dengan dilakukan intubasi terlebih dahulu untuk
memastikan jalan nafas tetap terbuka.1
2
B (Breathing) – Kemampuan bernafas
Jika jalan napas baik dan pasien dapat bernapas, pemberian oksigen dengan sungkup atau
nasal kanul mungkin dapat mencukupi. Tetapi jika pasien tidak dapat bernapas akibat
obstruksi jalan napas atas atau akibat penurunan kesadaran, dapat diberikan intubasi
endotrakeal. Trakeostomi emergensi harus dihindari kecuali jika hal itu benar-benar
dibutuhkan. Jika curiga terdapat trauma pada vertebra servikalis, manipulasi jalan napas
harus dilakukan dengan tetap meimobilisasi leher dan kepala pada axis tubuh sampai
vertebra servikal terevaluasi sepenuhnya.1
C (Circulation)
Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah terjadinya luka
bakar dengan meraba pulsasi di perifer.Semua pakaian pasien harus dilepaskan. Cincin,
jam dan perhiasan harus dilepaskan pada anggota tubuh yang mengalami cedera,
konstriksi pada bagian yang bengkak akibat jeratan perhiasan dapat mengakibatkan
iskemia di bagian distal. Pada luka bakar, permeabilitas pembuluh darah meningkat,
sehingga terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah ke jaringan intersitial, akibatnya
dapat menimbulkan syok hipovolemik. Semakin luas area luka bakar, semakin berat syok
hipovolemik yang terjadi.Resusitasi cairan harus diberikan secepatnya.1
D (Disability/Drugs) : apakah ada gangguan ekstremitas atau gerakan lain, dan apakah
ada penggunaan obat-obatan.1
E (Exposure) : bagaimana tampak keseluruhan dari unjung rambut sampai ujung kaki.1
Secondary survey
Kepala : apakah ada deformitas
Wajah : adakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan kanan
Rambut : adakah terbakar
Mata : apakah ada bagian mata yang mengalami gangguan atau cacat
THT : apakah ada gejala dan ada kelainan pendengaran atau mengeluarkan darah
3
Paru : simetris, fremitus, vesikuler , rhonki, wheezing
Jantung : BJ I-II, murmur, gallop
Abdomen : apakah distended, lemas, bagaimana bunyi usus
Ekstremitas : akral hangat atau dingin , apakah ada edema.
Status Lokalis
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju
yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah yang
terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar
juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman
luka bakar.2 Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:2,3
Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah
sunburn.
Gambar 1 Luka bakar derajat I
4
Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel
vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Terdapat bullae, nyeri karena
ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:
a) Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.Organ
– organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.Semua ini
merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontandalam waktu
10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
Gambar 2 Luka bakar derajat II A
b) Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel
tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai
parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Gambar 3 Luka bakar derajat IIB
5
Dengan adanya jaringan yang masih sehat, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu.
Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh
darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.Apabila luka bakar derajat
II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di
jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
Derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai
jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan,tidak ada lagi sisa
elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih
pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan
dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena
ujung-ujung sensorik rusak.Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi
spontan.
Gambar 4 Luka bakar derajat III
Gambar 5. Penampang kedalaman luka bakar4
6
Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian – bagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan
nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.1,2
Gambar 6. Rules of nine
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah
1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut
Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.1,2,3
Gambar 7. Rules of nine sesuai umur
7
Kepala dan leher - 9 %
Lengan - 18 %
Badan Depan - 18 %
Badan Belakang - 18 %
Tungkai - 36 %
Genitalia/perineum - 1 %
Total - 100 %
Kriteria Berat-ringannya
Kriteria berat-ringannya suatu luka bakar menurut American Burn Association adalah:2
a) Luka bakar ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b) Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 – 20% pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c) Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
Fase Luka Bakar
Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya
dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi
tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yangtegas diantara ketiga fase ini. Dengan
demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap
harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase
selanjutnya 3
Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
8
penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik
Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
‐ Proses inflamasi dan infeksi
‐ Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel
luas atau pada struktur atau organ fungsional
‐ Keadaan hipermetabolism
Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
Pada skenario diketahui bahwa kesadaran pasien somnolen, bernafas dengan baik, dengan
nadi 96 kali/menit, Nafas 30 kali/menit, Tekanan darah 100/60, Suhu 37,7 celcius, pada
pemeriksaan fisik juga di temukan 2 buah bullae di dada berukuran 3x4 dan 4x5, kulit
kemerahan, nyeri, tangan kiri terdapat luka merah pucat, kering, terdapat jaringan lemak. Lengan
kanan dengan dasar luka berwarna merah, terdapat eksudat, udem dan juga nyeri. Jadi dapat
disimpulkan pasien mengalami combustion derajat 2 dalam.
Pemeriksaan Penunjang
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat juga dilakukan pemeriksaan
penunjang, beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:4
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan cara memeriksa Hb, dan Ht tiap 8 jam pada
2 hari pertama dan tiap 2 hari pada 10 hari berikutnya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui apakah pasien mengalami hemokonsentrasi atau tidak pada darahnya akibat
hilangnya cairan pada tubuh, hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai Hb 12-16 g/dl
dan Ht 35-45%.
9
Pemeriksaan elektrolit juga dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi luka bakar
dapat menyebabkan penurununan atau peningkatan dari kadar elektrolit (kalium
meningkat, natrium menurun)
Selain itu konsetrasi gas darah dan karboksi hemoglobin juga perlu segera diukur oleh
karena pemberian oksigen dapat menutupi keracunan CO yang dialami penderita, adapun
data yang dapat diperoleh dari analisis gas darah PaCO2 >50 mmHg, PaO2 <50mmHg,
serta saturasi oksigen <90%.
Pemeriksaan rontgen dada dilakukan bila kita curiga pasien mengalami trauma inhalasi
atau tidak, biasanya dapat kita temukan tekanan yang terlalu kuat pada dada, usaha
kanulasi pada vena sentralis, dan fraktur iga, kondisi ini berpotensi untuk menimbulkan
pneumothoraks dan hemotoraks.
EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
Etiologi
Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat adalah sebagai berikut:1
1. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ketubuh
(flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan thermal burn antara lain benda
panas (padat, cair, uap), api dan sengatan matahari/ sinar panas
2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau basa kuat yang biasa
digunakan dalam industri, militer, laboratorium, dan bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah, dalam
hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima,
sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh
dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.
4. Luka bakar radiasi (radiation injury)
10
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injury ini
sering disebabkan oleh penggunaan bahan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam
dunia kedokteran dan dalam bidang industri. Terpapar sinar matahari yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.1
Epidemiologi
Epidemiologi di Indonesia, didapatkan sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Penyebab
luka bakar tersering pada anak usia 3-14 tahun, penyebab tersering ialah nyala api yang
membakar baju. Dari umur ini sampai 60 tahun, luka bakar tersering disebabkan kecelakaan
industri. Setelah umur ini, luka bakar biasanya terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok
yang membakar tempat tidur atau berhubungan dengan lupa mental dan juga kelalaian sehingga
menyebabkan terjadinya kebakaran.5
Gejala Klinis
Gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu lepuh yang merupakan tanda khas luka
bakar superfisial. Cairan dihasilkan dari jaringan cedera yang lebih dalam sehingga permukaan
superfisial yang terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh atau bullae pada luka bakar sering pecah
dan meninggalkan suatu permukaan merah kasar yang mengeluarkan cairan serous dan dapat
berdarah. Luka bakar yang superfisial terasa nyeri karena ujung saraf terpapar dan mengalami
inflamasi. 1
Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya yaitu, kulit mungkin terlihat normal. Akan
tetapi, tampak mengkilap sehingga pembuluh-pembuluh darahnya mudah dilihat, tetapi darah
dalam pembuluh darah tersebut tidak dapat keluar karena sudah mengalami koagulasi sehingga
saat ditusuk tidak akan mengeluarkan darah. Selain itu, kulit amat kaku ketika disentuh, serta
tidak dapat merasakan nyeri, karena sebagian besar ujung saraf sudah mati. Pada kondisi yang
lebih berat, dapat terjadi pengarangan dan karbonisasi (hitam).1,3
Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress pernapasan
seperti suara serak, ngiler, tanda-tanda cedera inhalasi seperti pernapasan cepat dan sulit, suara
napas ronki basah, stridor, serta batuk pendek.1
11
Patofisiologi
Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif pada epidermis,
dermis dan jaringan di bawahnya, dengan kedalaman tergantung pada temperatur bahan dan
durasi pajanan.4
Pada luka yang melibatkan sebagian tebal lapisan kulit (derajat 1 dan 2) disertai rasa
nyeri, sedangkan derajat 3 biasanya rasa nyeri minimal atau tidak ada. Berdasarkan gambaran
histologis, pada luka bakar terdapat tiga zona yaitu zona koagulasi, zona stasis, dan zona
hiperemia. Pada zona koagulasi terjadi nekrosis jaringan dan kerusakan yang ireversibel. Zona
stasis berada di sekitar zona koagulasi, dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dengan
kerusakan dan kebocoran vaskuler. Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,
jaringannya masih viable dan proses penyembuhan berawal dari zona ini.3,4
12
Gambar 8. Zona luka bakar Jackson dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat cedera
termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Multi-
system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan
yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro. Berdasarkan konsep SIRS, paradigma
penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah, semula berorientasi pada gangguan sirkulasi
makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (srkulasi mikro) sebagai end-
point dari prosedur resusitasi.5,6
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar
memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut anatara lain berupa5,6,7
1. Gangguan kardiovaskular, berupa peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan
keluarnya protein dan cairan dari intravaskular ke interstitial. Terjadi vasokonstriksi di
pembuluh darah sphlancnic dan perifer. Kontraktilitas miokardium menurun,
kemungkinan disebabkan adanya TNF. Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan
dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.
2. Gangguan sistem respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, dan pada
luka bakar yang berat dapat timbul respiratory distress syndrome.
13
3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal
ini, disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic menyebabkan dibutuhkannya
pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan
mempertahankan integritas saluran pencernaan.
4. Gangguan imunologis, terdapat penuruanan sistem imun yang mempengaruhi sistem
imun humoral dan seluler.
Masalah yang timbul pada luka bakar fase akut terutama berkaitan dengan gangguan
jalan napas (cedera inhalasi), gengguan mekanisme bernapas dan gangguan sirkulasi. Ketiga hal
tersebut menyebabkan gangguan perfusi jaringan yang dapat menyebabkan kematian.
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran napas akibat kontak dengan
sumber termis, toxic fumes, dan zat toksik lainnya. Dugaan kuat mengenai adanya cedera inhalasi
bila dijumpai riwayat luka bakar yang disebabkan api, terperangkap di ruang tertutup, luka bakar
pada wajah dan leher, bulu hidung terbakar, sputum dan air liur mengandung karbon. Kerusakan
mukosa dapat pula disebabkan oleh minyak panas, air panas, bahan kimia yang mengenai muka,
leher, dada bagian atas. Pada cedera inhalasi terjadi edema mukosa dari orofaring dan laring
hingga membran alveoli. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi yang ditandai dengan stridor,
suara serak, sulit bernapas, gelisah. Bronkospasme dapat terjadi bila reaksi inflamasi melibatkan
otot polos bronkus.7
Diagnosis kerja
Diagnosis dari luka bakar dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Selain itu diagnosis pembagian derajat juga diperlukan agar
penanganannya tepat dan cepat. Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung
pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan
infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di
dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.8
14
Saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan korban dari sumber
trauma. Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram
kulit dengan air mengalir. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. Proses tersebut
dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin
ini pada jam pertama. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit
pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka bakar lebih dari 10%,
karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest.8 Tindakan selanjutnya antara
lain:
1. Resusitasi jalan napas
Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang
adekuat. Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi,
oksigen 100% diberikan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan
sekret) dan bronchoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi diperdebatkan
karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.
Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan
endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai
cedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal.
Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik di saluran napas dengan
cara uap air menurunkan suhu yang menigkat pada proses inflamasi dan mencairkan
sekret yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer
Laktat hasilnya lebih baik dibandingkan NaCl 0,9%. Dapat juga diberikan bronkodilator
bila terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera inhalasi yang disebabkan oleh bahan
kimiawi dan listrik. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan tanda
distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal,
bekerjanya otot-otot bantu pernapasan, dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto toraks.3,8
15
2. Resusitasi cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar.
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat
harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya
luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak
hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa
penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa
mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.8
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan
terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema
adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama
kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang
terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer
laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5
sampai 1.5mL/kgBB/jam.3,8
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :
24 jam pertama Cairan Ringer laktat : 4ml x kgBB x %luka bakar dengan ½
jumlah cairan diberikan pada 8 jam pertama dan ½ jumlah cairan selanjutnya
diberikan pada 16 jam berikutnya. Pada 24 jam kedua dapat di berikan cairan
yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat
diberikan adalah Glukosa 5% atau 10% 1500-2000ml. Batasi Ringer laktat karena
dapat memperberat edema interstisial.
3. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan
pencucian luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan
mengupayakan proses epitelisasi. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif
sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di
atasnya. Pencucian luka dilakukan dengan memandikan pasien dengan air hangat
16
mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau
tanpa krim pelembab. Perawatan luka tertutup dengan oclusive dressing untuk mencegah
penguapan berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk
mengatasi infeksi pada luka.8
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar: 7,8
Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian
salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu
dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit
dan pembengkakan
Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama luka
diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut
lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka
sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft
(homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra)
Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan
cangkok kulit (early exicision and grafting)
4. Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi
dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis
masih merupakan suatu kontroversi.4 Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering
dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri
Gram negatif patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan
steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat
digunakan adalah silver sulfadiazin, gentamicin sulfate, mupirocin, dan
bacitracin/polymixin.7
17
Indikasi rawat inap
1. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar lebih dari 10% pada anak atau
lebih dari 15% pada orang dewasa
2. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat
3. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada wajah, mata,
tangan, kaki, perineum.3
Tindakan bedah
1. Eksisi dini. Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7)
pasca cedera termis.6 Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eschar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran
darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan
tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eschar, semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi–
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan
banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikroorganisme patogen yang akan
menghambat pemulihan graft dan juga eschar yang melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui
infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan
18
derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”
(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari
3 minggu.
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi
dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.Eksisi tangensial adalah suatu teknik
yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan
yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat
bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar
dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang
dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang
luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan
epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut,
baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi
optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah
perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.2
Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness)
yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik
ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”.
2. Skin grafting. Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:8
Menghentikan evaporate heat loss
19
Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien.
Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh
manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien
(autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha,
bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split
thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah
lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor
tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.
Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang
akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit
donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin ‘dermatome’
ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan
donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi..8
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), sepsis dan MODS (multiple organ dysfunction syndrome). Selain itu
komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan
mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis
karena perfusi ke renal yang menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi,
hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar,
dapat terjadi jaringan parut berupa jaringan parut hipertrofik, keloid dan kontraktur.6,7
Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang
terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka
bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka
20
bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut.
Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan
diperlukan untuk membuang jaringan parut.8
Kesimpulan
Luka bakar merupakan salah satu kasus yang banyak dirujuk ke rumah sakit. Hal ini tidak
terlepas dari kurangnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan alat-alat sehari-hari. Dalam
penanganannya harus dilakukan secara sistematis antara airway, breathing dan manajemen
sirkulasi darah. Penanganan luka bakar harus dilakukan secara berkesinambungan dan
memperhatikan banyak factor mengingat luka bakar sendiri untuk derajat yang lebih berat akan
meninggalkan bekas luka yang tidak baik pada pasien. Perawatan luka bakar didasarkan pada
luas luka, kedalaman luka, faktor penyebab dan lain-lain. Evaluasi yang sukses, manajemen jalan
nafas, resusitasi dan ketahanan organ sangat penting bagi pasien untuk dapat bertahan hidup pada
hari-hari selanjutnya.
Daftar Pustaka
1. R Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Bab 3:luka, luka Bakar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Jakarta: EGC; 2007.h.66-88
2. Kartini A, Wijaya C, Komala S, Ronardy D. Luka bakar. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu
Bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2010. h. 97-106.
3. Djamaeludin H. Luka bakar. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2009. h. 435-40.
4. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2005.h.151-63.
5. Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,
Upchurch GR. Editors. Greenfield’s surgery: scientific principles and practice. 4th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.p.478-98
6. Schwartz, Seymour I. Luka bakar. Dalam: Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC; 2005. h. 97-110.
7. Grace PA, Borley NR. At A Glance Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta:Erlangga;2006.h.87-94.
8. Moenadjat Y. Petunjuk praktis penatalaksanaan luka bakar. Jakarta: Komite Medik Asosiasi
Luka Bakar Indonesia; 2005.h.4-20; 30-41.
21
top related