bab i_ppg kecamatan gamping
Post on 02-Jan-2016
178 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari upaya
peningkatan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia. Untuk
mencapai keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan
kebijakan pembangunan kesehatan yang lebih dinamis dan proaktif dengan
melibatkan semua faktor terkait, pemerintah, swasta dan masyarakat.
Gamping adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia,. Kecamatan Gamping Sleman
merupakan sebagai kawasan penyangga pengembangan kota Yogyakarta ke
arah barat. Pusat kecamatan Gamping berada di dusun Patukan,
Kelurahan Ambarketawang. Pemerintah Kecamatan Gamping merupakan
kecamatan bertipe B (Pola Maksimal).
Kecamatan Gamping terbagi dalam 5 kelurahan, 59 dusun, 187
Rukun Warga (RW), dan 529 Rukun Tetangga (RT), dengan luas wilayah
kurang lebih 2683 Ha. Kecamatan Gamping memiliki penduduk tidak kurang
dari 69.998 jiwa, yang terdiri dari 34.878 laki-laki, dan 35.120 perempuan,
dengan 13.891 Kepala Keluarga. Secara topografi, wilayah kecamatan
gamping relatif datar kecuali di sebagian wilayah selatan Kecamatan
Balecatur dan Ambarketawang yang berupa pegunungan. Sebanyak 1.348
Ha tanah terletak dibawah 100 mdpl, 1.577 ha lainnya terletak di ketinggian
100-499 mdpl.
1
Kecamatan Gamping memiliki Sarana Kesehatan yang berupa Kantor
Pelayanan Kesehatan Kecamatan yang terdiri dari 5 Kantor Pembantu yang
terletak di masing-masing kelurahan. 6 Apotek, dan 2 Laboratorium Klinik.
Sarana pendidikan di Kecamatan Gamping meliputi 44 TK, 40 SD, 1 SLB
Dasar, 6 SMP, dan 6 SMA, dan 2 Perguruan Tinggi. Di antara sekolah
pendidikan tersebut adalah SMA 1 Gamping, SMK Maritim Putra
Samudra, SMA Proklamasi 1945, SMEA YPKK, Sekolah Tinggi Pertanahan
Negara (STPN), dan Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
Masalah gizi masih merupakan masalah serius yang dihadapi
sebagian besar penduduk Indonesia. Kekurangan energi dan protein,
Anemia, Obesitas, Kekurangan vitamin A, gangguan Kekurangan Yodium
merupakan masalah gizi yang masih menjadi perhatian yang serius oleh
pemerintah Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan pencegahan dan penanganan masalah gizi di Indonesia telah
ditetapkan, seperti suplementasi Fe, suplementasi Vitamin A dosis tinggi,
garam beryodium, dan pembagian makanan tambahan (PMT). Namun,
permasalahan gizi masih banyak terdapat di Indonesia.
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, di Sleman pada tahun
2011 diperkirakan sekitar 62.009 balita yang dipantau menurut indikator BB/U
(berat badan menurut umur) terdapat status gizi buruk 0,50%, gizi kurang
8,27%, gizi baik 88,52%, gizi lebih 2,72%. (Dinkes, 2011)
Masalah gizi yang tersebut di atas merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan
pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Konsumsi zat gizi yang
salah serta adanya kejadian infeksi penyakit merupakan penyebab dari
2
masalah gizi. Konsumsi zat gizi yang salah serta adanya kejadian infeksi
penyakit erat kaitannya dengan rendahnya perekonomian di tingkat rumah
tangga yang merupakan imbas dari krisis ekonomi dan politik serta SDM
yang rendah.
Berbagai permasalahan yang telah disampaikan di atas menjadikan
dasar mahasiswa melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Pengumpulan
data dasar di kecamatan Gamping, Sleman, Yogyakarta yang selanjutnya
hasil dari pengumpulan data dasar akan digunakan untuk bahan
pertimbangan untuk melakukan intervensi gizi di daerah tersebut.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui informasi mengenai jenis dan besar masalah pada balita,
usila dan ibu hamil serta faktor terkait sebagai bahan masukan dalam
menyusun rencana intervensi gizi di Kecamatan Gamping.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui keadaan umum geografis Kecamatan Gamping.
b. Diketahui keadaan demografi penduduk Kecamatan Gamping.
c. Diketahui pencapaian pembangunan kesehatan di
Kecamatan Gamping.
d. Diketahui status ekonomi penduduk Kecamatan Gamping.
e. Diketahui penggunaan garam penduduk Kecamatan Gamping.
f. Diketahui cara penyimpanan garam penduduk Kecamatan
Gamping.
g. Diketahui sex rasio balita.
3
h. Diketahui penyakit pada balita.
i. Diketahui tingkat pengetahuan gizi ibu balita
j. Diketahui status gizi balita
k. Diketahui kecukupan zat gizi yang dikonsumsi balita.
l. Diketahui hubungan antara pengetahuan gizi ibu balita dan
pemberian ASI Ekslusif terhadap sakit pada balita selama 1 bulan
terakhir.
m. Diketahui hubungan antara pengetahuan, pendidikan, dan
pekerjaan orang tua terhadap status gizi balita.
n. Diketahui hubungan antara kejadian sakit pada balita terhadap
status gizi balita.
o. Diketahui hubungan antara kecukupan energi dan protein
terhadap status gizi pada balita.
p. Diketahui tingkat pengetahuan ibu hamil tentang gizi
q. Diketahui status gizi KEK ibu hamil berdasarkan LILA.
r. Diketahui prosentase gangguan kehamilan.
s. Diketahui kecukupan zat gizi ibu hamil.
t. Diketahui sex ratio pada usila.
u. Diketahui status gizi pada usila.
v. Diketahui aktivitas fisik usila.
w. Diketahui kebiasaan makan usila.
x. Diketahui penyakit pada usila.
4
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Sebagai lahan pembelajaran intervensi gizi.
b. Sebagai latihan konsultasi.
c. Menerapkan ilmu yang telah diperoleh pada saat kuliah, khususnya
mata kuliah Perencanaan Program Gizi (PPG).
2. Bagi Masyarakat Kecamatan Gamping
a. Memberi informasi tentang masalah gizi balita, ibu hamil, dan usila.
b. Menambah pengetahuan mengenai pangan dan gizi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera bagi badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1992 Tentang Kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia dan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan.
Dengan memperhatikan peranan kesehatan di atas, diperlukan upaya yang
lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan
penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu.
Status kesehatan dan gizi dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan genetik. Lingkungan adalah area dari seluruh
kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan suatu organisasi. Faktor lingkungan antara lain lingkungan
fisik, biologis dan sosial memegang peranan yang terbesar dalam
menentukan status kesehatan dan gizi. Secara umum lingkungan ini
dibedakan atas 2 macam yaitu :
a. Lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar
manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya misalnya cuaca, musim,
keadaan geografis dan struktur geologi.
6
b. Lingkungan non fisik adalah lingkungan yang muncul sebagai akibat
adanya interaksi antar manusia, misalnya faktor sosial, budaya, biologis
norma, nilai dan adat-istiadat.
Faktor yang cukup berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi
adalah faktor perilaku yang berkaitan dengan pengetahuan dan pendidikan
yang menentukan perilaku seseorang atau kelompok untuk berperilaku sehat
dan tidak sehat.
Faktor pelayanan kesehatan memegang peranan yang lebih kecil
dalam menentukan status kesehatan dan gizi dibandingkan dengan kedua
faktor tersebu.
Faktor keturunan mempunyai pengaruh yang lebih kecil dibandingkan
faktor lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Dengan demikian
disarankan dalam peningkatan status kesehatan dan gizi disamping
peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehtan dan gizi harus disertai
dengan upaya perbaikan lingkungan dan perilaku masyarakat yang
berdampak positif pada status kesehatan dan gizi.
B. Gizi dan Pembangunan
Visi pembangunan kesehatan nasional yaitu masyarakat sehat dan
mandiri menuju Indonesia sehat 2010. Suatu gambaran masyarakat yang
ingin dicapai dalam perwujudan Indonesia sehat 2010 yaitu masyarakat yang
berbentuk perorangan, keluarga dan komunitas yang sehat serta mandiri
mampu memelihara kesehatannya.
7
Misi Pembangunan Kesehatan Nasional yaitu :
1. Meningkatkan status kesehatan perorangan, keluarga, komunitas dan
masyarakat.
2. Menanggulangi berbagai masalah kesehatan masyaraket sesuai dengan
skala prioritas.
3. Menggalang kerjasama dengan berbagai potensi untuk penyelenggaraan
progam kesehatan masyarakat.
4. Meningkatkan peran serta dan kemandirian masyarakat dalam
pemeliharaan kesehatan.
Secara makro, peningkatan aktivitas ekonomi untuk mengurangi
jumlah penduduk miskin merupan suatu keharusan. Kemiskinan dan gizi
buruk adalah suatu fenomena yang saling terkait. Karena itu, meningkatkan
status gizi masyarakat terkait erat dengan peningkatan aktivitas ekonomi.
Peningkatan penduduk miskin berbanding lurus dengan peningkatan angka
balita yang menderita gizi buruk. Segenap upaya para orang tua dan
pemerintah untuk mengurangi dan mengantisipasi terjadinya gizi buruk pada
balita, dinisbahkan untuk menciptakan generasi unggul yang nantinya
mengawal pembangunan Nasional. Sebab, keberhasilan pembangunan
Nasional bergantung pada generasi saat ini.
C. Masalah Gizi
Masalah gizi yang sering dijumpai di beberapa negara berkembang
yaitu kekurangan energi, protein dan zat besi. Kekurangan vitamin A juga
sering dijumpai tetapi tidak disemua negara. Kekurangan gizi lain yang
8
sempat berpengaruh terhadap kesehatan yaitu Iodium, Vitamin D dan
Vitamin C. pengamatan awal seharusnya dipusatkan pada keadaan
kekurangan yang sangat menonjol dan paling dominan. Boleh jadi ada
beberapa kekurangan gizi yang tidak nyata berpengaruh pada kesehatan,
tetapi ini diperlukan untuk penelitian dari sistim kewaspadaan pangan dan
gizi. (roedjito,1990).
1. Kurang Energi Protein (KEP)
b. Definisi Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam
makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP
apabila berat badannya kurang dari 80% indeks BB untuk baku
standar WHO-NCHS (Depkes RI, 1998).
c. Penyebab Kurang Energi Protein (KEP)
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan
energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan
dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian
KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari
oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya
pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah
nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama,
seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan
dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat,
9
penyerapan nutrisi yang turun dan atau meningkatnya kehilangan
nutrisi.
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi
berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi
penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan
karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui
proses katabolik. Jika terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, jika kondisi ini terjadi
pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka
terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut atau decompensated
malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti
oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -
3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi
Kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka
akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronik atau compensated
malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan
pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan
hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai
sintesa enzim.
d. Gejala Klinis KEP
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
1) Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di
seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu,
rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut
10
dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot
mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan
mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai
penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
2) Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang
terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel,
kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut
cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
3) Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus.
e. Deteksi KEP
KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu
mengukur BB dan umur yang dibandingkan dengan indeks BB untuk
standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum dalam KMS (Depkes
RI, 1998).
1) Deteksi Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan,
tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan
pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi
vitamin)
2) Deteksi Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
3) Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur), LILA/U (lingkar lengan atas menurut
umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB
(lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
4) Analisis diet
11
f. Penanggulangan KEP
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang
berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat
badan, tinggi badan dan LILA untuk menentukan status gizinya,
selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status
gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut :
1) Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat
pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan,
dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4
bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
2) Balita KEP sedang :
a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian
makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus
berat badannya.
b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan
protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan
yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai
dengan penyakitnya.
c) Balita KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan
sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya. Pelayanan gizi
(Depkes RI, 1998)
g. Kegiatan penanggulangan KEP balita
Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi :
1) Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status
gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan umur
12
balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat
itu.Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya
dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat
badannya dengan menggunakan timbangan dacin,
berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB
tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar
antropometri.
2) Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita
adalah program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang
ditujukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita gar
meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau
dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan
dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP
tidak semakin berat kondisinya, asuhan
kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan
kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP
sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui
kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa
dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/ paket
pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek.
Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A
(berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan
berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000
IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam
13
minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan
1x dalam setahun.
h. Penatalaksanaan KEP
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit : Prinsip dasar
penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan
kegawatan).
1) Penanganan hipoglikemi
2) Penanganan hipotermi
3) Penanganan dehidrasi
4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5) Pengobatan infeksi
6) Pemberian makanan
7) Fasilitasi tumbuh kejar
8) Koreksi defisiensi nutrisi mikro
9) Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
10) Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Anemia
a. Definisi Anemia
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah
berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin,
yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam
14
sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen
dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5
gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Darah akan bertambah banyak
dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia.
Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah
18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan
sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya
dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002).
b. Penyebab Anemia
Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1) Kurang gizi (malnutrisi)
a) Kekurangan zat besi
b) Kekurangan vitamin B12
c) Kekurangan asam folat
d) Kurangan vitamin C
2) Kurang zat besi dalam diit
3) Malabsorpsi
4) Kehilangan banyak darah, seperti :
a) Akut (mendadak)
b) Kecelakaan
15
c) Pembedahan
d) Persalinan
e) Pecah pembuluh darah
f) Kronik (menahun)
g) Perdarahan hidung
h) Wasir (hemoroid)
i) Ulkus peptikum
j) Kanker atau polip di saluran pencernaan
k) Tumor ginjal atau kandung kemih
l) Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
5) Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria
dan lain-lain.
c. Gejala Anemia
Tanda dan gejala yang terjadi akibat anemia menurut Sarwono
Prawirohardjo (2002:282) adalah sebagai berikut :
1) Gangguan lemah
2) Pucat
3) Mudah pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal (perlu
dicurigai anemia defisiensi)
4) Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi
d. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998),
adalah sebagai berikut:
1) Anemia Defisiensi Besi
16
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat
KEPurangan zat besi dalam darah.Untuk menegakan diagnosa
Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil
anamnesa didapatkan gangguan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang dan gangguan mual muntah pada hamil muda.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan
sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Hb 11 gr% : Tidak anemia
b) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c) Hb 7 – 8 gr% : Anemia sedang
d) Hb < 7 gr% : Anemia berat
2) Anemia Megaloblastik
Anemia Megaloblastik adalah anemia yang disebabkan
oleh karena KEPurangan asam folat, anemia ini jarang terjadi
karena kekurangan vitamin B12.
3) Anemia Hipoplastik
Anemia Hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh
hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru.
Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi
ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
17
4) Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh
penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat
dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan
kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta
gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
e. Pengobatan Anemia pada ibu hamil
1) Anemia Defisiensi Besi
Pengobatan anemia gizi besi yaitu dengan suplementasi
keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam
laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a) Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu
fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian
preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1
gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan
kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk
profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b) Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak
tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan
penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa
kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat
parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg)
intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat
meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
2) Anemia Megaloblastik
18
Pengobatannya dengan suplementasi :
a) Asam folik 15 – 30 mg per hari
b) Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c) Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d) Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban
sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3) Anemia Hemolitik
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik
serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya
diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun
pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil.
Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
f. Efek Anemia pada ibu hamil, bersalin dan nifas
Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat
mengakibatkan: Abortus, Missed Abortus dan kelainan kongenital.
Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan: Persalinan
prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin
dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis
dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan
gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan
anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu
cepat lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan: tonia
uteri, rtensio placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris
puerpuralis dan gangguan involusio uteri.
19
3. GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)
a. Definisi
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah
sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh
menderita Kekurangan Yodium secara terus – menerus dalam
waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan
perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan) (DepKes RI,
1996). Makin banyak tingkat Kekurangan iodium yang dialami makin
banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbilkannya, meliputi
pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium sampai timbul
bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988).
b. Dampak GAKI
Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah
ini lebih banyak terjadi di daerah pegunungan dimana makanan
yang dikonsumsinya sangat tergantung dari produksi makanan yang
berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi tanah
dengan kadar iodium rendah.
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara
langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kulitas manusia.
Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah
dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu
hamil ; anak balita dan anak usia sekolah (Jalal, 1998).
20
1) Kekurangan Iodium pada Janin
Kekurangan iodium pada janin akibat Ibunya
Kekurangan iodium. Keadaan ini akan menyebabkan besarnya
angka kejadian lahir mati, abortus, dan cacat bawaan, yang
semuanya dapat dikurangi dengan pemberian iodium. Akibat
lain yang lebih berat pada janin yang Kekurangan iodium
adalah kretin endemik.
Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan
adalah tipe nervosa, ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli,
dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai. Sebaliknya yang
agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang ditandai
dengan Kekurangan hormon tiroid dan kerdil.
Penelitian terakhir menunjukkan, transfer T4 dari ibu ke
janin pada awal kehamilan sangat penting untuk perkembangan
otak janin. Bilamana ibu Kekurangan iodium sejak awal
kehamilannya maka transfer T4 ke janin akan berkurang
sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi.
Jadi perkembangan otak janin sangat tergantung pada
hormon tiroid ibu pada trimester pertama kehamilan, bilamana
ibu Kekurangan iodium maka akan berakibat pada rendahnya
kadar hormon tiroid pada ibu dan janin. Dalam trimester kedua
dan ketiga kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon
tiroid sendiri, namun karena kekurangan iodium dalam masa ini
maka juga akan berakibat pada kurangnya pembentukan
hormon tiroid, sehingga berakibat hipotiroidisme pada janin.
21
2) Kekurangan Iodium pada Saat Bayi Baru Lahir
Yang sangat penting diketahui pada saat ini, adalah
fungsi tiroid pada bayi baru lahir berhubungan erat dengan
keadaan otak pada saat bayi tersebut lahir. Pada bayi baru
lahir, otak baru mencapai sepertiga, kemudian terus
berkembang dengan cepat sampai usia dua tahun. Hormon
tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecukupan
iodium, dan hormon ini sangat penting untuk perkembangan
otak normal.
Di negara sedang berkembang dengan Kekurangan
iodium berat, penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan
mengambil darah dari pembuluh darah balik talipusat segera
setelah bayi lahir untuk pemeriksaan kadar hormon T4 dan
TSH. Disebut hipotiroidisme neonatal, bila didapatkan kadar T4
kurang dari 3 mg/dl dan TSH lebih dari 50 mU/mL.
Pada daerah dengan Kekurangan iodium yang sangat
berat, lebih dari 50% penduduk mempunyai kadar iodium urin
kurang dari 25 mg per gram kreatinin, kejadian hipotiroidisme
neonatal sekitar 75-115 per 1000 kelahiran. Yang sangat
mencolok, pada daerah yang kekurangan iodium ringan,
kejadian gondok sangat rendah dan tidak ada kretin, angka
kejadian hipotiroidisme neonatal turun menjadi 6 per 1000
kelahiran.
22
Dari pengamatan ini disimpulkan, bila kekurangan
iodium tidak dikoreksi maka hipotiroidisme akan menetap sejak
bayi sampai masa anak. Ini berakibat pada retardasi
perkembangan fisik dan mental, serta risiko kelainan mental
sangat tinggi. Pada populasi di daerah kekurangan iodium berat
ditandai dengan adanya penderita kretin yang sangat
mencolok.
3) Kekurangan Iodium pada Masa Anak
Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah
kekurangan iodium menunjukkan prestasi sekolah dan IQ
kurang dibandingkan dengan kelompok umur yang sama yang
berasal dari daerah yang berkecukupan iodium. Dari sini dapat
disimpulkan kekurangan iodium mengakibatkan keterampilan
kognitif rendah. Semua penelitian yang dikerjakan di daerah
kekurangan iodium memperkuat adanya bukti kekurangan
iodium dapat menyebabkan kelainan otak yang berdimensi
luas. Dalam penelitian tersebut juga ditegaskan, dengan
pemberian koreksi iodium akan memperbaiki prestasi belajar
anak sekolah. Faktor penentu kadar T3 otak dan T3 kelenjar
hipofisis adalah kadar T4 dalam serum, bukan kadar T3 serum,
sebaliknya terjadi pada hati, ginjal dan otot. Kadar T3 otak yang
rendah, yang dapat dibuktikan pada tikus yang kekurangan
iodium, didapatkan kadar T4 serum yang rendah, akan menjadi
normal kembali bila dilakukan koreksi terhadap kekurangan
iodiumnya. Keadaan ini disebut sebagai hipotiroidisme otak,
23
yang akan menyebabkan bodoh dan lesu, hal ini merupakan
tanda hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Keadaan lesu ini
dapat kembali normal bila diberikan koreksi iodium, namun lain
halnya bila keadaan yang terjadi di otak. Ini terjadi pada janin
dan bayi yang otaknya masih dalam masa perkembangan,
walaupun diberikan koreksi iodium otak tetap tidak dapat
kembali normal.
4) Kekurangan Iodium pada Dewasa
Pada orang dewasa, dapat terjadi gondok dengan
segala komplikasinya, yang sering terjadi adalah hipotiroidisme,
bodoh, dan hipertiroidisme. Karena adanya benjolan/modul
pada kelenjar tiroid yang berfungsi autonom. Disamping efek
tersebut, peningkatan ambilan kelenjar tiroid yang disebabkan
oleh kekurangan iodium meningkatkan risiko terjadinya kanker
kelenjar tiroid bila terkena radiasi.
Selama ini perhatian para pakar terpusat pada GAKI
tingkat berat, dan tingkat sedang, baru sekitar sepuluh tahun
belakang ini tertarik mengamati apa yang terjadi pada GAKI
tingkat ringan yang jumlahnya jauh lebih besar. Dampak buruk
GAKI tingkat ringan ternyata lebih mengejutkan. Pada tingkat
ringan sudah terjadi kelainan perkembangan sel-sel syaraf
yang mempengaruhi kemampuan belajar anak yang
ditunjukkan dengan rendahnya IQ anak penderita GAKI.
Perkembangan sel otak terjadi dengan pesat pada janin dan
anak sampai usia dua tahun, karena itu ibu hamil penderita
24
GAKI tingkat ringan dapat memberikan dampak buruk pada
perkembangan syaraf motorik dan kognitif janin yang berkaitan
dengan perkembangan kecerdasan anak.
c. Faktor – Faktor yang berhubungan dengan masalah GAKI
1) Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya
masalah GAKI. Hal ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan
proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium dalam
makanan dan minuman yang dikonsumsinya (Djokomoeldjanto,
1994).
Hal ini dibuktikan oleh Marine dan Kimbell (1921) dengan
pemberian iodium pada anak usia sekolah di Akron (Ohio) dapat
menurunkan gradasi pembesaran kelenjar tiroid. Temuan lain oleh
Dunn dan Van der Haal (1990) di Kecamatan Jixian, Propinsi
Heilongjian (Cina) dimana pemberian iodium antara tahun 1978
dan 1986 dapat menurunkan prevalensi gondok secara drastic dari
80 % (1978) menjadi 4,5 % (1986).
Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi
cukup besar secara terus menerus, seperti yang dialami oleh
masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang
laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis
tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi
tirosin dan proses coupling (Djokomoeldjanto, 1994).
25
2) Faktor Geografis dan Non Geografis
Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat
hubungannya dengan letak geografis suatu daerah, karena pada
umumnya masalah ini sering dijumpai di daerah pegunungan
seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan di Indonesia
gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di
Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.
Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari
daerah lain sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan
yang notabenenya merupakan daerah yang miskin kadar iodium
dalam air dan tanahnya. Dalam jangka waktu yang lama namun
pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi iodium atau
daerah endemik iodium (Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997).
3) Faktor Bahan Pangan Goiterogenik
Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya
gondok, namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut
berperan. Salah satunya adalah bahan pangan yang bersifat
goiterogenik (Djokomoeldjanto, 1974). Williams (1974) dari hasil
risetnya mengatakan bahwa zat goiterogenik dalam bahan
makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium
dalam tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik tersebut
merintangi absorbsi dan metabolisme mineral iodium yang telah
masuk ke dalam tubuh.
Giterogenik adalah zat yang dapat menghambat
pengambilan zat iodium oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi
26
iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain itu, zat goiterogenik
dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke
bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin terhambat
(Linder, 1992).
Menurut Chapman (1982) goitrogen alami ada dalam jenis
pangan seperti kelompok Sianida (daun + umbi singkong , gaplek,
gadung, rebung, daun ketela, kecipir, dan terung) ; kelompok
Mimosin (pete cina dan lamtoro) ; kelompok Isothiosianat (daun
pepaya) dan kelompok Asam (jeruk nipis, belimbing wuluh dan
cuka).
4) Faktor Zat Gizi Lain
Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai
tahap pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap
transportasi hormon. Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam
serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 % T3 dalam keadaan bebas.
Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan tingginya T3 dan T4
bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH maka
hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.
d. Penanggulangan GAKI
Penyebab utama terjadinya GAKI adalah kekurangan iodium.
Iodium merupakan salah satu unsur mineral mikro yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Namun
apabila diabaikan dapat menimbulkan efek atau dampak yang cukup
berpengaruh dalam kehidupan semua orang dan korban penderita GAKI
akan menjadi beban semua orang yang ada disekitar kehidupannya.
27
Ada beberapa pendapat yang salah dan kenyataan yang
berbeda. Pendapat yang salah, misalnya, garam beryodium dapat
mengobati GAKI seperti kretin, namun kenyataan GAKI tidak dapat
diobati kecuali hanya dicegah. Juga pendapat yang salah, bahwa
mengkonsumsi iodium sangat berbahaya, kenyataannya mengkonsumsi
iodium, melalui garam beriodium dalam jangka lama tidak berbahaya.
Pemecahan masalah sebenarnya sangat sederhana, berikan
satu sendok iodium pada setiap orang yang membutuhkan, dan terus
menerus. Karena iodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu
lama, dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus
berlangsung terus menerus.
Pada daerah kekurangan iodium endemik akibat tanah dan hasil
panen serta rumput untuk makanan ternak tidak cukup kandungan
iodiumnya untuk dikonsumsi oleh penduduk setempat, maka
suplementasi dan fortifikasi iodium yang diberikan terus menerus sangat
tinggi angka keberhasilannya.
Yang paling sering digunakan untuk melawan GAKI adalah
program garam beriodium dan suplementasi minyak beriodium. Pilihan
pertama tentunya dengan garam beriodium karena biayanya sangat
murah, dan teknologinya mudah. Untuk suplementasi minyak beriodium,
keuntungannya praktis, sebaiknya hanya untuk intervensi pada populasi
yang berisiko, walaupun mudah pemakaiannya, namun memerlukan
teknologi yang lebih rumit.
Penyuluhan kesehatan secara berkala pada masyarakat perlu
dilakukan, demikian juga perlu diberikan penjelasan pada pembuat
28
keputusan, dan tentunya juga diberikan tambahan pengetahuan kepada
tenaga kesehatan.
Selanjutnya yang penting juga adalah penelitian tentang GAKI
dengan pendekatan multidisiplin, baik klinis, eksperimental maupun
epidemiologi, untuk menemukan cara yang terjamin dan mudah
penerapannya.
GAKI yang terlihat di masyarakat atau populasi, hanya sebagai
puncak gunung es. Di daerah endemik, gondoklah yang terlihat dari
bagian puncak gunung es tersebut, namun efek dari kekurangan iodium
yang utama yaitu kerusakan otak merupakan komponen yang
tersembunyi dan tidak terlihat .
5. Obesitas
a. Pengertian
Obesitas ( kegemukan ) adalah keadaan terdapatnya
timbunan lemak berlebihan dalam tubuh. Secara klinik biasanya
dinyatakan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2.
Untuk orang Asia, kriteria obesitas apabila IMT > 25kg/m2. Korelasi
antara IMT dengan lemak tubuh sangat erat ( r 0,7-0,8 ). Untuk
praktisnya pengukuran lemak tubuh digunakan lingkar pinggang atau
indeks masa tubuh.
Berbagai komplikasi obesitas lebih erat hubungannya dengan
obesitas sentral, yang penetapannya paling baik dengan mengukur
lingkar pinggang. Apabila lingkar pinggang > 90 cm pada pria dan >
80 cm pada wanita, sudah termasuk obesitas sentral (untuk orang
Asia). Masa kini banyak orang beranggapan kegemukan dapat
29
mengurangi keindahan tubuh, mengurangi kelincahan gerak tubuh
dan sering lebih mudah menimbulkan kelelahan. Selain itu kelebihan
berat badan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan dan
dihubungkan dengan meningkatnya bermacam penyakit seperti :
diabetes mellitus (DM) (penyakit gula), hipertensi, penyakit jantung
koroner dan stroke. Pada wanita bisa terjadi kelainan haid, keputihan,
kemandulan serta penyakit kulit di lipatan paha dan payudara.
Obesitas juga sering dihubungkan dengan gangguan pernapasan,
rematik, varises, hernia dan penyakit batu empedu.
Para peneliti mendapatkan risiko untuk menderita DM baik
pada pria maupun wanita menjadi naik beberapa kali berhubungan
dengan kenaikan IMT. Terdapat hubungan yang kuat antara IMT
dengan hipertensi. Wanita yang obese memiliki risiko hipertensi 3 - 6
kali dibanding wanita dengan berat badan normal. Kelebihan berat
badan juga berhubungan dengan kematian (20-30&) karena penyakit
kardiovaskuler. Pria dan wanita yang overweight atau obese
mempunyai risiko 2-3 kali terkena penyakit kardiovaskuler. Pada
remaja berisiko lebih dari 2 kali lipat meninggal karena penyakit
jantung koroner pada masa dewasa. Obesitas juga mengurangi
kualitas hidup, seperti stroke, artritis (radang sendi), batu empedu,
kesulitan bernafas, masalah kulit, infer- tilitas, masalah psikologis,
mangkir kerja dan pemanfaatan sarana kesehatan.
Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi
Obesitas Indonesia (HISOBI) th.2004 mendapatkan angka prevalensi
obesitas (IMT=/>30 kg/m2) 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada
30
wanita. Prevalensi lingkar pinggang =/> 90cm sebesar 41,2% pada
pria dan =/> 80cm sebesar 53,3% pada wanita. Bila tren seperti
sekarang ini berjalan terus, maka tahun 2025 tidak mustahil 40 % dari
penduduk Indonesia akan menyandang gelar "obese".
Saat ini kita hidup pada masa berat badan lebih ( IMT 23 -
24,9 ) dan obesitas. ( IMT 25 - 30 ) sudah menjadi suatu epidemi,
dengan dugaan peningkatan prevalensi obesitas akan mencapai 50
% pada tahun 2025 bagi negara-negara maju.
b. Faktor Terjadinya
Terjadinya obesitas karena faktor genetik dan lingkungan.
Anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas.
Bila kedua orang tua obese, sekitar 80% anak-anak mereka akan
menjadi obese. Bila salah satu orang tua obese, menjadi 40% dan
bila orang tuanya tidak obese prevalensi obese untuk anak turun
menjadi 14%. Sampai saat ini sudah diketahui 7 gen penyebab
obesitas pada manusia : leptin receptor, melanocortin receptor-4
(MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alpha MSH),
prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl, dan
Dunnigan partial lypo-dystrophy.
Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab
terjadinya obesitas adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma
(neurologik atau psikologik), obat-obatan (golongan steroid), sosial
ekonomi.
31
c. Penanganan
Obesitas merupakan hasil dari proses yang berjalan
menahun, sehingga penanganannya tidak akan efektif bila hanya
dalam waktu singkat. Penurunan berat badan sampai 1 kg per
minggu sudah cukup sebagai parameter keber-hasilan penurunan
berat badan. Kita harus mewaspadai adanya sindroma Yoyo, yaitu
penurunan berat badan yang berlebihan akan menyebabkan defisit
energi mendadak dan akan berisiko naiknya kembali berat badan.
Penurunan berat badan bersifat individual, tergantung pada umur,
berat badan awal dan adanya usaha penurunan berat badan
sebelumnya serta ada tidaknya penyakit penyerta. Sasaran
penurunan berat badan yang realistik adalah 5-10% dari berat badan
awal dalam kurun waktu 6-12 bulan. Garis besar penanganan
obesitas terdiri dari intervensi diet, aktivitas fisik, perubahan perilaku,
Farmakoterapi dan Intervensi bedah.
d. Intervensi Diet.
Pengaturan makan merupakan tiang utama penanganan
obesitas, oleh sebab itu perlu ditekankan pada penderita bahwa
kosistensi pengaturan makan jangka panjang sangat menentukan
keberhasilan pengobatan. Keberhasilan pengobatan dievaluasi
minimal dalam jangka waktu 6 bulan. Dua macam nutrisi medik yang
efektif untuk menurunkan berat badan, yaitu Low Calorie balance
Diets (LCD),Very Low Calorie Diets (VLCD), Low Calorie balance
Diets (LCD).
32
Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi asupan lemak dan
karbohidrat. Dapat diberikan 1200-1600 kkal/hari dengan protein 1
g/kg BB, lemak 20-25% dari kalori total dan sisa- nya karbohidrat.
Beberapa rekomendasi praktis dapat dilakukan untuk mencapai
sasaran diet : makan setidaknya 5-7 porsi buah dan sayuran perhari.
Makan 25-30 gram serat perhari (dari buah/sayur, roti gandum,
sereal, pasta dan kacang-kacangan. Untuk sumber karbohidrat hasil
proses, pilihlah roti gandum.Minum sedikitnya 8 gelas sehari. Makan
sedikitnya 2 porsi perhari hasil olahan susu rendah lemak. Pilih
protein rendah lemak seperti ayam tanpa kulit, kalkun dan produk
kedelai. Sebaiknya makan daging lebih sedikit. Makan ikan
setidaknya 2 kali seminggu. Asupan garam maksimum 2.400 mg
perhari.
e. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik aktif berupa aktivitas yang rutin, merupakan
bagian penting dari program penurunan berat badan. Olahraga juga
dapat mengurangi rata-rata angka kesakitan dan kematian beberapa
penyakit kronik. Dokter dapat menekan-kan urgensinya aktivitas fisik
pada penderita, dan menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik
paling sedikit 150 menit perminggu. Latihan fisik saja sudah dapat
menurunkan berat badan rata-rata 2-3 kg. Perubahan perilaku
merupakan usaha maksimal untuk menerapkan aspek non -
parmakologis dalam pengelolaan penyakit. Perencanaan makan dan
kegiatan jasmani merupakan aspek penting dalam terapi non-
farmakologis.
33
Penderita agar menyadari untuk mengubah perilaku, karena
keberhasilan penurunan berat badan ini sangat dipengaruhi oleh
faktor dirinya sendiri, kedisiplinan mengikuti program diet serta
kesinambungan pengobatan. Motivasi penderita sangat menentukan
keberhasilan upaya penurunan berat badan.
f. Farmakoterapi.
Tiga mekanisme dapat digunakan untuk mengklasifikasi obat-
obatan untuk terapi obesitas adalah terapi yang mengurangi asupan
makanan, yang mengganggu metabolisme dengan cara
mempengaruhi proses pra atau pascaabsorbsi. Terapi yang
meningkatkan pengeluaran energi atau termogenesis.
Obat yang tersedia saat ini Orlistat : yang menghambat lipase
pankreas (enzim yang dihasilkan kelenjar ludah perut) dan akan
menyebabkan penurunan penyerapan lemak sampai 30%. Efedrin
dan kafein : meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan
konsumsi oksigen sekitar 10% selama beberapa jam. Pada uji klinis
efedrin dan kafein menghasil kan penurunan berat badan lebih besar
dibanding kelompok plasebo. Diperkirakan 25 - 40% penurunan berat
badan oleh karena termogenesis dan 60-75% karena pengurangan
asupan makanan. Efek samping utama adalah peningkatan nadi dan
perasaan berdebar-debar yang terjadi pada sejumlah penderita.
Sibutramin, menurunkan energy intake dan mempertahankan
penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Pada
penelitian ternyata terbukti sibutramin menurunkan asupan makanan
dengan cara mempercepat timbulnya rasa kenyang dan
34
mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan
berat badan.
g. Intervensi Bedah.
Intervensi bedah untuk mengatasi masalah obesitas
sebenarnya telah diterapkan sejak th.1960 dengan bedah pintas
lambung. Hanya karena teknologi bedah saat itu masih terbatas,
membuat operasi ini hampir selalu berujung pada kematian pasien.
Ada beberapa pilihan pembedahan seperti Laparoscopic Adjustable
Gastric Binding, Vertical Banded Gastroplasty, Roux-en-Y gastric
bypass. Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, merupakan
tindakan bedah generasi mutakhir untuk menangani penderita
dengan obesitas yang berat, dimana hanya dengan membuat
lubang/irisan kecil diperut (diameter 0,5-1,0 cm). Dengan pita/ plaster
silikon yang dilekatkan seputar lambung bagian atas, sehingga
terbentuk satu kantong kecil. Apabila penderita makan, kantong kecil
tadi akan cepat penuh dan ini akan memberikan sensasi kenyang.
Pengosongan makanan dari kantong kecil tersebut akan
secara pelan-pelan melalui ikatan yang dibuat dan penderita tidak
akan merasa lapar sampai beberapa jam. Dengan intervensi bedah
ini, diharapkan dapat menurunkan berat badan dari 20 kg sampai
lebih dari 100kg.
35
BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
A. Jenis dan Rancangan
Jenis pengumpulan data ini adalah observasional dengan rancangan
penelitian cross sectional.
B. Lokasi dan Waktu
Lokasi pengambilan data adalah di Kecamatan Gamping, pada tiga
dusun, yaitu Plumbon, Sorowajan dan Karangbendo. Waktu pengambilan
data pada tanggal 8 – 13 November 2010.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam pengumpulan data dasar ini adalah semua balita, ibu
hamil, dan usila di Kecamatan Gamping, Kecamatan Gamping
Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
2. Sampel
Sampel yang diambil adalah sebagian dari balita, ibu hamil, dan
Usila yang berada di Kecamatan Gamping, Kecamatan Gamping.
Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling dengan
ketentuan setiap mahasiswa 20 balita, 10 lansia dan 5 ibu hamil.
Khusus untuk pengambilan sampel ibu hamil disesuaikan dengan
jumlah ibu hamil yang ada.
36
a) Balita sebanyak 260 balita
Dusun Sorowajan : 80 balita
Dusun Plumbon : 80 balita
Dusun Karangbendo : 100 balita
b) Ibu hamil sebanyak 34 orang
Dusun Sorowajan : 8 orang
Dusun Plumbon : 14 orang
Dusun Karangbendo : 12 orang
c) Usila sebanyak 130 orang
Dusun Sorowajan : 40 orang
Dusun Plumbon : 40 orang
Dusun Karangbendo : 50 orang
D. Data yang Dikumpulkan
1. Balita
Pada balita data yang dikumpulkan meliputi data :
a. Berat Badan
b. Tinggi Badan
c. Umur (Tanggal lahir)
d. Jenis Kelamin
e. Penyakit yang diderita dalam 1 bulan terakhir
f. Pemberian ASI
g. Tingkat Pengetahuan Ibu Balita atau pengasuh
h. Intake Energi Balita
i. Intake Protein Balita
37
j. Intake Karbohidrat balita
k. Intake Lemak balita
2. Ibu Hamil
Pada Ibu Hamil data yang dikumpulkan meliputi data :
a. LILA (Lingkar Lengan Atas)
b. Berat badan
c. Umur ibu
d. Umur kehamilan
e. Tinggi badan
f. Status gizi Ibu hamil
g. Paritas
h. Intake energi ibu hamil
i. Intake protein ibu hamil
j. Intake Fe ibu hamil
k. Tingkat pengetahuan ibu hamil
l. Tingkat pendidikan ibu hamil
3. Usila
Pada usila data yang dikumpulkan meliputi data :
a. Berat Badan
b. Tinggi Badan atau rentang lengan
c. Umur
d. Jenis Kelamin
e. Status gizi dengan IMT
f. Kebiasaan makan lansia
g. Aktivitas fisik (olah raga)
38
h. Status kesehatan atau penyakit yang diderita.
E. Definisi Operasional
1. Masalah Gizi pada Balita
a. Status Gizi Balita
Adalah tingkat keadaan gizi anak usia 0-5 tahun yang dinyatakan
sebagai persen perbandingan berat badan balita tersebut dengan baku
berat badan menurut umur (WHO-NCHS).
Parameter:
1) Gizi Lebih >+ 2SD
2) Gizi Baik ≥-2 SD sampai +2SD
3) Gizi Kurang <-2 SD sampai ≥-3SD
4) Gizi Buruk <-3SD
Skala: Ordinal
b. Intake Energi Balita
Adalah gambaran jumlah intake energi dari makanan setiap hari, yang
dinyatakan sebagai perbandingan rata-rata intake energi dengan
kecukupan kalori tiap kelompok balita perhari.
Intake Kalori= Asupankalori per hariKecukupankalori perhari
x100 %
Parameter:
1) Kurang jika asupan kalori < 80%
2) Baik/Cukup/Normal jika asupan kalori 80-110%
3) Lebih jika asupan kalori > 110%
Skala: ordinal
39
c. Intake Protein Balita
Adalah jumlah protein dari makanan setiap hari yang dinyatakan
sebagai persen perbandingan rata-rata intake protein dengan
kecukupan protein tiap individu perhari.
Intake protein= Asupan protein per hariKecukupan protein perhari
x100 %
Parameter:
1) Kurang jika asupan kalori < 80%
2) Baik/Cukup/Normal jika asupan kalori 80-110%
3) Lebih jika asupan kalori > 110%
Skala: ordinal
d. Intake Karbohidrat Balita
Adalah jumlah karbohidrat dari makanan setiap hari yang dinyatakan
sebagai persen perbandingan rata-rata intake karbohidrat dengan
kecukupan karbohidrat tiap individu perhari.
Intakekarbohidrat= Asupankarbohidrat per hariKecukupankarbohidrat perhari
x100 %
Parameter:
4) Kurang jika asupan kalori < 80%
5) Baik/Cukup/Normal jika asupan kalori 80-110%
6) Lebih jika asupan kalori > 110%
Skala: ordinal
e. Intake Lemak Balita
Adalah jumlah lemak dari makanan setiap hari yang dinyatakan
sebagai persen perbandingan rata-rata intake lemak dengan
kecukupan lemak tiap individu perhari.
40
Intake lemak= Asupan lemak per hariKecukupan lemak perhari
x100 %
Parameter:
7) Kurang jika asupan kalori < 80%
8) Baik/Cukup/Normal jika asupan kalori 80-110%
9) Lebih jika asupan kalori > 110%
Skala: ordinal
f. Pengetahuan Gizi Ibu Balita atau Pengasuhnya
Adalah pengetahuan ibu balita atau pengasuhnya tentang gizi yang
diukur dari kemampuan ibu dalam menjawab soal-soal atau
pertanyaan kuesioner yang diajukan
Parameter:
1) Kurang jika skor < 75%
2) Baik jika skor >75%
Skala : Ordinal
2. Masalah Gizi pada Ibu Hamil
a. Status Gizi Ibu Hamil
Adalah gambaran keadaan gizi dari bumil yang dinilai dengan indeks
LILA.
Parameter : ≥ 23,5 cm = Tidak beresiko KEK
< 23,5 cm = Beresiko KEK
Skala : Ordinal
b. Intake Protein Ibu Hamil
Adalah gambaran jumlah intake protein dalam makanan setiap hari,
yang dinyatakan sebagi % perbandingan rata-rata intake protein
dengan kecukupan protein tiap kelompok perhari.
41
Intake Protein = Asupan Protein per hariKecukupan Protein per hari
×100%
Parameter :
1) Kurang jika asupan kalori < 80%
2) Baik/Cukup/Normal jika asupan kalori 80-110%
3) Lebih jika asupan kalori > 110%
Skala: ordinal
c. Intake Energi Ibu Hamil
1) Kurang jika asupan kalori < 80%
2) Baik/Cukup/Normal jika asupan kalori 80-110%
3) Lebih jika asupan kalori > 110%
Skala: Ordinal
d. Pengetahuan Gizi Ibu Hamil
Adalah pengetahuan ibu hamil tentang gizi yang diukur dari
kemampuan ibu dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan evaluasi
yang diajukan.
Parameter :
1) Kurang jika skor <75%
2) Baik jika skor >75%
Skala : Ordinal
3. Massalah Gizi pada Usila
a. Status Gizi Usila
Adalah gambaran keadaan gizi usila yang dinilai dengan indeks
massa tubuh (IMT).
Parameter : Kurus, IMT <18,50
Normal, IMT = 18,50-25,00
42
Gemuk, IMT > 25,00
IMT = Asupan Protein per Hari
(Tinggi Badan (cm) )2
Skala : Ordinal
F. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data primer
1) Balita
Meliputi data berat badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin,
pemberian ASI, pola makan, serta pengetahuan ibu balita atau
pengasuh balita.
2) Ibu Hamil
Meliputi data usia kehamilan, konsumsi tablet Fe, LILA (Lingkar
Lengan Atas), berat badan, umur ibu, tinggi badan, tingkat
pengetahuan ibu hamil.
3) Usila
Meliputi data jenis kelamin, berat badan, tinggi badan atau rentang
lengan atau tinggi lutut, umur, status gizi, fekuensi oleh raga dalam
satu minggu, kebiasaan makan, dan penyakit yang diderita
responden.
2. Data sekunder
Data monografi dan demografi Kecamatan Gamping
43
2. Cara Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer yang berupa identitas keluarga dan sampel, tingkat
pengetahuan, riwayat penyakit yang pernah diderita diperoleh dengan
wawancara menggunakan kuesioner. Sedangkan status gizi untuk
balita dengan menimbang berat badan menggunakan timbangan injak
dan timbangan dacin. Pengukuran tinggi badan menggunakan metlin
atau microtoice. Sedangkan untuk mengukur rentang lengan
menggunakan alat metlin. Data konsumsi makanan atau asupan gizi
diperoleh dengan recall menu selama 1 hari.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari kecamatan, kelurahan, dan Puskesmas
setempat.
G. Instrumen
Data Gizi pada Balita
a. Status GIzi
1) Tinggi Badan : Mikrotoa atau metlin
2) Berat Badan : Timbangan injak dan dacin
3) Umur : Kuesioner
b. Asupan Gizi (energi dan protein) dengan pencatatan recall 1 x 24 jam,
menggunakan form recall.
c. Pengetahuan ibu atau pengasuh dan pemberian ASI dengan
menggunakan kuesioner.
44
3. Data Gizi pada Ibu Hamil
a. Status Gizi:
1) Mengukur LILA (Lingkar Lengan Atas): Pita ukur LILA
2) Umur dengan menggunakan kuesioner
b. Asupan Gizi (energi dan protein) dengan pencatatan recall 1 x 24 jam,
menggunakan form recall.
c. Pengetahuan Gizi Ibu
Untuk mengukur pengetahuan gizi Ibu maka dengan menggunakan
kuesioner
3. Usila
Status gizi usila:
a. Tinggi Badan : Mikrotoa atau metlin
b. Rentang Lengan : Metlin
c. Berat Badan : Timbangan injak dan dacin
d. Umur : Kuesioner
H. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
a. Editing
Pengoreksian data yang meliputi kelengkapan pengisian atau
jawaban yang tidak jelas yang dilakukan di tempat pengumpulan
data sehingga dapat dilakukan perbaikan.
b. Coding
Pengklasifikasikan hasil dengan cara memberi kode pada masing-
masing item untuk memudahkan pembacaan.
45
c. Tabulasi
Adalah memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai
dengan kriteria yang ditentukan.
2. Analisa Data
Analisa data dengan menggunakan analisis deskriptif dan tabel silang
untuk mengetahui hubungan antar variabel.
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Kecamatan Gamping dengan luas wilayah 819,333 Ha dan mencakup
11 dusun.
2. Demografi (Kependudukan : Jumlah Penduduk Total, Jumlah Askeskin)
Wilayah Kecamatan Gamping dibagi menjadi 11 dusun. Jumlah
penduduk dari pendataan bulan November 2010 sebanyak 32.693 jiwa
(Laki-laki 16.347 jiwa atau 50,006% dan perempuan 16.346 atau
49,998%) dengan jumlah kepala keluarga 8685 KK (KK laki-laki : 7603
KK dan KK perempuan: 1082 KK), sedangkan jumlah penduduk miskin
sebanyak 11.974 (36,62%).
Tabel 1: Distribusi Penduduk dengan Jaminan Kesehatan
di Kecamatan Gamping Tahun 2010
No Jenis Jamkesmas Jumlah Prosentase (%)
1 Askes 343 1,05
2 Jamkesmas 6.124 18,73
3 Jamkesos 1.763 5,39
4 Belum terjamin 24.463 74,83
(sumber: Puskesmas Gamping III)
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 74,83 %
penduduk di belum mempunyai jaminan kesehatan. Sedangkan untuk
penduduk miskin dari 11.947 jiwa penduduk miskin yang mendapatkan
47
jaminan kesehatan sebanyak 7887 jiwa atau baru mencapai 65,87 %
dari total penduduk miskin, jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin
terdiri dari Jamkesmas dan Jamkesos. Data peserta Jamkesmas yang
dikirim ke Puskesmas Gamping III sebesar 6124, sedang yang terdaftar
di SK Bupati Bantul hanya 6079 peserta (kapitasi Jamkesmas sejumlah
6079). Jumlah peserta Jamkesos sebanyak 1.763 turun sebesar 540
dibanding tahun sebelumnya.
3. Pencapaian Pembangunan Kesehatan
a. Derajat Kesehatan (Angka Kematian, Angka Kesakitan, Status
Gizi)
(1) Data Sepuluh Besar Penyakit
Gambar 1. Data 10 Besar Penyakit di Kecamatan Gamping
Tahun 2009
Sumber : Puskesmas Gamping III, 2009
Total penyakit menurut jumlah kunjungan sebanyak
19.705. Grafik di atas menunjukkan prosentase penyakit
terbesar adalah penyakit Comond Cold/JOO (22%) Sama
48
dengan tahun sebelumnya, tetapi dengan prosentase turun
sebesar 12%. Jika tahun 2008 peringkat ke2 adalah penyakit
jaringan gigi untuk tahun ini adalah penyakit Myalgia/M79.1
sebesar 9% kunjungan. Tetapi penyakit yang berhubungan
dengan mulut dan gigi masih cukup tinggi.
(2) SKDN BALITA
Dari data posyandu yang dikumpulkan diperoleh data SKDN
sebagai berikut :
Gambar. 2 Data SKDN di Kecamatan Gamping
Sumber : Puskesmas Gamping III, 2009
Grafik di atas menunjukkan jumlah kunjungan balita ke
posyandu sebesar 62,72% (D/S) hal ini menunjukkan partisipasi
masyakat masih kurang. Sedang balita yang naik berat
badannnya (N/D) sebesar 62,34 %, angka ini menunjukkan
keadaan kesehatan Balita masih kurang.
(3) Status Gizi Balita Bulan Pebruari di Puskesmas Gamping III
49
Gambar 3. Data Status Gizi Balita di Kecamatan Gamping Bulan
Pebruari Tahun 2009
Sumber : Puskesmas Gamping III, 2009
Jumlah Balita keseluruhan di wilayah Puskesmas Gamping
III pada bulan Pebruari 2009 sebanyak 1998 sedangkan yang
datang menimbang sebayak 1626 Balita (81,38%). Penilaian
status gizi menggunakan pedoman WHO-NCHS, dengan standar
tersebut, dapat dilihat bahwa status Gizi Balita laki-laki dan
perempuan hampir tidak ada perbedaan. Jumlah Balita dengan
Gizi Baik 72,23% , balita gizi buruk sebesar 0,15%, Baita gizi
kurang 6,76%, Balita gizi lebih sebesar 2,10%.
(4) ASI Eksklusif
Belum semua bayi umur 0-6 bulan di wilayah Puskesmas
Gamping III diberi ASI Eksklusif, hanya sekitar 60 %. Tetapi
angka ini sudah mengalami kenaikan dibanding tahun 2008 yang
hanya sebesar 48,29%. Kemungkinan kenaikan ini disebabkan di
beberapa dusun sudah dibentuk Kelompok Pendukung Ibu
50
Menyusui, yang kegiatan di dalamnya memberikan pengetahuan
kepada ibu dari masalah kehamilan sampai masalah pemberian
makan pada anak.
4. Status Ekonomi Sampel
Jumlah sampel pada penelitian data dasar adalah 336 Kepala Keluarga
yang terbagi atas:
a. Keluarga miskin = 28,87% (97 KK)
b. Keluarga tidak miskin = 71,13% (239 KK)
28.87 %
71.13 %
STATUS EKONOMI
GakinTidak Gakin
Gambar 4. Proporsi Keluarga Miskin dan Tidak Miskin di Kecamatan
Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
5. Penggunaan Garam Sampel
1) Penggunaan Garam Beryodium Sampel
51
Jumlah sampel pada penelitian data dasar adalah 336 Kepala
Keluarga yang terbagi atas:
a. Keluarga yang menggunakan garam beryodium memenuhi syarat
adalah 83,93% (282 KK)
b. Keluarga yang menggunakan garam beryodium tidak memenuhi
syarat adalah 14,29% (48 KK)
c. Keluarga yang tidak menggunakan garam beryodium adalah 1,79%
(6 KK)
83.93 %
14.29 %1.79 %
PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM
Beryodium memenui syarat (>30 ppm)Beryodium tidak memenui syarat (<30 ppm)Tidak Beryodium
Gambar 5. Proporsi Penggunaan Garam Beryodium
di Kecamatan Gamping Tahun 2010
2) Penggunaan garam beryodium pada keluarga miskin
Jumlah sampel pada penelitian data dasar adalah keluarga miskin
sebesar 97 Kepala Keluarga yang terbagi atas:
a. Keluarga miskin yang menggunakan garam beryodium memenuhi
syarat adalah 89% (86 KK)
52
b. Keluarga miskin yang menggunakan garam beryodium tidak
memenuhi syarat adalah 11% (11 KK)
c. Tidak ada keluarga miskin yang tidak menggunakan garam
beryodium
89%
11%
PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM PADA KELUARGA MISKIN
Beryodium memenui syarat (>30 ppm)Beryodium tidak memenui syarat (<30 ppm)Tidak Beryodium
Gambar 6. Proporsi Penggunaan Garam Beryodium Pada Keluarga Miskin
di Kecamatan Gamping Tahun 2010
3) Penggunaan garam beryodium pada keluarga tidak miskin
Jumlah sampel pada penelitian data dasar adalah keluarga tidak miskin
sebesar 239 Kepala Keluarga yang terbagi atas:
a. Keluarga tidak miskin yang menggunakan garam beryodium
memenuhi syarat adalah 82% (196 KK)
b. Keluarga tidak miskin yang menggunakan garam beryodium tidak
memenuhi syarat adalah 15% (36 KK)
c. Keluarga tidak miskin yang tidak menggunakan garam beryodium
adalah 3% (7 KK)
53
82%
15% 3%
TIDAK GAKIN
Beryodium memenui syarat (>30 ppm)
Beryodium tidak memenui syarat (<30 ppm)
Tidak Beryodium
Gambar 7. Proporsi Penggunaan Garam Beryodium Pada Keluarga Tidak Miskin
di Kecamatan Gamping Tahun 2010
6. Cara Penyimpanan Garam Sampel
1) Cara penyimpanan garam beryodium (>30 ppm)
Keluarga yang menggunakan garam beryodium >30 ppm, sebesar 282
Kepala Keluarga, yaitu:
a. Keluarga yang menyimpan garam beryodium tertutup tidak
kena sinar matahari adalah 61% (172 KK)
b. Keluarga yang menyimpan garam beryodium tertutup terkena
sinar matahari adalah 30% (85 KK)
c. Keluarga yang menyimpan garam beryodium dibiarkan terbuka
adalah 9% (25 KK)
54
61%
30%
9%
CARA PENYIMPANAN GARAM BERYODIUM (>30ppm)
Tertutup tidak terkena sinar matahariTertutup terkena sinar marahariDibiarkan terbuka
Gambar 8. Proporsi Penyimpanan Garam Beryodium >30 ppm
di Kecamatan Gamping Tahun 2010
2) Cara penyimpanan garam beryodium (<30 ppm)
Keluarga yang menggunakan garam beryodium <30 ppm, sebesar 48
Kepala Keluarga, yaitu:
a. Keluarga yang menyimpan garam beryodium tertutup tidak kena sinar
matahari adalah 67% (32 KK)
b. Keluarga yang menyimpan garam beryodium tertutup terkena sinar
matahari adalah 14% (7 KK)
c. Keluarga yang menyimpan garam beryodium dibiarkan terbuka
adalah 19% (9 KK)
55
67%
15%
19%
CARA PENYIMPANAN GARAM BERYODIUM (<30ppm)
Tertutup tidak terkena sinar matahariTertutup terkena sinar marahariDibiarkan terbuka
Gambar 9. Proporsi Penyimpanan Garam Beryodium <30 ppm
di Kecamatan Gamping Tahun 2010
3) Cara penyimpanan garam tidak beryodium
Keluarga yang tidak menggunakan garam beryodium, sebesar 6 Kepala
Keluarga, yaitu:
a. Keluarga yang menyimpan garam beryodium tertutup tidak kena sinar
matahari adalah 67% (4 KK)
b. Keluarga yang menyimpan garam beryodium tertutup terkena sinar
matahari adalah 16% (1 KK)
c. Keluarga yang menyimpan garam beryodium dibiarkan terbuka
adalah 17% (1 KK)
56
67%
17%
17%
CARA PENYIMPANAN GARAM TIDAK BERY-ODIUM
Tertutup tidak terkena sinar matahariTertutup terkena sinar marahariDibiarkan terbuka
Gambar 10. Proporsi Penyimpanan Garam Tidak Beryodium
di Kecamatan Gamping Tahun 2010
B. Balita
1. Sex Ratio
50%50%
PROSENTASE JENIS KELAMIN BALITA
Laki-lakiPerempuan
Gambar 11. Sex Ratio Balita di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Berdasarkan diagram pie di atas, diketahui bahwa rasio jenis
kelamin balita laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Artinya proporsi
sampel balita laki-laki dan perempuan seimbang.
57
2. Penyakit pada Balita
BATUK PILEK PANAS DIARE0
50
100
150
200
250
93
127
91
15
167
133
169
245
YATIDAK
Gambar 12. Penyakit pada Balita Selama 1 Bulan Terakir
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Berdasarkan diagram batang mengenai penyakit balita 1 bulan
terakhir, balita yang menderita sakit batuk sebanyak 93 anak, sedangkan
yang menderita pilek sebanyak 127 anak, untuk yang menderita panas
sebanyak 91 anak dan balita yang diare sebanyak 15 anak.
3. Pengetahuan Ibu Balita
Tabel 2. Pengetahuan ibu BalitaKategori Jumlah Prosentase (%)
Kurang 10 3,85
Cukup 181 69,62
Baik 69 26,54
Jumlah 260 100,00
58
4%
70%
27%
PROSENTASE PENGETAHUAN IBU BALITA
kurang cukup baik
Gambar 13. Pengetahuan Ibu Balita
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Pengetahuan ibu balita ditentukan berdasarkan hasil pengisian kuisioner
kepada ibu balita. Kuisioner tersebut berjumlah 20 pertanyaan tertutup. Data
yang diperoleh dari kuisioner tersebut telah disajikan dalam diagram pie
diatas. Dengan hasil ibu balita yang berpengetahuan kurang sebesar 4%, ibu
balita yang memiliki pengetahuan cukup sebesar 70%, dan ibu balita yang
memiliki pengetahuan baik sebesar 26%. Jadi dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar ibu balita memiliki pengetahuan cukup.
59
4. Status Gizi Balita
2%8%
79%
12%
STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BB/TB
Kurus SekaliKurus NormalGemukGemuk Sekali
Gambar 14. Status Gizi Balita Berdasarkan BB/ TB
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Berdasarkan parameter berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB), status gizi balita dengan kriteria kurus sekali sebesar 2% dengan
jumlah balita 4, balita yang status gizinya kurus ada 8% dengan jumlah
balita 21, balita yang memiliki staus gizi normal sebanyak 79% dengan
jumlah balita 205, dan balita yang gemuk sebesar 11% dengan jumlah
balita 30. Sedangkan balita dengan status gizi gemuk sekali tidak
ditemukan. Jadi, sebagian besar balita berdasarkan pengukuran berat
badan per tinggi badan menunjukkan status gizi normal.
60
3% 12%
80%
5%
STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN BB/U
Gizi BurukGizi KurangGizi BaikGizi Lebih
Gambar 15. Status Gizi Balita Berdasarkan BB/ U
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Berdasarkan parameter berat badan menurut umur (BB/U), status gizi
balita dengan kriteria gizi buruk sebesar 3% dengan jumlah balita 8, balita
yang memiliki status gizi kurang ada 12% dengan jumlah balita 31, balita
yang memiliki status gizi baik sebanyak 80% dengan jumlah balita 208, dan
balita yang status gizinya lebih sebesar 5% dengan jumlah balita 13. Jadi,
sebagian besar balita berdasarkan pengukuran berat badan menurut umur
menunjukkan status gizi baik.
61
22%
78%
STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN TB/U
STUNTEDNORMAL
Gambar 16. Status Gizi Balita Berdasarkan TB/U
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Berdasarkan parameter tinggi badan menurut umur (BB/U), status
gizi balita yang stunted sebesar 22% dengan jumlah balita 58, sedangkan
balita yang status gizinya normal sebesar 78% dengan jumlah balita 202.
Jadi, sebagian besar balita berdasarkan pengukuran tinggi badan
menurut umur menunjukkan status gizi normal.
5. Kecukupan Zat Gizi yang Dikonsumsi Balita
Pengukuran kecukupan zat gizi merupakan hasil perbandingan
antara jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi dan angka kecukupan zat
gizi (AKG) tersebut menurut umur.
62
56%
27%
17%
ENERGI
KurangBaikLebih
Gambar 17. Tingkat Kecukupan Energi Balita
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisis kecukupan energi dari hasil recall 1x 24 jam, diketahui
balita dengan kecukupan energy yang kurang sebesar 56% yaitu 146
balita dan balita dengan kecukupan energy yang baik sebanyak 27%
yaitu sebanyak 71 balita, sedangkan balita yang kecukupan energinya
lebih ada 17% yaitu sebanyak 43 balita. Jadi, sebagian besar balita
kecukupan energi kurang.
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah manifestasi dari
kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta
adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi
primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada
umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta
rendahnya pengetahuan dibidang gizi.
63
28%
7%65%
PROTEIN
KurangBaikLebih
Gambar 18. Tingkat Kecukupan Protein Balita
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisis kecukupan protein dari hasil recall 1x 24 jam, diketahui
balita dengan kecukupan protein yang kurang sebesar 28% yaitu 73 balita
dan balita dengan kecukupan protein yang baik sebanyak 7% yaitu
sebanyak 17 balita, sedangkan balita yang kecukupan proteinnya lebih
ada 65% yaitu sebanyak 170 balita. Jadi, sebagian besar balita
kecukupan protein lebih.
65%
18%
17%
KARBOHIDRAT
KurangBaikLebih
Gambar 19. Tingkat Kecukupan Karbohidrat Balita
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
64
Analisis kecukupan karbohidrat dari hasil recall 1x 24 jam,
diketahui balita dengan kecukupan karbohidrat yang kurang sebesar 65%
yaitu 169 balita dan balita dengan kecukupan karbohidrat yang baik
sebanyak 18% yaitu sebanyak 47 balita, sedangkan balita yang
kecukupan karbohidratnya lebih ada 17% yaitu sebanyak 44 balita. Jadi,
sebagian besar balita kecukupan karbohidrat kurang.
48%
29%
23%
LEMAK
KurangBaikLebih
Gambar 20. Tingkat Kecukupan Lemak Balita
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Berdasarkan analisis kecukupan lemak dari hasil recall 1x 24 jam,
diketahui balita dengan kecukupan lemak yang kurang sebesar 48% yaitu
125 balita dan balita dengan kecukupan lemak yang baik sebanyak 29%
yaitu sebanyak 76 balita, sedangkan balita yang kecukupan lemaknya
lebih ada 23% yaitu sebanyak 58 balita. Jadi, sebagian besar balita
kecukupan lemak kurang.
65
65%
18%
16%
Fe
KurangBaikLebih
Gambar 21. Tingkat Kecukupan Fe Balita
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Berdasarkan analisis kecukupan fe dari hasil recall 1x 24 jam,
diketahui balita dengan kecukupan fe yang kurang sebesar 65% yaitu 170
balita dan balita dengan kecukupan fe yang baik sebanyak 19% yaitu
sebanyak 48 balita, sedangkan balita yang kelebihan asupan fe ada 16%
yaitu sebanyak 42 balita. Jadi, sebagian besar asupan fe pada balita
adalah kurang.
66%
19%
15%
VITAMIN C
KurangBaikLebih
Gambar 22. Tingkat Kecukupan Vitamin C Balita
di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
66
Berdasarkan analisis kecukupan vitamin C dari hasil recall 1x 24
jam, diketahui balita dengan kecukupan vitamin C yang kurang sebesar
66% yaitu 172 balita dan balita dengan kecukupan vitamin C yang baik
sebanyak 19% yaitu sebanyak 49 balita, sedangkan balita yang kelebihan
asupan vitamin C ada 15% yaitu sebanyak 39 balita. Jadi, sebagian besar
asupan vitamin C pada balita adalah kurang.
6. Hubungan antara Pengetahuan Ibu dan Pemberian ASI Ekslusif Terhadap
Sakit Balita selama 1 Bulan Terakhir
Pengetahuan Ibu Baik Pengetahuan Ibu Kurang Balita dengan ASI ekslusif Balita tanpa ASI ekslusif
134
37
87 8478
11
53
36
Sakit dalam 1 bulan terakhir Tidak Sakit
Gambar 23. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Sakit pada Balita
Kejadian sakit pada balita dipengaruhi oleh pengetahuan ibu dan
faktor pemberian ASI Ekslusifnya, Namun, dari data di atas diketahui bahwa
ibu dengan pengetahuan baik dan balita diberikan ASI Ekslusif, hasilnya
tetap banyak balita yang sakit. Hal ini disebabkan karena bebera hal,
diantaranya: faktor lingkungan dan pola asuh kurang baik.
67
7. Hubungan antara Pengetahuan, Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua
Terhadap Status Gizi Balita BB/U
Penget
ahuan
Ibu Baik
Penget
ahuan
Kurang
Pendidika
n Ibu Tin
ggi
Pendidika
n Ibu Ren
dah
Pendidika
n Bapak
Tinggi
Pendidika
n Bapak
Rendah
Ibu Bekerja
Ibu Tidak
Bekerja
Bapak
Bekerja
Bapak
Tidak
Bekerja
0
50
100
150
200
250
11 2 12 1 12 1 5 8 12 1
172
36
189
19
192
16
75
133
194
1429
1033
6
37
216 23
37
2
Status Gizi Kurang Staus Gizi Baik Staus Gizi Lebih
Gambar 24. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Berdasarkan Keadaan
Orang Tua
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita (BB/U)
berdasarkan keadaan orang tua, menunjukkan bahwa apabila pengetahuan
ibu baik maka menunjang status gizi anak yang baik pula. Selain itu,
pendidikan bapak dan ibu yang tinggi akan mempengaruhi status gizi balita
baik. Proporsi status gizi balita baik lebih dominan kepada ibu yang tida
bekerja, karena waktu mengasuh balita lebih maksimal dibandingkan ibu
yang tidak bekerja. Bapak yang bekerja mempengaruhi status gizi balita
baik, karena bapak yang bekerja memiliki penghasilan untuk menunjang
status gizi anak yang baik.
68
8. Hubungan antara Kejadian Sakit pada Balita Terhadap Status Gizi Balita
Balita Sakit Balita Tidak Sakit
8 5
133
75
30
9
Status Gizi Kurang Status Gizi Baik Status Gizi Lebih
Gambar 25. Kejadian Sakit pada Balita Terhadap Status Gizi Balita
Status gizi secara langsung diperngaruhi oleh asupan dan infeksi pada
balita. Namun, berdasarkan data di atas walaupun balita sakit, status gizinya
tetap baik.
9. Hubungan antara Kecukupan Energi dan Protein Terhadap Status Gizi Balita
BB/U
Kecukupan En
ergi Kuran
g
Kecukupan En
ergi Cukup
Kecukupan En
ergi Le
bih
Kecukupan Protein
Kurang
Kecukupan Protein
Cukup
Kecukupan Protein
Lebih
07 6 11
0 2
4151
116
132
15
61
213
24 27
210
Status Gizi Kurang Status Gizi Baik Status Gizi Lebih
Gambar 26. Kecukupan Energi dan Protein Terhadap Status Gizi
69
Kecukupan zat gizi yang dikonsumsi balita akan mempengaruhi
status gizi balita. Namun, berdasarkan data di atas ada beberapa hal
yang tidak sesuai dengan teori. Kecukupan energi dan protein kurang,
tetapi ada balita yang status gizinya lebih. Kecukupan energi dan
protein lebih, tetapi ada juga yang status gizinya kurang. Selain itu,
ada pula yang kecukupan proteinnya kurang, tetapi status gizinya
justru baik. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya: terjadi bias pada saat recall, seperti kurangnya
keterampilan pada saat melakukan recall, responden tidak jujur dan
faktor lupa.
C. Ibu Hamil
1. Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil tentang Gizi
6%
53%
41%
PENGETAHUAN IBU HAMIL
kurang cukup baik
Gambar 27. Prosentase Pengetahuan Ibu Hamil di Kecamatan Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Pengetahuan ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil pengisian
kuesioner yang beisi 20 pertanyaan tertutup. Data yang diperoleh dari
70
kuesioner tersebut disajikan dalam diagram pie diatas. Dari data tersebut
diperoleh hasil ibu hamil dengan pengetahuan kurang sebesar 6%, ibu hamil
dengan pengetahuan cukup sebesar 53%, dan ibu hamil dengan
pengetahuan baik sebesar 41%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ibu hamil di
Kecamatan Gamping memiliki pengetahuan cukup.
2. Status Gizi KEK pada Ibu Hamil Berdasarkan LILA
24%
76%
STATUS GIZI IBU HAMIL BERDASARKAN LILA
KEKTIDAK KEK
Gambar 28. Proporsi Status Gizi Ibu Hamil berdasarkan LILA di Kecamatan
Gamping Kecamatan Gamping Tahun 2010
Status gizi ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil pengukuran LILA
yang diukur menggunakan pita LILA. Data status gizi ibu hamil yang
diperoleh dari hasil pengukuran tersebut disajikan dalam diagram pie diatas.
Dari data tersebut diperoleh hasil sebesar 24% ibu hamil beresiko KEK dan
sebesar 76% ibu hamil tidak beresiko KEK. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
ibu hamil di Kecamatan Gamping tidak beresiko KEK.
71
3. Prosentase Gangguan Kehamilan
47%
53%
PROSENTASE GANGGUAN KEHAMILAN
Tanpa GangguanAda Gangguan
Gambar 29. Gambaran Gangguan Kehamilan di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Data Gangguan ibu hamil didapatkan dari wawancara dengan
panduan kuesioner mengenai ada tidaknya gangguan saat hamil. Data yang
diperoleh dari kuesioner tersebut disajikan dalam diagram pie diatas. Dari
data tersebut diperoleh hasil bahwa 47% ibu hamil tidak ada gangguan
kehamilan dan 53% ibu hamil mengalami gangguan kehamilan.
72
MUNTAH-MUNTAH
HEBAT
PENDARAHAN PD JLN KELUAR
KEJANG-KE-JANG
KELAINAN LETAK ANAK
LAINNYA
ADA 12 3 0 1 6
TIDAK ADA 22 30 34 33 28
3
8
13
18
23
28
33
12
30 1
6
22
3034 33
28
JENIS GANGGGUAN KEHAMILAN
Gambar 30. Jenis Gangguan Kehamilan di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Data mengenai gangguan ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil
wawancara dengan panduan kuesioner mengenai ada tidaknya gangguan
selama masa kehamilan. Data yang diperoleh dari kuesioner tersebut
disajikan dalam diagram batang diatas. Dari data tersebut diperoleh hasil ibu
hamil dengan gangguan muntah-muntah hebat sebanyak 12 orang,
pendarahan pada jalan keluar sebanyak 3 orang, kelainan letak anak
sebanyak 1 orang, dan gangguan lainnya sebanyak 6 orang serta tidak ada
ibu hamil yang mengalami gangguan kejang-kejang. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa gangguan yang paling banyak dialami ibu hamil di Kecamatan
Gamping adalah muntah-muntah hebat.
73
4. Kecukupan Zat Gizi Ibu Hamil
62%
24%
15%
ENERGI
KurangBaikLebih
Gambar 31. Analisa Kecukupan Energi Ibu Hamil di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisa kecukupan energi ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil
wawancara dengan form food recall 1x24 jam. Data yang diperoleh dari
wawancara tersebut disajikan dalam diagram pie di atas. Dari data tersebut
diperoleh hasil ibu hamil dengan kecukupan energi kurang sebesar 62%, ibu
hamil dengan kecukupan energi baik sebesar 23%, dan ibu hamil dengan
kecukupan energi lebih sebesar 15%. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kecukupan energi ibu hamil di Kecamatan Gamping kurang.
74
26%
24%
50%
PROTEIN
KurangBaikLebih
Gambar 32. Analisa Kecukupan Protein Ibu Hamil di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisa kecukupan protein ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil
wawancara dengan form food recall 1x24 jam. Data yang diperoleh dari
wawancara tersebut disajikan dalam diagram pie di atas. Dari data tersebut
diperoleh hasil ibu hamil dengan kecukupan protein kurang sebesar 26%, ibu
hamil dengan kecukupan protein baik sebesar 24%, dan ibu hamil dengan
kecukupan protein lebih sebesar 50%. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kecukupan protein ibu hamil di Kecamatan Gamping lebih.
75
85%
6% 9%
KARBOHIDRAT
KurangBaikLebih
Gambar 33. Analisa Kecukupan Karbohidrat Ibu Hamil di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisa kecukupan karbohidrat ibu hamil ditentukan berdasarkan
hasil wawancara dengan form food recall 1x24 jam. Data yang diperoleh dari
wawancara tersebut disajikan dalam diagram pie di atas. Dari data tersebut
diperoleh hasil ibu hamil dengan kecukupan karbohidrat kurang sebesar
85%, ibu hamil dengan kecukupan karbohidrat baik sebesar 6%, dan ibu
hamil dengan kecukupan karbohidrat lebih sebesar 9%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kecukupan karbohidrat ibu hamil di Kecamatan Gamping
kurang.
76
62%18%
21%
LEMAK
KurangBaikLebih
Gambar 34. Analisa Kecukupan Lemak Ibu Hamil di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisa kecukupan lemak ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil
wawancara dengan form food recall 1x24 jam. Data yang diperoleh dari
wawancara tersebut disajikan dalam diagram pie di atas. Dari data tersebut
diperoleh hasil ibu hamil dengan kecukupan lemak kurang sebesar 62%, ibu
hamil dengan kecukupan lemak baik sebesar 18%, dan ibu hamil dengan
kecukupan lemak lebih sebesar 20%. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kecukupan lemak ibu hamil di Kecamatan Gamping kurang.
77
79%
21%
Fe
KurangBaikLebih
Gambar 35. Analisa Kecukupan Fe Ibu Hamil di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisa kecukupan Fe ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil
wawancara dengan form food recall 1x24 jam. Data yang diperoleh dari
wawancara tersebut disajikan dalam diagram pie di atas. Dari data tersebut
diperoleh hasil ibu hamil dengan kecukupan Fe kurang sebesar 79%, ibu
hamil dengan kecukupan Fe baik sebesar 0%, dan ibu hamil dengan
kecukupan Fe lebih sebesar 21%. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecukupan
Fe ibu hamil di Kecamatan Gamping kurang.
78
50%
15%
35%
VITAMIN C
KurangBaikLebih
Gambar 36. Analisa Kecukupan Vitamin C Ibu Hamil di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Analisa kecukupan vitamin C ibu hamil ditentukan berdasarkan hasil
wawancara dengan form food recall 1x24 jam. Data yang diperoleh dari
wawancara tersebut disajikan dalam diagram pie di atas. Dari data tersebut
diperoleh hasil ibu hamil dengan kecukupan vitamin C kurang sebesar 50%,
ibu hamil dengan kecukupan vitamin C baik sebesar 15%, dan ibu hamil
dengan kecukupan vitamin C lebih sebesar 35%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kecukupan vitamin C ibu hamil di Kecamatan Gamping kurang.
Tabel 3: Rata-rata Asupan Zat Gizi Ibu Hamil
RATA-RATA ASUPAN ZAT GIZI IBU HAMILZAT GIZI JUMLAHENERGI 1529.54
PROTEIN 63.22KARBOHIDRAT 183.19
LEMAK 67.33Fe 11.94
VITAMIN C 92.38
79
D. Usila
1. Sex Ratio
52%48%
PROPORSI JENIS KELAMIN USILA
Laki-lakiPerempuan
Gambar 37. Sex Ratio Lansia di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Data proporsi jenis kelamin usila didapat dari kuesioner usila.
Berdasarkan dagram pie di atas dapat diketahui bahwa dari total 130 usila,
proporsi usila laki-laki sebesar 52% dan perempuan sebesar 48%.
80
2. Status Gizi Lansia
22%
38%
41%
STATUS GIZI LANSIA BERDASARKAN IMT
KURUSNORMALOVER WEIGHT
Gambar 40. Proporsi Status Gizi Lansia di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Status gizi usia lanjut yang dihitung dengan menggunakan parameter
Indeks Massa Tubuh (IMT) dari jumlah sampel usila diketahui bahwa
sebanyak 21%(28 orang) memiliki status gizi kurus, 38%(49 orang) memiliki
status gizi normal dan 41%(53 orang) memiliki status gizi lebih(overweight).
Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata status gizi usila di Kecamatan
Gamping berdasarkan IMT yaitu berstatus gizi lebih.
81
3. Aktifitas Fisik Usila
29%
25%
45%
AKTIFITAS FISIK USILA
TIDAK PERNAH1-2 KALI>2 KALI
Gambar 41. Aktifitas Fisik Usila di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Data aktivitas fisik usila selama satu minggu diperoleh dari hasil
wawancara dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan diagram pie
mengenai aktivitas fisik usila diatas dapat diketahui bahwa sebesar 29%
usila tidak pernah melakukan aktivitas selama satu minggu, 26% usila
melakukan aktivitas fisik 1 – 2 kali selama satu minggu dan 45% usila
melakukan aktivitas fisik >2 kali dalam satu minggu. Jadi dapat disimpulkan
bahwa rata-rata usila di Kecamatan Bangutapan melakukan aktivitas fisik >2
kali dalam seminggu.
82
4. Kebiasaan Makan Usila
Diperbanyak minum 6-8 gls
Diperbanyak Serat dalam
Sayur & Buah
Mengurangi Makanan Berlemak
Mengurangi Gula
Mengurangi Garam
0
20
40
60
80
100
120
90
104
9183 82
40
26
3947 48
KEBIASAAN MAKAN USILA
YATIDAK
Gambar 42. Analisa kebiasaan Lansia di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Data kebiasaan makan usila didapat dari hasil wawancara dengan
menggunakan kuesioner. Berdasarkan diagram batang mengenai kebiasaan
makan usila dapat diketahui bahwa dari 130 usila di Kecamatan Gamping
sebanyak 90 orang mempunyai kebiasaan memperbanyak minum 6-8
gelas/hari, 104 usila memperbanyak serat dalam sayur dan buah, 91 usila
mengurangi konsumsi makanan berlemak, 83 usila mengurangi konsumsi
gula, dan 82 usila mengurangi konsumsi garam.
83
5. Penyakit pada Usila
DARAH TINGGI KENCING MANIS
JANTUNG TULANG DAN PERSENDIAN
LAINNYA0
20
40
60
80
100
120
140
39
17
3
56 55
91
113
127
74 75
PENYAKIT YANG SEDANG DIDERITA USILA
YATIDAK
Gambar 43. Proporsi Penyakit yang Diderita Lansia di Kecamatan Gamping
Kecamatan Gamping Tahun 2010
Data penyakit yang sedang diderita usila didapat dari wawancara
menggunakan kuesioner. Penyakit yang sering dialami oleh usila di
Kecamatan Gamping yaitu darah tinggi 39 orang, kencing manis 17 orang,
jantung 3 orang, tulang dan persendian 56 orang dan penyakit lain sebesar
55 orang. Jadi dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit yang
paling banyak diderita oleh usila di Kecamatan Gamping adalah penyakit
tulang dan persendian.
84
E. Masalah dan Besar Masalah
Tabel.4 Masalah dan besar masalah di Kecamatan Gamping, Bantul
No.Masalah
Besar Masalah
a. Penggunaan garam tidak memenuhi syarat dan tidak beryodium
16,08%
b. ASI eksklusif tidak berjalan 46,15%c. Balita stunted 22%d. Balita kurus 10%e. Balita gemuk 11%f. Balita gizi kurang 15%g. Kecukupan zat gizi kurang terhadap kebutuhan
energy pada balita 56%
h. Kecukupan zat gizi kurang terhadap kebutuhan Protein pada balita
28%
i. Kecukupan zat gizi kurang terhadap kebutuhan Fe pada balita
65%
j. Status KEK ibu hamil 24%k. Kecukupan zat gizi kurang terhadap kebutuhan
Energi bumil 62%
l. Kecukupan zat gizi kurang terhadap kebutuhan Protein bumil
26%
m. Kecukupan zat gizi kurang terhadap kebutuhan Fe bumil
79%
n. Status gizi usila Kurus 21%p. Status gizi usila Gemuk 41%q. Aktivitas kurang pada usila 55%
85
F. Prioritas Masalah
Prioritas masalah disini diambil berdasarkan metode hanlon yaitu dengan
analisis USG (Urgen, Seriously, dan growth), dengan hasil sebagai berikut:
1. Kasus Ibu Hamil dengan KEK 24%:
2. Kasus Gizi Kurang pada Balita 15%
3. Kasus Asupan Energi pada Ibu Hamil Kurang dari Kecukupan 62%
4. Kasus Asupan Energi pada Balita kurang dari Kecukupan 56%
5. Kasus Asupan Protein pada Balita Kurang dari Kecukupan 28%
6. Kasus Asupan Fe pada Ibu Hamil Kurang dari Kecukupan 79%
7. Kasus Status Gizi Balita Kurus 10%
8. Kasus Asupan Protein pada Ibu Hamil Kurang dari Kecukupan 26%
9. Kasus Penggunaan Garam tidak Memenuhi Syarat dan Tidak
Beryodium 16,08%
10. Kasus ASI Eksklusif Tidak Berjalan 46,15%
11. Kasus Balita Stunting 22%
12. Kasus Asupan Fe pada Balita Kurang dari Kecukupan 65%
13. Kasus Status Gizi Usila Kurus 21%
14. Kasus Aktivitas Kurang pada Usila 55%
15. Kasus Status Gizi Usila Gemuk 41%
16. Kasus status Gizi Balita Gemuk 11%
86
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Jumlah keluarga miskin ada 28,87% dan jumlah keluarga tidak miskin
71,13% dari 336 KK
2. Jumlah keluarga yang menggunakan garam beriodium ada 83,93%
dan yang tidak menggunakan garam beriodium serta garam
beriodiumnya kurang memenuhi syarat ada 16,08% dari 336 KK
3. Status gizi balita adalah sebagai berikut:
a. Stunting menurut TB/U adalah 22%
b. Kurus menurut BB/TB adalah 8%
c. Gemuk berdasarkan BB/TB adalah 11%
d. Gizi kurang menurut BB/U adalah 12%
4. Status gizi ibu hamil yang KEK sebesar 24% dari 34 ibu hamil.
5. Status gizi usila yang kurus sebesar 21% dan yang gemuk sebesar
41% dari total usila 130.
6. Prioritas masalah yang ditemukan di Kecamatan Gamping adalah
sebagai berikut :
a. KEK ibu hamil 24%
b. Gizi kurang pada balita 15%
c. Asupan energi pada ibu hamil kurang dari kecukupan adalah 62%
d. Asupan energi pada balita kurang dari kecukupan 56%
e. Asupan protein pada balita kurang dari kecukupan 28%
f. Asupan Fe pada ibu hamil kurang dari kecukupan 79%
87
g. Status gizi balita kurus 10%
h. Asupan protein kurang dari kecukupan 26%
i. Penggunaan garam tidak memenuhi syarat dan tidak beriodium
16,08%
j. ASI Ekslusif tidak berjalan 46,15%
k. Status gizi balita stunting 22%
l. Kekurangan Fe pada balita 65%
m. Status gizi usila kurus 21%
n. Aktivitas kurang pada usila 55%
o. Status gizi usila gemuk 41%
p. Status gizi balita gemuk 11%
B. Saran
1. Keluarga turut andil dalam upaya pemantauan tumbuh kembang
balita dengan ikut serta kegiatan POSYANDU
2. Usila harus lebih aktif dalam upaya peningkatan kesehatan seperti
mengikuti kegiatan di POSYANDU LANSIA, lebih berhati-hati dalam
menentukan pilihan makanan yang sehat dan bergizi.
3. Peningkatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) oleh pusat
pelayanan kesehatan sehingga mudah sampai kepada masyarakat.
88
BAB VI
RENCANA INTERVENSI
A. Alternatif Pemecahan masalah
Dari hasil prioritas masalah kami mengajukan alternatif untuk pemecahan
yang ada :
1. Kasus Ibu Hamil dengan KEK 24%:
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu hamil
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Pemberian makanan tambahan ibu hamil
2. Kasus Gizi Kurang pada Balita 15%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Lomba memasak dengan modifikasi resep untuk balita
f. Pemberian makanan tambahan balita
3. Kasus Asupan Energi pada Ibu Hamil Kurang dari Kecukupan 62%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu hamil
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Pemberian makanan tambahan ibu hamil
89
4. Kasus Asupan Energi pada Balita kurang dari Kecukupan 56%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Lomba memasak dengan modifikasi resep untuk balita
f. Pemberian makanan tambahan balita
5. Kasus Asupan Protein pada Balita Kurang dari Kecukupan 28%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Lomba memasak dengan modifikasi resep untuk balita
f. Pemberian makanan tambahan balita
6. Kasus Asupan Fe pada Ibu Hamil Kurang dari Kecukupan 79%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu hamil
c. Konsultasi gizi
d. Pemberian makanan tambahan ibu hamil
7. Kasus Status Gizi Balita Kurus 10%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Lomba memasak dengan modifikasi resep untuk balita
90
f. Pemberian makanan tambahan balita
8. Kasus Asupan Protein pada Ibu Hamil Kurang dari Kecukupan 26%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu hamil
c. Konsultasi gizi
d. Pemberian makanan tambahan ibu hamil
9. Kasus Penggunaan Garam tidak Memenuhi Syarat dan Tidak Beryodium
16,08%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan penggunaan garam beryodium
10. Kasus ASI Eksklusif Tidak Berjalan 46,15%
Demo Inisiasi Menyusu Dini
11. Kasus Balita Stunting 22%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Pemberian makanan tambahan balita
12. Kasus Asupan Fe pada Balita Kurang dari Kecukupan 65%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
c. Konsultasi gizi
d. Pemberian makanan tambahan balita
13. Kasus Status Gizi Usila Kurus 21%
a. Penyuluhan Usila
91
b. Penyuluhan PUGS
c. Konsultasi Gizi
14. Kasus Aktivitas Kurang pada Usila 55%
a. Penyuluhan Usila
b. Penyuluhan PUGS
c. Konsultasi Gizi
15. Kasus Status Gizi Usila Gemuk 41%
a. Penyuluhan Usila
b. Penyuluhan PUGS
c. Konsultasi Gizi
16. Kasus status Gizi Balita Gemuk 11%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
B. Rencana Terpilih
1. Kasus Ibu Hamil dengan KEK 24%:
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu hamil
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
2. Kasus Gizi Kurang pada Balita 15%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu balita
92
c. Konsultasi gizi
d. Pengukuran status gizi
e. Lomba memasak dengan modifikasi resep untuk balita
f. Pemberian makanan tambahan balita
3. Kasus Asupan Fe pada Ibu Hamil Kurang dari Kecukupan 79%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan ibu hamil
c. Konsultasi gizi
4. Kasus Penggunaan Garam tidak Memenuhi Syarat dan Tidak Beryodium
16,08%
a. Penyuluhan PUGS
b. Penyuluhan penggunaan garam beryodium
5. Kasus ASI Eksklusif Tidak Berjalan 46,15%
Demo Inisiasi Menyusu Dini
6. Kasus Aktivitas Kurang pada Usila 55%
a. Penyuluhan Usila
b. Penyuluhan PUGS
c. Konsultasi Gizi
93
C. Hipopoc Tabel
Tabel 5. HipopocNo. Kegiatan Input Proses Output Outcome1. Penyuluhan
PUGSa. Tenaga
penyuluh : mahasiswa
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : rumah pak dukuh
d. Alat/media : leaflet, LCD
Ceramah praktek
a. Peningkatan pengetahuan
b. Peningkatan pemahaman tentang PUGS
a. Perubahan sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
b. Peningkatan peran masyarakat pada posyandu
2. Penyuluhan penggunaan garam beryodium
a. Tenaga penyuluh : mahasiswa
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : rumah pak dukuh
d. Alat/media : leaflet, LCD
Ceramah praktek
a. Peningkatan pengetahuan
b. Peningkatan pemahaman
a. Perubah sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
b. Peningkatan peran masyarakat pada posyandu
3. Penyuluhan ibu balita
a. Tenaga penyuluh : mahasiswa
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : posyandu balita
d. Alat/media : leaflet
Ceramah praktek
a. Peningkatan pengetahuan
b. Peningkatan pemahaman
a. Perubah sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
b. Peningkatan peran masyarakat pada posyandu
4. Penyuluhan ibu hamiil
a. Tenaga penyuluh : mahasiswa
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : posyandu ibu hamil
d. Alat/media : leaflet
Ceramah praktek
a. Peningkatan pengetahuan
b. Peningkatan pemahaman
a. Perubah sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
b. Peningkatan peran masyarakat pada posyandu
5. Demo Inisiasi menyusu Dini
a. Tenaga : mahasiswa dan instruktur senam
Praktek Peningkatan pengetahuan tentang pentingnya
Menyusui bayi ekslusif selama 6 bulan
94
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : posyandu ibu hamil
d. Alat/media : sound system dan LCD
kolostrum dan ASI eksklusif bagi bayi
6. Penyuluhan usila
a. Tenaga penyuluh : mahasiswa
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : posyandu ibu hamil
d. Alat/media : leaflet dan LCD
Ceramah praktek
a. Peningkatan pengetahuan
b. Perubahan sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
c. Peningkatan pemahaman
d. Peningkatan peran masyarakat pada posyandu
e. Status gizi yang normal
f. Tingkat kesehatan tinggi.
7. Senam lansia a. Tenaga : mahasiswa dan instruktur senam
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : posyandu ibu hamil
d. Alat/media : sound sistem
Praktek Peningkatan pengetahuan tentang pentingnya olahraga usila
a. Pentingnya olahraga untuk usila
b. Olah raga yang teraur bagi lansia
8. Konsultasi gizi
a. Tenaga : mahasiswa
b. Dana : mahasiswa
c. Tempat : posyandu ibu hamil
d. Alat/media : leaflet dan gambar
Konsultasi praktek
Peningkatan pengetahuan mengenai gizi
a. Perubahan sikap atau perilaku kearah yang lebih baik
b. Peningkatan pemahaman mengenai gizi
c. Menyelesaikan masalah
95
gizi yang dialami
9. Pengukuran status gizi
a. Tenaga: mahasiswa
b. Dana: mahasiswa
c. Tempat: rumah pak dukuh
d. Alat/media: dacin/timbangan elektrik, microtoice, pita ukur LLA, metlin, food model (gambar).
Praktek Mengetahui status gizi warga Kecamatan Gamping
Banyak balita yang hadir saat pengukuran antropometri untuk mengetahui status gizi
10. Lomba masak dengan modifikasi resep untuk balita
a. Tenaga: mahasiswa
b. Dana: mahasiswa
c. Tempat: rumah pak dukuh
d. Alat/media: alat masak, alat saji, bahan makanan yang akan diolah
Praktek Ibu balita Terampil dalam memodifikasi resep untuk meningkatkan selera makan balita
Ibu balita dapat mengubah kebiasaan makan anak, sehingga tidak sering jajan di luar
11. Lomba mewarnai bahan makanan sehat
a. Tenaga: mahasiswa
b. Dana: mahasiswa
c. Tempat: rumah pak dukuh
d. Alat/media: gambar bahan makanan dan pewarna
Praktek Melatih keterampilan, kreativitas dan imajinasi balita
Balita memiliki imajinasi yang luas. Dan memiliki kreativitas yang tinggi
12. Jalan sehat a. Tenaga: mahasiswa
b. Dana: mahasiswa
Praktek Menambah aktivitas lansia, untuk
Prosentase osteoporosis pada lansia berkurang, dan
96
dan sponsor
c. Tempat: masing-masing Dusun
d. Alat/media: sound system
melatih tulang agar tidak mudah keropos
lansia tetap aktiv berraktivitas
13. Pemberian PMT penyuluhan
a. Tenaga: mahasiswa
b. Dana: mahasiswa dan sponsor
c. Tempat: masing-masing Dusun
d. Alat/media: Makanan tambahan
Praktek dan ceramah
Ibu balita mampu mengetahui makanan yang sesuai untuk pertumbuhan balitanya
Tidak ada lagi balita dengan gizi kurang ataupun gizi buruk di Kecamatan Gamping
97
D. POA (Jadwal Kegiatan dalam tiga minggu)
Tabel. POA
No. Jenis Masalah Intervensi Tujuan Sasaran Peralatan Waktu Sumberdaya PJ1. Sosialisasi MMD a. Memaparkan
kegiatan pkl yang akan dilaksanakan di Kecamatan Gamping
Seluruh perangkat Kecamatan
Laptop dan LCD Hari ke 1
Presentan Mahasiswa di damping oleh kepala dusun
Satrio Adi Pamungkas
2. Makanan yang tidak aneka ragam
Penyuluhan PUGS
a. Meningkatan pengetahuan
b. Merubahan sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
c. Meningkatan pemahaman tentang PUGS
d. Meningkatan peran masyarakat pada posyandu
Seluruh anggota keluarga
Leaflet dan LDC Hari ke 2
Presentan Mahasiswa
Wulan Murlyanawati
3. Cara penyimpanan garam yang tidak tepat
Penyuluhan cara penyimpanan garam beryodium
a. Meningkatan pengetahuan
b. Merubah sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
c. Meningkatan pemahaman
d. Meningkatan peran masyarakat pada posyandu
Seluruh anggota keluarga
Leaflet dan LCD Hari ke 3
Presentan mahasiswa
Yeni Ervianasari
98
4. KEP balita a. Penyuluhan ibu balita
b. Lomba masak dengan modifikasi resep untuk balita
c. Lomba mewarnai bahan makanan sehat
a. Meningkatan pengetahuan
b. Merubah sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
c. Meningkatan pemahaman
d. Meningkatan peran masyarakat pada posyandu
a. Menambah kreativitas dan inovasi ibu dalam mengolah bahan makanan.
b. Menambah kreativitas balita dalam berimajinasi tentang warna
Ibu balita
Ibu Balita
Balita
Leaflet dan LCD
Alat masak, alat saji, bahan makanan yang akan diolah
Gambar bahan makanan dan pewarna
Hari ke 4
Hari ke 5
Hari ke 6
Presentan mahaiswa
Juri adalah mahasiswa dan kader
Juri adalah mahasiswa dan pamong Kecamatan (RT&RW)
Yuliyanti
Apriliana C.T
Ayu Dzurriyyana
99
5. KEK Ibu Hamil a. Penyuluhan ibu hamil
b. Demo Inisiasi Menyusu Dini
a. Meningkatan pengetahuan
b. Merubah sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
c. Meningkatan pemahaman
d. Meningkatan peran masyarakat pada posyandu
a. Meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya kolostrum dan ASI eksklusif bagi bayi
Semua Ibu hamil
Semua Ibu hamil
Leaflet dan LCD
Sound system dan LCD
Hari ke 7
Hari ke 8
Presentan mahasiswa dan petugas puskesmas
Presentan mahasiswa dan petugas puskesmas
Devi Setyorini
Galiharum Dwi A.
6. Kurangnya aktivitas pada Usila
a. Penyuluhan usila
b. Senam lansia
a. Meningkatkan pengetahuan
b. Merubah sikap atau perilaku ke arah yang lebih baik
c. Meningkatan pemahaman
d. Meningkatkan peran masyarakat pada posyandu
a. Peningkatan pengetahuan
Semua Usila
Semua Usila
Leaflet dan LCD
Tape
Hari ke 9
Hari ke 10
Presentan mahasiswa
Mahasiswa dan
Liris Nurfi’ah I.
Nur Laili F.
100
tentang pentingnya olahraga usila
instruktur senam lansia
7. Masalah Gizi a. Konsultasi gizi
b. Pengukuran status gizi
c. Jalan sehat
a. Meningkatkan pengetahuan
b. Merubah sikap atau perilaku kearah yang lebih baik
c. Meningkatkan pemahaman mengenai gizi
d. Menyelesaikan masalah gizi yang dialami
a. Mengetahui status gizi warga Kecamatan Gamping.
a. Menjalin rasa kekeluargaan antara mahasiswa Poltekkes dengan warga di masing-masing Dusun.
Semua warga yang mengujungi Poksi
Semua warga yang mengujungi Poksi
Semua warga di masing-masing Dusun.
Leaflet dan gambar
Dacin/timbangan elektrik, microtoice, pita ukur LLA, metlin, food model (gambar).
Sound system
Hari ke 11
Hari ke 12
Hari ke 13
Mahasiswa
Mahasiswa
Mahasiswa dan perangkat Kecamatan
Putri Probosiwi
Roziana Hasnun
Satrio Pamungkas
101
102
top related