bab ii - revisi.docx
Post on 25-Dec-2015
39 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PAPARAN KONSEPTUAL
1. HACCP
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem
jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa
hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu,
tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan
yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan
pengujian produk akhir (Winarno & Surono, 2002:2).
HACCP dari perkembangannya diakui dapat memenuhi beberapa tujuan
manajemen industri pangan untuk memberikan jaminan bahwa industri tersebut
telah memproduksi produk yang aman setiap saat, memberikan bukti sistem
produksi dan penanganan produk yang aman, memberikan rasa percaya diri pada
produsen akan jaminan keamanannya, memberikan kepuasan kepada pelanggan
akan konfirmasinya terhadap standar internasional, memenuhi standar dan
regulasi pemerintah, dan menggunakan sumberdaya secara efektif dan efisien.
7
8
Program Pre-Requisite merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan
sistem suatu persyaratan dasar penerapan HACCP suatu operasi bisnis pangan
untuk mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pre-requisite yaitu
program harus terdokumentasi, identifikasi dari semua step dalam operasi yang
kritis terhadap keamanan dan mutu pangan, terapkan prosedur control yang efektif
pada pencatatan yang baik dan review prosedur pengendalian secara periodik dan
ketika ada suatu perubahan operasi.
Standar HACCP yang diterapkan di Indonesia diambil dari Codex
Committee on Food Hygiene yang diperkenalkan pada Oktober 1991, kemudian
diterjemahkan ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998).
HACCP merupakan salah satu alat manajemen bahaya yang dikembangkan untuk
menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive).
HACCP dibuat berdasarkan kesadaran bahwa bahaya (hazard) akan timbul pada
berbagai titik atau tahap produksi namun erdapat upaya pengendalian untuk
mengontrol bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan
tindakan pencegahan timbulnya bahaya, dan bukan pengendalian bahaya dengan
mengandalkan pengujian produk akhir. Dengan demikian, perusahaan dapat
menekan jumlah kerusakan produk dan kerugian ekonomi akibat kerusakan
produk yang diuji (Thaheer, 2005:21)
9
2. Persyaratan Dasar Penerapan HACCP (Pre-Requisite)
Pre-Reguisite merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan suatu
persyaratan dasar penerapan HACCP suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah
kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan. Deskripsi dari pre-
requisite ini sangat mirip dengan deskripsi GMP (Good Manufacturing Practices)
yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan hygiene
pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan.
2.1. Good Manufacturing Practices
Dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang ada sangkut-
pautnya dengan kesehatan, masalah hygiene dan sanitasi memegang
peranan yang amat penting. Berbagai masalah kontaminasi dan infeksi
oleh mikroba, mudah diatasi dipecahkan bila masalah hygiene dan sanitasi
ditingkatkan. Berbagai usaha pabrik makanan untuk menganggulangi
masalah pencemaran mikroba telah dilakukan, tetapi sering kurang
berhasil seperti yang diharapkan. Hal itu disebabkan karena pola prilaku
para karyawannya tidak tertib serta kurang tercermin akan kewaspadaan
terhadap masalah hygiene dan sanitasi (Winarno & Surono, 2002:18).
Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang
Baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan
dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang
telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai
dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2005:51).
10
Tujuan dari penerapan GMP sebagai persyaratan dasar ini adalah,
agar setiap karyawan teknis maupun administrasi dari paling bawah
sampai ke paling atas:
- Mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan
kualitas sehingga tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan
menurunnya kontaminasi mikroba.
- Mengetahi adanya peraturan Good Manufacturing Practices (GMP)
yang mengharuskan digunakan zat-zat tertentu yang dianggap aman
dan efektif bagi program hygiene dan sanitasi.
- Mengetahui tahapan-tahapan dalam hygiene dan sanitasi.
- Mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin
pada air pendingin (cooling water).
- Mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu dan konsentrasi
desinfektan yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi.
- Mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak
dijalankan dengan cukup.
11
Program sanitasi dijalankan sama sekali bukan untuk mengatasi
masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi
untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan
makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali. Prinsip – prinsip
sanitasi adalah:
- Membersihkan, yaitu dengan menghilangkan mikroba yang berasal
dari sisa makanan dan tanah yang mungkin dapat menjadi media yang
baik bagi pertumbuhan mikroba
- Sanitasi, yaitu dengan menggunakan zat kimia atau metode fisika
untuk menghilangkan sebagaimana besar mikro organisme yang
tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah makanan.
2.2. Aspek-aspek dalam Good Manufacturing Practices
Secara umum, peraturan GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis
untuk pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi higienis untuk
peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan dan desinfeksi
peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan higienitas
pekerja serta dokumentasi yang tepat.
Cara produksi makanan yang baik atau GMP terdiri dari beberapa aspek
yang saling berkaitan dan berpengaruh langsung terhadap produk yang diolah dan
dihasilkan. Komponen dasar tersebut sebagai berikut :
12
1. Bangunan Pabrik
Konstruksi bangunan pabrik yang hygienis sangatlah penting untuk
mendapat perhatian khusus. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
merancang suatu pabrik makanan adalah :
a. Pemilihan lokasi
Pemilihan lokasi pabrik berpengaruh pada mutu dan kualitas produk
yang dihasilkan. Pabrik makanan sebaiknya jauh dari pabrik lain yang
memproduksi bahan-bahan kimia atau produk lain yang berbahaya
karena limbah yang dihasilkan secara tidak langsung mencemari
produk pangan.
b. Tata letak pabrik
Tata letak pabrik termasuk jarak dengan bahan baku yang akan
digunakan juga harus menjadi pertimbangan. Misalnya industri
pengalengan ikan, akan lebih baik berada dekat dengan pelabuhan atau
pasar ikan. Hal ini berkaitan dengan kualitas bahan baku yang
digunakan.
c. Tata letak bahan baku
Bahan-bahan yang rentan bahaya mikrobiologis lebih baik
ditempatkan terpisah dari produk yang diproses maupun produk yang
telah jadi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang antara produk dengan bahan baku.
13
d. Peralatan
Alat yang digunakan untuk bahan mentah harus dibedakan dengan alat
yang digunakan pada produk setengah jadi atau telah jadi.
e. Desain dan rancang bangun
Diperlukan untuk mencegah atau meminimalisasi kontaminasi silang
yang dapat terjadi pada produk. Beberapa aspek yg harus
dipertimbangkan :
- Pemantauan terhadap faktor luar yg memengaruhi hasil produk
- Ruangan harus ditata sedemikian rupa untuk melancarkan
proses produksi dari bahan baku sampai produk jadi
- Ketahanan, keutuhan, dan kebersihan dari permukaan
bangunan dan fasilitas (lantai, dinding, dan langit-langit)
- Pemantauan lingkungan
2. Manajemen Perusahaan
Komitmen manajemen untuk menghasilkan makanan yang
bermutu dan aman dikonsumsi merupakan satu kunci yang dapat
menghantarkan suatu industri pangan untuk mencapai tujuan mereka.
Dalam penerapan sistem manajemen modern yang mengandalkan
kekuatan data, komitmen manajemen umumnya dinyatakan dalam bentuk
dokumen pernyataan.
14
Sistem manajemen perusahaan yang dikendalikan didalam GMP
dapat dikelompokkan menjadi komitmen manajemen, pengelolaan sumber
daya, operasional, pemantauan dan evaluasi, serta peningkatan sistem.
a. Komitmen Manajemen
Bergeraknya sistem manajemen keamanan pangan harus
diawali dengan suatu itikad baik dari pimpinan tertinggi
perusahaan dan ditunjukkan juga dengan pembentukan tim
khusus yang ditugaskan untuk mengoperasikan kegiatan
pengelolaan sistem manajemen keamanan pangan.
b. Pengelolaan Sumber Daya
Manajemen sumber daya meliputi sumber daya manusia,
sumber daya alam, fasilitas, infrastruktur, informasi, hingga
dana. Pengelolaan sumber daya tersebut disesuaikan dengan
fungsi organisasi yang terlibat. Pengelolaan sumber daya
manusia (SDM) didalam penerapan sistem keamanan pangan
meliputi : pemilihan atau rekrutmen SDM, penetapan uraian
jabatan, pengaturan pelatihan, sanitasi karyawan dan
penyediaan fasilitas sanitasi karyawan. Pengelolaan sumber
daya alam seperti air tanah, batu bara, listrik, atau sumber daya
galian langsung di dalam perusahaan umumnya berada di
bawah kendali departemen teknik atau utilitas. Pengelolaan
pranata dasar dan fasilitas di dalam perusahaan dikendalikan
15
oleh departemen teknik atau departemen umum. Pengaturan
terhadap pranata dasar meliputi perawatan dan pengoperasian.
Informasi dikendalikan oleh departemen khusus Electronic
Data Processing (EDP) pada industri modern atau departemen
khusus yang menyediakan public relation pada industri secara
umum.
c. Operasional
Manajemen operasional sistem manajemen keamanan pangan
menjadi tanggung jawab divisi pabrikasi. Rangkaian kegiatan
divisi pabrikasi meliputi perencanaan produksi, produksi,
perawatan mesin, dan utilitas pabrik. Seluruh kesatuan proses
operasi sistem manajemen keamanan pangan terkonsentrasi
dalam divisi produksi.
d. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dilakukan baik terhadap CCP, operasi CP, atau
sistem keseluruhan. Proses pemantauannya sendiri
menggunakan prinsip inspeksi, pengujian, pengukuran,
validasi, internal audit, atau metode lain yang sesuai
16
e. Manajemen pemantauan dan evaluasi meliputi aktivitas
perencanaan, pangambilan contoh, inspeksi proses, pengujian
laboratorium, audit internal, pengendalian alat ukur, tindakan
koreksi, analisis statistika, dan tinjauan manajemen.
f. Peningkatan system
Dimasukkannya sistem manajemen keamanan pangan ke dalam
rencana strategis perusahaan akan sangat memungkinkan
proses perbaikan dan peningkatan terus dilaksanakan.
3. Utilitas Pabrik
Unit penunjang seperti utilitas juga sangat diperlukan untuk
menjalankan produksi dengan baik. Beberapa hal yang termasuk di dalam
unit utilitas tersebut adalah :
a. Steam
Steam atau kukus digunakan hampir di semua industri modern
yang menggunakan operasi panas.
b. Air compressed
Beberapa industri pangan menggunakan udara kempa
berpotensi kontak langsung dengan produk, misalnya
pembersihan botol sebelum dimuat produk, penambahan
17
tekanan pada pengalengan minuman dan pembentukan
kemasan plastik.
c. Air
Air dalam pengolahan pangan terdiri dari air pengolahan, air
minum, dan air bersih.
d. Listrik
Listrik di industri digunakan sebagai sumber energi gerak,
beberapa di antaranya sebagai pembangkit panas, dan
penerangan. Dalam praktik industry, listrik dapat menggunakan
dua sumber, yakni aliran yang disediakan oleh pemerintah dan
listrik yang menggunakan generator sendiri. Aliran listrik yang
disediakan swasta belum popular di Indonesia. Rekaman
pasokan listrik adalah bagian dari bukti pengendalian system
GMP di Industri.
4. Pemeliharaan Alat
Untuk kelancaran proses produksi, sebaiknya pabrik juga
dilengkapi dengan unit perbaikan/bengkel. Karena produk makanan adalah
produk yang tidak tahan lama, apabila terjadi kerusakan pada mesin, harus
segera diambil langkah perbaikannya. Di samping itu, untuk menghemat
waktu harus disediakan pula suku cadangnya.
18
Di dalam pemenuhan terhadap aspek keamanan pangan, peranti
dan bahan yang digunakan untuk pemeliharaan alat haruslah memenuhi
persyaratan food grade. Pelumas, pelincir, cat, pembersih, dan bahan dasar
peralatan secara keseluruhan harus memiliki klasifikasi food grade.
Pemeliharaan mesin dan instrumentasi industri harus terjadwal
dengan baik, meliputi beberapa aktivitas sebagai berikut:
a. Pembersihan
b. Pelumasan dan inspeksi rutin;
c. Perbaikan kecil atau penggantian suku cadang;
d. Perbaikan menengah;
e. Overhaul;
f. kalibrasi.
19
Keseluruhan jadwal tersebut disusun untuk mendukung aktivitas
produksi dan tetap memerhatikan aspek keamanan pangan. Perusahaan
harus memiliki jadwal yang tetap untuk memeriksa jalur pemipaan dan
ducting. Korosivitas, kebocoran, isolasi yang terbuka, penyumbatan, seal,
katup, dan pengerakan adalah kejadian yang berpotensi untuk memberikan
kontaminasi silang kepada produk. Beberapa jalur pemipaan yang harus
selalu diinspeksi adalah:
a. Pipa air,
b. Pipa steam,
c. Pipa air compressed,
d. Ducting,
e. Pipa distribusi produk,
f. Pipa bahan bakar,
g. Pipa udara pendingin, dan
h. Pipa listrik.
5. Penyimpanan
Ruang penyimpanan pabrik harus dirancang sebaik mungkin, tidak
lembap, mudah dibersihkan, dan terpisah dengan ruang penyimpanan
lainnya untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Gudang
penyimpanan bahan baku harus dipisah dari gudang penyimpanan produk
jadi. Demikian pula dengan gudang penyimpanan bahan kimia dan
pestisida harus diletakkan terpisahjauh dari area tempat makanan diproses
dan disimpan.
20
Untuk kondisi ruang penyimpanan bahan kimia harus kering,
terlindungi, dan aman. Sedangkan ruang penyimpanan untuk bahan
berbentuk tepung atau bubuk harus kering, suhu dan
kelembapanterkontrol, berwadah, danjauh dari bahan lainnya. Ruangan
harus didesain dengan baik dan terlindungi dari faktor luar, seperti
masuknya tikus, serangga, burung, dan debu.
6. Peralatan
Jenis produk pangan terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu cair
(cair/pasta), semi padat (gel/jeli), dan padatlkering (tepung, stik, crumble,
ball, hole, pellet).
Dari kesemuanya produk yang sangat rentan terkontaminasi
mikroorganisme adalah jenis semi padat dan cair. Untuk itu
penangananproduk jenis ini harus benar-benar higienis dengan
mengendalikan kebersihan lingkungan sekitar, khususnya area
pengolahan.produk pangan.
Demikian pula halnya dengan peralatan yang digunakan, harus
dipilih dan diseleksi dengancermat sertatata letaknyadiperhatikan sesuai
dengankebutuhan.
Peralatan tersebut harus dibersihkan dan didisinfektan secara rutin
sebelum dan sesudah digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang pada produk pangan.
21
Peralatan di industri pangan sangat beragam, tergantung dari jenis
produk pangan, apakah merupakan pangan yang kering, jeli, atau pasta.
Umumnya makanan kering lebih mudah dipantau karena mikroorganisme
lebih menyukai tempat lembap. Sebagai contoh, peralatan yang sangat
kompleks dapat ditemukan dalam industri peugolahan gula pasir. Semua
bahan bakunya adalah air perasan tebu atau tetes tebu yang berbentuk
cairan, dan produk jadinya berupa kristal-kristal gula yang berbentuk
padat. Pemrosesan harus dipantau sedemikian rupa untuk menjaga mutu
dankeamanan pangan. Alat-alat yang dipakai antara lain tangki pengaduk,
evaporator, crystallizer dan masih banyak peralatan lainnya. Kondisi
peralatan yang baik harus diperhatikan dan alat pengatur suhu atau alat
lainnya harus dikalibrasi untuk menjamin bahwa proses dapat dijalankan
dengan optimal.
2.3 Sanitation Standard Operatinng Procedures (SSOP)
Sanitation Standard Operatinng Procedures (SSOP) adalah sistem yang
memuat standar dan prosedur pelaksanaan sanitasi untuk memastikan area
produksi dan semua permukaan yang kontak dengan produk pangan, termasuk
karyawan, dan terbebas dari kontaminasi mikroba.
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan. Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki industri
pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices. Sanitasi dilakukan
sebagai usaha mencegah penyakit atau kecelakaan dari konsumsi pangan yang
22
diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di
dalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya sejak
penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk
samapai produk akhir didistribusikan.
Tujuan diterapkan sanitasi di industri pangan adalah untuk menghilangkan
kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah
kontaminasi kembali.
Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene
pekerja yang terlibat. Proses sanitasi meliputi pembersihan di dalam maupun di
luar area proses. Hal-hal yang berpengaruh dalam pembersihan, antara lain suhu,
waktu, konsentrasi larutan yang dipakai, dan perlakuan mekanis. Untuk higiene
karyawan, sanitasi meliputi cuci tangan dan pembersihan badan sebelum masuk
areaa pemrosesan atau memegang semua peralatan dan makanan yang akan
diolah, melepas semua perhiasan yang dipakai, menggunakan pakaian yang
bersih, menutup rambut dengan topi, menutup tangan dengan sarung tangan, dan
menggunakan alas kaki. Menurut Food Drug Administration (FDA USA) SSOP
memiliki 8 aspek, yaitu:
1. Keamanan Air
SSOP untuk keamanan air mencakup petugas dan prosedur standar
yang digunakan untuk menjamin keamanan air. Didalamnya akan
ditetapkan tahapan- tahapan perlakuan untuk air yang diterapkan agar
diperoleh air dengan kualitas tertentu. Misalnya, untuk memenuhi
23
standar air minum untuk air yang kontak dengan makanan dan untuk
pembuatan es.
2. Kondisi atau kebersihan permukaan yang kontak dengan produk
SSOP untuk kebersihan permukaan peralatan atau sarana dalam
pabrik yang kontak dengan makanan berisi standar prosedur
pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan, dan petugas
yang bertanggung jawab.
Prosedur pembersihan harus mencakup cara pembersihan.
Permukaan yang kontak dengan makanan juga mencakup piranti
sarung tangan pekerja. Program pembersihan dan desinfeksi secara
rutin sangatlah penting untuk pabrik dan kebersihan makanan.
Sebagai contoh, sebagian peralatan dapat dibersihkan dimana pada
saat yang sama alat ini dipakai untuk memperoses, demikian pula
sebaliknya. Kegiatan sanitasi dalam proses pengolahan makanan
memiliki dua tujuan. Pertama, menghilangkan sisa makanan yang
mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Kedua, desinfeksi bertujuan mengurangi populasi mikroba yang ada
dan bertahan pada tingkat dimana kontaminasi yang signifikan
dapat terjadi pada produk yang menyentuh permukaan secara
langsung. Setelah dibersihkan dan didesinfeksi, area harus dilindungi
dari kontaminasi ulang sebelum digunakan.
24
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
SSOP ini berisi prosedur-prosedur untuk menghindarkan
produk dari kontaminasi silang dari pekerja, bahan mentah, pengemas,
dan permukaan yang kontak dengan makanan. Dalam SSOP ini
dapat mencakup tindakan-tindakan yang menyangkut pembersihan
bahan baku untuk mengurangi kontaminasi silang, ketentuan mengenai
boleh tidaknya pekerja pindah/mengunjungi bagian lain, atau
melengkapi setiap ruangan pengolahan dengan fasilitas pembersihan
sanitasi.
4. Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
SSOP untuk menjaga fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan, serta
toilet yang digunakan. Di dalamya tercakup prosedur, penjadwalan,
petugas pembersihan dan jenis pembersihan yang digunakan,
kebijakan perusahaan tentang cuci tangan dan sanitasi tangan.
Pemantauan kebersihan karyawan dan fasilitas kebersihan ini
dilakukan oleh supervisor yang ditunjuk dan didokumentasi hasil
pemantauannya.
Kebersihan personal yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu
membersihkan rambut, mandi, cuci tangan, membersihkan kuku.
Rambut kotor dan berminyak sangat menarik bakteri. Disamping itu,
ketombe dapat masuk ke dalam makanan. Kebersihan badan dapat
tercium oleh bau.
25
Perilaku yang bersih dan sehat dari karyawan sangat menunjang
kebersihan produk yang dihasilkan. Kelengkapan karyawan seperti
topi, masker, sarung tangan, baju luar, dan sepatu juga mempengaruhi
kebersihan produk.
5. Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan
SSOP untuk proteksi dari bahan-bahan kontaminan merupakan
prosedur yang lazim digunakan untuk mencegah tercampurnya bahan-
bahan non pangan ke dalam produk pangan yang dihasilkan,
permukaan yang kontak dengan makanan. Bahan-bahan non pangan
meliputi pelumas, bahan bakar, senyawa pembersih, sanitizer, serta
cemaran kimia dan cemaran fisik lainnya.
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksik dengan benar
SSOP untuk pelabelan dan penyimpanan dan penggunaan bahan
toksik yang benar mencakup tata cara dan jenis pelabelan yang
diterapkan pada bahan-bahan toksik yang digunakan, baik untuk
produksi maupun pembersihan, fumigasi, desinfeksi, dan sebagainya.
26
7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Karyawan
SSOP untuk pengendalian kesehatan karyawan mencakup
pengendalian bagi karyawan agar tidak menjadi sumber kontaminasi
produk, bahan kemasan, atau permukaan yang kontak langsung
dengan makanan. Dalam SSOP ini terdapat ketentuan mengenai cara
pelaporan karyawan yang sakit atau mendapatkan perawatan karena
sakit. Termasuk penjadwalan bagi pemeriksaan rutin kesehatan
karyawan, imunisasi, dan pengujian untuk penyakit-penyakit tertentu.
8. Pengendalian Hama
Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak dikehendaki
keberadaanya sedikit ataupun banyak dalam makanan manusia.
Beberapa serangga hidup dan berkembang biak di produk pangan dan
merusak produk tersebut, sehingga perlu dilakukan pengendalian
hama yang tidak diinginkan dalam lingkungan industri. Hama sering
kali menyebabkan kontaminasi yang membahayakan, pada banyak
kasus dapat menyebabkan food borne illness bahkan kematian.
Beberapa hama yang biasanya terdapat pada industri pangan dan
memerlukan penanganan atau pembasmian antara kain adalah binatang
pengerat seperti tikus, burung, serta berbagai serangga seperti nyamuk,
kecoa, semut, lalat.
Menyusun Tim HACCP
Deskripsikan Produk
Identifikasi Tujuan Penggunaan Produk
Buat Diagram Alir
Verifikasi diagram alir di unit produksi
Daftar semua potensibahaya, lakukan analisa bahaya dan tentukan tindakan
pencegahan
Tentukan CCPs
Tetapkan Batas Kritis Untuk Setiap CCP
Tetapkan Sistem Monitoring untuk setiap CCP
Tetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi
Tetapkan prosedu verifikasi
Tetapkan Penyimpanan Catatan dan Dokumentasi
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6
Tahap 7
Tahap 8
Tahap 9
Tahap 10
Tahap 11
Tahap 12
Prinsip 1
Prinsip 2
Prinsip 4
Prinsip 3
Prinsip 6
Prinsip 5
Prinsip 7
27
4. Langkah Implementasi HACCP
28
4.1. Pembentukan Tim HACCP
Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan
keterampilan (keahlian) spesifik produk tertentu tersedia untuk pembangunan
rencana HACCP secara efektif. Pembentukan tim dari berbagai divisi unit usaha
atau disiplin yang mempunyai kekhususan ilmu pengetahuan dan keahlian yang
tepat untuk produk. Apabila keahlian yang demikian tidak tersedia ditempat,
tenaga ahli disarankan dapat diperoleh dari sumber lain.
Persyaratan tim HACCP adalah bahwa keputusan tim HACCP juga
menjadi keputusan manajemen. Untuk tim HACCP seharusnya beranggotakan
divisi-divisi dari usaha Quality Assurance, produksi, pemasaran dan lain-lain, dan
multidisiplin dengan memperhatikan jenis produk, teknologi pengolahan, teknik
penanganan dan distribusi, cara pemasaran dan cara konsumsi produk, serta
potensi bahaya. Tim HACCP juga dapat terdiri atas beberapa level personil yaitu :
General Manajer, Manajer QA, Inspektor, mandor, dan lain-lain (Winarno &
Surono, 2002:55).
Tim HACCP harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan produk dan
prosesnya serta mempunyai keahlian yang cukup untuk :
- Menetapkan lingkup dan rencana HACCP (apakah hanya masalah
keamanan pangan atau termasuk mutu karakteristik produk).
- Mengidentifikasi bahaya.
- Menetapkan tingkat keakutan (severity) dan resikonya.
- Mengidentifikasi CCP, merekomendasikan cara pengendalian,
menetapkan batas kritis, prosedur monitoring, dan verifikasi.
29
- Merekomendasikan tindakan koreksi yang tepat ketika terjadi
penyimpangan.
- Merekomendasikan atau melaksanakan investigasi dan penelitian yang
berhubungan dengan rencana HACCP.
Menurut Thaheer (2005:35) Komitmen manajemen puncak harus
dijabarkan pada tingkat operasional. Wakil manajemen dapat ditunjuk untuk
mengoperasikan sistem dapat berperan antara lain
- menjadi wakil pimpinan perusahaan pada penerapan sistem
- mengkoordinasikan tim HACCP
- menjadi penghubung dengan lembaga sertifikasi
Wakil manajemen merupakan manajemen senior sehingga memiliki
kewenangan yang cukup untuk mengendalikan tim HACCP. Tim HACCP
merupakan kelompok orang dalam perusahaan yang bertugas untuk merancang,
menerapkan dan mengendalikan sistem HACCP. Tim tersebut dapat dibentuk oleh
wakil manajemen atau dapat diangkat bersama pengangkatan wakil manajemen
oleh pimpinan perusahaan.
Tim HACCP sebaiknya terdiri dari perwakilan seluruh departemen yang
ada di dalam perusahaan serta berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Jika
keahlian internal tidak tersedia maka dapat menggunakan konsultan dari luar.
Beberapa bidang keahlian yang sebaiknya terwakilkan dalam tim HACCP
perusahaan disesuaikan dengan produk perusahaan tersebut.
30
Pembentukan tim HACCP akan berkaitan dengan ruang lingkup penerapan
sistem untuk menganalisis segemn dalam rantai pangan yang melibatkan HACCP.
Jika dalam perusahaan terdapat beberapa jenis produk maka analisis bahaya dan
perencanaan HACCP nya dibuat terpisah. Sertifikat HACCP akan dituliskan
secara rinci ruang lingkup produk yang disertifikasikan.
Struktur organisasi tim bertanggungjawab kepada wakil manajemen dan
wakil manajemen bertanggungjawab kepada manajemen puncak. Seluruh anggota
bertanggungjawab atas pekerjaan pada masing-masing departemen dalam
penyelenggaraan sistem. Beberapa perusahaan meletakkan manajemen
operasional tertinggi sebagai wakil manajemen sehingga fungsi dibawahnya
secara otomatis termasuk dalam sistem sehingga pengawasan dapat menjadi lebih
efektif.
Sistem manajemen HACCP akan masuk setelah beberapa sistem tersedia
didalam perusahaan kecuali jika perusahaan tersebut baru dibangun. Hal ini
menyebabkan sistem akan menjadi asing dalam operasional perusahaan sehingga
beberapa perusahaan membuat pengelolaannya dengan pola ad hoc. Pengelolaan
sistem secara tidak permanent umumnya efektif saat sertifikat berhasil diperoleh
tetapi konsistensi tetap diragukan setelah sertifikasi.
31
4.2. Deskripsi Produk
Deskripsi produk adalah perincian informasi lengkap mengenai produk
yang berisi mengenai komposisi, sifat fisik atau kimia, perlakuan mikrosida atau
mikrostatis, pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, cara distribusi bahkan
cara penyajian dan persiapan konsumsinya. Selain itu perlu juga dicantumkan
informasi mengenai produsen, batch produksi, tanggal produksi kedaluarsa dan
berbagai informasi umum lainnya.
Komposisi disusun untuk menginformasikan kandungan bahan yang ada di
dalam suatu produk berikut kuantifikasinya. Informasi ini diperlukan untuk
memastikan ada tidaknya kandungan bahan berbahaya atau berapa konsentrasi
bahan berbahaya yang dikandung bahan tersebut. Dalam penerapan sistem
HACCP penjelasan ini harus dijelaskan secara singkat dan benar yang berfungsi
untuk memudahkan analisis bahaya dan pengendalian titik kritis.
Sifat fisik produk perlu diperiksa dan diinformasikan dengan seksama
diantaranya ukuran partikel, kelenturan, kerapuhan, kekerasan dan kerenyahan.
Sifat kimia yang umum diperiksa adalah aktivitas air, keasaman, titik cair, titik
leleh, titik asap dan ketengikan.
Perlakuan mikrosida dan mikrostatik yang dilakukan harus dijelaskan
pada analisis. Evaluasi terhadap perlakuan ini memastikan keberhasilan proses
penghambatan atau pembunuhan mikroorganisme dan juga untuk menduga
kerusakan nilai gizi, penurunan mutu produk, kontaminasi silang dan pengaruh
negatif bahan kimia pembunuh mikroorganisme.
32
Pengemasan produk digunakan untuk memberikan perlindungan yang
aman sampai penyajian. Informasi pengemasan yang harus disajikan adalah
metologi pengemasan, sifat produk dan interaksinya dengan bahan kemasan,
bahan kemasan primer dan sekunder dan pengaruh lingkungan luar.
Kondisi penyimpanan dan daya tahan diperiksa untuk memberikan
gambaran yang lengkap berkaitan dengan good handling practice dan good
distribution practice.
4.3. Identifikasi Tujuan Penggunaan
Setiap produk yang akan dikendalikan melalui penerapan sistem HACCP
terlebih dahulu harus ditentukan rencana penggunaannya atau harus diidentifikasi
terlebih dahulu sasaran konsumennya. Dalam analisis resiko tingkat bahaya suatu
produk berkaitan dengan sasaran konsumennya.
4.4. Menyusun Diagram Alir
Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Setiap tahap dalam wilayah
yang khusus operasi harus dianalisa untuk begian tertentu dari pelaksanaan
dengan tujuan untuk menghasilkan diagram alir. Jika penerapan HACCP untuk
kegiatan yang ditentukan, untuk tahap berikutnya harus diberikan pada tahap yang
terdahulu dan mengikuti pelaksanaan khusus.
33
Diagram alir yang baik untuk penerapan sistem HACCP sebaiknya memuat
informasi sebagai berikut:
- bahan yang diolah dalam setiap proses
- peralatan yang dipergunakan dan kondisi pengoperasiannya
- kondisi proses pengolahan
- proses pemeriksaan lengkap dengan tolak ukur ujinya
- menggambarkan pergerakan bahan dari satu tahap ke tahap berikutnya
- menggambarkan dengan jelas titik keluaran dan bentuk keluarannya
- disusun dengan prinsip keseimbangan bahan dan energi
- untuk mengantisipasi kontaminasi silang dalam kasus tertentu dapat diikuti
dengan peta lengkap tata letak pabrik, mesin pabrik sampai identifikasi
operator.
4.5. Verifikasi Lapang Diagram Alir
Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan
GAP (Good Agricultural Practices), GHP (Good Hygiene Practices), GMP (Good
Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP
(Good Catering Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir
selama semua tahapan dan jam operaso serta merubah diagram alir mana yang
tepat. Diagram alir yang dibuat belum dapat dikatakan sama dengan proses
sebenarnya di lapangan tetapi masih memerlukan evaluasi dan kepastian melalui
pengamatan langsung. Berbekal diagram alir yang tersedia maka dilakukan
pemeriksaan kedalam lini pabrik dengan sangat hati-hati dan teliti.
34
4.6. Prinsip-prinsip HACCP
Menurut Winarno dan Surono (2002:5) HACCP merupakan suatu sistem
yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya tertentu dan tindakan pencegahan
yang perlu dilakukan untuk pengendaliannya. Sistem ini terdiri dari 7 prinsip:
Prinsip 1
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi
pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di
pabrik dan distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi.
Peningkatan kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan
pencegahan, untuk pengendaliannya. Thaheer (2005:41) menambahkan bahwa
Pada tahap ini tim HACCP melalukan pekerjaan yang disebut analisis resiko
yang terdiri dari dua tahap yaitu analisis bahaya adan penetapan kategori
resiko. Analisis bahaya adalah evaluasi yang secara sistematik pada makanan
spesifik dan bahan baku untuk menentukan resiko. Resiko yang harus
diperiksa yaitu aspek keamanan, kontaminasi bahan kimia, aspek keamanan
kontaminasi fisik dan aspek kontaminasi mikrobiologi.
35
Prinsip 2
Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan
untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi bahaya
tersebut. CCP (Critical Control Point) berarti setiap tahapan di dalan produksi
pangan dan /atau pabrik yang meliputi sejak bahan baku yang diterima,
dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain
sebagainya. Thaheer (2005:41) menambahkan bahwa Titik kritis adalah setiap
titik dalam sistem pangan spesifik dimana hilangnya kendali dapat
menimbulkan cacat ekonomis atau mutu atau peluang terjadinya resiko
kesehatan rendah. Sedangkan TKK adalah setiap titik dalam sistem pangan
spesifik dimana hilangnya kendali dapat menimbulkan peluang resiko
kesehatan yang besar.
Prinsip 3
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
berada dalam kendali ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila
memungkinkan (Thaheer 2005:45). Batas kritis melengkapi beberapa harapan
yaitu:
- menunjukkan perbedaan antara produk atau kondisi yang aman dan
tidak aman sehingga proses dapat dikelola dalam tingkat yang
aman
36
- batas kritis merupakan salah satu atau lebih toleransi yang harus
dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu TKK secara efektif
mengendalikan seluruh bahaya
- seluruh faktor yang terkait dengan keamanan harus diidentifikasi
- tingkat dimana setiap faktor menjadi batas aman dan tidak aman
merupakan batas kritis
Sumber informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk penetapan batas kritis yaitu
- data yang sudah terpublikasi dari Codex, ICMSF, FDA, Depkes,
Deperindag, SNI, BPOM dan lainnya
- saran pakar konsultan, asosiasi peneliti, perusahaan peralatan,
pemasok bahan kimia sanitasi, ahli mikrobiologi, toksikologi dan
sarjana teknik proses
- data percobaan berupa data percobaan pabrik atau laboratorium
- modelling matematika berupa simulasi komputer terhadap
karakteristik ketahanan hidup dan pertumbuhan dari bahaya
mikrobiologi dalam sistem pangan.
37
Prinsip 4
Pemantauan merupakan kegiatan yang dijadwalkan atau pengamatan
terhadap TKK yang berhubungan dengan batas kritis. Batas kritis yang
terlewati menunjukkan:
- bukti adanya bahaya kesehatan
- bukti bahaya kesehatan yang dapat muncul
- indikasi bahwa produk tidak diproduksi dibawah kondisi yang
menjamin kesehatan
- indikasi bahwa bahan baku dapat mempengaruhi keamanan
produk.
Prinsip 5
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan
menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali. Tindakan koreksi yang
efektif harus memenuhi criteria seperti berikut:
- mampu mengatasi dan menghilangkan masalah secara tuntas
- mencegah perulangan kejadian kesalahan yang sama
- mudah dan rasional untuk dilaksanakan
- efisien dalam menggunakan sumber daya
- menyelesaikan masalah secara cepat
38
Prinsip 6
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan
dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan
efektif. Peninjauan kembali system HACCP dan catatannya dapat dimasukan
sebagai kegiatan verifikasi.
Prinsip 7
Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan
yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya. Tujuan penerapan
sistem dokumentasi dan pencatatan adalah:
- bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang
ada
- jaminan pemenuhan peraturan
- kemudahan pelacakan dan peninjauan catatan
- d.dokumentasi data pengukuran menuju catatan permanen
mengenai keamanan produk
- merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan jika ada audit
HACCP
- catatan HACCP memusatkan pada isu keamanan pangan untuk
dapat cepat mengidentifikasi masalah
- membantu mengidentifikasi lot bahan, bahan pengemas dan produk
akhir.
39
Pelatihan
Pelatihan harus menyentuh seluruh perangkat organisasi perusahaan.
Selain untuk meningkatkan kemempuan tenaga kerja juga sebagai upaya
untuk memberikan kepedulian kepada seluruh karyawan. Pelatihan tidak
harus diberikan oleh lembaga eksternal perusahaan dan tidak pula harus
dilakukan dengan sistem yang formal. Tetapi dapat dilakukan leh sumber
daya internal perusahaan yang telah terlatih.
40
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan sistem
HACCP diterapkan berdasarkan standar dan ketentuan - ketentuan yang ada agar
dapat menjamin kualitas dan keamanan makanan.
Agar sistem HACCP layak diterapkan maka harus memenuhi ketentuan-
ketentuan standar dari HACCP. Menurut standar SNI 01-4852-1998 (Sistem
analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman
penerapannya) Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan,
sektor tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan yang
sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait. Tanggung jawab manajemen
adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama
melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam
merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dari
bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran proses
pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk
akhir, kategori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti epidimis yang
berkaitan dengan keamanan pangan.
top related