bab ii kajian pustaka dan kerangka pemikiran...
Post on 05-May-2018
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Tanaman Paprika
2.1.1.1 Gambaran Umum Paprika (Capsicum annuum L.)
Paprika (Capsicum annuum L.) adalah tumbuhan penghasil buah yang
rasanya manis dan sedikit pedas dari suku terong-terongan atau Solanaceae.
Buahnya yang berwarna hijau, kuning, merah, atau ungu sering digunakan sebagai
campuran salad. Tanaman tersebut berasal dari Amerika Selatan, sekarang
tersebar luas dan dibudidayakan di hampir semua daerah tropika dan subtropika.
Klasifikasi ilmiah dari paprika dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Paprika (Capsicum annuum L.) Kingdom Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas Asteridae
Ordo Solanales
Famili Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus Capsicum
Spesies Capsicum annuum var. grossum Sumber : www.plantamor.com
Tanaman paprika mulai dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1990-an.
Awal pengembangannya paprika ditanam di lahan terbuka, tetapi kini telah
dikembangkan secara hidroponik di rumah kasa atau plastik (Prabaningrum dkk,
2004). Produksi buah paprika selain untuk memenuhi pasar dalam negeri (hotel
berbintang, pasar swalayan, rumah makan internasional, pasr tradisional, dll.) juga
untuk memenuhi pasar ekspor. Paprika adalah salah satu komoditas sayuran yang
11
memiliki nilai ekonomi tinggi, yang sebagian besar hasil panennya diekspor ke
luar negeri.
Menurut Harpenas dan Dermawan (2010), paprika umumnya cocok
ditanam di dataran tinggi. Kisaran temperatur optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman paprika antara 21-250C. Sementara itu, untuk pebentukan
buah memerlukan suhu 15-180C. Paprika tidak tahan terhadap intensitas cahaya
matahari yang tinggi karena dapat menyebabkan buah seperti terbakar (sunburn)
dan hasil akhir bobot buah akan sangat rendah. Oleh karena itu, budidaya paprika
biasanya dilakukan di dalam greenhouse. Jika kondisi lingkungan tidak
menguntungkan, tanaman tersebut akan mengalami gugur tunas, gugur bunga dan
buah muda, serta ukuran buah sangat kecil.
Saat ini sudah terdapat beberapa varietas paprika yang ada di pasaran.
Varietas paprika yang berwarna merah antara lain adalah Edison, Chang,
Spartacus, Athena dan Spider. Selain itu ada varietas yang berwarna kuning
antaralain Sunny, Capino, Goldflame dan Manzania. Sedangkan yang berwarna
orange antara lain Magno dan Leon.
Paprika merupakan cabai manis. Jenis tersebut mempunyai varietas
unggul, diantaranya Edison dan Suniya. Edison dan Suniya, merupakan varietas
paprika hibrida hasil silang tunggal. Varietas tersebut dapat beradaptasi dengan
baik di dataran tinggi dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Tanaman tipe tegak
tersebut memiliki kerapatan kanopi sedang. Berikut ini merupakan karakteristik
tanaman paprika Edison dan Suniya :
12
Tabel 2. Karakteristik Tanaman Paprika Varietas Edison Dan Suniya
No Karakteristik
Tanaman
Edison Suniya
1 Tinggi tanaman 100-110 cm 97-107 cm
2 Panen pertama 104-110 HST 102-107 HST
3 Bentuk buah Menyerupai lonceng bersegi
(blocky)
Menyerupai lonceng bersegi
(blocky)
4 Ukuran buah Tinggi 8,5-10,4 cm
(diameter pangkal 8,0- 8,5
cm dan diameter tengah 7,8-
8,2 cm)
Tinggi 8,5-10,4 cm
(diameter pangkal 7,7-8,2
cm dan diameter tengah 7,5-
8,0 cm)
5 Warna buah
muda
Hijau tua – merah dan
mengkilap
Hijau – kuning muda dan
mengkilap
6 Tebal kulit buah 8,0-8,7 mm 7,5-8,0 mm
7 Rasa buah Manis agak pedas Tidak pedas
8 Berat per buah 222-225 g 198-201 g
9 Produksi 3,6-3,8 kg/tanaman. 3,5-3,7 kg/tanaman
10 Keunggulan Buah seragam, produksi
tinggi (117,69 ton/ha),
daya simpan buah 10-13
hari.
Buah seragam, penampilan
buah menarik, produksi
tinggi (112-119 ton/ha),
daya simpan buah 10-13hari
Sumber : Harpenas dan Darmawan (2010)
2.1.1.2 Komposisi Kimia Paprika
Paprika mengandung zat gizi yang cukup lengkap, antara lain protein,
lemak, karbohidrat, mineral (kalsium, fosfor, dan besi), vitamin, abu, dan serat
kasar. Terdapat juga zat-zat lain yang berkhasiat obat, misalnya oleoresin,
capsaicin, bioflavonoid, minyak atsiri, flavonoid, antioksidan, karotenoid
(capsantin, capsorubin, carotene, dan lutein), dan mineral silicon.
Umumnya, cabai mengandung 0,1% - 1% rasa pedas yang disebabkan oleh
zat capsaicin dan dihidrocapsaicin yang terkandung dalam cabai. Cabai paprika
hijau hampir tidak mengandung capsaicin sehingga tidak memiliki rasa pedas.
Cabai paprika merah hanya sedikit mengandung capsaicin sehingga hanya sedikit
13
terasa pedas (Cahyono, 2003). Kandungan gizi (komposisi kimia) paprika secara
lengkap ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Gizi Paprika Segar dalam Setiap 100 g Bahan yang Dapat
Dipakai.
Sumber : Table of Representative of Food Commonly Used in Tropical Countries (1982) dalam
Cahyono, 2003.
2.1.1.3 Budidaya Paprika
1. Persemaian
Penyemaian benih paprika dapat dilakukan di baki persemaian. Media
yang dapat digunakan adalah arang sekam dan rockwool. Benih dimasukan pada
media semai dan ditutup dengan kertas tisu, kemudian baki persemaian disimpan
di dalam lemari persemaian pada suhu antara 200-25
0C dengan kelembaban udara
sekitar 70% - 90%. Umur lima sampai tujuh hari setelah semai, kertas tisu dibuka
dan lampu pada lemari persemaian mulai dinyalakan. Saat tanaman berumur
12-15 hari setelah semai, tanaman dipindahakan ke dalam polibag pembibitan dan
No. Jenis Zat Kadar
1 Kalori -
2 Protein 0,90 g
3 Lemak 0,30 g
4 Karbohidrat 4,40 g
5 Kalsium 7,00 mg
6 Fosfor 22,00 mg
7 Zat Besi 0,40 mg
8 Vitamin A 22,00 IU
9 Vitamin B-1 540,00 mg
10 Vitamin B-2 0,02 mg
11 Vitamin C 160,00 mg
12 Niasin 0,40 mg
13 Air -
14
ditempatkan diluar lemari persemaian. Hari ke-4 setelah bibit dipindahkan ke
polibag pembibitan, bibit tersebut disiram dengan larutan hara AB Mix dengan
EC 1,5 mS/cm sebanyak 3-4 kali sehari (Moekasan,dkk., 2008).
2. Penanaman
Sehari sebelum penanaman, harus dilakukan penjenuhan media tanam
dengan pupuk AB Mix pH 5,8 dan EC 2. Jika pada tiap tanaman akan dibentuk 2
cabang utama maka setiap polibag ditanami 2 tanaman atau kalau menggunakan
slab maka setiap slab ditanamai 4 tanaman dengan jarak 1,1-1,2 m dan jarak
dalam barisan 0,4-0,5 m (Moekasan, dkk., 2008).
3. Pemeliharaan Tanaman
Pengajiran dilakukan saat tanaman berumur 1-2 minggu dengan
menggunakan tali rami yang ujungnya diikatkan ke kawat horizontal di langit-
langit greenhouse. Penyiraman dan pemberian hara dilakukan bersama-sama,
yang dikenal dengan istilah fertigasi. Penyiraman dan pemberian hara pada
tanaman paprika dapat dilakukan secara manual dan secara irigasi tetes. Metode
pengendalian hama dan penyakit yang dianggap paling efektif adalah
menggunakan bahan kimia. Penggunaan pestisida berdasarkan konsepsi
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tanaman paprika harus berdasarkan pada
enam tepat, yaitu tepat sasaran, tepat mutu, tepat jenis pestisida, tepat waktu, tepat
dosis atau tepat konsentrasi dan tepat cara penggunaan.
4. Panen dan Pascapanen
Waktu panen tanaman paprika tergantung pada kondisi pertanaman,
biasanya tanaman paprika dapat dipanen mulai umur 2 sampai 2,5 bulan. Paprika
15
dipanen bila buahnya telah mencapai ukuran maksimal, hampir matang, tetapi
warnanya masih hijau. Paprika warna hijau bila dibiarkan akan terus menjadi buah
paprika yang berwarna merah, kuning, orange, tergantung pada varietasnya
(Moekasan,dkk., 2008).
Penanganan pascapanen paprika meliputi kegiatan sortasi, grading,
pencucian, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Sortasi merupakan
kegiatan untuk memisakan paprika yang sehat dari paprika yang rusak. Hasil
sortasi dilakukan untuk pengelompokan paprika menjadi beberapa kelas mutu
(grading) berdasarkan standar mutu, menurut ukuran buah dan tingkat kerusakan
buah. Hadinata (2004) menyatakan bahwa ada empat kategori ukuran paprika,
seperti yang terdapat dalam Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Ukuran Buah Paprika
Kategori Diameter (cm) buah Bobot(gram) buah
Kecil 6,5 – 8 120 – 160
Sedang >8 – 9,5 > 160 – 200
Besar >9,5 – 11 >200 – 250
Sangat besar >11 >250 Sumber: Hadinata, 2004
Paprika dapat dikemas dalam kotak karton berventilasi dengan kapasitas
5 kg. Jika paprika akan dikirim ke tempat yang jauh, kendaraan yang digunakan
adalah kendaraan berpendingin (7–120C) agar kesegaran buah tetap terjaga
(Moekasan et al., 2008).
2.1.2 Manajemen Pengadaan
2.1.2.1 Pengertian dan Tujuan Manajemen Pengadaan
Manajemen pengadaan menurut Pujawan (2010) adalah salah satu
komponen utama manajemen rantai pasokan. Tugas dari manajemen pengadaan
16
adalah menyediakan input, berupa barang maupun jasa, yang dibutuhkan dalam
kegiatan produksi maupun kegiatan lain dalam perusahaan.
Bagian pengadaan tentu tidak hanya bisa berperan secara strategis dalam
menciptakan keunggulan dari segi ongkos dan juga punya peran dari aspek
competitive advantage yang lain. Kualitas suatu produk ditentukan oleh semua
pihak dalam rantai pasokan. Bagian pengadaan juga dituntut untuk bisa
menciptakan keunggulan dari segi waktu. Sebagai salah satu faktor penting dalam
berkompetisi, waktu bisa sangat menentukan berhasil tidaknya rantai pasokan
dalam pertarungan di pasar. Kecepatan dan ketepatan waktu pengiriman dari
pemasok bukan hanya memungkinkan perusahaan untuk memproduksi dan
mengirim produk ke pelanggan secara tepat waktu, namun juga bisa mengurangi
tingkat persediaan bahan baku atau komponen yang harus disimpan sihingga juga
akan berakibat pada penghematan biaya (Pujawan, 2010).
Menurut Miranda dan Amin Widjaja (2005), bagian pengadaan umumnya
berhubungan dengan pembelian aktual material dan segala aktivitas yang
berhubungan dengan proses pembelian. Aktivitas pengadaan dikenal sebagai
process-oriented dan strategik. Tujuan dari bagian pengadaan adalah sebagai
berikut :
1. Memberikan aliran material, persediaan dan pelayanan yang
berkesinambungan yang dibutuhkan untuk menjalankan organisasi.
2. Meminimalkan investasi persediaan dan kerugian.
3. Menjaga dan memperbaiki kualitas.
4. Menemukan atau mengembangkan kemampuan pemasok.
17
5. Menstandarisasi kemungkinan barang dibeli.
6. Pembelian barang yang diperlukan dan pelayanan pada tingkat biaya total
terendah.
7. Mengembangkan posisi organisasi yang kompetitif.
8. Mencapai keharmonisan, hubungan kerja yang produktif dengan area
fungsional lainnya dalam organisasi.
9. Menyempurnakan sasaran pembelian pada kemungkinan tingkat biaya
administratif yang rendah.
Banyak perusahaan yang juga melibatkan pemasok-pemasok kunci mereka
dalam kegiatan pengembangan produk. Keterlibatan mereka bisa jadi cukup
penting dalam memberikan masukan tentang ketersediaan material yang
dibutuhkan untuk memproduksi produk baru. Pemasok juga biasanya lebih
mengerti sifat-sifat material yang mereka pasok sehingga keterlibatan mereka bisa
bermanfaat dalam merancang produk baru. Keterlibatan mereka sejak awal dalam
proses pengembangan produk akan sangat membantu keseluruhan rantai dalam
rantai pasokan dalam mempercepat time-to-market (Pujawan, 2010).
2.1.2.2 Tugas-Tugas Bagian Pengadaan
Banyak sekali tugas-tugas yang dilakukan oleh bagian pengadaan.
Melakukan proses pembelian barang maupun jasa adalah salah satunya. Namun
jika dilihat tujuannya, yakni untuk menyediakan barang maupun jasa dengan
harga yang murah, berkualitas, dan terkirim tepat waktu, tugas-tugas bagian
pengadaan tidak terbatas hanya pada kegiatan rutin pembelian. Secara umum,
tugas-tugas yang dilakukan mencakup kegiatan sebagai berikut (Pujawan, 2010):
18
1. Merancang hubungan yang tepat dengan pemasok. Hubungan dengan
pemasok bisa bersifat kemitraan jangka panjang maupun hubungan
transaksional jangka pendek. Model hubungan mana yang tepat tentunya
bergantung pada banyak hal, termasuk diantaranya kritis tidaknya barang yang
dibeli dari pemasok yang bersangkutan dan besar tidaknya nilai pembelian.
Bagian pengadaanlah yang punya tugas untuk merancang relationship
portofolio untuk semua pemasok. Selain itu, bagian pengadaan juga perlu
menetapkan berapa jumlah pemasok yang harus dipelihara untuk tiap jenis
item. Perusahaan mungkin memiliki pemasok utama dan pemasok
pendamping untuk tiap item.
2. Memilih pemasok. Kegiatan memilih pemasok bisa memakan waktu dan
sumber daya yang tidak sedikit apabila pemasok yang dimaksud adalah
pemasok kunci. Pemasok-pemasok kunci yang berpotensi untuk menjalin
hubungan jangka panjang, proses pemilihan tersebut bisa melibatkan evaluasi
awal, mengundang mereka untuk presentasi, kunjungan lapangan, dan
sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa pemilihan pemasok-pemasok kunci
harus sejalan dengan strategi rantai pasokan.
3. Memilih dan mengimplementasikan teknologi yang cocok. Kegiatan
pengadaan selalu membutuhkan bantuan teknologi. Teknologi yang lebih
tradisional dan lumrah digunakan adalah telepon dan fax. Teknologi
pengadaan sudah mengalami perkembangan dengan munculnya internet.
4. Memelihara data item yang dibutuhkan dan data pemasok. Bagian pengadaan
harus memiliki data lengkap tentang item-item yang dibutuhkan maupun data
19
tentang pemasok-pemasok mereka. Beberapa data pemasok yang penting
untuk dimiliki adalah nama dan alamat masing-masing pemasok, item apa
yang dipasok, harga per unit, lead time pengiriman, kinerja masa lalu, serta
kualifikasi umum seperti sertifikasi.
5. Melakukan proses pembelian. Pembelian adalah pekerjaan yang paling rutin
dilakukan oleh bagian pengadaan. Proses pembelian bisa dilakukan dengan
beberapa cara, misalnya pembelian rutin dan pembelian dengan melalui tender
melewati proses-proses yang bedrbeda. Banyak aktivitas negosiasi maupun
administrasi yang harus dilakukan pada proses pembelian tersebut.
6. Mengevaluasi kinerja pemasok. Penilaian kinerja pemasok juga pekerjaan
yang sangat penting dilakukan untuk menciptakan daya saing yang
berkelanjutan. Hasil penilaian tersebut digunakan sebagai masukan bagi
pemasok untuk meningkatkan kinerja mereka. Bagi perusahaan pembeli,
kinerja pemasok bisa digunakan sebagai dasar untuk menentukan volume
pembelian maupun untuk menentukan peringkat pemasok. Kinerja yang
digunakan untuk menilai pemasok seharusnya mencerminkan strategi rantai
pasokan dan jenis barang yang dibeli.
2.1.3 Kemitraan
2.1.3.1 Konsep Pola Kemitraan
Penerapan pola kemitraan agribisnis bertujuan untuk mengatasi masalah-
masalah keterbatasan modal dan teknologi bagi petani kecil, meningkatan mutu
produk, dan masalah pemasaran. Namun kenyataannya penerapan kemitraan
tersebut sering menghadapi masalah, baik yang bersumber dari petani mitra
20
maupun dari pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang dibangun tidak
dapat berkelanjutan (Purnaningsih, 2007).
Menurut Purnaningsih (2007), konsep kemitraan mengacu pada konsep
kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai
pembinaan, dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan dan
memperkuat. Kemitraan adalah melakukan proses kerjasama antar pelaku
agribisnis, dari yang sangat informal, dari yang membentuk kelompok kecil
sampai organisasi yang kompleks. Pihak yang bermitra adalah petani, pedagang
saprotan, pedagang pengumpul, perusahaan, pedagang di pasar tradisional,
supermarket, restoran dengan beragam pola. Contoh kemitraan antara pelaku pada
jaringan rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh Kemitraan
Menurut Hafsah (1999), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang
dilakukan dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan. Berdasarkan pola
kemitraan yang dijalin, terdapat enam pola kemitraan yang biasa dilakukan, yaitu:
Petani Pedagang
Pengumpul
Perusahaan
Supermarket
Restoran
Toko
Saprotan
21
1. Pola inti plasma, merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra
usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu
contoh kemitraan tersebut adalah pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR), yaitu
perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis,
manajemen, menampung, mengelola dan memasarkan hasil produksi.
Kelompok mitra usaha tersebut memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai
persyaratan yang disepakati.
2. Pola subkontrak, merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra
dengan kelompok mitra/petani yang memproduksi kebutuhan perusahaan
sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk kemitraan
tersebut adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga
dan waktu.
3. Pola dagang umum, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok
mitra dengan perusahaan mitra, yang didalamnya perusahaan mitra
memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok
kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra.
4. Pola keagenan, merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana
usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha
menengah atau usaha besar sebagai mitranya. Perusahaan bertanggung jawab
terhadap produk yang dihasilkan, sedangkan usaha kecil sebagai kelompok
mitra diberi kewajiban untuk memasarkan produk tersebut.
22
5. Waralaba, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha
dengan perusahaan yang diberikan hak lisensi, merk dagang, saluran distribusi
perusahaannya kepada kelompok mitra sebagai penerima waralaba disertai
bantuan bimbingan manajemen.
6. Kerjasama Operasional Agribisnis, merupakan pola hubungan bisnis yang
dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Kelompok mitra
menyediakan lahan dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra
menyediakan biaya, modal, dan manajemen pengadaan sarana produksi untuk
mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian.
2.1.3.2 Tujuan dan Prinsip Kemitraan
Program kemitraan diharapkan dapat mendatangkan manfaat untuk kedua
belah pihak. Manfaat yang dirasakan diantaranya dari segi produktivitas dapat
dirasakan peningkatannya dari kedua belah pihak. Produktivitas didefinisikan
sebagai output dibagi dengan input, produktivitas akan meningkat apabila dengan
input yang sama akan diperoleh hasil yang lebih tinggi atau dengan hasil yang
sama dibutuhkan input yang lebih rendah (Indrajit dan Djokopranoto, 2002).
Tujuan kemitraan dalam subsektor agribisnis, secara nyata adalah ( Hafsah, 1999):
1. Meningkatkan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan ekspor, baik dalam bentuk segar maupun olahan.
2. Memberikan kepastian kepada petani dalam memasarkan hasil produksinya.
3. Memperbaiki harga yang diterima petani, dengan tingkat harga yang
menguntungkan.
4. Meningkatkan pendapatan petani.
23
5. Meningkatkan efisiensi perusahaan dalam proses produksi.
6. Memperluas penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan pengembangan hubungan baru antara pembeli dan penjual,
hubungan ke hulu dan ke hilir, ada beberapa prinsip kemitraan yang perlu
diusahakan, menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), yaitu:
1. Mempunyai Tujuan yang Sama. Pembeli dan penjual harus mempunyai tujuan
yang sama. Kesalahan umum adalah banyak yang menganggap keuntungan
merupakan tujuan utama perusahaan. Perusahaan yang bisa bertahan dan
tumbuh dengan sendirinya tentu akan menghasilkan keuntungan yang layak.
2. Saling Menguntungkan. Kedua pihak harus sadar bahwa setiap negosiasi harus
menghasilkan sesuatu yang dapat saling menguntungkan kedua belah pihak
dan tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak saja dan merugikan pihak
yang lain. Saling menguntungkan adalah motivasi yang sangat kuat bagi
kedua belah pihak untuk melakukan dan melanjutkan kemitraan.
3. Saling Mempercayai. Saling percaya termasuk dalam perhitungan biaya
produksi dan harga barang atau jasa yang dihasilkan. Kedua belah pihak dapat
saling memberikan nasihat atau pendapat untuk melakukan efisiensi atau
penurunan biaya tertentu. Saling percaya tidak hanya pada kejujuran dan
i’tikad baik masing-masing untuk memenuhi kesepakatan bersama. Saling
mempercayai merupakan hal utama untuk membangun kemitraan jangka
panjang.
4. Bersifat Terbuka. Transparasi dapat meningkatkan sikap saling mempercayai,
dan sebaliknya saling mempercayai memerlukan saling keterbukaan.
24
5. Hubungan Jangka Panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan pihak
rekanan penjual untuk bersedia berani, dan mampu melakukan investasi yang
besar untuk keperluan research dan development demi peningkatan mutu
produk.
6. Perbaikan Terus-Menerus Dalam Mutu dan Harga. Salah satu prinsip yang
penting dalam kemitraan adalah kedua belah pihak harus senantiasa
meningkatkan mutu, efisiensi, biaya, dan harga barang/jasa.
2.1.3.3 Portofolio Hubungan dengan Pemasok
Bagian pengadaan dapat membantu mendukung keberhasilan strategik
organisasi dengan pengidentifikasian dan pengembangan pemasok yang baru
maupun yang telah ada. Melibatkan pemasok sejak awal pengembangan produk
dan jasa baru atau modifikasi yang telah ada dapat mengurangi masa
pengembangan produk. Ide untuk menekan waktu (yaitu mencapai pasar
secepatnya dengan ide-ide baru) sangat penting bagi kesuksesan ide-ide tersebut
dan mungkin juga bagi posisi-posisi di dalam organisasi, seperti sebagai market
leader atau innovator (Miranda dan Amin Widjaja, 2005).
Salah satu yang menjadi tugas penting bagian pengadaan adalah
menciptakan hubungan yang proporsional dengan pemasok. Hubungan yang
proporsional adalah hubungan yang secara tepat mencerminkan kepentingan
strategis tiap-tiap pemasok. Menurut Pujawan (2010), ada dua faktor yang bisa
digunakan dalam merancang hubungan dengan pemasok. Pertama adalah tingkat
kepentingan strategis item yang dibeli bagi perusahaaan. Strategis tidaknya suatu
item dipengaruhi oleh beberapa hal seperti:
25
1. Kontribusi item tersebut terhadap kegiatan / kompetensi inti perusahaaan
2. Nilai pembelian dalam setahun
3. Image / brand name dari pemasok
4. Risiko ketidaktersediaan item yang bersangkutan
Faktor kedua adalah tingkat kesulitan mengelola pembelian item tersebut.
Semakin tinggi tingkat kesulitannya, semakin banyak diperlukan intervensi dari
manajemen. Secara umum tingkat kesulitan pembelian suatu item ditentukan oleh
beberapa hal seperti:
1. Kompleksitas dan keunikan item
2. Kemampuan pemasok dalam memenuhi permintaan
3. Ketidakpastian (ketersediaan, kualitas, harga, waktu pengiriman).
Dua faktor tersebut bisa digunakan untuk mendapatkan empat klasifikasi
pemasok. Pemasok yang tingkat kepentingannya rendah dan relatif mudah
ditangani diklasifikasikan sebagai non-critical suppliers. Sebaliknya, pemasok
yang memasok barang atau jasa dengan nilai yang besar dan barang atau jasa
tersebut kritis bagi perusahaan diklasifikasikan sebagai critical strategic
suppliers. Ketidaktersediannya bisa mengakibatkan masalah serius bagi
kelangsungan perusahaan.
Klasifikasi lainnya adalah bottleneck suppliers, yaitu pemasok item-item
yang sebenarnya tidak terlalu penting bagi perusahaan dan nilai transaksinya juga
relatif rendah, namun barang atau jasa tersebut tidak mudah diperoleh
kemungkinan dikarenakan pemasok barang tersebut relatif sedikit sedangkan
yang membutuhkan banyak. Klasifikasi terakhir, berkebalikan dengan bottleneck
26
suppliers, adalah leverage suppliers, yaitu pemasok yang memasok item dengan
tingkat kepentingannya tinggi bagi perusahaan, namun item-itemnya mudah
diperoleh karena mungkin spesifikasinya standar dan banyak pemasok yang bisa
memasoknya. Secara umum kalsifikasi-klasifikasi tersebut dapat disederhanakan
seperti Gambar 3 berikut.
Tinggi
Tingkat
Kesulitan
Rendah
Rendah Tingkat Kepentingan Tinggi
Gambar 3. Matriks Portofolio Kemitraan
Menurut Pujawan (2010), hubungan jangka panjang yang membutuhkan
investasi bersama dari pihak perusahaan maupun pemasok hanya rasional
dilakukan untuk critical strategic suppliers. Investasi dilakukan agar mereka bisa
memasok barang atau jasa dengan kualitas yang lebih baik dengan pengiriman
yang lebih tepat waktu. Pemasok dalam kelompok tersebut, kriteria pemilihan dan
penilaiannya lebih ditekankan pada potensi kerjasama dan perbaikan jangka
panjang. Pemasok yang termasuk kategori non-critical, fokus manajemen
hendaknya pada penyederhanaan proses pembelian dan memilih kriteria utama
dalam keputusan pembelian harga per unit.
Kelompok bottleneck suppliers, fokus manajemen perusahaan bisa
meningkatkan standarisasi atau penyederhanaan spesifikasi barang atau jasa
Bottleneck suppliers
Sulit mencari substitusi
Pasar monopoli
Supplier baru sulit masuk
Critical Strategic Suppliers
Penting / strategis
Substitusi sulit
Non-critical Suppliers
Ketersediaan cukup
Item-item cukup standar
Substitusi dimungkinkan
Nilainya relatif rendah
Leverage Suppliers
Ketersediaan cukup
Substitusi dimungkinkan
Spesifikasi standar
Nilainya relatif tinggi
27
sehingga lebih mudah diperoleh. Pada kategori leverage suppliers fokus
manajemen seharusnya adalah mempertahankan posisi tawar tersebut. Secara
sederhana fokus manajemen dalam klasifikasi pemasok bisa dilihat pada
Gambar 4.
Tinggi
Tingkat
Kesulitan
Rendah
Rendah Tingkat Kepentingan Tinggi
Gambar 4. Fokus Manajemen Dalam Klasifikasi Pemasok
2.1.4 Proses Pembelian
Proses pembelian merupakan salah satu tugas dari manajemen pengadaan.
Menurut Pujawan (2010), proses pembelian bisa dilakukan dengan beberapa cara,
misalnya pembelian rutin dan pembelian dengan melalui tender atau lelang
(auction). Proses pembelian rutin biasanya berlaku untuk item-item yang
pemasoknya sudah jelas karena ada kesepakatan jangka panjang antara pemasok
dengan pesrusahaan. Sedangkan proses tender (dan juga lelang) dilakukan untuk
item-item yang pemasoknya masih harus dipilih.
Pembelian Rutin
Pembelian rutin dilakukan untuk item-item yang kebutuhannya berulang
(repetitive). Biasanya item-item seperti ini relatif standar sehingga proses
pembelian tidak lagi melibatkan perancangan spesifikasi. Baik perusahaan
Bottleneck suppliers
Penyederhanaan / standarisasi
item
Critical Strategic Suppliers
Strategic partnership,
fokus ke keunggulan
strategis
Non-critical Suppliers
Simplifikasi proses, fokus ke
harga per unit
Leverage Suppliers
Pelihara bargaining power
terhadap supplier
28
maupun pemasok sama-sama memiliki data yang lengkap tentang item-item
tersebut. Proses pembelian meliputi langkah-langkah berikut (Pujawan, 2010):
1. Bagian yang membutuhkan mengirimkan permintaan pembelian ke bagian
pengadaan. Dokumen permintaan pembelian tersebut biasanya dinamakan
purchase requisition (PR) atau material requisition (MR).
2. Bagian pengadaan akan mengevaluasi PR / MR yang diterima, kemudian
akan ditindaklanjuti oleh bagian pengadaan dengan mengirimkan purchase
order (PO) ke pemasok yang dianggap tepat. Pada proses pembelian rutin,
pemasok biasanya sudah teridentifikasi. Jika ada banyak pemasok yang bisa
memasok, bagian pengadaan harus bisa memutuskan ke pemasok mana PO
harus dikirim. Pada PO biasanya tertulis deskripsi item yang diminta, jumlah,
satuan, harga satuan, dan harga totalnya.
3. Jika pemasok sepakat untuk memenuhi PO tersebut, bagian pengadaan harus
secara proaktif memonitor perkembangan pengirimannya agar tidak terjadi
keterlambatan. Apabila ada perubahan waktu kebutuhan, perusahaan
mungkin harus melakukan percepatan atau memundurkan pengiriman.
4. Bagian gudang berkewajiban untuk mengecek benar tidaknya item yang
dikirim serta jumlah dan kualitasnya segera setelah pesanan datang.
5. Bagian akuntansi kemudian akan menyelesaikan proses pembayaran sesuai
dengan term pembayaran yang berlaku. Kebanyakan pemasok memberikan
sejenis credit term atau payment delay. Artinya, barang yang dikirim saat ini
tidak perlu langsung dibayar, tetapi ada kesempatan penundaan pembayaran
selama beberapa lama.
29
2.1.5 Kinerja Rantai Pasok
Salah satu aspek fundamental dalam manajemen rantai pasokan adalah
manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut Pujawan (2010),
untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran
yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasokan secara holistik. Sistem
pengukuran kinerja diperlukan untuk: a). Melakukan monitoring dan
pengendalian; b). Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada
rantai pasokan; c). Mengetahui posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing
maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai; dan d). Menetukan arah perbaikan
untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
Penilaian kinerja menurut Rivai dan Basri (2005), merupakan analisis dan
interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Penilaian sebaiknya
dikaitkan dengan sumber daya (input) yang berada di bawah wewenangnya seperti
SDM, dana/keuangan, sarana-prasarana, metode kerja dan hal lainnya yang
berkaitan. Tujuannya adalah agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian
kinerja yang tidak sesuai (kegagalan) disebabkan oleh faktor input yang kurang
mendukung atau kegagalan pihak manajemen.
2.1.5.1 Seleksi dan Evaluasi Pemasok
Memilih pemasok (Pujawan, 2010) merupakan kegiatan strategis, terutama
apabila pemasok tersebut akan pemasok item yang kritis atau akan digunakan
dalam jangka panjang sebagai pemasok penting. Kriteria pemilihan adalah salah
satu hal penting dalam pemilihan pemasok. Kriteria yang digunakan tentunya
30
harus mencerminkan strategi rantai pasokan maupun karakteristik dari item yang
akan dipasok.
Secara umum banyak perusahaan yang menggunakan kriteria-kriteria
dasar seperti kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu
pengiriman. Namun sering kali pemilihan pemasok membutuhkan berbagai
kriteria lain yang dianggap penting oleh perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Dickson dalam Pujawan (2010), menunjukkan
bahwa kriteria pemilihan supplier dapat sangat beragam. Tabel 5 menujukkan
kriteria yang diidentifikasikan oleh Dickson. Angka pada kolom kedua
menunjukkan tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria berdasarkan
kumpulan jawaban dari survey yang direspon oleh 170 manajer pembelian di
Amerika Serikat. Responden diminta memilih angka 0 – 4 pada skala likert.
Tabel 5. Kriteria Pemilihan/Evaluasi Pemasok (Dickson, 1996)
Kriteria Skor
Kualitas 3,5
Delivery 3,4
Performance history 3
Warranties and claim policies 2,8
Price 2,8
Technical capability 2,8
Financial position 2,5
Procedural Compliance 2,5
Communication system 2,5
Reputation and position in industry 2,4
Desire for business 2,4
Management and organization 2,3
Operating controls 2,2
Attitudes 2,1
Impression 2,1
Packaging ability 2
Geographical location 1,9
Training aids 1,5
Reciprocal arrangements 0,6 Sumber : Pujawan, 2010
31
Perusahaan harus melakukan pemilihan setelah kriteria ditetapkan dan
beberapa kandidat pemasok diperoleh. Perusahaan mungkin akan memilih satu
atau beberapa dari alternatif yang ada. Perusahaan mungkin harus melakukan
perangkaian untuk menentukan pemasok mana yang akan dipilih atau yang akan
dijadikan pemasok utama dan pemasok cadangan dalam proses pemilihan tersebut
(Pujawan, 2010).
Penilaian atau monitoring kinerja penting dilakukan sebagai bahan
evaluasi yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja mereka atau
sebagai pertimbangan perlu tidaknya mencari pemasok alternatif. Jika perusahaan
memiliki lebih dari pemasok untuk suatu item tertentu, hasil evaluasi juga dapat
dijadikan dasar dalam mengalokasikan order di masa depan. Tentunya beralasan
jika pemasok yang kinerjanya lebih bagus akan mendapat order yang lebih
banyak. Pemasok diharapkan akan terpacu untuk meningkatkan kinerja mereka
dengan adanya sistem tersebut (Pujawan, 2010).
2.1.6 Analytic Network Process (ANP)
2.1.6.1 Konsep Dasar Analytic Network Process (ANP)
Analytic Network Process (ANP) merupakan kerangka kerja paling
komprehensif untuk analisis keputusan sosial, pemerintahan, dan perusahaan
untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan yang kompleks dengan
menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Metode
tersebut menggunakan faktor subjektif, logika, intuisi, dan pengalaman untuk
mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok
dengan perkiraan yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.
32
Metode tersebut ditemukan oleh Thomas L.Saaty pada awal tahun 1970-an.
Menurut Saaty (1986), pihak yang dapat melakukan proses pengambilan
keputusan meliputi pengambil keputusan itu sendiri, pemimpin suatu instansi,
pakar, dan orang yang terlibat serta memahami permasalahan yang dihadapi.
ANP Menurut Saaty (2006) dalam Santoso L. W., dkk. (2010), metode
Analytic Network Process (ANP) merupakan pengembangan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) dengan memasukkan unsur ketergantungan
(dependencies) dan umpan balik (feedback). Metode ANP mampu memperbaiki
kelemahan AHP berupa kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria
atau alternatif. Komponen ANP, menurut Saaty (2006), terdiri dari hirarki kontrol,
cluster, elemen, hubungan antar elemen, dan hubungan antar cluster. Keterkaitan
pada metode ANP ada dua jenis yaitu keterkaitan dalam satu set elemen atau
cluster (inner dependence) dan keterkaitan antar elemen yang berbeda (outer
dependence). Keterkaitan tersebut menyebabkan metode ANP lebih kompleks
dibandingkan dengan metode AHP. Hasil yang diperoleh dengan metode ANP
lebih representatif dibandingkan hasil penelitian menggunakan metode AHP.
Unsur umpan balik dalam ANP menyebabkan alternatif-alternatif dapat
tergantung pada kriteria seperti pada hirarki, namun dapat juga tergantung satu
sama lain. Bahkan kriteria dapat tergantung pada alternatif atau tergantung satu
sama lain. Dalam jaringan umpan balik, elemen yang dibandingkan dapat berada
dalam cluster yang berbeda, misalnya hubungan langsung yang terlihat dari
cluster C4 ke cluster lain (C2 dan C3) yang disebut outer dependence. Elemen
yang dibandingkan dapat juga berada dalam cluster yang sama dimana cluster
33
dihubungkan dengan dirinya sendiri dan suatu hubungan loop dapat terlihat yang
disebut inner dependence. Perbedaan antara struktur hirarki dan jaringan dapat
dilihat pada Gambar 5.
Hirarki Jaringan
Gambar 5. Perbedaan Struktur Hirarki Dan Jaringan
Struktur umpan balik tidak memiliki bentuk linier dari atas ke bawah
seperti struktur hirarki, tetapi lebih mirip sebuah jaringan, dengan siklus yang
menghubungkan komponen-komponennya, yang tidak dapat lagi disebut tingkat,
dan dengan loop yang menghubungkan komponen itu sendiri (Saaty, 2006).
Perbedaan antara Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network
Process (ANP) dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perbedaan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network
Process (ANP)
NO Perbedaan AHP ANP
1 Kerangka Hierarki Jaringan
2 Hubungan Dependensi Dependensi dan
Feedback
3 Prediksi Kurang Akurat Lebih Akurat
4 Komparasi Preferensi/Kepentingan Pengaruh
Lebih Subjektif Lebih Objektif
5 Hasil Matriks, Eigenvector Supermatriks
Kurang Stabil Lebih Stabil
6 Cakupan Sempit/Terbatas Luas
Sumber: Ascarya (2007) dalam Rusyidiana (2012)
elemen
Komponen,
klaster
•••
•••
•••
Fokus
Subkriteria
Kriteria C2••
••C1••
C4••
C3••
34
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut
(Rusyidiana, 2012):
1. Perbedaan pertama terletak pada struktur kerangka model yang berbentuk
hierarki pada AHP dan berbentuk jaringan pada ANP. Hal tersebut membuat
ANP dapat diaplikasikan lebih luas dari AHP. Bentuk jaringan ANP juga
dapat sangat bervariasi dan lebih dapat mencerminkan permasalahan seperti
keadaan yang sesungguhnya.
2. Dalam struktur hierarki hanya ada dependensi level yang lebih rendah kepada
level yang lebih tinggi, sementara dalam struktur jaringan terdapat juga
feedback. Dengan feedback alternatif dapat tergantung terhadap kriteria,
seperti pada hierarki, tetapi dapat pula tergantung satu sama lain. Sementara
kriteria sendiri dapat tergantung pada alternatif dan pada satu sama lain.
3. Feedback memperbaiki prioritas yang dihasilkan dari penilaian, dan membuat
prediksi lebih akurat.
4. Untuk melakukan komparasi dalam AHP keduanya lebih kurang subyektif
dan personal. Sementara itu untuk komparasi dalam ANP membutuhkan
observasi faktual dan pengetahuan sehingga menghasilkan jawaban valid yang
lebih obyektif.
5. Hasil AHP adalah matriks dan eigenvector yang menunjukkan skala prioritas,
sedangkan hasil ANP berupa supermatriks skala prioritas yang lebih stabil
karena adanya feedback.
35
6. Cakupan AHP terbatas pada struktur yang hierarkis, sedangkan cakupan ANP
meluas tak terbatas. AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang
cluster dan elemen merupakan kasus khusus dari ANP.
2.1.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Analytic Network Process (ANP)
ANP merupakan suatu pendekatan pengambilan keputusan multi atribut
yang berdasar pada alasan, pengetahuan, dan pengalaman ahli-ahli dalam
bidangnya. Menurut Ravi, V, et al. (2005), dalam Darmi Setyaningsih (2005)
beberapa kelebihan ANP adalah:
a. ANP merupakan teknik komprehensif yang memungkinkan memasukkan
semua kriteria yang relevan, baik tangibel maupun intangibel, yang sering
terdapat dalam proses pengambilan keputusan.
b. Model AHP merupakan suatu kerangka kerja pengambilan keputusan yang
mengasumsikan hubungan hirarki banyak arah antar level-level keputusan,
sedangkan ANP memungkinkan adanya hubungan yang lebih kompleks antar
level dan atribut keputusan, tanpa membutuhkan struktur hirarki yang kaku.
c. Hubungan ketergantungan antar kriteria sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam masalah-masalah pengambilan keputusan karena
adanya karakteristik ketergantungan dalam masalah nyata. Metodologi ANP
memasukkan pertimbangan ketergantungan antara dan antar level dari
kriteria, sehingga merupakan alat pengambilan keputusan multi kriteria yang
atraktif.
d. Metodologi ANP bermanfaat dalam mempertimbangkan karakteristik
kualitatif maupun kuantitatif yang memang seharusnya dipertimbangkan,
36
dengan mempertimbangkan juga hubungan ketergantungan non linier antar
atribut.
e. ANP secara unik menyediakan skor sintesis, yang menjadi indikator ranking
relatif dari alternatif-alternatif yang tersedia bagi pengambil keputusan.
Sedangkan kekurangan ANP adalah:
a. Identifikasi atribut-atribut yang relevan dari masalah dan menentukan
kepentingan relatifnya dalam proses pengambilan keputusan membutuhkan
diskusi dan brainstorming yang dalam. Selain itu, pencarian data untuk
metodologi ANP merupakan proses intensif yang membutuhkan waktu lama.
b. ANP membutuhkan perhitungan dan matriks-matriks perbandingan
berpasangan tambahan yang lebih banyak dibanding dengan proses AHP,
sehingga diperlukan alur yang teliti dari matriks dan perbandingan
berpasangan atribut.
c. Perbandingan berpasngan atribut bersifat subyektif sehingga akurasi hasil
tergantung pada pengetahuan keahlian pemakai dalam bidangnya.
2.1.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian Levanie (2011) yang berjudul “Sistem Pengelolaan Mutu
Paprika (Capsicum Annum L.) Berorientasi Ekspor Pada Kelompok Tani Dewa
Family, Desa Pasirlangu”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui
pengelolaan mutu paprika dan mengetahui kendala penerapan sistem pengelolaan
mutu paprika yang dihadapi Kelompok Tani Dewa Family dalam memenuhi
permintaan ekspor. Kesimpulan dalam penelitian tersebut bahwa komponen
pekerja, pengaduan, dan evaluasi internal cenderung menjadi kendala penerapan
37
sistem pengelolaan mutu berdasarkan GAP, sehingga menyebabkan paprika yang
yang dihasilkan Dewa Family tidak dapat memenuhi spesifikasi ekspor.
Penelitian Setyaningsih (2005) dengan judul “Formulasi Strategi
Manufakturing Dengan Analytic Network Process (ANP) di PT. X”. Penelitian
tersebut ditujukan untuk mendapatkan hasil formulasi dan strategi manufakturing
yang paling sesuai untuk diterapkan oleh perusahaan. Kriteria kinerja yang
digunakan adalah biaya, kualitas, pengantaran, dan fleksibilitas. Alternatif strategi
yang diperoleh adalah strategi penekanan biaya dan variasi rasa produk A dan
strategi penekanan biaya untuk produk B. Strategi yang memiliki bobot terbesar
yang kemudian direkomendasikan untuk PT. X adalah alternatif strategi variasi
rasa produk A.
Hasil penelitian lainnya adalah penelitian Depayanti (2012) yang berjudul
“Strategi Pengembangan Produk Baru Pada Bunga Krisan Potong”. Tujuan
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pemilihan alternatif pada bungan
krisan potong di PT Alam Indah Nusantara dengan menggunakan metode
Analytical Network Process (ANP). Berdasarkan penilaian alternatif yang
dikembangkan didapat hasil bahwa bunga pot buket memiliki persentase tertinggi
yaitu sebesar 46,7 %, sedangkan bunga papan sebesar 28,13 %, biopestisida 18,9
%, dan bunga kering 6 %.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan antara penelitian ini dengan
penelitian Levanie adalah sama-sama mengkaji mengenai komoditas paprika dan
petani paprika. Perbedaannya, pada penelitian Levanie lebih menekankan kepada
38
GAP dan proses budidaya paprika, sedangkan pada penelitian ini adalah proses
pengadaan paprika dari petani pemasok ke perusahaan pemasok paprika.
Persamaan penelitian Setyaningsih dan Depayanti terhadap penelitian ini
adalah sama-sama menggunakan metode Analytical Network Process (ANP)
dalam menyelesaikan permasalahan. Perbedaannya adalah pada penelitian
Setyaningsih metode ANP digunakan untuk menentukan strategi manufakturing
yang paling sesuai dengan perusahaan, pada penelitian Depayanti metode ANP
digunakan untuk mengetahui pemilihan alternatif pada bungan krisan potong,
sementara pada penelitian ini metode ANP digunakan untuk memilih alternatif
pemasok paprika yang berpotensi besar dalam memasok paprika secara konsisten
dalam jangka panjang yang berguna bagi perusahaan.
2.2 Kerangka Pemikiran
PT Momenta Agrikultura merupakan pemasok buah dan sayur-sayuran
untuk ekspor maupun pasar lokal seperti ritel modern. Produk yang dihasilkan
didapat dari kebun sendiri maupun menjalin kemitraan dengan petani/pemasok.
Salah satu produk yang diperdagangkan perusahaan tersebut adalah paprika.
Paprika merupakan salah satu komoditas yang menjadi prioritas dan harus selalu
ada, karena permintaannya yang kontinyu. Jumlah permintaan dan harga paprika
dipasaran bersifat fluktuatif, sehingga diperlukan manajemen pengadaan yang
baik. Terdapat hubungan kemitraan antara pemasok paprika dan PT Momenta
Agrikultura dalam manajemen pengadaan. PT Momenta Agrikultura memiliki tiga
pemasok paprika, yaitu dua kelompok tani dan petani perseorangan. Namun,
pelaksanaan pengadaan paprika oleh pemasok dinilai kurang konsisten sehingga
39
mengakibatkan jumlah pasokan ke perusahaan fluktuatif bahkan sangat kurang
dari target.
Beberapa permasalahan ketidakkonsistensian pemasok yang sering terjadi
adalah terkadang pemenuhan kebutuhan paprika tidak sesuai order, pemenuhan
kebutuhan terlambat, distribusi tidak rutin, bahkan bila harga komoditas sedang
tinggi petani tidak menjual kepada PT Momenta Agrikultura, tetapi menjual ke
tempat lain dengan harga tinggi. Maka dari itu, diperlukan kajian rantai pasokan
secara komprehensif untuk memberikan rekomendasi terbaik bagi perusahaan dan
pemasok.
Pada proses pengadaan, paprika diantarkan dari mitra pemasok sesuai
kesepakatan dalam kerjasama. Proses pengadaannya perlu memperhatikan
mengenai kebutuhan permintaan dari pasar serta jadwal dan jumlah yang perlu
dipersiapkan. Pengadaan paprika di perusahaan tersebut dilakukan tiga kali dalam
seminggu. Manajemen pengadaan di perusahaan tergantung dari manajemen
pengadaan dan kinerja para pemasok paprika. Koordinasi dan integrasi di antara
rantai pasokan perlu dievaluasi melalui pengukuran kinerja, terutama kinerja pada
pemasok paprika di PT Momenta Agrikultura.
Penilaian kinerja pada pemasok dilakukan untuk mengetahui tindakan dan
strategi perbaikan apa yang akan diambil selanjutnya. Selain itu untuk mengambil
keputusan mengenai pemasok mana yang akan dipilih untuk diajak sebagai mitra
untuk jangka panjang ataupun dapat dilihat mana pemasok yang berpotensi besar
terhadap perusahaan sehingga dapat meningkatkan daya saing perusahaan.
Penilaian kinerja pemasok dapat dinilai dengan menggunakan metode Analytic
40
Network Process (ANP) dengan melakukan pembobotan pada kriteria-kriteria
yang telah ditetapkan. Uraian-uraian di atas secara singkat dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
Fluktuasi Jumlah Permintaan dan Harga
Paprika
Manajemen Pengadaan Rantai Pasok
Paprika
Hubungan Kemitraan PT Momenta
Agrikultura
Pemasok
Paprika
Kurangnya Konsistensi Pemasok dalam
Manajemen Pengadaan
Dibutuhkan Penilaian Kinerja
Rantai Pasok
Pemilihan Mitra Pemasok Berdasarkan
Evaluasi Kinerja Pemasok
Menggunakan Metode ANP:
- Mengkonstruksi model jaringan
- Pembobotan tiap kriteria
- Membuat matriks perbandingan berpasangan
- Pembentukan Supermatriks
- Pemilihan alternatif
Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Paprika
top related