bab i rina
Post on 08-Aug-2015
151 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua
orang. Untuk dapat berfungsi secara optimal, maka setiap orang memerlukan
istirahat dan tidur yang cukup. Tidak terkecuali juga pada orang yang sedang
menderita sakit, mereka juga memerlukan istirahat dan tidur yang memadai.
Namun dalam keadaan sakit, pola tidur seseorang biasanya terganggu,
sehingga perawat perlu berupaya untuk mencukupi ataupun memenuhi
kebutuhan tidur tersebut. Secara umum tidur ditandai dengan aktivitas fisik
minimal, tingkatan kesadaran yang bervariasi, perubahan-perubahan proses
fisiologis tubuh dan penurunan respon terhadap rangsangan dari luar. Diduga
penyebab tidur adalah proses penghambatan aktif. Ada teori lama yang
menyatakan bahwa area eksitatori pada batang otak bagian atas, yang disebut
“sistem aktivasi retikular”, mengalami kelelahan setelah seharian terjaga dan
karena itu, menjadi inaktif. Keadaan ini disebut teori pasif dari tidur.
Percobaan penting telah mengubah pandangan ini ke teori yang lebih baru
bahwa tidur barangkali disebabkan oleh proses penghambatan aktif. Hal ini
terbukti dari suatu percobaan dengan cara melakukan pemotongan batang otak
setinggi regio midpontil, dan berdasarkan perekaman listrik ternyata otak tak
1
2
pernah tidur. Dengan kata lain, ada beberapa pusat yang terletak dibawah
ketinggian midpontil pada batang otak, diperlukan untuk menyebabkan tidur
dengan cara menghambat bagian-bagian otak lainnya (Choppra, 2003).
Sebagian orang bisa tidur dengan nyenyak merupakan anugerah, tetapi bagi
orang yang mengalami gangguan tidur akan sulit untuk mendapatkan anugrah
untuk tidur nyenyak, karena mengidap gangguan yang biasa disebut sulit tidur.
Seseorang dianggap memiliki gangguan tidur apabila seseorang mengalami
kesulitan tidur dalam beberapa hari. Apabila gangguan tidur tersebut terjadi
dalam kurun waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan akan
mengakibatkan kekebalan tubuh menurun akibat kekurangan tidur atau jadwal
yang terganggu akibat gangguan tidur insomnia yang menyerang. Kesulitan
tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada
penderita yang berkunjung ke praktek dokter psikiater. Kesulitan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan
tinggi dan rendah, gangguan tidur juga dialami oleh anak-anak, orang tua,
orang dewasa, maupun para lanjut usia (Japardi, 2004).
Gangguan pola tidur adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami,
Perubahan jumlah/kualitas pola tidur dan istirahat sehubungan dengan
keadaan biologis atau kebutuhan emosi. Gangguan tidur adalah kondisi yang
jika tidak diobati, secara umum akan menyebabkan gangguan tidur malam
3
yang mengakibatkan munculnya sala satu dari ketiga masalah berikut:
insomnia; gerakan atau sensasi abnormal di kala tidur atau ketika terjaga di
tengah malam; atau rasa ngantuk yang berlebihan di siang hari (Naylor dan
Aldrich,1994).
Sejumlah faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Seringkali
faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor fisiologis
(penyakit fisik, obat-obatan, kelelahan, dan asupan makanan dan kalori)
psikologis (gaya hidup, stress emosional) , dan lingkungan dapat mengubah
kualitas dan kuantitas tidur. Banyak orang dewasa di Amerika Serikat
memiliki hutang tidur yang signifikan karena ketidak adekuatan dalam hal
kuantitas maupun kualitas tidur malamnnya dan mengalami hipersomnolen di
siang hari selama melaksanakan aktivitas sehari-hari (National Commission
On Sleep Disorders Research, 1993).
WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia 10 sampai
19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua kelompok umur
yang tumpang-tindih ini digolongkan sebagai pemuda (young people) yang
mencakup usia 10 sampai 24 tahun. Secara garis besar, fase remaja dibagi
menjadi tiga periode penting, yaitu fase awal, pertengahan, dan lanjut; yang
masing-masing memiliki karakteristik dalam hal biologis, psikologis, dan isu
sosial.
4
Berdasarkan Nelson dkk, penggolongan fase remaja dibagi menjadi fase
remaja awal, yaitu usia 10 sampai 13 tahun; fase remaja pertengahan, yaitu
usia 14 sampai 16 tahun; dan fase remaja lanjut, yaitu usia 17 samapi 20 tahun
hingga seterusnya. Pola tidur pada remaja perlu perhatian lebih karena
berhubungan pada performa sekolah.pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti
mengenai tidur dari perbedaan perubahan pola tidur pada remaja. Perubahan
tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada
permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur
menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih telat pada pagi hari. Dan remaja
tersebut lebih waspada pada malam hari dan menjadi lebih susah tidur.
Menurut penelitian, remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25 jam. Untuk
tidur dalam sehari. namun nyatanya sekitar 8 jam sehari karena pengaruh
waktu sekolah. Waktu tidur dan bangun berdasarkan waktu sekolah dan
kehidupan sosial akan mengkontribusi pengurangan waktu tidur pada remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Iglowstein dkk. terhadap anak di Swiss
mendapatkan hasil bahwa anak usia 12 sampai 15 tahun memiliki rata-rata
jumlah waktu tidur sebanyak 8,4 sampai 9,3 jam per hari. Hampir semua
orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya.
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kurang
lebih 1/3 dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap tahunnya.
5
Gangguan tidur ini dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status
kesehatan penderitanya (National Commission On Sleep Disorders Research,
1993).
National Sleep Foundation menyatakan bahwa di Indonesia prevalensi
penderita gangguan pola tidur mencapai 70% paling sedikit seminggu sekali
dan 30 juta orang sulit tidur setiap malamnya.
Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa
gangguan tidur menyerang 10% dari total penduduk di Indonesia atau sekitar
28 juta orang. Total angka kejadian gangguan tidur tersebut 10-15%
merupakan gejala insomnia kronis. Seseorang dapat mengalami insomnia
transien akibat stres situasional seperti masalah keluarga, kerja atau sekolah,
jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia temporer
akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan
tidur yang cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran, stres, dan
kecemasan.
Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang mengalami kesukaran tidur dan 17%
diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur cenderung
meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai
6
penyebab. Kaplan dan sadock melaporkan kurang lebih 40%-50% dari
populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10%-
15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alcohol.
Menurut data internasional of sleepdisorder, prevalensi penyebab-penyebab
gangguan tidur adalah penyait asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan
(40-40%), kram kaki malam hari (16%), psychophysiological (15%),
sindroma kaki gelisah (5-15%), depresi (65%), demensia (5%), ganggua
perubahan jadwal kerja (2-5%), obstruksi sesak salurana nafas (1-2%),
penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0.16%).
Klasifikasi dan penatalaksanaan gangguan tidur masih terus berkembang
seiring dengan penelitian yang ada.
Menurut beberapa penelitian yang ada ternyata ada hubungan antara tingkat
stress dengan gangguan pola tidur kecemasan tentang masalah pribadi atau
situasi yang dapqat mengganggu tidur. Stress emosional menyebabkan
seseorang menjadi tegang dan sering kali mengarah frustasi apabila tidak
tidur. Stress juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk
tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stress
yang berlarut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk (Bliwise,1993)
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan
adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang
7
individu. Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur juga dapat terjadi
akibat adanya perubahan gaya hidup. Kualitas tidur inadekuat adalah
fragmentasi dan terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam hari
yang sering dan berulang ( Chapter. (2011). http://repository.usu.ac.id).
Studi yang dilaksanakan oleh Liu X dkk di SMU di provinsi Shandong, Cina.
Hasil studi menyatakan rata-rata lama tidur di malam hari adalah 7,64 jam dan
menurun dengan meningkatnya usia. Penelitian yang dilakukan oleh Johnson
EO dkk pada remaja 13 hingga 16 tahun mengenai epidemiologi insomnia
sesuai DSM-IV pada remaja menunjukkan bahwa prevalensi insomnia adalah
10,7% dengan usia median timbulnya insomnia adalah 11 tahun. Penelitian
Halbower dan Marcus yang menyatakan gangguan tidur yang paling banyak
ditemukan pada remaja adalah insomnia. Gangguan tidur pada remaja
dipengaruhi berbagai faktor baik medis maupun nonmedis. Penelitian di
Jepang oleh Ohida T dkk pada tahun 2004 menunjukkan beberapa faktor
risiko terjadinya gangguan tidur, yaitu jenis kelamin perempuan, siswa tingkat
SMU, dan gaya hidup yang tidak sehat (stres psikologis, merokok dan minum
alkohol) (Chapter. (2011). http://repository.usu.ac.id).
Pubertas sebagai salah satu ciri yang dialami oleh remaja juga memberikan
pengaruh terhadap timbulnya gangguan tidur. Hipersomnia adalah lebih sering
8
terjadi pada remaja dan dewasa muda sedangkan insomnia lebih umum terjadi
pada orang dewasa (Liu X, tahun 2000).
Gangguan pola tidur berupa pola tidur yang berlebihan dapat menimbulkan
efek negative pada performa di sekolah, fungsi kognitif, dan mood sehingga
dapat menimbulkan konsekuensi serius lainnya seperti peningkatan angka
kejadian kecelakaan mobil dan motor. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa
berkurangnya waktu tidur dan jadwal tidur yang tidak teratur terkait erat
dengan performa sekolah yang buruk pada remaja ( Chapter. (2011).
http://repository.usu.ac.id).
Stress adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan
tubuh yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak dapat di hindari, setiap orang mengalaminya. Stress dapat
memberikan dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik,
psikologis, intelektual, sosial dan spiritual. Stress dapat mengancam
keseimbangan fisiologis. Stress emosi dapat menimbulkan perasaan negative
atau destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Stress intelektual akan
menganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan
masalah. Stress sosial akan menganggu hubungan individu terhadap
kehidupan. Stress karena perpisahan, kehilangan kontrol, pembatasan
9
aktivitas, dan perlukaan tubuh serta nyeri sering kali terjadi di rumah sakit
(Rasmun, 2004).
Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi saraf
dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan
pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam (Syaifuddi, 2006).
Pada saat stress, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga renin,
angiotensin, dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat
(Klabunde, 2007).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari hasil
wawancara yang diperoleh dari Wakil kepala sekolah dari SMA Negeri 5
Samarinda Tahun 2012, terdapat 942 siswa secara keseluruhannya namun
apabila dibagi sesuai kelas masing-masing maka diperoleh jumlah siswa kelas
X=311 siswa, kelas XI=340 siswa dan kelas XII=291 siswa. Berdasarkan hasil
wawancara dengan beberaapa siswa SMA 5 kelas XII IPA Samarinda,
ternyata kebanyakan mengeluh mengalami pola tidur yang tidak teratur
dikarenakan tingkat stress akibat persaingan dalam bidang akademik yang
begitu berat kemudian dituntut untuk belajar lebih ekstra untuk persiapan
menghadapi Ujian Akhir Nasional. Peneliti menilai hal ini penting untuk
diteliti karena berdasarkan wawancara tersebut beberapa siswa bisa dikatakan
dalam kondisi stress. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, peneliti tertarik
10
untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat stress dengan gangguan
pola tidur pada remaja yang sedang menempuh pendidikan di SMA Negeri 5
kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian “
Apakah ada hubungan tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada remaja
SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada
remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik umum pada remaja SMA Negeri 5 kelas
XII IPA Samarinda Tahun 2013.
b. Mengidentifikasi tingkat stress pada remaja dengan gangguan pola
tidur di SMA Negeri 5 kleas XII IPA Samarinda 2013.
c. Mengidentifikasi gangguan pola tidur pada remaja SMA Negeri 5
kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013.
11
d. Menganalisis hubungan antara tingkat stress dengan gangguan pola
tidur pada remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun
2013.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti.
b. Untuk mengembangkan dan menemukan temuan-temuan yang
baru mengenai hubungan tingkat stress dengan gangguan pola
tidur.
2. Manfaat praktis
a. Bagi remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda Tahun 2013
Sebagai masukan dan informasi tentang pentingnya pengendalian
tingkat stress sehingga pola tidurnya tidak terganggu.
b. Bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan, wawasan berpikir dan pengalaman
dilapangan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh dibangku kuliah, sehingga dapat menghasilkan sesuatu
informasi baru tentang hubungan tingkat stress dengan gangguan
12
pola tidur pada remaja dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konsep istrahat dan tidur
a. Pengertian
Semua makhluk hidup memerlukan istirahat setelah melakukan
aktivitas atau berbagai kegiatan. Karena aktivitas tersebut
menggunakan jaringan sel hidup, sehingga akan timbul kerusakan pada
jaringan tersebut, karenanya makhluk hidup perlu istirahat untuk
memperbaiki kerusakan yan di maksud. Mengenai tidur ini, tidak ada
aturan kaku dan ketat yang diberlakukan, karena istirahat tidur ini
tergantung pada usia, jenis pekerjaan, temperamen setiap individu.
Bayi dan anak-anak memerlukan tidur lebih banyak dibandingkan
orang dewasa. Pada orang-orang yang sudah berumur sebenarnya lebih
memerlukan istirahat daripada tidur yang sebenarnya. Selama
berbaring mereka lebih banyak menggunakan waktu untuk mengubah-
ubah posisi berbaringnya saja. Orang yang bekerja dengan
menggunakan otak atau pikirannya memerlukan lebih banyak tidur
dibandingkan dengan orang yang bekerja dengan fisiknya. Sebagai
suatu ukuran, orang dewasa yang sehat dan banyak bekerja dengan
otak atau pikiran biasanya tidur selama 7 jam. Malam hari adalah
13
14
waktu terbaik untuk tidur. Hal ini bukanlah masalah kebiasaan saja
bahwa orang-orang yang bekerja pada siang hari akan tidur pada
malam hari, namun secara ilmiah terlihat bahwa siang hari lebih cocok
untuk bekerja dan waktu malam digunakan untuk beristirahat atau
tidur (AAA dkk, 2006).
Istirahat merupakan keadaan yang relaks tanpa adanya tekanan
emosional dan bukan hanya berhenti dalam keadaan tidak beraktifitas
tetapi juga berhenti sejenak kondisi yang membutuhkan ketenangan.
Kata istirahat berarti suatu keadaan melepaskan diri dari segala apa
yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan
(Guyton,1968).
Tidur merupakan suatu kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau juga dikatakan sebagai suatu keadaan
tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan akan tetapi lebih merupakan suatu urutan
siklus yang berulang (Guyton,1968).
Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).
15
Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986),
atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang
relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi
lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang dengan ciri adanya
aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terhadap
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap
rangsangan dari luar (Alimul, 2006).
Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan
tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan
masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang
berbeda (Wartonah, 2006).
b. Fungsi dan tujuan tidur
Menurut Aziz (2006) fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak
diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk
menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi
stres pada paru, kardiovaskular, endokrin dan lain-lain. Energi
disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi
seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari
tidur; pertama, efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat
16
memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai
susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan
memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama
tidur terjadi penurunan.
c. Tahapan Tidur
Menurut Tarwoto (2006) EEG, EMG dan EOG dapat mengidentifikasi
perbedaan signal pada level otak, otot dan aktivitas mata. Normalnya
tidur dibagi menjadi dua yaitu nonrapid eye movement (NREM) dan
rapid eye movement (REM). Selama masa NREM seseorang terbagi
menjadi empat tahapan dan memerlukan kira-kira 90 menit selama
siklus tidur. Sedangkan tahapan REM adalah tahapan terakhir kira-kira
90 menit sebelum tidur berakhir.
d. Tahapan tidur NREM
1) NREM tahap I
a) Tingkat transisi
b) Merespons cahaya
c) Berlangsung beberapa menit
d) Mudah terbangun dengan rangsangan
e) Aktifitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun
f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi
17
2) NREM tahap II
a) Periode suara tidur
b) Mulai relaksasi otot
c) Berlangsung 10 – 20 menit
d) Fungsi tubuh berlangung lambat
e) Dapat dibangunkan dengan mudah
3) NREM tahap III
a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak
b) Sulit dibangunkan
c) Relaksasi otot menyeluruh
d) Tekanan darah menurun
e) Berlangsung 15 – 30 menit
4) NREM tahap IV
a) Tidur nyenyak
b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif
c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun
d) Sekresi lambung menurun
e) Gerak bola mata cepat
18
e. Tahapan tidur REM
1) Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM
2) Pada orang dewasa normal REM yaitu 20 – 25 % dari tidur
malamnya.
3) Jika individu terbangun pada tidur REM maka biasanya terjadi
mimpi.
4) Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga
berperan dalam belajar, memori dan adaptasi.
f. Karakteristik tidur REM
1) Mata : Cepat tertutup dan terbuka
2) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar imobilisasi
3) Penapasan : Tidak teratur, kadang dengan apnea
4) Nadi : Cepat dan ireguler
5) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi
6) Sekresi gaster : Meningkat
7) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik
8) Gelombang otak : EEG aktif
9) Siklus tidur : Sulit dibangunkan
10) Pola tidur normal
19
g. Menurut Tarwoto (2006) pola tidur pada manusia bergantung pada
tingkat perkembangan.
1) Pola tidur pada neonatus sampai dengan usia 3 bulan kira-kira
membutuhkan 16 jam/hari, pada usia neonatus mereka mudah
berespons terhadap stimulus dan pada minggu pertama kelahiran
50% adalah tahap REM
2) Pola tidur bayi pada malam hari kira-kira membutuhkan 8 – 10 jam
pada usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun kira-kira membutuhkan
tidur 14 jam/hari dan tahap REM 20 – 30%
3) Pola tidur pada toddler membutuhkan waktu 10 – 12 jam/hari dan
tahap REM 25%.
4) Pola tidur pada preschooler membutuhkan waktu 11 jam pada
malam hari dan tahap REM 20%.
5) Pola tidur pada usia sekolah membutuhkan waktu 10 jam pada
malam hari dan tahap REM 18,5%.
20
6) Pola tidur pada adolensia membutuhkan waktu tidur 8,5 jam pada
malam hari dan tahap REM 20%.
7) Pola tiidur pada dewasa muda membutuhkan waktu 7 – 9 jam/hari
dan tahap REM 20 – 25%.
8) Pola tidur pada usia dewasa pertengahan membutuhkan waktu tidur
± 7 jam/hari dan tahap REM 20%.
9) Pola tidur pada usia tua membutuhkan waktu tidur ± 6 jam/hari dan
tahap REM 20 – 25%, pada tahap IV NREM menurun dan kadang-
kadang absen dan sering terbangun pada malam hari.
h. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur
Aziz (2006) menjelaskan bahwa kualitas dan kuantitas tidur
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor psikologis, fisiologis dan
lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Kualitas
tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur
dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di
antara faktor yang dapat mempengaruhinya adalah :
21
1) Penyakit
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik
(misal : kesulitan bernapas) atau masalah suasana hati, seperti
kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur.
Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah
kesulitan tertidur atau tetap tertidur. Penyakit juga dapat memaksa
klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa. Sebagai contoh,
memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan dimobilisasi
pada traksi dapat mengganggu tidur.
2) Kelelahan
Seseorang yang kelelahan biasanya memperoleh tidur yang
mengistirahatkan, kususnya jika kelelahan adalah hasil dari kerja
atau latihan yang menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum
waktu tidur membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu
keadaan kelelahan yang meningkatkan relaksasi. Akan tetapi,
kelelahan yang berlebihan yang dihasilkan dari kerja yang
meletihkan atau penuh stres membuat sulit tidur. Hal ini dapat
menjadi masalah yang umum bagi anak sekolah dan remaja.
22
3) Stres Emosional
Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu
tidur. Stres emosional menyebakan seseorang menjadi tegang dan
seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Stres juga
menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tertidur,
sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur.
Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang
buruk.
4) Obat
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Mengantuk adalah
efek samping medikasi yang umum. Medikasi yang diresepkan
untuk tidur seringkali memberi banyak masalah daripada
keuntungan. Orang dewasa muda dan dewasa tengah dapat
tergantung pada obat tidur untuk mengatasi stressor gaya hidupnya.
Lansia seringkali menggunakan variasi obat untuk mengontrol atau
mengatasi penyakit kroniknya. Dan efek kombinasi dari beberapa
obat dapat mengganggu tidur secara serius. Beberapa jenis obat
yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat
diuretik menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat
menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang
menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat
23
berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat
menekan REM sehingga mudah mengantuk.
5) Nutrisi
Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan
makan yang baik adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan
tidur. Makan besar, berat, dan/atau berbumbu pada makan malam
dapat menyebabkan tidak dapat dicerna yang mengganggu tidur.
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat
proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya
proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam
amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan
gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan
terkadang sulit untuk tidur.
6) Lingkungan
Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada
kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur. Ventilasi yang baik,
ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas
tidur. Suara dan tingkat cahaya dapat mempengaruhi kemampuan
untuk tidur. Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi
seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur.
24
7) Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang
untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu,
adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan
gangguan proses tidur.
i. Gangguan Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum
akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan
munculnya salah satu dari ketiga masalah berikut : insomnia; gerakan
atau sensasi abnormal di kala tidur atau ketika terjaga di tengah
malam; atau rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari. berikut
adalah macam-macam gangguan tidur yang sering di alami oleh
sebagian besar orang.
1) Insomnia
Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan
tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan
keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur. Insomnia
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a) Initial insomnia merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur
atau mengawali tidur.
25
b) Intermiten insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur
karena selalu terbangun pada malam hari.
c) Terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur
kembali setelah bangun tidur pada malam hari.
Proses gangguan tidur ini kemungkinan besar disebabkan oleh
adanya rasa khawatir, tekanan jiwa, ataupun stress (Potter,
2005)
2) Hipersomnia
Hipersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur
berlebihan, pada umumnya lebih dari sembilan jam pada malam
hari, disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah psikologis,
depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati, dan
gangguan metabolisme.
3) Parasomnia
Parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat
mengganggu pola tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan
dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak, yaitu pada tahap
III dan IV dari tidur NREM. Somnambolisme ini dapat
menyebabkan cidera.
26
4) Enuresa
Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada
waktu tidur, atau biasa juga disebut dengan istilah mengompol.
Enuresa dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a) Enuresa nokturnal merupakan mengompol di waktu tidur.
Enuresa nokturnal umumnya merupakan gangguan pada tidur
NREM.
b) Enuresa diurnal merupakan mengompol pada saat bangun tidur.
c) Apnea saat tidur adalah periode henti napas saat tidur. Tanda-
tanda yang dapat diamati adalah mendengkur berlebihan.
gangguan ini dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat
tidur.
5) Narkolepsi
Narkolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri
untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan berdiri,
mengemudikan kendaraan, atau di saat sedang membicarakan
sesuatu. Hal ini merupakan suatu gangguan neurologis.
27
j. Gangguan pola tidur secara umum
Suatu keadaan dimana individu mengalami atau mempunyai resiko
perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan
ketidak nyamanan atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan.
Gangguan terlihat pada pasien dengan kondisi yang memperlihatkan
perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman didaerah sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva
merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering
menguap atau mengantuk. Penyebab dari gangguan pola tidur ini
antara lain kerusakan transpor oksigen, gangguan metabolisme,
kerusakan eliminasi, pengaruh obat, imobilitas, nyeri pada kaki, takut
operasi, faktor lingkungan yang mengganggu, dll (Alimul, 2006).
Gangguan Pola Tidur menurut Wahyudi (2000)
Gangguan pola tidur merupakan suatu keadaan dimana individu
mengalami atau mempunyai resiko perubahan dalam jumlah dan
kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau
mengganggu gaya hidup yang diinginkan.
Gangguan pola tidur adalah Keadaan dimana individu mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menggangu
28
gaya hidup yang diinginkan (Capernito, 1995).
Menurut Irwin Feinerg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan
masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif tetap. Menurut
Luce dan Segal mengungkapkan bahwa faktor usia merupakan faktor
terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Telah dikatakan
bahwa keluhan terhadap kualitas tidur seiring dengan bertambahnya
usia.
2. Remaja
a. Pengertian
Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang
meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa
anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan
alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Sedangkan yang dimaksud
dengan istilah adolesen, dulu merupakan sinonim dari pubertas,
sekarang lebih ditekankan untuk menyatakan perubahan psikososial
yang menyertai pubertas. Walaupun begitu, akselerasi pertumbuhan
somatik yang merupakan bagian dari perubahan fisik pada pubertas,
disebut sebagai pacu tumbuh adolesen (adolescent growth spurt).
Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa peralihan dari masa anak
dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah : puberty (Inggris),
29
puberteit (Belanda), pubertas (Latin), yang berarti kedewasaan yang
dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Ada pula yang
menggunakan istilah adulescentio (Latin) yaitu masa muda. Istilah
Pubescence yang berasal dari kata pubis yang dimaksud pubishair atau
rambut di sekitar kemaluan. Dengan tumbuhnya rambut itu suatu
pertanda masa kanak-kanak berakhir dan menuju kematangan atau
kedewasaan seksual (Rumini, 2004).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia
akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi
usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi
masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun)
dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa
remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa
remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang
lebih mendekati masa dewasa.
30
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan
masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam
Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses
perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam
hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan
cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian
perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian
kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari
masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis
misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari
masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh
termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai
dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia &
Olds, 2001).
perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan
(Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif,
misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya
perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan
31
Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada
aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang
dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik,
(2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan
sosial.
b. Batasan usia remaja
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut :
1) Masa remaja awal atau dini (Early adolescence): umur 11-13
tahun.
2) Masa remaja pertengahan (Middle adolescence): umur 14-16
tahun.
3) Masa remaja lanjut (Late adolescence): umur 17-20 tahun.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing – masing
individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak
mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan
secara berkesinambungan. Batasan masa remaja dari berbagai ahli
32
memang sangat bervariasi, di sini dapat diajukan batasan Masa remaja
adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang
mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki
masa dewasa.
Hurlock (1990:184) menggunakan istilah masa puber namun ia
menjelaskan bahwa puber adalah periode tumpang tindih, karena
mancakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal
masa remaja. Pembagiannya sebagai berikut:
1) Tahap prapuber yaitu bagi wanita 11-13 tahun dan pria 14-16
tahun.
2) Tahap puber yaitu wanita 13-17 tahun dan pria 14-17 tahun 6
bulan.
3) Tahap pasca puber yaitu wanita 17-21 tahun dan pria 17 tahun 6
bulan-21 tahun.
Jadi, Hurlock membedakan antara wanita dan pria, namun kedua jenis
memerlukan kurun usia puber selama 4 tahun. Dikatakan periode
tumpang tindih karena dua tahun akhir masa anak-anak akhir dan dua
33
tahun awal masa remaja awal sehingga disebut pula periode unik.
Tinjauan psikologis yang ditujukan pada seluruh proses perkembangan
remaja dengan batas usia 12 sampai dengan 22 tahun. Maka
selanjutnya dari perkembangan kurun waktu dapat disimpulkan:
1) Masa praremaja kurun waktunya sekitar 11 sampai dengan 13
tahun bagi wanita dan pria sekitar 12 sampai dengan 14 tahun.
2) Masa remaja awal sekitar 13 sampai dengan 17 tahun bagi wanita
dan bagi pria 14 sampai dengan 17 tahun 6 bulan;
3) Masa remaja akhir sekitar 17 sampai dengan 21 tahun bagi wanita
dan bagi pria sekitar 17 tahun 6 bulan sampai dengan 22 tahun.
c. Perkembangan mental masa pubertas dan remaja (11-19 tahun)
Dalam masa ini terjadi proses pematangan seksual dan hal ini
diperlukan untuk membentuk ciri-ciri kelakuan dalam pergaulan antara
anak-anak berlainan jenis kelamin. Selain proses ini, juga persamaan
hak dari orang tua merupakan hal yang penting. Persamaan hak ini
membawa perubahan terakhir dalam keseimbangan antara keadaan
masih tergantung dengan kemampuan berdiri sendiri. Hubungan
dengan teman-teman sebaya penting dan baik, karena hubungan ini
34
memberikan rasa aman dan kepastian kepada seorang remaja dan
merupakan hubungan yang tidak diperoleh di dalam rumah. Seorang
remaja yang sedang dalam suasana memberontak terhadap orang
tuanya, mengetahui bahwa dia tidak mau melaksanakan apa yang
sebenarnya harus ia lakukan. Dengan demikian, seorang remaja dapat
memperluas pengetahuan dan pandangannya, tetapi juga dapat
mengubah kelakuan yang masih kekanak-kanakan menjadi kelakuan
yang lebih sesuai dengan norma yang semestinya. Perkembangan
digunakan untuk menunjukkan bertambahnya keterampilan dan fungsi
yang kompleks. Seseorang berkembang dalam pengaturan
neuromuskuler, berkembang dalam mempergunakan tangan kanannya
dan terbentuk pula kepribadiannya. Maturasi dan diferensiasi sering
dipergunakan sebagai sinonim untuk perkembangan.
d. Tugas perkembangan remaja
Setiap tahun perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan -
kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya.
Pada masa remaja, mereka dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu:
1) Mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua.
35
2) Membentuk identitas untuk tercapainya integrasi dan kematangan
pribadi.
3) Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara
lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin.
4) Memperoleh peranan sosial.
5) Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif.
6) Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua.
7) Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri
sendiri.
8) Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.
9) Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
10) Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral.
36
Erickson meninjau perkembangan kepribadian dari segi psikososial
tertentu yang harus diatasi oleh anak itu agar dapat melewati stadium
selanjutnya dengan atau tanpa konflik. Ia membagi stadium
perkembangan manusia dalam 8 masa, yaitu:
1) Basic trust vs mistrust (oral sensory-infancy).
2) Autonomy vs shame and doubt (muscular anal-early
childhood/toddler)
.
3) Initiative vs guilt (locomotor genital-later childhood/pre-school
age); stadium 1-3 berada pada masa tumpang tindih
4) Industriousness vs sense of inferioriy (latency school age)
Pada stadium Industriousness vs sense of inferiory (latency school
age). sosialisasi anak lebih luas lagi dengan orang di luar
keluarganya. Pengaruh mereka memungkinkan kesempatan
identifikasi lagi yang dapat menghambat, mengubah atau
menambah tingkah laku yang telah terbentuk sebelumnya juga
kesempatan memperoleh keterampilan makin luas. Keinginan anak
untuk berhasil dalam belajar, berbuat dan berkarya sangat besar,
tetapi bila ia gagal maka akan terbentuk perasaan inferior dan
inadekuat. Identifikasi lebih banyak pada orang tua dengan seks
37
yang sama, jadi perlu sekali hubungan erat dengan mereka atau
substitut (seks yang sama) agar si anak lebih menetapkan
maskulinitas atau feminitas. Dalam masa ini juga cita-cita (ideals)
mulai terbentuk.
5) Identity formation vs diffusion (puberty-adolescence);
Identity formation vs diffusion (puberty-adolescence), di dalam
masa ini termasuk masa pubertas, saat maturasi alat kelamin
terjadi. Secara emosional banyak terjadi variasi besar antara alam
perasaan, pandangan dan hubungan. Dependensi pada orang tua
dan keinginan untuk kembali (tidak meninggalkan) kepada masa
anak, terbentur keinginan dan kemampuan untuk menjadi
independen sehingga menimbulkan konflik. Dorongan instingtual
yang makin besar, harus disesuaikan dengan larangan keluarga dan
masyarakat. Ia sangat prihatin terhadap penilaian dirinya sendiri. Ia
sedang dalam masa pembentukan suatu identitas diri, yang
identitas biologis dan psikologisnya harus disesuaikan dengan
pekerjaan, keluarga dan peranan sosial.
6) Intimacy vs isolation (dewasa muda).
7) Procreation/generativy vs self absorption (dewasa).
38
8) Ego integrity vs despair (maturitas).
e. Aspek perkembangan pada masa remaja
1) Perkembangan fisik
perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak,
kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001).
Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan
berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ
seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari
tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi
tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan
fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan
kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
2) Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja
termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara
biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif
membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang
didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema
kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal
atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja
39
juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja
mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja
mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan
suatu ide baru. Perkembangan kognitif adalah perubahan
kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan
bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan
bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu
interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan
sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan
remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap
perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam
Papalia & Olds, 2001).
3) Perkembangan kepribadian dan social
perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu
berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik;
sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam
berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah
pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas
diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang
penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
40
f. Ciri-ciri masa remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi
perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada
beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja
awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress.
Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik
terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi
sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja
berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.
Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada
remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah
seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung
jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring
berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang
duduk di awal-awal masa kuliah.
2) Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan
seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak
yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik
yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem
sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan
41
eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh
sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3) Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan
dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang
menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan
dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa
remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan
juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi
berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama,
tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4) Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada
masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah
mendekati dewasa.
5) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi
perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan
kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab
42
yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan
mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
g. Stress pada remaja
Stres pada remaja sama halnya yang terjadi pada orang dewasa, stress
bisa berefek negatif pada tubuh remaja hanya saja perbedaannya ada
pada sumbernya dan bagaimana mereka merespon penyakit tersebut.
Reaksi mereka tersebut ditentukan oleh suasana dan kondisi kehidupan
yang tengah mereka alami. Gejala stres pada remaja dapat berupa:
menggigit kuku; sulit memusatkan perhatian; menggertakan gigi;
sering menarik-narik telinga, rambut atau pakaian; prestasi belajar
menurun; gagap; makan atau tidur berlebihan; tidak bergairah, tidak
sabar dan terburu-buru; ketakutan dengan penyebab yang tidak masuk
akal; sering mendapat kecelakaan; mencari perhatian; tegang atau was-
was; tertawa-tawa; kagetan; cengeng; kehilangan minat sekolah; cemas
dan gemetaran; serta menarik diri dari kegiatan; perubahan suasana
hati tidak menentu; nyeri leher dan punggung; sulit makan atau tidur;
mengompol; mual-mual atau muntah-muntah; mimpi buruk; selalu
menuntut pembenaran; sering buang air kecil atau air besar; sering
melamun; membenci sekolah; atau kepala sering pusing.
43
3. Stress
a. Pengertian
Stress menurut Hawari (2001) dalam Sunaryo (2004) adalah reaksi
atau respon tubuh terhadap stressor psikososial, (tekanan mental atau
beban kehidupan). Sedangkan menurut Vincent Cornelli, sebagaimana
dikutip oleh Grant Brecht (2000) dalam Sunaryo (2004) bahwa yang
dimaksud stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang
disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi
baik oleh lingkungan maupun penampilan individu didalam
lingkungan tersebut.
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan
bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap
setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres
mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan
baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang
dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik),
tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk
stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif,
hal tersebut dikatakan eustres.
44
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres
membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori
Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada
tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau
negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor
atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004).
Stres adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental atau beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan
secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan
intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis,
perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani
pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stress,
semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003; 158).
Dalam Mubina (2009), Gunarsa (2001) berpendapat bahwa stress
dirumuskan sebagai setiap tekanan, ketegangan yang mempengaruhi
seorang dalam kehidupan dan pengaruhnya dapat bersifat wajar
ataupun tidak, tergantung dari reaksi orang terhadap ketegangan
tersebut. Faktor individu menentukan reaksi seseorang terhadap
keadaan stress dan selanjutnya akan dirasakan atau sebaliknya tidak
45
dirasakan sebagai stress. Pengertian tersebut menekankan adanya
proses persepsi yang dilakukan oleh individu terhadap kejadian atau
keadaan dilingkungan yang menjadi sumber stress. Stress memberi
dampak positif dan negatif.
Stress tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks
negatif, karena stress memiliki nailai positif ketika menjadi Peluang
saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak professional
memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tingkat waktu
yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan
mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.
Stress bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa
stress tantangan, atau stress yang menyertai tantangan di lingkungan
kerjan, beroperasi sangat berbeda dari stress hambatan, atau stress
yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mangenai
stress tantangan dan stress hambatan baru tahap permulaan, bukti awal
menunjukan bahwa stress tantangan memiliki banyak implikasi yang
lebih sedikit negatifnya dibandingkan stress hambatan (Ensiklopedia
bebas, 2011).
Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan
menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik
46
nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.
Stress reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara
yang muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental
lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat
berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan
kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan
dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya. Empat variabel
psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres
(Papero, 1997):
1) Kontrol
keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stressor
yang mengurangi intensitas respons stres.
2) Prediktabilitas
stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang
tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.
3) Persepsi
pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini
dapat meningkatkan atau menurunkan intensitas respons stres.
47
4) Respons koping
ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat
menambah atau mengurangi respons stres.
b. Jenis stress
Sementara dilihat dari efeknya stress oleh para psikolog dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Eutress
hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat, positf, dan
konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk
kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiakan
dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan
tingkat performance yang tinggi.
2. Distress
hasil dari respon terhadap stress yang bersifat tidak sehat, negative,
dan destruktif ( bersifat merusak). Hal tersebut termasuk
konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang
tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan
kematian.
48
c. Penggolongan stress
Apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sri Kusmiati dan
Desminiarti (1990) dalam Sunaryo (2004), dapat digolongkan sebagai
berikut:
1) Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperature yang terlalu
tinggi atau rendah, suara yang amat bising, sinar yang terlalu
terang atau terserang arus listrik.
2) Stress kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat
beracun, hormon atau gas.
3) Stress mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit
yang menimbulkan penyakit.
4) Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi
jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh
tidak normal.
5) Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga
tua.
49
6) Stress psikis atau emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan
interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
d. Sumber stress psikologis
Menurut Maramis (1999) dalam Sunaryo (2004), ada empat sumber
atau penyebab stress psikologis, yaitu:
1) Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral
melintang, misalnya apabila ada perawat pukesmas lulusan SPK
bercita-cita ingin mengikuti D3 Akper program khusus Pukesmas,
tetapi tidak di ijinkan oleh istri atau suami, tidak punya biaya dan
sebagainya. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan atau
kegagalan usaha), dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,
kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,
pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
2) Konflik
Timbulnya karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam
keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach
conflict, approach-avoidance conflict, atau avoidance-avoidance
conflict.
50
3) Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat
berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang
terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar diri individu,
misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu
ranngking satu, atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan
kepada suami.
4) Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress
pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi,
kecelakaan, dan penyakit yang harus segera operasi. Keadaan
stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi,
konflik, dan tekanan.
e. Psikofisiologi stress
Menurut Selye (1982) dalam Yosep (2009) stress merupakan
tanggapan nonspesifik terhadap setiap tuntutan yang diberikan pada
suatu organisme dan digambarkan sebagai GAS. Konsep ini
menunjukan reaksi stress dalam tiga fase, yaitu fase sinyal (alarm),
fase perlawanan (resistance), dan fase keletihan (exhaustion). Ilustrasi
dari ketiga fase tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
51
Gambar 2.1 Dikutip dari: Psichology Health (Taylor, S., 1991) dalam
Yosep (2009).
Tahap sinyal adalah mobilisasi dimana badan menemui tantangan yang
diberikan oleh penyebab stress. Ketika penyebab stress ditemukan,
otak mengirimkan suatu pesan biokimia pada semua system tubuh.
Pernafasan meningkat, tekanan darah naik, anak mata membesar,
ketegangan otot naik, dan seterusnya. Jika penyebab stress terus aktif,
GAS beralih ke tahap perlawanan. Tanda-tanda masuknya tahap
perlawanan termasuk keletihan, dan ketegangan. Pribadi yang
mengalami tahap tersebut selanjutnya melawan penyebab stress.
Sementara perlawanan terhadap suatu penyebab stress khusus mungkin
tinggi selama tahap ini, perlawanan terhadap stress lain mungkin
rendah. Seseorang hanya memiliki sumber energy terbatas, konsentrasi
dan kemampuan untuk menahan penyebab-penyebab stress. Individu-
individu sering lebih mudah sakit selama periode stress ketimbang
pada waktu lainnya. Tahap terakhir GAS adalah keletihan. Perlawanan
A B C
Alarm Resisten Exhaustion
52
pada penyebab stress yang sama dalam jangka panjang dan terus
menerus mungkin akhirnya menaikkan pengguanaan energi
penyesuaian yang bisa dipakai, dan system menyerang penyebab stress
menjadi letih.
f. Faktor yang mempengaruhi stress (Sunaryo, 2004).
1) Faktor biologis: herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik,
neurofisiologik, dan neurohormonal.
2) Faktor psikoedukatif/sosiokultural: perkembangan kepribadian,
pengalaman, dan kondisi lain yang mempengaruhi.
g. Tahapan stress
Yosep (2009) berpendapat bahwa, gangguan stress biasanya muncul
secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali kita tidak
menyadarinya. Namun meskipun demikian dari pengalaman praktik
psikiatri, para ahli mencoba membagi stress tersebut dalam enam
tahapan. Setiap tahap memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang
dirasakan oleh yang bersangkutan, hal mana berguna bagi seseorang
dalam rangka mengenali gejala stress sebelum memeriksakannya ke
dokter. Petunjuk-petunjuk tahapan stress tersebut dikemukakan oleh
Robert J. Van Amberg (psikiater) sebagai berikut:
53
1) Stress tingkat I
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan
biasanya disertai dengan perasaan sebagai berikut:
a) Semangat besar;
b) Pengelihatan tajam tidak sebagaimana biasanya;
c) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya. Tahapan ini biasanya
menyenangkan dan orang lalu bertambah semangat tapi tanpa
disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2) Stress tingkat II
Dalam tahapan ini dampak stress yang menyenangkan mulai
menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan
energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang
sering dikemukakan sebagai berikut:
a) Merasa letih sewaktu bangun pagi;
b) Merasa lelah sesudah makan siang;
c) Merasa lelah menjelang sore;
d) Terkadang gangguan dalam sistem pencernaan (gangguan usus,
perut kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar;
e) Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang
leher);
54
f) Perasaan tidak bisa santai.
3) Stress tingkat III
Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin Nampak disertai
dengan gejala-gejala:
a) Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mules, sering ingin
Kebelakang)
b) Otot-otot terasa lebih tegang;
c) Perasaan tegang yang semakin meningkat;
d) Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun malam dan sukar
tidur kembali, atau bangun terlalu pagi);
e) Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh
pingsan). Pada tahap ini penderita sudah harus berkonsultasi
pada dokter, kecuali kalau beban atau tuntutan-tuntutan
dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat
atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
4) Stress tingkat IV
Tahapan ini sudah menunjukan keadaan yang lebih buruk yang
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit;
55
b) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit;
c) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan
sosial, dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat;
d) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan dan
sering terbangun dini hari;
e) Perasaan negativistik;
f) Kemampuan berkonsentrasi menurun tajam;
g) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti
mengapa.
5) Stress tingkat V
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan
IV diatas, yaitu:
a) Keletihan yang mendalam (physical and psychological
exhaustion);
b) Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang
mampu;
c) Gangguan system pencernaan (sakit maag atau usus) lebih
sering,sukar buang air besar atau sebaliknya feses cair dan
sering kebelakang;
d) Perasaan takut yang semakin menjadi mirip panik.
56
6) Stres tingkat VI
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan
gawat darurat.tidak jarang penderita dengan tahapan ini dibawa ke
ICCU. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan;
a) Debar jantung terasa amat keras,hal ini disebabkan zat adrenalin
yang dikeluarkan,karena stress tersebut cukup tinggi dalam
peredaran darah;
b) Nafas sesak, megap-megap;
c) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran;
d) Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan
atau collaps. Bilamana diperhatikan, maka dalam tahapan stress
diatas menunjukan manifestasi disbandingfisik dan psikis.
Disbanding fisik berupa kelelahan, sedangkan disbanding psikis
berupa kecemasan dan depresi. Hal ini dikarenakan penyedian
energy fisik maupun mental yang mengalami deficit terus-
manerus. Sering buang air kecil dan sukar tidur merupakan
pertanda dari depresi.
h. Pengukuran tingkat stress
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stress
yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur
dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42)
57
oleh Lovibond & Lovibond (1995). Psychometric Properties of The
Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS
adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur
status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42
dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai
status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk
pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun
dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai
stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu
untuk tujuan penelitian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa
normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of
The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item,
yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item,
penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu
fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item
tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89
(sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).
i. Stuart dan Sundeen (1998) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
1) Stress Ringan
58
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan
kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan
bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
2) Stress Sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat
ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit
lahan persepsinya.
3) Stress Berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi stres, individu tersebut
mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan
banyak pengarahan.
j. Reaksi tubuh terhadap stress
1) Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami
perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan
59
(rambut memutih) terjadi sebelum waktunya, demikian pula
dengan kerontokan rambut.
2) Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca
tidak jelas karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola
mata mengalami kekenduran atau sebaliknya sehingga
mempengaruhi fokus lensa mata.
3) Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging
(tinitus).
4) Daya pikir
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun.
Orang menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala
pusing.
5) Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimic
nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau
tertawa dan kulit muka kedutan (tic facialis).
60
6) Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.
Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan
sehingga dia sukar menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot
lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps)
sehingga serasa “tercekik”.
7) Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam
pada kulit dari sebagian tubuh terasa panas atau dingin atau
keringat berlebihan. Reaksi lain kelembaban kulit yang berubah,
kulit menjadi lebih kering. Selain dari pada itu perubahan kulit
lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya ensim,
urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali
timbul jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah
tapak tangan dan kaki berkeringat (basah).
8) Sistem Pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat
terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi
penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung,
tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas terasa sesak dan
61
berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otot-otot antar tulang iga)
mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis sebagaimana
biasanya. Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk
menarik nafas. Stres juga dapat memicu timbulnya penyakit asma
(asthma bronchiale) disebabkan karena otot-otot pada saluran
nafas paruparu juga mengalami spasme.
9) Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat
terganggu faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar,
pembuluh darah melebar (dilatation) atau menyempit
(constriction) sehingga yang bersangkutan nampak mukanya
merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian
ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa
dingin dan kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh
tubuh terasa “panas” (subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.
10) Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada
sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung,
mual dan pedih; hal ini disebabkan karena asam lambung yang
62
berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah kedokteran disebut
gastritis
atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan penyakit maag.
Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi
pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas,
sukar buang air besar atau sebaliknya sering diare.
11) Sistem Perkemihan
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat
juga terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi
untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun dia
bukan penderita kencing manis (diabetes mellitus).
12) Sistem Otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada
otot dan tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan sering
mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan
tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada tulang persendian
sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila
menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering
mengenal gejala ini sebagai keluhan ”pegal-linu”.
63
13) Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang
mengalami stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini
berkepanjangan bisa mengakibatkan yang bersangkutan menderita
penyakit kencing manis (diabetes mellitus); gangguan hormonal
lain misalnya pada wanita adalah gangguan menstruasi yang tidak
teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).
k. Mekanisme koping
Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk
mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai
stress menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi
untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stress. Mekanisme koping
merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak
disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi
mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan
(Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
64
Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan
respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu.
Kemampuan individu menahan stress (Sunaryo, 2004)
Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
menahan stress. Hal tersebut bergantung pada:
1) Sifat dan hakikat stress, yaitu intensitas, lamanya, lokal dan umum
(general).
2) Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi.
l. Stress berdasarkan tipe kepribadian individu
Menurut Rosenmen dan Chesney (1980), sebagaimana dikemukakan
oleh Hawari (2001) dalam Sunaryo (2004), bahwa stress apabila
ditinjau dari tipe kepribadaian individu dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu:
1) Tipe yang rentan (Vulnerable)
Terdapat pada tipe A yang disebut A type personality dengan pola
prilaku type A behavior pattern. Individu dengs tipe ini memiliki
resiko tinggi mengalami stress dengan ciri-ciri kepribadian sebagai
berikut:
a) Cita-citanya tinggi (ambisius);
65
b) Suka menyerang (agresif);
c) Suka bersaing (kompetitip) yang kurang sehat;
d) Banyak jabatan rangkap;
e) Emosional, yang ditandai dengan mudah marah, mudah
tersinggung, mudah mengalami ketegangan, dan kurang sabar;
f) Terlalu percaya diri (over confident);
g) Self control kuat;
h) Terlalu waspada;
i) Tindakan dan cara bicaranya cepat dan tidak dapat diam
(hiperaktif);
j) Cakap dalam berorganisasi (organisatoris);
k) Cakap dalam memimpin (leader);
l) Tipe kepemimpinan otoriter;
m) Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic);
n) Bila menghadapi tantangan senang menghadapi sendiri;
o) Disiplin waktu yang ketat;
p) Kurang rileks dan serba terburu-buru;
q) Kurang atau tidak ramah;
r) Tidak mudah bergaul;
s) Mudah empati, tapi mudah bersikap bermusuhan;
t) Sulit dipengaruhi;
u) Sifatnya kaku (tidak fleksibel);
66
v) Pikiran tercurah kepekerjaan walaupun sedang libur;
w) Bekerja keras agar segala sesuatunya terkendali.
2) Tipe yang Kebal (immune)
Terdapat pada tipe B yang disebut B Type Personality dengan pola
prilaku Type B Behavior Pattern. Individu seperti ini kebal
terhadap stres, yang ciri-ciri kepribadiannya sebagai berikut:
a) Cita-cita atau ambisinya wajar, Berkompetisi secara sehat;
b) Tidak agresif;
c) Tidak memaksakan diri;
d) Emosi terkendali, yang ditandai dengan tidak mudah marah,
tidak mudah tersinggung, penyabar, dan tenan;
e) Kewaspadaan wajar);
f) Self control wajar;
g) Self confident wajar;
h) Cara bicara tenang;
i) Cara bertindak tenang dan dilakukan pada saat yang tepat;
j) Ada keseimbangan waktu bekerja dan istirahat;
k) Sikap dalam memimpin maupun berorganisasi akomodatif dan
manusiawi;
l) Mudah bekerja sama (kooperatif);
67
m) Tidak memaksakan diri dalam menghadapi tantangan;
n) Bersikap ramah;
o) Mudah bergaul;
p) Dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan
(mutual benefit);
q) Bersikap fleksibel, akomodatif, dan tidak merasa dirinya paling
benar;
r) Dapat melepaskan masalah pekerjaan ataupun kehidupan disaat
libur;
s) Mampu menahan dan mengendalikan diri.
m. Cara mengendalikan stress
Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) dalam
Sunaryo (2004) sebagai berikut:
1) Sikap, keyakinan, dan pikiran kita harus positif, fleksibel, rasional,
dan adaptif terhadap orang lain. Artinya jangan terlebih dahulu
menyalahkan terhadap orang lain sebelum introfeksi diri dengan
pengendalian internal.
2) Kendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan:
a) Kemampuan menyadari (awareness skills)
68
Kemampuan menyadari diri adalah dimana manusia menyadari
bahwa dirinya (aku nya) memiliki ciri khas atau karakteristik
diri. Hal ini menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya
dengan aku-aku yang lain. Yang lebih istimewa ialah bahwa
manusia di karuniai kemampuan untuk membuat jarak
(distansi) dengan akunya sendiri.
b) Kemampuan untuk menerima (acepetance skills)
Belajarlah untuk menerima kenyataan bahwa kita memiliki
kemampuan yang terbatas dan tidak bisa melakukan segala hal
sendiri. Belajar pula untuk bisa menolak permintaan ataupun
janji yang tidak ingin kita penuhi. Dan sadarilah bahwa banyak
hal yang terjadi yang di luar kendali diri kita. Dengan belajar
menerima hal ini, kita akan terkejut dengan betapa banyaknya
beban yang tak perlu ada yang selama ini bertambat pada bahu
kita.
c) Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)
Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba
untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional
yang menyertai stress menimbulkan ketidaknyamanan,
seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk
mengurangi stress. skumpulan strategi mental baik disadari
maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi
69
yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam
keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
d) Kemampuan untuk bertindak (action skills)
Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat
dinamis respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada
dua konsep yang saling mengisi homestasis dan adaptasi.
Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang
harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal
selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih
menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai
berjalannya waktu. Dubos juga menekankan bahwa ada batasan
respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon
tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis
maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam
dunia yang selalu berubah.
3) Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta
lingkungan anda. Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui
bahwa lingkungan itu memiliki nilai negatif dan positif terhadap
prilaku masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok
70
dalam masyarakat tersebut. Tuntutan inilah yang dapat membuat
individu tersebut harus selalu berlaku positif sesuai dengan
pandangan masyarakat di lingkungan tersebut. Diri sendiri, terdiri
dari Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang
ingin dicapai. Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu
untuk terus-menerus menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai
dengan perkembangan.
4) Kembangkan sikap efesien
Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya
mengalami lebih sedikit stress karena mereka merasa lebih
terkontrol dalam hidupnya. Perawat yang bertindak dalam domain
pengajaran-pelatihan dapat membantu klien memprioritaskan tugas
jika mereka merasa kewalahan atau imobilisasi. Penstrukturan
waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan waktu
yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus
dianalisis secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi
dapat dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan waktu
(Peddicord,1991).
5) Relaksasi
71
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik
manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional
stress. Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan
membutuhkan waktu pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi
terampil dalam tehnik ini, ketegangan dikurangi dan parameter
fisiologis berubah. Mengikuti kelas atau latihan yoga, melakukan
meditasi dan bahkan sekedar menarik nafas dalam-dalam beberapa
kali dalam sehari bisa memberikan dampak yang sangat besar bagi
penurunan stress.
6) Visualisasi (angan-angan terarah)
Teknik singkat untuk menghilangkan stress, misalnya melakukan
pernafasan dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat,
membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai secara
teratur), istirahat teratur dan ngobrol.
7) Circuit breaker dan korider stress
Teknik singkat untuk menghilangkan stres, misalnya melakukan
pernafasan dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat,
membaca, kecanduan positif (melakukan yang disukai secara
teratur), istirahat teratur dan ngobrol.
72
B. Kerangka Teori Penelitian
Sumber stress psikologis:1. Frustasi2. Konflik3. Tekanan4. Krisis
(Maramis, 1999)
Faktor yang mempengaruhi stress:1. Faktor biologis2. Faktor
sosiokultural (Sunaryo, 2004)
Cara mengendalikan Stress:1. Kemampuan menyadari2. Kemampuan menerima3. Kemampuan menghadapi4. Kemampuan bertindak
(Sunaryo, 2004)
Kemampuan individu menahan Stress :1. Sifat dan hakikat stress2. Proses adaptasi
(Sunaryo, 2004)
DASS 42 Tingkat stress : 1. Normal2. Ringan3. Sedang 4. Berat5. Sangat berat
(Hadjana, 1994)
Gangguan pola tidur :1. Ada ganguan pola tidur2. Tidak ada gangguan pola tidur
(Tarwoto, 2006 & Wahyudi, 2000).
73
Skema 2.1 Kerangka Teori
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, HIPOTESA DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi,
2007). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Input proses output
Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA di Samarinda
Tingkat stress pada remaja :1. Normal2. Ringan3. Sedang4. Berat5. Sangat berat
Gangguan pola tidur:
1. Ada gangguan pola tidur
2. Tidak ada gangguan pola tidur
Responden Variable Independen Variable Dependen
Variabel counfonding :
1. Usia2. Psikologis3. Fisiologis4. Obat-obatan5. Lingkungan6. Kelelahan7. Nutrisi
74
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Mempengaruhi
B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan, karena hipotesis
akan bisa memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisa, dan
interpretasi data (Nursalam, 2003). Hipotesis penelitian dirumuskan sebagai
berikut :
Ha : ada hubungan antara tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada
remaja SMA Negeri 5 Samarinda kelas XII IPA Tahun 2013 .
Ho : tidak ada hubungan antara tingkat stress dengan gangguan pola tidur pada
remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPS Samarinda Tahun 2013 .
C. Definisi Operasional
Definisi operasional memberikan suatu pengertian terhadap masing-masing
variabel yang akan diteliti dan menggambarkan aktivitas-aktivitas yang
diperlukan untuk mengukurnya (Young, 2000).
No Variabel Definisi Operasional
Alat ukur
Hasil ukur Skala
73
75
1. Independen Tingkat Stress
Respon remaja yang bersifat nonspesifik terhadap stressor yang ditandai dengan perubahan fisiologis,psikologis dan prilaku. Akibat dari stressor yang di alami sehingga terjadi perubahan dalam kualitas tidurnya.
kuesioner 1. Stress normal jika 0-29
2. Stress ringan Jika 30-593. Stress sedang jika 60-894. Stress berat jika 90-1195. Stress sangat berat jika >120
Ordinal
2. Dependen gangguan pola tidur
Keadaan dimana individu berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menggangu gaya hidup yang diinginkan.
kuisioner 1.Gangguan pola tidur jika ≥ mean / median 2. Tidak ada Gangguan poa tidur jika ≤ mean / Median
Ordinal
Table Definisi Operasional
76
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif
korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan proporsi atau
rerata suatu variabel dan mengetahui hubungan antara variabel (Dahlan,
2009).
Rancangan penelitian merupakan strategi untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis atau untuk menjawab
spertanyaan penelitian dan sebagai alat untuk mengontrol atau mengendalikan
pelbagai variabel yang berpengaruh dalam penelitian. Dengan demikian,
desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai
tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau
penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2003).
77
pada penelitian ini adalah Cross sectional, yaitu penelitian dimana variabel
sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian
diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu
kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) (Setiadi, 2007).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini, yang
dijadikan populasi adalah Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda
dengan jumlah siswa ∑942.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i SMA Negeri 5 Samarinda.
Alasan peneliti memilih kelas XII IPA karena berdasarkan hasil
wawancara terhadap siswa/i kelas XII IPA tingkat stress yang dialami
lebih tinggi karena pelajaran yang diberikan lebih sulit.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 90 sampel.
76
78
Menurut Notoatmodjo (2005), sampel penelitian merupakan sebagian dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Menurut Arikunto (2002) menyatakan bahwa apabila subjeknya kurang
dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi , selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil antara
10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari:
a. Kemampuan penelitian dilihat dari dari segi waktu, keuangan, dan
dana.
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal
ini menyangkut sedikit banyaknya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.
Menurut Arikunto (2002), menentukan jumlah sampel dapat dirumuskan
sebagai berikut :
n=
Dimana :
n = jumlah sampel
N = Jumlah Populasi yang diketahui
d = Presisi yang ditetapkan 10%
79
n=
n=
n=
n= 90,40
Menurut perhitungan rumus ini, populasi sebanyak 942 siswa/i yang
mengikuti pendidikan di SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda dengan
presisi 10% maka sampel yang sesuai dengan penelitian ini adalah
berjumlah 90 Responden.
3. Tekhnik sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008).
Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah nonprobabilitas
dimana teknik sampling nonprobabilitas adalah suatu teknik pengambilan
sampel secara tidak acak nonrandom sampling. Tidak semua populasi
mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Pada saat
80
melakukan pemilihan satuan sampling tidak dilibatkan unsur peluang,
sehingga tidak diketahui unsur peluang sesuatu unit sampling terpilih
kedalam sampling. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa
disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya
sudah direncanakan oleh peneliti. Sampling tipe ini tidak boleh dipakai
untuk menggeneralisasi hasil penelitian terhadap populasi, karena dalam
penarikan sampel sama sekali tidak ada unsur probabilitas. Peneliti
menggunakan sampling purposive yang satuan samplingnya dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh
satuan sampling yang memiliki karakteristik atau kriteria yang
dikehendaki dalam pengambilan sampel. Sesuai dengan namanya, sampel
diambil dengan maksud dan tujuan yang diinginkan peneliti atau sesuatu
diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau
sesuatu tersebut memiliki atau mengetahui informasi yang diperlukan bagi
penelitian yang dia buat.
Adapun kriteria sampel yang akan diteliti adalah:
a. Kriteria inklusi :
1) Remaja tersebut adalah siswa/i yang sekolah di SMA Negeri 5
kelas XII IPA Samarinda.
2) Bisa menulis
81
3) Bersedia menjadi Responden.
b. Kriteria eksklusi
Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA tidak bersedia mengisi inform
consent.
C. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda. Pada siswa/i
di Ruang kelas XII SMA Negeri 5 Samarinda..
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari Tahun 2013 di SMA Negeri 5
kelas XII IPA Samarinda.
E. Alat Pengumpul Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer, karena data yang
didapat oleh usaha peneliti sendiri, dengan alat pengumpul data berupa
kuesioner yang disebarkan kepada responden. Kuisioner berisi beberapa
pertanyaan tertutup dalam bentuk checklist (√) yang harus diisi oleh responden.
Kuisioner ini dibuat menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban: Tidak
82
Pernah (TP), kadang-kadang (KD), sering (SR), selalu (SL). Skala ini
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,persepsi seseorang tentang gejala
atau masalah yang ada dimasyarakat atau berupa angket atau kuisioner dengan
beberapa pertanyaan, alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya besar
dan tidak buta huruf ( Hidayat,2007).
Adapun kisi-kisi kuesioner dalam penelitian ini adalah :
a. Kuesioner A : Berisi identitas, umur dan jenis kelamin.
b. Kuesioner B : Berisi tentang tingkat stress yang berisi 42 Pertanyaan
(DASS) dengan penilaian derajat tingkat stress 0-29 = normal, 30-59 =
ringan, 60-89 = sedang, 90-119 = berat, >120 = sangat berat. Pertanyaan
menurut skala DASS dengan skor tertinggi >120 poin dan terendah 0 poin.
c. Kuesioner C : Berisi gangguan pola tidur yang berisi 10 pertanyaan
yang terdiri dari 5 pertanyaan positif (favourable 1,4,6,8,10) dan 5
pertanyaan nagatif (unfavourable 2,3,5,7,9). Tidak ada gangguan pola
tidur
jika ≥ mean/median, ada gangguan pola tidur jika ≤ mean/median.
1) Kuesioner tingkat stress
Kuesioner Depressions Anxiety Stress Scala 42 (DASS) yang
dimodifikasi yang terdiri dari 42 items DASS. Merupakan instrumen
83
yang digunakan oleh Lovibon (1995) untuk mengetahui tingkat stres.
Tes ini merupakan tes standar yang sudah diterima secara
internasional.
Bentuk pertanyaan terdiri dari pertanyaan DASS 42 Tingkat stress
No Variabel Sub Variabel Item
1. DASS 42 Tingkat StressNormalRingan SedangBeratSangat berat
1.Respon Fisiologis
2.Respon Psikologis
3.Respon Prilaku
12,16,19,32,33,34,35,36,3
7,38,39,40,41,42,18
2,3,5,6,7,8,9,10,11,13,14,15,17,20,21,22,23,24,27,29
1,4,26,28,30,31,3
Table 4.2 kisi-kisi kuesioner tentang tingkat stress
2) Kuesioner gangguan pola tidur
Kuesioner gangguan pola tidur merupakan kuesioner tidak baku yang
dibuat oleh peneliti sendiri yang nantinya akan dilakukan uji validitas
untuk mengetahui kuesioner gangguan pola tidur valid atau tidak valid.
84
Bentuk pertanyaan gangguan pola tidur
No
Variabel
Item pertanyaan
Favourable Unfavourable
1 Gangguan pola tidur 1,4,6,8,10 2,3,5,7,9,
Jumlah
10
Tabel 4.3 kisi-kisi kuesioner gangguan pola tidur
Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian apabila sudah
teruji validitas dan reliabilitasnya.
1. Uji validitas
Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai
standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan
reliabilitas data. Uji validitas dapat menggunakan rumus pearson
product moment (Hidayat, 2007)
r =
85
Keterengan :
N = Jumlah sampel
X = Pertanyaan nomor
Y = Skor total
XY = Skor pertanyaan nomor dikali skor total
Instrumen dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel.
2. Uji reliabilitas
Setelah mengukur validitas maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah
alat ukur dapat digunakan atau tidak (Hidayat, 2007).
Menurut Arikunto (2002), Uji reliabilitas adalah salah satu cara untuk
mengetahui tingkat kehandalan suatu instrumen yang diperoleh dengan
cara uji coba berdasarkan data instrumen tersebut. Tinggi rendahnya tes
reliabilitas tercermin oleh Nilai Cronbach Alpha yaitu dengan
membandingkan r alpha dengan r tabel. Jika r alpha > r tabel maka
dikatakan pernyataan tersebut reliabilitas sedangkan tidak reliabilitas jika
r alpha < r tabel (Hastono, 2001).
86
r =
Keterangan :
r : Reliabilitas intrumen ( nilai alpha )
k : banyaknya butir pertanyaan
∑ᵟb² : Jumlah varians butir
ᵟ1² : Varians total
Pada penelitian ini untuk tingkat stress tidak dilakukan uji validitas dan
reliabilitas karena berdasarkan skala DASS dan untuk gangguan pola
tidur dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
F. Prosedur pengumpulan data
1. Meminta surat pengantar dari Ketua Stikes Wiyata Husada Samarinda
untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 5 kelas XII IPA
Samarinda.
2. Meminta ijin kepada kepala sekolah SMA Negeri 5 Samarinda untuk
melakukan penelitian kepada siswa/i yang memenuhi kriteria inklusi.
3. Peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang maksud dan
tujuan penelitian kepada siswa/i yang memenuhi kriteria inklusi.
4. Saat pengumpulan data, peneliti menjalin hubungan kerjasama dan
saling percaya dan dengan memberikan kuesioner yang diisi oleh
87
responden yang memenuhi kriteria inklusi dimana dalam pengisian
tersebut responden ditemani/ditunggu oleh peneliti di SMA Negeri 5
kelas XII IPA Samarinda.
5. Peneliti memberikan informed consent untuk kemudian ditandatangani
bila responden bersedia diteliti.
6. Apabila Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA ini mengalami kesulitan
dalam pengisian kuesioner peneliti membantu menjelaskan.
7. Data yang dikumpulkan melalui kuesioner untuk menilai tingkat stress
dan gangguan pola tidur pada Remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA
Samarinda kemudian diberi skor dan dijumlah, sehingga memperoleh
hasil bagaimana hubungan tingkat stres dengan gangguan pola tidur
pada remaja SMA Negeri 5 kelas XII IPA Samarinda.
G. Analisis data
Hidayat, 2009 dalam melakukan analisis data terlebih dahulu harus diolah
dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik informasi
yang diperoleh dipergunakan untuk proses pangambilan keputusan, terutama
dalam pengujian hipotesis. Dalam proses pengelohan data terdapat langkah-
langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan.
88
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa katagori. Pengkodean dalam dalam
penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Untuk jenis kelamin : 1 = perempuan, 2 = laki-laki.
b. Untuk gangguan pola tidur : 1 = gangguan pola tidur, 2 = tidak ada
gangguan pola tidur.
c. Untuk tingkat stress : 1 = Normal, 2 = Ringan, 3 = Sedang, 4 =
Berat, 5 = Sangat berat.
3. Entri data
Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan
kedalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel
kontigensi.
4. Melakukan tekhnik analisis
Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan
menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang
89
hendak dianalisis. Penelitian ini menggunakan dua tahap analisis data
yaitu univariat dan bivariat.
a. Analisis univariat
Menurut Notoatmodjo (2002), analisis univariat adalah analisis yang
dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umum nya
dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari
tiap variabel. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah : tingkat
stress, gangguan pola tidur, dan jenis kelamin.
Rumus yang digunakan adalah :
Keterangan :
P = Persentase
X = Skor item yang diperoleh
N = Skor total
b. Analisa bivariat
Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu
pengumpulan data, pengelompokan data, dan penghitungan nilai
statistik dengan bantuan komputerisasi. Analisa dilakukan terhadap
90
dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoadmodjo,
2002). Data yang diperoleh melalui kuesioner diproses dan diolah
sehingga dapat memberi makna guna menyimpulkan masalah
penelitian. Tekhnik analisis data yang digunakan untuk menguji
hubungan tingkat stress dengan gangguan pola tidur menggunakan uji
korelasi Rank Spearman :
Rumus Korelasi Rang Spearman :
Keterangan :
rs = korelasi spearman
n = banyak pasangan
d = selisih pasangan data
Korelasi Rank Spearrman dipakai apabila :
a. Kedua variabel yang akan dikorelasikan itu mempunyai tingkatan
data ordinal.
b. Sampel ≥ 10
c. Data tersebut memang diubah dari interval ke ordinal
d. Data interval tersebut ternyata tidak berdistribusi normal
H. Etika penelitian
91
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari
STIKES Wiyata Husada Samarinda dan persetujuan dari Kepala Sekolah
SMA Negeri 5 Samarinda. Setelah mendapatkan persetujuan kemudian
dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi
(Setiadi, 2007):
1. Informed Consent
Lembar persetujaun diberikan pada subyek yang akan diteliti. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan riset dilakukan. Jika subyek bersedia
diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas, peneliti tidak akan mencantumkan
nama subyek pada lembar likert scale yang diisi oleh subyek. Lembar
tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden.
top related