bab i pendahuluan a. alasan pemilihan...
Post on 06-Mar-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang
harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah
tahapan-tahapan tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta
mengumpulkan alat bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilaksanakan
oleh penyidik. Dengan tegas Bab 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 jo
Pasal 6 ayat (1) KUHAP, Bab 1 Pasal 1 angka 10 dan 11 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.1
Salah satu kewenangan penyidik2 yaitu melakukan penahanan terhadap
tersangka. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.3
Pengertian lain tentang tersangka yaitu setiap orang karena fakta-fakta atau
1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Penerbit
P.T Alumni, Bandung , 2007, hal; 54. 2 Selain itu kewenangan penyidik antara lain menerima pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana, melakukan tindakan pertama pada saat di TKP, menyuruh berhenti seorang
tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan
dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seorang, memanggil orang untuk didengar
dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, mendatangkan orang ahli dalam pemeriksaan perkara,
mengadakan penghentian penyidikan serta mengadakan tindakan lain menurut hukum bertanggung
jawab. 3 Pasal 1 angka 14 KUHAP.
2
keadaan-keadaan menunjukkan ia patut diduga bersalah melakukan suatu tindak
pidana.4 Yang dimaksud tersangka disini tidak terbatas pada orang dewasa saja
tetapi juga terhadap tersangka anak.
Lebih lanjut yang dimaksud anak menurut Undang-Undang Pengadilan
Anak yaitu orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan)
tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin. 5
Anak yang melakukan tindakan pelanggaran atau kejahatan sebagai anak
nakal (delinqent) timbul karena dari segi pribadinya mengalami perkembangan
fisik dan perkembangan jiwa. Emosinya yang tidak stabil, mudah tersinggung dan
mempengaruhi dirinya yang kadang-kadang melakukan perbuatan dimana dapat
menimbulkan kerugian pada orang lain dan dirinya sendiri. Kenakalan anak-anak
yang terkadang dianggap wajar ternyata tidak jarang menyebabkan anak-anak
tersebut melakukan tindak kejahatan yang melanggar hukum diusia mereka yang
masih muda. Akibat dari kenakalan anak tersebut, maka sang anak harus
berurusan dengan polisi dan mereka harus menjalani proses pemeriksaan dan
bahkan sampai penahanan oleh penyidik.
Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa
penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan
kepentingan anak dan/atau kepentingan masyarakat. Berdasarkan pada ketentuan
tersebut, maka dalam melakukan tindakan penahanan penyidik harus terlebih
dahulu mempertimbangkan dengan matang semua akibat yang akan dialami oleh
4 Lilik Mulyadi, Op.Cit, hal: 50.
5 Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
3
si anak dari tindakan penahanan, dari segi kepentingan anak, serta
mempertimbangkan adanya unsur kepentingan masyarakat yakni rekomendasi
dari BAPAS ketika akan melakukan proses penahanan.
KUHAP mengatur khususnya dalam bab V bagian kedua tentang
penahanan, disana dikatakan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau
penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
berwenang melakukan penahanan.
Penyidik ketika akan melakukan penahanan seharusnya melihat dalam
Pasal 21 ayat (4) KUHAP disana dikatakan:
Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau
terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian
bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan
pidana penjara lima tahun atau lebih.
Penyidik juga harus memperhatikan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No
3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa Pidana penjara yang dapat
dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara
bagi orang dewasa. Dengan ancaman ½ dari pidana dewasa, maka seharusnya
polisi tidak bias melakukan penahanan.
4
Ketentuan penahanan dalam UU Perlindungan Anak pada Pasal 16 Ayat
(3) dikatakan penangkapan, penahanan, atau penjara anak hanya dilakukan apabila
sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya
terakhir. Penyidik harus mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau
kepentingan BAPAS sebelum melakukan penahanan kepada tersangka anak dan
juga mempertimbangkan hak-hak tersangka, adapun hak-hak bagi tersangka anak
dapat diperinci sebagai berikut Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) UU No 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak:
a) Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat
bantuan hukum dari penasehat hukum selama pemeriksaan.
b) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak
harus tetap dipenuhi.
c) Tersangka anak berhak mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan
selanjutnya dapat diajukan ke penuntut umum.
d) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak diberitahu
dengan jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti tentang apa yang
disangkakan kepada anak tersebut pada waktu pemeriksaan dimulai.
Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam perundang-
undangan yang ada dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak
agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu,
pembedaan tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anak agar
5
melalui pembinaan akan memperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang
mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat,
bangsa dan Negara. 6
Dalam rangka melaksanakan peran tersebut, polisi sebagai salah satu
penegak hukum seharusnya berhati-hati dan bijaksana dalam melakukan
penyidikan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana, penyidik
sebelum melakukan penahanan harus mempertimbangkan rekomendasi dari
BAPAS.
Menarik bagi penulis untuk menulis sekaligus meneliti tentang
pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak
karena, apakah penahanan tersebut sudah sesuai dengan hukum positif yang
mengatur tentang penahanan terhadap tersangka anak yang terdapat dalam
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Atas alasan itulah maka penulis memilih judul:
“Pertimbangan Penyidik Dalam Melakukan Penahanan Kepada
Tersangka Anak di Polres Salatiga”
Judul skripsi yang membahas tentang penyidik pernah ditulis oleh saudara
Dedhy Surya D (312002050) dengan judul: “Perlakuan Penyidik Polri Terhadap
Tersangka Anak Dalam Proses Penyidikan di Polres Boyolali” skripsi yang ditulis
oleh Dedhy Surya fokusnya membahas mengenai perlakuan-perlakuan petugas
penyidik selama proses penyidikan terhadap anak yang duduga melakukan tindak
pidana yang didasarkan pasa Undang-undang No 3 Tahun 1997.
6 Penjelasan umum UU Pengadilan Anak.
6
Namun dalam penulisan skripsi ini, lebih memfokuskan pada
pertimbangan-pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada
tersangka anak, disamping itu penulis mengacu pada Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perindungan Anak.
B. Latar Belakang Masalah
Kenakalan anak merupakan suatu perbuatan tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di dalam masyarakat. Tidak menutup
kemungkinan sebagian dari mereka melakukan sesuatu yang wajar akan tetapi
dampaknya justru merugikan orang lain bahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain,
kenakalan dianggapnya sebagai sesuatu yang biasa dilakukan oleh seorang anak-
anak pada umumnya justru menjurus ke suatu tindak kejahatan yang mereka harus
berurusan dengan polisi.
Upaya-upaya perlindungan anak7 harus telah dimulai sedini mungkin agar
kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara.
Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4
tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ditentukan bahwa:8
“Anak berhak atas pemeliharaan maupun perlindungan baik semasa dalam
kandungan maupun sudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-
perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat
7 Menurut Pasal 1 butir 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 8 Lihat UU No 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (1) huruf (a): kesejahteraan
anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan yang dapat menjamin pertumbuhan dan
perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial”
7
pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar” kedua ayat tersebut memberikan
dasar pemikiran bahwa perlindungan anak bermaksud untuk mengupayakan
perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai kesejahteraan anak.
Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 menentukan bahwa:
“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Bertitik tolak pada konsep perlindungan yang utuh, menyeluruh dan
komprehensif maka undang-undang ini dalam hal ini Undang-undang No 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak9 meletakkan kewajiban kepada anak berasaskan
Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip-prinsip Konvensi hak anak yang meliputi:10
1. Non diskriminasi
2. Kepentingan yang terbaik bagi anak
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan dan
4. Penghargaan terhadap pendapat anak.
Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
Penangkapan, penahanan, dan tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila
sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya
terakhir. Peraturan khusus mengenai perkara anak diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak11
, ketentuan ini meliputi
9 Selanjutnya disebut dengan UU Perlindungan Anak.
10 Lihat Undang-Undng RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 2.
11 Selanjutnya disebut sebagai UU Pengadilan Anak.
8
tata cara dalam penyidikan, penuntutan dan penahanan, serta pemidanaan. Dengan
adanya undang-undang ini diharapkan petugas yang menangani perkara anak,
khususnya dalam proses pemeriksaan penyidikan dapat memahami masalah anak
yang diduga melakukan tindak pidana sehingga anak tersebut tidak dirugikan
secara fisik maupun mentalnya.
Suatu kenakalan anak dapat dibedakan menjadi kenakalan biasa dan
kenakalan yang termasuk dalam kategori tindak pidana. Kenakalan biasa misalnya
main gitar dengan bernyanyi keras-keras dipinggir jalan sampai tengah malam,
kebut-kebutan dengan kendaraan di jalan umum, sedangkan kenakalan yang
merupakan tindak pidana yaitu seperti, mencuri ayam tetangga dapat dipidana
berdasarkan Pasal 362 KUHP, memperkosa teman sekolah diancam dengan Pasal
285 KUHP atau berkelahi dengan siswa sekolah lain dapat dihukum dengan Pasal
184 KUHP. Kasus kejahatan yang melibatkan anak akan membawa masalah dan
perhatian tersendiri, mengingat anak perkembangannya masih labil, maka
penanganannya masih perlu mendapat perhatian khusus selama pemeriksaan
penyidikan oleh penyidik Polri.
Dalam perkembangannya, tindakan-tindakan penyidik dalam kasus-kasus
yang mana melibatkan tersangka anak masih sering terjadi berbagai macam
permasalahan. Salah satu masalah di dalam penyidikan terhadap tersangka anak
yaitu masalah tindakan penahanan anak. Tindakan penahanan adalah penempatan
tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
9
hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini (KUHAP).12
Ketika penyidik dihadapkan dengan penahanan khususnya penahanan
terhadap tersangka anak maka sejatinya ada beberapa hal yang menjadi dasar
ketika melakukan penahanan yaitu dasar hukum (dasar obyektif). Tindakan
penahanan yang dapat dikenakan terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan
tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP.
Dasar obyektif untuk Undang-undang Pengadilan Anak, penahanan anak
yang dilakukan oleh penyidik terdapat pada Pasal 44 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
Undang-undang Pengadilan Anak, yaitu:
ayat (1) Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan
terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.
ayat (2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku
untuk paling lama 20 (dua puluh) hari.
ayat (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila
diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan
12
HMA Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Penerbit UMM Press, Malang, 2010,
Hal; 67.
10
Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang, untuk paling
lama 10 (sepuluh) hari.
Dasar kepentingan (dasar subjektif), selain didasarkan ketentuan hukum
yang berlaku sebagai dasar obyektif, maka tindakan penahanan kepada tersangka
atau terdakwa juga didasarkan kepada kepentingan (keperluan), yaitu untuk
kepentingan penyidikan, untuk kepentingan penuntutan dan untuk kepentingan
pemeriksaan disidang pengadilan (Pasal 20 KUHAP), serta didasarkan pula pada
keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi
tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP).13
Berdasarkan ketentuan tersebut maka
tidak setiap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dapat
dikenakan penahanan, apabila tindak pidana yang dilakukan tersebut diluar
ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP.
Selama proses penyidikan terhadap tersangka anak, penyidik wajib14
:
a) Penyidik memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan.
b) Dalam melaksanakan tugas penyidikan terhadap anak nakal, maka
penyidik diwajibkan untuk meminta pertimbangan/saran dari
pembimbing kemasyarakatan, dan apabila diperlukan dapat juga
meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan
jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya.
c) Proses penyidikan terhadap anak nakal wajib dirahasiakan.
13
Ibid, hal 68. 14
Pasal 42 UU Pengadilan Anak.
11
Akan tetapi dilihat dari perkembangannya khususnya dalam hukum acara
pidana di Indonesia nampaknya anak seringkali diberikan perlakuan sewenang-
wenang. Penyidik yang menangani perkara anak dapat memperlakukan tersangka
anak secara tidak wajar selama proses penahanan berlangsung seperti misalnya sel
tahanan terhadap tersangka anak dicampur dengan tersangka dewasa. Di sisi lain,
sebagai subjek hukum maka sejatinya anak memiliki hak dan kewajiban. Hak
anak antara lain mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua, mendapat
pendidikan dan pengajaran baik dari lingkungan keluarga maupun sekolah.
Kewajiban anak misalnya belajar, membantu orang tua, dan lain sebagainya. Oleh
karena itu, sejatinya penyidik harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut
dalam melakukan penahanan terhadap tersangka anak.
Sebagai penegak hukum, polisi harus menggunakan cara-cara yang lugas,
dan tegas, dalam rangka melaksanakan wewenang penyidik sebagaimana diatur
dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP yaitu:
a. menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
12
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dengan adanya Undang-undang Pengadilan Anak No 3 Tahun 1997, telah
mengatur hukum acara sendiri terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. UU
Pengadilan Anak merupakan hukum khusus (lex specislis), KUHAP dan KUHP
merupakan hukum umum (lex generalis), ini berarti dalam asas-asas dan ajaran-
ajaran hukum pidana yang terkandung didalam KUHAP dan KUHP pun tetap
berlaku untuk Undang-Undang Pengadilan Anak.15
Undang-undang Pengadilan
Anak tersebut dimaksudkan agar POLRI khususnya petugas penyidik dalam
melakukan penyidikan terhadap tersangka anak yang diduga melakukan tindak
pidana, dapat menjadikan dasar pertimbangan dalam proses penyidikan. Sehingga
pemeriksaan terhadap tersangka anak tidak disamakan dengan orang dewasa,
tetapi lebih mengacu pada UU Pengadilan Anak khususnya yang dituangkan
dalam Bab V mengenai penyidikan.
15
Paulus Hadisuprapto, Peradilan Restroratif: Model Peradilan Anak Masa Datang, pidato
pengukuhan sebagai guru besar dalam bidang Kriminologi pada fakultas Hukum UNDIP
Semarang, 2006, hal. 10.
13
Sedangkan dalam penahanan terhadap anak nakal, penyidik selama proses
pemeriksaan harus memperhatikan hal-hal antara lain dilakukan dengan sungguh–
sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau masyarakat dan tempat
tahanan harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa.16
Serta rekomendasi
dari BAPAS untuk melakukan penahanan, bahwa faktanya BAPAS sering
diabaikan (terlambat).
C. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
adalah:
Bagaimana pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka
anak dikaitkan dengan Undang-undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 ?
D. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pertimbangan penyidik ketika melakukan penahan
selama melakukan proses penyidikan kepada tersangka anak.
E. Metode Penelitian
1. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan maka dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu penelitian berupa studi
empiris untuk menemukan mengenai proses terjadinya dan proses bekerjanya
16
Pasal 45 Undang-undang Pengadilan Anak.
14
hukum.17
Dengan menggunakan pendekatan ini penulis akan melihat alasan
mengapa penyidik menahan tersangka anak.
2. Jenis Penelitian:
Penelitian Deskritif yaitu, merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan data seteliti mungkin tentang manusia atau keadaan atau gejala-
gejala lainnya.18
3. Jenis dan sumber data:
Data primer:
Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan petugas
kepolisian Kanit PPA Polres Salatiga.
Data sekunder:
Data sekunder diperoleh dari data/dokumen resmi yaitu putusan perkara pidana
anak oleh Pengadilan Negeri salatiga.
4. Teknik pengumpulan data:
Dilakukan penulis dengan dua cara, yaitu dengan melakukan wawancara serta
ditambah dengan studi pustaka. Penulis menggunakan beberapa metode sebagai
pedoman atau teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a) Wawancara
17
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum,, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 43. 18
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 10.
15
Dilakukan dengan petugas Penyidik Perempuan dan Anak Polres Salatiga
b) Studi pustaka
Yaitu cara memperoleh data dengan membaca literatur guna memperoleh data
yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
F. Unit Amatan Dan Unit Analisis
1. Unit Amatan:
Sebagai unit amatan dalam penulisan ini yakni, Perkara pidana yang
tersangkanya anak, BAPAS.
2. Unit Analisis:
Pertimbangan Penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak
dalam proses penyidikan di Polres Salatiga yang dikaitkan dengan Undang-
undang Perlindungan Anak.
top related