bab 4 pembahasan
Post on 02-Jan-2016
29 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IV
PEMBAHASAN
Leukemia Akut adalah suatu keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah abnormal (blastosit), disertai penyebaran
ke organ-organ lain. (6). Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi
beberapa faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1. Genetik
a. Keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya
pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-
Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome,
sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson,
1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a.2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku
juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan
26
insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985;
Wilson, 1991).
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan
adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak
ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan (Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah
Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen (Wiernik,1985; Wilson, 1991).
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML,
antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
27
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralendilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ditemukan pada pasien-pasien
ancylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan
bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan
para radiologis.
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut
Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment-related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgkin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini
disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif
selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA.
Patogenesis dari Leukemia akut adalah blastosit abnormal gagal berdiferensiasi
menjadi bentuk dewasa dan proses pembelahan berlangsung terus. Sel-sel ini
mendesak komponen hemopoitik normal sehingga terjadi kegagalan fungsi
sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal melalui peredaran darah
melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh (6).
28
Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel
pada sumsum tulang oleh sel leukemik, menyebabkan gangguan produksi sel
darah merah dan hal ini ditemukan pada pasien yang mengalami penurunan
jumlah hemoglobin. Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan
kecenderungan terjadinya perdarahan. Kegagalan mekanisme pertahanan selular
karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik, yang menyebabkan
tingginya kemungkinan untuk infeksi. Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ
vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan
pembesaran dari organ-organ tersebut (Cawson, 1982).
Klasifikasi Leukemia Akut
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi
menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
- L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak
menyerang anak-anak.
- L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan
L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
- L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt.
29
Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang
buruk.
AML terbagi menjadi 8 tipe :
- Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai
AML dengan diferensiasi minimal.
- M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari
kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer
rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2
dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.
- M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30–90
%. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit
dan promielosit.
- M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat,
stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun
ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan
30
beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya
Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-
granula abnormal ini.
- M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik
lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan
dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik,
dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi
lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil
di sumsum tulang, lebih dari 5% dari sel yang bukan eritroit, disebut dengan M4
dengan eoshinophilia.Pasien-pasien dengan AML type M4 mempunyai respon
terhadap kemoterapi-induksi standar.
- M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan
adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang
terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.
- M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi
abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini
terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma. M6
disebut Myelodisplastic Syndrome( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30%
31
dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap
kemoterapi-induksi standar.
- M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit (Yoshida, 1998;
Wetzler dan Bloomfield, 1998).
Manifestasi Klinis Leukemia Akut
Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah:
- Anemia: pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
- Leukopenia (karena penurunan fungsi): infeksi lokal atau umum (sepsis) dengan
gejala panas badan (demam) dan penurunan keadaan umum.
- Trombositopeni : Perdarahan kulit, mukosa dan tempat- tempat lain.
Akibat infiltrasi ke organ lain (6):
- Nyeri tulang.
- Pembesaran kelenjar getah bening.
- Hepatomegali dan splenomegali
Gejala lain seperti Purpura, epistaksis, hematoma, infeksi oropharingeal,
pembesaran nodus limfatikus, lemah (weakness), faringitis, gejala mirip flu (flu-
like syndrome) yang merupakan manifestasi klinis awal, limfadenopati, icterus,
kejang sampai koma (Cawson 1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990,
Rubin,1992).
Pada kasus, pasien datang dengan keluhan pusing seperti melayang dan
berputar-putar. Keluhan dirasakan sejak dua bulan yang lalu sebelum masuk RS.
32
Keluhan pusing memburuk beberapa hari terakhir SMRS sehingga pasien datang
ke RSUD Ulin Banjarmasin. Keluhan sering muncul setiap kali pasien
beraktivitas dan berkurang ketika pasien beristirahat. Keluhan disertai dengan
penglihatan pasien yang mendadak menjadi kabur. Pasien mengeluhkan benjolan
pada tulang belakang kiri tapi tidak nyeri dan merasakan nyeri pada daerah
pinggul sejak 2 minggu terakhir ini yang mengganggu tidur dan aktivitas. Pasien
tidak mengeluhkan gangguan pada BAK/BAB. Nafsu makan tidak menurun.
Pasien tidak bisa beraktivitas terlalu lama dan sering. Pasien mengalami kesulitan
untuk tidur. Pasien mengaku sering mengeluhkan pusing disertai demam tapi
tidak seberat saat pasien masuk RS. Pasien pernah mencoba meminum obat asam
mefenamat tapi keluhan tetap terus muncul. Sedangkan dari keluarga, keluhan
serupa disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dengan kesadaran compos mentis, nadi: 122 x/menit, frekuensi
pernafasan: 28 x/menit, tekanan darah: 100/60 mmHg dan suhu tubuh didapatkan
setinggi 39.4o C. Ditemukan splenomegali dan pasien juga mengeluhkan benjolan
di daerah punggung sebelah kiri.
Pada pemeriksaan penunjang tanggal 12 Juni 2013, didapatkan Hb 8.8 gr/dl,
Leukosit 4.5 ribu/ul, eritrosit 3,14 juta/ul, Ht 24.9 %, trombosit 8 ribu/ul, MCV
79.4 Fl, MCH 28 Pg, MCHC 35.3%. Pada evaluasi hapusan darah tepi ditemukan:
1. Eritrosit: normokrom anisositosis
2. Leukosit: kesan jumlah normal, hipogranulasi neutrophil (blast 7%)
3. Trombosit: kesan jumlah menurun, morfologi dalam batas normal
33
Kesan: Suspect Acute Myeloid Leukemia. Hasil ini diperkuat oleh hasil Bone
Marrow Aspiration pasien yang menyatakan bahwa pasien menderita Acute
Myeloblastic Leukemia tipe M2.
Penjelasan manifestasi klinik dari pasien:
1. Perdarahan sklera
Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa petekie, ekimosis maupun
perdarahan spontan (Lister, 1990). Sering terjadi pada kasus-kasus leukemia akut
yang disertai penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) serta keabnormalan
morfologi dan fungsi trombosit (Widmann, 1995). Trombosit merupakan
komponen penting dalam proses pembekuan darah, yaitu berfungsi untuk
membentuk sumbat trombosit. Sumbat trombosit berasal dari agregrasi trombosit
yang menutup robekan pembuluh darah. Trombosit juga berperan terhadap
aktivasi fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan sumbat tetap dalam proses
pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) serta
keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit akan mengakibatkan
kecenderungan perdarahanan (Guyton, 1994; Ganiswara, 1995).
Perdarahan diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah. Kerusakan
pembuluh darah diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya
viskositasnya akibat adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi. Kondisi ini
menyebabkan tekanan intra kapiler darah meningkat. Aliran darah yang
seharusnya ke sisi bertekanan rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang
34
membentuk emboli. Penghentian aliran darah dengan viskositas dan tekanan
tinggi ini menyebabkan pembuluh darah kapiler ruptur (Wiernik, 1985).
2. Benjolan tidak nyeri di daerah punggung sebelah kiri dan di dada
sebelah kanan
Benjolan atau limfadenopati pada pasien ini berupa pembesaran kelenjar
limfe, terjadi akibat adanya infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe (Lister,
1990; Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah limfadenitis
reaktif sebagai proses pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap radang yang
merupakan proses fisiologis tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992). Menurut Guyton
et. al. (1994) limfadenopati ini juga terjadi akibat adanya proses hematopoeisis
ekstra medular pada nodus limfatikus. Hematopoesis yang pada usia dewasa
seharusnya terjadi pada sumsum tulang, terganggu karena sel leukemik dari proses
multiplikasi sel prekursor leukemik mempunyai masa hidup yang lebih lama,
menginfiltasi sumsum tulang serta mendesak sel-sel normal. Pernyataan Guyton
ini didukung oleh W.F. Ganong (1995) yang menyatakan bahwa hematopoesis
ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa akibat adanya penyakit yang
menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang. Pembesaran ini mampu
mencapai ukuran sebesar telur ayam (Pitojo S, 1992).
3. Demam yang tinggi
Infeksi sangat sering terjadi pada penderita leukemia akut, baik infeksi jamur,
bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini diakibatkan oleh kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh untuk menanggulangi infeksi. Pada penderita leukemia akut
35
terjadi neutropenia (Barret, 1986) dan neutrofil itu sendiri mengalami penurunan
fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto, 1986; Berkovitz,
1995). Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi jamur Candida
Albicans yang mencapai 60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000). Infeksi
jamur candida secara klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah.
Lesi putih berupa warna yang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih
tinggi dari sekitarnya, lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan
normal yang ada di sekelilingnya. Lesi putih ini bisa merupakan lesi yang
keratotik atau non keratotik berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan
atau kerokan lembut. Lesi yang sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau
kerokan lembut dianggap sudah melibatkan penebalan epitel mukosa dan
mungkin sebagai akibat dari mengangkatnya ketebalan lapisan yang berkeratosis
(hiperkeratosis) dan disebut lesi keratotik. Lesi yang mudah diangkat dan
seringkali menimbulkan suatu daerah yang kasar atau sedikit kemerahan dari
mukosa bisa berupa debris atau peradangan pada pseudomembranous mukosa
mulut yang disebut lesi non keratotik. Lesi akibat infeksi jamur Kandida
seringkali dikaitkan dengan keradangan pada pseudomembranous mukosa atau
ikut berperan dalam etiologi lesi hiperkeratotik walaupun dapat berupa lesi putih
yang disertai lesi hipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa angular
cheilitis, dan median rhomboid glossitis (Brightment,1993). Namun pada pasien
ini tidak ditemukan tanda-tand infeksi oleh jamur.
Infeksi bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi.
Dan satu-satunya tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik;
36
1985). Infeksi virus yang sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang
mempunyai prosentase cukup tinggi yaitu 40 % pada penderita leukemia akut
jenis AML dan 30 % leukemia akut jenis ALL (Barret,1986). Salah satu
komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab kematian terbesar pada
penderita leukemia akut yang mencapai 52,63 % (Archida, 1987).
Pada pasien ini diberikan:
Inj. Antrain 3x1 ampul untuk mengatasi demam yang sering muncul dan relatif
tinggi.
Inj. Ranitidin 2x1 ampul untuk mencegah efek samping injeksi Kalnex yang
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman di perut, seperti mual dan nyeri perut.
Inj. Kalnex 2x1 ampul untuk mencegah degradasi fibrin, pemecahan platelet,
menambah kerapuhan vascular dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini
dibuktikan secara klinis dengan berkurangnya jumlah pendarahan, mengurangi
waktu pendarahan dan periode pendarahan.
Inj. Ceftriaxone 3x1dipilih karena spektrum aktivitas anti bakterinya luas,
mencakup bakteri gram negatif dan gram positif dengan masa kerja yang
panjang dimana efek bakterisidal (membunuh bakteri) dapat bertahan
selama 24 jam. Ceftriaxone cepat berdifusi ke dalam jaringan dan cairan
tubuh. Ceftriaxone dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat
dicapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan serebrospinal. Karena
efek dari AML adalah sepsis maka injeksi antibiotic spektrum luas ini
yang dipilih.
Inj. Metilprednisolon 125 mg 2x1 dipilih karena efek dari imunosupresannya mengurangi konsentrasi limfosit timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin, sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi perluasan respon immun primer.
Po. Adona tab 3x1 dipilih karena kecenderungan terjadinya perdarahan pada
pasien ini sebab memiliki trombositopenia dan juga untuk mengatasi perdarahan
37
pada skleranya.
Po. DMP syr 3x1C untuk mengatasi keluhan batuk berdahak pasien.
Po. Tramadol 50 mg 2x1 sebagai analgesik karena pasien juga mengeluhkan
nyeri kepala, nyeri pinggang sampai paha dan juga nyeri pada benjolan di dada
sebelah kanan
Po. Sohobion 1x1 sebagai vitamin B1, B6 dan B12
Po. Kalmeco 500 2x1 dipilih karena kandungan dari Kalmeco adalah
Mecobalamin yang diperlukan untuk kerja normal sel saraf. Bersama asam folat
dan vitamin B6, mecobalamin bekerja menurunkan kadar homosistein dalam
darah dan indikasinya adalah anemia.
Pro Kemo Induksi dengan Protokol untuk LMA :
Untuk jenis LMA, protokol yang dipakai bervariasi, terdiri dari bermacam-
macam kombinasi obat, seperti :
- Sitosin arabinosid + daunomisin + 6 tioguanin.
- Prednison + vinkristin + metotreksat + merkaptopurin.
Penyulit yang paling sering didapatkan adalah :
- Perdarahan.
- Sepsis.
Prognosis dari AML:
Prognosis tidak baik. Angka kematian tinggi. Kemoterapi dilakukan untuk
memperlambat perkembangan penyakit dan diharapkan dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan AML.
38
top related