bab 4 hasil dan pembahasan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2008-2-00520-ti bab...
Post on 02-Mar-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
Pada tahap pengumpulan data ini terdapat 2 jenis data yang digunakan yaitu:
Uraian dari tahapan proses pengerjaan ruang Puri Ratna pada proyek tempat penulis
melakukan observasi dan data perbandingan antara jadwal perencanaan dan pelaksanaan
proyek per tahapan kerja beserta sub-sub kerjanya.
4.1.1 Proses Kerja.
Pekerjaan Persiapan
1. Pembersihan lapangan dari segala hal yang dapat mengganggu pelaksanaan
pekerjaan
2. Pengukuran untuk membuat tanda tetap sebagai ukuran ketinggian lantai dan
bagian-bagian bangunan lainnya.
3. Penyediaan alat-alat ukuran sepanjang masa pelaksanaan berikut ahli ukur
yang berpengalaman.
4. Koordinasi dengan pengelola bangunan dan penanggung jaawab M&E seta
peralatan audio visual dan sound system.
5. Pengukuran dan pengecekan ulang pekerjaan yang akan dikerjakan.
Pekerjaan Bongkaran
1. Penyesuaian bagian eksisting interior yang akan dibongkar dengan layout
interior baru sesuai gambar perencanaan.
2. Pembuatan shop drawing rencana bagian eksisting interior yang akan
dibongkar untuk dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari konsultan
perencana.
3. Relokasi elemen-elemen ruang berupa artwork/ornament yang melekat pada
lantai, dinding/kolom maupun plafon.
4. Pengerjaan pembongkaran.
Pekerjaan Lantai Karpet
1. Penyediaan bahan material, peralatan, dan tenaga kerja.
2. Penyerahan contoh-contoh karpet yang akan dipasang untuk mendapat
persetujuan KP.
3. Pengukuran dimensi luas ruangan yang akan dipakai untuk pemasangan karpet.
4. Meneliti keadaan permukaan dasar lantai karpet (leveling mortal) sebelum
pekerjaan dimulai dimana permukaan lantai harus dalam keadaan kering, rata,
bersih dan bebas dari cacat.
5. Penyemprotan lem pada permukaan lantai dan pada karpet untuk memperkuat
pemasangan karpet pada pertemuan antara lantai dengan dinding.
6. Penyediaan sisa karpet minimal 5% untuk cadangan penggantian terhadap
setiap jenis dan warna dari bahan karpet yang lunak.
7. Pembersihan karpet.
Pekerjaan Dinding yang terdiri dari:
Partisi Gypsum
1. Persiapan bahan
• Bahan rangka
Dari besi hollow 40/40 (4x4x400 dan 2x4x400) produk dalam negeri yang
disetujui KP/Perencana dengan ukuran tebal bahan minimum 1,8 mm dan
nilai batas deformasi yang diizinkan 2 mm. Bahan yang diproses harus
sesuai dengan toleransi, ukuran, ketebalan, kesikuan, kelengkungan dan
pewarnaan yang disyaratkan serta terlebih dahulu dicat anti karat.
• Bahan pelapis
Dari bahan gypsum board (0.9x120x240) yang telah disetujui KP/Perencana
dengan tebal bahan 12 mm sesuai yang ditunjukkan dalam detail gambar.
Pemasangan pada bagian luar/dalam difinish.
• Accesories
Terdiri dari angker, sekrup, pelat, baut yang harus digalvanish terlebih
dahulu. Bahn pelengkap lain harus sesuai dengan ukuran panel dan material
rangka panel yang dipasang.
• Bahan finishing
Dari bahan vynil/wallpaper produk merek Runon yang disetujui perencana.
Bahan yang digunakan harus disertai jaminan dan flamibility rated dari
pabrik pembuatnya.
2. Persiapan alat
Berupa alat pemotong rangka dan board, pembuat lubang atau block out
3. Marking area sesuai dengan layout.
4. Leveling (ukuran pelurusan).
5. Pemasangan rangka.
Rangka tegak dipasang dengan jarak 40 cm dan arah horizontal dipasang
berjarak 40 cm, rapi, tegak lurus dan presisi terhadap lantai, dinding, dan
plafond disekelilingnya.
6. Penutupan gypsum.
• Sebelum dipasang penutup partisi semua kotoran dan bekas bahan lain harus
dibersihkan dan seluruh instalasi telah terpasang di posisi yang benar.
• Pemasangan papan gypsum pada rangka menggunakan paku sekrup
embedding khusus dan dipasang setiap jarak 15 cm.
7. Compound
Digunakan untuk menutup sambungan gypsum
8. Ampelas
9. Finishing wallpaper (Non woven + Vynil wall).
• Sebelum pemasangan wallpaper, dinding diplamir dan dicat halus agar
permukaan rata/tidak bergelombang dan dalam kondisi yang bersih.
• Pemotongan wallpaper dilakukan dengan cutter yang tajam sehingga hasil
potongan rapi tidak melekuk dan juga harus memperhatikan motif
wallpaper agar sambungan terlihat bagus dan serasi.
• Sebelum pemasangan dinding diberi lem perekat begitu pula dengan
wallpaper.
• Setelah didiamkan sebentar wallpaper direkatkan atau dipasang di dinding
dengan menggunakan kapi untuk meratakan lem atau menghilangkan
rongga udara.
10. Finishing cat (Cat emulsion).
• Sebelum pengecatan terlebih dahulu bidang-bidang harus dibersihkan dari
kotoran yang melekat serta dibuat rata dengan menggosok dengan
menggunakan kertas gosok.
• Setelah bersih bidang yang akan dicat dialkali secara merata dengan
menggunakan roll.
• Setelah lapisan alkali kering baru dilakukan aplikasi cat dasar dengan
menggunakan kuas, rol dan lain-lain.
• Setelah lapisan cat dasar kering dilakukan pengecatan finish sampai
menjadikan permukaan dinding tertutup sempurna oleh warna cat.
Partisi Plywood (Panel kayu)
Pada dasarnya pekerjaan partisi plywood ini sama dengan pengerjaan partisi
gypsum (point 1-5), perbedaan terletak pada bahan pelapisnya yaitu triplek dan
plywood dan di finishing dengan melamic. Pekerjaan ini juga meliputi pekerjaan
kolom. Adapun langkah pemasangan lebih lanjut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
6. Pemasangan Triplek dan plywood
• Sebelum dipasang penutup partisi semua kotoran dan bekas bahan lain harus
dibersihkan dan seluruh instalasi telah terpasang di posisi yang benar.
• Pemasangan triplek sesuai jarak yang ditentukan dalam gambar teknis (shop
drawing).
• Penutupan dengan panel kayu dengan ketebalan yang diijinkan (12mm)
menggunakan lem khusus serta bahan pembantu paku yang ditumpulkan
ujungnya, kemudian ditutup dengan dempul.
7. Pemasangan List/Plin kayu
List/Plin kayu terdiri dari 3 jenis yaitu list dado. list plint, dan list corniche
yang masing-masing terletak di bagian atas dan bawah panel kayu serta atas
wallpaper yang berhubungan dengan plafond. Untuk list corniche
pemasangannya dilakukan setelah plafond selesai dikerjakan. Adapun langkah
pengerjaan lis lainnya antara lain:
• Pengukuran plin kayu yang akan digunakan yang disesuaikan dengan
panjang dan lebar wallpaper dan panel kayu yang telah terpasang
sebelumnya.
• Pemasangan plin.
• Finishing dengan polishing atau amplas untuk memperoleh permukaan yang
halus.
8. Finishing
Bahan penutup plywood yang sudah dinyatakan kerataannya baru dilapis cat
atau melamic sesuai spesifikasi dan setelah disetujui MK-Pemberi tugas-
Perencana. Langkah finishing cat sama dengan finishing cat pada partisi
gypsum sebelumnya.
Pemasangan Kolom.
Dalam pekerjaan kolom ini dimensi kolom sendiri telah dilakukan bersamaan
dengan marking dinding termasuk pekerjaan rangka hollownya. Adapun langkah-
langkah pengerjaanya lainnya terdiri dari:
1. Pemasangan melaminto
2. Pemasangan lampu
Pemasangan lampu itu sendiri dilakukan oleh ME namun terkadang CDI juga
ikut membantu agar ME lebih mudah melakukan pasang lampu tersebut.
Lampu ini selain sebagai penerang juga dipakai untuk menerangi ukiran sido
mulyo yang telah terpasang di sisi luar pada acrylic.
3. Pembuatan pintu box lampu
Pintu Box Lampu yang digunakan merupakan hasil produksi dari CDI sendiri
dimana dimensi dan bahan yag digunakan disesuaikan dengan desain dalam
Shop Drawing. Produk dari workshop CDI ini kemudian dikirim ke lapangan
untuk dipasang oleh pekrja dengan metode pemasangan sekrup dalam sehingga
tampak luar hanya terlihat seperti lembaran balok kayu biasa.
4. Pemasangan tutup kolom dengan plywood megasungkai
Setelah semua instalasi listrik selesai pekerjaan dilanjutkan degan tutup kolom
yang menggunkan ply wood megasungkai yang merupakan permintaan dari
owner sendiri. Sama seperti pintu box lampu, plywood megasungkai ini pun
diproduksi dalam workshop dengan ukuran sesuai Shop Drawing kolom dari
owner.
5. Pemasangan acrylic ukiran sidomulyo.
Maket ukiran sidomulyo yang telah jadi kemudian dicetak ke acrylic sehingga
pada permukaan acrylic tersebut terpampang pola ukiran yang dicetak.
6. Finishing cat atau melamic.
Finishing ini dilakukan agar permukaan kayu pada kolom menjadi mengkilat
dan terlihat lebih indah. Melamic digunakan untuk bagian-bagian sudut kayu
yang kurang rapi.
Pekerjaan Pintu dan Aksesoris
1. Persiapan bahan
Terdiri dari kusen pintu, daun pintu kayu, dan gambar layout
2. Persiapan alat
3. Pengukuran dimensi pintu yang akan dipasang
4. Penyesuaian detail kusen dan sambungan material dengan tipe pintu yang akan
dipasang dimana kusen harus lurus dan siku.
5. Pemasangan kusen dengan penambahan angkur-angkur yang dilanjutkan
dengan penyekrupan kusen ke panel kayu.
6. Pemasangan pintu ke kusen sesuai letak dan posisi yang telah ditentukan
sebelumnya.
7. Pemasangan monkey hair sebagai penyekat tengah untuk mencegah cahaya
masuk atau keluar ruangan.
8. Finishing melamic
• Perataan permukaan yang akan difinishing dengan amplas menggunakan
kertas gosok searah serat kayu.
• Pelapisan wood filler dengan kuas atau digosok dengan kayu bal secara
merata agar pori-pori tidak kelihatan.
• Setelah wood filler kering permukaan kembali di amplas dengan kertas
gosok searah serat kayu. Kemudian disbanding sealer dengan disemprot
• Selanjutnya permukaan kayu diberi lapisan wood stain dengan kuas, bal
atau semprot dan dibiarkan sampai mengering dengan dianginkan.
• Diamkan selama 1 hari kemudian semprot dengan clear doff PU supaya
hasil bagus dan tidak bau.
• Setelah finishing melamic selesai, pekerjaan dilanjutkan dengan finishing
cat.
9. Pemasangan aksesoris.
• Persiapan bahan
Terdiri dari Flush bolt/grendel untuk daun pintu double, floor hinge, lock
set, back plate dan handle.
• Marking area sesuai gambar layout.
• Pemasangan
Sebagian besar dilakukan dengan pengelasan dan pemakuan, dimana
aksesoris yang terpasang tepat pad siku dan membentuk sudut yang
proporsional dengan kusen dan pintu yang telah terpasang sebelumnya.
Pekerjaan Plafond
1. Persiapan bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah gypsum board ex. Jaya Board dengan tebal 9
mm berukuran 120x240 cm. Adapun untuk rangka penggantungnya dari bahan
galvanis dan alumunium yang terdiri atas: Spline, carrying channel, cross clip,
adjustable hanger, bolt dll.
2. Marking area sesuai layout/shop drawing
Termasuk didalamnya kegiatan leveling untuk mengukur ketinggian plafond
dan uji kemiringan lantai dengan bantuan waterpass.
3. Pemasangan rangka
• Buat rangka plafond sesuai dengan rencana ketinggian plafond dan gambar
kerja shop drawing yang telah disetujui. Rangka harus memiliki presisi yang
tinggi dengan sudut yang benar agar tidak mempersulit pemasangan tutup.
• Pemasangan rangka, dimana posisi fitting pekerjaan ME sebelumnya telah
terpasang dengan baik agar tidak saling menggangu. Rangka juga perlu
memperhitungkan kebutuhan beban yang dipikul plafond dengan segala
instalasi ME yang ada serta beban manusia saat melakukan maintenance.
• Rangka plafond digantungkan pada plat beton menggunakan penggantung
dari bahan galvanised suspension yang dapat atur ketinggian (standard
original fabric).
4. Pemasangan gypsum board
• Pembersihan rangka dari segala kotoran dan bekas bahan lain. Seluruh
instalasi di atas plafond harus sudah selesai terpasang dan sudah diuji coba.
• Lembaran gypsum dikaitkan pada rangka dengan sistem fitser yang
sebelumnya pada letak fitser dibuat pahatan/lubang sedalam 5 mm dengan
diameter 25 mm. Setelah pemasangan fitser ditutp kembali dengan kompon
dan papertape/plester khusus.
• Dalam pemasangan pertemuan ini bahan penutup plafond harus saling tegak
lurus dan siku terhadap pekerjaan lain di sekitarnya (lantai, dinding, dan
plafond).
• Pekerjaan compound untuk menutup sambungan gypsum.
5. Pemasangan lis profil.
Lis profil merupakan penyambung antara plafond dengan partisi, dipasang
dengan menggunakan lem khusus dan di lem sepanjang sisi yang menempel ke
dinding dan plafond secara merata. Penyambungan dilakukan secara verstek
agar tidak terlihat gap saat muai-susut bahan karena cuaca. Garis-garis profil
harus bertemu dengan akurat dan bebas dempul agar sambungan tidak terlihat.
6. Finishing cat plafon.
Proses ini baru dapat dimulai setelah pemasangan aksesoris plafond seperti
lampu, AC, Springkler selesai dilakukan oleh ME. Dempul dapat digunakan
untuk menutup sekrup, paku penguat atau komponen pengikat lainnya yang
mungkin terlihat.
4.1.2 Jadwal Kerja
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna
Waktu No Pekerjaan
Rencana Realisasi
Delay
Time
I Persiapan 30 25
1. Pembersihan lapangan 14 12
2. Marking area 7 5
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
3. Penyediaan alat 3 2
4.Koordinasi dengan ME dan
pengelola bangunan
3 3
5. Remarking 3 3
II Pekerjaan Bongkaran 90 106 16
1. Persiapan (alat, material dan tenaga
kerja)
3 2 -
2. Penyesuaian dengan layout 3 5 2
3. Pembuatan shop drawing 18 22 4
4 Marking area 3 5 2
5 Relokasi elemen ruangan 3 4 1
6 Pengerjaan bongkaran 60 68 8
Waktu No Pekerjaan
Rencana Realisasi
Delay
Time
III Screeding lantai 35 41 6
1 Persiapan (alat dan tenaga kerja) 1 1 -
2 Pengukuran (waterpass) termasuk
pasang tanda (kepala)
10 11 1
3 Plester 17 20 3
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
4 Pengeringan 4 4 -
5 Pengacian (finishng) 3 5 2
IV Partisi Gypsum 14 26 12
1 Persiapan (alat, bahan, tenga kerja) 1 1 -
2 Marking area sesuai layout (temasuk
leveling)
1 2 1
3 Pasang rangka 4 7 3
4 Penutupan gypsum 7 14 7
5 Finishing compound dan ampelas 1 2 1
V Pekerjaan Plafond 30 81 51
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja) 1 1 -
2 Marking area 3 4 1
3 Pasang rangka 7 25 18
Waktu No. Pekerjaan
Rencana Realisasi
Delay
Time
4 Penutupan gypsum 11 39 28
5 Finishing cat plafon 8 12 4
VI Pekerjaan partisi panel kayu 9 16 7
1 Persiapan 1 2 1
2 Marking area 1 2 1
3 Pasang rangka 2 4 2
4 Pasang triplek dan plywood 2 3 1
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
5 Pasang openingan kusen 1 3 2
6 Finishing cat/melamic 2 2 -
VII Pekerjaan kolom 30 56 26
1 Persiapan 3 3 -
2 Marking area 1 1 -
3 Pasang rangka hollow 2 2 -
4 Pasang melaminto 1 1 -
5 Pasang lampu 1 1 -
6 Pembuatan pintu box lampu 14 25 11
7 Pasang tutup kolom dengan
plywood mega sugkai
1 7 6
Waktu No. Pekerjaan
Rencana Realisasi
Delay
Time
8 Pasang acrylic ukiran sido mulyo 5 14 9
9 Finishing cat/melamic 2 2 -
VIII Pekerjaan wallpaper 20 41 21
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja) 1 3 2
2 Labelling (plamir dan cat halus) 3 3 -
3 Pemotongan wallpaper 3 7 4
4 Lem dinding dan wallpaper 7 12 5
5 Pemasangan wallpaper ke dinding 5 14 9
IX Pekerjaan list kayu 14 27 13
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja) 3 7 4
2 Marking area (termasuk leveling) 1 2 1
3 Pengukuran list yang akan dipakai 1 2 1
4 Pemasangan 7 13 6
5 Finishing amplas dan melamic 2 3 1
X Pekerjaan plint kayu 7 15 8
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja) 1 2 1
2 Marking area (termasuk leveling) 1 3 2
Waktu No. Pekerjaan
Rencana Realisasi
Delay
Time
3 Produksi list yang akan dipakai 2 5 3
4 Pemasangan 2 3 1
5 Finishing dengan amplas dan
melamic
1 2 1
XI Pekerjaan kusen dan pintu kayu 14 40 26
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja) 1 1 -
2 Marking area (ternasuk leveling) 1 2 1
3 Produksi kusen dan pintu 7 21 14
4 Pemasangan kusen 1 2 1
5 Pemasangan pintu ke kusen 1 7 6
6 Pemasangan monkey hair 1 2 1
Tabel 4.1 Jadwal Rencana dan Realisasi Ruang Puri Ratna (Lanjutan)
7 Finishing melamic 1 2 1
8 Pemasangan aksesoris 1 3 2
XII Pekerjaan lantai karpet 7 10 3
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja) 1 1 -
2 Marking area 1 1 -
3 Penyerahan contoh karpet 1 3 2
Waktu No. Pekerjaan
Rencana Realisasi
Delay
Time
4 Meneliti keadaan permukaan dasar
lantai
1 2 1
5 Penyemprotan lem pada lantai 1 3 2
6 Pemasangan karpet 2 4 2
XIII Pekerjaan dome 30 52 22
1 Persiapan (alat, bahan, tenaga kerja) 3 3 -
2 Marking area 3 5 2
3 Pasang rangka 7 15 8
4 Penutupan gypsum 5 11 6
5 Compound 2 3 1
6 Pasang acrylic 3 7 4
7 Finishing cat 7 8 1
4.2 Pengolahan dan Analisis Data
Pada tahap ini data jadwal proyek yang telah diperoleh sebelumnya diolah melalui
diagram pareto untuk mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan mana yang menjadi
mayoritas penyebab keterlambatan proyek. Pekerjaan-pekerjaan tersebut kemudian dicari
kendala-kendalanya untuk kemudian diselidiki akar permasalahannya. Dari akar
penyebab masalah ini kemudian dilakukan analisa yang dapat menjadi tolak ukur dalam
pemecahan masalah.
4..2.1 Identifikasi Major Cause Seluruh Tahap Kerja Puri Ratna
Tabel 4.2 Perhitungan Overtime Tahap Kerja Puri Ratna
Job Plan Real Overtime Cum.
Percentage
of overtime
Plafond 30 81 51 24,17
Kolom 30 56 26 36,49
Pintu &
Kusen
14 40 26 48,81
Dome 30 52 22 59,24
Tabel 4.2 Perhitungan Overtime Tahap Kerja Puri Ratna (Lanjutan)
Wallpaper 20 41 21 69,19
Bongkaran 90 106 16 76,77
List Kayu 14 27 13 82,93
Job Plan Real Overtime Cum.
Percentage
of overtime
Gypsum 14 26 12 88,62
Plint kayu 7 15 8 92,41
Panel 9 16 7 95,73
Screeding 35 41 6 98,57
Karpet 7 10 3 100
Total 211
Plafond Kolom Pintu & Kusen Dome P.
Wallpaper Bongkaran List Kayu Gypsum Plint kayu Pane l Screeding P.Karpet
Overtime 51 26 26 22 21 16 13 12 8 7 6 3
0
10
20
30
40
50
60
Histogram Seluruh Aktivit as Renovasi Puri Rat na
Diagram 4.1 Histogram Major Cause Tahap kerja Puri Ratna
Analisa Diagram 4.1:
Dari hasil pareto diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan plafond merupakan major
cause terjadinya keterlambatan jadwal penyelesaian proyek, dengan total kemunduran
waktu sebesar 51hari. Urutan kedua ditempati oleh pekerjaan kolom dan pekerjaan kusen
dan pintu yang sama-sama menyebabkan keterlambatan sebesar 26 hari. Untuk pekerjaan
dome dan seterusnya grafik terlihat tersebar merata.
Berdasarkan fungsinya sebagai diagram pareto, penulis memperkecil pembahasan
hanya pada 2 jenis pekerjaan yaitu pekerjaan plafond dan pekerjaan kolom. Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa penyebab terjadinya
kemunduran terbesar pada pekerjaan plafond dikarenakan faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal yang dimaksud adalah keberadaan kontraktor lain yaitu ME yang
pekerjaannya dilakukan sebelum pekerjaan plafond dapat dimulai. Pada pekerjaan
tersebut terjadi masalah berupa kebocoran plumbing yang mengakibatkan pihak CDI
harus melakukan rework atas pekerjaan plafondnya. Pekerjaan yang awalnya telah selesai
dilakukan kini harus dibongkar lagi agar pihak ME tersebut dapat melakukan perbaikan.
Selain masalah tersebut, dari sisi internal pun terdapat masalah dalam penyelesaian
pekerjaan plafond ini, antara lain material, metoda kerja, dan skill pekerja yang tidak
kompeten (Penjelasan lebih detail akan diberikan pada analisa 5 why). Dengan banyaknya
kendala yang dihadapi tersebut wajarlah jika pekerjaan plafond menyumbangkan nilai
keterlambatan terbesar dalam proyek renovasi ruang puri ratna - sahid hotel ini.
Pekerjaan berikutnya yang juga berdampak besar pada proyek adalah pekerjaan
kolom dimana keterlambatan disebabkan kendala-kendala seperti: Keterlambatan
material, kesalahan dalam pengukuran, dan adanya perubahan desain dari owner.
Material yang dipakai dalam pekerjaan kolom ini diproduksi sendiri oleh CDI selaku
kontraktor desain interior proyek hotel sahid ini. Material seperti pintu box lampu, panel,
lis panel, furniture, ornamen, dan ukiran acrylic diproduksi dalam workshop yang
memiliki sistem produksi semi-otomatis. Dalam pelaksanaannya workshop ini masih
memiliki banyak kekurangan dan masalah dalam produksinya. Salah satu masalah
tersebut yakni penyediaan pintu box lampu berpengaruh terhadap kelangsungan
pelaksanaan pekerjaan kolom dimana permintaan terhadap pintu box lampu ini seringkali
tak dapat dipenuhi sesuai perjanjian, sehingga pihak pelaksana lapangan tidak dapat
segera menyelesaikan pekerjaannya karena harus menunggu kiriman barang datang.
Masalah lain dalam pengerjaan kolom adalah seringnya terjadi perubahan desain
ukiran sido mulyo pada acrylic yang dipasang di kolom. Kolom yang semula akan segera
masuk tahap finishing harus ditunda karena acrylic yang ada di lapangan akan diganti
dengan yang memiliki desain baru, waktu tunggu untuk menghasilkan ukiran baru ini
juga tidaklah singkat karena perlu persetujuan kesana-kemari yang harus melalui jalur
dan tahap yang cukup rumit. Kendala-kendala semacam inilah yang menyebabkan
pekerjaan kolom menjadi urutan ke-2 terbesar penyebab kemunduran jadwal
penyelesaian proyek.
Pekerjaan lain tentunya juga memiliki kendala sendiri namun dampak yang
diakibatkan tidak terlalu menyebabkan kemunduran jadwal sebesar yang diberikan oleh
pekerjaan plafond dan kolom.
4.2.2 Pengolahan dan Analisis Data Major Cause I (Pekerjaan Plafond).
Dari hasil diagram pareto 4.1 diketahui bahwa pekerjaaan plafond merupakan
major cause 1 dari seluruh tahap kerja dalam ruang Puri Ratna, pekerjaan plafond ini
terdiri dari beberapa sub-kerja. Melalui diagram pareto akan diketahui sub-sub kerja
mana saja yang berpotensi menyebabkan terjadinya keterlambatan pelaksanaaan proyek.
Dari sub kerja ini kemudian didata kendala-kendala yang terjadi untuk kemudian
dianalisa melalui bantuan metode 5 Why’s.
Tabel 4.3 Perhitungan Waktu Overtime Sub Kerja Plafond
Job Overtime Cum. percentage
Gypsum 28 54,90
Rangka 18 90,2
Finishing 4 98,04
Marking 1 100
Diagram 4.2 Diagram Pareto Major Cause Sub Kerja Plafond
Analisa Pareto Pekerjaan Plafond:
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa pada pekerjaan plafond sub kerja yang
menyebabkan pekerjaan banyak mengalami kemunduran adalah subkerja gypsum dan
Persiapan 0 100
Total 51
rangka. Terjadi demikian karena kedua pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan inti yang
tahap pengerjaannya memerlukan ketelitian dan pengawasan penuh dari supervisornya.
Kesalahan yang terjadi harus sesegera mungkin diperbaiki agar tidak menghambat
pelaksanaan pekerjaan selanjutnya. Untuk gypsum, dalam pelaksanaannya seringkali
terjadi masalah pada jumlah material di lapangan, dan finishing penutupan gypsumnya,
belum lagi kemungkinan dilakukannya pembongkaran gypsum akibat kebocoran
plumbing seperti yang telah disinggung pada analisa sebelumnya.
Kerja pasang rangka juga tak lepas dari kemungkinan terjadinya error dimana
berdasarkan temuan-temuan masalah yang ada, error tersebut seringkali disebabkan oleh
ulah pekerja yang tidak teliti dalam bekerja. Error ini juga seringkali terlambat dideteksi
sehingga saat pekerjaan hampir selesai, baru diketahui adanya ketidak sesuaian, dengan
demikian pekerjaan terpaksa harus dirombak dan dikerjakan dari awal lagi. Untuk
pekerjaan finishing sama dengan pekerjaan rangka, kendala utama juga terletak pada skill
pekerjanya dimana pekerjaan-pekerjaan kecil seringkali dianggap sepele apalagi jika
menyangkut pekerjaan finishing yang di mata para pekerja juga supervisornya tidak
terlalu membutuhkan perhatian extra dalam pelaksanaannya. Padahal pekerjaan sepele
tersebut dapat berdampak besar pada keseluruhan pekerjaan. Contoh: Penutupan fitser
dengan lis/dempul.
Dari gambar juga dapat dilihat bahwa pekerjaan persiapan meruapakan satu-
satunya pekerjaan yang tidak mengalami keterlambatan. Hal ini wajar jika terjadi karena
pekerjaan persiapan hanya melibatkan pengecekan dan pengadaan alat, bahan dan tenaga
kerja. Untuk pekerjaan plafond alat yang diperlukan bersifat general tools, mudah
didapat dan juga dipakai pada pekerjaan lain sehingga jika mengalami kekurangan dapat
diminta pada bagian lain. Untuk bahan walaupun material seringkali terlambat datang
tapi besarnya kemunduran waktu tidak dimasukkan dalam tahap persiapan ini karena
persiapan diasumsikan dimulai pada starting point hari ke-1 dimana bahan pasti telah
tersedia berapapun banyaknya.
4.2.2.1 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Gypsum pada Plafond.
Kendala Pengerjaan Gypsum
1) Pembongkaran Gypsum
Diagram 4.3 Root Cause Analysis kendala Gypsum 1.
Analisa Root Cause Analysis kendala gypsum (1) pada pekerjaan plafond :
Pada dasarnya pekerjaan gypsum merupakan pekerjaan yang tidak terlalu sulit,
kesulitan terbesar hanya pada saat pemotongan gypsum mengikuti pola rangka dan
penempelannya agar presisi dengan dimensi rangka, namun jika dibandingkan dengan
pekerjaan lain seperti pasang rangka dan marking secara keseluruhan pasang gypsum
merupakan pekerjaan yang sederhana dan mudah. Namun pada kenyataannya dalam
proyek renovasi desain interior hotel sahid ini, pekerjaan gypsum plafond justru secara
tak langsung menyumbangkan jumlah keterlambatan paling besar. Berdasarkan diagram
5 Why yang tersaji diatas salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah adanya
pembongkaran gypsum akibat terjadinya kebocoran pada plumbing yang berdampak
gypsum menjadi menguning. Gypsum yang telah menguning tentu mengurangi nilai
estetika ruangan dan harus diganti dengan yang baru. Untuk sekedar mengganti gypsum
dengan yang baru bukanlah hal yang sulit tapi kendala sekarang terletak pada pihak ME
yang menjadi penyebab dari terjadinya kebocoran ini. Menurut hasil pengamatan dan
wawancara dengan pekerja di lapangan penyebab terjadinya kebocoran ini mungkin
disebab kan karena ME tidak bekerja dengan baik, dimana dalam pemasangan
plumbingnya ME tidak dilakukan pengawasan terhadap metoda kerja dan bahan yang
dipakai. Sehingga cacat yang berpotensi menimbulkan kerusakan plumbing di masa
datang tidak terdeteksi. Oleh sebab itulah kebocoran baru terjadi saat gypsum telah
terpasang.
Masalah tersebut sebenarnya juga bukan murni kesalahan ME seorang, CDI pun
turut bersalah dalam hal ini. Dikatakan demikian karena sejatinya dalam proyek perlu
adanya komunikasi yang intens antar kontraktor dan pelaksana lapangan lain.
Komunikasi ini bertujuan agar masing-masing pihak mengetahui progress kerja masing-
masing, kendala apa saja yang dialami oleh masing- masing kubu dan apa ada pengaruh
dengan pekerjaannya sendiri. Hal semacam ini sangat berguna bagi kubu-kubu tersebut
untuk mengawasi kualitas proses kerja dan hasilnya. Namun demikian kondisi ideal ini
sepertinya tidak begitu diindahkan oleh pelaksana proyek renovasi hotel sahid. Dari
pengamatan yang dilakukan, penulis tidak melihat adanya kerja sama yang baik antar
pelaksana proyek, dalam bekerja mereka lebih fokus pada kepentingan masing-masing,
adapun komunikasi yang dilakukan hanya terjadi saat masalah muncul, hal ini mungkin
juga disebabkan oleh tuntutan waktu dari owner untuk segera menyelesaikan pekerjaan
pada waktu yang lebih cepat dari kontrak perjanjian dalam tender. Keputusan ini
menyebabkan tiap kontraktor menjadi tertekan dalam bekerja, yang pada akhirnya
menyebabkan hasil kerja tidak optimal dan tidak secara utuh mengikuti prosedur kerja
karena diburu waktu, selain itu dari segi psikologis egosentrisme masing-masing
kontraktor semakin meningkat yang menyebabkan suasana kerja menjadi tidak nyaman,
setiap kesalahan kecil dibesar-besarkan, semua pihak merasa dirinya yang paling benar,
yang berujung pada terhambatnya komunikasi antar pihak.
Sebenarnya masalah ini bisa diatasi jika ada pihak yang bertugas mengontrol dan
menggerakkan kerja tim dalam proyek. Melalui keberadaan MK, masalah dapat segera
diatasi karena MK yang baik akan mengetahui karakteristik masing-masing tim, dapat
memandang permasalahan secara objektif, dapat menjadi penengah yang baik dengan
menjadi kubu netral yang tidak memihak pada satu sisi. Dengan demikian jalan keluar
akan lebih mudah didapat. Namun untuk kesekian kalinya sangat disayangkan bahwa
tugas yang dilimpahkan pada MK ini ternyata tidak diemban dengan baik. Dalam
prakteknya MK jarang sekali hadir di lapangan, bahkan pada saat rapat koordinator pun
seringkali MK tersebut diwakilkan oleh asisten atau orang kepercayaannya yang tentu
tidak akan memberikan hasil rapat yang efektif karena walaupun perwakilan tersebut
memiliki latar belakang pengetahuan proyek ia tetap orang luar yang tidak tahu menahu
tentang detail kejadian sebenarnya dalam proyek, usulan dan suggest yang diberikan
kemungkinan besar tidak relevan dengan kondis i proyek dan keinginan para pelaksana.
Jika MK saja tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan baik, wajar jika banyak terjadi
masalah intern dalam proyek, karena tak ada sosok pemimpin yang dapat dijadikan
pedoman dalam pemecahan masalah.
2) Penundaan Tutup Gypsum
Diagram 4.4 Root Cause Analysis Kendala Gypsum 2
Analisa Root Cause Analysis kendala gypsum (2) pada pekerjaan plafond :
Kebocoran pada plumbing yang terjadi akibat kesalahan ME berimbas pada penundaan
penutupan gypsum dimana dalam pelaksanaannya plumbing juga tidak dapat langsung
diperbaiki saat kebocoran terjadi. Hal ini dikarenakan pihak ME harus menunggu
perintah dari owner untuk melakukan perbaikan yang dikeluarkan dalam bentuk surat
instruksi (SI). Lama tidaknya SI dikeluarkan bergantung pada 2 faktor yaitu:
a) Keputusan owner
Owner selaku penyelenggara proyek memiliki wewenang penuh terhadap
jalannya proyek, setiap masalah dan cacat yang terjadi wajib dilaporkan pada owner
untuk diambil keputusan langkah selanjutnya. Dalam hal ini owner akan berkonsultasi
dengan konsultan yang telah dipilih sendiri untuk mencari jalan pemecahan masalah
terbaik, karena pada dasarnya owner hanya sebagai user yang memiliki modal untuk
pelaksanaan proyek namun dasar tentang bagaimana proyek itu sendiri tidak terlalu
diketahui. SI yang dikeluarkanpun memiliki unsur suara dari konsultan namun keputusan
final tetap berada di tangan owner selaku penyandang dana proyek, jika saat itu dana
yang ada di owner tidak mencukupi untuk pembiayaan perbaikan maka SI tidak akan
dikeluarkan dan perbaikan kebocoran pun harus ditunda sampai SI keluar. Namun jika
konsultan yang dipilih benar-benar kompeten di bidangnya kendala di atas dapat
diminimalisir karena konsultan dapat memberi masukan dan alternatif penanganan
terhadap masalah keuangan ini misalnya dengan melakukan perhitungan terhadap cost
benefit analysis, cost of quality, bahkan analisa kurva s.
b) Lamanya informasi sampai ke owner.
Setiap kejadian dalam proyek dilaporkan kepada owner melalui serangkaian jalur
informasi yang melibatkan pelaksana-pelaksana dalam proyek. Dalam hal ini yang
berperan sebagai perantara langsung antara owner dengan orang proyek adalah MK. Pada
proyek renovasi hotel sahid ini informasi yang diperoleh dari lapangan perlu waktu yang
lama untuk sampai ke tangan owner, salah satu penyebabnya telah disinggung
sebelumnya, yaitu kinerja MK. Kehadiran MK yang sangat minim ke tempat proyek
berpengaruh besar terhadap keakuratan penyampaian informasi. Dikatakan demikian
karena MK tidak mengetahui secara persis kondisi nyata di lapangan sehingga setiap
kendala yang terjadi tidak dapat dilaporkan dengan tepat sasaran kepada owner.
Imbasnya MK perlu melakukan observasi ulang ke lapangan untuk mengetahui detail
kejadian, dan dapat diduga waktu penyampaian informasipun akan semakin bertambah
lama. Minimnya kehadiran MK ini mungkin disebabkan karena MK memegang proyek di
tempat lain namun jika dilihat dari segi profesionalisme kerja hal tersebut tak dapat
dijadikan alasan, karena sudah menjadi keputusannya sendiri memegang lebih dari 1
proyek dan selalu ada resiko terhadap keputusan tersebut.
Kendala lain dari penundaan penutupan gypsum ini adalah seringnya terjadi kekurangan
material yang di sebabkan oleh 2 hal yaitu:
a) Keterlambatan pengiriman material
Keterlambatan ini terjadi karena dalam pemesanannya CDI tidak memiliki
metode perhitungan khusus seperti EOQ, JIT, Kanban, dll. Perhitungan kebutuhan
dilakukan secara manual dimana setiap bagian ruangan yang akan di tutup gypsum
dihitung luas totalnya lalu dibagi dengan dimensi luas per item gypsum baru di dapat
jumlah gypsum yang dibutuhkan. Proses perhitungan memiliki resiko terjadinya
kesalahan dalam pengukuran sehingga jumlah kebutuhan sebenarnya tidak diperoleh
dengan tepat. Lamanya waktu dari kegiatan perhitungan manual ini semakin diperlama
dengan kenyataan bahwa laporan permintaan yang diperoleh saat itu tidak dapat langsung
diberikan pada orang kantor CDI karena perlu menunggu pesanan dari ruangan lain yang
membutuhkan barang yang sama. Langkah ini dilakukan dengan tujuan memperoleh
potongan harga karena memesan dalam jumlah besar. Proses ini pun tidak berhenti
sampai disini, setelah laporan permintaan sampai ke kantor CDI, dilakukan lagi proses
crosscheck ke lapangan dengan tujuan menghindari terjadinya perbedaan perhitungan
karena dimensi dalam shop drawing seringkali tidak persis sama dengan dimensi di
lapangan. Untuk pekerjaan plafond, ketidaksamaan dimensi ini dikarenakan beberapa
detail di shop drawing dalam bentuk aslinya tidak bisa 100% sama jka dibentuk dalam
gypsum. Contoh: Sudut lekukan pada ceiling bertingkat. Pemesanan yang awalnya
dijadwalkan sampai pada tgl xx akibat rangkaian kendala di atas menjadi mundur
beberapa hari bahkan minggu dari rencana awal.
Keterlambatan pengiriman juga dikarenakan CDI tidak memiliki model estimasi
tentang kepastian frekuensi pengiriman dan kapan pemesanan sebaiknya dilakukan
sehingga kebutuhan mendadak terhadap material tidak bisa diantisipasi. Kebutuhan
mendadak ini dipengaruhi oleh sifat proyek yang serba tidak pasti terutama waktu
pengerjaannya, sehingga pemesanan yang telah dilakukan pada tanggal x bisa saja
dibatalkan karena pekerjaan yang semula akan dilakukan pada tanggal x tersebut harus
ditunda untuk waktu yang tak dapat diprediksi karena terhalang pekerjaan lain. Begitu
pula sebaliknya material yang dijadwalkan sampai pada t gl xx ternyata dalam pengerjaan
di lapangannya dibutuhkan beberapa hari lebih awal karena pekerjaan selesai lebih awal.
Tanpa adanya metoda perhitungan inventory yang pasti CDI akan kesulitan dalam
melakukan penjadwalan permintaan yang pada akhirnya berakibat pada keterlambatan
pengiriman dimana-mana.
b) Jumlah pengiriman tidak sama dengan permintaan
Masalah ini terkait dengan penetapan kebijakan pihak CDI yang menghindari
sistem stock. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut: Dalam suatu proyek, besar sekali
kemungkinan terjadinya perubahan start waktu pengerjaan yang secara tak langsung
mempengaruhi waktu kebutuhan material yang dipakai. Pihak CDI sendiri sudah sangat
jelas dengan keadaan ini, oleh karena itu setiap permintaan material yang datang dari
lapangan tidak akan selalu dikirim sesuai dengan jumlah yang tertera dalam surat
permintaan tersebut, karena belum tentu semua material tersebut habis dipakai dalam
sekali permintaan tersebut. Daripada material dibiarkan menganggur dan rusak, lebih
baik material dikirim secara bertahap. Namun pemikiran tersebut tidak didukung dengan
penerapan metode penjadwalan permintaan barang yang tepat sehingga pada akhirnya
terjadi kekurangan material karena sisa material yang belum dikirim tak tersedia tepat
pada saat pengerjaan yang membutuhkan material tersebut akan dilanjutkan.
Langkah tersebut dilakukan oleh CDI juga terkait dengan tujuan mereka untuk
sedapat mungkin mengurangi biaya simpan sekaligus untuk menjaga kualitas barang
terutama dengan keadaan proyek yang tidak rapi dan berpotensi menyebabkan barang
rusak terlebih untuk gypsum yang bahannya rapuh dan mudah rusak. Tapi ironisnya
terkadang kebijakan ini justru sering merugikan pihak CDI karena dengan penjadwalan
pemesanan yang tidak teratur dan tidak sistematis serta didukung oleh ketidakpastian
jadwal kerja dalam proyek seringkali material yang dipesan tidak terpakai dan terpaksa
harus disimpan/distock di tempat proyek, dan dengan minimnya gudang ini terkadang
suka tidak ada lagi space yang tersisa untuk menempatkan gypsum yang belum terpakai
ini, akibatnya gypsum harus ditempatkan di luar yang tak terlindung dan beresiko rusak
akibat jatuh, tertimpa barang, maupun pengaruh cuaca.
Untuk mengantisipasi ini jalan yang dapat dilakukan adalah dengan: (a)
Mempekerjakan seseorang untuk menjaga tumpukan gypsum, dalam hal ini CDI
memiliki 2 alternatif pilihan yaitu : Memakai jasa tukang diluar pekerja CDI untuk
menjaga tumpukan gypsum atau menugaskan pekerja CDI sendiri untuk menjaga dengan
resiko kemunduran penyelesaian satu pekerjaan akibat kekurangan tenaga kerja dari hasil
penugasan; (b) Membiarkan gypsum tertumpuk di tempat proyek dengan resiko
terjadinya kerusakan. Kesemua pilihan tersebut sama-sama berpeluang memaksa CDI
untuk kehilangan /mengorbankan sejumlah uang.
3) Plafond Bergelombang
Diagram 4.5 Root Cause Analysis Kendala Gypsum 3
Analisa Root Cause Analysis kendala gypsum (3) pada pekerjaan plafond:
Kendala lain pada pekerjaan gypsum yang juga berperan sebagai penyebab terjadinya
kemunduran dalam penyelesaian pekerjaan plafond adalah hasil compound yang kurang
sempurna sehingga mengakibatkan plafond bergelombang. Plafond bergelombang ini
terjadi karena 3 sebab yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Pemasangan gypsum tidak sempurna
Bahan gypsum yang dipakai sebagai penutup rangka pada plafond ini dikirim
dalam bentuk lembaran dimana di setiap ujungnya diberi lekukan sebagai tempat
compound sehingga hasil compound nantinya dapat rata dengan permukaan gypsum.
Namun dalam pengerjaan di lapangan tidak semua prosesnya dapat berjalan sesuai
rencana diatas, dalam artian gypsum yang akan dipasang pada rangka akan berupa
potongan-potongan yang nantinya akan disambung satu persatu sampai rangka tertutup
seluruhnya oleh gypsum tersebut. Sambungan dari potongan gypsum ini terkadang tidak
selalu sejajar atau dengan kata lain terdapat perbedaan ketinggian pada sambungannya.
Hal ini terjadi apabila dalam penyambungannya antar ujung gysum yang memiliki
lekukan tidak saling bertemu (Contoh: ujung gypsum yang berlekuk bertemu dengan
gypsum yang ujungnya rata). Dengan sambungan yang tidak sejajar proses compound
akan menjadi lebih sulit dan jika tidak dilakukan dengan teliti berpeluang besar
menyebabkan plafond bergelombang. Secara logis dalam pemasangan gypsum memang
tidak mungkin gypsum yang dipasang seluruhnya berupa lembaran utuh, karena gypsum
yang dipakai menyesuaikan dengan ukuran ruangan sehingga sedikit banyak pasti ada
space pada ruangan tersebut yang ukurannya ½,1/4,1/8,dll dari ukuran lembaran gypsum.
Dengan Demikian mau tidak mau gypsum harus dipotong agar dapat menutupi space
tersebut.
b) Compound kurang sempurna
Plafond bergelombang juga disebabkan oleh hasil compound yang kurang
sempurna dimana hasil pengolesan compound tersebut tidak rata dengan permukaan
gypsum. Hal ini dikarenakan pekerja terlalu banyak menggunakan bahan compound
untuk menutup sambungan gypsum sehingga kelebihan compound tersebut akan
menyebar keluar ke permukaan gypsum di sekitarnya. Menurut prosedur hasil compound
yang menempel pada permukaan gypsum masih dapat diterima asalkan dalam proses
pengecatannya nanti compound tersebut dapat tertutup oleh ketebalan cat. Namun jika
sisa compound tersebut sudah terlalu banyak dan tak dapat dikikis hasil pengecatan tentu
akan menjadi tidak sempurna sehingga nilai estetika plafond akan berkurang.
Dalam satu area plafond tersebut terdapat banyak sambungan gypsum yang perlu
dicompound dan akibat pengerjaan oleh pekerja yang berbeda-beda yang masing-masing
memiliki tingkat ketelitian dan skill yang juga berbeda-beda, kemungkinan ketepatan
hasil compound pun akan ikut bervariasi. Semakin variatif hasil compound semakin besar
pula kemungkinan plafond menjadi bergelombang, terlebih jika supervisor kurang ketat
dalam mengawasi pekerjanya.
c) Terdapat kotoran pada rangka
Gypsum yang telah terpasang di rangka perlu di compound agar tidak terlihat
sambungan pada gysum tersebut. Namun seringkali proses ini tidak dapat terpenuhi
dalam sekali kerja. Hasil compound seringkali bergelombang sehingga perlu dilakukan
compound ulang. Salah satu penyebab adalah masih tersisanya kotoran pada rangka,
kotoran ini dapat berupa debu, sisa bahan plumbing dari pekerjaan ME, dan kotoran-
kotoran lainnya yang akibat tingginya kelembaban di langit-langit dapat melekat pada
permukaan rangka. Seringkali kotoran seperti ini lupa dibersihkan oleh pekerja saat
finishing rangka karena bentuknya tidak terlalu kasat mata, sehingga ketika dilakukan
pemasangan gypsum kotoran tersebut bergeser ke sela-sela sambungan gypsum dan
membentuk koagulat (gumpalan keras) yang jika di lakukan compound akan menjadi
bergelombang. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan mudah jika sebelum memasang
gypsum pekerja terlebih dahulu membersihkan, namun kebiasaan untuk hal tersebut
rupanya belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh para pekerja. Kurangnya pengawasan
dari supervisor dan mandor terhadap kerja para bawahannya juga berpengaruh terhadap
timbulnya masalah diatas.
Kotoran ini semakin sering muncul seiring banyaknya kegiatan perbaikan yang
dilakukan baik pada pekerjaan gypsum (perbaikan akibat kebocoran plumbing) maupun
rangka, pada rangka, perbaikan dilakukan akibat:
• Pekerjaan tambahan
Pekerjaan tambahan merupakan pekerjaan di luar BQ yang permintaannya datang
dari owner dan terjadi saat proyek berjalan. Pada dasarnya pekerjaan tambahan ini tidak
menyebabkan kemunduran jadwal karena owner akan memberikan toleransi waktu di luar
schedule yang telah disepakati agar para kontraktor dapat tetap bekerja dengan baik.
Namun hasil dari pekerjaan tambahan ini banyak juga yang menimbulkan masalah.
Contoh nyatanya adalah pekerjaan penambahan ceiling bertingkat yang terjadi pada
plafond ini, dimana permintaan akan pengerjaannya datang saat rangka telah selesai
dipasang dan ditutup gypsum. Pihak CDI dalam hal ini mau tak mau harus membongkar
lagi gypsum yang telah terpasang tersebut dan mulai mengerjakan ulang pekerjaan
rangkanya. Akibatnya rangka menjadi semakin berpeluang terkena kotoran.
• Kesalahan dalam leveling.
Kesalahan yang dimaksud disini terjadi akibat human error dimana pekerja
bersangkutan tidak melakukan pengukuran dengan presisi yang tepat yang menyebabkan
rangka miring dan tidak sesuai shop drawing. Dalam perbaikan rangka ini kegiatan
utamanya yaitu pemasangan galvanised suspension ke beton menghasilkan sisa kotoran
berupa serpihan beton dalam jumlah cukup banyak. Serpihan beton ini berupa partikel
yang cukup besar dan bila dibiarkan menumpuk dengan kotoran lain pasti menyebabkan
hasil compound tidak rata.
4.2.2.2Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Rangka Pada Plafond
Kendala Pekerjaan Rangka:
1) Elevasi Tidak Sesuai Shop Drawing
Diagram 4.6 Root Cause Analysis kendala rangka 1.
Analisa Root Cause Analysis kendala rangka pada pekerjaan plafond:
Pada pekerjaan plafond proses pasang rangka merupakan kendala ke-2 terbesar
yang menyebabkan keterlambatan dalam penjadwalan proyek. Dalam pemasangan
rangka perlu diperhatikan kapasitas beban yang dapat ditopang oleh rangka, termasuk di
dalam beban ini adalah beban manusia saat maintanance dan beban dari segala
instalasi/sparing/fixture dan fitting pekerjaan ME. Pada pelaksanaan proyek sahid ini,
terjadi kesalahan dalam estimasi beban topang pada rangka yang mana dalam penentuan
beban maksimalnya jumlah varians data yang digunakan sebagai tolak ukur penentuan
rata-rata berat badan orang tidak cukup banyak sehingga hasil perhitungan yang didapat
tidaklah valid. Selain itu ukuran berat badan yang digunakan tidak menggunakan standar
ukuran berat badan internasional yang lebih bersifat umum, dengan demikian saat
dilakukan perbaikan plafond akibat kebocoran pada plumbing rangka bergeser turun dan
menyebabkan permukaan gypsum pada plafond miring.
Semakin banyak varians data berat badan yang digunakan dalam perhitungan
akan semakin baik karena dalam kondisi realnya nanti rangka akan lebih flexibel
terhadap berbagai kombinasi beban dari berat manusia yang ditopangnya. Selain itu
akibat kurangnya komunikasi antara kontraktor, menyebabkan pihak CDI tidak mendapat
informasi pasti tentang berapa banyak total instalasi, fitting, dan sparing yang dihasilkan
ME sehingga penambahan beban pekerjaan dari ME ke dalam perhitungan total beban
topang rangka tidak sepenuhnya akurat.
Kesalahan lain yang juga berpengaruh terhadap kapasitas beban topang ini adalah
pengabaian pertimbangan terhadap beban-beban tak terduga. Akibatnya jika terjadi
sedikit saja overweight rangka akan langsung turun, kondisi ini akan berbeda jika saja tim
memberikan allowance bagi kemungkinan terjadinya overweight dengan batas tertentu
mis 0.25 pounds.
Selain masalah estimasi beban diatas kekuataan rangka juga dipengaruhi oleh
hasil pemasangan rangka ke beton yang dalam hal ini menggunakan sejenis alat bernama
galvanised suspension. Rangka yang dipasang dengan tepat dan kuat akan memberikan
daya topang rangka yang lebih besar dan tahan lama. Sebaliknya jika terjadi sedikit saja
kesalahan dalam pemasangan, kekuatan rangka akan berkurang dari kondisi optimalnya.
Kesalahan dalam pemasangan galvanised suspension ini biasanya diakibatkan ketidak
telitian pekerja dalam menentukan dalamnya lubang fitting untuk galvanised suspension
ini sehingga ketika plafond sering ditaiki dan rangka sering dinaik-turunkan
ketinggiannya untuk penambahan ceiling bertingkat akibat adanya perubahan desain,
tancapan galvanised pada beton menjadi lebih cepat bergeser. Dengan demikian
kemungkinan terjadinya kemiringan pada plafond semakin tinggi. Dari penelusuran hasil
root cause analysis diatas diperoleh keterangan bahwa akar penyebab terjadinya semua
masalah tersebut adalah minimnya skill pekerja lapangan dan juga pengawasan dari
supervisor/mandor bersangkutan.
4.2.2.3 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Finishing Pada Plafond
Kendala Finishing:
1) Permukaan Plafond tidak rapi.
Diagram 4.7 Root Cause Analysis Kendala Finishing 1
Analisa Root Cause Analysis kendala finishing pada pekerjaan plafond:
Pekerjaan finishing merupakan peringkat 3 kendala terbesar yang menyebabkan
pekerjaan plafond tertunda. Pada hakikatnya sebelum proses finishing dilakukan
permukaan gypsum harus sudah dalam keadaan rata dan bersih ini. Bersih dalam hal ini
berarti bebas dari kotoran dan komponen yang tampak dari luar. Komponen tesebut
berupa baut, paku, sekrup, dan peralatan lain yang digunakan untuk pekerjaan
fitting/instalasi listrik ME dan pekerjaan tempel gypsum dengan alat tembak sekrup.
Pihak CDI sendiri sebenarnya telah menyiapkan langkah antisipasi terhadap kejadian
seperti ini yaitu dengan melakukan penutupan dengan lis atau dempul. Namun dalam
pelaksanaannya seringkali hal-hal kecil seperti ini banyak dilanggar pelaksanaannya, para
pekerja seringkali lupa untuk menutupi komponen tersebut. Kalaupun dilaksanakan,
hasil lis dan dempul tersebut tidak rata sehingga ketika dilakukan pengecatan, hasil akhir
plafond dari luar terlihat tidak rapi dan halus.
Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya kesadaran dari setiap pekerja untuk
selalu melakukan inspeksi setiap kali selesai bekerja. Mereka beranggapan bahwa hal
tersebut merupakan tugas dari mandor atau supervisor. Ironisnya mandor dan supervisor
inipun tidak selalu standby di tempat dan hanya fokus pada pengawasan terhadap
pekerjaan yang sifatnya kompleks yang mereka prediksikan akan lebih banyak terjadi
kesalahan dalam pengerjaannya. Kesalahpahaman seperti inilah yang kemudian
menyebabkan hal kecil seperti penutupan lis/dempul seringkali lolos dari pengawasan.
Masalah supervisor yang tidak dapat selalu standby di lokasi dikarenakan supervisor
tersebut juga membantu penanganan divisi lain karena CDI hanya memiliki jumlah
pekerja interior (termasuk supervisor dan mandor) sebesar 27 orang menangani 5
ruangan. Dapat dibayangkan berapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
Penyebab lain terjadi akibat masuknya pekerja baru dalam proyek dimana pekerja
ini tidak diberikan pelatihan dan pengetahuan dasar tentang standart kerja di proyek
tersebut sehingga ketentuan-ketentuan sederhana seperti di atas tidak ia ketahui.
Pemberitahuan dari rekan kerja pun tidak terlalu bisa diharapkan karena selain mereka
sibuk dengan pekerjaan masing-masing mereka sendiri pun terkadang suka lupa
melakukan ketentuan tersebut.
4.2.3 Pengolahan dan Analisis Data Major Cause II (Pekerjaan Kolom).
Pada diagram pareto 4.1, selain pekerjaan plafond sebagai major cause, terdapat 2
pekerjaan lain yang nilai overtimenya cukup besar (21 hari) yaitu pekerjaan kolom dan
pekerjaan pintu& kusen. Sebagai batasan masalah, penulis hanya akan membahas tentang
pekerjaan kolom karena pekerjaan ini termasuk pekerjaan inti yang diprioritaskan
penyelesaiannya. Sama seperti pengolahan dan analisis pekerjaan plafond, pekerjaan
kolom juga memiliki beberapa subkerja dan melalui bantuan diagram pareto akan
diketahui sub-sub kerja mana saja yang berpotensi menyebabkan terjadinya
keterlambatan pelaksanaaan proyek. Dari sub kerja ini kemudian didata kendala-kendala
yang terjadi untuk kemudian dianalisa melalui bantuan metode 5 Why’s.
Tabel 4.4 Perhitungan Waktu Overtime Sub Kerja Kolom
Job Lack of Time Cum.
Percentage
Pinla
OvertimeC umm ula tiv e Percen tage 4
0
2
4
6
8
10
12
Diagram 4.8 Diagram Pareto Major Cause Sub Kerja Kolom
Analisa Pareto pekerjaan kolom:
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa dalam pekerjaan kolom terdapat 3 sub
kerja yang memberikan sumbangan kemunduran waktu terbesar yaitu: Pemasangan pintu
box lampu, pasang acrylic, dan tutup kolom. Sedangkan sisanya berjalan sesuai waktu
yang ditentukan. Untuk pekerjaan pintu box lampu besarnya kemunduran waktu yang
diberikan adalah 11 hari, kendala terbesar disebabkan oleh waktu pengadaan dari pintu
box lampu ini, dimana produksinya dilakukan oleh PT. CDI sendiri. Berdasarkan hasil
pengamatan, penulis menemukan beberapa kendala dan masalah yang terjadi dalam
workshop yang menyebabkan kapasitas produksi mereka menurun. Hal inilah yang
menyebabkan permintaan terhadap pintu box lampu yang datang dari proyek seringkali
Pintu Box lampu 11 42,31
Acrylic 9 76,92
Tutup Kolom 6 100
Hollow 0 100
Melaminto 0 100
Lampu 0 100
Marking 0 100
Finishing 0 100
Persiapan 0 100
Total 26
mengalami keterlambatan sehingga pelaksanaannya di lapangan terpaksa harus diundur
karena barang belum tersedia. Kendala lain yang sering terjadi pada pintu box lampu ini
adalah ketidaksesuaian ukuran antara barang yang diproduksi dengan ukuran yang ada di
proyek. Hal ini kembali diakibatkan oleh faktor produksi yang ada di workshop CDI
dimana berdasarkan hasil wawancara dengan supervisor dan pemiliknya langsung,
sebagian besar masalah ini terjadi akibat kesalahan dari operatornya yang kurang teliti
dalam melakukan pemotongan melalui mesin sehingga hasil potongan tidak sesuai
dengan kriteria dan terkadang tidak seragam antar pintu box lampu satu dengan lainnya.
Pekerjaan lain yang menyebabkan keterlambatan adalah pemasangan acrylic,
sebenarnya dalam pemasangannya, peluang terjadinya masalah sangat kecil bahkan tidak
ada jika pekerjaan dilakukan dengan penuh ketelitian dan pengawasan tinggi. Sama
seperti kasus pintu box lampu masalah jusru terjadi pada faktor pengadaan acrylic itu
sendiri. Masalah tersebut adalah besarnya frekuensi terjadinya perubahan dalam desain
ukuran yang digunakan pada acylic ini. Desain ukiran tersebut merupakan hasil
permintaan dari owner dengan konsep yang dirancang bersama-sama dengan tim
konsultannya. Perubahan desain tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu bahkan pada saat
acrylic telah dipasang sehingga CDI terpaksa melakukan pemasangan ulang.
Untuk pekerjaan tutup kolom kemunduran waktu yang disumbangkan sebesar 6
hari. Sama seperti kasus pada pintu box lampu, hal ini disebabkan oleh kesalahan dalam
proses produksi sehingga dimensi panel kayu yang digunakan untuk menutup kolom
tidak seragam dan saat dipasang menyebabkan dimensi kolom tidak sama satu dengan
yang lainnya. Hal ini menyebabkan hasil pemasangan harus dibongkar dan dikerjakan
ulang. Pekerjaan sisanya seperti pasang rangka hollow, melaminto, pasang lampu,
marking, finishing, dan persiapan tidak mengalami kemunduran waktu pengerjaan. Hal
ini mungkin dikarenakan material yang digunakan mudah didapat sehingga tidak perlu
ada waktu tunggu yang dapat menyebabkan kemunduran kerja dari jumlah hari yang
telah ditetapkan dalam jadwal.
4.2.3.1 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Pintu Box Lampu Pada Kolom
Kendala Pasang Pintu Box Lampu:
1) Kekurangan Material
Diagram 4.9 Root Cause Analysis Kendala Pintu Box Lampu 1
Analisa Root Cause Analysis kendala pintu box lampu pada pekerjaan kolom (1):
Berbeda dengan material gypsum, dalam pengadaannya pintu box lampu memiliki
kendala terbesar yang berhubungan langsung dengan sistem produksi materialnya yang
mana untuk pintu box lampu ini produksinya dilakukan oleh PT. CDI sendiri dalam
workshop yang bersifat semi-otomatis. Dalam produksinya material-material yang
dihasilkan selain pintu box lampu adalah list dan panel kayu, ornamen, furniture, dan
ukiran acrylic. Kesemua barang ini dihasilkan di lantai produksi yang sama melalui
mesin-mesin yang bersifat general (umum). Adapun kendala yang sering dihadapi adalah
minimnya kapasitas produksi yang dihasilkan sehingga permintaan terhadap produk
banyak yang tak bisa terpenuhi salah satunya pintu box lampu ini. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, penulis menemukan beberapa faktor penyebab minimnya
kapasitas ini antara lain:
a. Sistem produksi yang kurang baik
Titik lemah terbesar dalam sistem produksi workshop dari PT. CDI ini adalah
ketiadaan target produksi yang ditetapkan bagi operator-operatornya, dalam sehari
mereka dibebaskan untuk memproduksi berapa pun jumlah produk sesuai kemampuan
dan jumlah jam kerja yang tersedia. Dengan sistem produksi make to order yang
ditetapkan oleh CDI keadaan menjadi semakin sulit karena kebijakan tersebut menuntut
kesigapan dari pihak pabrik untuk dapat memenuhi permintaan konsumen dalam jangka
waktu yang singkat, padahal dalam kenyataannya CDI selalu menghadapi problema yang
sama dari waktu ke waktu yaitu kesulitan dalam pemenuhan kapasitas produksinya.
Ketidakmampuan dalam adapatasi ini yang pada akhirnya menimbulkan masalah dalam
pelaksanaan proyek nantinya yang berdampak pada keterlambatan waktu pelaksanaan
proyek dari jadwal yang sudah disepakati dalam kontrak kerja.
b. Skill pekerja
Selain masalah sistem produksi di atas kendala lain terjadi dari sisi operatornya
sendiri dimana dalam pengaplikasian kerjanya terlihat masih banyak kekurangan yang
terdapat pada kompetensi pekerjanya, mulai dari keterampilan ukur-mengukur,
kemampuan menggunakan peralatan dan mesin, sampai kemampuan mengikuti prosedur
dan standar kerja. Hal ini mungkin terjadi karena dalam perekrutan pekerjanya tidak
dilakukan pelatihan/training intensif tentang alur kerja dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses produksi di workshop PT. CDI ini. Bagian HRD mungkin
berpikiran bahwa pekerjaan manufaktur dalam workshop ini merupakan pekerjaan yang
umum dan mudah diaplikasikan sehingga tidak perlu lagi dilakukan pelatihan yang
membuang waktu dan biaya. Ternyata pada kenyataannya pemikiran seperti ini justru
menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks dan menimbulkan kerugian bagi
mereka sendiri.
c. Lingkungan kerja yang tidak kondusif
Lingkungan kerja merupakan faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap
kinerja dan performansi dari pekerja di dalamnya. Dengan kondisi lingkungan kerja yang
kondusif, pekerja akan merasa lebih nyaman dan bersemangat dalam melaksanakan
kewajibannya. Untuk PT. CDI ini, keadaan workshopnya tidak terlalu ber”sahabat”
dengan pekerja di dalamnya. Dalam artian dari suhu ruangan, aliran udara, kebersihan,
penerangan, dan tata letak barang serta ruang geraknya tidak menunjang dalam upaya
terciptanya produktivitas yang tinggi. Banyaknya debu dan kotoran yang menempel pada
tiap sudut ruangan menjadikan sirkulasi udara menjadi semakin tidak baik bagi kesehatan
pernapasan para operator, ditambah lagi dengan penataan ruangan yang tidak rapi
membuat ruang gerak dan mood pekerja menjadi menurun dan mereka pun akan lebih
cepat lelah. Hal-hal seperti itulah yang secara kumulatif akan menyebabkan produktivitas
semakin menurun sehingga kemampuan pencapaian target menjadi tidak sempurna.
Selain masalah dengan workshop tersebut kendala lain yang menjadi penyebab
terjadinya kekurangan material di tempat proyek adalah keterlambatan pengiriman yang
disebabkan panjangnya jalur informasi yang harus dilewati untuk mendapat persetujuan
pengiriman barang oleh owner CDI. Besarnya permintaan yang datang dari tempat
proyek tidak langsung diproses oleh owner karena mereka perlu melakukan pengecekan
ulang ke lapangan tentang kebenaran dari informasi ini. Hal ini dilakukan karena
terkadang dimensi dalam shop drawing tidak sama dengan dimensi hasil ukur di
lapangan, sehingga agar tidak terjadi kerugian bahan diperlukan data yang seakurat
mungkin. Material seperti pintu box lampu ini jarang sekali dijadikan stock, karena
dengan ukurannya yang kecil akan lebih beresiko terjadinya kehilangan barang di
lapangan karena dengan tingkat aktivitas kerja yang padat dan sibuk, pengawasan
terhadap barang-barang kecil seperti itu tidak akan diprioritaskan. Jadi akan lebih
bijaksana jika ketersediaannya hanya pada saat barang dibutuhkan untuk dilakukan
pengerjaan terhadapnya. Namun sangat disayangkan sistem tersebut justru menjadi
masalah yang mengakibatkan terjadinya kekurangan material karena dengan keadaan
workshop saat ini (kapasitas tidak tentu dan minim) sangat sulit untuk memenuhi
permintaan yang harus ada tepat pada saat dibutuhkan.
2) Ketidaksesuaian Ukuran Produksi dengan Permintaan Lapangan.
Diagram 4.10 Root Cause Analysis Kendala Pintu Box Lampu 2
Analisa Root Cause Analysis kendala pintu box lampu pada pekerjaan kolom (2):
Kendala ini berasal dari pekerjaan produksi pintu box lampu dimana pintu box
lampu yang diminta oleh pihak pelaksana proyek tidak sesuai dengan ukuran yang
diproduksi dalam workshop. Ketidaksesuaian ini disebabkan terjadinya kesalahan dalam
proses produksi yang sebagian besar disebabkan oleh faktor human error yang dalam hal
ini adalah operator yang tidak teliti dalam melakukan pekerjaan pengukuran dan
pemotongan. Dalam pengukurannya dilakukan secara manual sehingga besar
kemungkinan terjadinya ketidakseragaman dalam presisi ukurannya. Sedangkan
pemotongannya dilakukan dengan alat bantu berupa mesin potong yang bersifat semi-
otomatis. Hasil pengukuran yang akan dipotong tidak diperiksa sebelumnya sehingga
ketika masuk tahap pemotongan secara otomatis hasil potongannya pun menjadi tidak
sesuai kriteria yang diminta oleh orang proyek. Kalaupun hasil ukurannya tepat terkadang
kesalahan terjadi pada proses pemotongannya dimana operator yang menjalankan mesin
skillnya kurang dan tidak teliti ataupun tidak konsentrasi sehingga pemotongan terkadang
tidak tepat dengan alur hasil pengukuran yang telah tercetak di kayu bahan pintu box
yang akan dibuat tersebut. Setelah diselidiki lebih dalam ternyata akar permasalahan
terjadinya human error ini disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja dalam workshop
yang tidak kondusif. Dalam penataan ruangannya terkesan tidak teratur dengan tumpukan
bahan material yang diletakkan secara acak dan mengganggu kerja dari operator karen
atidak memberikan ruang gerak (luas gang) yang cukup bagi mereka.
Selain masalah tersebut kebersihan dari ruanganpun sangat minim, banyak debu
sisa pengerjaan terutama serbuk kayu yang tidak dibersihkan dan dibiarkan menumpuk di
segala sudut ruangan. Keadaan ini diperparah dengan sirkulasi udara dan pencahayaan
yang tidak baik. Seluruh masalah tersebut tentu berpengaruh besar terhadap kinerja dari
operator dimana produktivitas yang seharusnya dapat ditingkatkan jika keadaan
lingkungan kerjanya baik, mengalami penurunan akibat hal ini. Keberadaan supervisor
juga ikut ambil andil dalam penyebab terjadinya kesalahan ini. Dikatakan demikian
karena dengan pengawasan dari supervisor jumlah kesalahan dan cacat pada produk
dapat diminimalisir, dan sayangnya dalam workshop di PT. CDI ini supervisor yang
disediakan di lantai produksi sangat sedikit (hanya 1 orang untuk ruangan seluas 4 m x 5
m). Keadaan ini diperparah oleh minimnya kehadiran dari supervisor di lantai produksi
dalam artian supervisor tersebut tidak selalu standby di tempat sehingga ketika terjadi
kesalahan tidak terdeteksi oleh pihak manajemen dan barang cacat tersebut diterima
menjadi barang jadi. Kehadiran bagian pengendali kualitas juga tidak terlalu bermanfaat
karena pengecekan hanya dilakukan berdasarkan sampel.
4.2.3.2 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Acrylic Pada Kolom
Kendala Pasang Acrylic:
1) Sering Terjadi Perubahan Desain
Diagram 4.11 Root Cause Analysis Kendala Pasang Acrylic 1
Analisa Root Cause Analysis Kendala Acrylic Pada Pekerjaan Kolom:
Acrylic yang akan dipasang memiliki desain ukiran sido mulyo yang berasal dari
ide dan keinginan owner. Segala perubahan desain yang terjadi wajib ditindak lanjuti
oleh CDI selaku pemasang acrylic. Ada 2 penyebab terjadinya perubahan desain ini,
yaitu perubahan yang berasal dari permintaan owner dan perubahan akibat kesalahan
penyampaian desain oleh konsultan owner. Untuk penyebab pertama tidak berpengaruh
terhadap penjadwalan proyek karena segala resiko dan biaya extra yang dikeluarkan
merupakan tanggungan dari owner. Dengan kata lain owner tahu akibat dan kompensasi
dari tindakannya merubah desain terlebih jika acrylic telah terpasang. Kalaupun
seandainya owner melayangkan komplain terhadap kemunduran jadwal proyek akibat
terjadinya perubahan desain ini pihak CDI dapat melakukan pertahanan melalui surat
penandatanganan persetujuan pemasangan desain acrylic yang menunjukkan bukti bahwa
owner menyatakan sendiri bahwa acrylic yang terpasang adalah fix dan sesuai kontrak
perjanjian yang berlaku.
Penyebab kedua adalah perubahan desain yang diakibatkan kesalahan dalam
penyampaian desain ukiran sido mulyo kepada owner. Dalam hal ini konsultan yang
merupakan perantara langsung owner dengan pelaksana proyek adalah pihak yang
bertanggung jawab melakukan kegiatan tersebut. Ukiran sido mulyo yang telah selesai
dibuat oleh CDI diserahkan pada konsultan untuk diperiksa dan disampaikan pada owner.
Namun seringkali ukiran yang telah terpasang pada acrylic ini harus dibongkar lagi
karena saat owner datang ke proyek untuk melakukan peninjauan beliau menyatakan
tidak suka karena tidak sesuai dengan keinginannya.
Akibatnya waktu pekerjaan kolom menjadi semakin mundur penyelesaiannya.
Masalah tersebut dapat terjadi karena:
a. Dalam penyampaian desain ke owner, konsultan tidak menyertakan desain dalam
bentuk sampel, yang notabene antara gambar dengan sampel pasti memiliki perbedaan.
b. Owner selaku pihak yang masih awam dalam hal ukiran dan teknik prosesnya,
tidak mengetahui detail pekerjaan dan hal-hal apa saja yang tidak mungkin dilaksanakan
sesuai dengan rancangan sehingga permintaan terhadap perubahan atau perbaikan desain
yang sudah mengikuti keinginan owner(sama dengan sampel yang diajukan) tetap tidak
disetujui oleh beliau.
Sebenarnya dalam prosedurnya setiap hasil ukiran atau desain yang diberikan
pada owner haruslah dalam bentuk sampel namun masih banyak pula pihak-pihak yang
melanggar aturan ini tergantung dari dedikasi dan pengalaman kerjanya. Untuk hal ini
penulis dapat mengatakan bahwa konsultan yang dipilih oleh owner bukanlah konsultan
yang kompetitif dalam bidangnya. Hal ini sebenarnya juga merupakan kesalahan dari
owner sendiri karena pemilihan yang dilakukan terhadap konsultan dan rekan kerjanya
tidak berlandaskan asas profesionalisme tapi lebih karena hubungan relasi yang
kenyataannya performansi mereka belum tentu lebih baik dibanding pihak lain yang
bukan relasi owner. Dalam hal ini mungkin owner tersebut jalan pikirannya masih
tertutup sehingga selalu berpendapat bahwa menggunakan rekan lama adalah jalan paling
aman untuk melaksanakan proyeknya tanpa melakukan pengecekan kinerja rekan
tersebut selama beberapa periode sebelumnya. Beruntung jika ternyata rekan tersebut
tetap konsisiten dalam kinerjanya tapi jika tidak maka owner sendirilah yang dirugikan.
4.2.3.3 Pengolahan dan Analisis Data Pekerjaan Tutup Kolom Pada Kolom
Kendala Tutup Kolom:
1) Perbedaan Dimensi Antar Kolom
Dimensi antar kolom tidak sama
Ukuran yang diminta dengan yang dikirimkan
tidak sama
Perbedaan ketebalan panel kayu yang
digunakan
Pengawasan material kurang ketat (hanya melalui surat jalan)
Menghemat waktu Operator tidak teliti
Salah dalam proses produksi
Kurang pengawasan
dari supervisor
Diagram 4.12 Root Cause Analysis kendala tutup kolom 1
Analisa Root Cause Analysis kendala tutup kolom:
Kendala ini terjadi pada proses penutupan kolom dimana dalam pelaksanaannya
sering terjadi kesalahan yang menyebabkan timbulnya perbedaan dimensi antar kolom.
Kesalahan tersebut berasal dari proses produksi pada workshop yang memproduksi panel
kayu yang digunakan sebagai bahan penutup kolom. Hasil dari kesalahan tersebut
perbedaan dimensi ketebalan panel kayu yang dikirimkan ke tempat proyek. Terjadinya
perbedaan tersebut dikarenakan banyak faktor salah satunya kesalahan operator dalam
mengoperasikan mesin potong sehingga hasil ukuran sebelum dan sesudah proses
pemotongan tidak sama. Faktor lain berupa lingkungan kerja, lemahnya pengawasan dari
supervisor terhadap kinerja operator, maupun lemahnya pengendalian kualitas terhadap
produk cacat yang semuanya telah dijelaskan pada sub analisa sebelumnya.
Selain kesalahan dari pihak workshop, pelaksana proyek pun tak lepas dari
kesalahan dan kesalahan terbesar mereka terletak pada metode pengawasan barang yang
masuk ke proyek. Barang yang dimaksud disini adalah panel kayu hasil produksi tadi
dimana panel kayu yang sebenarnya cacat dan tidak sesuai dengan kriteria yang diminta
oleh orang proyek tetap bisa lolos ke gudang dan dipakai untuk pemasangan tutup kolom
pada ruang Puri Ratna. Lolosnya barang cacat ini tak lain dikarenakan pihak QS selaku
pengawas terhadap segala material yang digunakan dalam proyek melakukan
pengawasan terbatas pada surat jalan saja. Dengan demikian kemungkinan masuknya
barang cacat semakin besar. Adapun alasan dilakukannya hal tersebut karena orang
proyek tersebut berniat menghemat waktu agar proyek yang dijadwalkan dapat selesai
pada waktunya bahkan jika bisa lebih cepat dari jadwal.
Alasan tersebut sebenarnya tidak salah tapi jika dilihat dari dampaknya sekarang,
kebijakan tersebut justru menjadi “senjata makan tuan” bagi pihak pelaksana proyek
karena selain mereka harus melakukan rework, mereka juga menanggung kerugian biaya
berupa penambahan ongkos kerja dan kerugian jangka panjang berupa berkurangnya
kepercayaan dari owner untuk kembali bekerja sama dengan CDI. Padahal jika ditinjau
ulang usaha peningkatan pengawasan dengan mengecek langsung ke barang yang dikirim
ini tidaklah begitu sulit dan membuang waktu jika saja pihak yang berwenang dapat
melakukan pengaturan waktu dan penugasan pekerja yang efektif. Terlebih dengan
kenyataan bahwa jumlah panel kayu yang dikirim tidak terlalu banyak (tidak seperti
gypsum yang wajar saja jika pemeriksaannya hanya melalui sampel karena: Kiriman
dalam jumlah sangat besar dan potensi barang cacatnya juga minim karena bersifat mass
production oleh supplier yang kompeten). Sebenarnya masalah sosialisasi peraturan kerja
juga berpengaruh, dikatakan demikian karena pada hakikatnya semua proses pengawasan
pasti menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan langsung ke barang yang diterima,
namun karena peraturan tersebut tidak disosialisasikan dengan baik maka dalam
pelaksanaannya tidak timbul budaya dan kebiasaan dari pekerjanya untuk melakukan hal
tersebut.
4.3 Model S istem Jaminan Mutu
Dari hasil Root Cause Analysis, tiap akar permasalahan yang diperoleh kemudian
dicari solusinya. Adapun cara penjabaran solusi yang paling sesuai untuk kondisi proyek
ini adalah dengan menggunakan “model sistem penjaminan mutu” karena lebih mudah
dimengerti baik oleh pelaksana proyek maupun pihak manajemen proyek. Model sistem
penjaminan mutu ini berisi prosedur dan usulan penulis terhadap cara antisipasi maupun
penanggulangan terhadap akar permasalahan yang saat ini terjadi dalam proyek. Melalui
hasil sistem model ini diharapkan proyek dapat berjalan tepat waktu dan memenuhi
seluruh persyaratan mutu yang ditetapkan.
Diagram 4.13 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kehadiran MK
Diagram 4.14 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengawasan MK
Diagram 4.15 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kerja Tim
Diagram 4.16 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Koordinasi Tim
Diagram 4.17 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk kebocoran Plumbing
Diagram 4.18 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pencapaian Deadline Waktu
Diagram 4.19 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Lamanya Perbaikan Plumbing
Diagram 4.20 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Prosedur dan Jalur Informasi
Diagram 4.21 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Penerbitan Surat Instruksi
Diagram 4.22 Model Sistem Penjaminan untuk Pelaksanaan Job Desk
Diagram 4.23 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Inventory Gpysum
Diagram 4.24 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Jumlah Pengiriman
Diagram 4.25 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pasang Gypsum
Diagram 4.26 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Proses Compound
Diagram 4.27 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kebersihan Rangka
Diagram 4.28 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kekuatan Topang Rangka
Diagram 4.29 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Hasil Pasang komponen Pada Finishing
Diagram 4.30 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengawasan Supervisor
Diagram 4.31 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Sistem Produksi CDI
Diagram 4.32 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengiriman Barang
Diagram 4.33 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Jumlah Pengiriman Barang
Diagram 4.34 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kesalahan Dalam Proses produksi
Diagram 4.35 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Faktor Fisik dan Lingkungan
Diagram 4.36 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kinerja Operator
Diagram 4.37 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kriteria Pemilihan Konsultan
Diagram 4.38 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Penyerahan Desain Kepada Owner
Diagram 4.39 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Kesalahan Dalam Proses Produksi CDI
Diagram 4.40 Model Sistem Penjaminan Mutu untuk Pengawasan Material
top related