bab 1
Post on 30-Nov-2015
106 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Blok ini merupakan kelanjutan dari blok 9 yaitu Sistem Digestivus 1. Bila pada blok
9 dibahas tentang sistem digestivus secara normal, maka pada blok ini akan
membahas tentang kelainan-kelainan yang terjadi pada sistem digestivus. Ada banyak
penyebab dari kelainan sistem digestivus, dan salah satunya adalah cacing, yang
bahasa Yunaninya helmins.
Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing. Berdasarkan
taksonomi, helmin dibagi menjadi Nemathelmintes (cacing gilik) dan Platyhelmintes
(cacing pipih). Nemathelmintes memiliki kelas Nematoda, yang dalam parasitologi
kedokteran nematoda dibagi menjadi nematode usus yang hidup di rongga usus dan
nematode jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh.1 Ada lebih dari 1
milyar penduduk dunia yang terinfeksi oleh satu atau lebih nematoda usus. Meskipun
biasanya tidak menimbulkan infeksi yang fatal, parasit ini turut berperan dalam
menyebabkan malnutrisi dan penurunan kapasitas kerja.2
Pada makalah ini saya akan membahas tentang penyakit enterobiasis yang disebabkan
oleh salah satu spesies dari nematoda usus yang penting pada manusia, yaitu
Enterobius vermicularis.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Memenuhi tugas belajar mandiri pada PBL blok 16 mengenai Sistem
Digestivus 2.
2. Mempelajari dan memahami cara anamnesis pasien dengan kelainan yang
berhubungan dengan enterobiasis.
3. Mempelajari dan memahami hasil pemeriksaan fisik dan penunjang pada
pasien enterobiasis.
4. Mempelajari dan memahami diagnosis kerja dan diagnosis banding.
5. Mempelajari dan memahami penatalaksanaan enterobiasis.
6. Mempelajari dan memahami morfologi dan daur hidup Enterobius
Vermicularis.
7. Mempelajari dan memahami epidemiologi enterobiasis.
8. Mempelajari dan memahami etiologi enterobiasis.
9. Mempelajari dan memahami patofisiologi enterobiasis.
10. Mempelajari dan memahami komplikasi enterobiasis.
11. Mempelajari dan memahami pencegahan enterobiasis.
12. Mempelajari dan memahami prognosis enterobiasis.
Bab 2
Isi
2.1 Anamnesis
Anamnesis adalah komunikasi dua arah yang dilakukan pemeriksa dengan pasien
atau dengan keluarga pasien untuk mengetahui keluhan riwayat penyakit pasien
sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga pasien. Hal ini
penting diketahui supaya lebih membantu dalam menegakkan diagnosa,
menyingkirkan diagnosa banding, kemudian menentukan terapi yang terbaik. Ada
dua macam anamnesis yang dilakukan, yaitu:
- Auto, yaitu antara pemeriksa dengan pasien bila pasien dalam keadaan
sadar.
- Allo, antara pemeriksa dengan keluarga pasien bila pasien dalam keadaan
tidak sadar.
Secara ringkas skenario yang saya dapat pada PBL kali ini adalah seorang anak
datang dengan keluhan malam tidur gelisah, selalu menggaruk daerah anusnya
sejak 5 hari yang lalu dan tidak nafsu makan, serta pada pemeriksaan tinja terlihat
telur cacing dengan dinding asimetris. Dari skenario ada beberapa hal yang dapat
kita ketahui yaitu anak tersebut kalau malam tidurnya gelisah, selalu menggaruk
daerah anusnya sejak 5 hari yang lalu, anak tersebut tidak ada nafsu makan, serta
pada pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing dengan dinding asimetris.
Dari keluhan-keluhan yang didapat dari skenario maka dapat diajukan beberapa
pertnyaan yang dapat dipakai untuk mengakkan diagnosis kita serta
menyingkirkan diagnosis banding yang ada yaitu:
- Tanyakan apa yang menyebabkan anak kalau malam tidur gelisah.
- Tanyakan karakteristik dari gatal yang dirasakan si anak, apakah gatalnya
hanya gatal biasa atau terasa gatal sekali.
- Tanyakan lokasi pertama kali gatal dirasakan.
- Tanyakan apakah ada penyebaran dari rasa gatal.
- Tanyakan apakah rasa gatalnya muncul setiap saat atau pada waktu-waktu
tertentu.
- Tanyakan bagaimana kelembaban kulit pantat si anak.
- Tanyakan keadaan lingkungan tempat tinggal si anak.
- Tanyakan apakah teman-teman dari si anak menderita hal yang sama.
- Tanyakan apa yang membuat si anak tidak nafsu makan, apakah karena si
anak merasa perutnya sakit atau tidak enak, atau akibat dari kurang tidur
waktu malam.
2.2 Pemeriksaan
2.2.1 Pemeriksaan fisik
Pada skenario dikatakan bahwa pemeriksaan tanda-tanda vital tidak ada
kelainan maka secara umum keadaan pasien dapt dikatakan pasien tidak
mengalami penyakit yang berat. Selain pemeriksaan tanda-tanda vital dapat pula
kita lakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada pemeriksaan
inspeksi yang dilakukan adalah mengamati keadaan pasien apakah pasien
tampak pucat, somnolen, atau biasa saja. Selain itu kita harus melihat keadaan
daerah yang dirasa gatal oleh pasien, tujuan untuk melihat lesi yang terbentuk.
Pada pemeriksaan palpasi yang dapat kita lakukan adalah meraba lesi yang
terbentuk bila didapati adanya lesi, selain itu dapat dilakukan juga palpasi pada
bagian perut bila kita mencurigai adanya kelainan pada daerah abdomen.
Perkusi pada kasus enterobiasis tidak begitu banyak membantu. Dan pada
pemeriksaan auskultasi yang dapat dilakukan adalah mendengar bising usus
pada perut pasien.
2.2.2 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja hasilnya kurang baik karena hasil positif kurang lebih hanya
5% dari yang seharusnya. Yang paling baik dengan metode Scotch adhesive
tape swab. Pemeriksaan ini dilakukan paling baik pagi hari sebelum mandi atau
defekasi. Scotch tape atau sellophan tape yang transparan ditempelkan di daerah
perianal kemudian diangkat, tempelkan pada kaca sediaan yang telah ditetesi
toloul atau larutan iodium dalam xylol, periksa di bawah mikroskop.1,3
Pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang dalam beberapa hari berturut-turut
karena migrasi cacing betina gravid tidak teratur. Sekali pemeriksaan hanya
menentukan lebih kurang 50% dari semua infeksi, tiga kali pemeriksaan
menemukan lebih kurang 90%. Dikatakan seseorang bebas dari infeksi cacing
ini jika pada pemeriksaan yang dilakukan 7 hari berturut-turut hasilnya negatif.3
Gambar 1. Cara melakukan anal swab
2.3 Diagnosis
2.3.1 Diagnosis kerja
Infeksi Enterobius vermicularis dapat diduga pada anak ini karena si anak
mengeluh rasa gatal di daerah sekitar anus pada waktu malam hari, tidak dapat
tidur dengan nyenyak, dan gelisah. Dan juga pada pemeriksaan tinja ditemukan
telur cacing dengan dinding asimetris. Dari keluhan-keluhan yang dirasakan
oleh pasien dan juga hasil pemeriksaan tinja semuanya merujuk pada
enterobiasis. Namun untuk memastikan dapat dilakukan tes Scocth tape atau
yang sering dikenal dengan anal swab.
2.3.2 Diagnosis banding
Tinea cruris
Anamnesis
Dalam menganamnesis pasien dengan tinea kruris maka harus ditanya:
- Tanyakan bagaimana warna lesinya.
- Tanyakan apakah lesi terasa gatal, kalau gatal bagaimana gatalnya gatal
sekali atau biasa.
- Tanyakan apakah lesi bertambah gatal kalau berkeringat.
- Tanyakan apakah gatal dirasakan setiap saat atau hanya pada waktu-waktu
tertentu.
- Tanyakan lesi pertama kali muncul di mana.
- Tanyakan apakah lesi mengalami penyebaran.
- Tanyakan dalam sehari mandinya berapa kali.
- Tanyakan apakah pasien pernah mengalami penyakit kulit seperti ini
sebelumnya.
- Tanyakan apakah sudah ada obat yang digunakan atau diminum sebelum
datang ke kita.
Pemeriksaan fisik
Untuk tinea kruris terutama berdasarkan inspeksi. Bantuan pemeriksaan dengan
kaca pembesar dapat dilakukan. Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam ruangan
yang terang. Lesi harus diidentifikasi dan dijelaskan. Bentuk, ukuran, warna,
konsistensi dan distribusi setiap lesi harus dicatat dengan jelas. Setelah inspeksi
selesai, dilakukan palpasi. Pada pemeriksaan ini diperhatikan adanya tanda-
tanda radang akut atau tidak, misalnya dolor, kalor, fungsio laesa, ada tidaknya
indurasi, fluktuasi, dan pembesaran kelenjar regional maupun generalisata.
Selain itu, pemeriksaan umum perlu dilakukan karena sering kali penyakit kulit
merupakan komponen dari suatu penyakit multisistem. Bila diperlukan dapat
dikonsultasikan ke bagian lain, misalnya untuk pemeriksaan umum internis.3,4
Pemeriksaan penunjang
Untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, pemeriksaan yang dilakukan yaitu
pemeriksaan langsung kerokan kulit yang bermasalah dengan KOH 10-20%
yang ditambah dengan 5% gliserol kemudian dipanaskan (51-54oC). KOH akan
melisikan sel kulit sehingga elemen jamur akan terlihat jelas. Penambahan zat
warna seperti chorazole black E atau tinta parker biru-hitam pada KOH semakin
mempermudah terlihatnya elemen jamur. Pada sediaan KOH dari kulit, kuku,
dan rambut, jamur tampak sebagai hifa berseptum dan bercabang. Hifa tersebut
dapat membentuk artrospora yang pada kuku dan rambut terlihat sebagai spora
yang tersusun padat.Pembiakan dilakukan pada medium agar Saboraud yang
dibubuhi antibiotik dan disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur ditentukan
oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang dibentuk.1
Manifestasi klinik
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas.
Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri
atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder ( polimorfi ). Bila
penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam yang disertai dengan
sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.1
Diagnosis banding
- Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, yang bersifat
residif dan kronik, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan. Sebagian
penderita mengeluhkan gatal ringan. Tempat predileksinya pada skalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri
atas bercak-bercak eritema yang meninggi ( plak ) dengan skuama di
atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema yang ditengah menghilang dan hanya
terdapat di pinggir.Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti
mika, serta transparan.6
Gambar 2. Psrsiasi pada siku
- Kandidiasis
Kandidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut yang
disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans
dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-
kadang dapat juga menyebabkan septicemia, endokarditis, atau meningitis.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik
laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang
sehat sebagai saprofit.7
Gambar 3. Kandidiasis pada daerah perianal dan gluteus.
- Eritrasma
Eritrasma ialah penyakit yang menyerang stratum korneum kulit yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium minitussismum. Penyakit ini
ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di
daerah ketiak dan lipat paha. Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar
sampai plakat. Lesi dapat terlihat merah kecoklatan tergantung area lesi
dan warna kulit penderita. Beberapa penulis beranggapan ada hubungan
erat antra eritrasma dan diabetes mellitus. Penyakit ini terutama
menyerang orang dewasa dan dianggap tidak begitu menular.6
Gambar 4. Eritrasma pada ketiak.
Terapi medikamentosa
- Preparat antijamur topikal
Preparat dibawah ini diaplikasikan dua kali sehari pada daerah yang
terkena. Hasil optimal akan terlihat setelah 4 minggu, termasuk 1 minggu
setelah lesi hilang. Diaplikasikan kurang lebih 3 cm di luar tepi lesi. Agen
topikal ini sebanding, hanya dibedakan dari segi biaya, dasar, pembawa,
dan aktivitas antijamur.9
Imidasol
Memiliki spektrum yang luas. Terdiri dari beberapa preparat, antara lain
mikonazol, klotrimazol, dan ketokonazol.9
Tolnaftat
Merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar
dermatofitosis tapi tidak untuk candida. Tersedia dalam bentuk krim, gel,
bubuk, cairan aerosol, atau larutan topikal dengan kadar 1%. Digunakan 2-
3 kali sehari. Rasa gatal akan hilang dalam waktu 24-72 jam.9
Asam benzoat dan asam salisilat
Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingan 2:1
(biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Di Indonesia
terkenal dengan salep kulit 88. Asam benzoat memberikan efek fungistatik
sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik. Karena asam
benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai
setelah lapisan tanduk yang menderita terkelupas seluruhnya, sehingga
pemakaian obat ini membutuhkan waktu beberapa minggu sampai
bulanan. Salep ini banyak digunakan pengobatan tinea pedis, dan kadang-
kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat
pemakaian, juga ada keluhan kurang menyenangkan dari pemakainya
karena salep ini berlemak.9
- Preparat antijamur sistemik
Digunakan untuk infeksi dari kulit yang mengalami keratinisasi. Hanya
digunakan jika lesi semakin meluas dan gagal merespon terhadap
pengobatan topikal. Obat yang dipakai antara lain.
Griseofulvin
Efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit seperti Tricophyton,
Epidermohyton, dan Microsporum. Preparat ini dimetabolisme di hati dan
metabolit utamanya adalah 6-metilgriseofulvin. Waktu paruhnya kira-kira
24 jam.9
Ketokonazol
Merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip mikonazol dan
klotrimazol. Obat ini meurpakan antijamur sistemik per oral yang
penyerapannya bervariasi antar individu. Penyerapan melalui saluran
cerna akan berkurang pada pasien dengan pH lambung yang tinggi, pada
pemberian bersama antagonis H2 atau bersama antasida. Pengaruh
makanan tidak begitu nyata terhadap penyerapan ketokonazol.9
Terapi non-medikamentosa
Untuk mengurangi reinfeksi, dapat digunakan bedak antijamur dan sabun
benzoil peroksida. Usahkan selalu menjaga kebersihan dan kelembapan kulit.10
Epidemiologi
Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropik. Infeksi umumnya
terjadi pada laki-laki postpubertal namun demikian perempuan juga dapat
terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau pada
tempat dengan pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan dirumah
tahanan. Pemakaian baju ketat, keringat dan baju mandi yang lembab dalam
waktu yang lama merupakan faktor predisposisi tinea kruris. Faktor resiko lain
adalah obesitas dan diabetes mellitus.1
Etiologi
Sinonim dari tinea cruris yaitu eczema marginatum, gym itch, hobie itch, jock
itch, ringworm of the groin, tinea inguinalis. Tinea kruris adalah dermatofitosis
pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat
akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung
seumur hidup. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung
zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan golongan jamur dermatofita. Penyebab utama dari Tinea Cruris
adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton tonsurans, Trichophyton
mentagrophytes, Epidermophyton floccosum, dan Microsporum gypseum.1
Morfologi Jamur
- Trichophyton rubum memiliki hifa yang halus. Jamur ini membentuk
banyak mikrokonidia. Mikrokonidianya kecil, berdinding tipis dan
berbentuk lonjong. Mikrokonidia ini terletak pada konidiofora yang
pendek, dan tersusun secara satu persatu pada sisi hifa ( en thyrse ).
Makrokonidia Trichophyton rubrum berbentuk seperti pensil dan terdiri
atas beberapa sel.
- Trichophyton mentagrophytes memiliki mikrokonidia yang berbentuk
bulat dan jamur ini banyak membentuk hifa spiral. Sedangkan
makrokonidianya sama seperti makrokonidia Trichophyton rubrum yaitu
berbentuk seperti pensil.
- Microsporum canis mempunyai makrokonidia yang berbentuk kumparan
yang memiliki ujung runcing dan terdiri atas 6 sel atau lebih.
Makrokonidia ini berdinding tebal. Mikrokonidia Microsporum canis
berbentuk lonjong dan tidak khas. Sedangkan pada Microsporum gypsum
makrokonidia juga membentuk kumparan tetapi hanya terdiri atas 4-6 sel,
dan berdinding tipis. Mikrokonidianya Microsporum gypseum juga
berbentuk lonjong dan tidak khas.
- Epidermophyton floccosum, yang hifanya berbentuk lebar. Dan
makrokonidianya berbentuk gada, berdinding tebal dan terdiri atas 2-4 sel.
Beberapa makrokonidia ini tersusun pada satu konidiofora. Sedangkan
mikrokonidianya biasanya tidak ditemukan.
Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman,
kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Infeksi dimulai dengan kolonisasi
hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini
menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan
menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum
korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang
menjadi suatu reaksi peradangan.1
Komplikasi
Tinea cruris dapat mengalami infeksi sekunder oleh candida atau bakteri lain.
Area tersebut dapat menjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi pada infeksi jamur
yang kronis. Kesalahan pengobatan tinea kruris dengan steroid topikal dapat
menyebabkan perburukan penyakit. Walaupun pasien dapat menyadari gejala
yang mereda, tapi infeksi dapat berlanjut dan menyebar.
Pencegahan
Harus dilakukan jika terkena tinea cruris adalah dengan hidup bersih. Mandi
teratur, pakaian harus disetrika, pakaian dalam diganti setiap hari dan satu hal
penting lainnya adalah menggunakan pakaian dalam yang mudah menyerap
keringat, hindari pemakaian pakaian dalam yang berbahan nilon, karena akan
menyebabkan daerah lipat paha menjadi lebih lembab.
Prognosis
Baik, asalkan terapi dilakukan dengan baik dan senantiasa menjaga kelembapan
dan kebersihan kulit.
Kandidiasis kutis
Anamnesis
Pertanyaan yang diajukan dalam menganamnesis pasien dengan kandidiasis
kulit adalah sebagai berikut.
- Tanyakan di mana letak pertama kali kelainan muncul.
- Tanyakan apakah kelainan kulitnya itu mengalami penyebaran atau tidak.
- Tanyakan apakah pada bagian yang dikeluhkan terasa gatal atau tidak.
Bila gatal bagaimana gatalnya gatal sekali atau hanya biasa.
- Tanyakan apakah daerah yang mengalami kelainan itu bersisik atau
adaberbenjol-benjol.
- Tanyakan bentuk lesi yang terbentuk, apakah membentuk lesi satelit atau
tidak.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik kandidiasis kutis dengan tinea cruris tidak jauh berbeda yaitu
yang paling utama adalah melihat lesi yang terbentuk.
Pemeriksaan penunjang
Kerokan kulit atau usapan mukokutan di periksa dengan larutan KOH 10% atau
dengan pewarnaan gram,terlihat gambaran gram positif,sel ragi,blastospora,atau
hifa semu. Dapat juga dilakukan dengan pembiakan. Bahan yang akan di
periksa di tanam dalam agar dekstrosanglukosa sabouraud,dapat pula gar ini di
bubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri.Perbenihan di simpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37oC,koloni
tumbuh setelah 24-48 jam.
Manifestasi klinik
Infeksi kulit terjadi pada bagian-bagian tubuh yang basah, hangat seperti ketiak,
lipat paha, skrotum, atau lipatan di bawah payudara. Infeksi paling banyak
terjadi pada orang gemuk dan diabetes. Daerah-daerah tadi menjadi merah dan
mengeluarkan cairan dan dapat membentuk vesikel. Infeksi pada kulit antara
jari-jari tangan paling sering terjadi bila tangan direndam cukup lama dalam air
secara berulang kali.
Kandidosis kutis :
- Kandidosis intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara,
antara jari-jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilicus, berupa bercak
berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi dikelilingi oleh satelit
berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah yang erosive, pinggir kasar dan berkembang seperti
lesi primer.
- Kandidosis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini
menumbulkan pruritus ani.
- Kandidoasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara,
intergluteal dan umbilicus. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-
vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering pada bayi.
Penatalaksanaan
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
2. Topikal :
- Larutan ungu gentian ½-1% untuk selauput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari.
- Nistatin : berupa krim, salap, emulsi.
- Amfoterisin B
- Grup azol antara lain :
Mikonazol 2% berupa krim atau bedak.
Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan, dan krim.
Tiokonazol, bufonazol, isokonazol.
Siklopiroksolamin 1% larutan, krim.
Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
3. Sistemik :
- Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi lokal dalam saluran cerna,
obat ini tidak diserap oleh usus.
- Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidiosis sistemik.
- Untuk kandidiosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per
vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2x200
mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2x200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
- Itrakonazol : bila dipakai untuk kandidiosis vulvovaginalis dosis untuk
orang dewasa 2x100 mg sehari, selama 3 hari.
Epidemiologi
Penyakit ini terdapat du seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-
laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai
saprofit.
Etiologi
Candida merupakan jamur yang didapati di semua tempat dan tidak
membahayakan pada kulit dan membrane mukosa sehingga kelembapan,
kepanasan dan keseimbangan pertahanan lokal dan sistemik terganggu
menyediakan suatu keadaan yang sesuai untuk pertumbuhan jamur ini.
Patofisiologi
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen.
Faktor endogen :
1. Perubahan fisiologik :
a. Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina.
b. Kegemukan, karena banyak berkeringat.
c. Debilitas.
d. Iatrogenik.
e. Endokrinopati, gangguan gula darah kulit.
f. Penyakit kronik : tuberculosis, lupus eritematous dengan keadaan
umum yang buruk.
2. Umur : orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
3. Imunologik : penyakit genetik.
Faktor eksogen :
1. Iklim, panas, dan kelembapan menyebabkan perspirasi meningkat.
2. Kebersihan kulit.
3. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
4. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
.
Prognosis
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.
Dermatitis atopik
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang kita perlu lihat adalah tempat predileksi nya.
Lokalisasi
- Bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut.
- Anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut.
- Dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki.
Efloresensi/ sifat-sifatnya
- Bayi : eritema berbatas tegas, papula/ vesikel miliar disertai erosi dan
eksudasi serta krusta.
- Anak : papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif.
- Dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.2,3
Pada pemeriksaan fisik pasien didapat hasil sebagai berikut: terdapat
bercak dan beruntus kemerahan yang terasa gatal pada badan, kedua
tungkai atas dan bawah.
Pemeriksaan penunjang
- IgE serum. IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan
80% pada penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE
dalam serum terutama bila disertai gejala atopi ( alergi )
- Eosinofil. Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis
atopik. Berbagai mediatore berperan sebagai kemoatraktan terhadap
eosinofil untuk menuju ke tempat peradangan dan kemudian
mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP).
Peninggian kadar eosinofil dalam darah terutama pada MBP.
- TNF-a. Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis
atopik dibandingkan penderita asma bronkhial.
- Sel T. Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik
mempunyai jumlah absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa
dengan pemeriksaan imunofluouresensi terlihat aktifitas sel T-helper
menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis dermatitis
atopik.
- Uji tusuk. Pajanan alergen udara (100 kali konsentrasi) yang
dipergunakan untuk tes intradermal yang dapat memacu terjadinya hasil
positif. Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman dilakukan bila ada
infeksi sekunder untuk menentukan jenis mikroorganisme patogen serta
antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi
penderita.
- Dermatografisme Putih. Penggoresan pada kulit normal akan
menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak garis merah di lokasi
penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar,
kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita
atopik bereaksi lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi
timbul kepucatan dan tidak timbul edema.
- Percobaan Asetilkolin. Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin
1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang
Dermatitis Atopik. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1
jam.
- Percobaan Histamin. Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita
Dermatitis Atopik. eritema akan berkurang, jika disuntikkan parenteral,
tampak eritema bertambah pada kulit yang normal.
Diagnosis banding
- Dermatitis seboroik Penyebabnya masih belum diketahui pasti. Faktor
predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik yang
diturunkan. D.S. berubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea, yaitu
kematangannnya merupakan faktor timbulnya D.S., tetapi tidak ada
hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut
dengan suseptibilitas untuk memperoleh D.S. D.S dapat diakibatkan oleh
proliferasi epidermis yang meningkat. Pada orang yang telah mempunyai
fakktor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor
kelelahan, stress emosional, infeksi atau defisiensi umum. Kelainan kulit
terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan
batasnya agak kurang tegas. D.S yang ringan hanya mengenai kulit kepala
berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak yang kecil yang
kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang
halus dan kasar yang disebut pitiriasis sika, sedangkan bentuk yang
berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan
krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunya
kecenderungan rontok. Pada bentuk yang berat maka dapat meluas kedahi,
glabela, telinga posaurikular dan leher. Pada bentuk yang lebih berat lagi
seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak
sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan-
kumpulan debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.
Selain tempat-tempat tersebut D.S. juga dapat mengenai liang telinga luar,
lipatan nasolabial, daerah sterenal, areola mame, lipatan dibawah mame
pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha dan daerah anogenital.
Pada daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul.
Terdapat sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Onset invariabel
pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang. D.S.
pada bayi memiliki ciri-ciri axillary patches, kurang oozing dan weeping
dan kurang gatal.
- Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi dan sensitasi tungau
Sarcoptes Scabiei. Banyak menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur dan
alat-alat tidur, handuk, dll. Penyakit ini menyerang manusia secara
kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga, begitu juga dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagain besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut dan kebersihan lingkungan
yang kurang dapat mempermudah penularan penyakit. Tempat
predileksinya tangan, kaki, genitalia pria dan bokong, serta pada bayi juga
dapat terkena dikepala dan pipi. Terdapat rasa gatal pada malam hari
(pruritus nocturna) karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang
lebih lembab dan panas. Pada tempat-tempat predileksi akan ditemukan
terowongan-terowongan (kunikulus) yang berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel
yang didalamnya terdapat Sarcoptes scabiei. Kelainan kulit tidak hanya
disebabkan oleh tungau scabies tetapi oleh penderita sendiri akibat
garukan pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika, erosi, krusta dan infeksi sekunder
Manifestasi klinik
Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis
berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan
teraba dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan
inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustrasi, agresif,
atau merasa tertekan.
Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari,
tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa
papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. D.A. dapat
dibagi menjadi tiga face, yaitu: D.A. infantil (terjadi padausia 2 bulan sampai 2
tahun), D.A. anak (2 sampai 10 tahun) dan D.A. pada remaja dan dewasa.
D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
D.A. paling sering muncul pads tahun pertama kehidupan, biasanya
setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema,
papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, clan akhirnya
terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher,
pergelangan tangan, lengan clan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi
ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan.
Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah
tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantil eksudatif,
banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi clapat
meluas generalisata bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma.
Lambat laun lesi menjadi kronis clan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak
likenifikas:, Pada sebagian besar penderita sembuh setelausia 2 tahun,
mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak.
Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbas bila makan makanan yang
sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.
Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi pada bayi masih
ada sitang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelaina secara dramatis
membaik setelah makanat ersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang
mendapatkan tidak ada perbedaan.
D.A. pads anak (usia 2 sampai 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri (de novo).
Lesi lebih kering tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul ,
likenifikasi, dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut,
pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka rasa gatal
menyebabkan penderita sering menggaruk dapat terjadi erosi,
likenifikas mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit
menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi
lingkaran setan "siklus gatal-garuk". Rangsangan menggaruk sering di luar
kendali. Penderita sensitif terhadap, wol, bulu kucing dan anjing juga bulu
ayam, burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50% permukaan -
tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.
D.A. pada remaja dan dewasa
Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan
berskuama atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi
lesi di lipat siku, lipat lutut, dan sampai leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A.
dewasa distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapa pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering,
pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau scalp. Kadang erupsi meluas, dan
paling parah dilipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul,
papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit
skuama dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun
terjadi hiperpigmentasi.
Medika mentosa
Terdiri dari dua pengobatan, yaitu topical dan sistemik.
- Pengobatan topical
1. Hidrasi kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya
berkurang, mudah retak sehingga mempermudah masuknya
mikroorganisme patogen, bahan iritan dan alergen. Pada kulit yang
demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik
urea 10%, dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya.
Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat,
konsentrasinya jangan lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila
dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian me-
rakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai beberapa kali
sehari, karena lama kerja raksimum 6 jam.
2. Kortikosterold topikal. Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid
topical adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi
lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena dapat terjadi efek
samping yang tidak diinginkan. Pada bayi digunakan salap steroid
berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1%-2.5%. pada anak dan
dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya triamsinolon,
kecuali pada luka digunakan steroid berpotensi lebih rendah.
Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai didaerah genitalia dan
intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat,
misalnya, wrinated glucocorticoid. Bila aktivitas penyakit telah
terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali seminggu, untuk
menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan kortikosteroid
yang potensinya paling rendah. Pada lesi akut yang basah dikompres
dahulu sebelum digunakan steroid, misalnya dengan larutan
Burowi, atau dengan larutan permanganas kalikus 1:5000.
3. Takrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin,
dapat diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15
tahun; untuk dewasa 0.03% dan 0.1%. Takrolimus menghambat
aktivasi sel yang terlibat dalam D.A. yaitu: sel Langerhans, sel T,
sel mas, clan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang
dengan salep takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak
ditemukan efek samping kecuali rasa seperti terbakar setempat.
Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian
kortikosteroid, dapat digunakan di muka dan kelopak mata.
4. Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa
askomisin yaitu imunomodulator golongan makrolaktam, yang
pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus
var. ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip siklosporin dan
takrolimus yang dihasilkan dari Streptomyces tsuku-baensis, walaupun
ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai pro-
drug , yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik
imunofilin. Reseptor imunofilin untuk askomisin ialah
makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12 dalam
sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang
dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi
sitokin TH1 ( IFN-γ dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat.
Askomisin juga menghambat aktivasi sel mas. Askomisin
menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif dalam mengham-
bat fase elisitasi dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun
primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik, tidak seperti
takrolimus dan siklosporin. Pimekrolimus dan takrolimus tidak
dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun. Penderita yang
diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati untuk
memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat
tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit.
5. Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-
inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut.
Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik, misalnya yang mengandung
likuor karbonis detergen 5% sampai 10 %, atau crude coal tar 1%
sampai 5%.
6. Antihistamin. Pengobatan D.A. dengan antihistamin topikal
tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi
pada kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam
jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi gatal tanpa terjadi
sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang
luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
- Pengobatan sistemik
1. Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk
mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis
rendah, diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan
bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid
topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan berbagai efek
samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul
kembali.
2. Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu
mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga
mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah
yang mempunyai efek sedatif, misainya hidroksisin atau
difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin
hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade
reseptor histamih H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara
oral malam hari pads orang dewasa.
3. Anti-infeksi. Pada D.A. ditemukan peningkatan koloni S. aureus.
Untuk yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin
atau, klaritromisin, sedang untuk yang sudah resisten diberikan
dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin.
Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid
dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali
per hari selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10
hari.
4. Interferon. IFN-γ diketahui menekan respons IgE dan menurunkan
fungsi dan proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-γ rekombinan
menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah
eosinofil total dalam sirkulasi.
5. Siklosporin. D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional
dapat diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka
pendek. Dosis jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg
berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif kuat yang terutama
bekerja pads sel T akan terikat dengan cyclophilin ( suatu protein
intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat
calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila
pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya
akan segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul yaitu
peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan
fungsi ginjal dan hipertensi.
Non-medikamentosa
Untuk D.A. yang berat dan luas dapat digunakan PUVA
(photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau
Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA
lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan
eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara
memblokade fungsi sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin
keratinosit.
Epidemiologi
Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A. makin meningkat
sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa,
Jepang, Australia, dan negara industri lain, prevalensi D.A. pada anak
mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Di negara agraris,
misalnya Cina, Eropa Timur, Asia tengah, prevalensi D.A. jauh lebih
rendah. Wanita lebih banyak menderita D.A. daripada pria dengan rasio
1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi D.A.,
misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan
meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan
antibiotik, berpotensi menaikkan jumlah penderita D.A. Sedangkan rumah
yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah keluarga, urutan lahir makin
belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil, akan melindungi kemung-
kinan timbulnya D.A. pada kemudian hari.
D.A. cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu
yang menderita atopi akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan
pertama. Bila salah satu orang menderita atopi, lebih separuh jumlah anak
akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat
sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Risiko mewarisi D.A.
lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A. dibandingkan dengan ayah.
Tetapi, bila D.A. yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka risiko
untuk mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.
Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebab D. A., tetapi faktor turunan merupakan
dasar pertama untuk timbulnya penyakit. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit :
a. Daerah yang panas (banyak keringat) lebih sering terkena
b. Musim/ iklim panas dan lembab memudahkan timbulnya penyakit
c. Hygiene yang kurang dapat mempererat penyakit\
Lingkungan yang banyak mengandung sensitizer, iritan seta yang mengganggu
emosi lebih mudah menimbulkan penyakit.
Patofisiologi
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis D.A., misanya faktor
genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. Konsep dasar
terjadinya D.A. adalah melalui reaksi imunologik, yang diperantarai oleh sel-
sel yang berasal dari sumsum tulang.
Kadar IgE dalam serum penderita D.A. dan jumlah eosinofil dalam darah perifer
umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara
D.A. dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan D.A. mengalami asma
bronkial atau rinitis alergik. Dari percobaan pada tikus yang disensitisasi secara
epikutan dengan antigen, akan terjadi dermatitis alergik, IgE dalam serum
meningkat, eosinofilia saluran napas, dan respons berlebihan terhadap
metakolin. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pajanan allergen pada
D.A. akan mempermudah timbuinya asma bronkial.
Prognosis
Sulit meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila
kedua orang tuanya menderita D.A. Ada kecenderungan perbaikan spontan
pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian
kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang
diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar
40-60%, terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang
melaporkan bahwa 84% D.A. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada
pula laporan, D.A. pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20%
menghilang, dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari separuh D.A. remaja
yang telah diobati kambuh kembali setelah dewasa. Faktor yang berhubungan
dengan prognosis kurang balk D.A. yaitu:
a. DA luas pada anak
b. Menderita rinitis alergik dan asma bronkial riwayat D.A. pada orang tua
atau saudara kandung
c. Awitan (onset) D.A. pada usia muda
d. Anak tunggal
e. Kadar IgE serum sangat tinggi.
Dermatitis kontak alergik dan iritan
Anamnesis
- Menyanyakan di manatempat awal keluhan muncul?
- Menanyakan apakah keluhan yang di rasakan menjalar atau menetap?
- Menanyakan apakah keluahn yang di rasakan muncul pada waktu-waktu
tertentu?
- Menayakan berapa lama keluhan tersebut di rasakan?
- Menanyakan apakah tempat keluhan kering atau basah?
- Menanyakan apakah terasa gatal atau sakit?
- Menyakan keluarga pasien apakah pernah menderita penyakit yang
diderita?
- Menayakan obat yang pernah digunakan?
- Menyanyakan riwayat alergi sebelumnya?
- Menanyakan adakah pengaruh makanan terhadap keparahan?
- Menyanyakan apakah pekerjaan atau kebiasaan sehari-hari mempengaruhi
keparahan?
Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan secara;
- Inspeksi, yaitu melihat bentuk lesi yang ada (apakah ada merah, bersisik
atau papul ?)
- Palpasi, yaitu untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan atau tidak.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji tempel. Tempat untuk
melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel
diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya Finn
Chamber System Kit dan T.R.U.E. Test. Adakalanya tes dilakukan dengan
antigen bukan standar, dapat berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan
campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi.
Beberapa hal dibawah ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif
palsu,dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin
parah.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat memberikan reaksi negatif
palsu. Pemberian korikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-
kurangnya satu minggu sebelum tes dilakukan. Luka bakar sinar matahari
yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes memberi hasil negatif palsu.
Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali
diduga karena urtikaria kontak.
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian di baca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil
negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48
jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya
sampai pembacaan terakhir selesai.
5. Uji tempel dengan bahan standat jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan, karena dapat menimbulkan
urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini
dilakukan tes dengan prosedur khusus.
Setelah dibiarkan menempel pada 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang
diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut:
1 = reaksi lemah (nonvesikular): eritema, infiltrate, papul (+).
2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan: hanya makula eritematosa (?)
5 = iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT=not tested)
Manifestasi klinik
Dermatitis kontak alergik:
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut di mulai dengan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,papulovesikel,vesikel,atau
bula.Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
DKA akut di tempat tertentu,misalnya kelopak mata,penis ,skrotum,eritema dan
edema lebih dominan dari pada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, linkenifikasi dan mungkin juga fisure, batasnya tidak jelas.
Kelaian ini sulit di bedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin
penyebabnya juga campuran.DKA dapat meluas ke tempat lain,misalnya
dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten
terhadap DKA.
Dermatitis kontak iritan:
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu
juga banyak faktor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah di sebutkan,
yaitu faktor individu (misalnya ras,usia,lokasi,atopi,penyakit kulit lain), faktor
lingkungan (misalnya,suhu dan kelembaban udara,oklusi).
Penatalaksanaan
Dermatitis kontak alergik:
Hal yang perlu di perhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelaian kulit yang timbul. Kortikosteroid dapat di berikan dalam
jangka pendek untk mengatasi peradangan pada DKA akut yang di tandai
dengan eritema, edema, vesikel atau bula, serta eksudatif (mandidans), misalnya
prednisone 30 mg/hari.Umumnya kelainan kuulit akan mereda setelah beberapa
hari.Sedangkan kelainan kulit cukup di kompres dengan larutan garam faal atau
larutan air salisil 1:1000. Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda
(setelah mendapat pengobatan kortikostroid sistemik), cukup di berikan
kortikostroid atau akrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimus).
Dermatitis kontak iritan:
Pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik
yang bersifat mekanink, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. Bila hal ini dapat di laksanakan dengan sempurna,dan tidak
terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan topical, mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit
kering. Apabila di perlukan, untuk mengatasi peradangan dapat di berikan
kortikosteroid topikal, misalnya hidrokostison,atau kelainan yang kronis dapat
diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat.
Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat di perlukan bagi mereka yang
berkerja dengan bahan iritan,sebagai salah satu upaya pencegahan.
Epidemiologi
Dermatitis kontak alergik:
Bila di bandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Di
ramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang di pakai oleh
masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insiden DKA di
masyarakat sangat sedikit,sehingga beberapa angka yang mendekati kebenaran
belum di dapat.
Dahulu di perkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA
20% tetapi data baru dari Inggris dan Amerika serikat menunjukan bahwa
dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar
antara 50 dan 60%. Sedangkan dari satu penelitian di temukan frkuensi DKA
bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja.
Dermatitis kontak iritan:
Dermatitis kontak iritan dapat di derita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur,ras dan jenis kelamin.Jumlah penderita DKI perkiraan cukup
banyak,terutama yang berhubungan dengan kerjaan ( DKI akibat kerja),namun
angkanya secara tepat sulit di ketahui.hal ini di sebabkan antara lain oleh
banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat,atau bahkan tidak
mengeluh.
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat di singkirkan dengan
sempurna,maka prognosisnya kurang baik.Keadaan ini sering terjadi pada DKI
kronis yang penyebabnya multi faktor,juga pada penderita atopi.
Etiologi
Dermatitis kontak alergik:
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (< 1000 dalton), merupakan allergen yang belum dip roses,di sebut
hapten,bersifat lipofilik,sangat reaktif,dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitasi allergen, dosis
per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH.Juga faktor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,ketebalan
epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit,terpajan sinar
matahari).
Dermatitis kontak iritan:
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut detergen, minyak pelumas, asam, alkali dan serbuk
kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain di tentukan oleh ukuran molekul, daya
larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga di pengaruhi oleh faktor
lain. Faktor yang di maksud yaitu; lama kontak, kekerapan (terus menerus atau
berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula
gesekan dan trauma fisis.Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan
kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di
bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih
tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insiden DKI lebih banyak pada
wanita); penyakit kulit yang pernah aau sedang di alami (ambang rangsang
terhadap bahan iritan menurun) misalnya dermatitis atopik.
Patofisologi
Dermatitis kontak alergik:
Dermatitis kontak alergenik termasuk reaksi imunologik tipe IV,suatu
hipersensitivitas tipe lambat.patogenesisnya melalui 2 fase,yaitu fase induksi
dan fase elisitasi.
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit
mengenal dan member respon,memerlukan waktu 2-3 minggu.
Fase elisitasi ialah saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau
serupa sampai timbul gejala klinis.
Fase induksi yang di sebut juga fase sensitasi atau fase aferen,hapten (protein
tak lengkap) berpenetrasi ke dalam kulit dan berikatan dengan protein karier
membentuk antigen yang lengkap.Antigen ini di tangkap dan di proses lebih
dahulu oleh makrofag dan sel langerhans,kemudian memacu reaksi limfosit T
yang belum tersensitasi di kulit,sehingga terjadi sensitisasi limfosit T.melaui
saluran limfe,limfosit yang telah tersensitasi bermigrasi ke kelenjar getah
bening regional untuk berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor
yang tersensitasi secara spesifik dan sel memori.Sel-sel tersebut kemudian
masuk ke dalam sirkulasi,sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid,tersebar
di seluruh tubuh,menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit
tubuh.
Fase elisitasi terjadi pada individu yang tersensifikasi,1-2 hari setelah kontak
ulang dengan allergen yang sama atau serupa.Sel efektor yang telah
tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mapu menarik berbagai sel radangf
sehingga terjadi gejala klinis dermatitis alergi.
Dermatitis kontak iritan:
Kelainan timbul akibat kerusakan sel yang di sebabkan oleh bahan iritan melelui
kerja kimiawi maupun fisik.Bahan iritan merusak lapisan tanduk,denaturasi
keratin,menyingkirkan lemak lapisan tanduk,dan mengubah daya ikat air
kulit.keadaan ini merusak sel epidermis .Ada dua jenis bahan iritan yaitu: iritan
kuat dan iritan lemah.Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan
pertama pada hampir semua orang,sedang iritan lemah ha ya pada mereka yang
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
Pencegahan
Dermatitis kontak alergik:
Proteksi terhadap zat penyebab dan penghindaran kontaktan merupakan
tindakan penting,di samoing mengatasi kelainan kulit yang terjadi.
Dermatitis kontak iritan:
Menyingkirkan bahan iritan serta mengatasi faktor pendukung,menggunakan
alat pelindung terutama bula berkerja dengan bahan iritan kuat.
Prognosis
Dermatitis kontak alergik:
Prognosis DKA umumnya baik,sejauh bahan kontaknya dapat di
singkirkan.prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan
dengan dermatitis oleh faktor endogen ( dermatitis atopic,dermatitis
numularis,atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin di
hindari,misalnya berhubungan dengan perkerjaan tertentu atau yang terdapat di
lingkungan penderita.
Dermatitis kontak iritan:
Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat di singkirkan dengan
sempurna maka prognosisnya kurang baik.Keadaan ini sering terjadi pada DKI
kronis yang penyebabnya multi faktor,juga pada penderita atopi.
Kelembaban dan kebersihan
Ananmesis
Yang harus kita tanyakan adalah.
- Gatal tidak? Nyeri/nyeri tekan tidak? Merah tidak?
- Ada benjolan-benjolan (papul/nodul) tidak?
- Bersisik atau berlendir tidak?
- Tempat tinggalnya? Diperdesaan atau dikompleks perumahan?
- Sering hujan tidak di tempat tinggal? Rumahnya sering kena banjir tidak?
- Anaknya mandi berapa kali sehari? Setelah mandi ganti celana tidak?
- Anaknya sering dibiarkan celananya basah tidak?
- Popoknya sehari berapa kali ganti?
- Tanyakan bagaimana cara si ibu membilas pantat si anak sehabis BAB.
Pemeriksaan fiik
Lakukan pemeriksaan secara:
- Iinspeksi, yaitu dengan melihat ke perianalnya (apakah ada merah, sisik,
papul/nodul dan berlendir tidak?)
- Palpasi yaitu dengan menyentuh perianalnya (pakah ada nyeri tekan tidak)
Diagnosis kerja
Ditegakkan, apabila pada pemeriksaan anal swab (untuk melihat telur cacing
E.vermiculari), pemeriksaan dengan KOH 10% (untuk melihat ada jamur tidak),
faktor popok baru (dermatitis kontak), dan pemeriksaan riwayat alergi hasilnya
negatif.
Diagnosis banding
- Kandidiasis
- Tinea kruris
- Dermatitis kontak
- Dermatitis alergi
- Enterobiasis
Gejala yang ditimbulkan pada pasien dengan penyakit karena kelembaban dan
kebersihan yang kurang hampir sama dengan gejala awal pada pasien yang
menderita kandidiasis, tinea kruris, dermatritis kontak, enterobiasis dan
dermatitis alergik
Medikamentosa
Pengobatan yang diberikan hanya bersifat simptomatik saja, artinya hanya
mengobati gejala yang tampak saja. Kalau si anak merasa sangat gatal beri
antihistamin untuk mengurangi rasa gatalnya
Non-medikamentosa
- Tingkatkan kebersihan
- Usahakan mandi 3 kali sehari
- Apabila celana basah atau lembab segera ganti
- Kalau cebokin anak harus bersih (menggunakan sabun)
- Ganti celana dalam kalau lembab/basah dan sesudah mandi.
Etiologi
Penyebab utamanya adalah kebersihan yang kurang.
Patofisiologi
Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai patofisiologi dari kelembaban dan
kebersihan.
Pencegahan
Hidup bersih adalah kunci dari pencegahan penyakit ini.
Prognosis
Baik, jika kebersihannya diperbaiki.
Skabies
Anamnesis
Untuk anamnesis pada penderita skabies, pertanyaannya tidak beda jauh dari
pertanyaan-pertanyaan penyakit kulit lainnya. yang penting adalah pertanyaan
yang diajukan dapat membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding yang ada.
Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas,
dan efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga
kemungkinan: eritema, purpura, dan telangiektasis. Cara membedakannya yakni
ditekan dengan jari dan digeser. Pada eritema warna kemerahan akan hilang dan
warna tersebut akan kembali setelah jari dilepaskan karena terjadi vasodilatasi
kapiler. Sebaliknya pada purpura tidak menghilang sebab terjadi perdarahan di
kulit, demikian pula telangiektasis akibat pelebaran kapiler yang menetap. Cara
lain ialah yang disebut diaskopi yang berarti menekan dengan benda trasparan
(diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi disebut positif, jika warna
merah menghilang (eritema), disebut negatif bila warna merah tidak menghilang
(purpura atau telangiektasis). Pada telangiektasis akan tampak kapiler yang
berbentuk seperti tali yang berkelok-kelok dapat berwarna merah atau biru.
Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat diagnosis pada penyakit skabies, dapat dilakukan
pemeriksaan untuk menemukan tungau. Adapun cara untuk menemukan tungau
adalah sebagai berikut:
1. Carilah mula-mula terowongan. Untuk menemukan sebuah terowongan,
periksa dengan teliti sela jari tangan, pergelangan tangan, sela paha, dan
sisi tangan dan kaki. Kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel
dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca obyek, lalu
ditutup dengan kaca penutup, KOH 10-30% dan dilihat dengan mikroskop
cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
5. Test ”felt-tip-pen”. Untuk membantu mengidentifikasi terowongan.
Terowongan akan menyerap tinta dan selanjutnya tampak sebagai garis
gelap pada kulit.
Menifestasi klinik
Ada 4 tanda khas untuk skabies:
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposentilisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena. Walaupun mengalami ingestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, eksoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merpuakan tempat dengan stratum komeum yang tipis, yaitu: sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mame (wanita), umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis banding
- Creeping eruption
Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan
tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir.
Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama.
Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat
dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Indonesia
pun banyak dijumpai. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari
cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense
dan Ancylostom canicum. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh
gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan
Echinococcus, Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales, dan
Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa
jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly.
Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidupnya. Nematoda
hidup pada hospes, ovum terdapat pada kotoran binatang dank arena
kelembaban berubah menjadi larva yang mampu mengadakan penetrasi ke
kulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang
dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di
kulit.
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula
akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi
berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm,
dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini
menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa
jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti
benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk
terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal
biasanya lebih hebat pada malam hari. Tempat predileksi adalah di
tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh di
mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.Kelainan
kulit pada creeping eruption ini berbentuk khas, yakni terdapatnya
kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan
terdapat papul atau vesikel di atasnya.
- Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Penyebab munculnya dermatitis
jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen,
minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang
terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi
bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan (terus menerus atau
berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih pemeabel, demikian
pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah
teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih); jenis kelamin
(insidens DKI lebih banyak pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun),
misalnya dermatitis atopik. Gejala klinis klasik seperti eritema, gatal,
maupun kemerahan yang terdapat pada penderita dermatitis kontak iritan
ini memang hampir sama dengan gejala klasik skabies. Namun pada
dermatitis kontak iritan, tidak ditemukan adanya terowongan maupun
tungau.
Terapi medikamentosa9
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur,
maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang
lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini
tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena
toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali
jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan anti gatal; harus dijauhkan
dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dihapus setelah 10
jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada
bayi di bawah umur 2 bulan.
Terapi non-medikamentosa
Selain memberikan terapi medikamentosa, pasien skabies juga harus dibekali
dengan pendidikan tentang beberapa hal terkait antara lain:
a. Tekankan bahwa obat-obatan harus digunakan dengan benar untuk
menghindari kerugian lebih lanjut
b. Jelaskan bahwa rasa gatal dapat menetap karena adanya reaksi alergi yang
berlangsung selama beberapa minggu setelah pengobatan, tetapi akhirnya
akan membaik
c. Jelaskan tentang pentingnya pengobatan terhadap lingkungan sekitarnya.
Epidemiologi
Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat
juga mengenai semua umur. Insidensi sama pada pria dan wanita. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: sosial ekonomi yang
rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,
kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit
ini dapat dimasukkan ke dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).
Adapun cara penularan dari penyakit ini terdiri atas:
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakain, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis
yang kadang0kadang dapat meulari manusia, terutama pada mereka yang
banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing. Kebersihan
lingkungan sangat penting pada penularan penyakit ini. Scabies pada umumnya
terdapat pada komunitas yang berpenghasilan rendah (low income
communities) yang kurang memperhatikan kebersihan diri (personal hygiene).
Skabies juga dapat terjangkit pada mereka yang tinggal berdesakan seperti
pengungsi, anggota tentara pada saat perang, asrama, panti, sekolah, dan lain-
lain.
Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya.
Morfologi dan daur hidup
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima,
super famili Sarcoptes. Pada manbusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis.
Selain itu terdapat S.scabiei yang lain, misalnya pada kambing dan babi. Secara
morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung
dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250x350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150x200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir
dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Patofisologi
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-
kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umum, seks, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang
berwarna terang (fair skin), pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak
kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang
dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya;
kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium,
kulityang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit
yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang
berambut kasar terdapat pada kepala. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benteng pertahanan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur.
Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi
pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Setelah
kehilangan seluruh kulit, maka cairan tubuh yang penting akan menguap dan
elektrolit-elektrolit akan hilang dalam beberapa jam saja; contoh dari keadaan
ini adalah pasien luka bakar. Bau yang sedap atau tidak sedap dari kulit
berfungsi sebagai pertanda penerimaan atau penolakan sosial dan seksual.
Organ-organ adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai
nilai-nilai kosmetik. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu,
nyeri dan nikmat, berkat jalinan ujung-ujung saraf yang saling bertautan.
Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ekzema, sellulitis,
limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang
scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan dapat
timbul karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada
terapi awal ataupun pemakaian yang terlalu sering.
Pencegahan
Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara:
- Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus,
handuk, seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya
hingga kering.
- Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
- Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi
untuk memutuskan rantai penularan.
Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higien), maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.
Ankilostoma
Anamnesis
Yang harus kita tanyakan kepada pasien adalah;
- Anaknya suka bermain tanah tidak?
- Anaknya sering lemas dan sesak napas tidak?
- Anaknya sering merasa nyeri di perut tidak?
- Di kulit anak ada rasa gatal, merah-merah atau bentol-bentol tidak?
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang kita lakukan adalah pemeriksaan tanda vital, lalu kita
akan melakukan inspeksi dan palpasi di bagian abdomennya.
Pemeriksaan penunjang
Prosedur pemekatan tinja mungkin diperlukan untuk menemukan infeksi yang
ringan. Telur dari kedua spesies cacing tambang tidak bias dibedakan. Jika
sampel tinja tidak diperiksa dalam keadaan segar, telur tersebut dapat menetas
dan melepaskan larva rabditiformis yang harus dibedakan dengan larva cacing
Strongloides stercoralis. Anemia hipokromik mikrositer yang kadang-kadang
disertai eosinofilia atau hipoalbuminemia merupakan cirri khas untuk penyakit
cacing tambang.1
Diagnosis banding
Diagnosis banding yang mungkin adalah
- Dermatitis makulopapular = persamaannya pada gatal, merah dan papul-
papul. Untuk membedakan keduanya maka harus dilakukan pemeriksaan
tinja.
- Defisiensi zat besi = persamaannya pada kelemahan, sesak napas dan
depigmentasi kulit. Untuk membedakan keduanya maka harus dilakukan
pemeriksaan tinja.
Penatalaksanaan
Pemberantasan parasit dapat dilakukan dengan penggunaan beberapa obat
antihelmintes yang aman dan sangat efektif, termaksud mebendazol dan
pirantel pamoat. Anemia defisiensi besi yang ringan sering dapat diobati
dengan pemberian preparat oral zat besi saja. Pemyakit cacing tambang yang
berat dengan kehilangan protein dan malabsorpsi memerlukan dukungan
nutrisi dan pemberian suplemen zat besi oral bersama-sama tindakan
pemberantasan cacing.1
Epidemiologi
Ancylostoma duodenale merupakan parasit yang cenderung terjadi di Eropa
Selatan, Afrika Utara, serta Asia sebelah Utara dan Necaor americanus
merupakan spesies yang dominan pada daerah ekuatorial Afrika dan Hemisfer
sebelah Barat. Kedua spesies ini saling tumpang tindih pada banyak kawasan
tropis, khususnya di kawasan Asia tenggara. Pada sebagian daerah, anak-anak
yang lebih besar mempunyai insidensi dan intensitas yang lebih tinggi untuk
terjangkit infeksi cacing tambang. Di daerah perdesaan yang tanah
persawahannya dipupuk dengan kotoran manusia (“night soil”), para pekerja
dewasa juga bisa mengalami infeksi yang berat. Tanah yang paling baik untuk
perkembangan telur dan larva, yaitu tanah pasir, tanah liat, atau lumpur yang
tertutup daun, terhindar dari sinar matahari langsung dan juga terhindar dari
pengeringan atau basah berlebihan. Terdapat di diperkenbunan kopi, karet
serta di pertambangan-pertambangan.1
Etiologi
Penyakit ankilostomiasis ini dapat disebabkan oleh cacing tambang
(Ancylostoma duodenale).1
Morfologi dan daur hidup
Cacing tambang pada manusia ada dua spesies, yaitu Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus. Habitatnya dalam usus halus, terutama di daerah
jejunum, sedangkan pada infeksi berat dapat menyebar k colon dan
duodenum. Manusia merupakan hospes definitive tempat cacing ini tidak
membutuhkan tuan rumah perantara. Cacing dewasa yang masih hidup
berwarna keabu-abuan sampai kemerah-merahan, kedua spesies diatas
mempunyai marfologi yang mirip, yang membedakannya terutama cacing
dewasa betina pada Necator americanus menyerupai huruf “S”, sedangkan
pada Ancylostoma duodenale menyerupai huruf “C”. Pada bagian anterior
terdapat buccal capsule (rongga mulut), pada bagian posterior terdapat bursa
copulasi (berfungsi memegangcacing betina pada waktu kopulasi. Pada
Necator americanus di dinding ventral terdapat sepasang benda pemotong
berbentuk bulan sabit (semilunar cutting plate),sedangkan pada Ancylostoma
duodenale memiliki dua pasang gigi ventral yang runcing (triangular cutting
plate) dan sepasng gigi dorsal rudimeter. Telur berbentuk oval, tidak
berwarna, dinding luar dilapisi vitelline yang halus, diantara ovum dan
dinding telur terdapat ruangan yang jelas dan bening. Telur yang baru keluar
bersama tinja mempunyai ovum yang bersegmen 2, 4 dan 8 sel.
Telur keluar bersama tinja pada tanah yang cukup baik, suhu optimal 23-33 ̊C,
dalam 24-48 jam akan menetas, keluar larva rhabditiform. Larva ini mulutnya
terbuka dan aktif makan sampah organic atau bakteri pada tanah sekitar tinja.
Pada hari kelima berubah menjadi larva yang lebih kurus dan panjang disebut
larva filariform yang infektif. Larwa ini tidak makan, mulutnya tertutup,
esophagus panjang, ekor tajam, dapat hidup dalam tanah yang baik selama
dua minggu. Jika larva menyentuh kulit manusia, biasanya pada sela antara
dua jari kaki atau dorsum pedis, melalui folikel rambut, pori-pori kulit
maupun kulit yang rusak.. larva secara aktif menembus kulit masuk ke dalam
kapiler darah, terbawa aliran darah, kemudian akan mengalami siklus paru
(berjalan/mengembara ke jantung, paru, trachea, laring, esophagus, usus
halus) dalam waktu 10 hari. Cacing dewasa dapat hidup selama kurang lebih
10 tahun. Infeksi peroral jarang terjadi, tetapi larva juga dapat masuk ke dalam
badan melalui air minum atau makanan yang terkontaminasi. Siklus hidup
berlaku pada kedua spesies.
Patofisologi
Penyakit infeksi cacing tambang hakikatnya adalah infeksi menahun sehingga
sering tidak menunjukkan gejala akut. Kerusakan jaringan dan gejala penyakit
dapat disebabkan baik oleh larva maupun oleh cacing dewasa. Larva
menembus kulit membentuk maculopapular dan eritem, sering disertai rasa
gatal yang hebat, disebut ground itch atau dew itch. Waktu larva berada dalam
aliran darah dalam jumlah banyak agtau pada orang yang sensitive dapat
menimbulkan bronchitis atau bahkan pneumonitis..1
Cacing dewasa melekat dan melukai mukosa usus, menimbulkan perasaan
tidak enak di perut, mual dan diare. Seekor cacing dewasa mengisap darah
0,2-0,3ml sehari, sehingga dapat menimbulkan anemia yang progresif (tiba-
tiba), hipokrom, mikrositer, tipe defisiensi besi. Biasanya gejala klinik timbul
setelah tampak adanya anemia. Pada infeksi berat, Hb dapat turun sampai 2 gr
%, penderita merasa sesak napas waktu melakukan kegiatan, lemah dan
pusing kepala. Keadaan demikian akan dapat menimbulkan kelemahan
jantung. Jika terjadi pada anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan
mental. Infeksi Ancylostoma duodenale lebih berat daripada Necator
americanu. 1
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita ankilostomiasis adalah
defisiensi zat besi dan gagal jantung.
Pencegahan
Sama dengan pencegahan pada penderita ascari, yaitu dengan cara
memutuskan salah satu mata rantai dari siklus hidup (menghilangkan sumber
infeksi, pendidikan kesehatan terutama mengenai kebersihan dan pembuangan
serta penggunaan pupuk kompos yang berasal dari tinja manusia) dengan
tambahan membiasakan diri memakai sepatu terutama sekali waktu bekerja di
kebun atau di pertambangan.
Prognosis
Jika diobati dengan baik maka prognisinya baik.
2.3.3 Manifestasi klinik
Sebagian besar infeksi enterobiasis bersifat asimtomatik. Indivudu yang
bergejala paling sering mengeluh gatal anus nokturna dan kurang tidur. Karena
invasi jaringan tidak terjadi pada kebanyakan kasus enterobiasis maka
eosinofilia tidak ditemukan. Namun, pada beberapa kasus, Enterobius
vermicularis ditemukan dari tempat-tempat ektopik, seperti appendiks, saluran
genital wanita, dan rongga peritoneum.4
2.4 Penatalaksanaan
2.4.1 Medika mentosa
Terapi obat harus diberikan pada semua individu yang terinfeksi dan bergejala.
Berikut beberapa obat yang dapat digunakan.
- Piperazin efektif sekali terhadap Ascaris lumbricoides dan Enterobius
vermicularis. Obat ini menyebabkan blokade respons otot cacing terhadap
asetilkolin sehingga terjadi paralysis dan cacing mudah dikeluarkan oleh
peristaltik usus. Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan
tidak perlu obat pencahar untuk mengeluarkan cacing. Efek samping
piperazin dalam dosis terapi umum tidak menyababkan efek samping,
kecuali kadang-kadang nausea, vormitus, diare dan alergi. Piperazin ada
dalam sedian piperazin sitrat dalam bentuk tablet 250 mg dan sirup
500mg/5ml, sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg.
Dosis dewasa dan anak-anak adalah 65 mg/kgBB (max. 2,5 g) sekali
sehari selama 7 hari. Ulangi terapi sesudah 1-2 minggu.9
- Pirantel pamoat terutama digunakan untuk memberantas cacing gelang,
cacing kremi dan cacing tambang. Obat ini menimbulkan depolarisasi
pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing
mati dalam keadaan spastis. Absorpsinya melalui usus tidak baik dan sifat
ini memperkuat efeknya yang selektif pada cacing. Efek samping pirantel
pamoat jarang, ringan dan bersifat sementara, misalnya keluhan saluran
cerna, demam dan sakit kepala. Untuk wanita hamil dan anak < 2 tahun
tidak dianjurkan. Pirantel pamoat tidak boleh digunakan bersamaan
piperazin karena kerjanya berlawanan. Pirantel pamoat tersedia dalam
bentuk sirup berisis 50 mg pirantel basa/ml serta tablet 125 mg dan 250
mg. Dosis tunggal yang dianjurkan 10 mg/kgBB, dapat diberikan setiap
saat tanpa dipengaruhi oleh makanan atau minuman. Dianjurkan
mengulangi dosis setelah 2 minggu khusus untuk enterobiasis.9
- Mebendazol merupakan antelmintik yang paling luas spektrumnya. Obat
ini menyababkan kerusakan struktur subselular dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase cacing. Obat ini juga menghambat ambilan glukosa
secara ireversibel sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada
cacing. Cacing akan mati perlahan-lahan dan hasil terapi yang memuaskan
akan tampak sesudah 3 hari pemberian obat. Mebendazol tidak
menyebabkan efek toksin sistemik mungkin karena absorpsinya yang
buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia dan
malnutrisi. Efek samping yang kadang-kadang timbul adalah diare dan
sakit perut ringan yang bersifat sementara. Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet 100 mg dan sirup 10 mg/ml. Untuk terapi enterobiasis dosisnya 100
mg sebagai dosis tunggal. Terapi dapat diulangi sesudah 2 minggu.9
- Albendazol dalam dosis tunggal efektif untuk infeksi cacing kremi, caing
gelang, cacing trikuris, cacing Stongyloides stercoralis dan cacing
tambang. Pada pemberian per oral obat ini diserap dengan cepat oleh usus.
Obat ini bekerja dengan cara memblokir pengambilan glukosa oleh larva
maupun cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurunan dan
pembentukan ATP berkurang, akibatnya cacing akan mati. Efek samping
berupa nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, dizzines dan
insomnia. Tetapi untuk penggunaan 1-3 hari aman. Dosis dewasa dan anak
> 2 tahun adalah 400 mg dosis tunggal bersama makan. Untuk enterobiasis
terai diulangi sesudah 2 minggu. Obai ini tidak boleh diberikan pada anak
< 2 tahun, wanita hamil dan sirosis hati.9
2.4.2 Non medika mentosa
Dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi.
- Mencuci tangan dengan benar setelah buang air besar dan sebelum makan.
- Menjaga kebersihan kuku.
- Mencuci seprei minimal 2 kali seminggu.
- Mencuci jamban setiap hari.
- Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari
tangan dan setiap benda yang dipegang atau disentuh.
- oleskan minyak atau salep di daerah perianal karena dapat membantu
penghamburan telur.
- Anak yang mengandung cacing ini sebaiknya memakai celana katun yang
tertutup rapi untuk mencegah kontak tangan dengan daerah perianal dan
kontaminasi alas kasur.
- Untuk melindungi orang lain maka orang yang mengandung cacing ini
sebaiknya tidur terpisah.
2.5 Morfologi dan daur hidup
Cacing dewasa Enterobius vermicularis lebih kecil dari Trichiuris trichiura.
Cacing dewasanya merupakan cacing kecil, berwarna keuptih-putihan, dan pada
bagian anterior leher terdapat kutikula yang melebar yang disebut alae, dan pada
bagian posterior lebih tebal, memiliki bulbus esophagus ganda. Mulutnya
dikelilingi oleh tiga buah bibir, yaitu sebuah bibir dorsal dan dua buah bibir
lateroventral. Cacing betina dewasa Enterobius vermicularis(cacing kremi,
pinworm, seatworm) berukuran 8-13 mm x 0,4 mm, sedangkan yang jantan
berukuran 2-5mm. Pada ujung anterior dari cacing dewasa ada pelebaran
kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esofagusnya jelas sekali. Pada
cacing dewasa ekornya panjang dan runcing sedangkan yang jantan ekornya
melingkar dan jarang ditemukan spikulum. Uterus pada cacing betina yang gravid
melebar dan penuh telur.1,2,3
Cacing betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi ke
daerah perianal untul bertelur. Telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang
ditemukan di dalam tinja. Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi
(asimetrik). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing
tambang. Telur menjadi matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur
resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat
hidup sampai 13 hari. Kopulasi cacing betina dan jantang terjadi di sekum. Cacing
jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur.1,2
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau larva dari telur yang
menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang
yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali
sebelum menjadi dewasa di jejunum dan bagian atas ileum.1,2
Waktu yang diperlukan untuk daur hidup cacing ini, mulai dari tertelannya telur
matang sampai menjadi dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal,
berlangsung selama 2 minggu sampai 2 bulan.1,2
Gambar 2. Morfologi dan daur hidup Enterobius vermicularis
2.6 Epidemiologi
Iritasi perianal selama perletakan telur oleh cacing betina menginduksi
penggarukan. Telur dibawa bersama kuku jari yang ditularkan secara langsung
atau berdasarkan pada lingkungannya untuk menginfeksi yang lain. Manusia
adalah satu-satunya hospes alamiah Enterobius vermicularis. Prevalensi dan
intensitas infeksi adalah rendah pada bayi dan anak muda dan mencapai puncak
pada kelompok umur 5-14 tahun.4
Enterobius vermicularis dapat menular melaui tiga jalur.1
1. Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection) atau pada
orang lain sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya
alas tempat tidur atau pakaian dalam penderita.
2. Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang
infektif.
3. Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita
sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan
migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa
2.7 Etiologi
Manusia terinfeksi dengan menelan telur yang mengandung embrio, yang
biasanya terbawa pada kuku jari, pakaian, seprai, atau debu rumah. Telur menetas
dalam lambung, keluar larva, dan larva migrasi ke daerah sekum, dimana larva-
larva ini matang menjadi cacing dewasa. Enterobius vermicularis adalah cacing
putih kecil (1 cm).4
2.8 Patofisiologi
Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala
klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina oleh
cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga
menyebabkan pruritus lokal. Oleh karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan
menyebabkan pruritis ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus
sehingga timbul luka garuk disekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu
malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang-
kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal
sampai ke lambung, esophagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan
didaerah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di
vagina dan di tuba Fallopi sehingga menyebabkan radang di saluran telur.1
2.9 Komplikasi
Pruritus perianal merupakan gejala utama. Keluhan gatal semakin terasa pada
malam harinya akibat migrasi nokturna cacing betina dan perasaan gatal ini dapat
menyebabkan ekskoriasi serta superinfeksi bakteri. Infeksi yang berat pernah
dilaporkan sebagai penyebab nyeri abdomen dan penurunan berat badan.
Enterobius vermicularis dapat menginvasi saluran genital wanita dan
menimbulkan vulvovaginitis dan granuloma pada pelvis atau peritoneum.2
2.10 Pencegahan
Mengingat bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarga maka
lingkungan hidup keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan perorangan
merupakan hal yang sangat penting dijaga. Perlu ditekankan pada anak-
anak untuk memotong kuku, membersihkan tangan sesudah buang air besar dan
membersihkan daerah perianal sebaik-baiknya serta cuci tangan sebelum
makan. Di samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan. Hendaknya
dihindarkan dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing Enterobius
vermicularis. Tempat tidur dibersihkan karena mudah sekali tercemar oleh telur
cacing infektif. Diusahakan sinar matahari bisa langsung masuk ke kamar
tidur,sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang baik pertumbuhan
telur akan terhambat karena telur rusak pada temperatur lebih tinggi dari 46ºC
dalam waktu 6 jam. Karena infeksi Enterobius mudah menular dan merupakan
penyakit keluarga maka tidak hanya penderitanya saja yang diobati tetapi juga
seluruh anggota keluarganya secara bersama-sama.1
2.11 Prognosis
Pengobatan secara periodik memberikan prognosis yang baik.
BAB 3
Penutup
Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan
oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis merupakan infeksi cacingyang terbesar
dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya. Hal ini disebabkan karena
adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan sekitarnya.
Infeksi enterobiasis bersifat asimtomatik. Indivudu yang bergejala paling sering
mengeluh gatal anus nokturna dan kurang tidur. Pencegahan dapat dengan meminta anak-
anak untuk memotong kuku, membersihkan tangan sesudah buang air besar dan
membersihkan daerah perianal sebaik-baiknya serta cuci tangan sebelum makan. Infeksi
cacing ini biasanya tidak begitu berat dan dengan pemberian obat-obat efektif maka
komplikasi dapat di hindari.
top related