bab 1

Post on 10-Oct-2015

11 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

17

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Leptospirosis merupakan penyakit infeksi pada manusia dan binatang yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang berbentuk spiral dan bergerak aktif. Leptospirosis merupakan zoonosis yang paling tersebar luas di dunia.1

Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 o1eh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa. Penyakit dengan gejala tersebut di atas oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai "Weil's Disease". Pada tahun 1915 Inada berhasil membuktikan bahwa "Weil's Disease" disebabkan oleh bakteri Leptospira icterohemorrhagiae.Sejak itu beberapa jenis leptospira dapat diisolasi denganbaik dari manusia maupun hewan.2,3Sistem klasifikasi menurut patogenitas, bakteri Leptospira terbagi dua yaitu L.Interrogans (patogen) dan L.biflexa (non patogen). Spesies Leptospira interrogans sendiri terdiri dari 25 serogroups dan lebih dari 200 serotypes (serovars).4 Yang paling sering menimbulkan penyakit berat dan fatal adalah serotype Leptospira icterohemorrhagiae. Leptospira bias terdapat pada binatang peliharaan seperti anjing, sapi, babi, kerbau, maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Di dalam tubuh hewan- hewan ini leptospira hidup di ginjal dan air kemih.5 Manusia terinfeksi bakteri leptospira karena kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi oleh urin atau cairan tubuh lainnya dari hewan yang terinfeksi bakteri leptospira. Leptospira masuk lewat kulit yang luka atau membran mukosa.6,7

Di negara subtropik, infeksi leptospira jarang ditemukan, iklim yang sesuai untuk perkembangan leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH alkalis. Keadaan yang demikian dapat dijumpai di negara tropik sepanjang tahun.8 Di negara beriklim tropik, kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali dibandingkan dengan negara subtropik dengan risiko penyakit lebih berat.9 Angka insiden leptospirosis di negara tropik basah 5-20/100.000 penduduk per tahun.10 Leptospirosis tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Angka insidensi leptospirosis di New Zealand antara tahun 1990 sampai 1998 sebesar 44 per 100.000 penduduk. Angka insiden tertinggi terjadi pada pekerja yang berhubungan dengan daging (163/100.000 penduduk), peternak (91,7/100.000 penduduk) dan pekerja yang berhubungan dengan hutan sebesar 24,1 per 100.000 penduduk.11 Di Indonesia dilaporkan di dalam risalah Partoatmodjo (1964) bahwa sejak 1936 telah diisolasi berbagai serovar leptospira, baik dari hewan liar maupun hewan peliharaan. Di Indonesia leptospirosis tersebar antara lain di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.12

Angka kematian leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56%. Penderita Leptospirosis yang disertai selaput mata berwarna kuning (kerusakan jaringan hati), risiko kematian akan lebih tinggi.12 Di beberapa publikasi angka kematian di laporkan antara 3 % - 54 % tergantung sistemorgan yang terinfeksi.13 Leptospirosis umumnya menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan dan militer. Ancaman ini berlaku pula bagi mereka yang mempunyai hobi melakukan aktivitas di danau atau di sungai seperti berenang.7,14

1.2.Rumusan MasalahBagaimana temuan klinis, klasifikasi serta penatalaksanaan leptospirosis di Ruang Inap Terpadu A-2 RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3.Tujuan PenulisanTujuan penulisan laporan kasus ini adalah :a. Untuk memahami tinjauan pustaka ilmu teoritis leptospirosis.b. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus leptospirosis.c. Untuk mengetahui gambaran klinis, perjalanan penyakit, dan penatalaksanan pada pasien leptospirosis.

1.4.Manfaat PenulisanBeberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah :a. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ilmu penyakit dalam khususnya mengenai leptospirosis.b. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai leptospirosis.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh suatu mikrorganisme Leptopsiro interogans. Penyakit ini memiliki manifestasi klinik dari bentuk yang ringan dengan gejala sakit kepala dan mialigia seperti influenza hingga bentuk berat dengan gejala ikterus, disfungsi ginjal dan diathesis hemorrhagic. Penyakit ini pertama kali ditemukan ole Weil pada tahun 1886, oleh karena itu, bentuk berat penyakit ini dikenal dengan Weils disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, dan sebagainya.1,2,32.2. Etiologi Leptospira disebabkan oleh genus leptospira, family leptospiraceae yang merupakan suatu mikroorganisme spirachaeta. Ciri khas mikroroganisme ini adalah bergelung, tipis, motilitas tinggi yang panjangnya 5-15 um, dengan spiral halus lebarnya 0,1-0,2 um, salah satu ujungnya membengkak membentuk suatu kait, memiliki dua buah periplasmic flagella yang dapat membuat terowongan menginfeksi jaringan. Spiroceta ini begitu halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat dilihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapang redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapang gelap. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh. Dengan medium flethcers dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat anaerob.1,2

Gambar 2.1 Bakteri leptospira menggunakan mikroskop elektron tipe scanningSecara sederhana genus leptospira terdiri atas dua species yaitu L.interogans yang pathogen dan L. biflexa yang non pathogen. L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogroup dan serogroup ini dibagi menjadi beberapa serovar menurut komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan 23 serogroup yang dibagi menjadi 250 serovar. Beberapa serogroup yang penting adalah icterohemorrhagiae,canicola, pomona, australis, grippotyphosa, hyos, dan sejroe. 2,32.3. PatofisiologiLeptospira masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit dan membrane mukosa yang terluka kemudian masuk kedalam aliran darah dan berkembang khususnya pada konjungtiva dan batas oro-nasofaring. Kemudian terjadi respon imun seluler dan humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Leptospira dapat bertahan sampai ke ginjal dan sampai ke tubulus konvoluntus sehingga dapat berkembang biak di ginjal. Leptospira dapat mencapai ke pembuluh darah dan jaringan sehingga dapat diisolasi dalam darah dan LCS pada hari ke 4-10 dari perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan LCS ditemukan pleocitosis. Pada infiltrasi pembuluh darah dapat merusak pembuluh darah yang dapat menyebabkan vasculitis dengan terjadi kebocoran dan ekstravasasi darah sehingga terjadi perdarahan. Setelah terjadi proses imun leptospira dapat lenyap dari darah setelah terbentuk agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Dalam perjalana pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada endotel kapiler. Organ-organ yang sering terkena leptospira adalah sebagai berikut :1) Ginjal : Nefritis Interstisial dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi yang dapat terjadi tanpa disertai gangguan fungsi ginjal. Sedangkan jika terjadi gagal ginjal akibat nekrosis tubular akut.

2) Hati: Pada organ hati terjadi nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer.

3) Jantung: Kelainan miokradium dapat fokal ataupun difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal dan juga endokarditis.

4) Otot rangka: Pada otot rangka terjadi nekrosis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan oleh invasi langsung leptospira.

5) Mata:Leptospira dapat masuk ke uvea anterior yang dapat menyebabkan uveitis anterior pada saat fase leptospiremia.

6) Pembuluh darah: Bakteri yang menempel pada dinding pembuluh darah dapat terjadi vaskulitis dengan manifetasi perdarahan termasuk pada mukosa, organ-organ visceral dan perdarahan bawah kulit.

7) Susunan Saraf Pusat (SSP): Manifestasi masuknya bakteri ke dalam LCS adalah meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi, bukan pada saat masuk ke LCS. Terjadi penebalan meninges dengan peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L.canicola.Weil DiseaseWeil disease merupakan leptopsirosis yang berat ditandai dengan ikterus biasanya disertai dengan perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe continue. Serotype leptospira yang menyebabkan weil disease adalah serotype icterohaemorrhagica. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic dan disfungsi vascular.1

2.4. Gejala KlinisMasa inkubasi 2-26 hari, dengan manifestasi klinis dibagi menjadi 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.1,2a) Fase LeptopsiremiaFase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan srebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di bagian frontal, rasa sakit yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai dengan nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesia kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual muntah disertai mencret, bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran. Pada hari keempat dapat disertai dengan konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang dapat dijumpai hepatosplenomegali dan limfadenopati. Fase ini berlangsung selama 4-7 hari.1,2,5

b) Fase ImunFase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit menyeluruh diotot-otot leher terutama diotot bagian betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, pupura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifetasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan conjunctiva suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis. Pada sekitar 50% pasien dapat terjadi meningitis. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin. Gambaran perjalanan penyakit leptospirosis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.1,2,5

2.5. DiagnosisPada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala dan keluhan didapati demam muncul mendadak, sakit kepala bagian frontal, nyeri otot, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik didapati demam, bradikardia, nyeri tekan dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin biasanya dijumpai leukositosis, pada pemeriksaan urin dijumpai protein urin, leukosituria. Diagnose pasti dengan kultur dan serologi.1,4a) KulturDengan mengambil specimen dari darah dan LCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. 1,4

b) SerologiPemeriksaan untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), silver stain atau fluorescent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. 3,4

2.6. Penatalaksanaan Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Pemberian antobiotik harus dimulai secepat mungkin, bias any pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berikut golongan antibiotic yang dapat diberika pada pasien leptospirosis :Indikasi Regimen DosisLeptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mgAmpisilin 4 x 500-750 mgAmoksisilin 4 x 500 mgLeptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jamAmpisilin 1 gram/ 6 jamAmoksisilin 1 gram/ 6 jamKemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ mingguSampai saat ini penisilin masih menjadi pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotic bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat timbul reaksi Jarisch-Herxheimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intravena yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Kesimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penaggulangan gagal ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia berat dapat dilakukan dialisa.1

2.7. Prognosis Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun. Pada usia lanjut mencapai 30-40%.1

2.8. Pencegahan Pencegahan leptospira khususnya didaerah tropis sangat sulit karena banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk tertular laptospirosis harus diberikan perlindungan khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan-bahan yang terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat.4

BAB 3LAPORAN KASUSSTATUS ORANG SAKITTanggal Masuk : 20 Juni 2014Jam : 01.30 WIBANAMNESE PRIBADINama : Muhammad IkshanUmur : 19 tahunJenis kelamin : Laki-lakiStatus perkawinan : Belum BernikahPekerjaan : Tidak BekerjaSuku : JawaAgama : IslamAlamat : Jl. Teratai DSN VI Permatang Ganjang Sei Rampah

ANAMNESE PENYAKITKeluhan utama : Riwayat perdarahan gusiTelaah : Hal ini dialami os sejak 4 hari yang lalu. Perdarahan tidak berhenti setelah dicabut giginya. Os terlihat pucat (+), pasien pernah ditransfusi Packed Red Cell (PRC) 2 bag dan Fresh Frozen Plasma (FFP) di RS lain.Os merasakan mual (+) dan tidak mengalami muntah (-). Pasein juga Nyeri dirasakan menyesak dan perih. Os mengeluhkan mual tetapi tidak muntah (-). Riwayat lebam-lebam di seluruh tubuh (+) terutama apabila OS terbentur. Riwayat luka berdarah henti lambat (+).Riwayat keluhan yang sama dari keluarga tidak ada.Riwayat penyakit terdahulu: -Riwayat penggunaan obat : Tidak jelasANAMNESE ORGANJantung Sesak napas : (-) Edema : (-)Angina Pektoris :(-) Palpitasi : (-)Lain-lain : (-)Endokrin : (-)Haus/ polidipsi : (-)Poliuri : (-)Polifagi : (-)Gugup : (-)Perobahan suara : (-)

Sal. PernapasanBatuk batuk : (-) Asma,bronkitis : (-)Dahak : (-) Lain-lain : (-)Syaraf pusatSakit kepala : (-)Hoyong : (-)Lain-lain : (-)

Sal. pencernaan Nafsu makan : BiasaKeluhan menelan : (-)Keluhan perut :(-) Penurunan BB : BiasaKeluhan defekasi : (-)Lain-lain : (-)Darah dan pembuluh darahPucat : (+)Perdarahan : (+)Ptechiae : (-)Purpura : (-)Lain lain : (-)

Sal. UrogenitalSakit BAK :(-)BAK tersendat : (-)Mengandung batu : (-)Haid : (-)Lain-lain : (-)Sirkulasi perifer Claudicatio : (-)Intermittent :(-)Lain-lain :(-)

Sendi dan tulang Sakit pinggang : (-)Kel.persendian : (-)Keterbatasan gerak : (-)Lain-lain : (-)

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIKKeadaan UmumKeadaan PenyakitKeadaan Gizi

Sensorium : Compos mentisTekanan darah : 100/60 mmHgNadi : 78 x/mntPernapasan : 24 x/mntTemperatur : 37,4CPancaran wajah : PucatSikap Paksa : (-)Refleks fisiologis : (+)Refleks patologis : (-)Anemia (+), ikterus (-), Dispnu (-), Sianose (-), Udem (-), Purpura (-).Turgor kulit : baikTB : 155cmBB : 50kgIMT : 20,8 (normal)RBW : 90,9 % (normal)

KEPALA :Mata: konjunktiva palpebra pucat (+), ikterus (-), pupil: isokor ( 3mm), refleks cahaya direk (+)/indirek (+), kesan: anemis

Telinga : dbnHidung : dbnMulut : dbn

LEHER Posisi trakea: medial TVJ: TVJ R-2 cmH2O Pembesaran struma : (-) THORAKSDepanBelakang

InspeksiSimetris fusiformisSimetris fusiformis

PalpasiSF Ki = Ka, kesan normalSF Ki = Ka, kesan normal

PerkusiSonorSonor

AuskultasiSP: VesikulerST: -SP: VesikulerST: -

JANTUNGBatas atas jantung : ICS II SinistraBatas kiri jantung : 2cm LMCSBatas kanan jantung : LSD

ABDOMENInspeksi : SimetrisPalpasi : SoepelPerkusi : Timpani Auskultasi : Peristaltik (+) N

PINGGANGNyeri ketok sudut kosto vertebra : (-) INGUINAL : tdp GENITALIA LUAR : tdp EKSTREMITASSuperior : dbn Inferior : dbn NEUROLOGIRefleks Fisiologis (+)Reflek Patologis (-)PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTINDarah rutinUrinalisa Tinja

Hb :9,70 gr%Lekosit :10,35/mm3Eritrosit :3,81/mm3Ht :29,6%Hitung jenis -E : 0,10 -L : 9,50-N : 83,10 -M : 7,30-B :0,000Warna : kuning jernihReduksi :(-)Protein : (-) Bilirubin : (-)Urobilinogen : (+)Sedimen : tdp

TDP

RESUME 1. KELUHAN UTAMA: Riwayat perdarahan gusi

2. ANAMNESIS: (Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit terdahulu, Riwayat pengobatan, Riwayat penyakit keluarga, Dll.)

Hal ini dialami os sejak 4 hari yang lalu. Perdarahan tidak berhenti setelah dicabut giginya. Os terlihat pucat (+), pasien pernah ditransfusi Packed Red Cell (PRC) 2 bag dan Fresh Frozen Plasma (FFP) di RS lain.Os merasakan mual (+) dan tidak mengalami muntah (-). Pasein juga mengeluh nyeri yang menyesak dan perih. Os mengeluhkan mual tetapi tidak muntah (-). Riwayat lebam-lebam di seluruh tubuh (+) terutama apabila OS terbentur. Riwayat luka berdarah henti lambat (+).Riwayat keluhan yang sama dari keluarga tidak ada.

Follow Up PasienTanggal23.06.2014 S

Gusi berdarah(+)OSensorium : CM Pols : 80 x/menitTemp : 36,0CTD : 100/70 mmHgRR : 20 x/menit A

Susp. HemofiliaSusp. Von Willebrands diseaseSusp. Evans syndrome

PTirah baringDiet MB+K+PIUFD NaCl 0.9% 2gtt/I ((makro)Injeksi Ranitidin 50g/in Rencana

F VII,F Von WillebrandsKonsul HOM

23.06.2014(Konsul dari HOM) Gusi berdarah(+)Sensorium : CM Pols : 80 x/menitTemp : 36,0CTD : 100/70 mmHgRR : 20 x/menit Susp. HemofiliaSusp. Von Willebrands diseaseSusp. Evans syndrome Tirah baringDiet MB+K+PIUFD NaCl 0.9% 2gtt/I ((makro)Injeksi Ranitidin 50g/inF VIII, F IX, F vWF

24.06.2014 Gusi berdarah ( +)Sensorium : CM Pols : 52 x/menitTemp : 36.0CTD : 90/55 mmHgRR : 20 x/menit Hemofilia Koate 3 amp @ 500 IU-

25.06.2014 Gusi berdarah (+) Sensorium : CM Pols : 84 x/menitTemp : 36.2CTD : 110/80 mmHgRR : 20 x/menit Hemofilia A Tirah baringDiet MB + K + PIUFD NaCl 0,9% 2gtt/I (macro)Inj. Ranitidin 50g/injPBJ

BAB 4KESIMPULAN

Muhammad Ikshan mengalami hemofilia tipe A sehingga OS mengalami gusi berdarah.

DAFTAR PUSTAKA1. Anonim, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, FK UI. Jakarta. Page: 1845-1848.2. Anonymous, Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillance And Control,International Leptospirosis Society, WHO, 2003.3. Anonymous, Leptospirosis, Harrisons Manual of Medicine International edition, Mc Graw Hill, New York, 2002, page: 463-464.4. Ashford D.A.et.al.,Asymtomatic Infection and Risk Factors for Leptospirosis in Nicaragua,American Journal Tropical Medicine and Hygiene , 2000, page : 249-254.5. Bovet.P., et al., Factor Assosiated with Clinical Leptospirosis, A Population Based Control Study in Seychelles, American Journal Tropical Medicine and Hygiene, 1999, page : 583-590.6. Esen Saban et al., Impact of Clinical and Laboratory Findings on Prognosis in Leptospirosis, Swiss Medical Weekly, 2004, page:347-352.7. Everard, C,Bennett, S.,Edward,C.,An Investigation of Some Risk Factor for SevereLeptospirosis on Bardabos, American Journal Tropical Medicine and Hygiene, 1992, page :13-22.8. Halo Internis, Ulah Leptospirosis , tahun 1 edisi ke-2/April-Juni 2004.9. Hatta M.dkk. Detection of IgM to Leptospira Agent with ELISA ang Leptodipstick Method, Ebers Papyrus, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan FK Universitas Tarumanegara , Vol.1 Maret 2002.10. Hauser, Kasper et al, 2005, Harrisons Principles of Internal Medicine 16 editions, Mc Graw Hill. New York. page 988-990.11. Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillans and Control. WHO and International Leptospirosis Society 2003.12. Kayser, et al, 2005, Medical Microbiology, thieme. page 328-330.13. Levett, Leptospirosis, Clinical Microbiology Reviews, 2001,page :296-326.14. P.E.C Manson-Bahr, Mansons Tropical Disease, Eighteenth Edition , The English Language Book Society and Bailliere Tindall London 1982, page : 425-426.

15. Sandra, Gompf, 2008, Leptospirosis, last up date August, 11, 2008. Download from www.emedicine.com/leptospirosis.html.16. Sarkar Urmimala et al., Population- Based Case-Control Investigation of Risk Factors for Leptospirosis during an Urban Epidemic, American Journal Tropical Medicine and Hygiene, 2002, page:605-610.17. Speelman Peter, Leptospirosis, Harrisons Principles of Internal Medicine, edisi 16, Mc. Graw-Hill, New York, 2005, page : 988-991.18. Thornley, C.N et al., Changing Epidemiology of Human Leptospirosis in New Zealand,Epidemiology Inect, 2002.19. Widarso HS dan Wilfried, Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam PenanggulanganLeptospirosis di Indonesia, Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis, Badan PenerbitUniversitas Diponegoro, 2002.

top related