addison
Post on 05-Aug-2015
77 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Addison Disease (AD) terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon korteks adrenal. Penyebab terbanyak
(75%) atrofi otoimun dan idiopatik, penyebab lain: operasi dua keelenjar adrenal atau
infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar adrenal, sekresi ACTH tidak adekuat.
Penghentian mendadak terapi hormon adrenokortika akan menekan respon normal
tubuh terhadap stress dan menggangu mekanisme umpan balik normal. Terapi
kortikosteroid selama dua sampai empat minggu dapat menekan fungsi korteks
adrenal. Insiden penyakit Addison adalah 4 per 100.000 penduduk, 50% pasien
dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya merupakan manifestasi dari
proses atoimun. Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon
korteks adrenal.
Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing-
masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita
hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat
dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak ter- dapat pada umur 30 – 50 tahun .
50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya
merupakan manifestasi dari proses atoimun.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan addison ?2. Bagaimana etiologi addison ?3. Bagaimana patofisiologi addison ?4. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan addison ?
1
1.3 Tujuan
1 Mahasiswa megetahui definisi addison
2 Mahasiswa mengetahui etiologi addison
3 Mahasiswa megetahui patofisiologi addison
4 Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan addison
1.4 Manfaat
1 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi addison
2 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang etiologi addison
3 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang patofisiologi addison
4 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan addison
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan
pada kelenjar adrenal (Black,1997) Penyakit Addison (juga dikenal sebagai
kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah
penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid
yang tidak cukup. Penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak. Nama penyakit
ini dinamai dari Dr Thomas Addison, dokter Britania Raya yang pertama kali
mendeskripsikan penyakit ini tahun 1855.
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal.
(Soediman,1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik,biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks
adrenal (keperawatan medical bedah, bruner, dan suddart edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison adalah kekurangan partikal sekresi hormon korteks
adrenal. Keadaan seperti ini terlihat pada hipoado tironisme yang hanya mengenal
zona glomeruluna dan sakresi aldosteron pada sindrom adrenogenetal dimana
gangguan enzim menghambat sekresi steoid (Patofisiologi Edisi 2 Hal 296)
Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/destruksi (kerusakan)
jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas)
atau tindakan pembedahan (Doenges, 1993).
Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang
menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron
normal (Doenges, 1993).
3
2.2 Etiologi
1. Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :
a. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur
b. Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-
kelenjar adrenal
c. Amyloidosis
d. Pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi
2. Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :
a. Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area
b. Kehilangan aliran darah ke pituitary
c. Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary
d. Operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus
e. Operasi pengangkatan kelenjar pituitary
Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi
pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker dari
kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada kasus ini,
sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan hormon pengganti harus
dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih kembali.
Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan
komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga
dua per tiga klien dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang
bereaksi secara spesifik menyerang jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan
suatu dasar autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus penyakit Addison
disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis, atau infeksi jamur sistemik.
4
Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak
diketahui. Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan
menyerang baik laki-laki maupun perempuan.
Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75%
penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal
umumnya terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
20% penyakit Addison dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara,
saluran GI, melanoma, atau lymphoma.
Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-hipotalamus.
Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan menggunakan
glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin. Penyebab lain termasuk
adrenalectomy bilateral, hipopituitari menghasilakan penurunan sekresi ACTH oleh
kelenjar pituitary, tumor pituitary atau infark, dan radiasi.
2.3 Tanda dan Gejala
1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun,
hipotensi, dan hipoglikemi.
2. Astenia (gejala cardinal) : kelemahan yang berlebih.
3. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar
matahari, biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku.
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan.
5. Hipotensi arterial ( TD : 80/50 mmHg/kurang).
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal.
Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan kalium yang dapat
ditandai oleh penurunan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut akibat dari
hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh
5
sianosis, panas dan tanda-tanda syok, pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan
lemah, pernafasan cepat serta tekanan darah rendah. Di samping itu, pasien dapat
mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-
tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani ynag sedikit
berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam.(
Keperawatan Medikal Bedah II, edisi 8, 2001 )
2.4 Patofisiologi
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari
6
kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium :
Diagnosis dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah dan
urin. Tes diagnostic fungsi adrenalkortikal meliputi:
1. Uji ACTH
Meningkat secara mencolok (primer) atau menurun (sekunder). Tes
skrining ini paling akurat untuk penyakit Addison. Prosedurnya sebagai
berikut: batas dasar plasma cortisol ditarik (waktu ‘0’). Kortisol plasma
merespon ACTH secara intravena, 45 menit kemudian sampel darah
diambil. Konsentrasi kortisol seharusnya lebih besar dari pada 20 µg/dl.
2. Plasma ACTH
Jika gagal menggunakan tes skrining, plasma ACTH dengan akurat akan
mengkategorisasikan dengan insufisiensi adrenal primer (tinggi), atau
sekunder (normal atau rendah).
3. Serum elektrolit
Serum sodium biasanya menurun, sementara potassium dan kalsium
biasanya meningkat. Walau pun demikian, natrium dan kalium yang
abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldosteron dan
kekurangan kortisol.
4. ADH meningkat
Aldosteron menurun, kortisol plasma menurun dengan tanpa respons
pada pemberian ACTH secara IM (primer) atau secara IV.
5. Glukosa: hipoglikemia
7
6. Ureum/ kreatini
mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).
Analisa gas darah : Asidosis metabolic
7. Sel darah merah (eritrosit): normositik,
anemia normokromik (mungkin tidak nyata/ terselubung dengan
penurunan volume cairan) dan hematokrit (Ht) meningkat (karena
hemokonsentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
8. Urine (24 jam)
17- ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik steroid
menurun. Kadar kortisol bebas menurun. Kegagalan dalam pencapaian atau
peningkatan kadar steroid urin setelah pemeriksaan dengan pemberian
ACTH merupakan indikasi dari penyakit Addison primer (atrofi kelenjar
adrenal yang permanen), walaupun peningkatan kadar ACTH memberikan
kesan penyebab supresi hormone sekunder. Natrium urin meningkat.
2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal
1. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur,
penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal.
2. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik
abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
3. Tes stimulating ACTH
Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk
sintetik dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang
disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai
60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan –
tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
8
4. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari
ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara
intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit
setelah suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder
memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon
– respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada
pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan
pada hypothalamus sebagai penyebab.
5. Sinar X
Jantung kecil, kalsifikasi kelenjar adrenal, atau TB (paru, ginjal)
mungkin akan ditemukan.
2.6 Penatalaksanaan
1. Medik
a) Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4
minggu dosis 12,5-50 mg/hr.
b) Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV.
c) Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortisol.
d) Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline.
e) Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral.
2. Keperawatan
a) Pengukuran TTV.
b) Memberikan rasa nyaman dengan mengatur / menyediakan waktu istirahat
pasien.
9
c) Meniempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai
ditinggikan.
d) Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam.
e) Fallow up : mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit
yang normal disertai regresi gambaran klinis.
f) Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang
menunjukan adanya krisis Addison.
10
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
1) Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang
mengalami krisis adrenal
2) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan
muntah.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia
maupun ca paru, payudara dan limpama
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah
pada gejala awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB
turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien
lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm)
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami
penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
6) Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)
a. Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi
otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping
hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
11
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b. Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
c. Sistem Pencernaan
· Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
· Abdomen :
I : Bentuk simetris
A: Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
d. Sistem muskuluskeletal dan integumen
Ekstremitas atas : terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
Penurunan tonus otot
Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas
dingin,cyanosis, pucat, terjadi piperpigmentasi di bagian distal
ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan mebran mukosa
e. Sistem Endokrin
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab.
Diagnostik ACTH meningkat
f. Sistem Eliminasi Uri
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik
urin
g. Eliminasi Alvi
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
12
h. Sistem Neurosensori
Pusning, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi
disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah),
letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam
keadaan krisis)
i. Nyeri / kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang,
abdomen, ekstremitas
j. Keamanan
Tidak to0leran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan
suhu, demam yang diikuti hipotermi (keadaan krisis)
k. Aktivitas / Istirahat
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari),
tidak mampu beraktivitas / bekerja. Peningkatan denyut jantung /
denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan kekuatan dan
rentang gerak sendi.
l. Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda
seks sekunder (berkurang rambut – rambut pada tubuh terutama
pada wanita) hilangnya libido
m. Integritas Ego
Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami,
termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang,
depresi, emosi tidak stabil.
3.1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan
cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena
kekurangan aldosteron)
13
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord
3. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme,
ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
4. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi,
perubahan karakteristik tubuh
5. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan
6. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot
7. Gx eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi pada tubulus
3.1.3 RENCANA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output
Tujuan japen : kebutuhan cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ± 4 jam
Tujuan japan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ± 7 jam
Kriteria hasil :
- Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)
- TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37 oC TD : 120/80 mmHg
- Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
- Turgor kulit elastis
- Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
- Membran mukosa lembab
- Warna kulit tidak pucat
- Rasa haus tidak ada
- BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H
- Hasil lab
Ht : W = 37 – 47 %
L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
14
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi,
kekuatan dari nadi perifer
R/ Hipotensi pastoral merupakan bagian dari hiporolemia akibat
kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai
akibat dari penurunan kolesterol
2) Ukur dan timbang BB klien
R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan
keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh
adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan
pengobatan strois
3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian
kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat
warna kulit dan temperaturnya
R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan
volume pengganti
4) Periksa adanya status mental dan sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan
terutama jaringan otak
5) Ouskultasi bising usus ( peristaltik khusus) catat dan laporan adanya
mual muntah dan diare
R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan
cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan
dan nutrisi
6) Berikan perawatan mulut secara teratur
15
R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan
mempertahankan kerusakan membrane mukosa
7) Berikan cairan oral diatas 300 cc/hr sesegera mungkin, sesuai dengan
kemampuan kx
R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan
cerna tersebut memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral
Kolaborasi
8) Berikan cairan, antara lain :
a) Cairan Na Cl 0,9 %
R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan
pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat
mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi
b) Larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
9) Berikan obat sesuai dosis
a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6
jam untuk 24 jam
R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan
meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan
kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung
b) Mineral kartikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr
peroral
R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang
telah mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan
gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin
maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi
muntah
16
11) Pantau hasil laborat
a) Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya
hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya
dehidrasi pada tubuh
b) Ureum / kreatin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi
terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan
gagal jantung
c) Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang
berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
d) Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium
dan air sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan
hiperkalemia
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid
Tujuan Japan : klien dapat mempertahankan asupan nutrisi dan
mengidentifikasi tanda – tanda perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan setelah dilakukan intervensi
selama ± 3 x 24 jam
Tujuan Japen : kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah
dilakukan tindakan intervensi japen selama ± 1 x 24
jam
Kriteria hasil :
- Tidak ada mual mutah
- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
- Hb : W : 12 – 14 gr/dl
- Nyeri kepala (-)
- Kesadaran kompos mentis
17
L : 13 – 16 gr/dl
Ht : W : 37 – 47 %
L : 42 – 52 %
Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl
Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl
Bising Usus : 5 – 12 x/menit
- TTV dalam batas normal
S : 36 – 372 oC)
( RR : 16 – 20 x/menit)
-
Intervensi
1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah
R/ Kekurangan kartisol dapat me nyebabkan fejala intestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran,
nagi yang cepat, nyeri kepala, sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu
pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan
glukokortikad
3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hati
R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh
kartisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat
badan dan terjadinya mal nutrisi
4) Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau
yang tidak sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan
makanan
6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak
7) Berikan Glukosa intravensi dan obat – obatan sesuai indikasi seperti
glukokortikoid
18
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian
glukokertikoid akan merangsang glukoogenesis, menurunkan
penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan glukosa sebagai
glikogen
8) Pantau hasil lab seperti Hb, Hi
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi
akibat reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.
c. Itoleransi aktivitas b/d penurunan O2 kejaringan otot kedalam
metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Tujuan : aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
- menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah
dilakukan tindakan
- TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg
Intervensi
1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat
dilakukan oleh klien
R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot,
menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan
munculnya ketidakseimbangan natrium kalium
2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika
curah jantung berkurang
3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat
dan melakukan aktivitas
R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung
19
4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik
dari pada berdiri selama melakukan aktivitas
R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan
mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
d. Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi,
perubahan karakteristik tubuh
Tujuan Japan : Individu dapat mengontrol dan mengidentifikasi tanda –
tanda Gx harga diri
Tujuan japen : Harga diri klien kembali positif setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi
pada tubuhnya
- Dapat beradaptasi dengan orang lain
- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.
Intervensi
1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keadaannya misal : perubahan penampilan dan peran
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah
oleh pasien
2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :
- Teknik relaksasi
- Visualisasi
- Imaginasi
R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan
koping.
3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam
penampilan diri sendiri
20
R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga
diri
4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal
menurunkan pigmentasi kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan
meningkatkan harga diri pasien
5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya
telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang
R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang
telah dilakukan
6) Kolaborasi
Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai
pendukubg
R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan
pasien untuk memelihara tingkah laku pasien.
21
e. Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen
Tujuan Japan : Individu mampu mengidentifikasi tanda – tanda
munculnya nyeri setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1 x 24 jam
Tujuan japen : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ± 2 jam
Kriteria hasil :
- Kx mengatakan nyeri berkurang
- Kx tidak menyeringai kesakitan
- TTV dalam batas normal
S : 36 – 372 oC
N : 80 – 100 x/menit
RR: 16 – 20 x/menit
Intervensi
1) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses
penyakit
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih
kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan
2) Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat
lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya
R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan
intervensi, menentukan efektifitas terapi
3) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti
imajinasi, misal musik yang lembut, relaksasi
R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu
pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif
22
4) Kolaborasi
Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai
dengan kebutuhannya.
R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.
f. Cemas b/d kurangnya pengetahuan
Tujuan Japan : Klien mampu menerima kondisinya dan menyatakan
bahwa Kx tidak cemas lagi.
Kriteria hasil :
- Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi
kurangnya percaya diri
- Px akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk
dilaporkan ke dokter
- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk
menurunkan terjadinya masalah
Intervensi
1) Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah
episode stres, diskusi teknik relaksasi
R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh
sistem saraf simatis, sehingga membatasi / mencegah respon
vasokonstriksi
2) Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat
R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan
mengevaluasi keefektifan
3) Kaji skala anxietas
R/ Mengetahui derajad kecemasan Kx
4) Sarankan Px tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam
makan, tidur dan latihan
23
R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk
emmahami bahwa aktivitas fisik yag tidak teratur dapat
meningkatkan kebutuhan hormon
5) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian
obat untuk sepanjang kehidupan Px.
R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px
untuk memasukkan perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya
hidup
6) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam
g. Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi
Tujuan Japan : eliminasi Kx adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam
Tujuan Japen : Elliminasi Kx adekuat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 6 jam
Kriteria hasil :
- Kx tidak lagi mengeluh Bak sedikit / kencing tidak lancar
Intervensi
1) Anjurkan pada Kx agar diet tinggi garam
R/ menambah retensi Na+
2) Anjurkan pada kx untuk minum banyak
R/ melancarkan aliran kencing lancar
3) Pemasangan kateter
R/ Agar kx dapat BAK dengan lancar
4) Obs. Input dan output
R/ Mengetahui keseimbangan cairan
5) Kolaborasi pemberian diuretik
R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK
24
BAB IVPENUTUP
4.1 Simpulan
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormon-hormon korteks adrenal.
Jadi tetaplah menjalankan pola hidup sehat untuk meminimalisir terinfeksinya
penyakit. Terutama terhadap penyakit Penyakit Addison ini.
Penyakit addison merupakan insufiensi adrenal yang berat dengan
ekserbasi yang tiba-tiba. Hal ini dapat menimbulkan kematian apabila tidak
segera ditangani.
4.2 Saran
Seorang perawat harus mengetahui konsep dasar penyakit dari addison dan
mampu meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada penyakit addison.
Selain itu perawat juga harus mampu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya maupun keluarga pasien agar memudahkan proses perawatan dan
mempercepat proses penyembuhan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah,Edisi 8 vol.1,
Jakarta : EGC.
http://ayusceeliia.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-klien-dengan.html
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan PasiEdisi 3. Jakarta : EGC.
http ://Saktya.blogspot.com/2011/11/Asuhan-Keperawatan-Addison.html
http ://askep-addison-disease_11.html
26
top related