3. bab 1 tinjauan pustaka spondilitis 3
Post on 30-Nov-2015
123 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
SPONDYLOSIS
1.1 Definisi
Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis
dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi
discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti
pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral,
dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). 1,2
Penyakit ini disebut juga spondilo-artritis, spondilo-artrosis, atau disebut juga sebagai
osteoarthritis vertebra (Rasjad, 2007).
1.2 Anatomi Vertebrae
Kolumna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyanggah kranium,
gelang bahu, ektremitas atas, dan dinding toraks serta melalui gelang panggul meneruskan berat
badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongganya terletak medula spinalis, radix nervi spinales,
dan lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh kolumna vertebralis.
Kolumna vertebralis terdiri atas 33 vertebra, yaitu 7 vertebra servikalis, 12 vertebra torasikus,
5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis (yang bersatu membentuk os sakrum), dan 4 vertebra
coccygis (tiga yang di bawahnya umumnya bersatu). Struktur kolumna ini fleksibel, karena
bersegmen dan tersusun atas vertebra, sendi, dan bantalan fibrokartilago yang disebut diskus
intervertebralis. Diskus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang kolumna.
Diskus ini paling tebal di daerah servikal dan lumbal, tempat banyak terjadinya gerakan kolumna
vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai diskus semielastis, yang terletak di antara korpus
vertebra yang berdekatan dan bersifat kaku namun lentur.
Walaupun memperlihatkan berbagai perbedaan regional, semua vertebra mempunyai pola
yang sama. Vertebra tipikal terdiri atas corpus yang bulat di anterior dan arcus vertebra di
posterior. Keduanya melingkupi sebuah ruang disebut foramen vertebralis, yang dilalui oleh
1
2
medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus vertebra terdiri atas sepasang pediculus yang
berbentuk silinder, yang membentuk sisi arcus, dan sepasang lamina gepeng yang melengkapi
arbus dari posterior. Arcus vertebra mempunyai tujuh processus, yaitu satu processus spinosus,
dua processus transversus, dan empat processus articularis.
Processus articularis superior terletak vertikal dan terdiri atas dua processus artikularius
superior dan dua processus artikularius inferior. Processus ini menonjol dari pertemuan antara
lamina dan pediculus, dan facies articularisnya diliputi oleh cartilage hyaline. Kedua processus
articularis superior dari sebuah arcus vertebra bersendi dengan kedua processus articularis,
inferior dari arcus yang ada di atasnya, membentuk sendi synovial.
Ciri-Ciri Vertebra Lumbalis Tipikal:
1. Corpus besar dan berbentuk ginjal
2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang
3. Lamina tebal
4. Foramina vertebrale berbentuk segitiga
5. Processus transversus panjang dan langsing
6. Processus spinosus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah ke belakang
7. Facies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan facies
articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral (Snell, 2006).
3
Gambar 1. Columna Vertebralis
Gambar 2. Struktur Columna Vertebralis Lumbal (Thompson)
1.3 Epidemiologi
Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis. Di Amerika
Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami spondilosis
4
lumbalis, meningkat dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di dunia, spondilosis lumbal
dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini meningkat, dan mungkin tidak dapat
dihindari, bersamaan dengan usia. Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit
vertebralis, yang sering terjadi setinggi T9-10. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita berusia 55-64
tahun mempunyai osteofit lumbalis. Kira-kira 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun
mengalami osteofit lumbalis.2
Rasio jenis kelamin pada keadaan ini bervariasi, namun hampir sama secara bermakna.
Spondilosis lumbalis ini sendiri muncul sebagai fenomena penuaan yang tidak spesifik.
Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara spondilosis dengan gaya
hidup, berat badan, tinggi badan, massa tubuh, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol,
atau riwayat reproduksi.2
1.4 Etiologi
Degenerasi diskus merupakan salah satu penyebab dari instabilitas, gerakan abnormal,
dan malalignment yang dapat mengakibatkan osteoarthritis facet join (Appley).
1.5 Faktor Resiko
Faktor penyebab dan predisposisi adalah:
1. adanya trauma pada sendi-sendi di vertebra.
2. adanya penyakit pada vertebra (penyakit Scheuermann) (Rasjad, 2007).
1.6 Patofisiologi
Penyakit degeneratif pada vertebra lumbal lebih sering ditemukan dimana terjadi kelainan
degenerasi pada sendi intervertebral (antara kedua badan vertebra) serta faset posterior yang
menimbulkan keadaan yang disebut osteoartritis. Pada sendi sentral terjadi degenerasi yang
menyebabkan penyempitan diskus intervertebralis dan hipertrofi pada pinggir sendi dengan
terbentukya osteofit. Akibat lain yang ditimbulkan adalah terjadinya instabilitas, hiperekstensi dan
penyempitan segmental dari vertebra. Juga dapat terjadi herniasi diskus intervertebralis. Osteofit yang
terjadi dapat memberikan tekanan pada foramen intervertebralis yang memberikan tekanan pada saraf
yang melewatinya (Rasjad, 2007).
5
1.7 Klasifikasi
5 tipe:
Tipe I defisiensi faset superior S1
Tipe II isthmic, defect pada pars interartikularis atau pemanjangan pada bagian tersebut
Tipe III degenerative umumnya di L4–L5
Tipe IV traumatik, other than at the pars;
Tipe V berhubungan dengan patologi (misalnya neoplasma)
• Amount of slip is graded by percentages into 4 grades: 0–25%,
26–50%, 51–75%, and 76–100% slip
• pasien dapat asimtomatis atau mengalami nyeri punggung atau nyeri kaki. Pasien muda
Patients may be asymptomatic or have back or leg pain; young
patients may have tight hamstrings and flexed hip and knee gait
• Radiographs show slip on lateral views and “collar” on “Scotty
dog” on oblique views with pars defects present
1.8 Gambaran Klinis
Osteoartritis lumbal dapat terjadi tanpa memberikan gejala-gejala yang jelas. Gejala yang
muncul biasanya akan sedikit sekali bahkan pada pasien yang dengan kasus lanjut. Umumnya
gejala-gejala berupa nyeri punggung bawah yang bertambah apabila penderita melakukan aktivitas,
misalnya saat berdiri atau berjalan. Dalam beberapa waktu, jarak saat berjalan akan bertambah
pendek, kadang-kadang secara mendadak pasien mengurangi langkahnya. Selain itu, juga
terdapat rasa kaku pada daerah punggung bawah. (Rasjad, 2007; 2)
Osteoartritis hipertrofi dari facet join dapat mengakibatkan akar saraf terjepit pada recessus
lateral atau foramen intervertebral (Appley). Apabila terdapat jepitan pada saraf akibat penyempitan
maka akan menimbulkan gejala nyeri radikuler. Gejala dan tanda yang menetap yang tidak
berhubungan dengan postur tubuh disebabkan oleh penekanan permanen pada akar saraf. Gejala
dan tanda yang intermiten muncul ketika pasien berdiri, termasuk nyeri pinggang bawah, nyeri
alih, atau kelemahan pada punggung. Gejala-gejala ini berhubungan dengan penyempitan
6
recessus lateralis saat punggung meregang. Oleh karena itu, gejala-gejala akan dipicu atau
diperburuk oleh postur tubuh yang diperburuk oleh lordosis lumbal, termasuk berdiri, berjalan
terutama menuruni tangga atau jalan menurun, dan termasuk juga memakai sepatu hak tinggi.
Nyeri pinggang bawah adalah keluhan yang paling umum muncul dalam waktu yang
lama sebelum munculnya penekanan radikuler. Kelemahan punggung merupakan keluhan
spesifik dari pasien dimana seolah-olah punggung akan copot, kemungkinan akibat sensasi
proprioseptif dari otot dan sendi tulang belakang. Kedua keluhan, termasuk juga nyeri alih (nyeri
pseudoradikuler) disebabkan oleh instabilitas segmental tulang belakang dan akan berkurang
dengan perubahan postur yang mengurangi posisi lordosis lumbalis : condong ke depan saat
berjalan, berdiri, duduk atau dengan berbaring. Saat berjalan, gejala permanen dapat meluas ke
daerah dermatom yang sebelumnya tidak terkena atau ke tungkai yang lain, menandakan
terlibatnya akar saraf yang lain. Nyeri tungkai bawah dapat berkurang, yang merupakan
fenomena yang tidak dapat dibedakan. Karena pelebaran foramina secara postural, beberapa
pasien dapat mengendarai sepeda tanpa keluhan, pada saat yang sama mengalami gejala
intermiten hanya setelah berjalan dengan jarak pendek. 2
Claudicatio intermiten neurogenik dialami oleh 80% pasien, tergantung kepada beratnya
penyempitan canalis spinalis. Tanda dan gejala yang mengarahkan kepada hal tersebut adalah
defisit motorik, defisit sensorik, nyeri tungkai bawah, dan kadang-kadang terdapat inkontinensia
urin. Beristirahat dengan posisi vertebra lumbalis yang terfleksikan dapat mengurangi gejala, tapi
tidak dalam posisi berdiri, berlawanan dengan claudicatio intermiten vaskuler. Claudicatio
intermiten neurogenik disebabkan oleh insufisiensi suplai vaskuler pada satu atau lebih akar saraf
dari cauda equina yang terjadi selama aktivitas motorik dan peningkatan kebutuhan oksigen yang
berhubungan dengan hal tersebut. Daerah fokal yang mengalami gangguan sirkulasi tersebut
muncul pada titik tempat terjadinya penekanan mekanik, dengan hipereksitabilitas neuronal yang
berkembang menjadi nyeri atau paresthesia. Demielinasi atau hilangnya serat saraf dalam jumlah
besar akan berkembang menjadi kelemahan atau rasa kebal. Efek lain dari penekanan mekanik
adalah perlekatan arachnoid yang akan memfiksasi akar saraf dan menganggu sirkulasi CSF di
sekitarnya dengan akibat negatif pada metabolismenya. 2
Pada pemeriksaan hanya ditemukan kelainan yang ringan pada otot-otot punggung bawah serta
gangguan pergerakan tulang belakang.
7
1.9 Pemeriksaan Payudara
1.7.1 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
- X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan dengan komplikasi.1
- Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy absorptiometry scan [DEXA])
memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di daerah yang digunakan untuk pengukuran
densitas untuk pemeriksaan tulang belakang. Osteofit menghasilkan gambaran massa
tulang yang bertambah, sehingga membuat hasil uji densitas tulang tidak valid dan
menutupi adanya osteoporosis.1
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk
menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis
dan facet joint, menunjukkan spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis,
dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat
ditentukan dengan metode ini.2
Pada foto rontgen didapatkan adanya kelainan berupa penyempitan ruangan
intervertebralis serta adanya osteofit (Appley; Rahsjad, 2007).
8
CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan tampak
struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk canalis
spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis,
lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat. 2
MRI dapat mengevaluasi isi canalis spinalis.
Gambar 3. Spinal canal stenosis-Sagittal MRI
Gambar 4. Lumbar Spondylosis
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada indikasi pemeriksaan laboratorium.1
9
3. Pemeriksaan Lainnya
Elektromiografi (EMG) dan nerve conduction velocity (NCV) hanya digunakan pada
keadaan dengan komplikasi). 1
1.10 Diagnosis
1.11 Diagnosis Banding
Facet syndrome
Low back pain (muscular)
Spinal stenosis
Lumbar disk herniation
1. psikogenik
2. viserogenik
3. vaskulogenik
4. Neurogenik
1.12 Staging
1.13 Penatalaksanaan
Gejala-gejala radikuler dan claudicatio intermitten neurogenik lebih mudah berkurang
dengan pengobatan daripada nyeri punggung, yang menetap sampai pada 1/3 pasien.2 Tujuan
pengobatan adalah membantu penderita untuk mengetahui keadaan penyakitnya untuk
memberikan dukungan psikologis, mengurangi nyeri, meningkatkan fungsi tulang belakang dan
merehabiltasi penderita.
a. Pengobatan konservatif
Pengobatan ini terdiri dari pemberian obat-obatan untuk menghilangkan nyeri
(analgesik), manipulasi, pemakaian alat-alat bantu ortopedi seperti korset yang dapat mengurangi
lordosis lumbalis sehingga dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Pada
10
beberapa kelompok pasien, perbaikan yang mereka rasakan cukup memuaskan dan jarak saat
berjalan cukup untuk kegiatan sehari-hari. 2
Injeksi facet join menggunakan anestesi lokal dan kortikosteroid dapat memberikan
keuntungan dalam jangka pendek dan beberapa mengurangi gejala hingga lebih dari 1 tahun.
Jika muncul gejala terkenanya akar saraf, maka diindikasikan untuk bed rest total selama
dua hari. Jika hal tersebut tidak mengatasi keluhan, maka diindikasikan untuk bedah eksisi.
b. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-gejala
permanen khususnya defisit mototrik.2 Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa
komplikasi.1
Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan dengan nervus
skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.1
- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin terjadi
hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari normal.
- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen sampai
kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang diinduksi osteofit.
- Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis adalah
komplikasi yang mungkin terjadi.
- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta dapat
menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika osteofit muncul
kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi dari osteofit-osteofit
tersebut, sehingga tidak nampak lagi.
- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.
Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena
pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi
yang dapat dilakukan anatara lain:2
Operasi dekompresi
Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil
Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil
11
Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis spinalis
dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen intervertebralis, dekompresi selektif dari akar
saraf.
1) Dekompresi kanalis spinalis2
Laminektomi adalah metode standar untuk dekompresi kanalis spinalis bagian tengah.
Keuntungannya adalah biasanya mudah dikerjakan dan mempunyai angka kesuksesan yang
tinggi. Angka kegagalan dengan gejala yang rekuren adalah ¼ pasien setelah 5 tahun. Terdapat
angka komplikasi post operatif non spesifik dan jaringan parut epidural yang relatif rendah.
Secara tradisional, laminektomi sendiri diduga tidak menganggu stabilitas spina lumbalis,
selama struktur spina yang lain tetap intak khususnya pada pasien manula. Pada spina yang
degeneratif, bagian penting yang lain seperti diskus intervertebaralis dan facet joint seringkali
terganggu. Hal ini dapat menjelaskan adanya spondilolistesis post operatif setelah laminektomi
yang akan memberikan hasil yang buruk.
Laminektomi dikerjakan pada keadaan adanya spondilolistesis degeneratif atau jika
terdapat kerusakan operatif dari diskus atau facet joint. Terdapat insiden yang tinggi dari
instabilitas post operatif. Dengan menjaga diskus bahkan yang sudah mengalami degenerasi,
nampaknya membantu stabilitas segmental (Goel, 1986). Untuk alasan inilah maka discectomy
tidak dianjurkan untuk stenosis spinalis lumbalis dimana gejalanya ditimbulkan oleh protrusio
atau herniasi, kecuali diskus yang terherniasi menekan akar saraf bahkan setelah dekompresi
recessus lateralis.
Jaringan parut epidural muncul setelah laminektomi dan kadang-kadang berlokasi di
segmen yang bersebelahan dengan segmen yang dioperasi. Jika jaringan parut sangat nyata, hal
ini disebut dengan “membran post laminektomi”. Autotransplantasi lemak dilakukan pada
epidural oleh beberapa ahli bedah untuk mengurangi fibrosis. Walaupun beberapa telah berhasil,
pembengkakan lemak post operatif dapat mengakibatkan penekanan akar saraf.
Dekompresi harus dilakukan pada pasien dengan osteoporosis. Sebaiknya dilakukan
dengan hati-hati karena instabilitas post operatif sangat sulit diobati.
Laminektomi dengan facetectomy parsial adalah prosedur standar stenosis
laminektomi tunggal cukup untuk stenosis kanalis spinalis, sehingga biasanya digabungkan
dengan beberapa bentuk facetectomy parsial. ”Unroofing” foramen vertebralis dapat dikerjakan
12
hanya dari arah lateral sebagaimana pada herniasi diskus foramina. Kemungkinan cara yang lain
dikerjakan adalah prosedur laminoplasti dengan memindahkan dan memasukkan kembali
lengkung laminar dan processus spinosus.
2) Dekompresi selektif akar saraf 2
Kecuali terdapat penyempitan diameter sagital kanalis spinalis, dekompresi selektif akar
saraf sudah cukup, khususnya jika pasien mempunyai gejala unilateral. Facetectomy medial
melalui laminotomi dapat dikerjakan. Biasanya bagian medial facet joint yang membungkus akar
saraf diangkat.
Komplikasi spesifik prosedur ini antara lain insufisiensi dekompresi, instabilitas yang
disebabkan oleh pengangkatan 30-40% dari facet joint, atau fraktur fatique dari pars artikularis
yang menipis.
3) Dekompesi dan stabilisasi2
Laminektomi dapat digabungkan dengan berbagai metode stabilisasi. Sistem terbaru
menggunakan skrup pedikuler, sebagaimana pada sistem yang lebih lama seperti knodt rods,
harrington rods dan Luque frame dengan kawat sublaminer.
Laminektomi spondilolistesis degeneratif dan penyatuan prosesus intertranvesus dengan
atau tanpa fiksasi internal adalah prosedur standar. Untuk alternatifnya dapat dilakukan
penyatuan interkorpus lumbalis posterior atau penyatuan interkorpus anterior. Beberapa ahli
mengatakan, laminektomi dengan penyatuan spinal lebih baik daripada laminektomi tunggal
karena laminektomi tunggal berhubungan dengan insiden yang tinggi dari spondilolistesis
progresif.
Komplikasi prosedur stabilisasi termasuk di dalamnya kerusakan materi osteosintetik,
trauma neurovaskuler, fraktur prosesus spinosus, lamina atau pedikel, pseudoarthrosis, ileus
paralitik, dan nyeri tempat donor graft iliakus. Degenerasi dan stenosis post fusi dapat muncul
pada segmen yang bersebelahan dengan yang mengalami fusi yang disebabkan oleh
hipermotilitas. Walaupun hasil percobaan mendukung teori ini, efek klinis dari komplikasi ini
masih belum dapat diketahui.
Berbeda dari spondilolistesis degeneratif dimana dekompresi dan stablisasi adalah
prosedur yang dianjurkan, tidak terdapat konsensus bahwa hal ini merupakan pengobatan yang
13
paling efektif. Stenosis spinalis lumbalis diterapi dengan pembedahan dalam rangkaian operasi
yang banyak dengan hasil jangka pendek yang baik. Namun demikian, setelah lebih dari 40
tahun, penelitian dna pengalaman dalam terapi, etiologinya masih belum dapat dimengerti secara
jelas dan juga, definisi dan klasifikasi masih belum jelas karena derajat stenosis tidak selalu
berhubungan dengan gejala-gejalanya.
Sembilan puluh persen penderita dengan kelainan degeneratif pada tulang belakang lumbal akan
mengalami pemulihan tanpa tindakan operasi, sehingga tindakan operasi diakukan hanya pada indikasi
tertentu seperti:
1. Pada pasien dengan gejala-gejala permanen yang bertambah saat berdiri atau
menyebabkan claudicatio intermitten neurogenik dekompresi dan stabilisasi
2. Pada pasien tanpa gejala-gejala yang permanen tapi dengan gejala intermitten yang jelas
berhubungan dengan postur dilakukan prosedur stabilisasi, terutama jika keluhan
membaik dengan korset lumbal
3. hilangnya kontrol kandung kencing dan usus akibat herniasi diskus yang merupakan tindakan
segera.
4. terdapat kelainan neurologis yang progesif.
5. Adanya skiatika dan nyeri yang sangat mengganggu.
c. Rehabilitasi dan Fisioterapi
Penurunan berat badan dan latihan untuk memperbaiki postur tubuh dan menguatkan
otot-otot abdominal dan spinal harus dikerjakan bersama dengan pengobatan baik konservatif
maupun pembedahan. Memperkuat vertebra dan otot abdomen dapat memperkecil kejadian
ulang (Appley).
1.14 Prognosis
1.15 Pencegahan
top related