136034912-ai-cr
Post on 08-Feb-2016
35 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Insufisiensi Aorta(Regurgitasi Aorta)
Penyebab terbanyak insufisiensi aorta atau regurgitasi aorta selama dekade
terakhir ini adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan daun–daun katup dan
pangkal aorta juga bisa menyebabkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronis
terlihat fibrosis dan retraksi daun–daun katup dengan atau tanpa kalsifikasi yang
umumnya merupakan sekuele demam reumatik. Kelainan–kelainan seperti kelainan
jaringan mesodermal yang mempengaruhi inti jaringan penyambung dari daun–daun
katup juga dapat menimbulkan insufisiensi. Contohnya katup aorta bikuspid
kongenital, endokarditis akut dan sindroma marfan. Pada katup aorta bikuspid
kongenital, daun katup bisa prolaps kearah ruang ventrikel kiri.1, 2
Insufisiensi aorta kronis mengakibatkan peningkatan secara gradual volume
akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini jantung melakukan
penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Peningkatan
volume diastolik akhir dapat dihubungkan dengan peningkatan minimal dari tekanan
darah pada keadaan dini. Kelenturan diastolik ventrikel kiri meningkat dan
kompensasi yang berupa hipertrofi ventrikel kiri bisa menormalkan tekanan dinding
sistolik. Pada insufisiensi aorta kronis tahap lanjut faktor miokard primer atau lesi
sekunder seperti penyakit koroner dapat menekan kontraktilitas miokard ventrikel kiri
dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi.
Selanjutnya dapat menimbulkan peningkatan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena
pulmonal.1,3
Perubahan–perubahan hemodinamik insufisiensi aorta akut dibedakan dari
keadaan kronis. Jika kerusakan akut timbul pada penderita tanpa riwayat insufisiensi
sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap
insufisiensi aorta. Dengan demikian peningkatan secara tiba–tiba dari tekanan
diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.1
Epidemiologi
Karl dkk melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi
aorta yang berat, didapatkan mortality rate lebih tinggi dari yang diharapkan (10
tahun, 34 ± 5 %, p < 0,001) dan angka kesakitan meningkat tinggi pada pasien yang
diterapi secara konservatif. Prediksi angka harapan hidup pasien tergantung dari
umur, kelas fungsional, index comorbidity, fibrilasi atrium, diameter sistolik akhir
ventrikel kiri.4 Studi yang dilakukan oleh grup Framingham berdasarkan hasil
pemeriksaan ekokardiografi mendapatkan kejadian insufisiensi aorta 13 % pada pria
dan 8,5 % pada wanita.3
Etiologi2, 4
Regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam
kelainan yaitu :
Patofisiologi4
Dilatasi dari ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta,
bertujuan untuk mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan ventrikel
kiri. Pada saat aktivitas, denyut jantung dan resistensi vaskular perifer menurun
sehingga curah jantung bisa terpenuhi.
Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri
pulmonal, ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung
menurun walaupun pada waktu istirahat
2
Gambar 1. Patofisiologi regurgitasi aorta sehingga terjadi LV failure melalui regurgitasi diastolik. LV: Left Ventricle, LVET: Left Ventricle Ejection Time, Ao: Aortic, LVEDP: Left Ventricle End Diastolic Pressure (Kutip 4).
Gejala Klinis2, 4, 5
Pemeriksaan jasmani menunjukkan nadi seler dengan tekanan nadi yang besar
dan tekanan diastolik rendah, gallop dan bising diastolik timbul akibat besarnya curah
sekuncup dan regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri. Bising diastolik lebih keras
terdengar di garis sternal kiri bawah atau apeks pada kelainan katup, sedang pada
dilatasi pangkal aorta, bising terutama terdengar di garis sternal kanan. Bila ada ruptur
daun katup, bising ini sangat keras.
Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah
sekuncup meningkat (tidak selalu merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan antara
regurgitasi aorta yang besar dan aliran darah dari katup mitral menyebabkan bising
mid/late diastolic (bising Austin Flint). Hal ini terjadi akibat proses kronik seperti
penyakit jantung reumatik sehingga jantung sempat melakukan mekanisme
3
kompensasi. Tapi bila kegagalan ventrikel sudah muncul, timbullah keluhan sesak
napas pada waktu melakukan aktivitas dan sekali-sekali timbul nocturnal dyspnea.
Keluhan akan semakin memburuk antara 1-10 tahun berikutnya. Angina pectoris
muncul pada tahap akhir penyakit akibat rendahnya tekanan arteri dan timbulnya
hipertrofi ventrikel kiri.
Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan
gambaran LV strain pattern. Foto dada memperlihatkan adanya pembesaran ventrikel
kiri, elongasi aorta, dan pembesaran atrium kiri. Ekokardiografi menunjukkan adanya
volume berlebih pada ventrikel kiri dengan dimensi ventrikel kiri yang sangat melebar
dan gerakan septum dan dinding posterior ventrikel kiri yang hiperkinetik.
Kadang-kadang daun katup mitral anterior atau septum interventrikular bergetar halus
(fluttering).
Tanda kebocoran perifer yang dapat ditemukan pada regurgitasi aorta adalah :
- Tekanan nadi yang melebar
- Nadi Quincke
- Tanda Hill
- Tanda Traube (pistol shot sound)
- Tanda Duroziez
- Tanda de Musset
- Tanda Muller
Penatalaksanaan2, 4, 6, 7
1. Pengobatan Medikamentosa
Digitalis harus diberikan pada regurgitasi berat dan dilatasi jantung walaupun
asimtomatik. Regurgitasi aorta karena penyakit jantung reumatik harus mendapat
pencegahan sekunder dengan antibiotik. Juga terhadap kemungkinan endokarditis
bakterialis bila ada tindakan khusus. Pengobatan dengan vasodilator seperti
nifedipine, felodipine, dan ACE inhibitor dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari
ventrikel kiri dan mengurangi beban di ventrikel kiri sehingga dapat memperlambat
progresifitas dari disfungsi miokardium.
4
2. Pengobatan Pembedahan
Hanya pada regurgitasi aorta akibat diseksi aorta, reparasi katup aorta bisa
dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya, katup
aorta umumnya harus diganti dengan katup artifisial.
Timbulnya keluhan, terutama sesak napas, merupakan indikasi operasi. Tapi
pasien dengan regurgitasi berat pun bisa asimtomatik, padahal ventrikel kiri sudah
dilatasi dan hipertrofi sehingga bisa mengakibatkan fibrosis otot jantung apabila
dibiarkan. Bila ekokardiografi menunjukkan dimensi sistolik ventrikel kiri < 55 mm
atau fractional shortening 25% dipertimbangkan untuk tindakan operasi sebelum
timbul gagal jantung. Studi jangka panjang terhadap pasien dengan regurgitasi aorta
dengan pembedahan memberikan hasil yang baik. Dari 125 pasien yang diikuti
selama 13 tahun didapatkan mortality rate 2,5% per pasien setahun. Prediksi yang
baik didapatkan pada pasien dengan umur muda, index end systolic angiografi kurang
dari 120 ml/m2 sebelum operasi dan dimensi end diastolic berkurang post operasi
lebih dari 20%. Dari data yang ada ternyata hasil akhir pembedahan pada wanita
dengan mengganti katup aorta lebih jelek dibandingkan pria. Sebagai contoh dari
suatu studi terhadap 51 wanita dan 198 pria, didapatkan tindakan bedah lebih sering
terhadap wanita dengan gejala yang berat tetapi kematian setelah tindakan bedah pada
wanita dan pria adalah sama.
Secara umum rekomendasi untuk tindakan pengobatan dan pembedahan:
pasien dengan pembesaran ventrikel kiri (LV end diastolic dimention besar > 65 mm)
dan normal fungsi sistolik dapat diterapi dengan vasodilator. Pembedahan dilakukan
terhadap pasien dengan pembesaran ventrikel kiri yang progresif, dimensi diastolik
akhir lebih > 70 mm, dimensi sistolik 50 mm dan EF 50%. Pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri yang simtomatis harus dilakukan penggantian katup setelah periode
pengobatan intensif dengan digitalis, diuretik dan vasodilator untuk mencegah
timbulnya gejala gagal jantung.
5
Gambar 2. Manajemen penderita insufisiensi aorta (Kutip 8)
6
Ilustrasi Kasus
Seorang pasien pria, umur 23 tahun, masuk HCU bagian penyakit dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 19 April 2008 dengan :
Keluhan utama : Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu, terutama bila beraktifitas.
Sesak nafas saat aktifitas mulai dirasakan sejak usia 6 tahun, terutama bila
berolahraga dan berjalan dengan cepat, sesak nafas berkurang bila beristirahat
namun 10 hari ini sesak nafas juga dirasakan saat beristirahat. Pasien susah
tidur karena sesak nafas sejak 10 hari yang lalu dan tidur minimal
menggunakan 2 bantal. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca, stres emosi
atau makanan tertentu serta tidak disertai batuk.
Dada sering berdebar kencang sejak usia 6 tahun, terutama bila berolahraga
dan berjalan cepat, berkurang dengan istirahat namun dada berdebar kencang
terasa terus menerus sejak 10 hari yang lalu.
Badan terasa cepat letih dalam aktifitas sehari-hari sejak 1 tahun yang lalu.
Kaki terasa sedikit sembab sejak 2 minggu yang lalu dan telah berkurang 3
hari yang lalu.
Nafsu makan berkurang sejak sakit.
Kadang dada terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu, tidak rasa ditusuk, tidak terus
menerus. Sekarang dada tidak terasa nyeri lagi.
Demam tidak ada.
Sakit kepala atau pusing tidak ada.
Mual atau muntah tidak ada.
Buang air besar biasa, 1 kali/hari, konsistensi lunak, warna kuning.
Buang air kecil biasa, frek 4-6 kali/hari, warna kuning muda, jernih.
Pasien telah dirawat sebelumnya di RS Suliki selama 7 hari dan RS
Payakumbuh selama 2 hari untuk selanjutnya dirujuk ke RS Dr. M. Djamil.
Pasien tidak tahu nama obat yang dikonsumsi ketika dirawat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
7
Tidak ada riwayat demam dengan nyeri sendi sebelumnya.
Tidak ada riwayat kebiruan pada wajah atau tangan ketika sesak nafas saat
aktifitas berat.
Tidak pernah dirawat sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat sakit jantung.
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :
Pasien seorang pedagang kain di Suliki. Pasien juga seorang mahasiswa
semester 4 dari universitas terbuka di Suliki.
Pasien anak ke-4 dari 7 bersaudara.
Pemeriksaan umum :
Kesadaran : CMC Keadaan umum : SedangTekanan Darah : 150/20 mmHg Keadaan gizi : kurangNadi : 100 x/mnt, teratur,
Pulsus celer (+)Tinggi BadanBerat Badan
: 154 cm 35 kg
Suhu : 36,7oC Edema : (-) Pernafasan : 32 x/mnt Anemis : (-)Sianosis : (-) Ikterik : (-)
Kulit : Tidak ditemukan kelainanKelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaranKepala : Tampak bergerak menyentak secara ritmik (de Musset’s
sign)Rambut : Tidak ditemukan kelainanMata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik Telinga : Tidak ditemukan kelainanHidung : Tidak ditemukan kelainanTenggorokan : Tampak pulsasi uvula saat sistolik (Muller’s sign)Gigi dan mulut : Caries (+) Leher : JVP 5 + 2 cmH2O, Kelenjar tiroid tidak membesar
Dada : PARU Inspeksi : Asimetris, lapangan paru kiri bawah lebih menonjol
(voussoure cardiaque). Palpasi : Fremitus meningkat kiri dan kanan setinggi RIC VI ke
bawah Perkusi : Redup kiri dan kanan setinggi RIC VI ke bawah Auskultasi : Bronkovesikuler, Ronkhi basah halus tidak nyaring (+)
setinggi RIC VI kebawah, Wheezing (-)JANTUNG Inspeksi : Iktus terlihat 2 jari lateral LMCS RIC VI
8
Palpasi : Iktus teraba 2 jari lateral LMCS RIC VI, kuat angkat, luas 2 jari, thrill (+)
Perkusi : Kiri : 2 jari lateral LMCS RIC VIKanan : LSD Atas : RIC II sinistra, pinggang jantung (-)
Auskultasi : Irama reguler, M1 meningkat.- Bising (+) mid diastolik grade III/6, low pitch, rumbling,
decresendo, punktum maksimum di LSD RIC II menjalar ke LSS RIC III.
- Bising (+) late diastolik grade III/6, low pitch, rumbling, decresendo, punktum maksimum di apeks (2 jari lateral LMCS RIC VI), tidak menjalar (Austin Flint murmur).
PERUT Inspeksi : Tidak membuncit Palpasi : Hepar teraba 1 jari bac, pinggir tajam, permukaan rata,
konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Lien tidak teraba Perkusi : Timpani Auskultasi : Bising usus normal Punggung : Nyeri tekan CVA (-), Nyeri ketok CVA (-)Alat Kelamin : Tidak ditemukan kelainanAnus : Tidak ditemukan kelainanAnggota Gerak : R.Fis (+/+) R.Pat (-/-) edema pretibia (-/-)
- Suara sistolik dan diastolik yang keras (pistol shot sound) pada auskultasi di atas A. femoralis (Traube’s sign).
- Warna merah dan pucat silih berganti pada dasar kuku ketika ujung kuku ditekan (Quincke’s pulse).
- Bruit sistolik di atas A. femoralis pada auskultasi (Duroziez’s sign).
Laboratorium:
Hemoglobin : 14,1 g% Natrium : 118 mEq/l Lekosit Hitung jenis Hematokrit
:::
9.900/mm3 Ureum : 76 mg%0/1/2/64/25/8 Chlorida : 80 mEq/l43% Kreatinin : 1,0 mg%
Trombosit : 293.000/mm3 Kalium : 4,7 mEq/l
Urinalisis:
Leukosit : (-) negative Protein : (-) negatifEritrositSilinderKristalEpitel
::::
(-) negatif(-) negatif(-) negatif(+) gepeng
GlukosaBilirubinUrobilin
:::
(-) negatif(-) negatif(+) positif
Feses:
Makroskopis:
9
Warna : CoklatKonsistensiDarahLendirMikrokopis:Cacing
:::
:
lunak(-) negatif(-) negatif
(-) negative
Exp rontgen thorax PA (11 April 2008):
- Cor membesar
- Paru-paru tanda bendungan perihiler kanan
- Sinus dan diafragma baik
Kesan: - Cor membesar
- Paru-paru tanda bendungan
- Decomp cordis kiri-kanan?
EKG:
IramaHRAxis
:::
Sinus100 x/menitNormal
Segmen STT inverted
::
isoelektrik(+) asimetris: I, aVL, V6
Gelombang P : Tinggi 0,2 mV lebar 0,08 detik
SV1+RV5/V6R/S V1
::
> 35 mm< 1
PR intervalKompleks QRS
::
0,20 detik0,08 detik, gel RSRI: I, aVL, V5
Kesan : - LV strain- LBBB- LVH
Diagnosis Kerja:
- Primer
Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta,
irama sinus ec penyakit jantung kongenital
- Sekunder
Left Bundle Branch Block (LBBB)
Hiponatremia ec low intake
Malnutrisi
Diagnosis Banding:
Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta,
irama sinus ec penyakit jantung reumatik
10
Terapi:
- Istirahat/ Diet Jantung II/ O2 3 liter/menit
- Koreksi NaCl 3% 12 jam/colf
- IVFD Dext 5% 12 jam/colf
- Furosemid 1 x 20 mg, iv
- Captopril 2 x 6,25 mg, po
- KCl 1 x 600 mg, po
- Alprazolam 2 x 0,25 mg, po
- Bisacodyl 1 x 10 mg, po
- Pasang kateter urin
Pemeriksaan anjuran:
- Periksa Na dan K ulang
- Periksa ASTO dan CRP
- Cor analisis
- Ekokardiografi
FOLLOW UP
Tanggal 21/04/08
A/ : - Sesak nafas masih terasa.
- Dada masih terasa berdebar kuat namun berkurang.
- Nyeri dada tidak ada.
- Makan tidak habis.
Pf/: TD : 140/20mmHg Nf : 28 x/mnt Nd : 96 x/mnt T: 36,8 C
JVP 5 + 0 cmH2O
Paru: ronkhi (-)
Anggota gerak: edema pretibia (-/-)
Hasil laboratorium:
NatriumKaliumLED
:::
133 mEq/l 3,9 mEq/l 45 mm/1 jam
Kesan: - Klinis membaik
- Natrium telah terkoreksi
- Terdapat kemungkinan proses inflamasi akut atau kronik
11
Th/: - Bisoprolol 1 x 2,5 mg, po.
- Terapi lain dilanjutkan.
Tanggal 22/04/08
An/: Sesak nafas tidak ada saat istirahat.
Laboratorium:
ASTOCRP
::
(-) negatifReagen habis
Kesan: tidak terdapat infeksi streptococcus pyogen
Keluar hasil cor analisis:
- Cor tampak membesar (ke kanan-kiri).
- Kedua hilus tampak melebar dengan kranialisasi.
- Esofagus tampak terdorong pada bagian tengah (pembesaran atrium kiri) dan
bawah (pembesaran ventrikel kiri).
- Ruang retrosternal terisi > ⅓ bagian.
Kesan: - Cardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru (MI?).
Tanggal 23/04/08
Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi:
Hasil: - Left ventrikel hipertropi dan dilatasi.
- Kontraktilitas left ventrikel menurun, ejeksi fraksi 31%.
- Global hipokinetik.
- Aorta regurgitasi severe.
- Katup aorta ada 3 dengan prolap katup NCC (non coronary cuspis) aorta
- E/A < 1.
Final Conclusion: - Dilatasi dan hipertrofi LV ec AR severe.
- Prolap katup NCC aorta
- MR trivial.
- Disfungsi sistolik dan diastolik.
- Efusi perikard minimal.
Th/: - Digoxin 2 x 0,125 mg, po.
- Terapi lain dilanjutkan.
- Dianjurkan operasi ganti katup artifisial.
12
Tanggal 26/04/08
An/ : - Batuk atau sesak nafas tidak ada.
- Demam tidak ada.
- Makan habis.
Pf/: TD : 130/30mmHg Nf : 22 x/mnt Nd : 90 x/mnt
T: 36,8 C BB: 35 kg
JVP 5 - 2 cmH2O
Paru: vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
EKG:
IramaHRAxis
:::
Sinus90 x/menitNormal
Segmen STT inverted
::
isoelektrik(+) asimetris: I, aVL
Gelombang P : Tinggi 0,2 mVLebar 0,08 detik
SV1+RV5/V6R/S V1
::
> 35 mm< 1
PR intervalKompleks QRS
::
0,20 detik0,08 detik, gel RSR’: I, aVL, V6
Kesan: Perbaikan fungsional jantung menjadi kelas II
Th/: - Istirahat/Diet jantung III
- Furosemid 1 x 40 mg, po
- Captopril 2 x 6,26 mg, po
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg, po
- Spironolakton 1 x 12,5 mg, po
- Digoxin 2 x 0,125 mg, po
- KCl 1 x 600 mg, po
- Alprazolam 2 x 0,25 mg
- Bisacodyl 1 x 10 mg,po
R/: pindah ke ruang rawatan biasa.
Tanggal 29/04/08
An/: Demam dan nyeri sendi tidak ada.
Hasil laboratorium:
13
LeukosithsCRPNatriumKalium
::::
8.000/mm3
9,48 mg/L (normal ≤ 10 mg/L) 137 mEq/L 4,4 mEq/L
Kesan: tidak terdapat proses infeksi atau inflamasi akut
Tanggal 03/05/08
A/ : - Sesak nafas tidak ada.
- Dada kadang masih terasa berdebar kuat.
- Nyeri dada tidak ada.
- Demam tidak ada.
- Makan kadang tidak habis.
Pf/: TD : 130/30mmHg Nf : 22 x/mnt Nd : 90 x/mnt
T: 36,6 C BB : 35,5 kg
JVP 5 - 2 cmH2O
Paru: ronkhi (-)
Anggota gerak: edema pretibia (-/-)
Th/: - Diet jantung IV.
- Terapi lain dilanjutkan.
Diskusi
14
Seorang pasien pria, usia 23 tahun, dirawat dengan diagnosis akhir:
- Primer
Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta,
irama sinus ec penyakit jantung reumatik
- Sekunder
Left Bundle Branch Block (LBBB)
Malnutrisi
Permasalahan utama pada pasien ini ketika masuk RS adalah timbulnya gagal
jantung kongestif (GJK) yang ditandai dengan gejala sesak nafas.
Pada awalnya penyebab GJK pada pasien ini diduga oleh karena kelainan
katup kongenital. Hal ini terutama karena pasien telah mengalami gejala GJK sejak
usia 6 tahun. Kemungkinan penyebab lain oleh karena penyakit jantung reumatik
(PJR) juga masih mungkin oleh karena PJR juga merupakan penyebab terbanyak
insufisiensi aorta. Hanya saja ketika pasien masuk RS pertama kali tidak memenuhi
kriteria demam reumatik (DR) atau PJR menurut kriteria WHO tahun 2002-2003
yang direvisi berdasarkan kriteria Jones.
Selama perjalanan perawatan, diagnosis pasti penyebab insufisiensi aorta pada
pasien ini belum jelas namun diduga hal ini terjadi akibat PJR kronik. Hal ini ditandai
dengan adanya efusi perikard yang diduga akibat proses inflamasi (perikarditis)
namun bukan karena proses inflamasi akut sebab reaktan fase akut pada pasien ini
(high sensitive CRP) tidak meningkat. Sementara LED yang meningkat dapat juga
terjadi pada proses inflamasi kronik selain inflamasi akut.10, 11 Hasil ekokardiografi
menunjukkan adanya 3 katup dengan bentuk yang normal namun ditemukan adanya
prolap di salah satu katup yaitu katup NCC (non coronary cuspis) aorta. Kelainan
struktur lain katup aorta yang abnormal seperti penebalan, bicuspis (pada kelainan
kongenital), kalsifikasi, vegetasi, ruptur, dilatasi aorta atau diseksi aorta tidak
ditemukan. Diagnosis PJR kronik baru bisa ditegakkan apabila penyakit jantung
kongenital telah dapat disingkirkan dan untuk menegakkan diagnosis PJR kronik tidak
memerlukan kriteria mayor dan atau minor dari kriteria DR atau PJR.11, 12
Terlepas dari penyebab penyakit yang mendasari terjadinya insufisiensi aorta
pada pasien ini, satu hal yang bisa dipastikan bahwa perjalanan penyakitnya telah
15
berlangsung kronik. Hal ini ditandai dengan adanya dilatasi dan hipertrofi jantung.
Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya Voussoure cardiaque dimana hal
tersebut terjadi akibat pembesaran jantung kanan yang terjadi saat usia < 18 tahun
yaitu saat masa pertumbuhan epifise tulang masih berlangsung.13
Di Amerika utara dan negara–negara berkembang lainnya penyebab terbanyak
insusiensi aorta kronik adalah PJR. Berdasarkan hasil patologi anatomi post operatif
40-60% penyebab insusiensi aorta kronik dikelompokkan pada penyebab idiopatik.
Hal ini disebabkan begitu banyaknya penyakit yang mendasari kelainan katup tersebut
dan separuh dari itu memperlihatkan histologi berupa degenerasi myxomatous.5
Pada pasien ini telah ada indikasi untuk dilakukan Aortic valve replacement
(AVR) karena dari pemeriksaan ekokardiografi didapatkan regurgitasi aorta berat
dengan fraksi ejeksi 31%, dimensi sistolik akhir ventrikel kiri 83 mm dan dimensi
diastolik akhir ventrikel kiri 98 mm yang disertai adanya gejala klinis gagal jantung.
Berdasarkan guideline dari ACC/AHA secara umum rekomendasi operasi dilakukan
apabila terjadi pembesaran ventrikel kiri yang progresif, dimensi diastolik akhir > 70
mm, dimensi sistolik akhir > 50 mm dan fraksi ejeksi < 50 %.2, 4, 6, 7, 12
Sebelum dilakukannya AVR pada pasien ini dapat diberikan obat-obat untuk
meringankan kerja jantung dengan menurunkan beban preload (diuretik) dan
afterload (ACE inhibitor), menurunkan heart rate (beta blocker) agar terjadi
pengisian yang efektif di ruang jantung, serta inotropik positif (digitalis) untuk
membantu menguatkan kerja jantung. Pemberian obat-obat tersebut diharapkan dapat
mengurangi beban ventrikel kiri sehingga dapat memperlambat progresivitas dari
disfungsi miokard.
Prognosis pasien ini bila tidak dilakukan operasi: angka mortalitas di atas 20%
per tahun dengan NYHA kelas II-IV. Bila dilakukan operasi, angka mortalitas rata-
rata 3-4% dan 5-year survival rate 85 % namun hasil ini dipengaruhi banyak faktor
seperti fungsi ventrikel preoperatif, adanya penyakit arteri coronaria yang menyertai
serta penyakit yang mendasari terjadinya insufisiensi aorta tersebut.2
Daftar Pustaka
16
1. Purnomo H. Insufisiensi aorta. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, penyunting. Buku
ajar kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2001. h.
148-51.
2. Zoghbi WA, Afridi I. Aortic regurgitation. In: Crawford MH, penyunting. Current
diagnosis & treatment in cardiology. Second edition. New York: Lange Medical
Books/Mcgraw-Hill; 2003. h. 121-32.
3. Podrid PJ, Gaasch WH. Pathophysiology and clinical features of chronic aortic
regurgitation. Uptodate. 2002.
4. Leman S. Regurgitasi aorta. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV, jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. h. 1593-95.
5. Rahimtolla S. Aortic valve disease. The heart. Tenth edition. International Edition.
Philadelphia: Mcgraw-Hill; 2001. h. 1667-95.
6. ACC/AHA Guidelines For The Management Of Patients With Valvular Heart
Disease. Multiple valve disease. American college of cardiology/american heart
association taskforce on practice guidelines. 2001.
7. ACC/AHA Guidelines For The Management Of Patients With Valvular Heart
Disease : Aorta Regurgitation. American College Of Cardiology/ American Heart
Association Taskforce On Practice Guidelines 2001.
8. Gaasch WH. Course and management of chronic aortic regurgitation. Uptodate.
2002.
9. Haryono N. Gagal jantung akut pada kelainan katup jantung: penatalaksanaan
sebelum operasi. Dalam: Harimurti GM, Soerinata S, penyunting. Seventeenth
weekend course on cardiology. Jakarta, 29 September – 1 Oktober 2005. h. 99-
104.
10. Sacher RA, McPherson RA. Widmann’s clinical interpretation of laboratory test.
Eleventh edition (2000). Pendit BU, Wulandari D, penerjemah. Tinjauan klinis
hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2002. h. 62-63.
11. Desai SP, Isa-Pratt S. Clinician’s guide to laboratory medicine, a practical
approach. Cleveland: Lexi-Comp; 2000. h. 592-94.
17
12. WHO Technical Report Series. Rheumatic fever and rheumatic heart disease.
Geneva: World Health Organization; 2004. h. 20-40.
13. Sastroasmoro S. Sistim kardiovaskuler. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid 1.
Jakarta: Penerbit FKUI; 2002. h. 528-656.
18
top related