113772231 job skripsi rina
Post on 25-Oct-2015
16 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perawat meyakini manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan
spiritual yang utuh berespons terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain
karena gangguan kesehatan dan penyimpangan pemenuhan kebutuhan. Untuk
dapat memenuhi kebutuhan secarra holistik dan unik diperlukan pendekatan yang
komprehensif dan bersifat individual bagi tiap sistem klien.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai
kesempatan yang paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu
klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Perawat memandang klien
sebagai makhluk bio-psikososio-kultural dan spiritual yang berespon secara
holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritual
yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien. Perawat
berupaya membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari
kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan klien tidak mempunyai
keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama (Hamid A.Y., 2000:3).
1
2
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha
Kuasa. Sedangkan kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan
atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta
kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan
Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi
lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari
kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat
sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi
kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih
pada saat pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan
demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan
dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan
tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual
dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan
(Asmadi, 2008:28-29).
Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada
perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama penyakit atau
kehilangan, misalnya saja, individu sering menjadi kurang mampu untuk
merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan
2
3
dukungan. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari
makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan
seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin
mempertanyakan nilai spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan
hidup seluruhnya, tujuan hidup dan sumber dari makna hidup. Dengan jelas,
kemampuan perawat untuk mendapat gambaran tentang dimensi spiritual klien
yang jelas mungkin dibatasi oleh lingkungan dimana orang tersebut
mempraktikkan spiritualnya. Hal ini benar jika perawat mempunyai kontak yang
terbatas dengan klien dan gagal untuk membina hubungan. Pertanyaannya adalah
bukan jenis dukungan spiritual apa yang dapat diberikan tetapi secara sadar
perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam proses keperawatan.
Perawat tidak perlu menggunakan alasan “tidak cukup waktu” untuk
menghindari pengenalan nilai spiritualitas yang dianut untuk kesehatan kilen
(Potter & Perry, 2005:567).
Dari data yang diperoleh di ruang perawatan bedah Rumah Sakit Haji
Makassar, jumlah klien rawat inap pada tahun 2007 sebanyak 335 dengan jumlah
perawat diruang perawatan bedah sebanyak 15 orang, di ruang perawatan 1
sebanyak 16 orang dan perawatan 2 sebanyak 18 orang. Sedangkan jumlah
pasien pada bulan mei diruang perawatan bedah sebanyak 25 orang, di ruang
perawatan 1 sebanyak 11 orang dan perawatan 2 sebanyak 16 orang. Dengan
melihat banyaknya jumlah klien disetiap ruang perawatan maka sudah
3
4
sepantasnya perawat mampu memberikan pemenuhan kebutuhan spiritual yang
lebih.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pasien yang dirawat di
ruang perawatan bedah Rumah Sakit Haji Makassar didapatkan bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien di ruangan telah dilakukan oleh
beberapa perawat tetapi belum maksimal dilaksanakan sepenuhnya.
Bertolak dari hal tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Hubungan Penerapan Aspek Spiritualitas
Perawat Dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Rawat Inap di
Rumah Sakit Haji Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada Bab I yaitu latar belakang masalah, maka peneliti
mencoba untuk merumuskan masalah yaitu : “Adakah Hubungan Penerapan
Aspek Spiritualitas Perawat Dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Makassar?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan penerapan aspek spiritualitas perawat dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji
Makassar.
4
5
2. Tujuan Khusus
Diidentifikasinya hubungan penerapan aspek spiritualitas perawat
dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Haji Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Klien
Untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya
melalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan
berkesinambungan.
2. Bagi Ilmu Keperawatan / profesi
a. Sebagai masukan bermakna demi pengembangan profesi keperawatan.
b. Masukan bagi profesi keperawatan pada lahan penelitian terkait untuk
menentukan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan
kesehatan individu.
3. Bagi Institusi :
a. Sebagai bahan bacaan diperpustakaan atau sumber data bagi peneliti lain
yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian
dengan judul yang sama demi kesempurnaan penelitian ini.
b. Sebagai sumber informasi pada institusi Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Famika Makassar agar dijadikan dokumentasi ilmiah untuk
merangsang minat peneliti selanjutnya.
5
6
4. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga terhadap peneliti dalam rangka menambah
wawasan keilmuan.
6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Aspek Spiritualitas
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha
Kuasa. Sebagai contoh, orang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau
sebagai Maha Kuasa. Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek
sebagai berikut :
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.
Agama merupakan petunjuk perilaku karena didalam agama terdapat
ajaran baik dan larangan yang dapat berdampak pada kehidupan dan kesehatan
seseorang. Sebagai contoh, orang sakit dapat memperoleh kekuatan dengan
menyerahkan diri atau memohon pertolongan dari Tuhannya (Hamid A.Y.,
2000: 2-3).
Perkembangan spiritual seseorang menurut Westerhoff’s dibagi kedalam
empat tingkatan berdasarkan kategori umur, yaitu :
7
8
1. Usia anak-anak, merupakan tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan
pengalaman. Perilaku yang didapat, antara lain adanya pengalaman dari
interaksi dengan orang lain dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut.
Pada masa ini, anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.
Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin hanya
mengikuti ritual atau meniru oranng lain, seperti berdoa sebelum tidur, makan,
dan lain-lain. Pada masa prasekolah, kegiatan keagamaan yang dilakukan
belum bermakna pada dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh
aktivitas keagamaan orang sekelilingnya, dalam hal ini keluarga, arti doa,
serta mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.
2. Usia remaja akhir, merupakan tahap perkumpulan kepercayaan yang ditandai
dengan adanya partisipasi aktif pada aktivitas keagamaan. Pengalaman dan
rasa takjub membuat mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan
keyakinannya. Perkembangan spiritual pada masa ini sudah mulai pada
keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritual seperti keinginan melalui
meminta atau berdoa kepada penciptanya, yang berarti sudah mulai
membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila
pemenuhan kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, akan timbul kekecewaan.
3. Usia awal dewasa, merupakan masa pencarian kepercayaan diri, diawali
dengan proses pernyataan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan
secara kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa
ini, pemikiran sudah bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang kepercayaan
8
9
harus dapat dijawab. Secara rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan
penghargaan terhadap kepercayaan.
4. Usia pertengahan dewasa, merupakan tingkatan kepercayaan dari diri sendiri,
perkembangan ini diawali dengan semakin kuatnya kepercayaan diri yang
dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan
lebih mengerti akan kepercayaan dirinya (Asmadi, 2008: 1-2).
B. Tinjauan Umum Tentang Kebutuhan Spiritual Klien
1. Pengertian
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989). Maka dapat disimpulkan
kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan
hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan
kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Adapun adaptasi
spiritual adalah proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan
perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki
sesuai dengan agama yang dianutnya (Asmadi, 2008: 258).
2. Kebutuhan spiritual
Individu sebagai makhluk spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
9
10
a. Diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding makhluk
ciptaan lainnya.
b. Memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal, pikiran, perasaan dan
kemauan).
c. Individu diciptakan sebagai khalifah (penguasa dan pengatur kehidupan)
dimuka bumi.
d. Terdiri atas unsur bio-psiko-sosial yang utuh (Ali H.Z, 2002: 43).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual antara
lain :
a. Perkembangan
Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan
spiritual, karena setiap tahap perkembangan memeliki cara meyakini
kepercayaan terhadap Tuhan.
b. Keluarga
Keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi
kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat
dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
c. Ras/suku
Ras/suku memiliki keyakinan/kepercayaan yang berbeda, sehingga proses
pemenuhan kebutuhan spiritual pun berbeda sesuai dengan keyakinan
yang dimiliki.
10
11
d. Agama yang dianut
Keyakina pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang dapat
menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual.
e. Kegiatan keagamaan
Adanya kegiatan keagamaan dapat selalu mengingatkan keberadaan
dirinya dengan Tuhan dan selalu mendekatkan diri kepada Penciptanya
(Asmadi, 2008: 254-257).
Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual antara lain :
a. Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan
membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada
kekuatan selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain
Tuhan.
b. Pasien ketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau,
yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan
ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan (Asmadi, 2008: 26).
Adapun tanda-tanda yang dapat diperhatikan pada klien yang mengalami
kecemasan :
1) Cemas ringan
Kecemasan normal yang berhubungan dengan ketegangan akan
peristiwa kehidupan sehari-hari. Respon cemas ringan seperti sesekali
11
12
bernafas pendek, nadi meningkat, tekanan darah naik, bibir bergetar,
tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada tangan.
2) Cemas sedang
Ditandai dengan persepsi terhadap masalah menurun sehingga
individu kehilanganpegangan tetapi dapat mengikuti pengarahan dari
orang lain. Respon cemas sedang biasanya meliputi sering bernafas
pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, tidak
mampu menerima rangsangan, susah tidur dan perasaan tidak enak.
3) Cemas berat
Pada tingkat ini lahan persepsi menjadi sangat sempit dimana individu
tidak dapat memecahkan masalah atau mempelajari masalah. Respon
kecemasan yang timbul misalnya nafas pendek, nadi dan tekanan
darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tidak mampu
menyelesaikan masalah.
4) Panik
Pada tingkat ini, lahan persepsi telah terganggu sehingga individu
tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-
apa walaupun telah diberikan pengarahan. Respon panik seperti nafas
pedek, rasa tercekik, pucat, lahan persepsi sangat sempit, tidak dapat
berfikir logis (Tarwoto & Wartonah, 2003: 98-99).
12
13
c. Pasien menghadapi pembedahan
Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan
karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah
keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga
pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual.
d. Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan
keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat
kekacauan keyakinan bila ke arah yang lebih buruk, maka pasien akan
lebih membutuhkan dukungan spiritual (Asmadi, 2008: 256).
Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual
adalah distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau
kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan
atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan,
yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan
adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan
dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada
kematian dan sesudah hidup, adanya keputusan, menolak kegiatan ritual dan
terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah,
kemudian ditunjang dengan tanda-tanda fisik seperti nafsu makan terganggu,
kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006: 27).
13
14
C. Tinjauan Umum Tentang Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keparawatan
1. Defenisi peran perawat
Menurut Kepmenkes RI No. 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan
praktik perawat, perawat adalah seseorang yang lulus pendidikan perawat,
baik didalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan tugasnya. Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat juga
dituntut melakukan peran dan fungsi sebagaimana yang diharapkan oleh
profesi dan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), peran merupakan
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Sedangkan menurut
Kusnanto (2004), peran perawat adalah memberikan perhatian kepada klien
dalam segala situasi yang berhubungan dengan kesehatannya.
2. Klasifikasi peran perawat
Menurut Doheny (1982) mengidentifikasikan beberapa elemen peran
perawat profesional sebagai berikut :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (Care giver)
14
15
Sebagai pelaku/pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : melakukan
pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,
menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah
yang muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah,
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan
melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
b. Sebagai pembela untuk melindungi klien (Client advocate)
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antara
klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
klien, membela kepentingan klien dank lien memahami semua informasi
dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan
pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advokasi sekaligus
mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator
dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang
harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat
(pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
15
16
c. Sebagai pemberi bimbingan/konseling klien (Counselor)
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat-sakitnya. Adanya pola interaksi ini
merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan
kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling/bimbingan kepada
klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai
prioritas. Konseling diberikan kepada individu/keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu,
pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah
perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.
d. Sebagai pendidik klien (Educator)
Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/keluarga
dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya.
Sebagai pendidik, perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan
kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kader kesehatan, dan
lain sebagainya.
e. Sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lain (Collaborator)
16
17
Perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna
memenuhi kebutuhan kesehatan klien.
f. Sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber potensi
klien (Coordinator)
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang
ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga
tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.
Dalam menjalankan peran sebagai koordinator, perawat dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
2) Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
3) Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan
4) Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan
keperawatan pada sarana kesehatan
g. Sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk untuk mengadakan
perubahan-perubahan (Change agent)
Sebagai pembaharu, perawat menggadakan invasi dalam cara
berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan
klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien
dan cara memberikan perawatan kepada klien.
17
18
h. Sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah
klien (Consultan)
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan
klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan.
Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang
berkaitan dengan kondisi spesifik klien (Ali Z.H, 2002:5-9).
Menurut Lokakarya Nasional (1998), peran perawat adalah :
1) Pelaksana pelayanan keperawatan
2) Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan
3) Pendidik dalam keparawatan
4) Peneliti dan pengembang keperawatan
Menurut para sosiolog peran perawat adalah :
1) Peran terapeutik yaitu kegiatan yang ditujukan langsung pada
pencegahan dan pengobatan penyakit.
2) Expressive/mother substitute role yaitu kegiatan yang bersifat
langsung dalam menciptakan lingkungan dimana klien merasa aman,
diterima, dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat itu. Menurut
Johnson dan Mortin (1989), peran ini bertujuan untuk menghilangkan
kegagalan dalam kelompok pelayanan.
Menurut Schulman (1986), peran perawat adalah hubungan perawat
dan klien sama dengan hubungan ibu dan anak, antara lain :
18
19
1) Hubungan interpersonal disertai dengan kelembutan hati dan rasa
kasih sayang.
2) Melindungi dari ancaman dan bahaya
3) Memberi rasa nyaman dan aman
4) Memberi dorongan untuk mandiri (Wijono D, 2002:36).
Selama beberapa dekade terakhir, keperawatan telah mengalami
perubahan-perubahan yang mengagumkan, terutama melalui munculnya gerakan
reformasi profesional pada tahun 1970-an yang disebut “Keperawatan Baru”
(Salvage, 1992). Unsur sentral dari ideologi keperawatan baru adalah hubungan
antara perawat dengan pasien. Fokus perawatan beralih dari pendekatan yang
berorientasi pada medis-penyakit ke model yang berfokus pada orang dan
bersifat pribadi. Disini pasien dilihat sebagi partisipan yang aktif dan bukan
penerima perawatan yang pasif. Dalam konteks yang sama, peran pengasuhan
dari perawat tidak lagi berpusat pada fungsi-fungsi biologis pasien tetapi telah
meluas ke aspek-aspek psiko-sosial individu.
Gerakan ini tidak hanya ditujukan pada sifat interaksi antara pasien
dengan perawat, tetapi juga pada status dan wewenang perawat. Stereotip
perawat sebagai pembantu dokter telah mendapat tantangan. Tuntutan untuk
kesetaraan dan otonomi dari perawat telah meningkat sejalan dengan
ditetapkannya teori keperawatan dan model-model keperawatan. Perawat mulai
melihat dirinya sebagai praktisi dengan hak tersendiri, mempunyai dan menerima
tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang praktik keperawatan.
19
20
Hubungan perawat-pasien diidentifikasikan sebagai tanda dari keperawatan
profesional (Ellis, Gates & Kenworthy, 2000: 78).
Perawat adalah orang yang memberikan pelayanan/asuhan keperawatan
berdasarkan data hasil pengkajian sampai pada evaluasi hasil baik medik maupun
bio-psikososio-spiritual (Ali H.Z, 2002: 43).
Untuk memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
memperhatikan kebutuhan spiritual penerima pelayanan keperawatan, maka
perawat mutlak perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi atau mengenal
karakteristik spiritualitas seperti sembahyang, perlengkapan keagamaan dan
bersatu dengan alam. Secara ringkasnya dapat dinyatakan bahwa seseorang
terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu :
1. Merumuskan arti persoalan yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan.
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian
atau penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan
cinta.
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
6. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.
20
21
Keyakinan spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku self care klien. Beberapa pengaruh
dari keyakinan spiritual yang perlu dipahami adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kebiasaan hidup sehari-hari
Praktik penentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi klien. Sebagai
contoh, ada agama yang menetapkan makanan diit yang boleh dan tidak boleh
dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana ada agama yang melarang
cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk terapi medic atau
pengobatan.
2. Sumber dukungan
Pada sat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan
sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses
penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti. Sembahyang atau
berdoa, membaca kitab suci dan perktik keagamaan lainnya sering membantu
memenuhi kebutuhan spiritual yang juga merupakan suatu perlindungan
terhadap tubuh.
3. Sumber kekuatan dan penyembuhan
Menurut Taylor, Lilis dan Le Mone (1997), nilai dari keyakinan agama tidak
dapat dengan mudah dievaluasi. Walaupun demikian pengaruh keyakinan
tersebut dapat diamati oleh tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa
21
22
individu cenderung dapat menahan distress fisik yang luar biasa karena
mempunyai keyakinan yang kuat. Keluarga klien akan mengikuti semua
proses penyembuhan yang memerlukan upaya luar biasa, karena keyakinan
bahwa semua upaya tersebut akan berhasil.
4. Sumber konflik
Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antar keyakinan agama dengan
praktik kesehatan. Ada agama tertentu yang menganggap manusia sebagai
makhluk yang tidak berdaya dalam mengendalikan lingkungannya, oleh
karena itu penyakit diterima sebagai nasib bukan sebagai sesuatu yang harus
disembuhkan (Hidayat, 2006: 209).
Menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) dan Craven & Hirnle (1996),
faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang salah satunya
adalah pemberian asuhan keperawatan yang kurang tepat.
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada kilen, perawat diharapkan
untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada
kemungkian perawat justru menghindar untuk memberikan asuhan spiritual. Alas
an tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan
spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan
pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritual bagi klien bukan menjadi tugasya tetapi tanggung
jawab pemuka agama. Lima isu nilai yang mungkin timbul antara perawat
dengan kilen, adalah :
22
23
1. Pluralisme, perawat dan klien menganut kepercayaan dan iman dengan
spektrum yang luas.
2. Fear, berhubungan dengan ketidakmampuan mengatasi situasi, melanggar
privacy klien, atau merasa tidak pasti dengan sistem kepercayaan dan nilai diri
sendiri.
3. Kesadaran tentang pertanyaan spiritual, apa yang memberikan arti dalam
kehidupan, tujuan, harapan dan merasakan cinta dalam kehidupan pribadi
perawat.
4. Bingung, terjadi karena adanya perbedaan antara agama dan konsep spiritual.
Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien seharusnya
diwaspadai oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah
spiritual. Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya
memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan
untuk mendapatkan bantuan. Biasanya klien meminta perawat untuk berdoa bagi
kesembuhannya atau memberitahukan kepada pemuka agama untuk
mengunjunginya. Perawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang
kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan
perawat sangat penting dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi klien tentang
distress yang dialami klien. Perubahan perilaku juga dapat merupakan
manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil
pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan
mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Oleh karena itulah perawat
23
24
kiranya hadir sebagai care giver bagi kien yang sedang mengalami masalah
tersebut (Hamid A.Y., 2000:16-18).
24
25
BAB III
KERANGKA KERJA PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh
setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan
Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi
lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari
kesembuhan, kecuali Sang Pencipta.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan yang paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu
klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Dalam pelayanan kesehatan,
perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi
kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih
pada saat pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan
demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan
dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan
tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas, merupakan
dasar untuk meletakkan landasan teori maupun asumsi tentang kerangka konsep
yang akan di teliti. Dari hal tersebut di atas dikemukakan beberapa teori yang
25
26
selanjutnya dari teori tersebut diturunkan beberapa variabel yang diteliti yang di
duga mempunyai pengaruh langsung ataupun tidak langsung yang dapat dilihat
pada bagan dibawah ini:
Keterangan
: Variabel independen (bebas)
: Variabel dependen (terikat)
: Penghubung variable yang diteliti
B. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada hubungan penerapan aspek spiritualitas perawat dengan pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap di rumah sakit haji makassar.
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada hubungan penerapan aspek spiritualitas perawat dengan pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap di rumah sakit haji makassar.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen : Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat
2. Variabel Dependen : Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien
26
Penerapan Aspek spritualitas perawat
Pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien
27
D. Definisi Konseptual dan Defenisi Operasional
1. Definisi Konseptual
a. Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha
Kuasa. Sebagai contoh, orang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta
atau sebagai Maha Kuasa. (Hamid A.Y, 2000).
Perawat adalah orang yang memberikan pelayanan/asuhan keperawatan
berdasarkan data hasil pengkajian sampai pada evaluasi hasil baik medic
maupun bio-psikososio-spiritual. (Ali H.Z, 2002).
b. Menurut Carson (1989), kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk
mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi
kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan
Tuhan (dikutip oleh : Asmadi, 2008 ).
2. Definisi Operasional
a. Yang dimaksud dengan aspek spiritualitas perawat pada penelitian ini
adalah kemampuan seorang perawat untuk memberikan bimbingan dalam
beribadah (doa, zikir, sholat) pada pasien.
Dengan kriteria objektif :
Baik : Jika nilai skor yang dicapai > 4
Kurang : Jika nilai skor yang dicapai ≤ 4
b. Yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual klien dalam penelitian adalah
kebutuhan untuk mendapatkan dukungan spiritual (sholat, berdoa,
27
28
membaca kitab suci) dari perawat untuk proses kesembuhan penyakit atau
mengurangi kecemasan.
Dengan kriteria objektif :
Cukup : Jika nilai skor yang dicapai > 5
Kurang : Jika nilai skor yang dicapai ≤ 5
28
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional tujuan untuk mengetahui hubungan
penerapan aspek spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Makassar.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di
Rumah Sakit Haji Makassar.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang ada di ruang perawatan
bedah 1 dan 2 sebanyak 30 orang di Rumah Sakit Haji Makassar dengan
menggunakan metode purposive sampling. (Alimul A.A, 2007)
Karakteristik sampel yang dapat dilakukan atau layak diteliti, yakni :
Kriteria Inklusi:
a. Bersedia untuk menjadi responden.
b. Bisa membaca dan menulis.
Kriteria Eksklusi :
a. Tidak bersedia untuk dijadikan responden.
29
30
b. Tidak bisa membaca dan menulis.
c. Pasien anak.
C. Pengumpulan Data
1. Intrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah quisioner atau
daftar pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman dengan skor 1 untuk
jawaban Ya dan 0 untuk jawaban tidak. Untuk variabel aspek spiritualitas
perawat terdiri dari delapan pertanyaan dan dinilai berdasarkan baik dan
kurang. Dikategorikan baik apabila responden menjawab pertanyaan dengan
skor > 4 dan dikategorikan kurang apabila responden menjawab pertanyaan
dengan skor ≤ 4. Untuk variabel pemenuhan kebutuhan spiritual pasien terdiri
dari sepuluh pertanyaan yang dinilai berdasarkan terpenuhi dan tidak
terpenuhinya pemenuhan spiritual pasien. Dikategorikan terpenuhi apabila
responden menjawab pertanyaan dengan skor > 5 dan dikategorikan tidak
terpenuhi apabila responden menjawab pertanyaan dengan skor ≤ 5.
2. Lokasi dan waktu penelitian
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit
Haji Makassar.
Adapun alasan-alasan peneliti memilih tempat ini sebagai tempat
penelitian karena :
1) Lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal peneliti.
30
31
2) Penelitian ini akan memberikan kontribusi kepada pihak rumah sakit
untuk lebih mengerti dan menyadari akan pentingnya pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien di ruang perawatan.
3) Lokasi mudah dijangkau oleh peneliti
4) Lebih efektif dan efisien dari segi waktu.
b. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2008.
3. Prosedur pengumpulan data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen
pengumpulan data berupa alat ukur kuisioner yang dibuat khusus oleh peneliti
sendiri dengan berpedoman pada kepustakaan yang ada. Setelah data
terkumpul dari lembar kuisioner yang ada maka dilakukan pengolahan data.
Pengolahan data tersebut dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a. Editing
Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan dengan
memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data, dan
keseragaman data.
b. Koding
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua jawaban
atau data perlu disederhanakan yaitu dengan symbol-simbol tertentu,
untuk setiap jawaban (pengkodean). Pengkodean dilakukan dengan
31
32
memberi nomor halaman, daftar pertanyaan, nomor variabel, nama
variabel dan kode.
c. Tabulasi data
Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dengan pengolahan data
kedalam satu table menurut sifat-sifat yang dimiliki yang mana sesuai
dengan tujuan penelitian ini dalam hal ini dipakai table untuk
penganalisaan data.
4. Analisa Data
Data akan dikumpulkan terlebih dahulu diedit baik pada waktu
dilapangan maupun pada saat memasukkan data kedalam komputer. Hal ini
dimaksudkan untuk menilai kebenaran data setelah itu akan dilakukan koding
kemudian data dimasukkan kedalam tabel dan diolah secara elektronik dengan
menggunakan program SPSS for Windows versi 12,0.
Data dianalisa melalui presentase dan perhitungan dengan cara sebagai
berikut:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil
penelitian. Analisis ini akan menghasilkan distribusi dan presentase dari
tiap variabel yang diteliti.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel
independen dengan dependen dalam bentuk tabulasi silang antara kedua
32
33
variabel tersebut. Menggunakan uji statistik dengan tingkat kemaknaan
0,05 dengan ketentuan pengaruh dikatakan bermakna bila ρ value < 0,05
dan pengaruh dikatakan tidak bermakna bila ρ value > 0,05 dengan
menggunakan rumus Chi-Square.
Keterangan :
X2 = Chi-square
O = Nilai observasi
E = Nilai yang diharapkan
∑ = Jumlah data
Dalam penelitian ini, daftar kontingensi 2 x 2 (fourfold table), dengan
menggunakan Fisher Exact karena terdapat nilai E kurang dari 5.
Hasil pengamatan dapat dicantumkan dalam daftar kontingensi 2 x 2
seperti dibawah ini :
Variabel Dependen Baik Kurang Jumlah
Cukup a b a + b
Kurang c d c + d
Jumlah a + c b + d n
Dimana n = total sampel (a + b + c + d).
33
Variabel
Independen
34
Penilaian :
1. Apabila ρ < α, H0 ditolak atau Ha diterima, artinya ada hubungan
antara variabel independent dengan variabel dependen.
2. Apabila ρ > α, H0 diterima atau Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan
antara variabel independent dengan variabel dependen.
D. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi
dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat
penelitian dalam hal ini Rumah Sakit Haji Makassar setelah mendapat
persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang
meliputi :
1. Informed Concent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi criteria inklusi dan disertai judul penelitian, bila responden
menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak
responden.
2. Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi lembaran tersebut diberikan kode.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil peneliti.
34
35
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Sejarah berdirinya
Latar belakang pembangunan rumah sakit Umum haji Makassar yang
ditetapkan didaerah bekas lokasi rumah sakit kusta Jongaya adalah
diharapkan rumah sakit ini dapat mendukung kelancaran kegiatan
pelayanan calon jemaah haji dan masyarakat sekitarnya.
Pengoprasian rumah sakit Makassar didasarkan oleh surat keputusan
Gubernur KDH Tk. I Sulawesi Selatan Nomor : 488/IV/1992 tentang
pengelolaan rumah sakit oleh pemerintah daerah Sulawesi Selatan dan SK
Gubernur Nomor: 802/VII/1992 tentang susunan organisasi dan tata kerja
rumah sakit serta SK Gubernur Nomor : 1314/IX/1992 tentang tarif
pelayanan kesehatan pada rumah sakit umum Haji Makassar. Untuk
kelangsungan perkembangan Rumah Sakit Haji lebih lanjut, maka pada
tanggal 13 Desember 1993 departemen kesehatan menetapkan rumah sakit
umum haji makasssar sebagai rumah sakit umum milik pemerintah daerah
Sulawesi selatan dengan klasifikasi C yang dituangkan kedalam SK
Nomor: 762/XII/1993.
35
36
Pada awal pengoperasiannya, jumlah pegawai tetap rumah sakit umum
Makassar berjumlah 47 orang yang terdiri pegawai negeri sipil pusat yang
perbantukan pada pemerintah daerah Sulawesi selatan dan PNS daerah.
Selanjutnya pada tanggal 31 Desember 1992 dilaksanakan serah terima
kepada Dr. H. Sofyan Muhammad dan setelah ditetapkan pelembagaan
rumah sakit maka berdasarkan kepres No. 9 tahun 1985 direktur RSUH
kelas C, ditetapkan sebagai pejabat struktural Eselon III/a definitive.
b. Keadaan geografis dan demografis
Rumah Sakit Umum Haji Makassar berdiri dan diresmikan pada
tanggal 16 Juli 1992 oleh Bapak Presiden Republik Indonesia. Berdiri
diatas tanah seluas 10,6 Ha milik pemerintah daerah Sulawesi Selatan
terletak diujung selatan kota Makassar, tepatnya dijalan Dg. Ngeppe No.
14 Kelurahan Jongaya, Kecamatan Tamalate.
2. Karakteristik Responden
a. Karakteristik Kelompok Umur Responden
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh data bahwa
dari 30 responden terdapat rentang umur 16 – 26 tahun sebanyak 5
(16.67%) responden, rentang umur 27 – 37 tahun sebanyak 4 (13.33%)
responden, rentang umur 38 – 48 tahun sebanyak 5 (16.67%) responden,
rentang umur 49 – 59 tahun sebanyak 6 (20%) responden, rentang umur
60 – 70 tahun sebanyak 5 (16.67%) responden, dan rentang umur 71 – 81
sebanyak 5 (16.67%). Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
36
37
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008
Umur (Tahun) Frekuensi (f) Persentase (%)16 – 26 5 16.67 27 – 37 4 13.32 38 – 48 5 16.67 49 – 59 6 20 60 – 70 5 16.67 71 – 81 5 16.67
Jumlah (n) 30 100Sumber: Data Primer
b. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin responden
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh data laki-
laki sebanyak 15 (50%) responden dan perempuan sebanyak 15 (50%)
responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008Jenis Kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)
Laki-laki 15 50
Perempuan 15 50
Jumlah (n) 30 100Sumber: Data Primer
c. Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan responden
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh data bahwa
sebagian besar responden tamat SD sebanyak 17 (56.7%) responden, SMP
sebanyak 5 (16.7%) responden, SMA sebanyak 4 (13,3%) responden, D3
terdapat 3 (10%) responden dan S1 Sebanyak 1 (3.3%) responden. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut:
37
38
Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008Pekerjaan Frekuensi (f) Persentase (%)
SD 17 56.7SMP 5 16.7SMA 4 13.3D3 3 10S1 1 3.3
Jumlah (n) 30 100Sumber: Data Primer
3. Hasil Analisa Variabel Yang Diteliti
a. Analisa Univariat
1) Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
sebagian besar perawat mempunyai penerapan aspek spiritualitas baik
sebanyak 24 (80%) responden dan sebagian kecil responden
mempunyai penerapan aspek spiritualitas kurang sebanyak 6 (20%)
rersponden dari 30 responden. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penerapan Aspek
Spiritualitas Perawat di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008
Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat
Frekuensi (f) Persentase (%)
Baik
Kurang
24
6
80
20
Jumlah (n) 30 100Sumber : Data Primer
38
39
2) Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
sebagian besar pemenuhan kebutuhan spiritual pasien cukup sebanyak
28 (93.3%) responden sedangkan sebagian kecil pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien kurang sebanyak 2 (6.7%) responden dari
30 resnponden. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemenuhan
Kebutuhan Spiritual Pasien di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008
Spiritual Pasien Frekuensi (f) Persentase (%)Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
28
2
93.3
6.7
Jumlah (n) 30 100Sumber : Data Primer
b. Analisa Bivariat
Untuk mengetahui keterkaitan antara variabel dependen yaitu:
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien dengan variabel independent
yaitu: Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat, maka dibuat dalam
crosstabs yang disertai dengan analisis data Chi-Square dengan
menggunakan Fisher Exact.
Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat Dengan Pemenuhan Kebutuhan
Spiritual Pasien
Hasil Analisis hubungan antara penerapan aspek spiritualitas perawat
dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien diperoleh bahwa
39
40
terdapat 24 (80%) responden yang pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
cukup dengan penerapan aspek spiritualitas perawat baik, tetapi terdapat 0
(0%) responden yang pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kurang
dengan penerapan aspek spiritualitas perawat baik, sedangkan terdapat 4
(13.3%) responden yang pemenuhan kebutuhan spiritual pasien cukup
dengan penerapan aspek spiritualitas perawat kurang serta terdapat 2
(6.7%) responden yang pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kurang
dengan penerapan aspek spiritualitas perawat kurang. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 5.6Analisis Hubungan Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat dengan
Pemenuhan Spiritual Pasien di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008
Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat
Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Jumlah
Cukup Kurangf % f % n %
Baik
Kurang
24
4
80
13.3
0
2
0
6.7
24
6
80
20
Jumlah (n) 28 93.3 2 6.7 30 100Sumber : Data Primer
Hasil uji statistik diperoleh nilai ρ = 0.034 < α = 0.05, oleh karena
ρ < α maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti terdapat hubungan
penerapan aspek spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008.
40
41
B. PEMBAHASAN
Hasil Analisis hubungan antara penerapan aspek spiritualitas perawat
dengan pemenuhan kebutuhan spititual pasien diperoleh bahwa terdapat 24
(80%) responden yang pemenuhan kebutuhan spiritual pasien cukup dengan
penerapan aspek spiritualitas perawat baik. Menurut teori yang dikemukakan
oleh Taylor, Lilis dan Le Mone (1997), nilai dari keyakinan agama tidak dapat
dengan mudah dievaluasi. Walaupun demikian pengaruh keyakinan tersebut
dapat diamati oleh tenaga kesehatan dengan mengetahui bahwa individu
cenderung dapat menahan distress fisik yang luar biasa karena mempunyai
keyakinan yang kuat. Klien akan mengikuti semua proses penyembuhan yang
memerlukan upaya luar biasa, karena keyakinan bahwa semua upaya tersebut
akan berhasil. Sejalan dengan teori yang dikemukakan diatas peneliti
berpendapat hal ini terjadi karena perawat memiliki peran utama untuk
memberikan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien berupa
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan/asuhan kepawatan yang komprehensif
dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar holistik, tetapi terdapat 0
(0%) responden yang pemenuhan kebutuhan spiritual pasien kurang dengan
penerapan aspek spiritualitas perawat baik. Menurut teori yang dikemukakan
oleh Johnson dan Mortin (1989), Expressive/mother substitute role yaitu kegiatan
yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana klien merasa
aman, diterima, dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat itu. Peran ini
bertujuan untuk menghilangkan kegagalan dalam kelompok pelayanan Sejalan
41
42
dengan teori yang telah dikemukakan diatas maka peneliti berpendapat bahwa
dengan penerapan aspek spiritualitas yang baik dari perawat telah memberikan
pengaruh positif terhadap pemenuhan kebutuhan spitiual pasien sehingga
kebutuhan spiritual pasien terpenuhi, sedangkan terdapat 4 (13.3%) responden
yang pemenuhan kebutuhan spiritual pasien cukup dengan penerapan aspek
spiritualitas perawat kurang. Menurut teori yang dikemukakan oleh Taylor, Lilis
dan Le Mone (1997), yaitu Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada
kilen, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi
dengan berbagai alasan ada kemungkian perawat justru menghindar untuk
memberikan asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa
kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting
kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam
keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual bagi klien
bukan menjadi tugasya tetapi tanggung jawab pemuka agama. Selajan dengan
teori yan telah dikemukakan diatas peneliti berpendapat bahwa kurangnya
penerapan aspek spiritual perawat kepada pasien sangat terkait dengan
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien meskipun terdapat penerapan aspek
spiritualitas dari perawat yang masih kurang, tetapi kebutuhan spiritual pasien
terpenuhi dikarenakan faktor dukungan lain baik dari pasien itu sendiri maupun
dari keluarga. Sedangkan terdapat 2 (6.7%) responden yang pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien kurang dengan penerapan aspek spiritualitas perawat
kurang. Menurut teori yang dikemukakan oleh Taylor, Lilis & Le Mone (1997)
42
43
dan Craven & Hirnle (1996), faktor penting yang dapat mempengaruhi
spiritualitas seseorang salah satunya adalah pemberian asuhan keperawatan yang
kurang tepat. Dan teori yang dikemukakan oleh Hidayat (2007), Masalah yang
sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yang
merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau
beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang
memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai dengan
pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam
sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup,
mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah hidup, adanya
keputusan, menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda-tanda seperti menangis,
menarik diri, cemas dan marah, kemudian ditunjang dengan tanda-tanda fisik
seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat.
Sejalan dengan teori yang dikemukakan diatas peneliti berpendapat jika
kurangnya penerapan aspek spiritualitas perawat maka kebutuhan spiritual pasien
kurang terpenuhi hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa didapati
beberapa pasien kebutuhan spiritualnya belum terpenuhi akibat kurangnya
penerapan aspek sepiritualitas dari perawat terhadap pasien yang di rawat di
Rumah Sakit Haji Makassar.
Hasil uji statistik diperoleh nilai ρ = 0.034 < α = 0.05, oleh karena ρ < α
maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti terdapat hubungan penerapan aspek
spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spititualitas pasien di Rumah
43
44
Sakit Haji Makassar Tahun 2008. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar kebutuhan spitual pasien terpenuhi dibandingkan dengan
kebutuhan spitual pasien yang kurang terpenuhi.
44
45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Ada Hubungan Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat Dengan Pemenuhan
Kebutuhan Spititualitas Pasien Di Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2008.
B. Saran
1. Diharapkan hasil penelitian ini, dapat dijadikan acuan bagi pihak Rumah
Sakit Haji dalam meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
penerapan/asuhan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan acuan bagi
peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
penerapan aspek spiritual perawat dan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien.
3. Diharapkan hasil penelitian ini, dapat menjadi bahan referensi dalam kegiatan
akademik di STIK Famika Makassar.
4. Besar harapan peneliti bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi umat
manusia serta sebagai awal dari peneliti dalam pengembangan pengetahuan.
45
46
DAFTAR PUSTAKA
Ali H.Z., 2002, Dasar-Dasar Keperawatan Profesional, Widya Medika, Jakarta.
Alimul, Aziz H., 2003, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi, Salemba Medika, Jakarta.
Ellis, Gates, Kenworthy, 2000, Penjamin Kualitas Dan Konsep Keperawatan: Metode dan Studi Kasus, EGC, Jakarta.
Hamid A.Y., 2003, Buku Ajar Aspek Spiritualitas Dalam Keperawatan, Widya Medika, Jakarta.
Hidayat, Komaruddin, 2006, Psikologi Kematian; Mengubah Kematian Menjadi Optimisme, Arcan, Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, edisi I, salemba medika, Jakarta.
Potter dan Perry, 2005, Keperawatan Fundamental, Vol. 1, Edisi terjemahan, EGC, Jakarta.
Sugiyono, 2001, Statistik Non Parametris, CV. Alfa Beta, Bandung.
Tarwoto dan Wartonah, 2003, Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.
Wijono D., 2000, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Air Langga University-Press, Surabaya.
46
47
Jadwal Penelitian
No Uraian KegiatanWaktu Dalam Bulan
April Mei Juni Juli Agustus September1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Identifikasi masalah2. Menyusun Proposal3. Seminar Proposal4. Perbaikan Proposal5. Pelaksanaan Riset6. Pengolahan dan
Analisa Data7. Menyusun Laporan Hasil
Riset8. Seminar Hasil9. Perbaikan Skripsi
47
top related