all-l3 hemato-onko pada anak

Upload: cempaka-kusuma-dewi

Post on 04-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tutorial Klinik

TRANSCRIPT

SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan AnakTutorial KlinikFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Disusun oleh :Cempaka Kusuma DewiNIM. 1010015018

Pembimbingdr. Diane Meytha Supit, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2015

LEMBAR PENGESAHAN

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Tutorial Klinik

Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinikpada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Disusun oleh:Cempaka Kusuma Dewi1010015018

Dipresentasikan pada 27 Februari 2015

Pembimbing

dr. Diane Meytha Supit, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiiiBAB 1 PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang1BAB 2 LAPORAN KASUS22.1 Identitas Pasien22.2 Anamnesis22.3 Pemeriksaan Fisik52.4 Pemeriksaan Penunjang62.5 Diagnosis Kerja62.6 Penatalaksanaan72.7 Prognosis72.8 Lembar Follow-Up7BAB 3 Tinjauan Pustaka93.1 Definisi93.2 Etiologi93.3 Epidemiologi93.4 Patogenesis93.5 Manifestasi Klinis113.6 Diagnosis113.7 Penatalaksanaan123.8 Prognosis20BAB 4 Penutup225.1 Kesimpulan22DAFTAR Pustaka23

1

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangLeukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih, dan manifestasinya berupa ditemukannya sel-sel abnormal pada pemeriksaan darah tepi. Penyakit yang masih belum diketahui penyebabnya ini merupakan proliferasi patologis dari leukosit sehingga fungsinya pun abnormal. Proses ini megganggu fungsi lain dari sel darah normal higga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.Leukemia akut merupakan 30-40% dari keganasan pada masa kanak-kanak. Rata-rata insidens adalah 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (ALL) 82% dan leukemia mieloblastik akut (AML) 18%. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk ALL dan mendekati 1 untuk AML. Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan ALL, hal ini disebabkan banyaknya kasus pre B-ALL pada rentang usia tersebut.

BAB 2LAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama : An. RRJenis kelamin : Laki-lakiUmur/TTL: 2 Tahun 6 Bulan / 21 Agustus 2013Alamat: Jl. Abdullah RT. 05 SebuluAnak ke: 3 dari 3 bersaudaraTanggal MRS: Tanggal 21 Februari 2015

2.2 Anamnesis Anamnesis dilakukan pada tanggal 23 Februari 2015 pukul 11.00 WITA, di ruang Melati RSUD A.W. Sjahranie Samarinda berupa alloanamnesa kepada ibu kandung pasien.1. Keluhan UtamaJadwal kemoterapi2. Riwayat Penyakit SekarangPasien diantar ibunya ke RS untuk rawat inap melalui IGD karna sudah mendekati jadwal kemoterapi leukemia rutin yang sudah dijalani sejak Maret 2014. Keluhan lain berupa batuk pilek yang sudah dialami 1 minggu belakangan ini yang tak kunjung sembuh. Tidak ada demam, pucat, kembung, maupun penurunan nafsu makan.3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien rutin menjalani protokol kemoterapi ALL sejak Maret 2014. Tepatnya saat pasien berumur 1 tahun 6 bulan mulai sakit, berupa demam dan dirawat di PKM Sebulu selama 2 hari dan dicurigai terkena demam tifoid. Seminggu kemudian pasien mengalami panas tinggi yang tidak kunjung turun walaupun sudah minum obat, perutnya membesar dan teraba keras, namun nafsu makan masih baik, kemudian pasien dibawa ke praktek dr. Sp.A namun dirujuk ke RS P. Pasien dirawat inap di RS P karena hasil tes darahnya tidak normal, yaitu Hb dan trombositnya sangat rendah, pasien kritis, lemas, pucat, bibirnya dan biru. Setelah 2 hari rawat inap, pasien dirujuk ke RSUD AWS karna di diagnosis kanker darah. Saat dibawa ke AWS kedaan pasien lebam-lebam biru di tubuhnya, gusi berdarah, badan membengkak, lemas dan rontok rambutnya. Pasien mendapatkan transfusi PRC dan PLT sebanyak 32 kantong selama 2 bulan awal mulai terapi leukemia. Pasien sempat pulang paksa 2 hari karena ayahnya meninggal namun kemoterapi tetap dilanjutkan. Setelah 2 bulan menjalani kemoterapi, perut mengempis tidak keras lagi. Kemoterapi rutin diruang kemo tiap Jumat. Kondisi pasien memburuk lagi saat mendapatkan obat high dose. Pasien lemas, sulit bangun selain untuk makan dan minum obat, gusi berdarah, kulit memerah, dan badannya bengkak. Saat masuk fase mainenance pasien sempat pasang NGT karna tidak bisa makan. Mulai 1 bulan yang lalu kondisi pasien membaik, rambut mulai tumbuh, berat badan naik dan nafsu makan meningkat. Riwayat asma disangkal Riwayat alergi makanan dan obat disangkal4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat mengalami keluhan yang serupa disangkal Riwayat DM (+), asma (+), tumor (-), penyakit jantung (-)5. Pertumbuhan dan Perkembangan AnakBerat badan lahir: 3.300 grPanjang badan lahir: ibu lupaBerat badan sekarang : 12,7 kgTinggi badan sekarang: 88 cmGigi keluar: 10 bulanTersenyum: 3 bulanMiring: 3 bulanTengkurap: 4 bulanDuduk: 8 bulanMerangkak: ibu lupaBerdiri: 10 bulanBerjalan: 11 bulanBerbicara 2 kata: ibu lupa Masuk TK: -6. Makan dan Minum AnakASI: sejak 0 bulan Dihentikan: usia 2 tahun 2 bulanSusu formula: usia 2 tahun 2 bulan (Dancow : takaran 6 sdt susu bubuk + 175 cc air)Buah: 10 bulanBubur susu: 3 bulanTim saring: 4 bulanMakan padat dan lauknya: usia 7 bulan7. Pemeriksaan PrenatalPeriksa di : dokter umumPenyakit kehamilan: sesak napas kambuh-kambuhan selama hamilObat-obat yang sering diminum: vitamin8. Riwayat KelahiranLahir di: rumahDitolong oleh: bidanUsia dalam kandungan: cukup bulan (9 bulan 10 hari)Jenis partus: spontanRiwayat kelahiran: bayi langsung menangis saat dilahirkan9. Pemeliharaan PostnatalPeriksa di: rumah (kunjungan bidan)Keadaan anak : sehat10. Keluarga BerencanaKeluarga Berencana: tidakMemakai sistem: -Sikap dan kepercayaan: -11. Jadwal ImunisasiImunisasiUsia Saat Imunisasi

IIIIIIIVBooster IBooster II

BCG2 bulan////////////////////////////////////////////////////////////

Polio0 bulan1 bulan2 bulan3 bulan--

Campak9 bulan////////////////////////////////////////////////////////////

DPT1 bulan2 bulan3 bulan////////////--

Hepatitis B0 bulan--////////////--

2.3 Pemeriksaan FisikKesan umum : sakit sedangKesadaran: E4V5M6Tanda Vital Frekuensi nadi: 125 x/menit Tekanan darah: 100/60 mmHg Frekuensi napas: 45 x/menit Temperatur: 36,7o CBerat badan : 12,7 kgPanjang badan: 88 cmStatus gizi: baik

KepalaRambut: warna hitam, tidak mudah dicabutMata: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)Hidung: sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)Mulut: mukosa bibir tampak lembab, sianosis (-), lidah bersih, faring hiperemis (-)Leher: kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)Thoraksa. Pulmo Inspeksi: bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (-)Palpasi: fremitus raba simetris D = SPerkusi: sonor di semua lapangan paruAuskultasi: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)b. CorInspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi: ictus cordis teraba di ICS V MCLS Perkusi: batas jantung kanan : ICS III right parasternal linekiri : ICS V left midclavicular lineAuskultasi: S1, S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)AbdomenInspeksi: flatPalpasi : soefl, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor kulit baik.Perkusi: timpaniAuskultasi : bising usus (+) kesan normalEkstremitas: akral hangat (+), edem (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan LaboratoriumLaboratorium23/Feb/2015

Darah Lengkap

Hb [g/dL]13,9

HCT [%]38,3

Leukosit [103/L]11,76

Trombosit [103/L]279

Kimia Darah

SGOT [U.I]28

SGPT [U.I]11

Ureum [mg.dl]23,3

Kreatinin [mg.dl]0,5

Natrium [mmol/L]120

Kalium [mmol/L]5,4

Chloride [mmol/L]110

2.5 Diagnosis KerjaALL-L3

2.6 PenatalaksanaanIGD : -Ruangan Melati : -

2.7 PrognosisDubia ad malam

2.8 Lembar Follow-UpTanggalPerjalanan PenyakitPengobatan

23/2/2015BB = 12,7 kg

S : batuk berdahak dan pilekO :KU : tampak sakit sedangKesadaran : E4V5M6TTV :N 110 x/i, RR 30 x/i, T 35,8oCAnemis (-), ikt (-), limfadenopati (-), vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-, S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), BU(+)N, NTE (-), akral hangat, edema (-)A : ALL-L3 pro kemoterapi + ISPA Hiperhidrasi Cefixime 2 x cth Puyer (ambroxol 6 mg dan CTM 1,25 mg) 3 x 1 pulv Cek DL dan kimia darah (elektrolit, LFT, RFT)

24/2/2015S : batuk berdahak dan pilekO :KU : tampak sakit sedangKesadaran : E4V5M6TTV : N 120 x/i, RR 40 x/i, T 35,9oCAnemis (-), ikt (-), limfadenopati (-), vesikuler +/+, Rh +/+, Wh -/-, S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), BU(+)N, NTE (-), akral hangat, edema (-)A : ALL-L3 pro kemoterapi + ISPA IVFD RL 1135 cc/24 jam (16 tpm) Cefixime 2 x cth Puyer (ambroxol 6 mg dan CTM 1,25 mg) 3 x 1 pulv Oralit ad. libitum Premedikasi, IV (ketamin 6,5 mg dan midazolam 1,3 mg) Pro kemoterapi (MTX IT 8 mg dan VCR 0,74 mg)

25/2/2015S : batuk-pilek berkurangO :KU : tampak sakit sedangKesadaran : E4V5M6TTV : N 100 x/i, RR 39 x/i, T 36oCAnemis (-), ikt (-), limfadenopati (-), vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-, S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), BU(+)N, NTE (-), akral hangat, edema (-)A : ALL-L3 + ISPA Aff infus Dexamethasone 1 x 2,94 mg, PO Cotrimoxazole syr 2 x I cth Cefixime 2 x cth Puyer (ambroxol 6 mg dan CTM 1,25 mg) 3 x 1 pulv Oralit ad. libitum

26/2/2015S : batuk berkurang, pilek (+)O :KU : tampak sakit sedangnKesadaran : E4V5M6TTV : N 100 x/i, RR 37 x/i, T 36,4oCAnemis (-), ikt (-), limfadenopati (-), vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-, S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), BU(+)N, NTE (-), akral hangat, edema (-)A : ALL-L3 + ISPA Dexamethasone 1 x 2,94 mg, PO Cotrimoxazole syr 2 x I cth Cefixime 2 x cth Puyer (ambroxol 6 mg dan CTM 1,25 mg) 3 x 1 pulv Oralit ad. libitum

BAB 3Tinjauan Pustaka

3.1 DefinisiLeukemia Limfoblastik Akut (ALL) adalah suatu penyakit keganasan (klonal) pada sumsum tulang dimana prekursor limfoid muda mengalami proliferasi dan menggantikan sel-sel hematopoetik normal dalam sumsum tulang (Seiter, 2014). Leukemia limfoblastik akut adalah penyakit keganasan yang berciri khas infiltrasi progresif dari sel limfoid imatur dari sumsum tulang dan organ limfatik yang dikenal sebagai limfoblas (UKK Hematologi-Onkologi IDAI, 2013).

3.2 EtiologiEtiologinya sampai saat ini masih belum jelas (Lanzkowsky, 2008), diduga kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah (Hassan & Alatas, 1998) : Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (benzen, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri). Faktor endogen seperti ras, faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter, dan angka kejadian pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal.

3.3 EpidemiologiLeukemia akut merupakan 30-40% dari keganasan pada masa kanak-kanak. Rata-rata insidens adalah 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (ALL) 82% dan leukemia mieloblastik akut (AML) 18% (Permono, 2012). Puncak insidens kejadian ALL adalah usia 2-3 tahun (Tubergen, Bleyer, & Ritchey, 2011) dengan rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 (Permono, 2012).

3.4 PatogenesisEtiologi dan predisposisi mengindikasikan adanya korelasi antara leukemogenesis dan berbagai faktor risiko (Imbach, Khne, & Arceci, 2011): Instabilitas/fragilitas kromosom Imunodefesiensi Pajanan lingkungan (radiasi ion, kimia, virus)

Gambar 1. Ilustrasi kejadian-kejadian penting pada perkembangan ALL anak (Wiemels, 2012)Sel-sel ganas ALL adalah sel prekursor limfoid (limfoblas) yang terhenti secara dini dalam proses pengembangannya. Proses ini disebabkan oleh ekspresi gen abnormal, seringkali sebagai hasil dari translokasi kromosom. Limfoblas menggantikan elemen normal sumsum tulang, menimbulkan penurunan produksi sel darah normal yang signifikan. Akibatnya pasien mengalami anemia, trombositopenia dan neutroenia yang terjadi dalam berbagai tingkatan. Limfoblas juga berproliferasi pada orgaan lainnya seperti liver, limpa dan kelenjar getah bening (Seiter, 2014). Secara molekuler, pada leukemia terjadi gangguan pada gen yang mengkode jalur regulasi dan transduksi sinyal (Imbach, Khne, & Arceci, 2011): Delesi kromosom, mutasi, atau gangguan kimiawi (metilasi) DNA dapat menimbulkan inaktivasi gen supresor tumor (p53) atau aktivasi proto-onkogen. Perubahan molekuler, seperti pada jalur Bcl-2 atau p53 dapat mengganggu mekanisme apoptosis normal.Secara imunologik, bila ALL disebabkan oleh virus maka patogenesisnya adalah sebagai berikut. Virus penyebab ALL akan mudah masuk ke tubuh manusia jika struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh. World Health Association (WHO) telah menetapkan istilah HL-A Human leucocyte locus A. Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan (Hassan & Alatas, 1998).

3.5 Manifestasi KlinisPresentasi dini dari ALL tidaklah spesifik dan relatif singkat. Anorexia, kelelahan, malaise, dan iritabel, demam ringan seringkali muncul secara intermiten. Nyeri tulang atau yang lebih jarang, nyeri sendi, terutama di ekstremitas bawah, mungkin timbul. Pasien sering memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan atas pada 1-2 bulan sebelumnya. Gejala mungkin terjadi dalam durasi beberapa bulan yang predominan terlokalisasi pada tulang atau sendi, dan dapat terjadi pembengkakan sendi. Nyeri tulang yang parah dan dapat membangunkan pasien pada malam hari. Penyakit semakin berkembang dan gejala kegagalan sumsum tulang kian nyata dengan munculnya tanda seperti pucat, mudah lelah, intoleransi aktivitas, memar, epistaksis, demam yang bisa timbul akibat infeksi atau penyakit itu sendiri. Infiltrasi pada organ dapat menyebabkan limfadenopati, hepatosplenomegali, pembesaran testis, atau keterlibatan sistem saraf pusat berupa sakit kepala neuropati kranial atau kejang. Gangguan pernapasan mungkin karena anemia berat atau karena tekanan massa mediastinum pada saluran napas (Tubergen, Bleyer, & Ritchey, 2011).

3.6 DiagnosisDiagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh pemeriksaan sumsum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan pemeriksaan penunjang lainnya (Permono, 2012). Pemeriksaan morfologi sel menggunakan klasifikasi FAB (French American British). Persentase sel blast yang ditemukan pada sumsum tulang minimal 25%. Jika mungkin, dilakukan pemeriksaan immunophenotyping (UKK Hematologi-Onkologi IDAI, 2013).

3.7 PenatalaksanaanPenatalaksaan ALL dalam tinjauan pustaka ini mengacu pada Protokol ALL yang diterbitkan oleh Indonesian Childhood ALL pada tahun 2013. Penatalaksanaan ALL terbagi menjadi dua, yakni : (a) tahap persiapan sebelum mengawali pemberian sitostatika, dan (b) tahap pemberian sitostatika. Berikut pembahasan lebih detail mengenai kedua tahapan tersebut :a. Tahap persiapan sebelum mengawali pemberian sitostatikaTujuan : untuk mencegah akan kerusakan ginjal lebih lanjut karena pengrusakan oleh sel leukemia selama induksi. Awal terdiagnosis : hidrasi yang adekuat dengan mempertahankan diuresis 1-2 ml/kg/jam. Untuk pasien dengan jumlah leukosit > 100.000 /mm3 atau sudah terjadi tanda sindrom lisis tumor. Transfusi :Dianjurkan untuk mempertahankan kadar hemoglobin> 10 g/dl selama pelaksanaan kemoterapi. Catat berat badan guna mengontrol kelebihan cairan, bila perlu beri furosemid. Kadar Hb optimal untuk pemberian sitostatika adalah > 8 g/dl. Namun setelah pemberian sitostatika selesai, transfusi komponen sel darah merah diberikan hingga kadar Hb mencapai > 10 g/dl (oksigenasi jaringan dianggap cukup optimal pada kadar Hb 8 12 g/dl ) (untuk lebih jelasnya lihat lampiran transfusi darah) Saat pemberian intratekal yang pertama, bila trombosit < 50.000/mm3, beri transfusi komponen trombosit. Dianjurkan untuk memeriksa immature plateletfraction(IPF). Bila ada trombositopenia disertai dengan tanda perdarahan mutlak diberi transfusi konsentrat trombosit. Jika trombositopenia berkepanjangan, dapat diberikan transfusi trombositbersamaan tindakan intratekal (IT), atau segera setelah selesai melakukan IT. Transfusi plasma segar beku menjadi pilihan bila ada perdarahan yang disebabkan karena faktor koagulasi, yang dibuktikan dengan pemanjangan darijalur intrinsik dan atau ekstrinsik dari pemeriksaan faal hemostasis. NutrisiDirekomendasikan untuk pemberian nutrisi yang adekuat sebelum memulai kemoterapi terutama pada kasus malnutrisi, intake kalori harus dipastikan, jangan ragu menggunakan NGT (nasogastric tube). Pengendalian infeksi Wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien. Periksa rutin dan menjaga kebersihan mulut dan mandi sikat gigi, hindari terjadinya luka dan perdarahan gusi dengan jangan menggosok gigi terlalu keras. Tidak diperlukan profilaksis antibiotik, maupun anti jamur (utamanya derivat azol ; flukonazol, itrakonazol) maupun dekontaminasi usus. Jika terdapat sepsis, pemberian sitostatika menunggu perbaikan keadaan umum minimal 3x24 jam dengan pemberian antibiotika intravena, jika infeksi ringan, pemberian sitostatika bersamaan dengan antibiotika. Oral Hygiene : sikat gigi, kumur dengan antiseptik apapun. Kontrol ke dokter gigi untuk perawatan gigi /kebersihan mulut/ bebas dari fokus infeksi pada saat sakit dan tiap 6 bulan. Konsul sejawat ahli THT untuk mencari fokus infeksi Parasit : obat cacing (mebendazol 500 mg dosis tunggal atau 2x100 mg selama 3 hari; albendazol 200 mg dosis tunggal; pirantel pamoat 10-12,5 mg/kgBB) dapat diberikan pada anak yang baru didiagnosis. Pengobatan cotrimoxazol profilaksis (dosis 4mg/kg trimethoprim dan 20mg/kg sulfamethoxazole) dosis 2 kali per hari selama 3 hari per minggu merupakan rekomendasi kuat untuk mencegah infeksi dari jerovecii, diberikan segera setelah selesai fase konsolidasi. Pemeriksaan status gizi senantiasa dilakukan pada awal pengobatan, setelah induksi, konsolidasi, reinduksi, dan rumatan sebelum blok steroid. Pemeriksaan status nutrisi termasuk : Anamnesis riwayat Tum-Bang Antropometri Pemeriksaan laboratorium : evaluasi hitung jenis, Na, K, Ca, P, ureum, kreatinin,albumin, SGOT, SGPT, bilirubin direk, bilirubin total.asam urat, pH urin

b. Tahap pemberian sitostatika1. Fase Induksi Sitostatika yang digunakan pada pengobatan induksi terdiri dari prednisone (PRED), vincristine (VCR), L-Asparaginase (L-Asp), Daunorubicin (DNR), dan methotrexate ( MTX ) intratekal. Prednisone(PRED) : - Digunakan pada Risiko Biasa (RB) dan Risiko Tinggi (RT). - Pada RB, window period diberikan dosis 60 mg/m2 per oral dibagi dalam 3 dosis selama 1 minggu. Selanjutnya diberikan 40 mg/m2 selama 5 minggu (total 6 minggu). Setelah 5 minggu dosis harus diturunkan setiap 3 hari menjadi separuh dosis sebelumnya, dan berhenti pada hari ke 42. - Pada RT dosis ditingkatkan secara bertahap. Jika BMP tertunda hingga 7-10 hari setelah prednisone selesai, harus diwaspadai terjadinya risiko rebound cell ( hematogones ).

Bila tidak dijumpai sel blast pada pemeriksaan liquor, terapi intratekal hanya menggunakan MTX. Bila dijumpai sel blast pada pemeriksaan liquor,menggunakan MTX tripledrug (MTX/deksametason/ara-C ), 2x seminggu dilakukan sampai negatif 3x berturut-turut. Apabila terjadi relaps CNS akan dikelola secara khusus. Dosis 30 mg/m2, bila tidak ada dapat diganti Doxorubicin 20 mg/m.

Fase Induksi ALL resiko tinggiVinkristin (VCR) : Dosis 1,5 mg/m2 (dosis mak 2mg) IV pada hari 7, 14, 21, 28, 35 dan 42 (dalam 10 ml NaCl 0,9% secara bolus IV pelan dalam 5 menit). Daunorubisin (DNR) intravena : Untuk risiko biasa diberikan 2 x selama induksi yaitu hari ke 21 dan ke 28 dengan dosis 30 mg/m2. Untuk pasien risiko tinggi dosis 30 mg/m2 , diberikan 4 kali pada hari ke-21, 28, 35,dan ke 42 ( DNR dilarutkan dalam NaCl 0,9 % 100 cc diberikan secara drip IV dalam 1 jam). Bila tidak tersedia adanya DNR, dapat diganti dengan Daunorubicin dengan dosis 20 mg/m2. L-Asparaginase (L-Asp) (jenis L-Asp E coli) : Pada risiko biasa dan risiko tinggi diberikan mulai hari ke 1 minggu ke 4 hingga akhir minggu ke 5 (untuk RB), minggu ke enam untuk RT. Diberikan 3 kali selang sehari dalam seminggu, sehingga total pemberian dalam 2 minggu adalah 6 kali, dan 9 x untuk penderita RT. Dosis 7500 Unit/m2 subkutan maksimal 2 mL per lokasi suntikan. Sebaiknya meggunakan paronal karena waktu paruh dan keefektivan (toksisitas) berbeda dengan merk lain dari Asparaginase. Bisa diberikan secara iv dalam 100 ml cairan diberikan dalam 1-2 jam, atau i.m dengan kompres es 15 menit sebelum injeksi, atau setelah L-Asp diaspirasi dalam syringe, ditambahkan 0,5 1 ml lidocain dalam syringe yang sama (tidak dikocok agar tidak tercampur), kemudian berikan im pelahan-lahan. Dalam kasus alergi L-Asp, harus diberikan L-Asp dari Erwinia dengan dosis 20000 IU/m2/dosis. Risiko hipersensitif/anafilkasis terhadap L-Asp umumnya tidak terjadi pada pemberian awal / fase induksi, tapi lebih sering bila diberikan pada fase reinduksi. Jika ada trombositopenia dalam pemberian im, maka berikan transfusi trombosit terlebih dahulu.Metotreksat (MTX) triple drug intratekal. Diberikan 3 kali dalam fase induksi : hari ke 1, 14, dan 28. Dosis yang digunakan tergantung umur (dikeluarkan 3-5 ml liquor). Gunakan 3 ml pelarut NaCl, dberikan intrathecal.

Beberapa hal yang perlu diingat Luas permukaan tubuh bisa dilihat dari tabel perkiraan permukaan tubuh berdasarkan dari BB dan TB dari Gehan dan George. Pada bayi (anak dibawah 1 tahun dengan BB < 10kg), dosis yang diberikan berdasarkan formula sbb :

BB < 6 kg = reduksi 50% BB 6 -10 kg/< 1 tahun = reduksi 30%

2. Fase Konsolidasi

Pada fase konsolidasi, pemberian metotreksat dosis tinggi (HD-MTX) dengan leukovorin rescue memerlukan perhatian yang khusus. HD-MTX Sehari sebelum pemberian HD-MTX, pasien harus dalam kondisi klinis yang baik (adekuat) dengan hasil pemeriksaan lab : Lekosit 2000/mm3 Trombosit 75000/ mm3 Fungsi ginjal normal (ureum dan kreatinin tidak > 4 kali batas normal) Peningkatan kimia enzim hati (S tidak lebih dari 10 kali dari batas atas nilain ormal. Alkaline urine (pH >6.5 tapi < 8.0) Tidak ada infeksi, diare, mucositis Tidak ada gangguan kencing Seminggu sebelum pemberian HD MTX, diberikan bicnat oral.

Metotreksat (MTX) triple drug intrathecal. Diberikan 3 kali dalam fase induksi : hari ke 1, 14, dan 28 Dosis yang digunakan tergantung umur (dikeluarkan 3-5 ml liquor) Gunakan 3 ml pelarut NaCl, dberikan intrathecal Dosis 1000 mg/m2, diberi awal minggu ke 9 dan 13, tanpa dibarengi dengan pemberian Mesna

3. Fase IntensifikasiPada fase ini mulai diberikan cotrimoksazol profilkasis dengan dosis 2-3 mg/kgbb/dosis (maksimal 2 x 80 mg/hari) diberi 3 kali seminggu.

CitarabineDosis : 75 mg/m2, diberikan pada minggu ke 15 dan 17, 3 kali dalam seminggu. Pemberian Citarabin secara IV bolus 3x seminggu berturut-turut. Prednison (PRED) : Diberikan sesudah makan dengan dosis 40 mg/m2 selama 4 minggu. Setelah 4 minggu (akhir minggu ke 16) dosis harus diturunkan setiap 3 hari menjadi separuh dosis sebelumnya, dan berhenti pada akhir minggu ke 17. Vincristine : Dosis 1,5 mg/m2 (dosis mak 2mg) IV pada awal minggu 14,15,16,17 (dalam 10 ml cairan normal saline secara IV pelan dalam 5 menit). Selesai intensifikasi, konsul neurologi. Daunorubicin (DNR) intravena :Diberikan 2 x awal minggu ke 14 dan 16 dengan dosis 30 mg/m2(dalam 1 jam IV). MTX i.tMTX it triple drug diberikan pada minggu ke 15 dan 17 (cara pemberian dan pedoman pemberian intratekal ini sama seperti pada fase induksi dan konsolidasi).

4. Fase Maintenance (Rumatan)Untuk risiko biasa (RB), fase rumatan dimulai pada minggu ke 13 dan berakhir pada minggu 110, sementara yang risiko tinggi (RT) dimulai minggu ke 18, dan akan berakhir pada minggu ke 118.Agar mendapat outcome yang baik, pemberian dosis yang tepat pada fase rumatan merupakan hal yang esensi. Bergantung pada kondisi sensitifitas anak terhadap kemoterapi.Persyaratan untuk mengawali rumatan : kondisi umum baik tidak ada infeksi Hematologi baik, Hb 10 g/dl, minimal hitung ANC 500, trombosit >50.000/mm3 tidak ada perdarahan fungsi hati dan ginjal baik 6 MP dan MTX : Pemberian 6-MP dan MTX p.o seharusnya menggunakan dosis maksimal yang dapat ditoleransi. Diberi 1 kali sehari (dosis tunggal) terutama dimalam hari saat perut kosong (setidaknya 30 menit sebelum atau 60 menit setelah makan malam) dan bukan dengan susu. Pemeriksaan fungsi hati selama pemeliharaan sebaiknya dilakukan setiap 3 bulan. Bila ada indikasi dapat dilakukan setiap saat. Disarankan pemberian MTX p.o malam hari. Hentikan pemberian obat ini bila terjadi kenaikan SGOT/SGPT > 10 kali nilai normal. Pengobatan dengan MTX ini juga harus dihentikan bila ada pneumonia. Pertahankan jumlah lekosit diantara 2000 - 4000/mm3 pada saat terakhir pemberian 6-MP. Deksametason Selama pemberian deksametason nilai lekosit akan meningkat, itu merupakan reaksi yang normal. Catatan, bahwa hal tersebut dapat menjadi indikasi untuk menurunkan ataupun menaikkan dosis.

3.8 PrognosisBerdasarkan faktor prognostik maka pasien dapat digolongkan kedalam kelompok risiko biasa dan risiko timggi (Permono, 2012).a. Definisi Risiko Biasa (Standar Risk) : Tidak didapatkan tanda-tanda dari risiko tinggi

b. Definisi dari Risiko tinggi (High Risk) : Pada saat didiagnosis memenuhi salah satu dari kriteria dibawah ini, Umur < 1 tahun atau > 10tahun Leukosit > 50.000 x 109/L Massa mediastinum > 2/3 dari diameter rongga thorak Terdapat > 15/3 ( 5 m) sel leukemia di cairan liquor serebrospinal (Cerebrospinal-meningeal leukemia) T-cell leukemia Mixed leukemia (bilineage leukemia) Lebih dari 1000 sel blast/m3 pada pemeriksaan darah tepi setelah 1 minggu mulai terapi pada LLA kelompok risiko biasa (UKK Hematologi-Onkologi IDAI, 2013).

BAB 4Penutup

5.1 KesimpulanLeukemia Limfoblastik Akut (ALL) adalah suatu penyakit keganasan (klonal) pada sumsum tulang dimana prekursor limfoid muda mengalami proliferasi dan menggantikan sel-sel hematopoetik normal dalam sumsum tulang. Kanker darah yang berciri khas berupa infiltrasi progresif dari sel limfoid imatur dari sumsum tulang dan organ limfatik yang dikenal sebagai limfoblas. Diagnosis ALL ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium berupa karakteristik morfologi dan pemeriksaan sitokimia dari aspirasi sumsum tulang. Pemeriksaan morfologi sel ganas menggunakan klasifikasi FAB (French American British). Persentase sel blast yang ditemukan pada sumsum tulang minimal 25%. Pengobatan ALL di Indonesia saat ini mengikuti Indonesian Childhood ALL Protocol 2013. Prognosis dari penyakit ini dipengaruhi banyak faktor yang terbagi menjadi risiko tinggi dan risiko biasa.

DAFTAR Pustaka

Hassan, R., & Alatas, H. (1998). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian IKA FK UI.Imbach, P., Khne, T., & Arceci, R. J. (2011). Pediatric Oncology: A Comprehensive Guide, 2nd Edition. New York: Springer.Lanzkowsky, P. (2008). Manual of Pediatric Hematology and Oncology, 4th Edition. USA: Elsevier, Inc.Permono, B. (2012). Lukemia Akut. In B. Permono, Sutaryo, I. Ugrasena, E. Windiastuti, & M. Abdulsalam, Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak (pp. 236-247). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.Seiter, K. (2014). Acute Lymphoblastic Leukemia. Retrieved from MedScape: http://emedicine.medscape.com/article/207631-overviewTubergen, D. G., Bleyer, A., & Ritchey, A. K. (2011). Acute Lymphoblastic Leukemia. In R. M. Kliegman, B. F. Stanton, J. W. III, N. F. Schor, & R. E. Behrman, Nelson Textbook of Pediatrics, 19th Edition. Philadelphia: Elsevier.UKK Hematologi-Onkologi IDAI. (2013). Protokol Pengobatan Leukemia Limfoblastik Akut Anak 2013. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.Wiemels, J. (2012). Perspectives on the Causes of Childhood Leukemia. Chemico-Biological Interaction, 59-67.

22