all 1

98
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Segmen bisnis ritel merupakan salah satu segmen penting bagi PT BNI (Persero) Tbk dalam upaya melaksanakan strategi Universal Banking. Salah satu komponen usaha yang cukup potensial dalam rangka meningkatkan aktivitas bisnis ritel BNI adalah dengan meningkatkan pemberian kredit atau pembiayaan kepada perorangan. BNI Syariah Cabang Bandung sebagai Pusat Layanan Pembiayaan Personal (LPP) diharapkan dapat membantu PT BNI (Persero) Tbk untuk meningkatkan aktivitas bisnis ritel tersebut, sekaligus meningkatkan fungsi kantor- kantor cabang dalam memberikan layanan jasa perbankan syariah yang optimal, berkualitas, dan memuaskan nasabah. Dengan keberadaan LPP, proses pemberian pembiayaan konsumtif dapat lebih cepat, akurat, dan terkendali. BNI Syariah dalam aktivitas pembiayaannya, melalui produk Murabahah tercatat sebagai transaksi yang terbanyak dipilih nasabah untuk pembelian aset. Murabahah adalah transaksi jual beli antara bank (penjual) dengan nasabah (pembeli), di mana bank mendapat sejumlah keuntungan, bank membeli barang (aset) yang diperlukan 1

Upload: kharin-larissa

Post on 05-Jul-2015

543 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: All 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Segmen bisnis ritel merupakan salah satu segmen penting bagi PT BNI

(Persero) Tbk dalam upaya melaksanakan strategi Universal Banking. Salah satu

komponen usaha yang cukup potensial dalam rangka meningkatkan aktivitas bisnis

ritel BNI adalah dengan meningkatkan pemberian kredit atau pembiayaan kepada

perorangan.

BNI Syariah Cabang Bandung sebagai Pusat Layanan Pembiayaan Personal

(LPP) diharapkan dapat membantu PT BNI (Persero) Tbk untuk meningkatkan

aktivitas bisnis ritel tersebut, sekaligus meningkatkan fungsi kantor-kantor cabang

dalam memberikan layanan jasa perbankan syariah yang optimal, berkualitas, dan

memuaskan nasabah. Dengan keberadaan LPP, proses pemberian pembiayaan

konsumtif dapat lebih cepat, akurat, dan terkendali.

BNI Syariah dalam aktivitas pembiayaannya, melalui produk Murabahah

tercatat sebagai transaksi yang terbanyak dipilih nasabah untuk pembelian aset.

Murabahah adalah transaksi jual beli antara bank (penjual) dengan nasabah

(pembeli), di mana bank mendapat sejumlah keuntungan, bank membeli barang (aset)

yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar

harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati. BNI Syariah memiliki

beberapa produk pembiayaan Murabahah, diantaranya Murabahah Konsumtif dan

Murabahah Produktif. Murabahah Konsumtif terdiri dari BNI Oto Syariah, BNI

Griya Syariah, Multiguna Syariah, dan BNI Fleksi Syariah, sedangkan Murabahah

Produktif terdiri dari Murabahah Usaha Ritel dan Murabahah Usaha Kecil.

Berdasarkan data nasabah BNI Syariah Cabang Bandung yang berdiri pada

tahun 2001, jumlah nasabah yang mengajukan pembiayaan setiap tahunnya

1

Page 2: All 1

2

mengalami peningkatan yang signifikan, dengan dominasi pembiayaan 75% adalah

Murabahah, selebihnya Musyarakah, Mudharabah, dan pembiayaan lainnya.

2004 2005 2006 2007 2008 20090

500100015002000

115 113339

1099

18362716

Grafik 1.1 Data Jumlah Nasabah yang Melakukan Realisasi Akad Pembiayaan Murabahah

Tahun 2004-2009

Tahun

Jum

lah

Nas

abah

Sumber: BNI Syariah Cabang Bandung (Data Diolah Kembali)

Grafik 1.1 menunjukkan bahwa selama 3 tahun terakhir jumlah nasabah yang

melakukan realisasi akad pembiayaan Murabahah meningkat sebesar 324% di tahun

2007 (dari 339 nasabah menjadi 1.099 nasabah di tahun 2007). Tahun 2008

meningkat sebesar 167% dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah nasabah

sebanyak 1.836 nasabah sedangkan pada tahun 2009 meningkat sebesar 148%

dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah nasabah sebanyak 2.716 nasabah.

Bertambahnya nasabah yang melakukan realisasi akad pembiayaan Murabahah

menimbulkan kecemasan pada BNI Syariah akan meningkatnya kredit bermasalah

atau yang lebih dikenal dengan Non Performing Financing (NPF).

Menurut Rivai dan Arifin (2010:742) pembiayaan bank menurut kualitasnya

pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi

dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk

membayar bagi hasil, mengangsur, serta melunasi pembiayaannya kepada bank.

Unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut oleh waktu pembayaran bagi hasil,

pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan digolongkan menjadi

lancar (pass), perhatian khusus (special mention), kurang lancar (substandard),

Page 3: All 1

3

diragukan (doubtful), dan macet (loss). Adapun untuk lebih jelasnya mengenai profil

risiko pembiayaan Murabahah BNI Syariah Cabang Bandung tahun 2007-2009 dapat

dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Profil Risiko Pembiayaan Murabahah

Tahun 2007-2009

Kolektabilitas 2007 2008 2009Lancar 48.016.962.650 108.667.848.711 119.891.852.035Perhatian Khusus 5.368.893.174 13.440.543.023 18.049.230.795Kurang Lancar 615.612.769 2.347.423.076 4.492.352.124Diragukan 849.947.996 434.140.370 382.663.131Macet 6.633.899.769 3.298.973.863 0

Jumlah 61.485.316.358 128.188.929.863 142.816.098.085NPF 13,17% 4,74% 3,41%

Sumber: BNI Syariah Cabang Bandung (Data Diolah Kembali)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 tingkat NPF BNI Syariah

Cabang Bandung adalah sebesar 13,17%, pada tahun 2008 mengalami penurunan

yang signifikan menjadi 4,74% dan pada tahun 2009 tingkat NPF kembali menurun

menjadi 3,41%. Penurunan tingkat NPF selama tahun 2008 dan 2009 ini

mencerminkan kinerja BNI yang semakin baik dalam mengelola penyaluran dana

yang diberikan kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan Murabahah walaupun

jumlah nasabah yang melakukan realisasi akad Murabahah mengalami peningkatan.

Adanya sejumlah nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah akan

memunculkan kerugian atau risiko kredit sebagai akibat kegagalan (default) dari

nasabah dalam memenuhi kewajibannya. Usaha bank syariah untuk menekan

kemungkinan kerugian yang timbul akibat penyaluran pembiayaan adalah dengan

menjaga kualitas pembiayaan. Kualitas pembiayaan pada bank syariah akan dinilai

berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar nasabah.

Bank yang berhasil menjaga kualitas pembiayaannya akan dapat memperkecil

kemungkinan kerugian, sedangkan bagi bank yang tidak berhasil menjaga kualitas

pembiayaannya akan berpotensi memiliki lebih banyak pembiayaan bermasalah,

Page 4: All 1

4

maka semakin besar pula cadangan penghapusan pembiayaan bermasalah yang

berakibat akan memperbesar biaya dan mengurangi laba.

Suatu hal yang sangat penting pada sistem pembiayaan bank syariah yang

membedakan antara sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan konvensional

yaitu adanya unsur kepercayaan yang sangat tinggi dalam sistem pembiayaan bank

syariah, oleh sebab itu bank syariah sangat rawan terhadap mereka yang beritikad

tidak baik, sehingga kemungkinan terjadinya Non Performing Financing cukup besar.

Selain kredit atau pembiayaan, faktor lain yang perlu mendapat perhatian khusus

dalam hal menilai tingkat kesehatan bank adalah profitabilitas. Jumlah keuntungan

yang layak, diperlukan setiap bank guna menarik minat para pemilik dana untuk

mendanai perluasan usaha serta membiayai usaha peningkatan mutu jasa.

Tingginya tingkat kemungkinan pembiayaan bermasalah akan berdampak

negatif bagi pihak bank. Menurut Lukman Dendawijaya (2000:88), implikasi bagi

pihak bank sebagai akibat dari timbulnya pembiayaan bermasalah diantaranya akan

mengakibatkan hilangnya kesempatan memperoleh income (pendapatan) bagi kredit

yang diberikan, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi

profitabilitas bank”.

Adapun untuk lebih jelasnya mengenai pengaruh tingkat pembiayaan

bermasalah terhadap tingkat profitabilitas (return on asset) BNI Syariah Cabang

Bandung dapat dilihat dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Tingkat Kolektibilitas dan Profitabilitas (Return On Asset)

2007 2008 2009Kolektibilitas 86,83% 95,26% 96,59%ROA 0,62% 1,26% 1,4%

Sumber: BNI Syariah Cabang Bandung (Data Diolah Kembali)

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase kolektabilitas maka

ROA yang didapat akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena tingginya

persentase kolektabilitas menunjukkan keberhasilan BNI dalam meminimalisasi

tingkat pembiayaan bermasalah. Semakin tinggi persentase kolektibilitas maka

Page 5: All 1

5

semakin rendah tingkat NPF dan akan semakin tinggi pula persentase tingkat

profitabilitas.

Berdasarkan fenomena yang diuraikan, terutama mengenai pengaruh tingkat

Non Performing Financing pembiayaan Murabahah terhadap profitabilitas dan

didukung oleh penelitian mengenai pengaruh modal, dana pihak ketiga dan Non

Performing Financing terhadap profitabilitas yang dilakukan oleh Andri Priyo Utomo

(2008) yang melakukan penelitiannya di BMT (Baitul Maal wat-Tamwil) Amanah,

menyimpulkan bahwa pengaruh variabel NPF terhadap profitabilitas (return on asset)

BMT Amanah periode 2007 sampai 2008, didapatkan negatif dan tidak signifikan,

tingkat pembiayaan bermasalah yang dihasilkan dari pembiayaan yang disalurkan

berdampak negatif pada peningkatan keuntungan dan pertumbuhan aset BMT Amanah

pada kurun waktu 2 tahun terakhir. Terdapat perbedaan lokasi, variabel, dan waktu

penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Andri Priyo

Utomo, dengan demikian maka peneliti melakukan penelitian yang dituangkan dalam

bentuk skripsi yang berjudul: “PENGARUH TINGKAT NON PERFORMING

FINANCING PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP TINGKAT

PROFITABILITAS BANK SYARIAH” (Studi Kasus Pada PT BNI (Persero)

Tbk Kantor Cabang Syariah Bandung).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat diidentifikasi beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat Non Performing Financing pembiayaan Murabahah?

2. Bagaimana tingkat profitabilitas yang diperoleh dari pembiayaan Murabahah?

3. Bagaimana pengaruh tingkat Non Performing Financing pembiayaan Murabahah

terhadap tingkat profitabilitas?

Page 6: All 1

6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, mengolah, serta

menganalisis, selanjutnya hasil penelitian tersebut akan dituangkan dalam bentuk

skripsi sebagai syarat untuk mengikuti ujian tingkat Sarjana Fakultas Ekonomi

Universitas Widyatama.

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian

adalah untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang telah diidentifikasikan

tersebut, yaitu:

1. Mengetahui tingkat Non Performing Financing pembiayaan Murabahah.

2. Mengetahui tingkat profitabilitas yang diperoleh dari pembiayaan Murabahah.

3. Mengetahui besarnya pengaruh tingkat Non Performing Financing pembiayaan

Murabahah terhadap tingkat profitabilitas.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi:

1. Bagi kalangan perbankan

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan masukan yang berguna bagi

kalangan perbankan dalam menyalurkan pembiayaannya dan menjadi

pertimbangan untuk diaplikasikan pada perbankan khususnya BNI Syariah

Cabang Bandung.

2. Bagi pemerintah

Penelitian ini kiranya dapat memberikan masukan pula bagi pemerintah dan

pihak pengambil keputusan terkait memberi alternatif arah pengembangan

industri perbankan kita untuk masa yang akan datang.

3. Bagi penulis

Dapat menambah pengetahuan mengenai industri perbankan umumnya dan

seputar profitabilitas yang dihasilkan pada pembiayaan Murabahah BNI Syariah

Cabang Bandung.

Page 7: All 1

7

4. Bagi kalangan akademisi dan masyarakat

Sebagai bahan dokumentasi untuk melengkapi sarana yang dibutuhkan dalam

penyediaan bahan studi bagi pihak-pihak yang mungkin membutuhkan untuk

mengetahui pengaruh tingkat kemungkinan kegagalan pembiayaan Murabahah

terhadap profitabilitas BNI Syariah Cabang Bandung..

1.5 Kerangka Pemikiran

Kegiatan perbankan syariah di Indonesia saat ini secara hukum diatur dalam

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. Bank didefinisikan dalam pasal 1 ayat 2 UU

No. 21 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.”

Bank dalam menjalankan usahanya berfungsi menghimpun dana dari

masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan

sebagai Financial Intermediary. Secara lebih spesifik, bank berfungsi sebagai agent

of trust (kegiatannya berdasarkan kepercayaan), agent of development (memperlancar

kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi) dan sebagai agent of service

(menawarkan berbagai jasa).

Pengertian bank syariah dalam pasal 1 ayat 7 UU No .21 Tahun 2008 adalah:

“Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”

Berdasarkan definisi tersebut prinsip utama operasional bank berdasarkan

prinsip syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Bank

syariah dikembangkan atas dasar tidak memperbolehkan pemisahan antara masalah-

masalah duniawi dan agama. Dasar tersebut mengharuskan kepatuhan terhadap

Page 8: All 1

8

syariah sebagai dasar bagi semua aspek kehidupan. Dasar ini tidak mencakup ibadah

saja tetapi juga transaksi bisnis yang harus sesuai dengan hukum Islam. Misalnya,

salah satu aspek yang paling menonjol dari hukum Islam adalah pelarangan riba.

Larangan terhadap riba tersebut seperti tercantum dalam Al-Quran sebagai

berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah (2): 278-279)

Penyaluran dana pada bank syariah seperti halnya bank konvensional dalam

bentuk pembiayaan kredit biasanya mendominasi sebagian besar pengalokasian dana

bank. Berdasarkan UU No.21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 25 yang dimaksud dengan

pembiayaan adalah:

“Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istishna’;d. transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh; dane. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.”

Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah yaitu pembiayaan Murabahah

didasarkan atas kepercayaan sehingga dengan demikian pemberian dana tersebut

merupakan pemberian kepercayaan kepada nasabahnya.

Page 9: All 1

9

Menurut Rivai dan Arifin (2010:687) bahwa pembiayaan Murabahah adalah:

“Perjanjian jual-beli antara bank dan nasabah di mana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.”

Pembiayaan merupakan suatu proses mulai dari analisis kelayakan

pembiayaan sampai kepada realisasinya, sehingga pejabat bank syariah perlu

melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan. Kemungkinan kegagalan yang

terjadi dari pembiayaan adalah kemungkinan kegagalan pembiayaan dikaitkan

dengan kemampuan debitur untuk membayar kembali pinjamannya.

Menurut Siamat (2005:358), Non Performing Financing adalah:

“Pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor

internal yaitu adanya kesengajaan dan faktor eksternal yaitu suatu kejadian

diluar kemampuan kendali kreditur.”

Menurut Mahmoeddin (2010:52), Non Performing Financing pada dasarnya

disebabkan oleh faktor intern dan ekstern. Kedua faktor tersebut tidak dapat dihindari

mengingat adanya kepentingan yang saling berkaitan sehingga mempengaruhi

kegiatan usaha bank.

Pembiayaan bermasalah merupakan sumber kerugian yang sangat besar jika

tidak ditangani dengan baik, maka dari itu diperlukan penanganan yang sistematis

dan berkelanjutan. Banyak faktor yang menyebabkan kredit tersebut bermasalah

antara lain faktor internal dan faktor eksternal dari bank. Pembiayaan bermasalah

dalam jumlah besar akan menurunkan tingkat operasi bank tersebut. Apabila

penurunan pembiayaan dan profitabilitas sudah sangat parah sehingga mempengaruhi

likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas bank, maka kepercayaan para penitip dana

terhadap bank akan menurun.

Page 10: All 1

10

Pemberian pembiayaan dana oleh bank syariah dimaksudkan sebagai salah

satu usaha bank untuk meningkatkan perolehan laba. Berkaitan dengan profitabilitas,

menurut Muhammad (2005:271) bahwa alokasi dana bank syariah pada dasarnya

dapat dibagi dalam dua bagian penting dari aktiva bank seperti aktiva yang

menghasilkan (earning assets) diantaranya pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil

(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (musyarakah),

pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (murabahah), pembiayaan berdasarkan

prinsip sewa (ijarah dan ijarah wa iqtina/ijarah muntahiya biltamlik), surat-surat

berharga syariah dan investasi lainnya serta aset yang tidak memberikan penghasilan

(non performing assets) diantaranya aktiva dalam bentuk tunai, pinjaman (qard), dan

penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris.

Tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh bank atau yang lebih dikenal dengan

istilah profitabilitas merupakan pengukuran mengenai kemampuan bank dalam

menghasilkan laba dan aset yang digunakan. Dengan demikian profitabilitas dapat

digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja bank.

Menurut www.e-samuel.com bahwa profitabilitas adalah:

“Kemampuan suatu bank mendapatkan profit, biasanya ditunjukkan dengan marjin, baik marjin kotor, marjin usaha, maupun marjin bersih. Profitabilitas juga bisa menunjukkan pengembalian keuntungan bank baik terhadap modal yang dimiliki bank (return on equity) maupun terhadap aset (return on assets).”

Menurut www.peminatanakuntansikeuangan002.com profitabilitas adalah:

“Merupakan perbandingan antara laba operasional dengan jumlah seluruh

aktiva perusahaan pada suatu periode.”

Penyaluran pendanaan kepada masyarakat dilakukan oleh bank untuk

menghasilkan laba. Penyaluran dana tersebut mengandung suatu risiko tidak

dikembalikannya dana yang disalurkan. Oleh karena itu, analisis kredit harus berhati-

hati dalam menyalurkan dana tersebut, agar risiko terjadinya kredit bermasalah dapat

diminimalkan.

Page 11: All 1

11

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat Non

Performing Financing pembiayaan Murabahah memiliki hubungan dengan tingkat

profitabilitas bank syariah. Hubungan tersebut dituangkan dalam bagan kerangka

pemikiran sebagai berikut:

Bagan Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Diteliti Tidak diteliti

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran

maka dapat diambil suatu hipotesis yang menyatakan bahwa:

“Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat Non Performing Financing

pembiayaan Murabahah terhadap tingkat profitabilitas yang dihasilkan oleh BNI

Syariah Cabang Bandung.”

Sistem Perbankan Indonesia

Bank Syariah Bank Konvensional

Kredit Pembayaran

CAR

Surat Berharga

Analisis Laporan Keuangan

Manajemen

Penilaian Kesehatan

Aktiva Produktif Likuiditas

Pembiayaan Murabahah Bermasalah

Penempatan Pada Bank Lain

Penyertaan Modal

Musyarakah Mudharabah

Tingkat Non Performing Financing Murabahah

(X)

Profitabilitas (Y)

Murabahah Al-Bai’ Salam

Bai’ Al-istishna

Page 12: All 1

12

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode asosiatif. Menurut

Sugiyono (2009:69) pengertian metode asosiatif adalah:

“Suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variable atau lebih serta dapat membangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala atau fenomena.”

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi

kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library research) dilakukan untuk

memperoleh data sekunder yang digunakan sebagai landasan teoritis masalah yang

akan diteliti. Studi kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data

sekunder. Penelusuran data sekunder memerlukan cara agar penelitian data sekunder

dapat dilakukan lebih cepat dan efisien. Penelusuran data sekunder dilakukan dengan

penelusuran secara manual. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:151),

penelusuran secara manual adalah:

“Data sekunder yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan.”

Data sekunder yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan antara lain

berupa: jurnal, majalah, bulletin dan bentuk publikasi yang diterbitkan secara

periodik, buku, atau sumber data lainnya seperti laporan tahunan perusahaan.

1.6.2 Operasionalisasi variabel

Sesuai dengan judul yang dipilih yaitu “Pengaruh Tingkat Non Performing

Financing Pembiayaan Murabahah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah” maka

terdapat 2 variabel yang akan dianalis, yaitu :

1. Tingkat Non Performing Financing Pembiayaan Murabahah (X), yaitu variabel

bebas yang keberadaanya tidak dipengaruhi oleh variabel lain.

Page 13: All 1

Tingkat Profitabilitas Bank Syariah

(variabel dependen)

13

2. Tingkat Profitabilitas Bank Syariah (Y), yaitu variabel terikat yang dipengaruhi

oleh variabel independen.

Model penelitian yang menunjukkan hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen disajikan dalam bentuk gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1 Hubungan antara Variabel Independen (Tingkat Non Performing

Financing Pembiayaan Murabahah) dengan Variabel Dependen (Tingkat

Profitabilitas Bank Syariah)

1.6.3 Rancangan Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui pengaruh tingkat Non Performing Financing pembiayaan

Murabahah terhadap tingkat profitabilitas bank syariah, digunakan analisis statistik

yaitu analisis korelasi, regresi linier, dan koefisien determinasi. Sedangkan untuk

menguji hipotesis digunakan uji t statistik.

1.7 Lokasi dan waktu

Penelitian ini dilakukan di PT BNI (Persero) Tbk kantor cabang Syariah

Bandung yang beralamat di Jalan Buah Batu No. 157 C Bandung. Waktu yang

digunakan untuk penelitian ini dimulai sejak bulan Agustus 2010 sampai dengan

selesai.

Tingkat Non Performing Financing Pembiayaan

Murabahah

Page 14: All 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Bank Syariah

2.1.1 Pengertian Bank Syariah

Kegiatan perbankan syariah di Indonesia saat ini secara hukum diatur dalam

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. Bank didefinisikan dalam pasal 1 ayat 2

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.”

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Kasmir (2008:2) yang mengartikan bank

adalah sebagai berikut:

“Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke

masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.”

Definisi bank umum menurut pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun

1998 tentang perbankan adalah:

“Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

Menurut pasal 1 ayat 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 definisi bank

syariah adalah:

“Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”

14

Page 15: All 1

15

Berdasarkan pengertian bank syariah menurut pasal 1 ayat 7 Undang-Undang

No. 21 Tahun 2008 maka dapat disimpulkan bahwa bank syariah adalah bank yang

pengelolaan dan pengoperasionalannya menggunakan prinsip Islam atau prinsip

syariah.

Dirumuskan pada pasal 1 ayat 12 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008

pengertian prinsip syariah, yaitu:

“Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan

berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan

dalam penetapan fatwa di bidang syariah.”

Bank syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking

atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan

Islamic tidak dapat dilepaskan dari asal-usul sistem perbankan syariah itu sendiri.

Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok

ekonom dan praktisi perbankan Muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari

berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang

dilaksanakan sejalan dengan moral dan prinsip-prinsip syariah. Misalnya, salah satu

aspek yang paling menonjol dari hukum Islam adalah pelarangan riba.

Larangan terhadap riba tersebut seperti tercantum dalam Al-Quran sebagai

berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah (2): 278-279)

Page 16: All 1

16

2.1.2 Prinsip Bank Syariah

Menurut pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007, ditegaskan

bahwa dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, dan

pelayanan jasa, bank syariah wajib memenuhi prinsip syariah atau prinsip Islam.

Prinsip syariah yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:

a. Memenuhi ketentuan pokok hukum Islam, antara lain:

1. Prinsip Keadilan (‘adl)

Menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya

pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai porsinya.

2. Prinsip Keseimbangan (tawazun)

Meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, sektor keuangan dan

sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan

kelestarian.

3. Prinsip Kemaslahatan (maslahah)

Merupakan segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan ukhrawi,

material dan spiritual, individual dan kolektif, serta harus memenuhi tiga

unsur, yakni kepatuhan syariah (halal), bermanfaat dan membawa kebaikan

(thoyib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan

kemudaratan.

4. Prinsip Universalisme (alamiyah)

Dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan

(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan, sesuai

dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

b. Tidak mengandung unsur-unsur:

1. Gharar

Transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui

keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan,

kecuali diatur lain dalam syariah.

Page 17: All 1

17

2. Maysir

Transaksi yang bersifat spekulatif (untung-untungan) yang tidak terkait

langsung dengan produktivitas di sektor riil.

3. Riba

Pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil), antara lain,

dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima

fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena

berjalannya waktu (nasiah).

4. Dzalim

Transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

5. Riswah

Tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk lainnya yang

melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau kemudahan

dalam suatu transaksi.

6. Objek haram

Suatu barang atau jasa yang diharamkan dalam syariah.

Ketentuan dalam pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 menegaskan

bahwa:

“Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip

syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.”

Pasal 2 undang-undang tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa perbankan

syariah dalam melakukan kegiatan usaha diwajibkan berasaskan dan

mengimplementasikan prinsip syariah.

2.1.3 Sasaran Bank Syariah

Sasaran utama pendirian bank syariah menurut Rivai dan Arifin (2010:33)

adalah untuk menyebarkan kemakmuran ekonomi dalam struktur Islam dengan

Page 18: All 1

18

mempromosikan dan mengembangkan prinsip Islam dalam area bisnis. Poin

sasarannya sebagai berikut:

1. Menawarkan Jasa Keuangan

Aturan dan hukum dari bank syariah dengan tepat menerapkan prinsip syariah

untuk transaksi keuangan, dimana riba dan gharar diidentifikasi sebagai tidak

Islami. Pendorong utamanya adalah kearah keuangan yang berbagi risiko dan

fokus pada kegiatan-kegiatan yang halal. Fokusnya adalah menawarkan transaksi

perbankan yang melekat pada prinsip syariah dan menolak transaksi bank

konvensional yang berdasarkan bunga.

2. Menjaga Stabilitas Nilai Uang

Islam mengakui uang sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditi, dimana

harga dapat digunakan. Sistem tanpa bunga membawa ke stabilitas dalam nilai

uang sehingga bisa menjadi alat tukar yang dapat dipercaya dalam unit transaksi.

3. Pengembangan Ekonomi

Bank syariah mengembangkan ekonomi melalui fasilitas seperti Murabahah,

Mudharabah, dan lain-lain, dengan prinsip pembagian keuntungan dan kerugian

yang khusus. Hal ini membangun relasi yang langsung dan dekat antara hasil atas

investasi bank dan keberhasilan operasi dari bisnis oleh pengusaha, dimana akan

berdampak pada perkembangan ekonomi negara.

4. Alokasi Sumberdaya yang Optimum

Bank syariah optimis dalam mengalokasi sumber dana melalui investasi dari

sumber keuangan ke proyek-proyek yang diyakini sangat menguntungkan,

diizinkan agama dan memberi keuntungan secara ekonomi.

5. Mendistribusikan Sumberdaya secara Seimbang

Bank syariah yakin keseimbangan pendistribusian dari pendapatan dan

sumberdaya diantara pihak-pihak yang mengambil bagian yaitu bank, nasabah,

dan pengusaha dengan pendekatan pembagian keuntungan.

Page 19: All 1

19

6. Pendekatan yang Optimis

Prinsip pembagian keuntungan mendorong bank untuk memilih proyek-proyek

dengan keuntungan yang jangka panjang daripada keuntungan jangka pendek. Hal

ini memimpin bank untuk mempelajari terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam

suatu proyek yang aman baik bagi bank dan investor. Hasil yang tinggi yang

diperoleh kemudian didistribusikan ke shareholder yang memberikan keuntungan

sosial dan membawa kemakmuran secara ekonomi.

2.1.4 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional

dikemukakan oleh Triandaru dan Budisantoso (2006:156), antara lain:

a. Perbedaan falsafah

Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada

landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem

bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank konvensional kebalikannya.

Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-

produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem

bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual-beli serta kemitraan yang

dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil.

b. Konsep pengelolaan dana nasabah

Dana nasabah dalam sistem bank syariah dikelola dalam bentuk titipan maupun

investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada bank

konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep

dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, bank syariah harus dapat

memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang

tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang

membutuhkan pengendapan dana.

Page 20: All 1

20

c. Kewajiban mengelola zakat

Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib

membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan

mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada

bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infak, dan sedekah).

d. Struktur organisasi

Struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas

Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank agar selalu sesuai

dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional

(DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan

syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan

menyimpang. DSN juga mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang

memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk

memberikan sanksi.

Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional secara singkat dapat

dilihat pada tabel 2.1, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Bank Syariah Bank KonvensionalBerinvestasi pada usaha yang halal Bebas nilaiBerdasarkan prinsip bagi hasil, margin keuntungan dan fee

Sistem bunga

Besaran bagi hasil berubah-ubah bergantung kinerja usaha

Besarannya tetap

Profit dan falah oriented Profit orientedHubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitur-kreditur

Pergerakan dan penyaluran dana harus sesuai dengan pendapat Dewan Pengawas Syariah

Tidak terdapat Dewan Pengawas Syariah

Sumber: Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Triandaru & Budisantoso,2006:157)

Page 21: All 1

21

2.2 Pembiayaan

2.2.1 Pengertian Pembiayaan

Dua fungsi utama bank syariah adalah menghimpun dana dan menyalurkan

dana. Penyaluran dana yang dilakukan bank syariah adalah pemberian pembiayaan

kepada debitur yang membutuhkan, baik untuk modal usaha maupun untuk konsumsi.

Pengertian pembiayaan menurut Rivai dan Arifin (2010:681) adalah:

“Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu

pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,

baik dilakukan sendiri maupun lembaga.”

Menurut Kasmir (2008:102) pembiayaan adalah:

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”

Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembiayaan

adalah pendanaan atau penyediaan uang dimana didasari oleh kesepakatan atau

persetujuan antara bank dan pihak lain untuk mendukung investasi yang telah

direncanakan oleh pihak lain yang memerlukan dana dengan jangka waktu yang telah

disepakati.

2.2.2 Pembiayaan Bank Syariah

Pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk aktiva

produktif dan aktiva tidak produktif, namun dalam praktiknya pembiayaan lebih

banyak diwujudkan dalam bentuk aktiva produktif.

Pengertian aktiva produktif menurut Mahmoeddin (2010:18) adalah:

“Semua penanaman dana dalam rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan

untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.”

Page 22: All 1

22

Menurut Muhammad (2005:304) pengertian pembiayaan adalah:

“Pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti bank syariah

dan dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan kepada

nasabah.”

Berdasarkan UU No.21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 25 yang dimaksud dengan

pembiayaan adalah:

“Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamlik;c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan

istishna’;d. transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh; dane. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.”

Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembiayaan

bank syariah adalah semua pendanaan yang dilakukan oleh bank syariah kepada

nasabahnya untuk mendukung investasi dan memperoleh penghasilan sesuai dengan

fungsinya.

2.2.3 Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah

Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank syariah memiliki

banyak jenis pembiayaan. Jenis-jenis pembiayaan menurut Rivai dan Arifin

Page 23: All 1

23

(2010:686) pada dasarnya dapat dikelompokkan menurut beberapa aspek, di

antaranya:

1. Pembiayaan menurut tujuan

Pembiayaan menurut tujuannya dibedakan menjadi:

a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk

mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.

b. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan

investasi atau pengadaan barang konsumtif.

2. Pembiayaan menurut jangka waktu

Pembiayaan menurut jangka waktunya dibedakan menjadi:

a. Pembiayaan jangka waktu pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu

satu bulan sampai dengan satu tahun.

b. Pembiayaan jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan dengan

waktu satu tahun sampai dengan lima tahun.

c. Pembiayaan jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu

lebih dari lima tahun.

Jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk aktiva

produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu:

1. Jenis aktiva produktif pada bank syariah, dialokasikan dalam bentuk pembiayaan

sebagai berikut:

a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

1. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan

pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan

pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang

telah disepakati sebelumnya.

2. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik dana

atau modal untuk mencampurkan dana atau modal mereka pada suatu

Page 24: All 1

24

usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana atau

modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli

1. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dan

nasabah di mana bank syariah membeli barang yang diperlukan oleh

nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan

sebesar harga perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang

disepakati antara bank syariah dengan nasabah.

2. Pembiayaan Salam

Pembiayaan Salam adalah perjanjian jual-beli barang dengan cara

pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih

dulu.

3. Pembiayaan Istishna

Pembiayaan Istishna adalah perjanjian jual-beli dalam bentuk pemesanan

pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang

disepakati antara pemesan dan penjual.

c. Pembiayaan dengan prinsip sewa

1. Pembiayaan Ijarah

Pembiayaan Ijarah adalah perjanjian sewa-menyewa suatu barang antara

bank dengan penyewa dalam waktu tertentu, setelah masa sewa berakhir

maka barang sewaan dikembalikan kepada pihak bank. Ijarah sama

dengan prinsip jual-beli hanya saja yang menjadi objek adalah dalam

bentuk manfaat.

2. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina

Pembiayaan Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa Iqtina adalah perjanjian

sewa-menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan

kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa (bank) kepada

pihak penyewa.

Page 25: All 1

25

d. Surat Berharga Islam

Surat berharga Islam adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip Islam

yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal, antara lain

wesel, obligasi Islam, sertifikat dana Islam, dan surat berharga lainnya

berdasarkan prinsip Islam.

e. Penempatan

Penempatan adalah penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya

antara lain dalam bentuk giro, dan/atau tabungan wadiah, dan bentuk-bentuk

penempatan lainnya berdasarkan prinsip Islam.

f. Penyertaan Modal

Penyertaan modal adalah penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham

pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah, termasuk

penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi dengan opsi saham atau

jenis transaksi tertentu berdasarkan prinsip Islam yang berakibat bank syariah

memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak di bidang

keuangan syariah.

g. Penyertaan Modal Sementara

Penyertaan modal sementara adalah penyertaan modal bank syariah dalam

perusahaan untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan/atau piutang

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan bank Indonesia yang berlaku,

termasuk dalam surat utang konversi dengan opsi saham atau jenis transaksi

tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada

perusahaan nasabah.

h. Transaksi Rekening Administratif

Transaksi rekening administratif adalah komitmen dan kontinjensi

berdasarkan prinsip Islam yang terdiri atas bank garansi,

akseptasi/endosemen, Irrevocable Letter of Credit (L/C) yang masih berjalan,

dan garansi lain berdasarkan prinsip Islam.

Page 26: All 1

26

i. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)

SWBI adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti

penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.

2. Jenis aktiva tidak produktif

a. Pinjaman Qardh

Pinjaman Qardh atau talangan adalah penyediaan dana dan/atau tagihan

antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak

peminjam melakukan pembayaran sekaligus ataupun secara berangsur.

2.3 Pembiayaan Murabahah

2.3.1 Pengertian Pembiayaan Murabahah

Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu ( �ُح� yang (الِر�ْب

berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan), sedangkan dalam definisi para ulama

terdahulu adalah jual-beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui.

Hakikatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) yang diketahui kedua belah

transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya.

Disebutkan dalam ketentuan pasal 3 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor

7/46/PBI/2007 bahwa yang dimaksud dengan Murabahah adalah:

“Transaksi jual-beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah

dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual

menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.”

Menurut Rivai dan Arifin (2010:216) Pembiayaan Murabahah adalah:

“Transaksi jual-beli antara bank dengan nasabah, di mana bank mendapat sejumlah keuntungan (bank menjadi penjual dan nasabah menjadi pembeli). Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati.”

Page 27: All 1

27

Menurut Heri Sudarsono (2003:47) Pembiayaan Murabahah adalah:

“Jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang

disepakati antara pihak bank dan nasabah.”

Sedangkan menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (No.59,

2009:59.6), pembiayaan Murabahah adalah:

“Akad jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan

(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.”

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pembiayaan Murabahah merupakan bentuk pembiayaan berprinsip jual-beli yang

pada dasarnya merupakan penjualan dengan keuntungan (margin) tertentu yang

ditambahkan di atas biaya perolehan, penjual memberitahukan kepada pembeli biaya

perolehan dan keuntungan yang diinginkannya.

2.3.2 Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah

Landasan hukum Islam dari jual-beli berdasarkan Murabahah menurut

Rachmadi Usman (2009:178) dapat ditemukan dalam Al-Quran, Hadits, dan ‘Ijma,

sebagai berikut:

a. QS. Al-Baqarah (2):275

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.”

b. QS. An-Nisa (4):29

“Hai orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu

dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan

suka sama suka di antaramu.”

c. Hadits Riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu Majah

Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya

jual-beli itu harus dilakukan suka sama suka.”

Page 28: All 1

28

d. Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib

Nabi bersabda, “Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual-beli tidak secara

tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jemawut

untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.”

e. ‘Ijma Mayoritas Ulama

Mayoritas ulama tentang kebolehan jual-beli dengan cara Murabahah

sebagaimana dinyatakan Ibnu Rusyd dalam “Bidayah al-Mujtahid Juz 2” dan

al-Kasani dalam “Bada’I as-Sana’I Juz 5.”

2.3.3 Beberapa Ketentuan Umum

Berkenaan dengan pembiayaan Murabahah dalam kegiatan perbankan

syariah, DSN telah mengeluarkan Fatwa Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Murabahah, yang menetapkan pedoman bagi bank syariah yang memiliki fasilitas

Murabahah. Ketentuan tentang pembiayaan Murabahah yang telah dirumuskan DSN

dalam Fatwanya Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 sebagai berikut:

a. Ketentuan umum Murabahah dalam bank syariah

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad Murabahah yang bebas riba.

2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.

3. Bank membiayai sebagaian atau seluruh harga pembelian barang yang telah

disepakati kualifikasinya.

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan

pembelian ini harus sah dan bebas riba.

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,

misalnya, jika pembelian dilakukan secara utang.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan

harga jual senilai harga beli plus keuntungannya, dalam kaitan ini bank harus

memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya

yang diperlukan.

Page 29: All 1

29

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka

waktu tertentu yang telah disepakati.

8. Pencegahan terhadap terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan, pihak bank

dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari

pihak ketiga, akad jual-beli Murabahah harus dilakukan setelah barang, secara

prinsip, menjadi milik bank.

b. Ketentuan Murabahah kepada nasabah

1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau

aset kepada bank.

2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu

aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus

menerima/membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya

karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah

pihak harus membuat kontrak jual-beli.

4. Jual-beli ini bank diperbolehkan meminta nasabah untuk membayar uang

muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Hal ini lazim

disebut dengan bai’ ‘arbun. Menurut jumhur ulama, hal ini memang tidak

diperbolehkan. Namun, jika bersandar pada pendapat Iman Ahmad bin

Hambal, jual beli ‘urbun diperbolehkan. Jika nasabah memutuskan untuk

membeli komoditas tersebut, uang muka tersebut bisa digunakan sebagai

pengurangan atas harga yang disepakati.

5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank

harus dibayar dari uang muka tersebut.

6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank,

bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

Page 30: All 1

30

7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka,

maka:

- Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal

membayar sisa harga; dan

- Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal

sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut;

dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi

kekurangannya.

c. Jaminan dalam Murabahah

1. Jaminan dalam Murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan

pesanannya. Bank dapat meminta jaminan yang bernilai ekonomis dan sesuai

dengan jumlah transaksi yang dilakukan sebagai pegangan. Jaminan itu

muncul karena jual-beli yang dilakukan adalah secara tempo sehingga dirasa

perlu untuk menghadirkan jaminan.

2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat

dipegang.

d. Utang dalam Murabahah

1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi Murabahah tidak

ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak

ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut

dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan

utangnya kepada bank.

2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia

tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus

menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh

memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu

diperhitungkan.

Page 31: All 1

31

e. Penentuan pembayaran dalam Murabahah

1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian

utangnya.

2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja atau jika salah satu

pihak tidak menunaikan kewajibannya, penyelesaiannya dilakukan melalui

badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

f. Bangkrut dalam Murabahah

Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank

harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali atau

berdasarkan kesepakatan.

2.3.4 Cakupan Murabahah

Terdapat dua jenis pembiayaan Murabahah berdasarkan Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (No.59, 2009:59.6), yaitu:

1. Murabahah tanpa pesanan

Murabahah jenis ini, bank syariah sebagai penjual melakukan pembelian barang

setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat

mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya.

Bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan

tidak dapat membatalkan pesanannya.

2. Murabahah berdasarkan pesanan

Bank syariah baru akan melakukan transaksi Murabahah atau jual-beli apabila

ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang akan dilakukan

jika ada pesanan. Pengadaan barang sangat bergantung atau terikat langsung

dengan pesanan atau pembelian tersebut tidak terikat, nasabah dapat menerima

atau membatalkan barang tersebut.

Page 32: All 1

32

Berdasarkan cara pembayarannya, pembiayaan Murabahah dapat dilakukan

dengan cara tunai atau dengan pembayarn tangguh. Pembiayaan Murabahah

terbanyak yang dijalankan oleh bank syariah saat ini adalah Murabahah berdasarkan

pesanan dengan sifatnya yang mengikat dan cara pembayaran tangguh.

2.3.5 Manfaat dan Risiko Pembiayaan Murabahah

Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), pembiayaan Murabahah memiliki

beberapa manfaat dan juga risiko yang harus diantisipasi. Menurut Antonio

(2009:106) pembiayaan Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah.

Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari

penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, pembiayaan Murabahah juga

sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank

syariah.

Kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:

1. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.

2. Fluktuasi harga komparatif. Terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah

bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli

tersebut.

3. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena

berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak

mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi.

Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda

dengan yang dipesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan

penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank

mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

4. Dijual, karena pembiayaan Murabahah bersifat jual-beli dengan utang, maka

ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas

melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk menjualnya. Jika

terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.

Page 33: All 1

33

Aplikasi pembiayaan Murabahah dapat digambarkan dalam skema pada

gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Murabahah

1.Negoisasi

2.Akad jual-beli

6. Bayar 5.Terima barang & dokumen

3.Beli barang 4.Kirim

Sumber: Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Sudarsono, 2003:48)

2.4 Analisis Pembiayaan

Keamanan pembiayaan harus menjadi pertimbangan utama dalam

memberikan pembiayaan. Bank syariah dalam kebijakan penyaluran pembiayaan

harus benar-benar memperhatikan keamanan dan keselamatan pembiayaan itu,

karena penyaluran pembiayaan jauh lebih mudah daripada penarikan kembali

pembiayaan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 pasal 23

disebutkan bahwa:

1. Ayat 1

Bank syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan atas kemauan dan

kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban

pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana kepada

Nasabah Penerima Fasilitas.

2. Ayat 2

Bank syariah dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang seksama terhadap

watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon Nasabah

Penerima Fasilitas.

Bank Nasabah

Produsen

Page 34: All 1

34

1.4.1 Tujuan Analisis Pembiayaan

Analisis diperlukan dalam memberikan pembiayaan, dalam analisis

pembiayaan mempunyai dua tujuan. Menurut Muhammad (2005:305) bahwa untuk

keamanan dan keselamatan pembiayaan yang diberikan, bank syariah perlu

melakukan analisis pembiayaan. Analisis pembiayaan memiliki dua tujuan, yaitu:

1. Tujuan Utama

Pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dalam mendorong

dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa, bahkan konsumsi yang

kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

2. Tujuan Khusus

a. Menilai kelayakan usaha calon peminjam.

b. Menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan.

c. Menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak.

Analisa pembiayaan dapat dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan

kebijakan bank. Menurut Zulkifli (2003:144), dalam beberapa kasus sering

digunakan metode analisis 5C yang meliputi:

a. Karakter (Character)

Analisa ini merupakan analisa kualitatif yang tidak dapat dideteksi secara

numerik namun hal ini merupakan pintu gerbang utama proses persetujuan

pembiayaan. Kesalahan dalam menilai karakter calon nasabah dapat berakibat

fatal pada kemungkinan pembiayaan terhadap orang yang beritikad buruk seperti

berniat membobol bank, penipu, pemalas, pemabuk, pelaku kejahatan dan lain-

lain.

b. Kapasitas atau Kemampuan (Capacity)

Kapasitas calon nasabah sangat penting diketahui untuk memahami kemampuan

seseorang untuk berbisnis. Hal ini dapat dipahami karena watak yang baik

semata-mata tidak menjamin seseorang mampu berbisnis dengan baik, untuk

memahami kapasitas nasabah, bank harus memperhatikan:

a. Angka-angka hasil produksi.

Page 35: All 1

35

b. Angka-angka penjualan dan pembelian.

c. Perhitungan rugi laba perusahaan saat ini dan proyeksinya.

d. Data keuangan perusahaan beberapa tahun terakhir yang tercermin dalam

laporan keuangan.

c. Modal (Capital)

Analisa modal diarahkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keyakinan

calon nasabah terhadap usahanya sendiri, jika nasabah sendiri tidak yakin akan

usahanya maka orang lain akan lebih tidak yakin. Bank harus melakukan

beberapa hal untuk mengetahui hal ini, yakni:

a. Melakukan analisa neraca sedikitnya dua tahun terakhir.

b. Melakukan analisa rasio untuk mengetahui likuiditas, solvabilitas, dan

rentabilitas dari perusahaan yang dimaksud.

d. Kondisi (Condition)

Analisa diarahkan pada kondisi sekitar yang secara langsung maupun tidak

langsung berpengaruh terhadap usaha calon nasabah, seperti kebijakan

pembatasan usaha properti, pelarangan ekspor pasir laut, tren PHK besar-besaran

usaha sejenis dan lain-lain.

Kondisi yang harus diperhatikan bank antara lain:

a. Keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha calon

nasabah.

b. Kondisi usaha calon nasabah, perbandingannya dengan usaha sejenis, dan

lokasi lingkungan wilayah usahanya.

c. Keadaan pemasaran dari hasil usaha calon nasabah.

d. Prospek usaha di masa yang akan datang.

e. Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi prospek industri dimana

perusahaan calon nasabah terkait didalamnya.

Page 36: All 1

36

e. Jaminan (Collateral)

Analisa ini diarahkan terhadap jaminan yang diberikan. Jaminan dimaksudkan

harus mampu mengcover risiko bisnis calon nasabah. Analisa yang dilakukan

antara lain:

a. Meneliti kepemilikan jaminan yang diserahkan.

b. Mengukur dan memperkirakan stabilitas harga jaminan dimaksud.

c. Memperhatikan kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relatif singkat

tanpa harus mengurangi nilainya.

d. Memperhatikan pengikatannya, sehingga secara legal bank dapat dilindungi.

e. Rasio jaminan terhadap jumlah pembiayaan. Semakin tinggi rasio tersebut,

maka semakin tinggi kepercayaan bank terhadap kesungguhan calon nasabah.

f. Marketabilitas jaminan. Jenis dan lokasi jaminan sangat menentukan tingkat

marketable suatu jaminan.

2.4.2 Informasi yang Diperlukan dalam Analisis Pembiayaan

Account officer bank syariah membutuhkan berbagai macam data dan

informasi sebagai masukan penting yang disimpan dalam arsip dokumen pembiayaan

yang berguna untuk menyalurkan dan mengevaluasi perkembangan kualitas

pembiayaan yang diberikan kepada debitur.

Menurut Antonio (2009:107), bahwa bank syariah menetapkan syarat-syarat

umum untuk sebuah pembiayaan, seperti hal-hal berikut:

1. Surat permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal yang memuat antara lain

gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana

penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan dana.

2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin umum

perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.

3. Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan laba rugi, data persediaan terakhir,

data penjualan dan fotocopy rekening bank.

Page 37: All 1

37

2.5 Kualitas Pembiayaan

Menurut Rivai dan Arifin (2010:742) pembiayaan bank menurut kualitasnya

pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi

dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban untuk

membayar bagi hasil, mengangsur, serta melunasi pembiayaannya kepada bank.

Unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut oleh waktu pembayaran bagi hasil,

pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci sebagai

berikut:

1. Lancar (Pass)

Pembiayaan yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria berikut ini:

a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau margin tepat waktu.

b. Memiliki mutasi rekening yang aktif.

c. Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan agunan tunai.

2. Perhatian Khusus (Special Mention)

Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan dalam perhatian khusus apabila

memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau margin yang belum melampaui

90 hari.

b. Kadang-kadang terjadi cerukan.

c. Mutasi rekening relatif aktif.

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan.

e. Didukung oleh pinjaman baru.

3. Kurang Lancar (Substandard)

Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan kurang lancar apabila

memenuhi kriteria berikut ini:

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau margin yang telah melampaui

90 hari.

b. Sering terjadi cerukan.

c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah.

Page 38: All 1

38

d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari.

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur.

f. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Diragukan (Doubtful)

Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan diragukan apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut:

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau margin yang telah melampaui

180 hari.

b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen.

c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari.

d. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun

pengikatan jaminan.

5. Macet (Loss)

Pembiayaan yang digolongkan ke dalam pembiayaan macet apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut:

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau margin yang telah melampaui

270 hari.

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.

c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada

nilai wajar.

2.5.1 Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing)

2.5.1.1 Pengertian Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing)

Suatu kenyataan bahwa pembiayaan bermasalah merupakan bagian dari

financing portofolio dari sebuah bank syariah, namum pemberian pembiayaan yang

sukses adalah bank yang mampu mengelola pembiayaan bermasalah pada suatu

tingkat wajar yang tidak menimbulkan kerugian bagi bank yang bersangkutan.

Page 39: All 1

39

Menurut Siamat (www.rasiam.multiply.com), Non Performing Financing

adalah:

“Pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor

internal yaitu adanya kesengajaan dan faktor eksternal yaitu suatu kejadian

diluar kemampuan kendali kreditur.”

Menurut Prasetiyanto (www.indomedia.com), Non Performing Financing

adalah:

“Kredit-kredit yang telah mulai tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada

bank sesuai kesepakatan yang telah disetujui semula dengan kategori

kolektibilitas diragukan atau macet.”

Menurut Alihozi (www.alihozi77.blogspot.com), Non Performing Financing

adalah:

“Suatu kondisi pembiayaan, dimana ada suatu penyimpangan utama dalam pembayaran kembali pembiayaan yang menyebabkan kelambatan dalam pengembalian atau diperlukan tindakan yuridis dalam pengembalian atau kemungkinan potensial loss.”

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Non

Performing Financing adalah pembiayaan atau kredit yang mengalami kesulitan

dalam memenuhi kewajibannya kepada bank yang disebabkan oleh faktor internal

dan eksternal bank syariah.

2.5.1.2 Penyebab Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing)

Pembiayaan bermasalah merupakan sumber kerugian yang sangat potensial

bagi bank jika tidak ditangani dengan baik, karena itu diperlukan penanganan yang

sistematis dan berkelanjutan. Pembiayaan bermasalah menimbulkan biaya yang

menjadi beban dan kerugian bagi bank. Peranan sektor perbankan adalah

menjembatani dua kelompok kepentingan masyarakat, yaitu antara kepentingan

masyarakat pemilik dana (surplus spending units) dengan masyarakat yang

Page 40: All 1

40

membutuhkan dana (deficit spending units). Bank syariah adalah selaku lembaga

yang bermodalkan kepercayaan semata dari masyarakat dalam menjalankan

fungsinya sebagai penerima amanah masyarakat. Bank syariah sebagai lembaga

perkreditan dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana kepada masyarakat,

harus melakukan analisis melalui prinsip 5C, guna meminimalkan risiko

bermasalahnya atau tidak kembalinya pembiayaan. Banyak faktor yang menyebabkan

pembiayaan tersebut menjadi bermasalah. Menurut Mahmoeddin (2010:51) faktor-

faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, yaitu:

1. Faktor Internal

Faktor internal perbankan yang menyebabkan pembiayaan bermasalah ialah adanya

kelemahan atau kesalahan dalam bank itu sendiri, yang terdiri dari:

a. Kebijakan pemberian pembiayaan yang terlalu ekspansif

Peningkatan penghimpunan dana dari pihak ketiga yang cukup pesat

menyebabkan beberapa bank melakukan pertumbuhan pembiayaan yang melebihi

tingkat wajar. Hal ini disebabkan untuk menghindari terjadinya pengumpulan

dana, seharusnya bank tetap melakukan kebijakan pemberian pembiayaan dengan

prosedur berhati-hati untuk menghindari terjadinya risiko non performing

financing.

b. Penyimpangan pemberian pembiayaan

Bank pada umumnya telah memiliki pedoman dan tata cara pemberian

pembiayaan, namun dalam pelaksanaannya seringkali tidak dilakukan dengan

patuh dan taat asas. Penyimpangan pemberian pembiayaan terhadap prosedur atau

kebijakan yang ada pada umumnya disebabkan oleh kurangnya kuantitas maupun

kualitas pejabat-pejabat pemberi pembiayaan selain disebabkan oleh adanya

dominasi pemutusan pembiayaan oleh pejabat tertentu pada bank yang

bersangkutan.

c. Itikad kurang baik pemilik atau pengurus dan pegawai bank

Seringkali terjadi pemilik atau pengurus dan pegawai bank memberikan

pembiayaan kepada debitur yang sebenarnya tidak bankable. Kegiatan usaha yang

Page 41: All 1

41

tidak bankable tersebut antara lain kegiatan-kegiatan yang kurang jelas tujuannya

selain tidak jelas debiturnya (debitur fiktif) yaitu penggunaan dana yang

sebenarnya berbeda dengan yang tercantum pada bukti-bukti yang ada.

d. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan pembiayaan

Sistem administrasi dan pengawasan pembiayaan yang lemah menyebabkan

pemantauan terhadap performance pembiayaan tidak dapat dilakukan

sebagaimana mestinya, dengan demikian permasalahan yang dapat menimbulkan

pembiayaan bermasalah tidak dapat terdeteksi secara dini dan hal ini dapat

menimbulkan kerugian.

e. Lemahnya sistem informasi pembiayaan

Bank cenderung melaporkan gambaran pembiayaan yang lebih baik dari keadaan

yang sebenarnya kepada Bank Indonesia dengan tujuan mendapatkan penilaian

kesehatan yang lebih baik. Bank perlu mengadministrasikan dan memiliki

informasi pembiayaan bermasalah yang sama dengan yang dilaporkan kepada

Bank Indonesia, apabila hal ini tidak dilakukan maka bank tidak memiliki

gambaran yang akurat mengenai keadaan pembiayaan bermasalah yang

sebenarnya sehingga tidak dapat mengambil langkah-langkah pencegahan lebih

dini.

2. Faktor Eksternal

Non Performing Financing dapat pula disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu:

a. Kegagalan usaha debitur

Kegagalan usaha debitur dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat

dalam lingkungan usaha debitur. Faktor-faktor tersebut dapat berupa kegagalan

produksi, distribusi, pemasaran maupun regulasi terhadap suatu industri.

b. Menurunnya kegiatan ekonomi

Menurunnya kegiatan ekonomi terutama pada sektor-sektor usaha tertentu akibat

adanya kebijakan pemerintah telah menjadi salah satu penyebab kesulitan debitur

untuk memenuhi kewajibannya kepada bank.

Page 42: All 1

42

c. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur

Persaingan perbankan yang ketat sering dimanfaatkan oleh beberapa calon debitur

dengan cara tertentu yang mendorong bank menawarkan persyaratan pembiayaan

yang lebih ringan dan jumlah pembiayaan yang lebih besar. Pada akhirnya

pemberian yang berlebihan dapat mendorong debitur yang bersangkutan

menggunakan kelebihan dana tersebut untuk tujuan spekulatif.

d. Musibah yang terjadi pada usaha debitur atau kegiatan usahanya

Beberapa pembiayaan bermasalah yang terjadi karena musibah yang dialami

debitur seperti sarana usaha mengalami kebakaran, sementara debitur atau bank

tidak melakukan pengamanan penutupan asuransi.

2.5.1.3 Dampak Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing)

Pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar dapat mendatangkan dampak

yang kurang menguntungkan baik bagi pemberi pembiayaan, dunia perbankan

maupun terhadap kegiatan ekonomi dan moneter negara. Menurut

Mahmoeddin (2010:111), bahwa dampak yang akan diakibatkan oleh pembiayaan

bermasalah, yaitu:

1. Dampak terhadap kelancaran operasi bank pemberi pembiayaan

Bank yang dirongrong masalah pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar akan

mengalami kesulitan operasional. Pembiayaan dengan kualitas buruk memerlukan

cadangan penghapusan yang semakin besar sehingga menyebabkan biaya yang

harus ditanggung untuk mengadakan cadangan tersebut semakin besar, hal ini

jelas mempengaruhi profitabilitas bank syariah. Profitabilitas yang semakin

menurun akan mengurangi modal sendiri kemudian CAR akan menurun, sehingga

bank memerlukan modal dana segar, apabila bank syariah tidak dapat menambah

modal sendiri maka nilai kesehatan operasi akan menurun. Hal ini akan

mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut.

Page 43: All 1

43

2. Dampak terhadap dunia perbankan

Pembiayaan bermasalah dalam jumlah besar akan menurunkan tingkat operasi

bank tersebut. Penurunan pembiayaan dan profitabilitas yang sudah sangat parah

akan mempengaruhi likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas bank, maka

kepercayaan para penitip dana terhadap bank akan menurun.

3. Dampak terhadap ekonomi dan moneter negara

Sistem perbankan yang terganggu karena pembiayaan bermasalah akan

menghilangkan kesempatan bank untuk membiayai kegiatan operasinya dan

perluasan debitur lain karena terhentinya perputaran dana yang akan dipinjamkan.

Hal ini akan memperkecil kesempatan pengusaha lain untuk memanfaatkan

peluang bisnis dan investasi yang ada.

2.5.1.4 Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Risiko yang terjadi dari pembiayaan adalah pembiayaan yang bermasalah atau

ketidakmampuan peminjam untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan,

untuk mengantisipasi hal tersebut maka bank syariah harus mampu menganalisis

metode penyelesaiannya. Sebuah pembiayaan menurut Kasmir (2008:285), bahwa

penyelesaian pembiayaan bermasalah adalah upaya bank untuk menjaga kualitas

pembiayaan dan menghindari risiko kerugian yang mungkin akan diderita bank

dengan sasaran utama dari pendekatan sisi aktiva dan pasiva bank, yaitu:

1. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas aktiva produktif.

2. Menekan penghapusan penyisiha aktiva produktif yang dibentuk.

3. Meningkatkan penerimaan bunga pinjaman dan operasional perkreditan bank.

4. Upaya memperoleh dana murah dari hasil penagihan pembiayaan bermasalah

yang telah dihapus buku (write off) sehingga dapat memberi sumbangan bagi

peningkatan likuiditas maupun ekuitas bank.

5. Memudahkan penyusunan business plan bank tersebut dalam memprediksi target-

target perusahaan yang bermuara pada tingkat kesehatan suatu bank.

6. Memperbaiki reputasi dan citra bank tersebut.

Page 44: All 1

44

Tindakan penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dilakukan dengan

beberapa cara sebagai berikut:

1. Rescheduling, yaitu perubahan syarat pembiayaan berupa jadwal atau jangka

waktu pembiayaan baik pokok, tunggakan margin maupun masa tenggang,

sehingga debitur akan mampu memenuhi kewajibannya pada bank.

2. Reconditioning, yaitu perubahan syarat pembiayaan berupa perubahan sebagian

atau seluruh syarat-syarat pembiayaan yang tidak terbatas pada perubahan jadwal

pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak

menyangkut perubahan maksimal saldo pembiayaan, sehingga debitur akan

mampu memenuhi kewajibannya pada bank.

3. Restructuring, yaitu debitur akan mampu memenuhi kewajibannya pada bank

denngan perubahan syarat-syarat yang menyangkut:

a. Penurunan margin pembiayaan.

b. Penurunan tunggakan pokok pembiayaan.

c. Perpanjangan jangka waktu pembiayaan.

d. Penambahan fasilitas pembiayaan.

e. Pengambilan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

f. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

debitur.

2.5.2 Tingkat Non Performing Financing Pembiayaan Murabahah

Setiap pembiayaan memiliki risiko yang dihadapi oleh pihak bank maupun

nasabah. Antonio (2009:132) berpendapat bahwa terdapat risiko dalam pembiayaan

Murabahah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan yang relatif tinggi, yaitu

sebagai berikut:

1. Slide Streaming, yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang

disebut dalam kontrak.

2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.

3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

Page 45: All 1

45

Kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dapat diukur dengan

mengetahui besarnya credit risk yaitu perbandingan besarnya pembiayaan

bermasalah terhadap total pembiayaan yang disalurkan jadi besarnya tingkat

risiko pembiayaan Murabahah dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pembiayaan Murabahah Bermasalah Risiko Pembiayaan Murabahah = X 100%

Total Pembiayaan Murabahah

2.6 Profitabilitas Bank Syariah

Sebagaimana bank umum lainnya (bank konvensional), tugas utama bank

syariah adalah mengoptimalkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin

tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko yang dihadapi bank konvensional

juga dihadapi oleh bank syariah, kecuali risiko tingkat bunga.

Pengertian profitabilitas menurut Mahmoeddin (2010:114), adalah:

“Kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan.”

Kamus Besar Ekonomi (2007:360) mendefinisikan profitabilitas yaitu:

“Kemungkinan yang diprediksi dapat mendatangkan keuntungan”

Tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh bank atau yang lebih dikenal dengan

istilah profitabilitas merupakan pengukuran mengenai kemampuan bank dalam

menghasilkan laba dan aset yang digunakan, dengan demikian profitabilitas dapat

digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja bank.

Menurut www.e-samuel.com bahwa profitabilitas adalah:

“Kemampuan suatu bank mendapatkan profit, biasanya ditunjukkan dengan marjin, baik marjin kotor, marjin usaha, maupun marjin bersih. Profitabilitas juga bisa menunjukkan pengembalian keuntungan bank baik terhadap modal yang dimiliki bank (return on equity) maupun terhadap aset (return on assets).”

Page 46: All 1

46

Menurut www.peminatanakuntansikeuangan002.com profitabilitas adalah:

“Merupakan perbandingan antara laba operasional dengan jumlah seluruh

aktiva perusahaan pada suatu periode.”

Menurut Triyuwono dan As’udi (2001:87), tujuan keuntungan dalam

akuntansi syariah adalah untuk memenuhi salah satu rukun Islam yaitu kewajiban

menunaikan zakat, oleh karena itu, keuntungan dalam akuntansi syariah diperlukan

untuk menilai jalannya operasional usaha, apakah sudah dilakukan secara efisien atau

belum. Hal ini sangat penting untuk melakukan pertanggungjawaban, baik

pertanggungjawaban kepada pemilik (pemegang saham) maupun

pertanggungjawaban kepada Allah SWT yang dimanifestasikan dalam bentuk

penentuan pembayaran zakat.

Segala aktivitas penghimpunan dana dan penyaluran dana bank tercermin

dalam laporan keuangan dimana proses pencatatan sampai tersusunnya laporan

keuangan harus dilakukan dengan benar, sehingga informasi yang dihasilkan dapat

digunakan oleh pihak umum. Hal ini menunjukkan bahwa sistem akuntansinya harus

menjaga output yang dihasilkan tetap dalam kebenaran, keadilan dan kejujuran

sebagaimana halnya hakikat dalam ajaran agama Islam.

Laporan keuangan yang diterbitkan bank syariah secara lengkap diisyaratkan

dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (No.59, 2009:59.18) yang terdiri

dari:

1. Neraca

2. Laporan Laba Rugi

3. Laporan Arus Kas

4. Laporan Perubahan Ekuitas

5. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat

6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak, dan Shadaqah

7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan, dan

8. Catatan atas Laporan Keuangan

Page 47: All 1

47

Mengoptimalkan keuntungan dalam akuntansi syariah tidak berarti bahwa

bank hanya melakukan usaha peningkatan keuntungan, lebih dari itu bank juga harus

memperhitungkan tingkat investasi modal untuk menjaga agar pendapatan terutama

keuntungan terus dapat ditingkatkan. Bank syariah harus mempersiapkan strategi

penggunaan dana-dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan

kebijakan yang telah digariskan agar mencapai tingkat keuntungan yang cukup dan

tingkat risiko yang rendah.

Tingkat keuntungan yang dihasilkan bank dikenal dengan istilah profitabilitas,

yang merupakan pengukuran mengenai kemampuan bank untuk menghasilkan

keuntungan dari aset yang digunakan.

Mahmoeddin (2010:20) menjelaskan bahwa:

“Analisa profitabilitas akan dicari hubungan timbal balik antara pos-pos yang ada dalam income statement itu sendiri maupun hubungan timbal balik dengan pos-pos yang ada dalam neraca bank untuk mendapatkan berbagai indikasi yang berguna dalam mengukur efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.”

Kasmir (2008:234) menyatakan bahwa:

“Rentabilitas rasio sering disebut profitabilitas usaha. Rasio rentabilitas

digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang

dicapai oleh bank yang bersangkutan.”

Menurut Zainul Arifin (2003:64) bahwa ada dua rasio yang biasanya dipakai

untuk mengukur kinerja bank, yaitu:

1. Return On Assets (ROA), adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net

income) dengan rata-rata aktiva (average assets) atau perbandingan dari laba

sebelum pajak dan zakat terhadap total asset yang dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Laba Sebelum Pajak dan ZakatROA = X 100%

Total Asset

Page 48: All 1

48

2. Return On Eqity (ROE), didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan

bersih (net income) dengan rata-rata modal (average equity) atau investasi para

pemilik bank. Dilihat dari pandangan para pemilik, ROE adalah ukuran yang

lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka. Secara

matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Laba Sebelum Pajak dan ZakatROE = X 100%

Total Equity

Mahmoeddin (2010:20), mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang

mempengaruhi profitabilitas bank adalah:

1. Kualitas kredit atau pembiayaan yang diberikan dan pengembaliannya

2. Jumlah modal

3. Mobilisasi dana masyarakat dalam memperoleh sumber dana yang murah

4. Manajemen pengalokasian dana dalam aktiva likuid

5. Efisiensi dalam menekan biaya operasi

2.7 Pengaruh Tingkat Non Performing Financing Pembiayaan Murabahah

terhadap Tingkat Profitabilitas

Pembiayaan adalah suatu proses mulai dari analisis kelayakan pembiayaan

sampai kepada realisasinya, sehingga pejabat bank syariah perlu melakukan

pemantauan dan pengawasan pembiayaan. Menurut peraturan Bank Indonesia

No.8/21/PBI/2006 tentang ketentuan umum bank syariah yang menyebutkan bahwa

pembiayaan adalah:

“Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan, atau bagi hasil.”

Page 49: All 1

49

Salah satu pembiayaan yang disediakan oleh bank syariah adalah pembiayaan

Murabahah. Disebutkan dalam ketentuan pasal 3 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia

Nomor 7/46/PBI/2007 bahwa yang dimaksud dengan pembiayaan Murabahah

adalah:

“Transaksi jual-beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah

dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual

menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.”

Diberikannya pembiayaan Murabahah oleh pihak bank syariah kepada

nasabah yang membutuhkan, secara tidak langsung pembiayaan tersebut memiliki

risiko yang akan dihadapi oleh pihak bank syariah maupun nasabah. Kemungkinan

kegagalan yang terjadi dari pembiayaan Murabahah adalah kemungkinan kegagalan

pembiayaan dikaitkan dengan kemampuan debitur untuk membayar kembali

pinjamannya, untuk mengantisipasi hal tersebut, maka bank syariah harus mampu

menganalisis penyebab permasalahannya.

Beberapa pihak menyalahkan kondisi perekonomian sebagai penyebab

terjadinya pembiayaan Murabahah bermasalah, namun jika ditelaah melalui

perspektif praktis sehari-hari terjadinya pembiayaan Murabahah bermasalah yang

dapat mempengaruhi profitabilitas terdiri dari beberapa penyebab. Pertama, faktor

internal bank yaitu lemahnya verifikasi atas laporan keuangan debitur dan monitoring

yang lemah setelah pembiayaan Murabahah diberikan. Lemahnya verifikasi ini bisa

terjadi karena kapabilitas pejabat bank yang rendah ataupun karena adanya tekanan

dari pihak lain, sehingga pihak bank tidak terlalu objektif dalam membiayai usaha

debitur. Sementara yang dimaksud dengan lemahnya monitoring merupakan

pemantauan usaha debitur, apakah berjalan dengan baik atau terjadi penyimpangan.

Pada fase ini, jika bank syariah menemukan kejanggalan lalu memberikan toleransi

kepada pihak debitur maka pihak bank syariah tidak disiplin dalam menjalankan

schedule montoring itu sendiri. Kedua, faktor eksternal yaitu yang dipicu oleh kondisi

debitur maupun perekonomian. Faktor-faktor eksternal antara lain penyalahgunaan

Page 50: All 1

50

pembiayaan Murabahah, kegagalan usaha debitur, musibah yang terjadi pada debitur,

dan lain-lain.

Profitabilitas menggambarkan kemampuan bank syariah mendapatkan laba

melalui semua kemampuan dan sumber yang ada. Pendekatan Return on Assets

(ROA) dirasakan tepat untuk digunakan dalam pengukuran tingkat profitabilitas bank

syariah yang nantinya akan dihubungkan dengan perhitungan tingkat Non Performing

Financing pembiayaan Murabahah, karena dengan menggunakan Return on Assets

(ROA) memperhitungkan bagaimana kemampuan manajemen bank syariah dalam

memperoleh laba secara keseluruhan. Tingkat profitabilitas dengan pendekatan

Return on Assets (ROA) bertujuan untuk mengukur kemampuan manajemen bank

dalam mengelola aktiva yang dikuasainya untuk menghasilkan income.

Menurut Dendawijaya (2000:120) menjelaskan bahwa:

“Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin besar ROA suatu bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aktiva.”

Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, bahwa apabila Return on Assets

(ROA) hanya mempunyai nilai 0% akan memperoleh nilai positif. Secara umum

dikatakan bahwa semakin besar Return on Assets (ROA) semakin baik, itu berarti

semakin efisien penggunaan seluruh aktiva di dalam menghasilkan profit.

Tingkat Non Performing Financing pembiayaan Murabahah dijadikan

sebuah indikator kualitas aktiva bank syariah, dapat diartikan sebagai perbandingan

antara pembiayaan Murabahah bermasalah dengan total pembiayaan Murabahah

yang diberikan oleh bank syariah. Semakin tinggi tingkat Non Performing Financing

pembiayaan Murabahah menunjukkan jumlah pembiayaan Murabahah yang

bermasalah pada bank tersebut ada pada jumlah yang relatif besar terhadap seluruh

pembiayaan Murabahah yang disalurkan. Dampak dari pembiayaan Murabahah

bermasalah yang terjadi adalah pendapatan margin semakin rendah, dengan demikian

Page 51: All 1

51

keuntungan yang diperoleh bank syariah menjadi kecil. Bank syariah yang

mempunyai tingkat Non Performing Financing pembiayaan Murabahah yang tinggi

akan semakin berat menanggung beban, sehingga bukan tidak mungkin pihak bank

syariah akan mengalami kerugian atas pembiayaan Murabahah yang diberikan

kepada nasabahnya.

Page 52: All 1

52

BAB III

OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah besarnya tingkat

Non Performing Financing pembiayaan Murabahah serta tingkat profitabilitas. Hal

ini ditetapkan sesuai dengan pendapat Arikunto (2006:100) yang mendefinisikan

variabel sebagai objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian. Variabel-variabel tersebut bersifat kuantitatif, artinya besarnya tingkat

Non Performing Financing pembiayaan Murabahah serta tingkat profitabilitas diukur

dengan besaran rasio dalam suatu rentang waktu tertentu.

Unit analisis menurut Arikunto (2006:121) merupakan satuan tertentu yang

diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah PT

BNI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Bandung.

3.1.1 Sejarah Singkat PT BNI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah

Sistem syariah yang terbukti dapat bertahan dalam terpaan krisis moneter

1997, meyakinkan masyarakat bahwa sistem tersebut kokoh dan mampu menjawab

kebutuhan perbankan yang transparan. Berdasarkan hal itu dan mengacu pada

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, mulailah PT Bank Negara Indonesia (Persero)

Tbk. merintis Divisi Usaha Syariah.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah dibentuk

secara mandiri melalui Tim Proyek Internal tanpa bantuan konsultan. Pola yang

digunakan perusahaan untuk masuk dalam pasar perbankan syariah adalah Dual

Sistem Bank yakni menyediakan layanan perbankan umum dan syariah sekaligus. Hal

ini sesuai dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang memungkinkan bank-

bank umum untuk membuka layanan syariah. Setelah dikeluarkannya Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 yang memperbolehkan Bank Konvensional untuk

Page 53: All 1

53

membuka layanan syariah, kemudian pada tahun 1999 terbentuklah Tim Proyek

Cabang Syariah. Pada tanggal 29 April 2000, dilakukan pembentukan lima cabang

pertama yaitu di Pekalongan, Jepara, Yogyakarta, Malang dan Banjarmasin. Kemudian

pada tahun 2001 pembukaan cabang selanjutnya di lakukan di Padang, Jakarta Timur,

Jakarta Selatan, Bandung dan Makasar serta pembukaan cabang di Medan dan

Palembang pada tahun 2002.

Pada tahun 2003 dilakukan penyusunan Corporate Plan BNI Syariah dan

relokasi cabang Jepara ke Semarang. Pada tahun 2003 , dibentuk Cabang Syariah

Banking and Financial Service (peta navigasi) dan pembukaan cabang syariah Prima

Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 2005, dilakukan pengembangan cabang secara

agresif, penataan organisasi dan adanya otonomi khusus. Keseluruhan kantor cabang

syariah sampai tahun 2010 berjumlah 58 buah di seluruh Indonesia. Selanjutnya

berlandaskan peraturan Bank Indonesia No 8/3/ PBI/2006 tentang pemberian ijin bagi

kantor cabang Bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah untuk melayani

pembukaan rekening produk dana syariah, BNI Syariah merespon ketentuan ini

dengan cara bersinergi dengan cabang konvensional guna melakukan office

channelling. Hingga saat ini outlet layanan syariah pada kantor cabang konvensional

berjumlah 636 outlet.

Beberapa hal yang menjadi alasan pembukaan cabang syariah, antara lain:

1. Menyediakan layanan perbankan yang lengkap untuk mewujudkan BNI sebagai

Universal Banking.

2. Berdasarkan data Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebanyak 30% masyarakat

Indonesia menolak sistem bunga.

3. Landasan operasional perbankan syariah sudah kuat.

4. Terbatasnya saingan.

5. Berdasarkan hasil survei, masyarakat memberikan respon baik dan kepercayaan

yang besar terhadap kehadiran bank syariah.

Page 54: All 1

54

3.1.2 Sejarah Singkat PT BNI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah

Bandung

Berdirinya PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah

Bandung berdasarkan ketentuan dan aturan yang berkaitan dengan perbankan syariah

adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/23/Kep/Dir Tanggal 12 Mei 1999

tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah, perubahan kegiatan usaha dan

pembukaan kantor cabang syariah.

3. Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI/2000 Tanggal 27 Februari 2000 tentang

giro wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum yang

melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

4. Peraturan Bank Indonesia No. 2/14/PBI/2000 Tanggal 9 Juni 2000 tentang

perubahan atas peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 tentang

penyelenggaraan kliring lokal dan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar

kliring lokal.

5. Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000 Tanggal 23 Juni 2000 tentang pasar

uang atas bank berdasarkan prinsip syariah.

6. Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000 Tanggal 23 Juni 2000 tentang

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).

7. Buku petunjuk pendirian bank syariah.

PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Syariah Bandung

merupakan cabang yang kesembilan yang didirikan pada tanggal 15 Agustus 2001.

PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah Bandung adalah

satu dari usaha BNI yang hadir untuk melayani masyarakat dengan landasan sistem

perbankan syariah dalam rangka mewujudkan BNI sebagai Bank Universal.

Page 55: All 1

55

3.1.3 Visi, Misi, dan Tujuan PT BNI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syariah

Bandung

Visi

Menjadi bank syariah yang unggul dalam layanan dan kinerja sesuai dengan kaedah

sehingga insyaAllah membawa berkah.

Misi

Secara istiqomah melaksanakan amanah untuk memaksimalkan kinerja dan layanan

perbankan dan jasa keuangan syariah sehingga dapat menjadi bank syariah

kebanggaan anak negeri.

Tujuan

Dalam rangka menjadi Universal Banking perlu mengakomodir kebutuhan

masyarakat yang ingin menyalurkan keuangannya melalui perbankan syariah serta

sebagai alternatif dalam menghadapi krisis yang mungkin timbul dikemudian hari,

mengingat kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah tidak terkena negatif spread

seperti yang dialami oleh bank-bank konvensional.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Metode yang Digunakan

Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian asosiatif. Data

penelitian yang diperoleh tersebut diolah, dianalisis secara kuantitatif, serta diproses

lebih lanjut dengan alat bantu berupa dasar-dasar teori yang dipelajari sebelumnya

sehingga dapat memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti dan kemudian

dari hasil tersebut ditarik kesimpulan. Menurut Sugiyono (2009:69) pengertian

metode asosiatif adalah:

“Suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variable atau lebih serta dapat membangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala atau fenomena.”

Page 56: All 1

56

3.2.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.2.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data dokumenter.

Pengertian data dokumenter menurut Indriantoro dan Supomo (2002:146) adalah:

“Data dokumenter adalah jenis data penelitian yang antara lain berupa: faktur,

jurnal, surat-surat, notulen hasil rapat, memo, atau dalam bentuk laporan

program.”

Data dokumenter memuat apa dan kapan suatu kejadian atau transaksi, serta

siapa yang terlibat dalam suatu kejadian. Data dokumenter dalam penelitian dapat

menjadi bahan atau dasar analisis data yang kompleks yang dikumpulkan melalui

metode observasi dan analisis dokumen yang dikenal dengan content analysis.

3.2.2.2 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Pengertian data

sekunder menurut Indriantoro dan Supomo (2002:147) adalah:

“Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti

secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh

pihak lain).”

Menurut Marzuki (2002:56) pengertian data sekunder adalah:

“Data sekunder merupakan data yang bukan diusahakan sendiri

pengumpulannya oleh peneliti misalnya dari biro statistik, majalah,

katerangan-keterangan atau publikasi lainnya.”

Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa data sekunder diperoleh

data-data yang diberikan dari perusahaan yang bersangkutan, buku-buku dan

informasi selama melakukan penelitian. Data yang diambil penulis juga merupakan

data yang bersifat time series atau bersifat deret waktu menurut Husein Umar

(2002:85) data time series adalah:

“Sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa

interval waktu tertentu.”

Page 57: All 1

57

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber pada data

internal. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:149) data internal adalah:

“Dokumen-dokumen akuntansi dan operasi yang dikumpulkan, dicatat, dan

disimpan di dalam suatu organisasi.”

3.2.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi

kepustakaan (library research). Studi kepustakaan (library research) dilakukan untuk

memperoleh data sekunder yang digunakan sebagai landasan teoritis masalah yang

akan diteliti. Studi kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data

sekunder. Penelusuran data sekunder memerlukan cara agar penelitian data sekunder

dapat dilakukan lebih cepat dan efisien. Penelusuran data sekunder dilakukan dengan

penelusuran secara manual. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:151),

penelusuran secara manual adalah:

“Data sekunder yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan.”

Data sekunder yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan antara lain

berupa: jurnal, majalah, bulletin dan bentuk publikasi yang diterbitkan secara

periodik, buku, atau sumber data lainnya seperti laporan tahunan perusahaan. Data

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa neraca, laporan laba

rugi, dan catatan atas laporan keuangan PT BNI (Persero) Tbk. Kantor Cabang

Syariah Bandung selama tiga periode, yaitu dari tahun 2007 sampai dengan 2009.

3.2.4 Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variabel merupakan suatu tindakan dalam membuat batasan-

batasan yang akan digunakan dalam analisis, adapun yang akan dianalisis adalah

hubungan antara variabel bebas (variabel independen) dengan variabel terikat

(variabel dependen), yaitu:

1. Tingkat Non Performing Financing Pembiayaan Murabahah (X) sebagai variabel

bebas (variabel independen). Variabel bebas merupakan variabel yang

Page 58: All 1

Tingkat Profitabilitas Bank Syariah

(variabel dependen)

58

mempengaruhi variabel yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel terikat (variabel dependen).

1. Tingkat Profitabilitas Bank Syariah (Y) sebagai variabel terikat (variabel

dependen). Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

Model penelitian yang menunjukkan hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen disajikan dalam bentuk gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 3.1 Hubungan antara Variabel Independen (Tingkat Non Performing

Financing Pembiayaan Murabahah) dengan Variabel Dependen (Tingkat

Profitabilitas Bank Syariah)

3.2.5 Rancangan Pengujian Hipotesis

3.2.5.1 Rancangan Analisis

Analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan menggunakan analisis

kuantitatif dengan bantuan ukuran-ukuran statistik yang relevan. Digunakan uji

statistik regresi dan korelasi linier sederhana dalam penelitian ini untuk tingkat Non

Performing Financing pembiayaan Murabahah yang mempunyai pengaruh signifikan

terhadap tingkat profitabilitas bank syariah.

Tahapan pengolahan dan penganalisisan data yang dilakukan penulis adalah:

1. Mendapatkan data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang terkait, baik

melalui laporan keuangan maupun laporan-laporan pendukung yang

berhubungan dengan jenis pembiayaan Murabahah dan profitabilitas.

2. Menghitung nilai Non Performing Financing pembiayaan Murabahah dan rasio

profitabilitas.

3. Melakukan pengujian statistik untuk menguji hipotesis serta menginterpretasikan

dan menganalisis hasil pengujian hipotesis.

Tingkat Non Performing Financing Pembiayaan

Murabahah

Page 59: All 1

59

4. Berdasarkan hasil pengujian statistik akan ditarik suatu kesimpulan.

3.2.5.2 Penetapan Hipotesis

Penetapan hipotesis assosiatif dalam penelitian ini, yaitu meneliti ada atau

tidaknya hubungan yang signifikan antara tingkat Non Performing Financing

pembiayaan Murabahah sebagai variabel independen dengan tingkat profitabilitas

bank syariah sebagai variabel dependen.

Bentuk pengujian hipotesis assosiatif yaitu menggunakan uji dua pihak (two

tail). Uji dua pihak digunakan bila hipotesis nol (Ho) berbunyi “tidak terdapat

hubungan” dan hipotesis alternatif (Ha) berbunyi “terdapat hubungan”, perumusan

hipotesis nol dan hipotesis alternatif adalah sebagai berikut:

Hipotesis nol : Tidak terdapat hubungan antara X dengan Y

Hipotesis alternatif : Terdapat hubungan antara X dengan Y

Ho : ρ = 0 (berarti tidak ada hubungan)

Ha : ρ ≠ 0 (berarti terdapat hubungan)

3.2.5.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis assosiatif diuji dengan teknik korelasi sederhana, yaitu

menggunakan korelasi Pearson Product Moment (r) karena datanya berbentuk

interval atau ratio dan untuk pengujian hipotesis hubungan antara satu variabel

independen dengan satu variabel dependen. Teknik pengujian hipotesis assoiatif diuji

pula dengan analisis regresi sederhana. Tujuan utama dilakukannya analisis regresi

sederhana adalah untuk mengetahui hubungan fungsional antara variabel-variabel

yang diteliti.

Langkah-langkah perhitungannya adalah:

1. Analisis Regresi Sederhana

Analisis ini bertujuan menunjukkan pola hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. Persamaan regresi dapat digunakan untuk melakukan

prediksi seberapa tinggi nilai variabel dependen bila nilai variabel independen

Page 60: All 1

60

dimanipulasi (berubah-ubah). Analisis regresi sederhana (dengan satu prediktor)

secara umum mempunyai persamaan sebagai berikut:

Y’ = a + b X

Keterangan:

Y = Tingkat profitabilitas bank syariah sebagai variabel dependen

X = Tingkat Non Performing Financing pembiayaan Murabahah sebagai

variabel independen

a = Konstanta atau bila harga X = 0

b = Koefisien regresi, merupakan besarnya perubahan variabel dependen

akibat perubahan variabel independen

Nilai a dan b dari persamaan tersebut dapat dicari dengan menggunakan

rumus:

a=∑ x2∑ y−∑ x∑ xy

n∑ x2−¿¿¿

b=n∑ xy−∑ x∑ y

n∑ x2−¿¿¿

Pengujian Hipotesis

Koefisien β (b) diuji dengan menggunaka uji t untuk menunjukkan ada atau

tidaknya hubungan atau pengaruh yang signifikan antara tingkat Non Performing

Financing pembiayaan Murabahah sebagai variabel independen dengan tingkat

profitabilitas bank syariah sebagai variabel dependen. Hipotesis ujinya adalah:

Ho : β = 0

Diartikan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat Non Performing

Financing pembiayaan Murabahah dengan tingkat profitabilitas bank syariah.

Ho : β ≠ 0

Diartikan terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat Non Performing

Financing pembiayaan Murabahah dengan tingkat profitabilitas bank syariah.

Page 61: All 1

61

Rumus statistik ujinya adalah sebagai berikut:

th itung= β

√MSE/S xx

Keterangan :

MSE=SSR

n−2SSR=S y2−βSxy

Sy2=∑ y2−¿¿¿ Sx2=∑ x2−¿¿¿

Sxy=∑ xy−¿¿

Adapun kriteria untuk uji dua pihak adalah:

Ho diterima atau Ha ditolak jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

Ho ditolak atau Ha diterima jika t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel

Keputusan pemilihan uji dua pihak tidaklah didasarkan atas pertimbangan

statistik, tetapi didasarkan atas keputusan yang akan diambil sebagai hasil dari

penemuan penelitian. Disamping itu, beberapa ahli berpendapat bahwa uji dua pihak

lebih dapat dipertanggungjawabkan untuk ilmu-ilmu sosial karena sangat banyak

variabel yang belum diketahui.

2. Analisis Korelasi Pearson Product Moment

Analisis ini dapat membantu peneliti dalam menunjukkan seberapa besar atau

seberapa erat hubungan antar variabel. Apabila terdapat dua variabel yang ingin

diketahui eratnya hubungan antar variabel tersebut, dengan syarat harus berdistribusi

normal dan menggunakan skala interval atau rasio, dapat digunakan alat ukur

korelasi pearson product moment.

Analisis koefisien korelasi pearson product moment dapat diketahui melalui

rumus berikut:

r=n∑ xy−∑ x∑ y

√¿¿¿

Page 62: All 1

62

Keterangan:

X = Tingkat Non Performing Financing pembiayaan Murabahah sebagai

variabel independen

Y = Tingkat profitabilitas bank syariah sebagai variabel dependen

n = Jumlah pengamatan (sampel)

r = Koefisien korelasi

Pada hakekatnya, nilai r dapat bervariasi dari -1 melalui 0 hingga +1 (-1 < r <

1). Bila r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antar keduanya sangat lemah atau

tidak terdapat hubungan sama sekali. Bila r = +1 atau mendekati +1, maka hubungan

antara kedua variabel sangat kuat dan positif. Bila nilai r = -1, maka hubungan kedua

variabel dikatakan sangat kuat dan negatif. Tanda positif dan negatif pada koefisien

korelasi memiliki arti yang khas.

Bila r positif (+), maka hubungan antara keduanya bersifat searah, dengan

kata lain kenaikan atau penurunan nilai variabel independen akan diikuti pula dengan

kenaikan atau penurunan nilai variabel dependen. Adapun bila r negatif (-), maka

hubungan antara keduanya berlawanan arah dalam arti bahwa apabila terjadi

kenaikan nilai variabel dependen dan demikian juga sebaliknya.

Interpretasi yang digunakan untuk menilai derajat keeratan hubungan dari

variabel yang ada adalah dengan menggunakan interpretasi nilai koefisien korelasi,.

Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi menurut Sugiyono

(2009:184) disajikan dalam bentuk tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1

Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Sumber: Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D(Sugiyono, 2009:184)

Page 63: All 1

63

Pengujian Hipotesis

Pengujian tingkat signifikansi dari koefisien korelasi, peneliti menggunakan

statistik uji t dengan rumus :

t= r √n−2

√1−r 2

Hasil perhitungan dari statistik uji t (t hitung) kemudian dibandingkan dengan

t tabel yang diperoleh dengan menggunakan tingkat signifikansi 5% dan derajat

kebebasan (degree of freedom) dengan rumus (df) = n – k – 1. Kriteria pengambilan

kesimpulan uji t tersebut adalah

1. Bila – t ½ α ≤ t ½ α maka Ho diterima

2. Bila t < – t ½ α dan t > t ½ α maka Ho ditolak

3. Analisis Koefisien Determinasi

Besarnya kontribusi pengaruh tingkat Non Performing Financing pembiayaan

Murabahah terhadap tingkat profitabilitas bank syariah dapat diketahui dengan rumus

berikut:

Kd = r2 x 100%

Sedangkan untuk mengetahui besarnya kontribusi dan pengaruh faktor-faktor

lain terhadap variabel independen, dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut:

Kk = (1 - r2 ¿ x 100%

3.2.6 Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data dan hasil

pengujian berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disebutkan tersebut serta didukung

oleh teori – teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.