alhasani, muhsin. 2014. “ - aktifitas | student...
TRANSCRIPT
PENGARUH ETIKA BIROKRASI DALAM MENINGKATKAN
KINERJA PUBLIC SERVICE
DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
TEORI BIROKRASI PUBLIK
KELOMPOK 4
FERISTIANA P RAMADHAYANTI 135030107111014 DENY LATIFAH 135030100111018KHOIRUNNISA PURNAMASARI 135030101111020FADILLAH WARDIYANA 135030101111024LINTANG RASYIDA DWI 135030101111027
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIKFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah tentang “Pengaruh Etika Birokrasi Dalam Meningkatkan
Kinerja Public Service” dapat tersusun hingga selesai.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Kami
menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Malang, 15 April 2016
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul/Cover.................................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi......................................................................................................................iii
Abstrak........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan ..................................................................................2
1.4 Manfaat Pembahasan ................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Etika ..............................................................................................3
2.2 Konsep Birokrasi........................................................................................3
2.3 Konsep Etika Birokrasi ..............................................................................4
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Metode Penulisan........................................................................................6
3.2 Teknik Pengumpulan Data.........................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Peranan Etika Birokrasi Dalam Memberikan Pelayanan Publik4.1.1 Pengertian Etika Birokrasi................................................................74.1.2 Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.........................................8
4.2 Pengaruh Etika Birokrasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik4.2.1 Permasalahan Kinerja Organisasi ..................................................94.2.2 Etika Birokrasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pelayanan
Publik..................................................................................................10
BAB V PENUTUP5.1 Kesimpulan...................................................................................................12
5.2 Rekomendasi................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................15
iii
ABSTRAK
Etika sangat diperlukan dalam praktek administrasi publik untuk dapat
dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh
administrasi publik. Perilaku birokrasi tadi akan mempengaruhi bukan hanya
dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat yang dilayani. Masyarakat berharap
adanya jaminan bahwa para birokrat dalam menjalankan kebijakan politik dan
memberikan pelayanan publik yang dibiayai oleh dana publik senantiasa
mendasarkan diri pada nilai etika yang selaras dengan kedudukannya.
Etika birokrasi tidak terlepas dari kondisi yang ada di dalam masyarakat
yang bersangkutan dengan norma, nilai, aturan dan kebiasaan berbudaya di
tengah masyarakat. Etika menekankan pada sistem nilai yang dipakai sebagai
acuan bagi setiap anggota komunitas tertentu. Di dalam birokrasi pemerintah di
tuntut para aparaturnya menghayati dan mencerminkan seperangkat nilai-nilai
dalam sikap perilakunya sehari-hari. Dalam pengaruh etika birokrasi untuk
meningkatkan kinerja pelayanan publik terdapat permasalahan kinerja organisasi
dan etika birokrasi dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Etika birokrasi dalam pelayanan publik merupakan sebuah terminologi yang
berusaha menempatkan dan menjelaskan korelasi serta keterkaitan antara etika,
pelayanan publik dan birokrasi. Terminologi yang berusaha mengungkapkan apa,
mengapa, bagaimana dan untuk apa etika birokrasi dalam pelayanan publik. Hal
ini didorong oleh adanya kesadaran akan kenyatan bahwa dewasa ini tuntutan
masyarakat semakin beragam, sementara itu sumber daya birokrasi yang
memiliki sangat terbatas baik dalam jumlah maupun kualitasnya.
Apabila dikaitkan dalam kinerja public service para birokrat juga memiliki
tantangan besar yaitu bagaimana mereka mampu melaksanakan kegiatan
secara efektif dan efisien, karena selama ini birokrasi diidentikkan dengan kinerja
yang berbelit-belit, struktur yang terlalu banyak, penuh dengan kolusi, korupsi
dan nepotisme, serta tak ada standar yang pasti. Oleh sebab itu sebagai
administrasi publik dituntut untuk mampu menjawab berbagai tantangan dari
persoalan-persoalan yang ada. Tidak jauh dengan hal itu dalam biroktasi juga
terdapat etika atau kode etik yang mengatur etika birokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas
aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang
tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan, yaitu fungsi pelayanan, fungsi
pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara
tentang Etika Birokrasi berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi
tersebut dalam melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan
yang seharusnya dan semestinya, pantas untuk dilakukan dan sewajarnya
dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dan dilaksanakan.
Permasalahan yang muncul sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika
dalam Birokrasi itu sendiri, apakah etika birokrasi tersebut dapat memberikan
pengaruh terhadap kinerja yang ada dalam pelayanan publik sehingga bisa
menciptakan pelayanan yang baik seperti diharapkan masyarakat.
1
1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah peranan etika birokrasi dalam memberikan pelayanan
publik?
2. Bagaimanakah pengaruh etika birokrasi dalam meningkatkan kinerja
pelayanan publik?
1.3 Tujuan Pembahasan1. Mengetahui peranan etika birokrasi dalam memberikan pelayanan publik.
2. Mengetahui pengaruh etika birokrasi dalam meningkatkan kinerja pelayanan
publik.
1.4 Manfaat PembahasanHasil pembahasan ini diharapkan menambah wawasan pengetahuan umum
dalam pengaruh etika birokrasi dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep etika Etika berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang artinya kebiasaan atau
watak. Secara luas etika merupakan dunianya filsafat, nilai dan moral
yang bersifat abstrak dan berkenan dengan persoalan baik atau buruk..
Etika merujuk pada dua hal, pertama berkenaan dengan disiplin ilmu
yang mempelajari nilai-nilia yang dianut oleh manusia beserta
pembenarannya. Kedua, etika merupakan pokok permasalahan dalam
disiplin ilmu itu sendiri yang berupa nilai-nilai kehidupan dan hukum-
hukum yang mengatur tingkah laku manusia.
Etika memiliki beberapa landasan, antara lain keindahan,
persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran. Dan apabila
semua landasan itu terlaksanakan maka etika akan mampu menjadi
sebuah pedoman hidup.
Etika dalam administrasi sendiri adalah bagaimana membuat keterkaitan
antara keduanya. Bagaimana gagasan administrasi seperti efisiensi,
ketertiban, kemanfaatan, produktifitas dapat menjawab etika dalam
prakteknya. Serta bagaimana gagasana dasar etika dapat mewujudkan
yang baik dan menghindari hal yang buruk. Diperlukannya etika dalam
administrasi untuk memberikan sebuah contoh yang baik, sebab
terkadang masing-masing orang tidak pernah menerapkan kebaikan itu
dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Konsep Birokrasi Secara etimologis birokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Bureau
yang artinya meja tulis atau tempat bekerja para pejabat. Birokrasi
disebut juga sebagai badan yang menyelenggarakan pelayanan public/
birokrasi terdiri atas orang-orang yang diangkat oleh eksekutif. Birokrasi
memiliki 4 fungsi dalam menjalankan sebuah pemerintahan yang modern.
yaitu :
3
1) Administrasi : sebagai pelaksana kebijakan umum suatu negara yang dimana
kebijakan umum tersebut sudah dirancang sedemikian rupa guna mencapai
suatu tujuan negara secara keseluruhan;
4
4
2) pelayan : sebagai birokrasi yang memberikan pelayanan masyarakat atau
kelompok-kelompok dengan menjalankan fungsinya sebagai public service
(pelayan public);
3) pengaturan : sebagai pengatur suatu kesejahteraan masyarakat yang sudah
dirancang oleh pemerintah, guna memenuhin kepentingan masyarakat banyak;
4) pengumpul informasi : Max Weber, selaku pencetus tentang konsep dasar
dalam organisasi pemerintah modern menganggap bahwa birokrasi adalah
sebagai lembaga netral yang berfungsi untuk sekedar menjalankan keputusan-
keputusan yang telah diterapkan para poitisi saja. Sedangkan kelompok politisi
yang politis dan moral merupakan representasi dari kepentingan umum dan di
paksa tunduk kepada rakyat dan birokrasi di Indonesia dapat dikatakan sangat
jauh dari kata ideal, karena dalam praktek politik yang terjadi malah birokrasi-lah
yang mempunyai kekuatan untuk mengontrol terhadap politisi, dan sebaliknya
politisi tidak memiliki kekuatan yang memadai untuk mengontrol birokrasi.
2.3 Konsep Etika Birokrasi Ketika mendengarkan konsep akan birokrasi terdapat bayangan mengenai
sebuah proses yang berbelit-belit, membutuhkan waktu yang lama, biaya yang
digunakan banyak dan menimbulkan kesan bahwa birokrasi itu tidak efisien dan
tidak adil. Sehingga tidak heran jika masih banyak perbedaan pendapat tentang
birokrasi yang berkepanjangan. Secara objektif birokrasi memiliki sebuah praktek
kerja yang ciri-cirinya ideal. Namun dalam prakteknya cirri-ciri ideal itu meleset
dan berlawanan arah dari kenyataanya.Ketika kenyataan ini tidak sesuai dengan
keinginan yang di harapkan, maka akan timbul suatu kekecewaan, dan begitulah
yang terjadi ketika yang diharapkan agar para aparatur birokrasi bekerja dengan
penuh rasa tanggungjawab, kejujuran, dan keadilan, sementara kenyataannya
berlawanan yang terjadi malah sama sekali tidak bermoral atau beretika. Yang
menimbulkan suatu pandangan tentang harus adanya suatu aturan yang dapat
dijadikan suatu norma rambu-rambu dalam menegakkan tugasnya.
Sesuatu yang diinginkan itulah yang dimaksud dengan etika yang perlu
diperhatikan oleh aparat birokrasi. Terbentuknya suatu etika birokrasi tidak
terlepas dari kondisi yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan yang
sesuai dengan norma, nilai, aturan, dan kebiasaan berbudaya di tengah
5
masyarakat. Nilai yang ada ini akan berkembang di dalam masyarakat dan
mewarnai sikap perilaku tentang pandangan etis atau tidak etisnya
penyelenggaraan fungsi-fungsi aparat birokrasi. Dalam pelaksanaanya sangat
rumit, karena etika birokrasi cenderung diseragamkan melalui peraturan
kepegawaian yang telah di atur di dalam birokrasi.
5
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metode PenulisanMetode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah menggunakan metode
penulisan deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif atau kualitatif
merupakan metode yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang
diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara
sistematis, fakta dan karakteristik objek secara tepat. Metode deskriptif adalah
suatu metode dalam meneliti setatus sekelompok manusia, suatu obyek, suatu
set kondisi, suatu sistempeikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskipsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang terjadi.
Menurut Whintney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajarai masalah-masalah
dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-
situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
3.2 Teknik Pengumpulan dataSedangkan untuk teknik pengumpulan data dalam karya tulis menggunakan
teknik studi pustaka yaitu teknik yang dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa
buku maupun informasi di internet. Selain itu pengumpulan data dengan metode
studi pustaka juga dimaksud sebagai suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara menggunakan dan mempelajari buku-buku, internet, atau
media lain yang ada hubungannya dengan masalah karya tulis ini. Selain itu
penggumpulan data dalam karya tulis ini juga menggunakan metode atau teknik
diskusi yaitu mendapatkan data dengan cara berdiskusi dan bertanya secara
langsung dengan teman – teman yang mengetahui tentang informasi yang di
perlukan terkait judul karya tulis yang diambil.
5
BAB IV
PEMBAHASAN
3.1 Peranan Etika Birokrasi Dalam Memberikan Pelayanan Publik4.2.3 Pengertian Etika BirokrasiPeter Madsen dan Jay M. Shafritz, seperti dikutip oleh M. Mas'ud Said
(1996:82) mengistilahkan etika birokrasi sebagai perilaku pemerintah dalam
semua level untuk menghindari penyalahgunaan pekerjaan secara tidak sah,
aktivitas mencari keuntungan pribadi. Dengan kata lain, ia adalah antitesa dari
penyalahgunaan umum dan korupsi. Etika birokrasi tidak saja merupakan
kebalikan dari praktik-praktik penyalahgunaan, penyimpangan, korupsi, moralitas
rendah, dan sebagainya, akan tetapi etika birokrasi mencakup kesepakatan-
kesepakatan antara kepentingan Negara, masyarakat dan moral individu secara
jujur, obyektif, selaras, dan terpadu tanpa ada pemaksaan atas terwujudnya
suatu kesepakatan tersebut.
Etika menekankan pada perlunya sistem nilai dipakai sebagai acuan bagi
setiap anggota komunitas tertentu. Di dalam birokrasi pemerintah di tuntut para
aparaturnya menghayati dan mencerminkan seperangkat nilai-nilai dalam sikap
perilakunya sehari-hari, senantiasa berusaha mengembangkan diri sebagai
panutan/teladan dengan memiliki moralitas yang tinggi, menghindarkan diri dari
perbuatan tercela.
Etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai pedoman, acuan,
referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya agar tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian
apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai abik, buruk, tidak
tercela, dan terpuji. Seperangkat nilai dalam etika yang dapat digunakan sebagai
acuan, referensi, penuntun, bagi birokrasi publik dalam menjalan tugas dan
kewenangannya antara lain, efisiensi, membedakan milik pribadi dengan milik
kantor, impersonal, merytal system, responsible, accountable, dan
responsiveness. Akuntabilitas administrasi negara dalam pengertian yang luas
melibatkan lembaga- lembaga publik (Agencies) dan birokrat untuk
mengendalikan bermacam-macam harapan yang berasal dari dalam dan dari
luar organisasinya.
5
4.2.4 Etika Birokrasi Dalam Pelayanan PublikEtika sangat berperan dalam praktek administrasi publik untuk dapat
dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh
administrasi publik. Disamping itu perilaku birokrasi tadi akan mempengaruhi
bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat yang dilayani. Masyarakat
berharap adanya jaminan bahwa para birokrat dalam menjalankan kebijakan
politik dan memberikan pelayanan publik yang dibiayai oleh dana publik
senantiasa mendasarkan diri pada nilai etika yang selaras dengan
kedudukannya. Birokrasi merupakan sebuah sistem, yang dalam dirinya terdapat
kecenderungan untuk terus berbuat bertambah baik untuk organisasinya maupun
kewenangannya (big bureaucracy, giant bureaucracy), perlu menyandarkan diri
pada nilai-nilai etika.
Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai
acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya antara lain adalah : (1) efisiensi, artinya tidak boros, sikap,
perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien; (2)
membedakan milik pribadi dengan milik kantor, artinya milik kantor tidak
digunakan untuk kepentingan pribadi; (3) impersonal, maksudnya dalam
melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan lainnya
secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal, maksudnya
hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan perasaan dari
pada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan
peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa yang salah harus diberi sanksi dan
yang berprestasi selayaknya mendapatkan penghargaan; (4) merytal system,
nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai, artinya dalam
penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak di dasarkan atas kekerabatan,
namun berdasarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), sikap
(attitude), kemampuan (capable), dan pengalaman (experience), sehingga
menjadikan yang bersangkutan cakap dan profesional dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya dan bukan spoil system (adalah sebaliknya); (5)
responsible, nilai ini adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi
publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya; (6) accountable, nilai ini
merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab birokrasi dikatakan
akuntabel bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat karena dapat
5
mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap dan sepak
terjangnya kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki itu
berasal dan mereka dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan publik
(pelayanan publik yang profesional dan dapat memberikan Kepuasan publik); (7)
responsiveness, artinya birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan,
masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha
memenuhi, tidak suka menunda-nunda waktu atau memperpanjang alur
pelayanan.
3.2 Pengaruh Etika Birokrasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pelayanan Publik
3.2.1 Permasalahan Kinerja OrganisasiSering kali terlihat dilapangan aparatur birokrasi yang melayani kepentingan
public masih belum menyadari fungsinya sebagai pelayan masyarakat.
Ketentuan bahwa birokrasi mempunyai kewajiban melayani masyarakat menjadi
terbalik sehingga bukan lagi birokrasi yang melayani masyarakat tetapi justru
masyarakat yang melayani birokrasi. Sikap para birokrat yang tidak bersedia
melayani masyarakat secara efisien, adil, dan transparan itu terlihat hampir pada
semua instansi publik. Pedoman yang ditanam bahwa bekerja dengan rajin atau
malas tetap mendapat gaji yang sama setiap bulannya turut menjadi alasan
ketidakmauan para pegawai untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.
Kelambanan dalam pemberian pelayanan publik menjadi indikasi masih
rendahnya akuntabilitas dari birokrasi pelayanan yang ada. Salah satu isu sentral
yang sering berkembang akhir-akhir ini adalah bagaimana pemerintah dan
lembaga penyedia layanan publik (public service provider) mampu bersikap lebih
akuntabel terhadap masyarakat berkaitan dengan pelayanan yang diberikannya.
Jadi, sebagai mana tercermin dari uraian di atas, maka kita bisa mendefinisikan
bahwa akuntabilitas adalah kekuatan pengendali yang mampu menciptakan
dorongan terhadap seluruh stakeholder yang terlibat dan bertanggungjawab
terhadap pelayanan publik, serta untuk meyakinkan bahwa proses produksi dan
jasa berlangsung sesuai dengan yang diinginkan. Penyebab rendahnya
akuntabilitas dan kinerja aparat publik berasal dari kultur atau budaya yang
5
sudah tertanam selama puluhan tahun. dimana para birokrat publik berorientasi
pada kekuasaan, bukan pada kepentingan publik.
3.2.2 Etika Birokrasi Dalam Meningkatkan Kinerja Pelayanan PublikMaka dari beberapa permasalahan tersebut menunjukkan sikap aparatur
pemerintahan yang tidak memiliki etika yang baik sebagaimana yang sudah ada
pada kode etik birokrasi yang sudah diatur dalam PP Nomor 30 tahun 1980.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain diatur hal-hal sebagai berikut :
larangan, sanksi, tata cara pemeriksaan, tata cara pengajuan keberatan
terhadap hukuman disiplin yang kesemuanya dapat menjadi acuan dalam
beretika bagi seorang aparat Birokrasi atau Pegawai Negeri.
Sementara Larangan yang merupakan aturan main yang turut mengatur
perilaku aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, yang juga dapat dijadikan sebagai Kode Etik
Birokrasi, yaitu larangan seperti :
1. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat
Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri sipil.
2. Menyalahgunakan wewenangnya.
3. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik
negara.
4. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun
yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan
dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri yang bersangkutan.
5. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau
martabat pegawai negeri sipil, kecuali kepentingan jabatan.
6. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.
7. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk
mendapat pekerjaan atau peranan dari kantor/ instansi pemerintah.
8. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam
melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak
lain.
Semua larangan yang diuraikan diatas kiranya dapat dipahami oleh pegawai
negeri sipil selaku aparat birokrasi sebagai pagar atau norma dan aturan yang
5
merupakan bagian dari Etika atau kode etik Pegawai Negeri. Selain larangan
yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri, juga yang tidak kalah penting dalam
pembentukan Etika Birokrasi adalah sanksi atau hukuman yang setimpal dengan
pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas. Jenis sanksi atau hukuman yang
dapat dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat
pelanggaran, adapun jenis sanksi tersebut menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 30 tahun 1980 terdiri dari :
1) Hukuman disiplin ringan antara lain : teguran lisan , teguran tertulis,
pernyataan tidak puas secara tertulis.
2) Jenis hukuman disiplin sedang, antara lain : penundaan kenaikkan gaji
berkala untuk paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali gaji
berkala untuk paling lama satu tahun, Penundaan kenaikan pangkat untuk paling
lama satu tahun.
3) Jenis hukuman disiplin berat, terdiri dari : penurunan pangkat pada pangkat
yang setingkat lebih rendah paling lama satu tahun, Pembebasan dari jabatan,
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri selaku pegawai
negeri sipil, Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Sehingga dengan adanya penerapan kode etik yang optimal bisa di harapkan
untuk para aparatur Negara menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang
sudah menjadi tanggung jawab dan kewajibannya dalam profesi jabatan
tersebut. Kinerja dari aparatur Negara terutama dalam pemerintahan sendiri bisa
terlaksana dengan baik dan cenderung meningkat dengan memberikan sanksi
pada aparat yang tidak mematuhi dan melaksanakan peraturan kepegawaian
yang tercantum pada kode etik yang bisa memberikan efek jerah sehingga tidak
mengulang kembali kesalahan tersebut. Tetapi tidak hanya itu saja yang dapat
mempengaruhi peningkatan kinerja dalam pelayanan publik seharusnya
diimbangi dengan sebuah Penghargaan Pegawai Negeri sipil Kepada Pegawai
negeri apabila telah menunjukkan kesetiaan dan prestasi kerja dan memiliki etika
kerja yang baik, dianggap berjasa bagi negara dan masyarakat perlu diberikan
penghargaan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan berupa tanda jasa,
kenaikan pangkat istimewa yang secara otomatis kenaikkan gajinya sesuai
pangkat, dengan harapan agar menjadi contoh kepada yang lain dalam
melaksanakan tugas.
13
BAB V
PENUTUP
5.1 KesimpulanEtika birokrasi dalam pelayanan publik adalah keterkaitan antara etika,
pelayanan publik dan birokrasi. Nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan
sebagai acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya antara lain adalah efisiensi, membedakan milik
pribadi dengan milik kantor, impersonal, merytal syste, responsible, accountable,
responsiveness. Dalam pengaruh etika birokrasi dalam meningkatkan kinerja
pelayanan publik terdapat permasalahan kinerja organisasi dan etika birokrasi
dalam meningkatkan kinerja pelayanan public. Permasalahan sering terjadi
dalam kinerja organisasi adalah kelambanan pelayanan publik tidak hanya
disebabkan oleh kurang baiknya cara memberikan pelayanan kepada
masyarakat tetapi sikap pandang organisasi pemerintah yang terlalu berorientasi
pada kegiatan dan pertanggungjawaban formal saja, kelambanan dalam
pemberian pelayanan publik menjadi indikasi masih rendahnya akuntabilitas dari
birokrasi pelayanan yang ada, dan penyebab rendahnya akuntabilitas dan kinerja
aparat publik berasal dari kultur atau budaya. Sedangkan etika birokrasi dalam
meningkatkan kinerja dilihat dari permasalahan diatas sikap aparatur
pemerintahan yang tidak memiliki etika yang baik sebagaimana yang sudah ada
pada kode etik birokrasi yang sudah diatur dalam PP Nomor 30 tahun 1980.
Dalam Peraturan Pemerintah telah diatur dalam Peraturan disiplin Pegawai
Negeri yang menjadi kewajiban dan harus ditaati sesuai Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Larangan aturan main yang turut mengatur
perilaku aparat Birokrasi atau pegawai Negeri menurut Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun1980, dan Jenis sangsi atau hukuman yang dapat
dijatuhkan kepada Pagawai Negeri sangatlah bervariasi sesuai tingkat
pelanggaran, adapun jenis sangsi tersebut menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 30 tahun 1980.
14
5.2 RekomendasiRekomendasi yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah yang
telah diuraikan diatas adalah :
1. Penetapan Standar Pelayanan
Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi
jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan,
perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan
prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan
informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga
informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya
proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai
kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan
serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
Dengan adanya SOP proses pengolahan yang dilakukan secara internal
dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas. Tujuan adanya SOP adalah
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi
hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses
tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya. Oleh
karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan
peraturan yang berlaku
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap
kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-
perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan
e. Memberikan informasi yang akurat untuk pengendalian pelayanan
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang
akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses
pelayanan tertentu.
3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan
15
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka suatu mekanisme penilaian
kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan
dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan
memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Survei kepuasan pelanggan
memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik.
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan
Pengaduan masyarakat merupakan sumber informasi bagi upaya-upaya
pihak penyelenggara pelayanan untuk menjaga pelayanan yang dihasilkannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Beberapa model yang sudah
banyak diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik
dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang
peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak
swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan
price regularity untuk mengatur harga maksimum.
DAFTAR PUSTAKA
Alhasani, Muhsin. 2014. “Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik”. Melalui
http:// [email protected] [08/04/2016]
Dolly, Fajar Ifan. 2013. “Etika Birokrasi dalam Administrasi”. Melalui
http://fajarifandolly.blogspot.co.id/2013/03/etika-birokrasi-dalam-
administrasi.html [09/04/2016]
Honeoy. 2010. “Etika Birokrasi”. Melalui h ttp: // h ombang . b logspot. c om
[08/04/2016]
Ihsan, Faris. 2014. “Peran Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik”. Melalui
h ttp://bkddiklat.ntbprov.go.id [09/04/2016]
Rendy. 2009. “Buruknya Kinerja Organisasi Pelayanan Publik Di Pemerintahan”.
Melalui http://rendy-sueztra-canaldhy.blogspot. c o.id [10/04/2016]
Serodja, ryan. 2010. “Metode Penulisan Makalah”. Melalui http://ryanserodja.
blogspot.c o.id.html [04/09/16].
Thea, addhin, 2013. “Metode Penulisan Deskriptif”. Melalui http://addhintheas.
blogspot.co.id.html [04/09/16].
15